• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sosiodemografi, Sikap dan Dukungan Suami Dengan Unmet Need Keluarga Berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Sosiodemografi, Sikap dan Dukungan Suami Dengan Unmet Need Keluarga Berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI, SIKAP DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN UNMET NEED KELUARGA BERENCANA DI DESA

AMPLAS KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH

RISFINA YARSIH NIM. 091000255

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014

(2)

HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI, SIKAP DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN UNMET NEED KELUARGA BERENCANA DI DESA

AMPLAS KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

RISFINA YARSIH NIM. 091000255

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

3

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI, SIKAP DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN UNMET NEED KELUARGA BERENCANA DI DESA AMPLAS

KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

KABUPATEN DELI SERDANG Nama Mahasiswa : Risfina Yarsih

Nomor Induk Mahasiswa : 091000255

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Tanggal Lulus : 07 Pebruari 2014

Disahkan Oleh, Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I

Drs. Tukiman, M.K.M NIP. 19611024 199003 1 003

Dosen Pembimbing II

Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes NIP. 19620604 199203 1 001

Medan, April 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, M.S NIP. 19610831 198903 1 001

(4)

ABSTRAK

Tingginya angka unmet need merupakan fenomena kependudukan yang menjadi satu aspek yang penting yang perlu diperhatikan dalam pembangunan gerakan keluarga berencana pada masa mendatang. Data petugas KB di Kecamatan Percut Sei Tuan mencatat bahwa desa Amplas merupakan salah satu desa yang memiliki angka Unmet Need tertinggi di Kecamatan Percut Sei Tuan, yaitu sebanyak 512 orang yang terdiri dari pasangan usia subur yang bukan peserta KB yang sedang hamil dan tidak hamil (kategori ingin anak ditunda dan tidak anak lagi) atau persentasenya adalah sebesar 25,66 %.

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi hubungan sosiodemografi (umur, pendapatan, pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, pengetahuan tentang KB), sikap dan dukungan suami dengan unmet need keluarga berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita pasangan usia subur bersatus menikah, memiliki anak, dan hidup bersama dengan suami yang tinggal menetap, yaitu sebanyak 512 orang, dan dijadikan sampel sebanyak 81 orang. Data sosiodemografi (umur, pendapatan, pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, pengetahuan KB), data sikap, dukungan suami serta kejadian Unmet Need diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan keluarga, status pekerjaan, sikap, dan dukungan dari suami berhubungan secara signifikan dengan kejadian unmet need keluarga berencana. Sementara umur ibu, tingkat pendidikan, jumlah anak, dan pengetahuan ibu tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian unmet need keluarga berencana.

Disarankan bagi petugas KB di wilayah kerja Puskesmas Percut Sei Tuan terutama di Desa Amplas agar upaya penggarapan program KB perlu ditingkatkan dan difokuskan pada kelompok-kelompok yang unmet need. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian KIE baik bagi suami maupun isterinya melalui kunjungan rumah oleh setiap bidan desa.

Kata Kunci : Sosiodemografi, Sikap, Dukungan Suami, Unmet Need Keluarga Berencana

(5)

5

ABSTRACT

High rate of unmet need is a phenomenon of population that is becoming an important aspect to consider in the development of family planning in the future. The data of Family Planning officers in Percut Sei Tuan district noted that Amplas village is one villages with the highest rate of unmet need in Percut Sei Tuan district for 512 people.

The objective of this study was to identify the relationship of socio-emographic (age, income, education, number of children, employment, knowledge of family planning), the attitude and support of her husband with an unmet need for family planning in Amplas Village, Percut Sei Tuan District, Deli Serdang regency. This study was an analytical cross-sectional design. The population were all women of childbearing age and married, have children, and live with the husband for 512 people, and the sample was taken for 81 people. Sociodemographic data, attitude data, husband support and the incidence of unmet need was obtained through interviews using questionnaires. The collcted data was analyzed using Chi-Square test.

The results of research showed that family income, occupation status, attitude, and support from husband had significant relationship with the incidence of unmet need of family planning. Whereas, mother age, education level, children amount, and the knowledge of mother did not have significant relationship with the incidence of unmet need of family planning.

It is suggested for Family Planning officers in Community Health Centre Percut Sei Tuan, especially in Amplas village in order to attempt the use of family planning and the programs should be increased and focused on groups of unmet need.

Key words: Sociodemographic, Attitude, Support of husband, Unmet need of Family Planning

ii

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Risfina Yarsih

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 20 November 1981

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Anak ke- : 2 (dua) dari 3 (tiga) bersaudara

Alamat : Jln. Utama No. 1 Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang

Riwayat Pendidikan

1. SD Swasta Pangeran Antasari Medan : Tahun 1988-1994 2. SLTP Negeri 1 Labuhan Deli : Tahun 1994-1997 3. SMU Negeri 16 Medan : Tahun 1997-2000

4. POLTEKKES DEPKES Medan : Tahun 2000-2003

5. FKM USU Medan : Tahun 2009-2014

Riwayat Kerja

1. Tahun 2001-2004, Analis Laboratorium RSJ Swasembada Medan 2. Tahun 2005-2007, NGO Care International Indonesia Project Simeulue 3. Tahun 2007-2008, NGO Care International Indonesia Project Tanggerang 4. Tahun 2008-2009, PT. Cordlife Indonesia

(7)

7

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini . Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun yang bermanfaat bagi skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Hubungan Sosiodemografi, Sikap dan Dukungan Suami Dengan Unmet Need Keluarga Berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Drs. Tukiman, MKM., selaku Ketua Penguji dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Penguji I, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiranya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada : 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM, selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Asfriyati, S.K.M, M.Kes, dan Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku penguji I

dan Penguji II.

vi

(8)

4. Seluruh dosen dan pegawai administrasi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya dosen pada Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang telah banyak memberikan masukan dan motivasi serta membantu dalam segala urusan administrasi.

