• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN SACCHAROMYCESS CEREVISIAE TERHADAP TINGKAT PRODUKSI BIOETANOL DENGAN BAHAN BAKU TETES TEBU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN SACCHAROMYCESS CEREVISIAE TERHADAP TINGKAT PRODUKSI BIOETANOL DENGAN BAHAN BAKU TETES TEBU"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BIOETANOL DENGAN BAHAN BAKU TETES TEBU

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Sarjana Strata-1

Pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

AGIS SYAFAREL (20120130095)

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

iii

Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan sumbernya dalam naskah dan daftar pustaka.

Yogyakarta, 2016

(3)

vi

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

INTISARI... xi

ABSTRACT... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Batasan Masalah... 2

1.4. Tujuan Penelitian... 3

1.5. Manfaat Penelitian... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Kajian Pustaka... 4

2.2.Dasar Teori... 5

2.2.1. Bioetanol... 5

2.2.2. Tetes Tebu... 7

2.2.3. Fermentasi... 8

2.2.4. Yeast... 12

2.2.5. Destilasi... 13

(4)

vii

3.3. Proses Penelitian... 17

3.4. Diagram Alir Proses Pembuatan Seleksi Yeast... 18

3.4.1. Proses Pembuatan Bioetanol Seleksi Yeast... 19

3.5. Diagram Alir Proses Pembuatan Bioetanol Variasi Lama Fermentasi... 20

3.5.1. Proses Pembuatan Bioetanol Variasi Lama Fermentasi... 21

3.6. Alat dan Bahan... 22

3.6.1. Alat... 22

3.6.2. Bahan... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Awal... 30

4.1.1. Penentuan Jumlah Yeast... 30

4.1.2. Penurunan Kadar Gula Variasi Yeast... 32

4.2. Penelitian Lanjut... 33

4.2.1. Kadar Alkohol Variasi Waktu Fermentasi... 33

4.2.2. Penurunan pH Variasi Waktu Fermentasi... 34

4.2.3. Gula Sisa Tak Terfermentasi Variasi Waktu Fermentasi ………....….. 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 38

5.2. Saran... 38 DAFTAR PUSTAKA

(5)

viii

Tabel 2.1. Sifat Fisika-Kimia Etanol...……….… 6 Tabel 2.2. Kualitas Molase... 8 Tabel 2.3. Klasifikasi Saccharomycess... 13 Tabel 4.1. Data kadar etanol dengan variasi jumlah yeast fermentasi

72 Jam………... 30 Tabel 4.2. Data penurunan kadar gula variasi penambahan yeast dengan

waktu fermentasi 72 jam... 32

Tabel 4.3. Data hasil pengujian kadar etanol variasi waktu fermentasi

dengan yeast 1 gram... 33

Tabel 4.4. Data hasil pengamatan penurunan pH selama berlangsung

proses fermentasi dengan yeast 1 gram... 35

Tabel 4.5. Data hasil pengamatan Kadar gula sisa tak terfermentasi

(6)

ix

Gambar 2.1. Alat destilasi Sederhana... 14

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian... 16

Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Biotanol Seleksi Yeast... 18

Gambar 3.3. Diagram alir pembuatan bioetanol variasi waktu fermentasi.. 20

Gambar 3.4. Hand Refraktometer kadar gula... 22

Gambar 3.5. pH meter... 23

Gambar 3.6. Thermometer... 23

Gambar 3.7. Timbangan Digital... 24

Gambar 3.8. Hand Reafraktometer alkohol... 24

Gambar 3.9. Fermentor... 25

Gambar 3.10. Alat Destilasi Bioetanol... 25

Gambar 3.11. Gelas Ukur... 26

Gambar 3.12. Autoclave…... 27

Gambar 3.13. Tetes Tebu... 28

Gambar 3.14. Yeast... 28

Gambar 3.15. Urea dan NPK... 29

Gambar 3.16. Natrium Hidroksida (NaOH) ... 29

Gambar 4.1 .Grafik kadar etanol variasi jumlah yeast dengan waktu fermentasi 72 jam... ... 31

Gambar 4.2. Grafik variasi penambahan jumlah yeast terhadap penurunan kadar gula waktu fermentasi 72 jam... 32

(7)
(8)
(9)

xi

AGIS SYAFAREL

INTISARI

Kebutuhan konsumsi energi di Indonesia meningkat hingga mencapai 7 % pertahun namun cadangan minyak bumi di Indonesia semakin sedikit dengan tidak ditemukannya minyak baru. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya untuk menghasilkan energi yang bersifat terbarukan. Biomassa adalah salah satu solusi yang bisa ditawarkan dengan salah satu produknya bioetanol. Bahan baku yang dimanfaatkan menjadi boietanol adalah tetes tebu. kandungan gula yang terdapat pada tetes tebu berkisar 48–55 % sehingga sangat potensial untuk dijadikan media fermentasi. Bioetanol yang diperoleh dari proses fermentasi tetes tebu masih berupa campuran antara air dengan etanol, campuran larutan tersebut dapat dipisahkan denga cara destilasi.

Tahap penelitian yang dilakukan yaitu persiapan bahan baku, pretreatment, fermentasi, destilasi dan analisa hasil. Variable tetap pada percobaan ini yaitu pH bernilai 5, kadar gula awal 15% dan nutrisi urea, NPK masing-masing 0,4 gram dan 0,5 gram. Fermentasi dilakukan dengan suhu kamar sedangkan pada tahap destilasi suhu pemanas dijaga pada rentang 75-800 C.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan yeast yang paling baik terdapat pada 1 gram dengan menghasilkan etanol sebesar 69,3% sedangkan waktu fermentasi yang paling optimal adalah 2 hari dengan etanol yang dihasilkan sebesar 77%.

(10)

xii

ABSTRACT

Energy consumption in Indonesia increased up to 7% per year, but oil reserve in Indonesia is getting less, with no new oil discovery. To overcome, this problem it is necessary to produce energy renewable. Biomass is one of the solutions that can be offered by one of its products is bioethanol. The raw material utilized as boietanol is molasses. The sugar contained in molasses ranges from 48-55%, so it is very potential to be used as fermentation media. Bioethanol obtained from fermentation of molasses is still a mixture of water and ethanol. That solution mixture can be separated by a distillation.

The research phases are the preparation of raw materials, pretreatment, fermentation, distillation and analysis of results. Dependent variable in this experiment is pH-valued 5, the initial sugar content of 15 % and nutrient urea, NPK which is 0,4 grams and 0,5 grams each. Fermentation is done with in room temperature while the distillation stage, the heater temperature is maintained in the range of 75-800C.

The results show that the addition of yeast is best in 1 gram wich results ethanol of 69.3%, while the most optimal fermentation time is 2 days resulting ethanol of 77%.

(11)

1

1.1. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan konsumsi energi di Indonesia setiap tahun semakin meningkat

namun cadangan minyak bumi di Indonesia semakin sedikit. Bahkan, berdasarkan

data Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen

EBTKE) menunjukkan bahwa kenaikan kebutuhan konsumsi energi di Indonesia

meningkat hingga mencapai 7% pertahun (Kementrian ESDM,2012).

Konsumsi energi yang tinggi ini tentu saja menjadi masalah, sehingga tidak

menutupi kemungkinan bahwa dalam kurun waktu yang tidak lama lagi, cadangan

energi fosil akan habis. Untuk mengatasi persoalan tersebut, maka diperlukan

pengembangan energi baru terbarukan seperti biomassa, tenaga surya, energi angin

dan panas bumi.

Biomassa adalah salah satu solusi yang bisa ditawarkan dalam pengembangan

energi baru terbarukan salah satunnya dengan melalui bioetanol, bioetanol adalah

energi terbarukan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau nabati dan emisinya

relatif lebih rendah. Bioetanol juga salah satu sumber energi terbarukan yang dapat

menggantikan atau sebagai campuran bahan bakar fosil, tetapi untuk bisa digunakan

sebagai campuran bahan bakar, kadarnya diantara 99,5% - 99,95%. Selain bisa untuk

bahan bakar atau campuran bahan bakar, bioetanol juga bisa digunakan dalam bidang

kesehatan sebagai zat antiseptik, solvent, parfum, kosmetik serta dapat digunakan

sebagai bahan baku industri. Bioetanol sangat potensial untuk dikembangkan di

Indonesia, mengingat negara ini kaya akan biodiversity yang bisa dimanfaatkan untuk

biomassa dengan memanfaatkan beberapa tumbuh-tumbuhan seperti singkong, tebu,

(12)

Salah satu yang bisa dimanfaatkan menjadi bioetanol adalah tanaman tebu

berdasarkan data luas tanaman tebu di Indonesia tahun 2013 mencapai 469.227 ha

(Direktorat Jendral Perkebunan 2014), tebu yang diperoleh dari perkebunan diolah

menjadi gula di pabrik-pabrik gula dan hasil dari pengolahan tersebut menghasilkan

limbah tetes tebu atau yang biasa disebut molasses, molasses ialah hasil dari

pemisahan sirup low grade dan massecuite. kandungan gula yang terdapat pada tetes

tebu berkisar 48–55 persen ,tetes tebu merupakan bahan yang potensial diolah

menjadi bioetanol untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam fermentasi perlu

adannya penambahan aquades yaitu perlakuan pengurangan kadar gula hingga

mencapai 10-18 persen.

