• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Penerapan GMP dan SSOP Produksi Ayam Goreng di Salah Satu Restoran Cepat Saji Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Penerapan GMP dan SSOP Produksi Ayam Goreng di Salah Satu Restoran Cepat Saji Kota Bogor"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENERAPAN GMP DAN SSOP

PRODUKSI AYAM GORENG DI SALAH

SATU RESTORAN CEPAT SAJI

KOTA BOGOR

SKRIPSI

JENITA SARI BR SINUHAJI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Jenita Sari Br Sinuhaji. D14070022. 2011. Evaluasi Penerapan GMP dan SSOP Produksi Ayam Goreng di Salah Satu Restoran Cepat Saji Kota Bogor.Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. Pembimbing Kedua : Zakiah Wulandari, S.TP.,M.Si.

Perubahan gaya konsumsi masyarakat untuk makan di luar rumah dewasa ini menjadi salah satu peluang berkembangnya restoran dan rumah makan. Beberapa restoran dan rumah makan menggunakan daging ayam sebagai menu pilihan utama dan penciri khas. Penyajian makanan dalam waktu yang singkat dalam restoran dan rumah makan, terutama untuk produk daging ayam yang mudah busuk, menjadi tantangan tersendiri bagi pihak pengelola. Kecenderungan yang terjadi di masa kini adalah konsumen mulai mencari informasi mengenai setiap proses pada bahan mentah hingga siap dikonsumsi, sehingga setiap tahapan yang berlangsung memerlukan jaminan bahwa produk tersebut benar-benar layak dan aman dikonsumsi.

Pihak pengelola pangan dapat memegang pedoman penerapan sistem mutu yang telah diakui baik secara internasional maupun hasil kerja sama dengan instansi pemerintah. Good manufacturing practices (GMP) atau cara produksi makanan yang baik merupakan suatu pedoman yang dapat digunakan oleh industri untuk memproduksi pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Prinsip penerapan GMP dimulai dari proses penerimaan bahan baku sampai dengan produk siap dikonsumsi. Pelaksanaan GMP melibatkan seluruh pihak baik pimpinan maupun karyawan yang yang terlibat dalam pengadaan pangan. Sanitasi merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh unit usaha yang akan melaksanakan program GMP. Program pelaksanaan sanitasi tertuang dalam suatu pedoman standar yang mengacu praktek internasional yaitu Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP). Pelaksanaan sistem SSOP diikuti oleh tahap monitoring, penyimpanan rekaman dan tindakan verifikasi yang berkesinambungan.

Tujuan magang penelitian ini adalah mempelajari aspek penerapan GMP dan SSOP unit pengolahan produksi ayam goreng dalam rangka memberikan jaminan mutu dan kepuasan kepada konsumen. Kegiatan magang penelitian ini dilaksanakan di salah satu restoran cepat saji kota Bogor unit dapur. Wawancara dan pengumpulan data yang terkait meliputi informasi penerimaan bahan, penggunaan bahan baku dan bahan penunjang, proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan penyajian. Informasi tersebut diperoleh dengan cara pengamatan langsung dan pencatatan data yang terdapat di perusahaan.

(3)

ii Penerapan GMP dimulai dari lokasi tempat restoran, desain bangunan, fasilitas yang digunakan, higiene karyawan, peralatan dan perlengkapan masak, pengelolaan limbah, dan proses pengolahan dari penerimaan bahan baku sampai siap disajikan ke konsumen. Penilaian bobot aplikasi GMP di restoran yang sesuai dengan KEPMENKES RI 715/MENKES/SK/V/2003 memenuhi dengan skor 78 dari nilai maksimal 83. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti lokasi belakang restoran yang berbatasan dengan parit yang dapat menimbulkan sarang hama dan berbau busuk; sistem pengaturan udara yang masih terasa panas dalam ruang pengolahan, terutama pada saat penggorengan dilakukan; dan higiene karyawan yang masih perlu mendapat perhatian seperti menggunakan perhiasan saat bekerja, flu dan bersin tanpa memakai masker; kebiasaan cuci tangan yang kurang; mengenakan pakaian kerja dari rumah dan tidak menggunakan hairnet selama bekerja. Pengawasan terhadap penerapan GMP dan SSOP dilakukan secara langsung oleh pihak manajer yang bertugas harian dalam restoran dan pengawasan periodik dilakukan oleh perusahaan pusat. Demikian pula halnya dengan penerapan delapan kunci SSOP yang telah memenuhi standar pelaksanaan. Monitoring terhadap kegiatan pelaksanaan SSOP dilakukan oleh auditor internal kantor pusat secara rutin per tiga bulan.

(4)

ABSTRACT

Evaluation of GMP and SSOP Application on Fried Chicken Production at one of Fast Food Restaurant in Bogor City

Sinuhaji, J.S., T. Suryati and Z. Wulandari

Consumption trend has moved increase toward ready to eat food, and one of them is fried chicken product. During processing, poultry meat may be contaminated with many different foodborne pathogens. Implementation of Good Manufacturing Practices (GMP) can keep safety condition during the process. The main emphasis of GMP is food plant sanitation. In fact, product that was not appropriate the quality standards can not be sold to consumers. The objective of the research were to analysis the application of GMP and sanitation standard operating procedures (SSOP) on fried chicken production processing unit. This study had done on February-March 2011 with involved production process controlling, interviewed the managers and employee, collecting data and field observed. The result of GMP study, in accordance with Ministry of Health of Republic Indonesia 715/MENKES-/SK/V/2003, got the scores 78 from the maximum value 83. There was caused by several factors like location behind the restaurant, air conditioning systems and personal hygiene of employees. Monitoring of the implementation of GMP and SSOP were done by the manager on duty and periodic surveillance performed by the corporate center.

(5)

EVALUASI PENERAPAN GMP DAN SSOP

PRODUKSI AYAM GORENG DI SALAH

SATU RESTORAN CEPAT SAJI

KOTA BOGOR

Jenita Sari Br Sinuhaji

D14070022

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

Judul : Evaluasi Penerapan GMP dan SSOP Produksi Ayam Goreng di Salah Satu Restoran Cepat Saji Kota Bogor

Nama : Jenita Sari Br Sinuhaji NIM : D14070022

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Tuti Suryati, S.Pt., M.Si.) NIP: 19720516 199702 2 001

Pembimbing Anggota,

(Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si.) NIP: 19750207 199802 2 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr.Ir.Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Maret 1989 di Medan, Sumatera Utara. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Abraham Sentosa Sinuhaji dan ibu Asna Br. Ginting. Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak Santo Xaverius I Kabanjahe pada tahun 1993-1995. Pendidikan dasar diawali pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Sint.Yoseph Kabanjahe dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Menengah Pertama Santo Xaverius I Kabanjahe. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kabanjahe pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Penerapan GMP dan SSOP Produksi Ayam Goreng di Salah Satu Restoran Cepat Saji Kota Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini juga bertujuan untuk memberikan satu sumbangan untuk kemajuan di dunia peternakan, khususnya program GMP dan SSOP pengolahan hasil daging ayam.

Penelitian dilaksanakan dalam bentuk magang di sebuah restoran cepat saji kota Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang restoran pengolah hasil peternakan khususnya daging ayam dan cara produksi pangan yang baik menurut standar higienis dari pemerintah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT . ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Daging Ayam ... 3

Ayam Goreng Tepung ... 3

Keamanan Bahan Pangan ... 6

Keamanan Bahan Pangan Asal Unggas ... 7

Good Manufacturing Practices (GMP) ... 9

Persyaratan secara Umum ... 11

Persyaratan Khusus Golongan ... 14

Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan ... 15

Persyaratan Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan ... 16

Persyaratan Higiene Sanitasi Penyimpanan Makanan ... 16

Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP) ... 17

MATERI DAN METODE ... 21

Lokasi dan Waktu ... 21

Materi ... 21

Bahan ... 21

Alat ... 21

Prosedur ... 21

Observasi Lapang ... 22

Wawancara dan Pengumpulan Data ... 22

Evaluasi Data ... 22

Penerapan GMP ... 22

Penerapan SSOP ... 24

(10)

ix

KEADAAN UMUM LOKASI ... 25

Sejarah Perusahaan Kentucky Fried Chicken (KFC) ... 25

Sejarah Perusahaan Kentucky Fried Chicken di Indonesia ... 25

Visi dan Misi Perusahaan ... 27

Lokasi, Bangunan dan Fasilitas Restoran ... 38

Sistem Pencahayaan ... 40

Aplikasi Sanitation Standard Operating Procedures ... 50

Keamanan Air ... 51

Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan ... 51

Pencegahan Kontaminasi Silang ... 52

Fasilitas Sanitasi ... 53

Perlindungan Bahan Pangan dari Cemaran (Adulteran) ... 54

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Daftar Jenis Pangan Penyebab Keracunan ……… 6 2. Kemungkinan Cemaran Bahaya Pangan dari Daging Unggas………... 7 3. Suhu Penyimpanan Bahan Mentah ……… 17 4. Kriteria Karkas Berdasarkan Standardisasi Pusat ……… 30 5. Hasil Penilaian Aplikasi GMP di Salah Satu Restoran Cepat Saji