5. Bapak Kepala Desa di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang telah memberikan izin untuk memperoleh data dalam penelitian ini. 6. Sahabat-sahabatku di FKM USU terutama di Departemen Pendidikan Kesehatan

dan Ilmu Perilaku stambuk 2009 yang selalu mendukungku, sehingga menambah semangat bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya pada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan semangat. Semoga Allah SWT senantiasa memenuhi kehidupan Bapak, Ibu, dan teman-teman sekalian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Medan, April 2014 Penulis

Risfina Yarsih

(9)

9

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan

Abstrak... i

Abstract... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Keluarga Berencana ... 8

2.1.1. Sejarah Keluarga Berencana... 8

2.1.2. Definisi Keluarga Berencana ... 10

2.1.3. Tujuan Keluarga Berencana ... 11

2.1.4. Sasaran Program Keluarga Berencana ... 12

2.2. Identifikasi Unmet Need Keluarga Berencana ... 12

2.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Unmet Need Keluarga Berencana ... 15

2.3.1. Faktor Sosiodemogafi ... 16

2.3.2. Sikap ... 25

2.3.3. Dukungan Suami... 30

2.5. Landasan Teori ... 32

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 34

3.3. Populasi dan Sampel ... 34

3.3.1 Populasi ... 34

3.3.2Sampel ... 35

3.4. Pengumpulan Data... 36

3.4.1. Data Primer ... 36

3.4.2. Data Sekunder... 36

3.5. Defenisi Operasional... 37

iv

(10)

3.6 Aspek Pengukuran ... 38

3.7 Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 42

4.1. Gambaran Desa Amplas... 42

4.1.1. Luas dan Kondisi Geografi Desa Amplas ... 42

4.1.2 . Keadaan Penduduk Desa Amplas ... 42

4.1.3. Sarana dan Prasarana di Desa Amplas ... 44

4.1.4. Sarana Kesehatan ... 44

4.2. Sosiodemografi Responden... 45

4.2.1. Umur... 45

4.2.2. Pendapatan Keluarga ... 45

4.2.3. Tingkat Pendidikan ... 46

4.2.4. Status Pekerjaan ... 46

4.2.5. Jumlah Anak ... 47

4.2.6. Tingkat Pengetahuan ... 47

4.3. Sikap terhadap Keluarga Berencana ... 48

4.4. Dukungan Suami ... 48

4.5. Unmet need Keluarga Berencana ... 49

4.6. Hubungan Sosiodemografi dengan Unmet need Keluarga Berencana ... 49

4.6.1. Hubungan Umur dengan Unmet need Keluarga Berencana ... 49

4.6.2. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Unmet need Keluarga Berencana ... 50

4.6.3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Unmet need Keluarga Berencana ... 51

4.6.4. Hubungan Status Pekerjaan dengan Unmet need Keluarga Berencana ... 51

4.6.5. Hubungan Jumlah Anak dengan Unmet need Keluarga Berencana ... 52

4.6.6. Hubungan Pengetahuan dengan Unmet need Keluarga Berencana ... 53

4.7. Hubungan Sikap dengan Unmet need Keluarga Berencana ... 54

4.8. Hubungan Dukungan Suami dengan Unmet need Keluarga Berencana ... 54

BAB V PEMBAHASAN ... 56

5.1. Unmet need KB ... 56

5.2. Sosiodemografi dengan Unmet need KB ... 57

5.2.1. Umur dengan Unmet need KB... 57

5.2.2. Pendapatan dengan Unmet need KB ... 58

5.2.3. Pendidikan dengan Unmet need KB ... 60

5.2.4. Pekerjaan dengan Unmet need KB... 62

5.2.5. Jumlah Anak dengan Unmet need KB ... 64

(11)

11

5.2.6. Pengetahuan dengan Unmet need KB ... 65

5.3. Sikap dengan Unmet need KB... 67

5.4. Dukungan Suami dengan Unmet need KB... 68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 71

6.1. Kesimpulan... 71

6.2. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

viii

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk desa Amplas menurut Kelompok Umur Tahun 2012... 43 Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Desa Amplas menurut Suku Bangsa Tahun

2012 ... 43 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Desa

Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 45 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga

di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 45 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 46 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan di

Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang 46 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Anak di Desa

Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 47 Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang

Keluarga Berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 47 Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap terhadap

Keluarga Berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 48 Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Suami

terhadap Keluarga Berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 48 Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Unmet need

Keluarga Berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 49

(13)

13

Tabel 4.12. Hubungan Umur dengan Unmet need Keluarga Berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang... 49 Tabel 4.13. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Unmet need Keluarga

Berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 50 Tabel 4.14. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Unmet need Keluarga

Berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 51 Tabel 4.15. Hubungan Status Pekerjaan dengan Unmet need Keluarga

Berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 51 Tabel 4.16. Hubungan Jumlah Anak dengan Unmet need Keluarga Berencana

di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 52 Tabel 4.17. Hubungan Pengetahuan dengan Unmet need Keluarga Berencana

di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 53 Tabel 4.18. Hubungan Sikap dengan Unmet need Keluarga Berencana di Desa

Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang... 54 Tabel 4.19. Hubungan Dukungan Suami dengan Unmet need Keluarga

Berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ... 54

x

(14)

ABSTRAK

Tingginya angka unmet need merupakan fenomena kependudukan yang menjadi satu aspek yang penting yang perlu diperhatikan dalam pembangunan gerakan keluarga berencana pada masa mendatang. Data petugas KB di Kecamatan Percut Sei Tuan mencatat bahwa desa Amplas merupakan salah satu desa yang memiliki angka Unmet Need tertinggi di Kecamatan Percut Sei Tuan, yaitu sebanyak 512 orang yang terdiri dari pasangan usia subur yang bukan peserta KB yang sedang hamil dan tidak hamil (kategori ingin anak ditunda dan tidak anak lagi) atau persentasenya adalah sebesar 25,66 %.

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi hubungan sosiodemografi (umur, pendapatan, pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, pengetahuan tentang KB), sikap dan dukungan suami dengan unmet need keluarga berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita pasangan usia subur bersatus menikah, memiliki anak, dan hidup bersama dengan suami yang tinggal menetap, yaitu sebanyak 512 orang, dan dijadikan sampel sebanyak 81 orang. Data sosiodemografi (umur, pendapatan, pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, pengetahuan KB), data sikap, dukungan suami serta kejadian Unmet Need diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan keluarga, status pekerjaan, sikap, dan dukungan dari suami berhubungan secara signifikan dengan kejadian unmet need keluarga berencana. Sementara umur ibu, tingkat pendidikan, jumlah anak, dan pengetahuan ibu tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian unmet need keluarga berencana.