Setelah melihat permasalahan di atas timbul gagasan untuk memanfaatkan

tetes tebu menjadi bahan yang lebih berguna. Maka dari itu, perlu dilakukan

penelitian tentang pemanfaatan tetes tebu menjadi bioetanol dengan harapan dapat

memberikan informasi mengenai cara pembuatan bioetanol berbahan dasar limbah

tebu sehingga lebih optimal.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas adapun rumusan masalahnya adalah

menentukan yeast yang optimum dan bagaimana pengaruh variasi waktu fermentasi

tetes tebu terhadap kadar etanol yang dihasilkan, selain itu bagaimana hubungan

antara kadar gula dan pH terhadap fernentasi yang dilakukan.

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bahan baku yang digunakan adalah tetes tebu.

b. Pembuatan bioetanol dari fermentasi hingga proses destilasi.

c. Menguji kadar etanol hasil destilasi dengan hand refraktometer.

(13)

e. Penambahan nutrisi urea dan NPK dengan komposisi masing-masing (0,4 gram/l

dan 0,5 gram/l).

f. Fermentasi dilakukan pada suhu kamar 25-310C.

g. Pengujian yang dilakukan adalah kadar etanol, kadar gula dan pH.

h. Tidak membahas pertumbuhan mikroba pada saat fermentasi.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui jumlah yeast yang paling optimal terhadap kadar etanol yang

dihasilkan setelah dilakukan destilasi pada fermentasi tetes tebu 250 ml.

b. Mengetahui waktu fermentasi yang paling optimal terhadap kadar etanol yang

dihasilkan setelah dilakukan destilasi pada fermentasi tetes tebu dengan 250 ml.

c. Mengetahui penurunan kadar gula dan pH setelah dilakukan fermentasi tetes

tebu.

1.5. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui kadar etanol setelah dilakukan destilasi.

b. Memberikan pengalaman bagi mahasiswa dalam pembuatan bioetanol.

c. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam pengembangan bioetanol di

(14)

4

2.1 Tinjauan Pustaka

Pemanfaatan tetes tebu sebagai bioetanol masih belum banyak ditekuni

oleh masyarakat, padahal tetes tebu merupakan salah satu bahan baku yang sangat

baik dalam pembuatan bietanol. Tetes ialah merupakan produk samping dari

pabrik gula yang masih memiliki kadar gula 48 % - 55 %. Di Indonesia potensi

produksi tetes tebu (molasses) ini per ha mencapai 10-15 ton, jika seluruh

molasses per ha ini diolah menjadi bioetanol maka produksinya kurang lebih 766

hingga 1.148 liter per ha. (Sri komaryati,2010).

Agustin (2013) menjelaskan bahwa kondisi optimal yang dihasilkan

selama fermentasi yaitu konsentrasi sumber gula dengan kadar gula 15%. Hal ini

disebabkan mikroba akan tumbuh dan mengkonversi subtrat menjadi etanol tanpa

adanya inhibisi subtrat yang menyebabkan sel menjadi stress dan metabolism sel

menurun.

Puspitasari (2008) dengan hasil penelitian menunjukkan brix dalam

molase sebesar 88,6 %, polarisasi sebesar 31,09 %, kadar sukrosa 35,53 %, kadar

gula reduksi 18,63 %, kadar sisa gula 0,47 %, kadar gula yang tidak dapat

meragi 6,00 % dan kadar abu 7,73 %. hasil analisis yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa kualitas molase secara keseluruhan mempunyai mutu yang

baik sebagai bahan baku produksi alkohol

Hartina (2014) menyampaikan berdasarkan hasil dari penelitiannya

didapat kadar etanol tertinggi diperoleh pada perlakuan pH 5 dan lama fermentasi

6 hari dengan kadar etanol sebesar 7.76%, yield 89.89% dengan efisiensi 78.62%.

Hal ini terjadi karena pada pH 5 adaptasi yeast lebih rendah dan aktivitas

fermentasinya juga meningkat, serta berpengaruh pada pembentukan produk

(15)

Kondisi yang baik selama fermentasi adalah kondisi yang tertutup atau

lebih cendrung anaerob dengan dibatasi oleh udara yang tersedia sedikit ± 10 %

volume yaitu dari sisa rongga ruang tetes tebu fermentasi dalam tangki fermentor

volume 100 L, sehingga dalam proses fermentasi oksigen hanya dibutuhkan

sedikit (Hadi, 2013).

2.2 Dasar Teori 2.2.1 Bioetanol

Bioetanol adalah senyawa alkohol dengan gugus hidroksil (OH), dua atom

karbon (C), dengan rumus kimia C2H5OH yang dibuat dengan cara fermentasi

gula menggunakan khamir. Senyawa tersebut juga dapat diperoleh dengan cara

sintetik berbahan etilena (CH2=CH2), yang lebih sering disebut etanol saja.

Sementara itu, etanol dengan bahan baku gula disebut bioetanol karena gula

berasal dari sumber-sumber hayati (Megawati, 2015). Bioetanol diproduksi

dengan menggunakan bahan baku hayati, karena itu bioetanol jika terjadi

pencemaran tidak memberikan dampak lingkungan yang signifikan.

Indonesia sangat kaya akan bahan baku untuk memproduksi etanol.

Tanaman yang berpotensi menghasilkan etanol yang sangat melimpah diantaranya

nira, tanaman berpati ataupun tanaman berselulosa.

a. Bahan yang mengandung glukosa bahan ini ada pada tetes

tebu/molasses, nira aren, nira kelapa, nira tebu sari buah-buahan dan

lain-lain.

b. Bahan yang mengandung pati/karbohidrat bahan ini terdapat pada

umbi-umbian seperti sagu, singkong, ketela, geplek, ubi jalar, talas,

ganyong, jagung dan lain-lain

c. Bahan yang mengandung selulosa, selulosa terdapat dalam serat seperti

serat kayu, serat tandan kosong kelapa sawit, serat pisang, serat nanas,

(16)

Sifat – sifat fisika dan kimia yang juga diketahui pada etanol. Tabel 2.1 memuat sifat – sifat fisik dan kimia etanol.

Tabel 2.1. Sifat Fisika-Kimia Etanol

Properties Nilai

Rumus molekul C2H5OH

Bobot molekul (g/mol) 46,7

Warna Bening

tanaman ini dapat langsung difermentasi oleh khamir menjadi etanol. Etanol

berbahan gula ini selain disebut fermentation ethanol juga disebut bioetanol

generasi pertama. Yang berarti, etanol dari sumber hayati yang ditemukan orang

pertama kali (Megawati, 2015). Seiring kebutuhan energi yang meningkat

hadirlah bioetanol generasi kedua, ketiga, dan keempat.

Untuk bioetanol generasi kedua, ketiga, dan keempat ini lebih sulit dan

lebih panjang pengolahannya untuk menjadi etanol. Bioetanol jenis kedua

merupakan bioetanol yang bahan bakunya menggunakan tanaman yang

berlignoselulosa yaitu, mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Bioetanol

dari selulosa yang sering juga disebut cellulosic ethanol ini dalam rangkaian

(17)

pretreatment terlebih dahulu dikarenakan tidak dapat secara langsung dilakukan

proses fermentasi. Sampai sekarang belum ditemukan mikroorganisme yang dapat

melakukan fermentasi secara langsung polimer gula berbentuk selulosa tersebut

menjadi etanol yang lebih ekonomis dan efisien. Menurut (Megawati, 2015) .

2.2.2 Tetes Tebu

Tetes tebu/Molasses adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan

gula tebu (Saccharum Offinicarum L). Tetes tebu berupa cairan kental dan

diperoleh dari tahap pemisahan Kristal gula. Molase masih mengandung gula

dengan kadar tinggi 48-55 %. Tingginya kandungan gula dalam molase sangat

potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol.