Kota Bogor ……….. 36

6. Perhitungan Limbah Cair Restoran ………... 42 7. Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah Keluaran Grease Trap …….. 44 8. Spesifikasi Penerimaan dan Penyimpanan Bahan ………. 48 9. Peralatan Produksi Ayam Goreng ………. 49

10. Penggunaan Lap Handuk ……… 53

11. Dokumentasi monitoring, koreksi dan rekaman pelaksanaan delapan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Diagram alir pembuatan ayam goreng tepung ………... 29

2. Potongan sembilan bagian karkas ayam dan bobot setiap

potongan ………. 31

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Parameter Penilaian Aspek GMP dalam Restoran………. 69 2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.715/MENKES

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging ayam termasuk dalam salah satu sumber protein hewani yang paling banyak digemari oleh masyarakat. Populasi ternak ayam ras pedaging di dunia menurut data FAO pada tahun 2008 sekitar 92,9 juta ton dan angka ini lebih tinggi daripada populasi ternak sapi pedaging. Permintaan terhadap daging ayam ini di Indonesia juga mengalami peningkatan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir yaitu 530.874 ekor pada tahun 2000 menjadi 1.249.952 ekor pada tahun 2010, dengan persentase kenaikan sekitar 57% (BPS, 2009). Konsumsi protein yang dibutuhkan oleh orang dewasa untuk keperluan pokok adalah sekitar 0,8 g protein/kg berat badan (BB).

Daging ayam mengandung sejumlah nutrisi penting yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan beberapa mineral. Nutrisi yang tersedia dalam daging dapat pula menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba termasuk bakteri patogen. Dampaknya adalah daging menjadi tercemar dan tidak layak untuk dikonsumsi. Daging yang sudah tercemar dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Mikroba patogen dapat mencemari daging unggas sejak berada dalam masa pemeliharaan, proses pemotongan dan tahap pengolahan yang tidak higienis.

Dewasa ini, perubahan gaya konsumsi masyarakat untuk makan di luar rumah menjadi salah satu peluang berkembangnya restoran dan rumah makan. Beberapa restoran dan rumah makan menggunakan daging ayam sebagai menu pilihan utama dan penciri khas. Penyajian makanan dalam waktu yang singkat dalam restoran dan rumah makan, terutama untuk produk daging ayam yang mudah busuk, menjadi tantangan tersendiri bagi pihak pengelola. Berbagai upaya dilakukan untuk menjaga agar produk yang dihasilkan aman untuk dimakan dan tidak mengganggu kesehatan. Kepercayaan konsumen pada keamanan pangan yang diproduksi mempengaruhi daya terima dan daya tarik keberadaan restoran dan rumah makan tersebut.

(15)

2 mencari informasi mengenai setiap proses pada bahan mentah hingga siap dikonsumsi sehingga setiap tahapan yang berlangsung memerlukan jaminan bahwa produk tersebut benar-benar layak dan aman dimakan.

Pihak pengelola pangan dapat memegang pedoman penerapan sistem mutu yang telah diakui, baik secara internasional maupun hasil kerja sama dengan instan-si pemerintah. Good Manufacturing Practices (GMP) atau cara produksi makanan yang baik (CPMB) merupakan suatu pedoman yang dapat digunakan oleh industri untuk memproduksi pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Prinsip penerapan GMP dimulai dari proses penerimaan bahan baku sampai dengan produk siap dikonsumsi. Pelaksanaan GMP melibatkan seluruh pihak baik pimpinan maupun karyawan yang yang terlibat dalam pengadaan pangan.

Sanitasi merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh unit usaha yang akan melaksanakan program GMP. Pelaksanaan sanitasi yang efektif dapat mengontrol pertumbuhan mikroba yang masuk selama proses persiapan dan penyajian produk pangan dilakukan. Program pelaksanaan sanitasi tertuang dalam suatu pedoman standar yang mengacu praktek internasional yaitu standard sanitation operating procedures (SSOP). Pelaksanaan sistem SSOP diikuti oleh tahap monitoring, penyimpanan rekaman dan tindakan verifikasi yang berkesinambungan. Hal ini dilakukan karena penyimpangan atau kesalahan terhadap pelaksanaan SSOP dapat mencemari kondisi lingkungan sehingga menjadi rentan terhadap pertumbuhan mikroba.

Tujuan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Daging Ayam

Jenis daging yang berasal dari unggas yang umum dikonsumsi adalah daging ayam. Menurut SNI 01-3924-2009 karkas ayam ialah bagian dari tubuh ayam tanpa kepala, leher, kaki, paru-paru dan atau ginjal setelah penyembelihan halal, pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan. Produk daging ayam banyak dikonsumsi masyarakat global karena tidak ada faktor pembatas dengan kultur budaya dan kepercayaan tertentu, sehat, bergizi, kandungan lemaknya sedikit dengan asam lemak tidak jenuh yang lebih rendah dibanding daging lainnya (Mead, 2004 a).

Lemak pada unggas ayam terletak di bawah kulit sehingga dapat dipisahkan apabila tidak ingin dikonsumsi. Daging unggas lebih seragam dalam komposisi, tekstur dan warna dibanding dengan jenis daging mamalia sehingga lebih mudah dalam konsistensi formulasi produk pangan (Sams, 2001). Protein dari jenis daging ini mengandung asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuh-an dpertumbuh-an perkembpertumbuh-angpertumbuh-an. Selain itu, daging unggas juga merupakpertumbuh-an sumber beberapa mineral seperti fosfor, zat besi, kobalt dan seng serta vitamin B12 dan B6 (Parker, 2003). Warna daging unggas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur potong, jenis kelamin, strain, pakan, lemak intramuskular, kondisi sebelum pemotongan dan perbedaan teknologi pengolahan (Parker, 2003).

Unggas penghasil daging yang utama di Indonesia adalah ayam ras pedaging atau yang dikenal dengan sebutan ayam broiler. Ayam broiler umumnya dipotong pada umur 5-6 minggu sehingga dagingnya masih lunak (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000). Ayam broiler dapat menghasilkan daging dalam jumlah banyak dan setiap bagian tubuh mempunyai rasa yang tidak sama satu dengan yang lain (Amrullah, 2004). Bagian punggung memiliki jumlah tulang yang lebih banyak, bagian betis lebih keras karena lebih berotot. Sebaliknya bagian dada lebih empuk dan sedikit mengandung lemak (Amrullah, 2004).

Ayam Goreng Tepung

(17)

4 penampakan umum), inaktivasi enzim lisosom, mempertahankan kestabilan warna pada produk curing dan menghilangkan komponen yang tidak diinginkan serta mengurangi jumlah populasi mikroba patogen (Dawson et al., 2009). Salah satu teknik pengolahan daging ayam yang umum dilakukan adalah dengan penggoreng-an. Beragam inovasi dalam teknik penggorengan dilakukan agar menghasilkan produk yang mempunyai nilai lebih dan berdaya saing (Sahin dan Sumnu, 2009). Salah satu produk inovasi tersebut adalah ayam goreng tepung. Tahapan yang dapat digunakan dalam memproduksi ayam goreng tepung adalah marinade, penepungan dan pengorengan.

Marinade. Marinade merupakan salah satu metode yang digunakan untuk persiapan pengolahan daging baik pada pangan yang dikonsumsi langsung maupun untuk yang diawetkan. Marinade berperan dalam memperbaiki sifat sensori daging seperti rasa, warna, kelembapan dan tekstur serta sifat fisik daging yang meliputi daya mengikat air dan kestabilan produk (Mead, 2004a). Marinade terdiri dari campuran garam, asam organik, nitrat dan bumbu yang umumnya dibuat dalam larutan. Marinade yang modern dilakukan dalam mesin marinator yang berputar secara perlahan (tumbling). Gerakan perputaran ini akan mempermudah proses penyerapan larutan marinade yang telah dibuat termasuk daya kerja antimikroba dalam larutan bumbu (Tan dan Ockerman, 2006). Proses marinade merupakan seni yang menggabungkan antara formulasi bumbu, alat yang digunakan dan bentuk produk (Mead, 2004a).

(18)

5 Hal penting yang diperhatikan dalam pelapisan produk gorengan adalah jumlah minyak yang diabsorbsi selama penggorengan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap absorbsi minyak menurut Fiszman (2009) adalah kualitas minyak goreng, temperatur dan lama penggorengan, masa pendinginan, bentuk, komposisi, dan daya porositi produk. Daya absorbsi minyak dapat dikurangi dengan mengubah komposisi bahan pelapis. Penggunaan campuran albumen putih telur dalam komposisi tepung pelapis dapat mengurangi absorbsi minyak tetapi menghasilkan produk yang lebih lunak .

