• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Sengon (Paraserianthes Falcataria L Nielsen) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Sengon (Paraserianthes Falcataria L Nielsen) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SENGON (

Paraserianthes falcataria

L. Nielsen)

HASIL MUTASI RADIASI SINAR GAMMA

ROISATUZ ZAKIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2017

(4)

RINGKASAN

ROISATUZ ZAKIYAH. Karakterisasi Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh ULFAH JUNIARTI SIREGAR dan N SRI HARTATI.

Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) termasuk ke dalam famili Fabaceae dan merupakan tanaman asli Indonesia. Sengon merupakan tanaman yang memiliki pertumbuhan cepat (fast growing species), mudah dibudidaya, dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Mutasi adalah proses perubahan struktur genetik yang terjadi pada suatu organisme. Perubahan genetik akibat mutasi dapat menghasilkan sifat yang baru dan meningkatkan keragaman genetik yang dapat digunakan untuk pemuliaan tanaman. Beberapa mutasi buatan terbukti telah menghasilkan individu baru yang unggul. Salah satu mutasi buatan yang umum digunakan adalah dengan menggunakan radiasi sinar gamma.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma dengan dosis 0, 5, 10, dan 15 krad yang berumur 9 tahun berdasarkan bentuk morfologi, kerapatan kayu, ketahanan terhadap penyakit, dan secara molekuler. Karakter pertumbuhan yang diamati adalah diameter, tinggi, volume, tinggi bebas cabang (TBC), kelurusan batang (KB), cabang permanen (CP), jumlah cabang, panjang tajuk, kerapatan kayu, dan ketahanan terhadap karat puru. Hasil pengukuran dianalisis menggunakan uji non-parametrik Kruskall-Wallis dan analisa multivariat. Berdasarkan bentuk morfologi kemudian dilakukan pemilihan kandidat pohon plus. Analisis molekuler dilakukan menggunakan penanda mikrosatelit berbasis PCR.

Nilai rata-rata semua parameter tanaman hasil radiasi tidak berbeda signifikan dengan tanaman kontrol. Tetapi terdapat beberapa individu mutan yang memiliki karakter lebih baik dibandingkan yang lainnya. Dosis 5 krad memliki kedekatan dengan karakteristik cabang permanen dan kelurusan batang. Dosis 15 krad cenderung memiliki ciri karakteristik volume, diameter, tinggi, dan tajuk yang cenderung tinggi dan dosis 10 krad cenderung memiliki karakteristik jumlah cabang yang tinggi. Nilai rata-rata kerapatan kayu tanaman hasil radiasi juga tidak berbeda nyata dengan kontrol, namun nilai terbesar terdapat pada dosis 10 krad. Individu kandidat pohon plus terpilih yaitu individu dengan nomor lapang 5.07, K1, 15.27, 5.09, dan 15 NN. Analisis molekuler dengan penanda mikrosatelit menunjukkan bahwa mutasi terjadi secara acak dan mampu meningkatkan keragaman genetik populasi. Nilai He kontrol sebesar 0.486, dosis 5 krad 0.628, dosis 10 krad 0.496 dan dosis 15 krad sebesar 0.593.

(5)

SUMMARY

ROISATUZ ZAKIYAH. Characterization of Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Gamma Radiation Mutation Results. Supervised by ULFAH JUNIARTI SIREGAR and N SRI HARTATI.

Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nelsen) belongs to Fabaceae family and an indigenous to Indonesia. Sengon is fast growing tree species, easily cultivated, and has high economic value. Mutation is a process of change in the genetic structure of particular organism. Genetic changes due to mutation can produce new characteristic and increase genetic diversity, which will be utilized for improvement program. Several artificial mutation programs have proved to produce new superior individual. One common artificial mutation used is gamma radiation.

This study aimed to characterize 9 years old gamma irradiated sengon trees, with doses 0, 5, 10, and 15 krad based on its morphological characters, wood density, resistant to diseases and molecular analysis. The observed parameters were tree diameter, height, volume, clear bole height, stem straightness, permanent branch, number of branches, canopy length, wood density and resistance to gall rust disease. Data was analyzed by Kruskall-Wallis non-parametric test and multivariate analysis. Based on morphological characters mutants were selected for superior tree candidates. Molecular analysis utilized PCR-based microsatellite marker.