Molase masih mengandung kadar gula yang cukup untuk dapat

menghasilkan etanol dengan proses fermentasi, biasanya pH molase berkisar

antara 5,5 – 6,5. Molase yang mengandung kadar gula sekitar 10-18 % telah memberikan hasil yang memuaskan dalam pembuatan etanol.

Molase dari tebu dapat dibedakan menjadi 3 jenis. Molase kelas 1, kelas 2 dan “black strap”. Molase kelas 1 didapatkan saat pertama kali jus tebu dikristalisasi. Saat dikristalisasi terdapat sisa jus yang tidak mengkristal dan

berwarna kuning. Maka sisa jus ini langsung diambil sebagai molasse kelas 1.

Kemudian molassekelas 2 atau biasa disebut dengan “Dark” diperoleh saat proses

kristalisasi kedua. Warnanya agak kecoklatan sehingga sering disebut juga dengan istilah “Dark”. Dan molasse kelas terakhir, “Black Strap” diperoleh dari

kristalisasi terakhir. Warna “black strap” ini memang mendekati hitam (coklat

tua) sehingga tidak salah jika diberi nama “Black strap” sesuai dengan warnanya.

Black strap” ternyata memiliki kandungan zat yang berguna. Zat-zat tersebut antara lain kalsium, magnesium, potasium, dan besi. “Black strap” memiliki

(18)

Tabel 2.2. Kualitas tets tebu/molasse

Analisa Rata-rata kadar dalam molase

Brix 88,6 Brix

Polarisasi dan HK 31,82% - 28,35%

Kadar sukrosa 35,53%

Kadar gula reduksi 18,63%

Kadar abu 7,73%

Sumber: Penelitian Reni Puspita 2008

Tebu (Saccharum officinarum L) kedudukannya dalam ilmu teksonomi

tumbuhan adalah :

Tebu (Saccharum officinarum L)

Klasifikasi

Spesies : Saccharum officinarum

2.2.3 Fermentasi

Fermentasi berasal dari bahasa latin “ferfere” yang berarti mendidihkan (Deky S, 2012). Seiring perkembangan teknologi, definisi fermentasi meluas

menjadi proses yang melibatkan mikroorganisme untuk menghasilkan suatu

(19)

pengubahan glukosa menjadi etanol. Namun, istilah fermentasi berkembang lagi

menjadi seluruh perombakan senyawa-senyawa organik yang dilakukan oleh

mikroorganisme.

Syarat-syarat yeast yang dapat dipakai dalam proses fermentasi adalah:

1. Mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang biak dengan cepat dalam

subtrat yang sesuai

2. Dapat menghasilkan enzim dengan cepat untuk mengubah glukosa menjadi

alkohol

3. Mempunyai daya fermentasi yang tinggi terhadap glukosa, fruktosa, galaktosa,

dan maltose

4. Mempunyai daya tahan dalam lingkungan di kadar alkohol yang relatif tinggi

5. Tahan terhadap mikroba lain

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil

fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa

komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan

aseton. Fermentasi untuk menghasilkan bioetanol oleh ragi merupakan perubahan

gula-gula heksosa sederhana menjadi bioetanol dan Co2 secara anaerob, udara

tidak diperlukan selama proses fermentasi. Menurut Hadi (2013), pada proses

fermentasi terjadi pemecahan senyawa induk, dimana 1 molekul glukosa akan

menghasilkan 2 molekul bioetanol, 2 molekul Co2 dan pembebasan energi. Secara

teoritis bahwa 1 gram gula akan dikonversikan menjadi 0,51 gram bioetanol (51%

bioetanol) dan 0,49 gr CO2 (49% CO2) (Chairul dan Silvia, 2013).

Yeast

C6H12O6 2C2H5OH + 2Co2………. (2.1)

Glukosa Bioetanol Karbon dioksida

Fermentasi alkohol merupakan proses pembuatan alkohol dengan

memanfaatkan aktivitas yeast. Proses fermentasi adalah anaerob, yaitu mengubah

(20)

aerob dimana oksigen diperlukan untuk pembiakan sel. Reaksinya adalah sebagai

berikut :

a. pemecahan glukosa dalam suasana aerob

C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + H2O………(2.2)

b. Pemecahan glukosa secara anaerob

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2Co2……….(2.3)

Proses pemecahan glukosa dengan bantuan yeast termasuk salah satu

proses enzimatik karena yeast ini menghasilkan enzyme dan secara sederhana

dapat dirumuskan sebagai berikut :

C

6H12O6 → 2C2H5OH + 2Co2 + 2ATP + 57kCal………….(2.4)

Bila biakan yang digunakan terlalu muda atau waktu inkubasi terlalu

singkat, ada kemungkinan biakan tersebut masih dalam fase adaptasi, sehingga

pertumbuhan belum optimal, tetapi apabila waktu inkubasi terlalu lama

kemungkinan biakan telah mencapai fase stasioner, oleh karena itu biakan yang

paling baik berada pada fase log yaitu fase pertumbuhan yang paling optimal

(Agustinus, 2009).

Menurut (Deky S, 2012) semakin lama waktu fermentasi kadar bietanol

akan mengalami kenaikan, namun jika sudah mencapai optimum kadar etanol

akan menurun. Waktu fermentasi berpengaruh terhadap hasil karena semakin

lama waktu fermentasi akan meningkatkan kadar bioetanol, namun bila fermentasi

terlalu lama nutrisi dalam subrat akan habis dan khamir Saccaromyces cerevisiae

tidak lagi dapat memfermentasikan bahan. (Harimbi S)

Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab

fermentasi pada subsrat yang sesuai. Faktor-faktor yang mempengaruhi

(21)

a. Keasaman (Ph)

pH subtrat atau media fermentasi merupakan salah satu faktor yang

menentukan dalam kehidupan bakteri saccharomyces cereviae.

Saccharomycess cereviseae dapat tumbuh baik pada range 3 - 6, namun

apabila pH lebih kecil dari 3 maka proses fermentasi akan berkurang

kecepatannya pH yang paling optimum pada 4,5 - 5. Pada pH yang

lebih tinggi, adaptasi yeast lebih rendah dan aktivitas fermentasinya

juga meningkat.

b. Suhu

Suhu fermentasi sangat menentukan perkembangbiakan selama

fermentasi, tiap-tiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan yang

maksimal, suhu pertumbuhan minimal, dan suhu optimal. suhu yang

optimum dalam perkembangbiakan Saccharomycess cereviseae

umumnya 27 - 32OC.

c. Oksigen

Oksigen diperlukan untuk pertumbuhan yeast (starter) tapi tidak

diperlukan dalam proses alkohol, karena proses fermentasi alkohol

bersifat anaerob. Jika udara terlalu banyak maka mikroba hanya

bekerja untuk memperbanyak jumlah yeast atau mikroba tersebut

sehingga produksi etanol sedikit. Oksigen yang dibutuhkan untuk

menghasilkan etanol maksimal adalah sebanyak 10 % keadaan anaerob

dari volum tangki fermentor yang digunakan untuk fermentasi.

d. Waktu Fermentasi

Waktu fermentasi biasanya dilakukan selama 3-14 hari. Jika waktunya

terlalu cepat saccharomyces cereviae masih dalam proses pertumbuhan

sehingga alkohol yang dihasilkan jumlahnya sedikit dan jika terlalu

lama maka saccharomyces akan mati. . Menurut Hadi (2013) rata-rata

waktu fermentasi adalah antara 75,3 - 78 jam atau sekitar 3 hari.

e. Nutrisi

Nutrisi diperlukan sebagai tambahan makanan bagi pertumbuhan yeast.

(22)

(NH2)2CO atau urea, NH4H2PO4 atau NPK, dan garam phosphate

(pupuk TSP).

2.2.4 Yeast

Yeast dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi

untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya.

Untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan khamir Saccharomyces

cereviseae. Pemilihan tersebut bertujuan supaya didapatkan mikroorganisme yang

mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gula

yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah yang banyak dan tahan

terhadap alkohol tersebut. Temperatur pertumbuhan yang optimum untuk

Saccharomycess cereviseae adalah 28-360C dan pH optimum untuk pertumbuhan

sel khamir 4,5 – 5,5.