Penggorengan. Teknik ini merupakan proses pemanasan bahan pangan dengan menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas (Muchtadi, 2008). Perlakuan panas pada ayam yang telah dimarinade dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen psiktropik (Tan dan Ockerman, 2006). Menurut Sahin dan Sumnu (2009) teknik penggorengan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggorengan biasa (pan frying) dan penggorengan dengan teknik perendaman seluruh bahan (deep fat frying). Deep fat frying merupakan teknik penggorengan yang dilakukan dengan menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak sehingga bahan pangan yang digoreng akan terendam seluruhnya di dalam minyak goreng tersebut. Deep fat frying dapat menyebabkan hidrolisis, oksidasi dan polimerisasi dari minyak. Hidrolisis meningkatkan jumlah dari asam lemak bebas, mono dan diacylglycerols dalam lemak (Choe dan Minn, 2007). Reaksi oksidasi terjadi lebih besar daripada reaksi hidrolisis selama proses penggorengan deep fat frying. Reaksi oksidasi menghasilkan hidroperoksida dan kemudian molekul bervolatil rendah seperti aldehid, keton, asam karboksil dan rantai pendek alkana dan alkena.

(19)

6 Keamanan Bahan Pangan

Keamanan pangan menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI adalah segala upaya atau usaha yang dilakukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran baik secara biologis, kimia dan fisik yang dapat mengganggu, merugikan bahkan membahayakan kesehatan. Keamanan pangan menjadi salah satu isu terpenting mengingat banyaknya kejadian kasus keracunan makanan. Keracunan makanan dapat menimbulkan beban secara sosial dan ekonomi dalam komunitas dan sistem kesehatan masyarakat. Negara maju seperti Amerika Serikat mencatat estimasi kerugian yang timbul akibat penyakit karena pangan pada tahun 1997 diatas US $35 juta per tahun untuk biaya pengobatan dan penurunan produktivitas (WHO, 2007). Data pelaporan untuk kasus keracunan makanan di negara berkembang seperti Indonesia sangat minim sehingga data yang tercatat menampilkan hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya. Bakteri dapat menyebabkan keracunan pangan melalui tiga mekanisasi (Gaman dan Sherrington, 1992) yaitu dengan cara 1) infektif: keracunan yang terjadi karena mengkonsumsi makanan yang mengandung bakteri hidup, 2) intoksinasi: keracunan karena mengkonsumsi pangan yang mengandung eksotoksin, toksin diproduksi di dalam makanan yang telah tercemar, 3) keracunan karena toksinnya tidak diproduksi dalam makanan tetapi dilepaskan selama pertumbuhan dalam saluran pencernaan. Sumber dari keracunan makanan dapat beragam mulai dari rumah tangga, jajanan, jasaboga (catering) maupun industri pengolah pangan. Tabel 1 berikut ini menunjukkan jenis pangan penyebab keracunan pangan di seluruh Indonesia pada tahun 2004 .

Tabel 1. Daftar Jenis Pangan Penyebab Keracunan

Jenis makanan Jumlah kejadian

Makanan jajanan 22

Makanan olahan 23

Makanan jasaboga 34

Makanan rumah tangga 72

Tidak dilaporkan 2

Total 153

Sumber : Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan POM-RI (2005)

(20)

7 memperhatikan standar higienis dan keamanan pangan. Makanan jasaboga berada pada urutan kedua sebagai sumber penyebab keracunan makanan. Arduser dan Brown (2005) menyatakan restoran penghasil jasaboga rentan terhadap pertumbuhan mikroba karena variasi makanan yang dihasilkan dapat menyebabkan kontaminasi silang.

Keamanan Bahan Pangan Asal Unggas

Bahan pangan asal ternak khususnya daging dapat menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba karena mempunyai kadar air yang tinggi (68%-75%), mengandung karbohidrat dan mineral serta pH yang menguntungkan (Soeparno, 2005). Pertumbuhan mikroba ini dapat menyebabkan perubahan yang tidak menguntungkan misalnya kerusakan daging, perubahan warna, lendir, noda dan bau yang kurang sedap. Mikroba dapat mencemari daging pada waktu hewan belum dipotong atau secara sekunder yaitu pada saat penanganan setelah penyembelihan (Lawrie, 2003). Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mungkin dapat membahayakan keamanan pangan asal daging unggas (Mead, 2004a).

Tabel 2. Kemungkinan Cemaran Bahaya Pangan dari Daging Unggas

Agen pembawa Contoh

Bahaya Mikroba

• Infeksi dan intoksinasi patogen Campylobacter spp., Salmonella serotypes, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes

• Bakteri tahan antimikroba Salmonella Typhimurium DT104, Enterococcus spp

• Toksinasi jamur Ochratoxin A, alfatoxin Bahaya kimia

• Residu antimikroba Chlortetracycline, sulphaquinoxaline,

• Residu pestisida DDT, dieldrin

• Residu logam berat Timah, merkuri

• Residu hormone Trenbolone, clenbuterol Bahaya fisik

• Benda asing Serpihan tulang, kaca, logam, plastik Sumber : Mead (2004a)

(21)

8 unggas (Mead, 2004b). Daging unggas dapat menjadi media yang cocok untuk perkembangan mikroba, karena unggas dalam kehidupannya selalu bersentuhan dengan lingkungan yang kotor (Djaafar dan Rahayu, 2007). Jenis bakteri yang umum dijumpai dalam produk asal unggas dan turunannya adalah Salmonella dan Campylobacter (Meldrum et al., 2006). Keracunan makanan oleh Salmonella merupakan tipe infeksi, yaitu terjadi karena mengkonsumsi makanan yang didalamnya terdapat poliferasi bakteri ini (Winarno, 2007).

Salmonella merupakan bakteri gram negatif dari famili Enterobacteriaceae, yang termasuk dalam fakultatif anaerobik. Bakteri ini mampu bertahan pada pH 4-8 dengan nilai aw lebih besar dari 0,94 dan suhu untuk pertumbuhan 5-46 oC (Crammer, 2003). Secara serologi, Salmonella dibagi menjadi sekitar 2000 tipe dan Salmonella enteriditis merupakan jenis Salmonella yang paling banyak ditemui pada daging unggas dan menyebabkan penyakit pada manusia (Bohaychuk et al., 2006). Salmonella dapat masuk ke dalam tubuh unggas melalui pakan dan kondisi yang lingkungan yang telah tercemar.

Bakteri ini dapat bertahan dalam saluran pencernaan, ginjal, liver, dan saluran reproduksi. Penularan bakteri ini juga dapat terjadi melalui transmisi vertikal saluran reproduksi induk ayam, sehingga telur yang menjadi bakalan unggas sudah tercemar sebelum menetas (Mead, 2004b). Inkubasi dari bakteri ini muncul setelah 6-48 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Gejala umum meliputi mual, kram perut, diare, demam dan sakit kepala. Gejala ini dapat terjadi pada semua kalangan umur, akantetapi lebih rentan terhadap kondisi kekebalan tubuh lemah, anak-anak dan usia lanjut (Parker, 2003). Pencegahan terhadap bakteri ini dapat dilakukan dengan tidak mengkonsumsi daging mentah. Bakteri ini dapat dimusnahkan pada pemanasan minimum 70 oC (Oasily et al., 2006).

(22)

9 Clostridium perfringens termasuk dalam bakteri gram positif dengan suhu pertumbuhan 15-50 oC, hidup pada pH diatas 5,5 dan aw 0,95 (Crammer, 2003). Jenis bakteri ini merupakan penyebab penyakit gastroenteritis pada manusia (Sunatmo, 2009). Gejala muncul setelah 8-12 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar dengan tanda seperti kram perut, diare dan mual yang disertai muntah. Gejala ini dapat menjadi berbahaya pada orang tua usia lanjut.

Listeria monocytogenes adalah bakteri gram positif yang berbentuk basil dan tidak membentuk spora serta bersifat anaerobik fakultatif. Listeria paling banyak ditemukan dalam daging mentah, termasuk unggas. Bakteri ini lebih tahan terhadap panas namun pertumbuhannya dapat dimatikan melalui pemanasan suhu tinggi. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 0- 45 oC dan pada suhu beku (Crammer, 2003). Listeria dapat tumbuh pada kisaran pH 5,2-9,6 dengan toleransi garam 5% dan 10% dengan nilai aw > 0,93. Keracunan makanan karena mengkonsumsi pangan yang telah tercemar dapat menimbulkan demam, sakit kepala, mual dan muntah. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit meningitis (Parker, 2003). Wanita hamil rentan terhadap cemaran bakteri ini karena kemampuannya yang dapat melewati membran plasma dan menyerang fetus sehingga menimbulkan aborsi spontan dan kelahiran premature (Crammer, 2006). Penerapan sistem sanitasi dan cara pengolahan yang benar dapat menekan angka pertumbuhan bakteri ini (ILSI, 2005).