Disarankan bagi petugas KB di wilayah kerja Puskesmas Percut Sei Tuan terutama di Desa Amplas agar upaya penggarapan program KB perlu ditingkatkan dan difokuskan pada kelompok-kelompok yang unmet need. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian KIE baik bagi suami maupun isterinya melalui kunjungan rumah oleh setiap bidan desa.

Kata Kunci : Sosiodemografi, Sikap, Dukungan Suami, Unmet Need Keluarga Berencana

(15)

5

ABSTRACT

High rate of unmet need is a phenomenon of population that is becoming an important aspect to consider in the development of family planning in the future. The data of Family Planning officers in Percut Sei Tuan district noted that Amplas village is one villages with the highest rate of unmet need in Percut Sei Tuan district for 512 people.

The objective of this study was to identify the relationship of socio-emographic (age, income, education, number of children, employment, knowledge of family planning), the attitude and support of her husband with an unmet need for family planning in Amplas Village, Percut Sei Tuan District, Deli Serdang regency. This study was an analytical cross-sectional design. The population were all women of childbearing age and married, have children, and live with the husband for 512 people, and the sample was taken for 81 people. Sociodemographic data, attitude data, husband support and the incidence of unmet need was obtained through interviews using questionnaires. The collcted data was analyzed using Chi-Square test.

The results of research showed that family income, occupation status, attitude, and support from husband had significant relationship with the incidence of unmet need of family planning. Whereas, mother age, education level, children amount, and the knowledge of mother did not have significant relationship with the incidence of unmet need of family planning.

It is suggested for Family Planning officers in Community Health Centre Percut Sei Tuan, especially in Amplas village in order to attempt the use of family planning and the programs should be increased and focused on groups of unmet need.

Key words: Sociodemographic, Attitude, Support of husband, Unmet need of Family Planning

ii

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN-Deutsche Bank (2009), Indonesia menyumbang sekitar 6% penduduk di Asia. Hal ini menunjukkan bahwa kuantitas penduduk Indonesia merupakan permasalahan strategis (Bappenas, 2010).

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, salah satu permasalahan pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas yang dikemukakan adalah masih tingginya angka kelahiran penduduk. Dengan angka kelahiran total sebesar 2,3 (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia/SDKI, 2007), terjadi sekitar 4 juta kelahiran setiap tahunnya, dan jumlah kelahiran ini sama dengan jumlah total penduduk Singapura pada tahun 2000 (World Bank). Kondisi ini menyebabkan tingginya laju pertumbuhan dan jumlah penduduk karena tingkat kelahiran merupakan faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk di Indonesia. Jika ditilik lebih dalam, angka kelahiran tersebut tidak serta merta sama antara wilayah desa-kota, antarprovinsi, antartingkat pendidikan, dan antartingkat kesejahteraan (Bappenas, 2010).

(17)

2

permasalahan global yang muncul di seluruh dunia, selain isu tentang pemanasan global, krisis ekonomi, dan masalah pangan serta menurunnya tingkat kesehatan penduduk. Kekhawatiran akan terjadinya ledakan penduduk pada tahun 2015 mendorong pemerintah Indonesia membuat beberapa kebijakan penting karena penduduk yang besar tanpa disertai dengan kualitas yang memadai justru menjadi beban pembangunan dan menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional (Emon, S, 2008).

Salah satu upaya untuk menangani jumlah penduduk adalah melalui control terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Salah satu cara yang ditempuh untuk menekan laju pertumbuhan penduduk adalah dengan melakukan Program Keluarga Berencana untuk mengendalikan fertilitas. Akan tetapi terjadinya kenaikan Tingkat Fertility Rate (TFR) disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya masih banyak Pasangan Usia Subur yang tidak ber KB, Laju Pertumbuhan Penduduk yang tinggi dan tingginya unmet need (SDKI, 2008). Jika unmet need terpenuhi maka fertilitas akan menurun, semua ini merupakan indikator-indikator untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan Program Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana.

Tingginya angka unmet need merupakan fenomena kependudukan yang menjadi satu aspek yang penting yang perlu diperhatikan dalam pembangunan gerakan keluarga berencana pada masa mendatang. Unmet need tidak hanya menjadi permasalahan dalam program keluarga berencana di Indonesia akan tetapi juga dihadapi dalam program keluarga berencana di tiap belahan dunia. Moreland (2010) telah memperkirakan unmet need antara 5% hingga 33% di Negara-Negara Asia, 6%

(18)

hingga 40% di negara Amerika Latin dan Karibia, dan diantara 13% hingga 38% di Negara Sub Sahara Afrika. Semnetara Singh (2010), melalui penelitiannya juga memperkirakan bahwa lebih dari 200 juta wanita di negara berkembang mengalami unmet need keluarga berencana. Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (2012), dilaporkan bahwa angka unmet need di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 9,0%. Melalui hasil survei tersebut juga melaporkan bahwa 9,0% dari wanita berstatus kawin di Indonesia mempunyai kebutuhan KB yang tidak terpenuhi, 4% karena ingin menjarangkan atau menunda kelahiran anak berikutnya untuk jangka dua tahun atau lebih, dan 5% karena tidak ingin memiliki anak lagi.

(19)

4

Isa (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “determinan unmet need KB di Indonesia, analisa data survei demografi dan kesehatan Indonesia 2007 menyatakan bahwa pihak yang tidak termasuk dalam perhitungan unmet need adalah wanita tidak menikah, wanita yang menggunakan kontrasepsi, kegagalan penggunaan kontrasepsi, wanita hamil yang dilaporkan sebagai intentional wanita tidak subur dan wanita subur yang menginginkan kelahiran anak berikutnya dalam jangka waktu 2 tahun.

Archipas Sumbung dalam penelitiannya menemukan bahwa hubungan umur dengan unmet need berbentuk seperti kail (huruf U). Dimana dengan meningkatnya umur ibu, maka unmet need semakin kecil. Namun unmet need naik kembali pada saat berumur diatas 35 tahun (La’lang, 2000).

Hamid menyatakan bahwa pendapatan akan berbanding terbalik dengan peluang status unmet need. Apabila pendapatan seseorang naik maka daya belinya juga naik dan peluang status unmet neednya menurun. Kebalikkanya apabila pendapatan seseorang turun maka daya belinya juga akan turun dan peluang status unmet neednya akan naik (Hamid S, 2002).