Saccharomyces merupakan jenis khamir atau ragi atau yeast yang

memiliki kemampuan mengubah glukosa menjadi etanol dan Co2. Saccharomyces

merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak berklorofil, dan termasuk kelompok

eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 300C dan pH 4,5 - 5. Beberapa kelebihan

saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat

berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol tinggi, tahan terhadap suhu tinggi,

mempunyai sifat stabil dan cepat beradaptasi. Pertumbuhan saccharomyces

dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsure C sebagai sumber

karbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea atau ZA, unsur ammonium

dan pepton, unsur mineral dan vitamin. Beberapa yang termasuk dalam genus

saccharomyces yaitu saccharomyces cerevisiae, saccharomyces boullardii, dan

saccharomyces uvarum (Tri Setiawan, 2011). Klasifikasi saccharomyces

(23)

Tabel 2.3. Klasifikasi Saccharomycess

Sumber : Tri Setiawan, 2011

Saccharomycess cereviseae merupakan mikroba yang bersifat fakultatif,

ini berarti mikroba tersebut memiliki 2 mekanisme dalam mendapatkan energinya.

Jika ada udara, tenaga di peroleh dari respirasi aerob dan jika tidak ada udara

tenaga di peroleh dari respirasi anaerob. Tenaga yang diperoleh dari respirasi

aerob digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel sehingga praktis tidak

ada kenaikan jumlah alkohol. Saccharomysess cerevisiae merupakan yeast yang

mengandung dua enzim. Pertama enzim inverte yang bertindak sebagai katalisator

dan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa atau gula sederhana.

Kemudian enzim yang kedua adalah enzim zymase yang bertindak mengubah

glukosa atau gula sederhana menjadi etanol dan Co2.

Ditinjau dari segi efisiensi penggunaan tenaga, ternyata kondisi aerob

memberikan suasana lebih menguntungkan dalam usaha memperbanyak jumlah

yeast dibandingkan kondisi anaerob namun pada kondisi anaerob lebih banyak

menghasilkan etanol dari pada kondisi aerob. Dalam fermentasi alkohol, mikroba

yang dipakai adalah saccharomycess cereviseae karena mempunyai daya

fermentasi yang tinggi, berdasarkan hasil penelitian saccharomycess cereviseae

mempunyai daya fermentasi yang tinggi terhadap glukosa, fruktosa, galaktose,

maltose dan mempunyai daya tahan dalam lingkungan di kadar alkohol yang

relatif tinggi serta tahan terhadap mikroba lain.

Kingdom Plantae

Divisio Magnoliophyta

Kelas Liliopsida

Ordo Arecales

(24)

2.2.5 Destilasi

Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia

berdasarkan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas). Dalam

penyulingan, campuran zat didihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian

didinginkan kembali kedalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih

rendah akan menguap terlebih dahulu.

Destilasi sederhana dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih yang

jauh atau salah satu komponen bersifat volatile. Jika campuran dipanaskan maka

komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap terlebih dahulu, selain

perbedaan titik didih juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah

subtansi untuk menjadi gas. Destilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer,

aplikasi destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan campuran air dan

alkohol.

Gambar 2.1 .Alat destilasi sederhana

2.2.5.1 Destilasi Bioetanol

Bioetanol yang diperoleh dari proses fermentasi masih berupa campuran

antara air dengan etanol. Campuran larutan tersebut dapat dipisahkan denga cara

(25)

berdasarkan perbedaan titik didihnya, pada destilasi bioetanol suhu pemanas harus

dijaga antara 790C – 860C pada suhu tersebut etanol akan menguap tetapi air tidak akan menguap (Sri komaryati, 2010).

Mhd. Riza Marjoni dengan penelitiannya menjelakan nilai efisiensi

tertinggi diperoleh pada suhu 710C. waktu destilasi sampai pada suhu 850C tidak

mempengaruhi nilai efisiensi yang diperoleh, peristiwa ini menunjukkan bahwa

pada suhu 850C telah terjadi keseimbangan jumlah bahan teruapkan dan seluruh

fase cair dalam larutan telah teruapkan seluruhnya sehingga tidak ada lagi

penguapan larutan pada suhu tersebut.

Sedangkan pada suhu 710C mempunyai pengaruh nyata terhadap kadar

etanol. Hal ini disebabkan karena titik didih etanol yang berada pada suhu antara

700C – 780C. pada suhu 780C etanol lebih dulu menguap dari air, sedangkan peningkatan suhu sampai 850C membuat kadar etanol destilat yang dihasilkan

semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu destilat, karena semakin

banyak fase cair lain selain etanol yang ikut teruapkan pada saat proses destilasi

(26)

16

A

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Juni di Laboratorium

teknologi farmasi, Program Studi Farmasi, Fakultas FKIK, Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

3.2. Diagram Alir Penelitian

Identifikasi Masalah

Pengadaan Alat dan Bahan

a. Pengadaan alat

b. Pengadaan tetes tebu

Mengukur dan Menentukan Parameter Sesuai Metode Penelitian Mulai

(27)

A

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Pembuatan Sampel Sesuai Metode

a. Pretreatment

b. Fermentasi

c. Destilasi

Proses Fermentasi

Pengamatan Proses Fermentasi

Proses Destilasi

Pengujian

Hasil

Analisa

Pembahasan dan Kesimpulan

(28)

A

3.3. Proses Penelitian

Berdasarkan studi kajian pustaka yang telah dilakukan, bioetanol sangat layak

dan potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena sudah diketahui bahwa

Indonesia kaya akan tumbuh-tumbuhan. Untuk memanfaatkan situasi ini, maka perlu

melakukan studi literatur mengenai produksi bietanol yang berbahan baku tetes tebu,

dari studi literatur yang sudah diperoleh bahwa tetes tebu bisa dimanfaatkan sebagai

bahan baku bietanol. Alasan dipilihnya tetes tebu sebagai bahan baku karena

ketersediaannya yang melimpah, selain itu prosesnya juga relatif mudah. Pada

penelitian ini tetes tebu diperoleh dari pabrik gula Madukismo. Tetes tebu diproses

dengan beberapa tahapan yaitu tahap penyaringan, pengenceran, fermentasi dan

destilasi. Pada penelitian ini tetes tebu diolah terlebih dahulu dengan cara disaring

supaya terbebas dari kotoran, setelah itu dilakukan pengenceran dengan

menambahkan sejumlah aquades sampai kandungan gula pada tetes tebu mencapai

15%, langkah selanjutnya ialah difermentasi dengan suhu kamar kira-kira 270C

hingga 310C setelah proses fermentasi selesai kemudian dilakukan tahap destilasi

dengan menjaga suhu penguapan 750C sampai 800C. Langkah selanjutnya yaitu

menguji kadar etanol hasil dari destilasi dengan menggunakan hand refraktometer

alkohol. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisa untuk mengetahui efektifitasnya.

3.4. Diagram Alir Proses Pembuatan Seleksi Yeast

Tahapan-tahapan dalam proses penelitian pembuatan bioetanol seleksi

yeast adalah sebagai berikut:

Preatreatment

(29)

A

Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Biotanol Seleksi Yeast

3.4.1. Proses Pembuatan Bioetanol Seleksi Yeast

Berikut adalah penjelasa dari proses pembuatan bioetanol seleksi yeast seperti

yang tertera di gambar 3.2 di atas:

a) Menyaring kotoran-kotoran tetes tebu yang diperoleh dari pabrik gula

Madukismo dengan menggunakan saringan.

b) Melakukan pengenceran tetes tebu dengan pencampuran aquades, dimaksudkan

untuk mengurangi kadar gula yang ada pada tetes tebu sampai kadar gulanya

15 % setelah itu di autoclave untuk menghilangkan mikroba-mikroba lain yang

dapat menghambat proses fermentasi dengan suhu 1210C dan tekanan 1 atm. Penambahan yeast masing-masing sampel

0.5, 1, 1.5 dan 2 gram, urea dan NPK

Fermentasi selama 72 jam

Selesai Pengamatan

Destilasi

(30)

A

c) Menambahkan yeast dengan masing-masing sampel 0,5 gram, 1 gram, 1,5 gram

dan 2 gram dengan ditambahkan urea 0,4 gram dan NPK 0,5 gram.

d) Dimasukkan kedalam fermentor dengan volume 330 ml.

e) Dilakukan fermentasi selama 72 jam dengan suhu ruangan 270C sampai 310C

karena kondisi optimal produksi bioetanol oleh saccharomyces cereviae pada

suhu tersebut serta dilakukan pengamatan penurunan kadar gula.

f) Melakukan proses destilasi dengan pemanasan suhu antara 750C sampai 800C,

dikarenakan etanol akan menguap di antara suhu tersebut.

g) Setelah proses destilasi selesai akan dilakukan pengujian kadar etanol hasil

destilasi dengan menggunakan alat hand refraktometer alkohol .