Good Manufacturing Practices (GMP)

Disamping masalah keamanan pangan, industri pangan juga sering menghadapi masalah kerusakan produk-produk pangan yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme pembusuk, kualitas produk yang buruk dan tidak konsisten, serta masa simpan yang singkat, sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk mengatasi kedua masalah ini, diperlukan pengendalian yang efektif melalui penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) dan implementasi sistem manajemen keamanan pangan yang berbasis pada sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang dihimbau oleh Codex untuk diterapkan di industri pangan (Jenie, 2009).

(23)

10 Gustiani (2009), menyatakan bahwa pengendalian ini dapat dilakukan dengan penerapan sistem GMP. Sistem ini merupakan suatu pedoman yang bertujuan agar produsen memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk memproduksi produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2005). Penerapan GMP harus dipatuhi oleh semua pihak yang terkait dengan proses pengolahan makanan baik oleh pihak manajemen, karyawan, pemasok bahan termasuk tamu yang melakukan kunjungan. Informasi mengenai proses penerapan GMP yang berlaku dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang diantara berbagai produk yang diolah (Crammer, 2006). Penerapan GMP secara keseluruhan di Indonesia disahkan menurut keputusan menteri kesehatan RI Keputusan Menteri Kesehatan No.1098-/Menkes/Sk/VII/2003 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan.

Prinsip penerapan GMP yaitu teknik atau cara dalam menjalankan, mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan proses produksi mulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan konsumen akhir dengan tujuan untuk memberikan jaminan kepada konsumen dan produsen bahwa produk yang dihasilkan aman dan bermutu (layak dikonsumsi). Aman berarti produk yang dikonsumsi tidak mengandung bahan berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit, keracunan atau kecelakaan yang merugikan konsumen akibat bahan kimia, mikrobiologi atau fisik. Layak berarti kondisi produk menjamin makanan yang diproduksi adalah layak untuk dikonsumsi manusia yaitu tidak mengalami kerusakan, berbau busuk, menjijikkan, kotor, tercemar atau terurai (Thaheer, 2005).

(24)

11 Persyaratan secara Umum

Lokasi. Jarak jasaboga harus jauh dengan jarak minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, toilet umum, bengkel cat, industri terpolusi dan sumber pencemaran lainnya. Pengertian jauh dalam hal ini, relatif tergantung pada arah pencemaran yang mungkin terjadi seperti aliran angin dan air. Penentuan jarak minimal adalah 500 meter adalah sebagai batas terbang lalat rumah. Halaman depan suatu unit usaha jasaboga dilengkapi dengan papan nama perusahaan dan nomor izin usaha serta sertifikat layak higiene sanitasi. Halaman bersih, tidak banyak lalat dan tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat sanitasi dan tidak terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus. Pembuangan air kotor baik liimbah dapur maupun kamar mandi tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus serta terpelihara kebersihannya. Drainase untuk pembuangan air hujan lancar dan tidak menimbulkan genangan air.

Bangunan dan Fasilitas. Konstruksi bangunan untuk kegiatan jasaboga harus memenuhi persyaratan teknis konstruksi bangunan yang berlaku. Konstruksi bangunan kuat dan selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarang-barangan. Bagian lantai pada keseluruhan bangunan mudah untuk dibersihkan, rapat air, halus, kelandaian cukup dan tidak licin. Permukaan dinding sebelah dalam bangunan sebaiknya dibuat halus, tidak menyerap air dan mudah dibersihkan.

Dinding yang terkena percikan air dilapisi bahan kedap air setinggi 2 meter dari lantai yang permukaannya halus, tidak menahan debu dan berwarna terang. Bidang langit-langit harus menutup atap bangunan dengan tinggi minimal 2,4 meter di atas lantai. Desain pintu pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak harus membuka ke arah luar. Semua pintu dari ruang tempat pengolahan makanan dibuat menutup sendiri atau dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain. Jendela, pintu dan lubang ventilasi tempat makanan diolah sebaiknya dilengkapi dengan kassa yang dapat dibuka dan dipasang.

(25)

12 Tata lampu pada bangunan restoran dapat memberikan efek yang menimbulkan kesan maupun citra tertentu pada konsumen. Namun demikan, pada bagian ruang pengolahan makanan, intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan secara efektif. Setiap ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat mencuci tangan intensitas pencahayaan sedikitnya 10 fc (100 lux) pada titik 90 cm dari lantai. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya diatur sedemikian rupa sehingga dapat menghindari timbulnya bayangan.

Sistem Penghawaan. Sistem penghawaan adalah sistem pengaturan udara dengan cara menukar udara di dalam ruangan dan mempercepat penguapan keringat serta panas tubuh manusia pengguna bangunan agar tercapai sirkulasi udara yang nyaman di dalam bangunan (Marlina, 2008). Pergerakan udara di dalam bangunan dapat dirancang dengan membuat ventilasi secara alami, alat bantu kipas angin (fan) maupun pengondisian udara (air conditioning). Ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan sistem penghawaan yang dapat menjaga keadaan nyaman. Pemakaian ventilasi harus cukup (sekitar 20% dari luas lantai) untuk mencegah udara dalam ruangan terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit dan membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan yang berbeda.

Ruang Pengolahan Makanan. Luas untuk tempat pengolahan makanan harus

cukup untuk para karyawan sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah dan efisien dan menghindari kemungkinan kontaminasi silang antar makanan yang diproduksi. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 (dua) meter persegi untuk setiap orang bekerja. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban dan kamar mandi. Ruangan ini sebaiknya dilengkapi dengan sedikitnya meja khusus kerja, lemari/ tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan tikus dan hewan lainnya.

(26)

13 Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan kalium permanganat 0,02% atau dalam rendaman air mendidih dalam beberapa detik.

Fasilitas Cuci Tangan. Tempat cuci tangan dibuat terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyak karyawan, 1-10 orang = 1 buah dengan tambahan 1 buah untuk setiap penambahan 10 orang. Tempat cuci tangan diletakkan sedekat mungkin dengan tempat bekerja.

Sumber Air Bersih. Distribusi air bersih merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha menjaga kesehatan dan higiene sanitasi. Air bersih harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan jasaboga memenuhi syarat sesuai dengan keputusan menteri kesehatan.

Jamban dan Peturasan. Jamban dan peturasan yang terdapat dalam restoran harus memenuhi syarat higiene sanitasi serta memenuhi pedoman plumbing Indonesia. Jumlah jamban yang disediakan harus sesuai dengan jumlah karyawan yakni, 1-10 orang: 1 buah; 11-25 orang: 2 buah; 26-50 orang: 3 buah dengan penambahan 1 buah setiap penambahan 25 orang. Jumlah peturasan pun disesuaikan dengan jumlah karyawan yaitu:1-30 orang: 1 buah; 31-60 orang: 2 buah dengan penambahan 1 buah setiap penambahan 30 orang.

Kamar Mandi. Jasaboga harus dilengkapi kamar mandi dengan air kran mengalir

dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi pedoman plumbing Indonesia. Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1 buah untuk 1-10 orang dengan penambahan 1 buah setiap 20 orang.

(27)

14 peningkatan suhu, akumulasi sampah, perkembangbiakan serangga, tikus dan genangan air.

Persyaratan Khusus Golongan

Jasaboga Golongan A1. Jasaboga ini melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola oleh keluarga. Persyaratan umum dan khusus yang harus dipenuhi sebagai berikut:

a. ruang pengolahan makanan tidak boleh dipakai sebagai ruang tidur.

b. sistem penghawaan: bangunan yang tidak mempunyai ventilasi alam yang cukup harus menyediakan ventilasi yang dapat memasukkan udara segar serta pembuangan udara kotor atau asap tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan.

c. tersedia tempat cuci tangan yang permukaannya halus dan mudah dibersihkan d. tersedia sedikitnya satu buah lemari es untuk penyimpanan makanan yang mudah

busuk.

Jasaboga Golongan A2. Jasaboga ini melayani kebutuhan masyarakat umum,

dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga dan menggunakan tenaga kerja. Jasaboga ini harus memenuhi persyaratan jasaboga golongan A1 dengan persyaratan khusus sebagai berikut:

a. pengaturan ruang: ruang pengolahan makanan diberi dinding pemisah dengan ruangan lainnya.

b. sistem penghawaan: pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat yang membantu pengeluaran asap, sehingga tidak mengotori ruangan.

c. penyimpanan makanan: tersedia sedikitnya 1 buah lemari penyimpanan dingin yang khusus dipergunakan untuk menyimpan makanan yang cepat busuk.

d. fasilitas ganti pakaian: bangunan harus dilengkapi dengan tempat penyimpanan dan ganti pakaian yang cukup serta ditempatkan sedemikian rupa sehingga mencegah kontaminasi terhadap makanan.