Pendidikan merupakan dimensi penting dari kejadian unmet need KB, karena tingkat pendidikan formal akan mempengaruhi terhadap penyerapan dan pemahaman terhadap informasi kesehatan sehingga memiliki pengetahuan yang baik khususnya permasalahan kesehatan. Dengan pengetahuan yang baik terhadap permasalahan kesehatan lebih mengerti terhadap kebutuhan kontrasepsi yang akan digunakan sehingga dapat lebih menghindari kemungkinan terjadinya unmet need (Mardiyah, 2009).

(20)

Jumlah anak hidup banyak menyebabkan risiko unmet need lebih besar dari pada jumlah anak hidup sedikit (La’lang, 2000). Hartanto dalam penyatakan bahwa ibu yang tidak bekerja berpeluang lebih besar terjadinya unmet need dibandingkan dengan yang bekerja (Hartanto, 2004).

Dengan pengetahuan yang baik terhadap permasalahan kesehatan lebih mengerti terhadap kebutuhan kontrasepsi yang akan digunakan sehingga dapat lebih menghindari kemungkinan terjadinya unmet need (Mardiyah, 2009).

Kejadian unmet need sering terjadi ketika suami tidak setuju terhadap penggunaan alat atau cara KB tertentu yang diakibatkan adanya perbedaan preferensi fertilitas, kurangnya pemahaman terhadap alat/cara KB, takut akan efek samping, masalah sosial budaya dan berbagai faktor lainnya. Kushik dalam penelitiannya di India menunjukkan bahwa penerimaan suami terhadap KB berpengaruh signifikan terhadap kejadian unmet need, begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Litbang BKKBN di Indonesia pada tahun 2004.

(21)

6

Desa Amplas adalah salah satu desa yang berada di kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Desa Amplas memiliki jumlah penduduk sebanyak 9658 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 2215 KK dan memiliki Wanita pasangan usia subur (15-49 tahun) sebanyak 1995 orang. Data Petugas KB di Kecamatan tersebut mencatat bahwa desa Amplas merupakan salah satu desa yang memiliki angka Unmet Need tertinggi dikecamatan Percut Sei Tuan yaitu sebesar 512 orang yang terdiri dari pasangan usia subur yang bukan peserta KB yang sedang hamil dan tidak hamil (kategori ingin anak ditunda dan tidak anak lagi) atau persentasenya adalah sebesar 25,66 %.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan sosiodemografi (umur, pendapatan, pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, pengetahuan tentang KB), sikap dan dukungan suami dengan unmet need keluarga berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana hubungan sosiodemografi (umur, pendapatan, pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, pengetahuan tentang KB), sikap dan dukungan suami dengan unmet need keluarga berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

(22)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi hubungan sosiodemografi (umur, pendapatan, pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, pengetahuan tentang KB), sikap dan dukungan suami dengan unmet need keluarga berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

1.3.2 . Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi hubungan sosiodemografi (umur, pendapatan, pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, pengetahuan tentang KB) dengan unmet need keluarga berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk mengidentifikasi hubungan sikap dengan unmet need keluarga berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

3. Untuk mengindentifikasi hubungan dukungan suami dengan unmet need keluarga berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi untuk BKKBN mengenai pelaksaanan kegiatan Keluarga Berencana, khusus nya mengenai kejadian unmet need Keluarga Berencana. 2. Sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan peneliti dalam

(23)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keluarga Berencana

2.1.1. Sejarah Keluarga Berencana

Keluarga berencana bukanlah sesuatu yang baru, karena menurut catatan dan tulisan yang berasal dari Mesir kuno, Yunani kuno, Tiongkok kuno dan India, hal ini telah dipraktekkan berabad-abad yang lalu, namun caranya masih kuno dan primitif. Cara keluarga berencana yang pertama dilakukan adalah dengan jalan berdoa dan memakai jimat anti hamil, sambil meminta dan berharap supaya wanita jangan hamil. Pada zaman Yunani kuno, Soranus dan Ephenus membuat tulisan ilmiah tentang cara menjarangkan kelahiran yaitu mengeluarkan semen (air mani) dengan membersihkan vagina dengan kain dan minyak setelah selesai melakukan hubungan seksual. Selain itu, ada juga yang memasukkan rumput, daun-daunan, atau sepotong kain perca ke dalam vagina untuk menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim pada waktu akan melakukan hubungan seksual (Setya, dkk., 2009).

Gerakan keluarga berencana bermula dari kepeloporan beberapa tokoh baik di dalam maupun di luar negeri. Awal abad 19 di Inggris, upaya keluarga berencana muncul atas prakarsa Maria Stopes (1880-1950) yang menaruh perhatian terhadap kesehatan ibu. Maria Stopes menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan kaum buruh di Inggris. Dia menyarankan pemakaian cap dari karet, dikombinasikan dengan supositoria yang mengandung bubuk kinine; dapat juga spons yang dibubuhi sabun bubuk (Wiknjosastro, 2002).

(24)

Margareth (1883-1966) merupakan pelopor Keluarga Berencana modern yang dikenal dengan program birth control-nya di Amerika Serikat. Margareth menganjurkan untuk menggunakan kondom atau cap yang dikombinasikan dengan penyemprotan setelah senggama. Pada tahun 1917 didirikan National Birth Control League dengan Margareth sebagai ketuanya. Sejak saat itulah berdiri perkumpulan-perkumpulan keluarga berencana di seluruh dunia, termasuk di Indonesia (Wiknjosastro, 2002).

Di Indonesia keluarga berancana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada tanggal 23 Desember 1957 berdirilah sebuah wadah dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dan merupakan pelopor pergerakan keluarga berencana nasional. PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga sejahtera melalui cara mengatur atau menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan dan memberi nasehat perkawinan. Kegiatan penerangan dan pelayanan sangat terbatas, karena banyaknya kesulitan dan hambatan yang melarang penyebarluasan gagasan Keluarga Berencana (Wiknjosastro, 2002).

(25)

10

2.1.2. Definisi Keluarga Berencana

Menurut World Health organization (WHO) Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004 )

Keluarga berencana menurut Undang-undang no 52 tahun 2009 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga berencana) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (Undang-Undang No. 52 tahun 2009 ).

Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarga yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang sehingga kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan aborsi.

(26)

2.1.3. Tujuan Keluarga Berencana

Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan:

a. Tujuan Demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LPP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita. Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan dapat mengakibatkan kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk.

b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.

c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.

d. Merried Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas.