3.5. Diagram Alir Proses Pembuatan Bioetanol Variasi Lama Fermentasi

Tahapan-tahapan dalam proses penelitian pembuatan bioetanol variasi lama

fermentasi adalah sebagai berikut:

Penambahan Yeast 1 gram , urea (0,4

gram) dan NPK (0,5 gram)

Preatreatment

(31)

A

Gambar 3.3. Diagram alir pembuatan bioetanol variasi waktu fermentasi

3.5.1.Proses Pembuatan Bioetanol Variasi Lama Fermentasi

Berikut adalah penjelasa dari proses pembuatan bioetanol variasi lama

fermentasi seperti yang tertera di gambar 3.5 di atas:

a) Menyaring kotoran-kotoran tetes tebu yang diperoleh dari pabrik gula

madukismo dengan menggunakan saringan.

b) Melakukan pengenceran tetes tebu dengan pencampuran aquades, dimaksudkan

untuk mengurangi kadar gulang yang ada pada tetes tebu sampai di angka 15 %

setelah itu dilakukan autoclave untuk menghilangkan mikroba-mikroba lain

yang dapat menghambat proses fermentasi dengan suhu 1210C dan tekanan 1

atm.

Fermentasi selama 96 jam dengan

pengukuran kadar etanol hasil destilasi

setiap 24, 48, 72 dan 96 jam

Selesai Pengamatan

Destilasi

(32)

c) Menambahkan yeast 1 gram (hasil dari seleksi yeast), urea dengan kadar 0,4

gram dan NPK 0,5 gram.

d) Dimasukkan kedalam fermentor dengan volume 330 ml.

e) Dilakukan fermentasi selama 24, 48, 72 dan 96 jam dengan suhu ruangan 270C

sampai 310C karena kondisi optimal produksi bioetanol oleh saccharomyces

cereviae pada suhu tersebut.

f) Melakukan proses destilasi dengan pemanasan suhu antara 750C sampai 800C,

dikarenakan etanol akan menguap di antara suhu tersebut.

g) Setelah proses destilasi selesai akan dilakukan pengujian kadar etanol hasil

destilasi dengan menggunakan alat hand refraktometer alkohol.

3.6. Alat dan Bahan 3.6.1. Alat

Alat yang digunakan dan dipersiapkan pada penelitian ini adalah

a. Hand Refraktometer kadar gula

Refraktometer kadar gula adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar

gula pada tetes tebu. Tujuan dari pengukuran kadar gula yaitu untuk mengetahui

seberapa banyak yeast dan nutrisi yang harus diberikan. Refraktometer kadar gula

dapat ditunjukkan pada gambar 3.4.

(33)

b. Alat pH Meter

Alat pH meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar pH

pada tetes tebu. Kadar ph sangat mempengaruhi dalam proses fermentasi, untuk itu

pH harus diperhatikan. Gambar pH meter dapat ditunjukkan pada gambar 3.5.

Gambar 3.5. pH meter

c. Thermometer

Thermometer adalah alat yang digunakan untuk mengetahui berapa suhu

cairan (tetes tebu) ataupun untuk menjaga suhu saat fermentasi dan distilasi. Suhu

merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi hasil fermentasi ataupun

distilasi. Berikut gambar dari thermometer dapat ditunjukkan pada gambar 3.6.

(34)

d. Timbangan digital

Neraca merupakan alat yang digunakan untuk mengukur berat nutrisi (Urea

dan NPK) yang harus diberikan pada proses fermentasi. Berikut gambar dari alat

neraca dapat ditunjukkan pada gambar 3.7.

Gambar 3.7. Timbangan digital

e. Hand Refraktometer Alkohol

Alkohol meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar

alkohol pada bioetanol berbahan baku tetes tebu yang telah dilakukan fermentasi dan

juga distilasi. Berikut gambar dar hand refraktometer alkohol dapat ditunjukkan pada

gambar 3.8.

(35)

f. Fermentor

Fermentor adalah alat yang digunakan untuk proses fermentasi dengan

volume fermentor 330 ml. Berikut gambar dari fermentor dapat ditunjukkan pada

gambar 3.9.

Gambar 3.9. Fermentor

g. Alat Distilasi

Alat distilasi adalah alat yang digunakan untuk proses pemurnian etanol

hasil fermentasi. Alat ini dirancang sebagai alat distilasi sederhana untuk satu tingkat

atau tahap distilasi. Berikut gambar dari alat distilasi dapat ditunjukkan pada gambar

3.10

(36)

h. Pengaduk

Pengaduk merupakan alat yang digunakan untuk mengaduk tetes tebu dan

campuran aquades..

i. Gelas Ukur

Gelas ukur merupakan alat yang digunakan untuk mengukur volume tetes

tebu ataupun volume etanol yang telah dihasilkan. Gelas ukur yang digunakan adalah

gelas ukur kapasitas 100 ml. Berikut gambar dari gelas ukur dapat ditunjukkan pada

gambar 3.11.

Gambar 3.11. Gelas ukur

j. Alumunium Foil

Dalam penelitian ini, alumunium foil dapat digunakan sebagai penutup botol

(37)

k. Autoclave

Autoclave digunakan untuk membunuh mikroba-mikroba lain yang dapat

menghambat pertumbuhan proses fermentasi, dapat ditunjukkan pada gambar 3.12.

Gambar 3.12. Autoclave

3.6.2. Bahan

Bahan yang digunakan dan dipersiapkan pada penelitian ini adalah:

a. Tetes tebu

Tetes tebu adalah sebagai bahan pokok pembuatan bioetanol. Kandungan gula

yang ada pada tetes tebu nantinya akan difermentasi setelah itu baru didestilasi, dapat

ditunjukkan pada gambar 3.13

(38)

Gambar 3.13. Tetes Tebu

b. Yeast atau ragi

Yeast atau ragi adalah jenis mikroba yang berperan dalam proses fermentasi,

dalam fermentasi ini menggunakan saccharomycess cerevisae, dapat dilihat pada

gambar 3.14.

Gambar 3.14. Yeast

c. Nutrisi (urea dan NPK)

Nutrisi (urea dan NPK) berfungsi sebagai makanan mikroba, hal ini

dimaksudnya supaya pertumbuhan mikroba bisa optimal, dapat ditunjukkan pada

(39)

Gambar 3.15. Urea dan NPK

d. Aquades

Aquades berfungsi sebagai pelarut yeast dan nutrisi yang akan diberikan pada

tetes tebu pada saat proses fermentasi.

e. Air pendingin

Air pendingin berfungsi sebagai pendinginan uap etanol pada saat proses

destilasi.

f. Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium hidroksida (NaOH) digunakan untuk mengatur kadar keasamaan

(pH) sehingga didapat derajat keasamaan yang kita inginkan, dapat ditunjukkan pada

gambar 3.16.

(40)

30 4.1. PENELITIAN AWAL

4.1.1. Penentuan Jumlah Yeast

Percobaan dilakukan dengan menggunakan 4 konsentrasi starter yeast yang

berbeda yaitu 0,5 gram, 1 gram, 1,5 gram dan 2 gram, dan fermentasi dilakukan

selama 72 jam karena mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2013)

bahwa waktu yang paling optimal dalam fermentasi adalah 72 jam. Tujuan

dilakukannya percobaan seleksi yeastini adalah untuk mendapatkan konsentrasiyeast

yang paling baik dalam memproduksi etanol serta mendapat mikroorganisme yang

tumbuh dengan cepat dan tahan terhadap mikroorganisme lain sehingga mendapatkan

kadar etanol dalam jumlah yang tinggi. Hasil perbandingan dari 4 penambahan yeast

dapat dilihat pada tabel 4.1.1.