(28)

15 jasaboga golongan ini harus memenuhi persyaratan jasaboga golongan A2 dengan syarat khusus sebagai berikut :

a. pengaturan ruang: ruang pengolahan makanan harus terpisah dari bangunan untuk tempat tinggal.

b. ventilasi/ penghawaan: pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat pembuangan asap dan cerobong asap.

c. ruang pengolahan makanan: tempat memasak makanan harus terpisah secara jelas dengan tempat penyiapan makanan matang.

Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan

Bahan Makanan. Bahan yang akan diolah terutama daging, susu, telur, ikan/udang dan sayuran harus baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa. Bahan-bahan ini berasal dari tempat resmi yang diawasi. Bahan terolah yang dikemas, bahan tambahan dan bahan penolong telah memenuhi persyaratan keputusan menteri kesehatan yang berlaku.

Makanan Terolah. Makanan yang telah dikemas mempunyai label dan merk,

terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak/pecah atau kembung, belum kadaluwarsa dan kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan. Khusus untuk makanan yang tidak dikemas harus baru dan segar, tidak basi, tidak busuk, tidak rusak atau berjamur dan tidak mengandung bahan yang dilarang.

Makanan Jadi. Makanan tidak rusak, busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau,

(29)

16 Persyaratan Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan

Karyawan Pengolah Makanan. Karyawan yang memegang bagian pengolahan makanan memiliki sertifikat higiene sanitasi makanan, berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, tidak mengidap penyakit menular seperti typhus, kolera, tbc atau pembawa kuman (carrier) serta setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan kesehatan yang berlaku

Peralatan yang Kontak dengan Makanan. Permukaan peralatan utuh (tidak cacat) dan mudah dibersihkan. Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan dan bila kontak dengan makanan, tidak mengeluarkan logam berat beracun yang membahayakan seperti : timah hitam (Pb), arsenikum (As), tembaga (Cu), seng (Zn), cadmium (Cd), dan antimon atau stibium. Setiap wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang menutup sempurna. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka kuman maksimal 100/cm3 permukaan dan tidak ada kuman E. coli.

Cara Pengolahan. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan

cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan ini dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai, penjepit makanan dan sendok garpu. Perlindungan terhadap pencemaran pada makanan menggunakan celemek/ apron, tutup rambut dan sepatu dapur. Karyawan pengolah menunjukkan perilaku higiene selama bekerja seperti: tidak merokok, tidak makan atau mengunyah, tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias (polos), tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya, selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil, memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar serta memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar tempat jasaboga.

Persyaratan Higiene Sanitasi Penyimpanan Makanan

Penyimpanan Makanan. Bahan makanan dan produk pangan tidak boleh tercampur dan disimpan dengan ketentuan sebagai berikut:

(30)

17 b. Jarak makanan dengan dinding: 5 cm

c. Jarak makanan dengan langit-langit: 60 cm.

Penyimpanan Bahan Mentah. Ketebalan dan bahan padat yang disimpan tidak lebih dari 10 cm dan kelembaban penyimpanan dalam ruangan sekitar 80%-90%. Pengaturan suhu yang digunakan untuk penyimpanan bahan mentah dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Suhu Penyimpanan Bahan Mentah

Jenis bahan makanan Digunakan untuk

Maksimal 3 hari

Maksimal 1 minggu

Minimal 1 minggu Daging, ikan, udang dan olahannya (-5)-0oC (-10) –(-5) oC > -10 oC Telur, susu, dan olahannya 5-7oC (-5) -0oC > -5 oC Sayur, buah dan minuman 10oC 10oC 10 oC

Tepung dan biji 25oC 25oC 25 oC

Sumber: Kepmenkes No.715 Thn 2003

Penyimpanan Makanan Jadi. Produk makanan jadi harus terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan. Makanan yang cepat busuk disimpan dalam suhu panas ≥65,5 oC atau atau disimpan dalam suhu dingin ≤ 4 oC. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam) disimpan dalam suhu (–5)-(–1) oC.

Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP)

(31)

18 1. mengerti bahwa program kebersihan dan sanitasi akan meningkatkan kualitas

sehingga tingkat keamanan produk meningkat, seirama dengan menurunnya kontaminasi mikroba.

2. mengetahui adanya peraturan GMP yang mengharuskan digunakan zat-zat tertentu yang dianggap aman dan efektif bagi program higiene dan sanitasi.

3. mengetahui tahapan-tahapan dalam higiene dan sanitasi.

4. mengetahui persyaratan minimum penggunaan sanitasi dengan klorin pada air pendingin, khususnya pada industri pengolahan makanan.

5. mengetahui adanya faktor-faktor seperti pH, suhu, dan konsentrasi diienfektan yang mempengaruhi hasil akhir suatu proses sanitasi.

6. mengetahui masalah potensial yang mungkin timbul bila sanitasi tidak dijalankan dengan cukup.

Proses sanitasi berbeda dengan membersihkan (Winarno dan Surono, 2002). Membersihkan adalah menghilangkan mikroba yang berasal dari sisa makanan dan tanah yang mungkin dapat menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Sanitasi menggunakan zat kimia dan atau metode fisika untuk menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin pengolah makanan. Prosedur untuk melaksanakan higiene dan sanitasi harus disesuaikan dengan jenis dan tipe mesin/alat pengolah makanan (Winarno dan Surono, 2002). Standar yang digunakan adalah:

1. pre rinse atau langkah awal, yaitu menghilangkan tanah dan sisa makanan dengan mengerok, membilas dengan air, menyedot kotoran dan sebagainya.

2. pembersihan yang dilakukan dengan menghilangkan sisa tanah atau sisa makanan secara mekanis atau mencuci dengan lebih aktif.

3. pembilasan, yaitu membilas sisa tanah atau sisa makanan dari permukaan dengan pembersih seperti sabun/deterjen.

4. pengecekan visual, yaitu memastikan dengan indera mata bahwa permukaan alat-alat bersih.

5. penggunaan desinfektan, yaitu untuk membunuh mikroba.

(32)

19 7. pembilasan kering atau drain dry, yaitu pengeringan desinfektan atau final rinse

dari alat-alat tanpa diseka/dilap. Cegah jangan sampai terjadi genangan air, karena genangan air merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroba.

Delapan faktor penting yang harus dicakup pada pelaksanaan penyusunan SSOP adalah keamanan air; keadaan dan kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan; pencegahan kontaminasi silang; fasilitas kebersihan; pencegahan adulterasi; pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan senyawa dan bahan berbahaya; kesehatan pekerja; serta pencegahan hama.

Keamanan Air

Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan sehubungan dengan keamaan air adalah: suplai air aman untuk air yang kontak dengan makanan atau dengan permukaan yang kontak dengan makanan, suplai air aman untuk pembuatan susu, serta tidak ada kontaminasi silang antara lain yang dapat diminum dengan air yang tidak dapat diminum.

Keadaan dan Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan

Sanitasi peralatan termasuk kedalam sanitas permukaan yang kontak dengan makanan. Permukaan yang kontak dengan makanan tidak boleh mengandung toksik, tidak menyerap, tahan karat, inert (tidak bereaksi), dan mudah dibersihkan. Langkah-langkah pembersihan dan sanitasi, yang mencakup jenis dan konsentrasi pembersih atau sanitaiser, harus dicantumkan.

Pencegahan Kontaminasi Silang

(33)

20 Fasilitas Kebersihan

Kebersihan adalah salah satu faktor penting dalam pemeliharaan sanitasi. Oleh karena itu, perusahaan harus menjamin kelengkapan dan kondisi kebersihan fasilitas cuci tangan, fasilitas sanitasi tangan serta toilet.

Pencegahan Adulterasi

Tindakan ini ditujukan untuk menjamin bahwa pangan, pengemas pangan, dan permukaan yang kontak dengan makanan terlindung dari berbagai cemaran mikrobiologi, kimia, dan fisik, termasuk pelumas, bahan bakar, pestisida, senyawa pembersih, sanitaiser, kondensat dan cipratan dari lantai.

Pelabelan, Penyimpanan, Penggunaan Senyawa dan Bahan Berbahaya

Tindakan ini mencakup tata cara dan jenis pelabelan yang digunakan pada bahan–bahan kimia yang digunakan, baik untuk proses produksi maupun pembersihan, desinfeksi dan sebagainya.

Kesehatan Pekerja

Suatu industri pangan harus menjamin pengelolaan pekerja, terutama yang didiagnosa dengan penyakit atau gejala penyakit serta luka yang mungkin menjadi sumber cemaran mikroba.