(27)

12

2.1.4. Sasaran Program Keluarga Berencana a. Sasaran Langsung

Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya antara 15-49 tahun. Karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan, PUS diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif lestari sehingga memberikan efek langsung penurunan fertilitas.

b. Sasaran Tidak Langsung

1. Kelompok remaja 15-19 tahun, remaja ini memang bukan merupakan target untuk menggunakan alat kontrasepsi secara langsung tetapi merupakan kelompok yang berisiko untuk melakukan hubungan seksual akibat telah berupaya promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta kejadian aborsi.

2. Organisasi-organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakatan, instansi-instansi pemerintah maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat yang diharapkan dapat memberikan dukungannya dalam pelembagaan NKKBS.

3. Sasaran wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi (BAPPENAS, 2009 )

2.2. Unmet Need Keluarga Berencana

Menurut Westoff (1995), unmet need adalah sebagai proporsi wanita kawin yang dilaporkan mempunyai seluruh anak yang diinginkan maupun tidak diinginkan akan tetapi tidak menggunakan kontrasepsi, walaupun mereka tidak terlindungi dari

(28)

risiko kehamilan. Sedangkan De Graff dan De Silva (1997), berdasar pada konsep Westoff, menguraikan timbulnya Unmet Need ketika wanita tidak menggunakan kontrasepsi, sanggup memahami secara fisiologi yaitu tidak terlindungi dari risiko kehamilan. Unmet Need didefenisikan sebagai kelompok yang sebenarnya sudah tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilannya sampai dengan 2 tahun namun tidak menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilannya.

Pasangan usia subur (PUS) sebagai sasaran program KB dikelompokkan pada dua segmen.Yakni segmen yang membutuhkan KB untuk menjarangkan atau membatasi kelahiran dan segmen yang tidak membutuhkan KB. Kebutuhan KB adalah jumlah prevalensi kontrasepsi (termasuk wanita yang sedang hamil dan yang kelahiran terakhirnya disebabkan kegagalan kontrasepsi dan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

(29)

14

Menifestasi unmet need KB dapat dikategorikan dalam beberapa kategori sebagai berikut:

a. Wanita menikah usia subur dan tidak hamil, menyatakan tidak ingin punya anak lagi dan tidak memakai alat kontrasepsi seperti IUD, Pil, suntikan, implant, obat vaginal dan kontrasepsi mantap untuk suami atau dirinya sendiri.

b. Wanita menikah usia subur dan tidak hamil, menyatakan ingin menunda kehamilan berikutnya dan tidak menggunakan alat kontrasepsi sebagaimana tersebut di atas.

c. Wanita yang sedang hamil dan kehamilan tersebut tidak dikehendaki lagi serta pada waktu sebelum hamil tidak menggunakan alat kontrasepsi.

d. Wanita yang sedang hamil dan terjadi kehamilan tersebut tidak sesuai dengan waktu yang dikehendaki dan sebelum hamil tidak menggunakan alat kontrasepsi. e. Unmet Need KB untuk tujuan penjarangan kehamilan (spacing) dan Unmet Need

KB untuk tujuan pembatasan kelahiran (limiting) adalah total Unmet Need KB. Penilaian terhadap kejadian Unmet Need KB diperlukan untuk menilai sejauh mana keberhasilan program KB, seberapa besar kebutuhan PUS terhadap KB telah terpenuhi dan faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian Unmet Need KB. Dengan hanya menggunakan indikator cakupan akseptor, yakni jumlah PUS yang menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan jumlah PUS yang ada, informasi yang diperoleh hanyalah jumlah PUS yang telah tercukupi KB. Apakah jumlah yang diperlukan telah memenuhi kebutuhan semua PUS tidak dapat diketahui. Diperlukannya informasi tentang Unmet Need KB sebagai salah satu informasi yang

(30)

diperlukan untuk penentuan alternatif peningkatan cakupan akseptor (Haryanti, 1993).

2.3. Identifikasi Unmet Need Keluarga Berencana

Bagi wanita hamil (amenorhea), diidentifikasikan apakah kehamilan itu merupakan kahamilan yang diinginkan (wantedness status of pregnancy) atau kehamilan yang tidak diinginkan disebut dengan: “intended pregnancy” dan tidak termasuk dalam perhitungan unmet need. Bila kehamilan itu merupakan kehamilan yang diinginkan tapi bukan untuk saat itu (misalnya untuk beberapa tahun lagi), hal ini disebut dengan mistimed pregnancy dan mereka ini tergolong kedalam kelompok PUS yang memiliki spacing need yaitu ingin menjarangkan kehamilan. Bila kehamilan itu tidak diinginkan lagi (not wanted) karena sebenarnya mereka tidak menginginkan kehamilan tersebut dengan berbagai alasan (misalnya anak sudah cukup, faktor usia, faktor kesehatan dan lain-lain), maka kelompok ini disebut dengan PUS yang memiliki limitting need yaitu sudah ingin mengakhiri kehamilan/kesuburan (tidak ingin punya anak lagi).

(31)

16

segera, ingin anak kemudian, atau tidak ingin anak lagi. PUS fecund yang segera ingin punya anak, tidak dimasukkan ke dalam perhitungan Unmet Need KB, sedangkan PUS fecund yang ingin anak kemudian di kelompokkan sebagai spacing need dan PUS fecund yang tidak ingin punya anak lagi dikategorikan sebagai limiting need. Total unmet need KB adalah penjumlahan PUS yang ingin menjarangkan kelahiran (spacing need) dan yang ingin mengakhiri kelahiran (limiting need).

2.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Unmet Need Keluarga Berencana PUS yang unmet need akan kontrasepsi diupayakan sekecil mungkin. Oleh karena itu perlu diambil langkah dan strategi dalam mengajak PUS yang tidak ingin anak lagi untuk memakai kontrasepsi.

2.3.1. Faktor Sosiodemogafi a. Umur

Masa kehamilan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga periode, yakni kurun reproduksi muda (15-19 tahun), kurun reproduksi sehat (20-35 tahun), dan kurun reproduksi tua (36-45 tahun). Pembagian ini didasarkan atas data epidemiologi bahwa risiko kehamilan dan persalinan baik bagi ibu maupun bagi anak lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun, paling rendah pada usia 20-35 tahun dan meningkat lagi secara tajam setelah lebih dari 35 tahun. Jenis kontrasepsi yang sebaiknya dipakai disesuaikan dengan tahap masa reproduksi tersebut (Siswosudarmo, 2001).

Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2010) yang mengatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam

(32)

pemakaian alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Dang di Vietnam dalam Mutiara (1998) dilaporkan bahwa ada hubungan yang kuat antara umur dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita yang berumur < 20 tahun kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,73 kali dibandingkan dengan yang berumur 40 tahun atau lebih. Sementara wanita yang berumur 30-34 tahun dan 35-39 tahun kemungkinannya untuk menggunakan kontrasepsi hanya sekitar 0,15 dan 0,38. Ini mengisyaratkan bahwa ada penurunan penggunaan kontrasepsi pada kelompok wanita yang lebih tua.

Hubungan antara umur dengan kejadian unmet need dilaporkan oleh Weinstein bahwa pada Kyrgistan Demmografi and health Survey ditemukan, umur berhubungan dengan kejadian unmet need KB, untuk pembatasan kelahiran (limiting need), sedangkan penjarangan (spacing ) tidak terdapat hubungan.(Weistein,1998). Mawajdeh (1997) pada Jordan Population and Family Planning Health survey (JPFPHS) menemukan kejadian unmet need KB pada umur dengan kategori muda (< 20) dan tua (>35) lebih tinggi dibandingkan dengan umur dengan kategori 25-30 tahun.

(33)

18

b. Pendapatan

Pendapatan adalah jumlah penghasilan seluruh anggota keluarga. Pendapatan berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga, penghasilan yang tinggi dan teratur membawa dampak positif bagi keluarga karena seluruh kebutuhan sandang, pangan, papan dan transportasi serta kesehatan dapat terpenuhi. Namun tidak demikian dengan keluarga yang pendapatannya rendah akan mengakibatkan keluarga mengalami kerawanan dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya yang salah satunya adalah pemeliharaan kesehatan (keraf, 2001).

Pendapatan akan berbanding terbalik dengan peluang status unmet need. Semakin tinggi pendapatan maka peluang status unmet need semakin menurun. Sebaliknya semakin rendah tingkat pendapatan maka peluang status unmet need semakin tinggi atau naik. Variabel lain yang sejenis untuk melihat hubungan dengan kejadian unmet need adalah kesejahteraan(Hamid, 2002).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi dan Iranmahmud di Iran tahun 2005 terlihat bahwa variabel kesejahteraan keluarga berpengaruh bermakna terhadap kemungkinan mengalami kejadian unmet need (Ahmadi, 2005). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti dan Djutaharta di Indonesia tahun 2004 juga diperoleh kesimpulan bahwa PUS yang berbeda ditingkat kesejahteraan menengah hingga teratas memiliki kemungkinan lebih kecil mengalami kejadian unmet need dibandingkan mereka yang hidup pada tingkat menengah kebawah dan terbawah (Prihastuti, 2009).

(34)

c. Pendidikan

Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan yang tinggi seseorang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau masalah baru seperti penerimaan, pembatasan jumlah anak, dan keinginan terhadap jenis kelamin tertentu. Pendidikan juga akan meningkatkan kesadaran wanita terhadap manfaat yang dapat dinikmati bila ia mempunyai jumlah anak sedikit. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung membatasi jumlah kelahiran dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah (Soekanto, 2006).

Penelitian Dang dalam Mutiara (1998) menunjukkan bahwa pendidikan berhubungan bermakna dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita yang tidak sekolah kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,55 kali dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan menengah atau tinggi. Sementara wanita yang berpendidikan dasar kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,88 kali dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan menengah atau tinggi. Pola yang sama juga dijumpai dengan pendidikan suami.

(35)

20

belakang tingkat pendidikan rendah. Wanita yang telah mendapat pendidikan lanjut selama empat tahun atau lebih dan berkeinginan untuk menjarangkan kelahiran, angka unmet need lebih rendah dibandingkan dengan wanita lain, tetapi hanya sebagian kecil wanita di Benin mendapat pendidikan tingkat lanjut (USAID, 2009).

d. Jumlah Anak

Mantra (2006) mengatakan bahwa kemungkinan seorang istri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup. Semakin sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan semakin memiliki risiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara maksimal. Hasil penelitian Dang dalam Mutiara (1998) melaporkan ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita dengan jumlah anak 4 orang atau lebih memiliki kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 1,73 kali dibandingkan dengan wanita yang memiliki 2 orang anak atau kurang.

Hasil studi Usman, dkk, (2013), menemukan bahwa jumlah anak berhubungan dengan kejadian unmet need KB dimana diperoleh hasil nilai p = 0,031 (p<0,05). Berdasarkan analisis regresi, dapat kita lihat bahwa unmet need KB dengan variable umur, pendapatan, kegagalan alat kontrasepsi sebelumnya dan jumlah anak secara bersama-sama berpengaruh terhadap unmet need KB yang dapat menyebabkan kejadian kehamilan yang tidak diinginkan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kejadian unmet need KB sebagai faktor independen tidak dapat berdiri sendiri dalam

(36)

mempengaruhi kejadian kehamilan yang tidak diinginkan. Ibu yang mengalami kejadian unmet need KB dapat mempengaruhi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga ibu yang unmet need KB bisa saja mendapatkan anak yang tidak diinginkan sehingga besar kemungkinan dia akan melakukan aborsi (WB, 2001). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2010), dimana diperoleh nilai sebesar 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan antara jumlah anak dengan kriteria banyak yang unmet need KB sebesar 34,2% dan terdapat hubungan antara jumlah anak hidup dengan unmet need KB.

e. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan atau aktifitas seorang untuk memperoleh penghasilan, guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dimana pekerjaan tersebut sangat erat dengan kehidupan sehari-hari dalam memenuhi hidup. Haryanto menyatakan dalam hal status pekerjaan ibu, ternyata ibu yang tidak bekerja mempunyai peluang menjadi unmet need lebih besar dibandingkan ibu yang bekerja. (Hartanto, 2004).

f. Pengetahuan tentang KB

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Maulana, 2009).

(37)

22

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers dalam Maulana (2009) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni (Maulana, 2009) : a) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

c) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d) Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e) Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni (Maulana, 2009):

(38)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

(39)

24

penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah.