Tabel 4.1. Data kadar etanol dengan variasi jumlah yeastdengn fermentasi 72 jam

jum lah Yeast (gram )

kadar Et anol (%)

0,5 68,3

1 69,3

1,5 63,3

(41)

Kemudian dari hasil data pengujian penambahan yeastdapat dijelaskan pada gambar

4.1. di bawah ini:

Gambar 4.1. Grafik kadar etanol variasi jumlah yeastdengan waktu

fermentasi 72 jam

Berdasarkan gambar 4.1 di atas diketahui bahwa penambahan yeast 1 gram

menghasilkan etanol yang paling baik dibandingkan dengan pemberian yeast yang

lainnya, sedangkan kadar etanol dengan penambahan yeast1,5 dan 2 gram cenderung

menurun, hal ini disebabkan semakin banyak penambahan yeast maka subtrat dan

nutrisi yang ada tidak sebanding dengan banyaknya mikroba sehingga menyebabkan

subtrat dan nutrisi akan cepat habis dan hal inilah yang menyebabkan kadar etanol

menjadi menurun. Sementara untuk penambahan yeast 0,5 gram subtrat dan nutrisi

yang ada masih tersisa sehingga ada indikasi bahan masih bisa di fermentasi. Oleh

karena itu penambahan yeast dengan berat 1 gram digunakan untuk percobaan

(42)

5

4.1.2. Penurunan Kadar Gula Variasi Yeast

Berdasarkan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan terlihat bahwa

penurunan kadar gula bervariasi pada masing-masing pemberian yeast yang

digunakan pada saat proses fermentasi. Bisa dilihat pada data tabel (4.1.2) dan

penjelasannya pada (grafik 4.1.2)

Table 4.2. Data penurunan kadar gula variasi penambahan yeast dengan waktu

fermentasi 72 jam

JUM LAH YEAST (gram)

PENGAM ATAN KADAR GULA W AKTU TERTENTU (%)

Kemudian dari hasil pengamatan kadar gula seperti yang tertera pada (tabel 4.2) dapat

dijelaskan pada gambar 4.1.2. berikut ini:

Gambar 4.2. Grafik variasi jumlahyeastpengamatan kadar gula waktu

(43)

Selama berlangsungnya proses fermentasi, kadar gula media cenderung

mengalami perubahan. Pada awal fermentasi kadar gula dibuat 15 % dengan

menambahkan aquades hal ini dimaksudkan supaya saccharomyces cereviase dapat

tumbuh baik selama berlangsungnya proses fermentasi. Wardani (2013) mengatakan

kadar gula 15 % dalam fermentasi tetes tebu lebih menghasilkan kadar etanol tinggi

dibandingkan dengan kadar gula 20 % dan 25 %.

Dari gambar 4.2 di atas dapat disimpulkan bahwa penurunan kadar gula

tercepat adalah fermentasi yang menggunakan yeast2 gram dan penurunan terlambat

yaitu fermentasi yang menggunakan yeast0,5 gram. Perbedaan penurunan kadar gula

ini disebabkan karena semakin banyak yeast yang diberikan maka penurunan kadar

gulanya akan semakin cepat, sementara pada jam ke-48 untuk semua pemberian yeast

sudah tidak bisa merubah gula menjadi etanol ini menandakan bahwa penambahan

sedikit atau banyaknya yeast tidak berpengaruh terhadap seberapa banyak gula yang

tereduksi hanya sebatas cepat atau lambatnya penurunan kadar gula.

4.2. PENELITIAN LANJUT

4.2.1. KADAR ETANOL VARIASI WAKTU FERMENTASI

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa waktu fermentasi

berpengaruh terhadap kadar etanol. Hasil yang diperoleh bervariasi antara lain adalah

sebagai berikut:

Tabel 4.3. Data hasil pengujian kadar etanol variasi waktu fermentasi dengan yeast 1

(44)

55.6

Kemudian dari hasil data pengujian variasi lama waktu fermentasi dapat dijelaskan

pada gambar 4.1.2. di bawah ini:

Gambar 4.3. Kadar etanol variasi waktu fermentasi dengan yeast1 gram

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa pada saat awal fermentasi kadar

etanol yang dihasilkan masih rendah seiring dengan meningkatnya waktu fermentasi

kadar etanol yang dihasilkan semakin meningkat, kadar etanol terendah terdapat pada

waktu fermentasi 24 jam yaitu 55 % sedangkan kadar etanol tertinggi diperoleh pada

fermentasi 48 jam yaitu 77 %, namun setelah fermentasi 48 jam kadar etanol

cenderung menurun. Pada keadaan dimana kadar etanol mengalami penurunan,

proses fermentasi sudah terhenti dan laju pertumbuhan mikroba ada pada fase

kematian dan hal ini menyebabkan etanol yang dihasilkan terkonversi menjadi

asam-asam organik seperti asam-asam asetat, asam-asam cuka dan ester. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Setyawati yang menyatakan bahwa waktu fermentasi

berpengaruh terhadap hasil karena semakin lama fermentasi akan meningkatkan

kadar bioetanol, namun bila fermentasi terlalu lama nutrisi dalam subtrat akan habis

(45)

4.2

Dari hasil pengamatan fermentasi yang telah dilakukan terlihat bahwa nilai

derajat keasaman (pH) bervariasi pada masing-masing waktu (fermentasi). Bisa

dilihat pada tabel (4.4) dan penjelasannya pada grafik (gambar 4.4) tersebut.

Tabel 4.4. Data hasil pengamatan penurunan pH selama berlangsung proses

fermentasi denganyeast1 gram

Kemudian dari hasil pengamatan nilai pH selama berlangsung proses fermentasi

seperti yang tertera pada tabel (4.2.2) dapat dijelaskan pada gambar (4.2.2) di bawah

ini:

Gambar 4.4. grafik perubahan nilai pH selama fermentasi berlangsung dengan yeast

(46)

Selama berlangsungnya proses fermentasi, pH media cenderung mengalami

perubahan. Pada awal fermentasi pH dibuat 5,0 dengan menambahkan natrium

hidroksida (NaOH) hal ini dimaksudkan supaya saccharomyces cereviase dapat

tumbuh baik selama berlangsungnya proses fermentasi. Hartina (2014) mengatakan

pH 5 dalam fermentasi tetes tebu lebih menghasilkan kadar etanol tinggi

dibandingkan dengan pH 4 dan 4,5.

Dari gambar 4.4 di atas dapat disimpulkan bahwa pH mengalami penurunan

seiring bertambahnya waktu fermentasi hingga mencapai titik 4,26 pada fermentasi

jam ke-96. Penurunan nilai pH dapat disebabkan oleh meningkatnya asam-asam

organik seperti asam laktat, asam asetat dan asam cuka pada saat proses fermentasi

berlangsung. Purwoko (2009) mengatakan pada saat proses fermentasi asam organik

dapat membunuh prokariota secara tidak langsung, karena itu asam organik akan

menurunkan nilai pH.

4.2.3. Gula Sisa Tak Terfermentasi

Dari hasil pengamatan fermentasi yang telah dilakukan terlihat gula sisa tak

terfermentasi bervariasi pada masing-masing waktu (fermentasi). Bisa dilihat pada

tabel (4.5) dan dijelaskan pada gambar (4.5) tersebut.

Tabel 4.5. Data hasil pengamatan Kadar gula sisa tak terfermentasi dengan yeast 1

gram.

Wakt u Ferm ent asi (jam )

(47)

4

Kemudian dari hasil pengamatan kadar gula sisa tak terferementasi seperti yang

tertera pada tabel (4.2.3) dapat dijelaskan pada gambar (4.2.3) di bawah ini:

Gambar 4.5. Grafik kadar gula sisa tak terfermentasi dengan yeast1 gram

Selama berlangsunya proses fermentasi kadar gula cenderung mengalami

penurunan. Pada hari pertama gula sisa masih 10,5 % ini menandakan masih banyak

kadar gula yang belum diubah menjadi etanol, seiring bertambahnya waktu

fermentasi kadar gula terus mengalami penurunan. Namun pada waktu fermentasi 72

jam gula sisa masih 6,70 % dan sudah tidak bisa menurun lagi, oleh karena itu di

waktu fermentasi 96 jam kadar gula sisa tidak mengalami perubahan. Hal ini ada

kemungkinan nutrisi yang diberikan tidak cukup sehingga mengakibatkan kadar gula

sisa yang tak terfermentasi masih banyak karena Saccharomycess cereviae

(48)

38 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab

sebelumnya, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil pengujian yang dilakukan didapatkan hasil yang paling optimal

adalah yeastdengan penambahan 1 gram dengan menghasilkan etanol sebesar

69,3 %, sedangkan waktu yang paling optimal dalam fermentasi tetes tebu

dengan yeast 1 gram dan gula awal 15 % adalah 2 hari dengan etanol yang

dihasilkan sebesar 77 %. Dengan hasil kadar etanol sebesar 77% belum

memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan bakar.

2. Derajat keasamaan (pH) cenderung mengalami penurunan seiring dengan

bertambahnya waktu fermentasi, sementara penurunan kadar gula tercepat

adalah dengan penambahan yeast 2 gram ini mengindikasikan bahwa semakin

banyak penambahan yeast maka akan mempercepat penurunan gula.

5.2. Saran

Pada penelitian ini terdapat beberapa kekurangan, supaya penelitian yang

berhubungan dengan pembuatan bioetanol berbahan baku tetes tebu kedepannya

lebih baik maka penyusun mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan proses dehidrasi untuk mendapatkan kadar etanol yang lebih

besar.