Pencegahan Hama

(34)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Kegiatan magang penelitian ini dilaksanakan di salah satu restoran cepat saji kota Bogor. Kegiatan dilakukan di bagian dapur (kitchen). Penelitian dilakukan setiap hari Senin hingga Jumat pada pukul 07.00-14.00 (shift pagi) atau 13.00-20.00 (shift siang) dari bulan Februari sampai Maret 2011.

Materi

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu karyawan, narasumber, literatur yang meliputi buku, skripsi, catatan atau dokumen perusahaan yang terkait dengan pelaksanaan good manufacturing practices (GMP) dan standard sanitation operating procedures (SSOP) yang dilaksanakan dalam perusahaan. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu alat tulis lengkap sebagai sarana pengumpulan data, lembar check list serta pakaian kerja lengkap.

Prosedur

(35)

22 Observasi Lapang

Observasi lapang dilakukan dengan cara berpartisipasi aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan di restoran siap saji ayam goreng tepung. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya dalam melakukan verifikasi keterkaitan dan kesesuaian antara GMP dan SSOP yang mendukung pelaksanaan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).

Wawancara dan Pengumpulan Data

Data yang diambil merupakan data yang terkait dengan aplikasi GMP dan SSOP yang mendukung terlaksananya pengendalian keamanan pangan dan pencegahan pencemaran. Wawancara dan pengumpulan data yang terkait meliputi informasi penerimaan bahan baku, bahan pendukung, bahan tambahan, bahan pengemas, penggunaan bahan baku dan bahan penunjang, proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian. Informasi tersebut diperoleh dengan cara pengamatan langsung dan pencatatan data yang terdapat di perusahaan. Narasumber merupakan personel yang mendukung proses produksi, distribusi, manajemen dan pengawasan kualitas.

Evaluasi Data

Evaluasi dilakukan terhadap data primer yang diperoleh di lapangan dengan data yang diperlukan dalam penerapan GMP dan SSOP berdasarkan borang monitoring. Hasil evaluasi kemudian dianalisis untuk penilaian terhadap kesesuaian antara penerapan GMP menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga. Penerapan GMP :

1. Uraian pemeriksaan diobservasi dengan mencantumkan nilai yang sesuai pada kolom X. Nilai yang diberikan adalah angka satuan (bulat), untuk memudahkan penjumlahan dan memperkecil kesalahan.

Contoh :

(36)

23

• Apabila pada kolom bobot tertulis 3 artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0, 1, 2, dan 3.

• Apabila pada kolom bobot tertulis 5, artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0, 1, 2, 3, 4, dan 5

2. Penggunaan formulir berlaku untuk semua golongan jasaboga dengan catatan setiap golongan mempunyai batas penilaian sebagai berikut :

golongan A1 sampai dengan nomor 28 dengan nilai bobot : 70. golongan A2 sampai dengan nomor 31 dengan nilai bobot : 74. golongan A3 sampai dengan nomor 35 dengan nilai bobot : 83. golongan B sampai dengan nomor 40 dengan nilai bobot : 92. golongan C sampai dengan nomor 44 dengan nilai bobot : 100. Keterangan :

• golongan A yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, yang terdiri atas golongan A1, A2, dan A3

• golongan B, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan khusus untuk: a. Asrama penampungan jemaah haji

b. Asrama transito atau asrama lainnya c. Perusahaan

d. Pengeboran lepas pantai e. Angkutan umum dalam negeri f. Sarana pelayanan kesehatan

• golongan C, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan untuk alat angkutan umum internasional dan pesawat udara.

3. Nilai dari hasil penjumlahan uraian, menentukan pemenuhan syarat secara keseluruhan, dengan ketentuan sebagai berikut :

(37)

24 5. Nilai penjumlahan setiap golongan bila dibandingkan dengan angka 100

(total nilai persyaratan tertinggi) berarti sebagai berikut : a. Untuk golongan A1 antara 65% – 70%.

b. Untuk golongan A2 antara 71% – 74%. c. Untuk golongan A3 antara 75% – 83%. d. Untuk golongan B antara 84% – 92%. e. Untuk golongan C antara 93% – 100%. Penerapan SSOP

Uraian penerapan sanitation standard operating procedures (SSOP) diambil dari data yang didapat dari restoran yang berhubungan langsung dengan analisis delapan aspek kunci SSOP (USFDA, 2011) yang meliputi:

a. keamanan air, data yang diamati berupa hasil pengamatan terhadap instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;

b. kebersihan peralatan yang kontak dengan ayam goreng, data yang diamati berupa hasil pengamatan terhadap instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ; c. pencegahan terhadap kontaminasi silang, data yang diamati berupa hasil

peng-amatan terhadap instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;

d. sarana pencucian dan sanitasi tangan, data yang diamati berupa penggunaan sarung tangan oleh pekerja yang dilakukan di lapangan ;

e. pencegahan makanan dari pencemaran, data yang diamati berupa hasil pengamat-an terhadap kesesuaipengamat-an instruksi kerja dengpengamat-an ypengamat-ang dilakukpengamat-an di lappengamat-angpengamat-an ; f. pelabelan dan penyimpanan yang tepat, data yang diamati berupa hasil

peng-amatan terhadap kesesuaian instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ; g. kesehatan karyawan, data yang diamati berupa hasil pengamatan terhadap

instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;

h. pencegahan hama, data yang diamati berupa hasil pengamatan terhadap instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;

Analisis Data

(38)

KEADAAN UMUM LOKASI

Sejarah Perusahaan Kentucky Fried Chicken (KFC)

Kentucky Fried Chicken (KFC) pertama kali didirikan pada tahun 1930 oleh Harland Sanders dengan pembukaan restoran pertama di Corbin, Sanders Court. Gubernur negara bagian Kentucky, Amerika menobatkan Harland Sanders sebagai “Kentucky Colonel” karena resep 11 herbs dan spices Original Recipe temuannya. Harland Sanders menjual hak kepemilikannya kepada Pete Harmon di Salt Lake City pada tahun 1952 dan pada tahun 1964 franchise-nya dijual kepada group investor Jack Massey dan John Y.Brown Jr. Setahun kemudian, menjadi perusahaan publik yang terdaftar di bursa sahan New York dengan Colonel Sanders sebagai pembeli seratus saham perdanaya. Tahun 1971, Hublein Inc, melakukan merger dengan group KFC Int, dan pada tahun yang sama ditemukan resep ayam goreng yang dikenal “Crispy Chicken”. Kemudian, Hublein Inc, melakukan merger dengan RJ. Reynold Co.

Perusahaan pepsico membeli seluruh saham KFC dari RJ Reynold Co. pada tahun 1986. Pihak pepsico mengganti logo yang lama dengan logo baru yang didominasi warna merah untuk memberikan brand image yang baru. Selanjutnya kepemilikan KFC berada di tangan tricon global restaurant int, setelah pepsico menjual sahamnya. Tricon Global Restaurant Int, mengalami perubahan nama menjadi yum!brands restaurant Int. Sampai saat ini, KFC mempunyai lebih dari puluhan ribu restoran yang tersebar di beberapa negara.

Sejarah Perusahaan Kentucky Fried Chicken (KFC) di Indonesia

(39)

26 pemilik waralaba dari empat merek ternama lainnya, yakni Pizza Hut, Taco Bell, A&W, dan Long John Silvers. Lima merek yang bernaung dibawah satu kepemilikan yang sama ini telah memproklamirkan Yum! Group sebagai fast food chain terbesar dan terbaik di dunia dalam memberikan berbagai pilihan restoran ternama, sehingga memastikan kepemimpinannya dalam bisnis multibranding.

Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 1993 yang merupakan langkah yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan perseroan. Kepemilikan saham mayoritas pada saat ini adalah 79,6% dengan pendistribusian 43,8% kepada Gelael Pratama dari Gelael Group, dan 35,8% kepada PT. Megah Eraraharja dari Salim Group sementara saham minoritas sebesar 20,4% didistribusikan kepada publik dan koperasi karyawan. Perusahaan senantiasa membangun merek KFC sebagai pemimpin pasar restoran cepat saji. Area cakupan restoran semakin diperluas dan hadir di berbagai kota kabupaten tanpa mengabaikan persaingan ketat di kota-kota metropolitan. Perseroan mengakhiri tahun 2007 dengan total 307 outlet termasuk mobil catering yang tersebar di 78 kota di seluruh Indonesia dan memperkerjakan karyawan sebanyak 11.835 dengan hasil penjualan tahunan diatas Rp. 1,509 triliun.

Perusahaan senantiasa memonitor posisi pasar dan nilai restoran secara keseluruhan, mengevaluasi berbagai masukan dari konsumen untuk meningkatkan kualitas produk, layanan dan fasilitas yang tersedia di restoran. Semua informasi ini diperoleh dari survey rutin yang disebut dengan Brand Image Tracking Study (BITS) dan CHAMPS management system (CMS) yang dilakukan oleh badan survey indenpenden. BITS adalah survey untuk mengetahui persepsi konsumen dan brand image restoran KFC sebagai acuan dari merek lainnya di bisnis restoran cepat saji. Hasil dari BITS menunjukkan bahwa KFC secara konsisten masih menempati posisi tertinggi di benak konsumen untuk “Top of Mind Awareness” dibandingkan dengan merek utama lainnya. CMS adalah survey untuk menilai langsung kualitas produk, layanan, dan fasilitas yang tersedia dibandingkan dengan yang diharapkan.