Pengetahuan tentang segi positif dan segi negatif dari program KB tersebut akan menentukan sikap orang terhadap program KB. Secara teoritis bila segi positif program KB lebih banyak dari segi negatifnya, maka sikap yang positiflah yang akan muncul. Sebaliknya bila segi negatif dari program KB lebih banyak dari segi positifnya, maka sikap yang negatiflah yang akan muncul. Bila sikap positif terhadap program KB telah tumbuh, maka besar kemungkinan bahwa seseorang akan mempunyai niat untuk mengikuti program KB. Kebalikan dari hal tersebutpun dapat terjadi, yaitu bila sikap negatif yang tumbuh. Bila sikap negatif yang tumbuh, maka akan kecil kemungkinan seseorang akan memiliki niat untuk ikut program KB. Apakah niat ini selanjutnya akan menjadi kenyataan sangat tergantung pada beberapa

(40)

faktor lain. Misalnya, apakah orang yang sudah berniat ikut KB, betul-betul akan ikut program KB, akan ditentukan

Adanya hubungan antara pengetahuan tentang KB terhadap Unmet Need Keluarga Berencana ditemukan oleh Ntozi dan Kabera dengan menggunakan data Demograhic and Health Survey (DHS) di pedesaan Uganda. Wanita dengan kelompok usia produktif tua (30-49) memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang kontrasepsi modern dibandingkan dengan kelompok usia produktif muda (15-29). Kurangnya pengetahuan merupakan penyebab utama PUS tidak menggunakan kontrasepsi. Beberapa PUS diindentifikasi memiliki pengetahuan kontrasepsi yang kurang dikarenakan tidak pernah mendengar tentang kontrasepsi, bagaimana menggunakannya atau kemana harus memperoleh kontrasepsi tersebut. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi tentang kontrasepsi dan katerbatasan aksesibilitas terhadap pelayanan kontrasepsi.

2.3.2. Sikap

Sikap merupakan kunci penerimaan KB, banyak sikap yang dapat menghalangi KB. Beberapa faktor sikap yang penting antara lain adalah ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki, sikap terhadap KB, komunikasi suami istri, persepsi terhadap kematian anak. Sikap tersebut perlu untuk mencegah isu yang berhubungan termasuk segi pelayanan dan efek samping alat kontrasepsi.

(41)

26

1. Komponen Sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang satu sama lain yaitu (Maulana, 2009):

a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak/bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

2. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Maulana, 2009):

a. Menerima (receiving); Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

(42)

b. Merespon (responding); Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing); Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

d. Bertanggung jawab (responsible); Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

3. Sifat Sikap

Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Maulana, 2009):

a. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.

(43)

28

4. Ciri-Ciri Sikap

Ciri-ciri sikap adalah (Maulana, 2009):

a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannnya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat. b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat

berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

d. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap obyek sikap antara lain (Maulana, 2009):

a. Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk

(44)

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang onformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

d. Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

(45)

30

f. Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Para ahli yang mengkaji hubungan antara keempat konsep (pengetahuan, sikap, niat, dan perilaku) tersebut dalam kaitannya dengan keikutsertaan di dalam sesuatu kegiatan biasanya beragnggapan bahwa adanya pengetahuan terhadap manfaat sesuatu hal (misalnya ikut KB) akan menyebabkan orang mempunyai sikap yang positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya sikap yang positif ini akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam suatu kegiatan sangat tergantung pada apakah seseorang mempunyai sikap positif terhadap kegiatan tersebut. Adanya niat untuk melakukan sesuatu kegiatan akhirnya sangat menentukan apakah kegiatan tersebut betul-betul dilakukan. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah yang disebut dengan perilaku.

2.3.3. Dukungan Suami

Suami merupakan salah satu faktor sosial budaya yang sangat berpengaruh terhadap pemakaiaan alat kontrasepsi bagi kaum wanita. Budaya patrilineal yang menjadikan pria sebagai kepala keluarga yang masih banyak dianut sebagian besar pola keluarga di Indonesia menjadikan pria sebagai kepala keluarga menjadikan preferensi suami terhadap fertelitias dan pandangan serta pengetahuannya terhadap KB akan sangat berpengaruh terhadap keputusan di dalam keluarga untuk menggunakan alat atau cara KB tertentu. Sehingga di dalam beberapa penelitian, variabel penolakan atau persetujuan dari suami terbukti berpengaruh terhadap

(46)

keputusan di dalam keluarga untuk menggunakan alat atau cara KB tertentu. Sehingga di dalam beberapa penelitian, variabel penolakan atau persetujuan dari suami terbukti berpengaruh terhadap kejadian unmet need dalam rumah tangga. Kejadian unmed need seringkali terjadi ketika suami tidak setuju terhadap penggunaan alat atau cara KB tertentu yang diakibatkan adanya perbedaan preferensi fertelitas, kurangnya pemahaman terhadap alat/cara KB, takut akan efek samping, masalah social budaya, dan berbagai faktor lainnya.

Persetujuan suami merupakan salah satu variabel sosial budaya yang sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi bagi kaum wanita sebagai istri secara khusus, dan di dalam keluarga secara umumnya. Budaya patrilinieal yang menjadikan pria sebagai kepala keluarga banyak dianut sebagain besar pola keluarga di dunia menjadikan referensi suami terhadap fertilitas dan pandangan serta pengetahuannya terhadap program KB akan sangat berpengaruh terhadap keputusan di dalam keluarga untuk menggunakan alat atau cara KB tertentu. Sehingga di dalam beberapa penelitian, variabel penolakan atau persetujuan dari suami terbukti berpengaruh terhadap kejadian unmet need dalam rumah tangga.

(47)

32

2.4. Landasan Teori

Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori Green (1980) yang dikutip dalam Notoatmodjo, (2003), menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) kelas faktor yang mempunyai potensi dalam mempengaruhi perilaku kesehatan. Tiga faktor tersebut adalah faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung (enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors). Masing-masing faktor ini mempunyai pengaruh yang berbeda atas perilaku. Model ini dikembangkan untuk keperluan diagnosis, perencanaan dan intervensi pendidikan kesehatan, dan dikenal sebagai kerangka kerja PRECEDE yang merupakan singkatan dari “Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes of Educational Diagnosis and Evaluation”.

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Setiap karakteristik konsumen atau komuniti yang memotivasi perilaku yang berkaitan dengan kesehatan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok, dapat memudahkan atau merintangi tindakan, faktor sosio demografis juga termasuk umur, jenis kelamin, pendidikan.