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai penambahan nutrisi supaya kadar gula

(49)

39

Hadi, S. Thamrin, Moersidik, S.S, Bahry, S, 2013. Karakteristik Dan Potensi

Bioetanol Dari Nira Nipah (Nypa Fruticans) Untuk Penerapan Skala

Teknologi Tepat Guna, Ilmu Lingkungan, 7 (2).

Hartina, F, Jannah, A, Maunatin, A, 2014. Fermentasi Tetes Tebu Dari Pabrik

Gula Pagotan Madiun Menggunakan Saccharomyces Cereviceae Untuk

Menghasilkan Bioetanol Dengan Variasi pH Dan Lama Fermentasi.

Alchemy, Vol 3 No.1.

Komarayati, Sri, Gusmailina, 2010. Prospek Bioetanol Sebagai Pengganti Minyak

Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Marjoni, R.M, Pemurnian Etanol Hasil Fermentasi Kulit Umbi Singkong

(Manihot Utilissima Pohl) Dari Limbah Industri Kerupuk Sanjai Di Kota

Bukittinggi Berdasarkan Suhu Dan Waktu Destilasi.

Megawati, 2015. Bioetanol Generasi Kedua, Yogyakarta, Graha Ilmu.

Reni P, 2008. Kualitas Molase Sebagai Bahan Baku Produksi Alkohol Pabrik

Spiritus Madukismo Yogyakarta.

Seftian, D, Antonius, F, Faizal, M, Pembuatan Etanol Dari Kulit Pisang

Menggunakan Metode Hidrolisis Enzimatik Dan Fermentasi.

Setyawati, H, Rahman, N.A, Bioetanol Dari Kulit Nanas Dengan Variasi Massa

Sacharomyces Cereviceae Dan Waktu Fermentasi.

Wardani, A.K, Pertiwi F.N.E, 2013. Produksi Etanol Dari Tetes Tebu Oleh

Saccharomyces cerevisiae Pembentuk Flok

(50)

2014. Statistik Perkebunan Indonesia, , Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta,

Desember.

(51)

TETES TEBU

AGIS SYAFAREL

Jurusan TeknikMesin, fakultasTeknik, UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta

Agissyafarel02@yahoo.co.id

INTISARI

Kebutuhan konsumsi energi di Indonesia meningkat hingga mencapai 7 % pertahun namun cadangan minyak bumi di Indonesia semakin sedikit, dengan tidak ditemukannya minyak baru. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya untuk menghasilkan energi yang bersifat terbarukan. Biomassa adalah salah satu solusi yang bisa ditawarkan dengan salah satu produknya bioetanol. Bahan baku yang dimanfaatkan menjadi boietanol adalah tetes tebu, kandungan gula yang terdapat pada tetes tebu berkisar 48–55 %. Sehingga sangat potensial untuk dijadikan media fermentasi. Bioetanol yang diperoleh dari proses fermentasi tetes tebu masih berupa campuran antara air dengan etanol, campuran larutan tersebut dapat dipisahkan denga cara destilasi.Tahap penelitian yang dilakukan yaitu persiapan bahan baku, pretreatment, fermentasi, destilasi dan analisa hasil. Variable tetap pada percobaan ini yaitu pH bernilai 5, kadar gula awal 15% dan nutrisi urea, NPK masing-masing 0,4 gram dan 0,5 gram. Fermentasi dilakukan dengan suhu kamar sedangkan pada tahap destilasi suhu pemanas dijaga pada rentang 75-800 C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan yeast yang paling baik terdapat pada 1 gram dengan menghasilkan etanol sebesar 69,3% sedangkan waktu fermentasi yang paling optimal adalah 2 hari dengan etanol yang dihasilkan sebesar 77%.

Kata kunci: Tetes tebu, Bioetanol, Fermentasi, Detilasi

1. PENDAHULUAN

Kebutuhan konsumsi energi di Indonesia

setiap tahun semakin meningkat namun cadangan

minyak bumi di Indonesia semakin sedikit. Bahkan,

berdasarkan data Direktorat Jendral Energi Baru

Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE)

menunjukkan bahwa kenaikan kebutuhan konsumsi

energi di Indonesia meningkat hingga mencapai 7%

pertahun (Kementrian ESDM,2012).

Konsumsi energi yang tinggi ini tentu saja

menjadi masalah, sehingga tidak menutupi

kemungkinan bahwa dalam kurun waktu yang tidak

lama lagi, cadangan energi fosil akan habis. Untuk

mengatasi persoalan tersebut, maka diperlukan

pengembangan energi baru terbarukan seperti

biomassa, tenaga surya, energi angin dan panas bumi.

Biomassa adalah salah satu solusi yang bisa

ditawarkan dalam pengembangan energi baru

terbarukan salah satunnya dengan melalui bioetanol,

bioetanol adalah energi terbarukan yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan atau nabati dan emisinya relatife

lebih rendah. Bioetanol juga salah satu sumber energi

terbarukan yang dapat menggantikan atau sebagai

(52)

antiseptic, solvent, parfum, kosmetik serta dapat

digunakan sebagai bahan baku industri.

Salah satu yang bisa dimanfaatkan menjadi

boietanol adalah tanaman tebu, berdasarkan data luas

tanaman tebu di Indonesia tahun 2013 mencapai

469.227 (Direktorat Jendral Perkebunan 2014), tebu

yang diperoleh dari perkebunan diolah menjadi gula

di pabrik-pabrik gula dan hasil dari pengolahan

tersebut menghasilkan limbah tetes tebu atau yang

biasa disebut molasses, molasses ialah hasil dari

pemisahan sirup low grade dan massecuite.

kandungan gula yang terdapat pada tetes tebu

berkisar 48–55 persen ,tetes tebu merupakan bahan yang potensial diolah menjadi bioetanol untuk

mendapatkan hasil yang optimal dalam fermentasi

perlu adannya penambahan aquades yaitu perlakuan

pengurangan kadar gula hingga diangka 10-18 persen

setelah itu barulah bisa difermentasi.

Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktifitas

mikroba penyebab fermentasi pada subsrat yang

sesuai. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi

antara lain :

a. Keasaman (Ph)

pH subtrat atau media fermentasi merupakan

salah satu faktor yang menentukan dalam kehidupan

bakteri saccharomyces cereviae. Saccharomycess

cereviseae dapat tumbuh baik pada range 3 - 6,

namun apabila pH lebih kecil dari 3 maka proses

fermentasi akan berkurang kecepatannya pH yang

paling optimum pada 4,5 - 5. Pada pH yang lebih

perkembangbiakan selama fermentasi, Tiap-tiap

mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan yang

maksimal, suhu pertumbuhan minimal, dan suhu

optimal. suhu yang optimum dalam

perkembangbiakan Saccharomycess cereviseae

umumnya 27 - 32OC.

c. Oksigen

Oksigen diperlukan untuk pertumbuhan yeast

(starter) tapi tidak diperlukan dalam proses alkohol,

karena proses fermentasi alkohol bersifat anaerob.

Jika udara terlalu banyak maka mikroba hanya

bekerja untuk memperbanyak jumlah yeast atau

mikroba tersebut sehingga produksi etanol sedikit.

Oksigen yang dibutuhkan untuk menghasilkan etanol

maksimal adalah sebanyak 10 % keadaan anaerob

dari volum tangki fermipan yang digunakan untuk

fermentasi.

d. Waktu Fermentasi

Waktu fermentasi biasanya dilakukan selama

3-14 hari. Jika waktunya terlalu cepat saccharomyces

cereviae masih dalam proses pertumbuhan sehingga

alcohol yang dihasilkan jumlahnya sedikit dan jika

terlalu lama maka saccharomyces akan mati. .

MenurutHadi, dkk (2013) rata-rata waktu fermentasi

adalah antara 75,3 - 78 jam atau sekitar 3 hari.

e. Nutrisi

Nutrisi diperlukan sebagai tambahan makanan

bagi pertumbuhan yeast. Nutrisi yang diperlukan

misalnya: garam ammonium(NH

4CL), (NH2)2CO atau urea, NH4H2PO4 atau NPK, dan garam

(53)

memisahkan dua atau lebih komponen cairan

berdasarkan perbedaan titik didihnya, pada destilasi

bioetanol suhu pemanas harus dijaga antara 790 C – 860 C karena pada suhu tersebut etanol akan menguap

tetapi air tidak akan menguap (Sri komaryati, 2010).