(40)

27 pertumbuhan dua digit yang konsisten dalam penjualan dan pengembangan restoran, telah menganugrahi perseroan berbagai penghargaan dari Asia Franchise Business Unit dari Yum! Restaurants International.

Visi dan Misi Perusahaan

Visi yang dibuat perusahaan restoran adalah menjadi restoran ayam goreng nomor satu dan selalu menjadi pemimpin dalam industri makanan cepat saji, sedangkan misi restoran adalah menjadi restoran cepat saji modern yang memberikan suasana ramah dan menyenangkan melalui kepuasan pelanggan (customer). Kunci sukses perusahaan ini adalah komitmen tinggi dari pihak perusahaan perseroan untuk mempertahankan visi kepempinan dalam industri restoran cepat saji dengan terus memberikan kepuasan di wajah konsumen. Dukungan dari pemegang saham, keahlian manajemen yang terbina baik, dedikasi dan loyalitas karyawan dan yang terpenting adalah kontinuitas kunjungan konsumen, memastikan perseroan dapat mencapai visi ini. Perseroan percaya bahwa dengan menciptakan dan mengembangkan budaya yang mendalam dan kuat dimana setiap karyawan memberikan perbedaan, menghidupkan ‘Customer and Sales Mania’ di setiap restoran, memberikan perbedaan merek KFC yang sangat kompetitif, menjalin kesinambungan proses dan hubungan antar karyawan, dan meraih hasil-hasil yang konsisten.

Produk

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan Ayam Goreng Tepung

Variasi dalam teknik pengolahan daging ayam dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya jual dari produk yang dihasilkan. Teknik pengolahan daging ayam yang digunakan khususnya dalam restoran cepat saji ini adalah penggorengan dengan sistem deep fat frying. Sistem penggorengan ini dilakukan dengan menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak sehingga produk yang digoreng akan terendam seluruhnya di dalam minyak goreng (Sahin dan Sumnu, 2009). Inovasi yang dibuat dalam penggorengan daging ayam ini adalah penepungan yang dilakukan untuk melapisi permukaan luar kulit daging ayam. Metode penepungan dan campuran resep ekstrak bumbu yang digunakan menjadikan produk ayam goreng dalam restoran ini mempunyai ciri khas pembeda dari restoran lain yang bergerak di bidang yang sama.

Pengolahan daging ayam yang dilakukan dalam restoran cepat saji ini harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan agar dapat menghasilkan produk yang seragam dan original. Standar yang dibuat merupakan syarat mutlak hasil persetujuan antara perusahaan pusat dengan pihak restoran cepat saji. Frekuensi pengolahan daging ayam disesuaikan dengan angka rata-rata konsumen dan pesanan yang datang setiap hari ke restoran. Angka rata-rata ini diperoleh dari catatan lembaran khusus yang dibuat. Lembaran ini juga berperan dalam mengendalikan persediaan produk yang dapat dijual selama kegiatan produksi berlangsung.

Produk ayam goreng tepung hanya dapat disajikan dalam meja pajang selama 1,5 jam setelah penggorengan dilakukan. Produk yang tidak terjual dalam masa ini (melebihi shelf time) tidak layak untuk dijual kepada konsumen dan akan masuk dalam status produk rejected. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Dengan demikian, dibutuhkan estimasi yang tepat dan tidak terlalu menyimpang dalam memutuskan jumlah daging ayam yang akan dijadikan produk ayam goreng tepung untuk meminimalkan biaya kerugian.

(42)

29 Gambar 1. Digram Alir Pembuatan Ayam Goreng Tepung

Bumbu

penyimpanan segar : 3-4oC penyimpanan beku :

-15-(-18oC)

pembersihan dari sisa bulu, lemak, pematahan paha

Deep-fat FryingIOR suhu 141oC selama 14,5 menit

penirisan di dalam

holding cabinetsuhu 79– 82 oC

(5 menit)

Displaydi dalam Display Cabinet suhu 65oC selama 1,5 jam sejak

(43)

30 Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses pembuatan ayam goreng tepung di dalam restoran tersebut adalah sebagai berikut:

Penerimaan Daging Ayam. Penerimaan bahan baku daging ayam dengan kualitas yang seragam diperlukan untuk menghasilkan produk olahan yang seragam pula. Perusahaan pusat telah menyediakan pasokan karkas ayam yang akan didistribusi ke seluruh outlet restoran sesuai dengan persyaratan standar. Adapun persyaratan standar yang menjadi kriteria pemilihan mutu karkas ayam yang akan digunakan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Kriteria Karkas Berdasarkan Standarisasi Pusat

Fisik Perlemakan Perdagingan Kulit

fisik ayam mendekati sempurna, tidak menerima karkas dengan kondisi fisik:

•Patah tulang

•Tulang leher lebih dari 1,25 cm

•Bagian kaki terlalu pendek

•Dada atau tulang sobek lebih dari 2 cm

•Sobekan oleh tangan atau pisau pada kulit

•Adanya memar lebih dari 2 cm

•Masih terdapat organ dalam

•Terkontaminasi ingesta lebih dari 5 cm

(44)
(45)

32 temperatur internal daging menurut SNI 01- 3924-2009, yaitu maksimum 4 oC. Hal ini dapat dipengaruhi oleh perubahan suhu yang terjadi selama proses pengangkutan dari pihak penyedia ke restoran berlangsung. Temperatur internal karkas ayam segar dingin harus tetap dijaga untuk mengurangi pertumbuhan mikroba sebelum melalui tahapan yang lebih lanjut. Bilgili (2009) menyatakan karkas daging unggas harus mencapai suhu internal dibawah 4,4 oC dalam empat jam setelah pemotongan dan suhu ini harus tetap dipertahankan. Dengan demikian diperlukan pengawasan terkontrol dari perusahaan pusat terhadap kondisi alat pengangkut yang digunakan sehingga suhu internal karkas segar dingin tetap berada dalam kisaran standar dan aman untuk pengolahan selanjutnya.

Standar kemasan karkas daging ayam yang diterima di restoran harus utuh, tidak sobek, terdapat tanggal kadaluarsa, nama pengirim dan jenis ayam. Kemasan berperan untuk mencegah kontaminasi langsung mikroba yang berasal dari udara dan tangan manusia (Buckle et al., 2009 ). Kenyataan yang terjadi di lapang, kemasan sering sobek dan tidak utuh, sehingga potongan karkas ayam keluar dari kemasan. Hal ini dapat mempercepat pertumbuhan mikroba karena potongan karkas ayam berada dalam kondisi suhu ruang. Yanti et al (2007) menyatakan bahwa daging yang dikemas menggunakan plastik polipropilen memiliki total koloni mikroba yang lebih rendah daripada daging yang yang dibiarkan pada suhu ruang, selain itu pemakaian kemasan plastik juga dapat dapat menurunkan kadar air, mempertahankan kadar protein, menurunkan nilai pH, menekan total koloni bakteri dan menurunkan persentase susut masak daging. Kemasan yang terbuka dapat diatasi dengan pembuatan seal penutup yang lebih rapat sehingga daging tidak mudah keluar. Karkas ayam beku diterima dalam kemasan plastik pipih tertutup. Kemasan ini dapat mempercepat proses pelunakan (thawing) karena ayam tidak dalam posisi bertumpukan.

(46)

33 Penyimpanan. Penyimpanan daging ayam dilakukan dengan sistem first in first out (FIFO). Bahan baku yang datang lebih dahulu harus diproses lebih awal. Hal ini dilakukan untuk menghindari bahan baku kadaluarsa atau tidak layak karena masa penyimpanan yang terlalu lama. Penyimpanan dingin memegang peranan penting dalam memperpanjang umur simpan daging ayam. Mikroba patogen yang berhubungan dengan pangan tidak dapat tumbuh di luar suhu 4-60 oC (Buckle et al., 2009), sehingga bahan pangan tersebut akan aman apabila disimpan pada suhu dibawah 4 oC atau di atas suhu 60 oC. Karkas ayam segar disimpan dalam chiller dengan suhu 0-3 oC sedangkan karkas ayam beku disimpan dalam freezer pada suhu (-23)-(-12) oC. Penyimpanan ayam segar dingin dalam chiller dapat menyebabkan beberapa perubahan terhadap karateristik mutunya seperti penurunan pH, peningkatan susut masak, penurunan kecerahan warna dan peningkatan susut masak (Sens et al., 2009). Karkas ayam segar dingin yang telah diterima di restoran langsung langsung diolah dalam waktu 24 jam untuk mengurangi perubahan kualitas mutu dan pertumbuhan mikroba.