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Setiap karakteristik lingkungan yang memudahkan perilaku dan setiap keterampilan atau sumber daya diperlukan untuk melaksanakan perilaku. Tidak adanya karakteristik atau keterampilan tersebut menghambat perilaku kesehatan. Hal ini terwujud dalam bentuk lingkungan fisik, tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana untuk berperilaku, serta keterampilan yang berhubungan dengan

(48)

kesehatan. Keterampilan sendiri berarti kemampuan seseorang melakukan upaya yang menyangkut perilaku yang diharapkan.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Setiap ganjaran, insentif atau hukuman yang mengikuti atau diperkirakan sebagai akibat dari suatu perilaku kesehatan dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu. Hal ini terwujud dalam sikap dan perilaku seseorang yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Referensi ini dapat berasal keluarag, petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan lain sebagainya.

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

[image:48.612.118.490.411.606.2]

Berdasarkan latar belakang masalah, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian 1. Sosiodemografi :

a. Umur b. Pendapatan c. Pendidikan d. Pekerjaan e. Jumlah Anak f. Pengetahuan 2. Sikap

3. Dukungan Suami

(49)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian analitik dengan metode cross sectional yaitu mencari hubungan sosiodemografi, sikap dan dukungan suami dengan unmet need keluarga berencana di Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Amplas, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Agustus 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh subyek dan obyek dengan karekateristik tertentu yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua Wanita Pasangan Usia Subur (15-49) bersatus menikah, memiliki anak, dan hidup bersama dengan suami yang tinggal menetap di Desa Amplas, yaitu sebanyak 512 orang (UPT pelayanan KB Kecamatan Percut Sei Tuan, Kecamatan Deli Serdang, 2013).

34

(50)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus dari Lemeshow(1997) sebagai berikut :

Dimana :

n = Besar Sampel N = Besar Populasi

d = Galat Pendugaan (0,1)

Z = Tingkat Kepercayaan (95 % =1.96) P = Proporsi Populasi (ditentukan 0,5 ) Maka besar sampel :

digenapkan menjadi 81 Orang.

(51)

36

mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Dimana masing-masing wanita pasangan usia subur diberi nomor urut sesuai dengan abjad nama atau urutan nomor. Dengan kertas gulungan yang berisi nomor-nomor wanita pasangan usia subur, dilakukan lotre seperti cara lotre yang sudah umum dikenal.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.

3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui wawancara menggunakan bantuan kuesioner yang telah disusun oleh peneliti. Data tersebut meliputi Data sosiodemografi (umur, pendapatan, pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, pengetahuan KB), data sikap, dukungan suami serta kejadian Unmet Need KB.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data pendukung kelengkapan data primer yang diperoleh dari studi dokumen berupa data yang ada dilembaga pemerintahan dan lembaga terkait dengan variabel penelitian. Sumber data sekunder ini meliputi data Monografi Desa Amplas yang terdiri dari :

1. Data geografi wilayah Desa Amplas yang meliputi seluruh wilayah tingkat RT/RW. Data geografi ini mencakup data Topografi, batas wilayah, batas desa/kelurahan diwilayah desa Amplas.

(52)

2. Data kependudukan Desa Amplas yang meliputi jumlah penduduk berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, data jumlah KK dan jumlah PUS.

3.5. Definisi Operasional 1. Sosiodemografi

a. Umur yaitu usia responden yang dihitung sejak tanggal lahir sampai ulang tahun yang terakhir.

b. Pendapatan adalah jumlah penerimaan rutin perbulan

c. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang telah dicapai oleh responden.

d. Pekerjaan adalah tugas-tugas yang dilakukan oleh responden secara rutin atau terus-menerus yang memberikan sumber penghasilan atau pendapatan baginya.

e. Jumlah anak adalah jumlah anak yang masih hidup yang dimiliki responden pada saat penelitian.

f. Pengetahuan tentang KB yaitu segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang keluarga berencana, misalnya: maksud dan tujuan KB, jenis atau metode KB, tempat pelayanan KB, dan efek samping KB.

2. Sikap terhadap KB adalah tanggapan atau pandangan serta ungkapan emsosional responden terhadap keluarga berencana.

(53)

38

4. Unmet Need KB adalah wanita pasangan usia subur (PUS) yang ingin menunda kehamilan atau tidak menginginkan tambahan anak tetapi tidak ber KB.

3.6. Aspek Pengukuran 3.6.1. Sosiodemografi 1) Umur

Variabel umur dikelompokkan dalam 2 (dua), yaitu (Widagdo & Husodo, 2007):

1. Umur Berisiko, jika responden berusia < 20 tahun atau berusia > 35 tahun. 2. Umur tidak berisiko, jika responden berusia 20 - 35 tahun.

2) Pendapatan

1. Dibawah UMK apabila < 1.650.000 2. Diatas UMK apabila >1.650.000

(Sumber : Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) untuk Kota Medan, 2013) 3) Pendidikan

Menurut Undang-Undang nomor 2 tahun 1999, pengukuran tingkat pendidikan formal digolongkan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu tingkat pendidikan sangat tinggi, tingkat pendidikan tinggi, tingkatan pendidikan

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Desa Amplas menurut Suku Bangsa Tahun 2012
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan di
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Suami
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pendapatan pedagang hasil laut di daerah penelitian. Untuk menganalisis pengaruh faktor sosial

Distribusi Responden berdasarkan hubungan faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, pendidikan, umur istri, jumlah anak dan budaya) dengan partisipasi suami dalam

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adakah hubungan antara pendidikan seks orang tua dengan perilaku seksual remaja (pengetahuan, sikap dan tindakan) di

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adakah hubungan antara pendidikan seks orang tua dengan perilaku seksual remaja (pengetahuan, sikap dan tindakan) di

Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan istri terhadap kejadian unmet need KB dan antara dukungan suami terhadap kejadian unmet need KB

Hubungan Antara Umur, Pendidikan, Jumlah Anak Masih Hidup dengan Kejadian Unmet Need KB Pada Pasangan Usia Subur di Kota yogyakarta [Internet]. Yogyakarta:

4.3.1 Hubungan Karakteristik Individu (Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Status Ekonomi, Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga, Sumber Informasi dan Kondisi Persalinan Ibu) dengan

Distribusi Responden berdasarkan hubungan faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, pendidikan, umur istri, jumlah anak dan budaya) dengan partisipasi suami dalam