2. METODE PENELITIAN

2.1. Dagram Alir Proses Pembuatan

Seleksi Yeast

diperoleh dari pabrik gula Madukismo dengan

menggunakan saringan.

b) Melakukan pengenceran tetes tebu dengan

pencampuran aquades, dimaksudkan untuk

mengurangi kadar gula yang ada pada tetes

tebu sampai kadar gulanya 17% setelah itu di

autoclave untuk menghilangkan mikro-mikro

lain yang dapat menghambat proses

fermentasi dengan suhu 1210C dan tekanan 1

atm.

c) Menambahkan yeast dengan masing-masing

sampel 0,5 gram, 1 gram, 1,5 gram dan 2 gram

dengan ditambahkan urea 0,4 gram dan NPK

0,5 gram.

d) Dimasukkan kedalam fermentor dengan

volume 330 ml.

e) Dilakukan fermentasi selama 3 hari dengan

suhu ruangan 270 C sampai 310 C karena

kondisi optimal produksi bioetanol oleh

saccharomyces cereviae pada suhu tersebut

serta dilakukan pengamatan penurunan kadar

gula.

f) Melakukan proses destilasi dengan pemanasan

suhu antara 750 C sampai 800 C, dikarenakan

etanol akan menguap di antara suhu tersebut.

g) Setelah proses destilasi selesai akan dilakukan

pengujian kadar etanol hasil destilasi dengan

menggunakan alat hand refraktometer alkohol

Mulai

Pengamatan

Destilasi

Pengukuran kadar etanol

Selesai

Penambahan yeast masing-masing sampel

0.5, 1, 1.5 dan 2 gram, urea dan NPK

Fermentasi selama 72 jam

(54)

Berikut adalah penjelasa dari proses pembuatasa

bioetanol seleksi yeast seperti yang tertera pada

gambar di atasa:

a) Menyaring kotoran-kotoran tetes tebu yang

diperoleh dari pabrik gula madukismo dengan

menggunakan saringan.

b) Melakukan pengenceran tetes tebu dengan

pencampuran aquades, dimaksudkan untuk

dengan suhu 1210C dan tekanan 1 atm.

c) Menambahkan yeast 1 gram (hasil dari seleksi

yeast diatas) dan urea dengan kadar 0,4 gram/l

dan NPK 0,5/l gram.

d) Dimasukkan kedalam fermentor volume 330 ml.

e) Dilakukan fermentasi selama 94 jam dengan

masing-masing sample selama 24, 48, 72 dan 94

jam dengan suhu kamar 270 C sampai 310 C

karena kondisi optimal produksi bioetanol oleh

saccharomyces cereviae pada suhu tersebut.

f) Melakukan proses destilasi dengan pemanasan

suhu antara 750 C sampai 800 C, dikarenakan

etanol akan menguap di antara suhu tersebut.

g) Setelah proses destilasi selesai akan dilakukan

pengujian kadar etanol hasil destilasi dengan

menggunakan alat hand refraktometer alkohol.

Alat dan bahan

Alat

a. Hand Refrakto kadar gula

b. pH meter

c. Thermometer

d. Timbangan digital

e. Hand Refraktometer alkohol

f. Fermentor

Fermentasi selama 94 jam dengan

pengukuran kadar etanol hasil destilasi

setiap 24, 48, 72 dan 94 jam

Penambahan Yeast 1 gram , urea (0,4

(55)

5

Gambar Grafik kadar etanol variasi jumlah yeast

dengan waktu fermentasi 72 jam

Berdasarkan gambar 4.1 di atas diketahui

bahwa penambahan yeast 1 gram menghasilkan

etanol yang paling baik dibandingkan dengan

pemberian yeast yang lainnya, sedangkan kadar

etanol dengan penambahan yeast 1,5 dan 2 gram

cenderung menurun, hal ini disebabkan semakin

banyak penambahan yeast maka subtrat dan nutrisi

yang ada tidak sebanding dengan banyaknya mikroba

sehingga menyebabkan subtrat dan nutrisi akan cepat

habis dan hal inilah yang menyebabkan kadar etanol

menjadi menurun. Sementara untuk penambahan

yeast 0,5 gram subtrat dan nutrisi yang ada masih

Gambar grafik variasi penambahan jumlah

yeast terhadap penurunan kadar gula waktu

fermentasi 72 jam.

Dari gambar 4.2 di atas dapat disimpulkan

bahwa penurunan kadar gula tercepat adalah

fermentasi yang menggunakan yeast 2 gram dan

penurunan terlambat yaitu fermentasi yang

menggunakan yeast 0,5 gram. Perbedaan penurunan

kadar gula ini disebabkan karena semakin banyak

yeast yang diberikan maka penurunan kadar gulanya

akan semakin cepat hal ini menandakan bahwa

semakin banyak yeast yang berikan maka akan

semakin cepat proses fermentasi berlangsung,

sementara pada jam ke-48 untuk semua pemberian

yeast sudah tidak bisa merubah gula menjadi alcohol

ini menandakan bahwa penambahan sedikit atau

banyaknya yeast tidak berpengaruh terhadap seberapa

banyak gula yang terinduksi hanya sebatas cepat atau

(56)

55.6

Gambar Kadar etanol variasi waktu fermentasi

dengan yeast 1 gram

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa

pada saat awal fermentasi kadar etanol yang

dihasilkan masih rendah seiring dengan

meningkatnya waktu fermentasi kadar alcohol yang

dihasilkan semakin meningkat, kadar etanol terendah

terdapat pada waktu fermentasi 1 hari yaitu 55%

sedangkan kadar alcohol tertinggi diperoleh pada

fermentasi 2 hari yaitu 77%, namun setelah

fermentasi 2 hari kadar alcohol cenderung menurun.

Pada keadaan dimana kadar etanol mengalami

penurunan kemungkinan proses fermentasi sudah

terhenti dan laju pertumbuhan mikroba ada pada fase

kematian dan hal ini menyebabkan etanol yang

dihasilkan terkonversi menjadi asam-asam organic

seperti asam asetat, asam cuka dan ester. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Setyawati menyatakan bahwa waktu fermentasi

berpengaruh terhadap hasil karena semakin lama

fermentasi akan meningkatkan kadar bioetanol,

namun bila fermentasi terlalu lama nutrisi dalam

subtrat akan habis dan khamir tidak lagi dapat

memfermentasikan bahan.

Gambar Grafik perubahan nilai pH selama

fermentasi berlangsung dengan yeast 1 gram

Selama berlangsungnya proses fermentasi,

pH media cenderung mengalami perubahan. Dari

gambar 4.4 di atas dapat disimpulkan bahwa pH

mengalami penurunan seiring bertambahnya waktu

fermentasi hingga mencapai titik 4,26 pada

fermentasi hari ke-4. Penurunan nilai pH dapat

disebabkan oleh meningkatnya asam-asam organik

seperti asam laktat, asam asetat dan asam cuka pada

saat proses fermentasi berlangsung. Purwoko (2009)

mengatakan pada saat proses fermentasi asam

organik dapat membunuh prokariota secara tidak

langsung, karena itu asam organic akan menurunkan

Gambar

Gambar 3.3. Diagram alir pembuatan bioetanol variasi waktu fermentasi
Gambar 3.4. Refraktometer kadar gula
Gambar 3.5. pH meter
gambar 3.8.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan karakter religius pada Film 99 Cahaya Di Langit Eropa dan untuk mendeskripsikan penggunaan media Film 99 Cahaya Di

30 Directly issued qualifying Additional Tier 1 instruments plus related stock surplus Instrumen AT 1 yang diterbitkan oleh bank (termasuk stock surplus ) 0 31 of which: classified

Konsultan Wilayah VI Kal-Sel P2KKP Banjarmasin-Batola DIPERIKSA/ DISETUJUI. JALAN

Pemberian rumah sebagai bagian warisan terhadap anak bungsu perempuan sudah dimaklumi oleh kalangan masyarakat Aceh Besar khususnya di Kemukiman Lamblang, Kecamatan

Aktifitas penderita dalam melakukan tindakan pencegahan malaria adalah memakai kelambu pada waktu tidur di malam hari, nyamuk Anopheles yang memiliki kepadatan

Survey Investigasi dan Desain (SID) Pengendalian Banjir Sungai Riam Kanan dan Sungai Riam Kiwa yang mempunyai tujuan untuk mengetahui besarnya debit air, kapasitas, dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) larutan semprot yang disimpan hingga 1 hari tidak memengaruhi efikasi insektisida abamektin dan spinosad serta fungisida klorotalonil

Sebagian anak-anak jalanan yang tinggal di rumah Babe, memang masih memiliki orang tua, termasuk Anggi.Kalau anak-anak itu tidak menurut, misalnya, Babe mengancam mereka agar