Penyimpanan beku akan menyebabkan perubahan komposisi nilai nutrisi dari daging ayam karena ada perubahan reaksi fisik, kimia dan mikrobiologi yang terjadi. Purwati (2007) menyatakan perubahan fisik yang terjadi selama penyimpanan beku adalah peningkatan keempukan daging penurunan nilai daya mengikat air dan kecerahan warna. Perubahan kimia yang terjadi adalah peningkatan nilai pH, penurunan kadar protein dan kesegaran daging. Pertumbuhan mikroba tetap terjadi walaupun dalam penyimpanan beku, terutama dari golongan psikrofilik. Ayam beku dapat bertahan selama tiga bulan dalam freezer. Sistem penempatan bahan baku diatur dengan penempatan pada rak untuk menghindari kontak langsung dengan lantai, dinding dan langit-langit.

(47)

34 menjadi berkurang, struktur serat daging rusak sehingga menyebabkan tekstur daging menjadi liat (Yu et al., 2005). Karkas yang telah dilunakkan dapat langsung digunakan untuk proses marinade ataupun disimpan kembali dalam chiller selama 24 jam.

Dress up. Tahapan ini dilakukan sebelum proses marinade dilakukan. Proses ini dilakukan untuk membersihkan potongan karkas dari bulu-bulu halus dan sisa ekor. Proses ini juga dilakukan untuk mengurangi lemak-lemak yang masih menempel pada bagian kulit, mematahkan persendian pada bagian paha atas, dan menghilang-kan jeroan pada bagian paha atas.

Marinade. Marinade ayam dilakukan dengan menggunakan bumbu racikan dan air es di dalam mesin marinator. Bumbu yang digunakan untuk ayam goreng ada dua jenis, yakni bumbu resep improved original (IOR) dan resep hot and crispy (HCC). Proses marinade untuk kedua bumbu resep ini tidak disatukan. Pengadukan ayam dan larutan bumbu dalam mesin marinator berlangsung selama 45 menit. Penggunaan mesin marinator dalam proses ini dapat mengganti peranan tangan secara manual dalam mengaduk campuran bumbu dan daging ayam. Menurut Tan dan Ockerman (2006) gerakan perputaran dalam mesin marinator dapat meningkatkan daya kerja antimikroba dalam larutan bumbu dan mengurangi kontaminasi mikroba dari tangan serta mempermudah proses penyerapan larutan marinade yang telah dibuat. Ayam yang telah dimarinade ditiriskan untuk mencegah rasa yang terlalu asin atau pedas. Ayam marinade dikemas dalam plastik yang telah diberi label dan disimpan dalam chiller.

(48)

35 Penepungan (Breading). Proses pengolahan berikutnya adalah penepungan. Proses pada kedua jenis bumbu resep original dan krispi mempunyai beberapa perbedaan seperti teknik penepungan yang dilakukan, jenis tepung maupun meja yang digunakan. Penepungan dilakukan bersamaan dengan pemanasan minyak untuk penggorengan, sehingga ayam yang telah ditepung langsung siap untuk digoreng. Pada ayam goreng resep krispi teknik penepungan dilakukan untuk menghasilkan lapisan kerak. Teknik penepungan yang dilakukan pada resep ini adalah dengan melakukan gerakan scoop fold dan scoop lift secara bergantian sebanyak 7 kali sampai semua potongan ayam ditutup dengan tepung dan ayam dicelupkan ke dalam wadah berisi air sehingga daging terendam seluruhnya dan kemudian ditepungkan sekali lagi sehingga terbentuk lapisan tepung yang krispi. Teknik penepungan untuk ayam goreng resep original dilakukan dengan cara melakukan gerakan scoop fold dan scoop lift secara bergantian sebanyak 10 kali dan kemudian ditekan pada bagian permukaan tepung sampai semua potongan tertutup tepung. Ayam yang telah selesai ditepungkan langsung dimasukkan ke dalam fryer maksimal dalam waktu 2 menit setelah potongan terakhir selesai ditepungkan.

(49)

36 Penyajian. Ayam yang telah digoreng ditiriskan pada holding cabinet suhu 82oC minimal 5 menit untuk mengurangi minyak yang berlebihan dan menjaga suhu panas produk. Penyajian ayam goreng diletakkan pada holding cabinet suhu 82 oC. Waktu pajang untuk produk ayam goreng hanya 1,5 jam, lebih dari waktu yang telah ditetapkan ayam dinyatakan rejected dan tidak layak untuk dijual. Produk ini akan disimpan dalam holding cabinet selama 6 jam untuk diolah menjadi bahan tambahan sup ayam, cream soup dan perkedel.

Kriteria Mutu Produk. Kriteria mutu untuk produk ayam goreng adalah warna yang sesuai color chart, lapisan breading yang merata dan tidak terpecah, minyak hanya terdapat pada sisi bone down, suhu diatas 60 oC dan masih dalam waktu umur simpan. Khusus untuk ayam resep krispi lapisan breading mengeripik. Ayam yang tidak memenuhi kriteria diatas tidak layak untuk dijual sebagai produk tetapi dapat digunakan untuk produk side item.

Aplikasi Good Manufacturing Practices (GMP)

Pengolahan bahan makanan yang disajikan dalam waktu singkat di restoran cepat saji menuntut sistem pengendalian yang terkontrol agar dapat menghasilkan produk yang seragam dan aman untuk dimakan oleh konsumen. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan penerapan Good Manufacturing Practices (GMP). Aplikasi GMP dalam restoran dapat digunakan untuk menghadapi masalah kerusakan produk yang disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk.

Prinsip penerapan GMP dalam restoran dimulai dari rantai penerimaan bahan baku sampai dengan hasil produk yang sampai ke tangan konsumen dengan tujuan untuk memberikan jaminan kepada produk yang dihasilkan aman dan bermutu (layak dikonsumsi). Tabel 5 berikut ini merupakan hasil penilaian pelaksanaan GMP dan higiene sanitasi dalam salah satu restoran cepat saji kota Bogor.

Tabel 5. Hasil Penilaian Aplikasi GMP di Salah Satu Restoran Cepat Saji Kota Bogor

No Uraian Bobot X Lokasi, bangunan, fasilitas

1. Halaman bersih, tidak tercium bau busuk dari sumber

pencemaran 1* 0

2. Konstruksi bangunan 1 1

(50)

37 No Uraian Bobot X

4. Konstruksi langit-langit dan dinding 1 1

5. Dinding kedap air 2 M 1 1

6. Konstruksi pintu dapur membuka keluar 1 0

Pencahayaan

7. Pencahayaan sesuai dengan kebutuhan dan tidak

menimbulkan bayangan 3** 3

Penghawaan

8. Ruangan kerja dilengkapi dengan ventilasi untuk

kenyamanan dan sirkulasi udara 4 3

Air bersih

9. Sumber air bersih yang aman, jumlahnya cukup dan air

bertekanan 5*** 5

Air kotor

10. Pembuangan air kotor dari dapur, kamar mandi, WC dan

air hujan lancar dan kering 1 1

Fasilitas cuci tangan dan toilet

12. Bak/tong sampah yang cukup untuk menampung sampah 2 2 Ruang pengolahan makanan

13. Ruangan cukup luas untuk pekerja dan terpisah dari

tempat tidur 1 1

14. Bebas dari barang tidak berguna 1 1

Karyawan

15. Bebas dari penyakit kulit, bisul, luka terbuka dan ISPA 5 5

16. Higiene 5 4

20. Penanganan makanan pada suhu, cara dan waktu yang

memadai serta proses thawing 5 4

21. Penanganan makanan yang potensial berbahaya karena

tidak ditutup atau disajikan ulang 4 4

Peralatan makan dan masak

22. Pembersihan, penyimpanan, penggunaan dan

pemeliharaan peralatan makan dan masak 2 2

23. Alat makan dan masak yang sekali pakai tidak dipakai

ulang 2 2

24. Tahapan proses pencucian: pembersihan sisa makanan,

perendaman, pencucian dan pembilasan 3 3

Lain –lain

25. Bahan racun/pestisida tersimpan sendiri dan diberi label 5 5 26. Terlindung dari serangga, tikus, hewan peliharaan dan

hewan pengganggu lain 4 4

Khusus Golongan A.1

27. Ruangan pengolahan makanan tidak dipakai sebagai

Gambar

Tabel 2.  Kemungkinan Cemaran Bahaya Pangan dari Daging Unggas
Tabel 3.  Suhu Penyimpanan Bahan Mentah
Gambar 1. Digram Alir Pembuatan Ayam Goreng Tepung
Tabel 4. Kriteria Karkas Berdasarkan Standarisasi Pusat
+7

Referensi

Dokumen terkait