Average values of all parameters of mutant lines does not differ significantly from control trees, however some individuals have better morphological characters than others. Mutant lines with 5 krad dose have close association with permanent branch and stem straightness, 15 krad dose with volume, diameter, height and crown length, while 10 krad with number of branches. Average wood density of mutant lines did not differ significantly from control either, with highest value belonged to 10 krad dose. Selected superior tree candidates were individuals with number 5.07, K1, 15.27, and 15 NN. Molecular analysis using microsatellite markers indicated that mutation happened randomly and could increase the population genetic diversity. He value of control, 5 krad, 10 krad, and 15 krad irradiated trees were 0.486, 0.682, 0.496, and 0.593, respectively.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Silvikultur Tropika

KARAKTERISASI SENGON (

Paraserianthes falcataria

L. Nielsen)

HASIL MUTASI RADIASI SINAR GAMMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini ialah pemuliaan tanaman, dengan judul Karakterisasi Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma.

Ucapan Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Ulfah Juniarti, MAgr dan Ibu Dr Dra N Sri Hartati MSi selaku komisi pembimbing, Dr Ir Supriyanto selaku penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku ketua sidang yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Mas Opik dan Bapak Mawi beserta staf Laboratorium Genetika Molekuler dan Modifikasi Jalur Biosintesis Tanaman Mbak Anidah dan Mbak Dewi dari Laboratorium Bioteknologi SEAMEO-BIOTROP, yang telah membantu penulis selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Umi serta Adik dan Kakak tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih penulis ucapkan kepada Anggi Pangestu, April, Christine, Karina, Iqbal, Nofika, Fitri, Ria, Adi dan teman seperjuangan Sinergi-2014 yang telah memberikan semangat dan bantuannya selama penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 METODE 3

Waktu dan Tempat 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur dan Analisis Data 4

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Analisis Karakter Morfologi 11

Analisis Kerapatan Kayu 22

Analisis Molekuler 24

5 SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 36

(12)

DAFTAR TABEL

1 Skor tingkat serangan penyakit 6

2 Skoring kandidat pohon plus 7

3 Susunan pereaksi PCR mikrosatelit 9

4 Tahapan dan kondisi PCR 9

5 Urutan basa 5 primer mikrosatelit sengon 9

6 Rata-rata tinggi, diameter, dan volume sengon mutan hasil radiasi sinar gamma 12

7 Rata-rata TBC, KB, dan CP sengon mutan hasil radiasi sinar gamma 12 8 Rata-rata jumlah cabang dan panjang tajuk sengon mutan hasil radiasi

sinar gamma 14

9 Frekuensi sebaran nilai diameter sengon mutan hasil radiasi sinar gamma 18 10 Frekuensi sebaran nilai volume sengon mutan hasil radiasi sinar gamma 18 11 Intensitas dan luas serangan penyakit karat puru sengon mutan hasil

radiasi sinar gamma 20

12 Hasil pengamatan dan pengukuran karakter morfologi pohon plus dan pohon pembanding sengon mutan hasil radiasi sinar gamma 21 13 Hasil skoring beberapa parameter pada kandidat pohon plus 22 14 Rata-rata nilai kerapatan kayu sengon mutan hasil radiasi sinar gamma 23

15 Data biner hasil skoring sengon mutan 25

16 Nilai Na dan Ne pada tiap primer yang digunakan 26 17 Keragaman genetik sengon mutan hasil radiasi sinar gamma 27

DAFTAR GAMBAR

1 Layout penanaman sengon di lapangan 4

2 Cara skoring DNA Mikosatelit 11

3 Pohon sengon mutan hasil radiasi kontrol (A), dosis 5 krad (B), dosis 10

krad (C), dan dosis 15 krad (D) 13

4 Hasil analisis PCA pada delapan variabel yang diamati dalam penelitian

sengon hasil radiasi sinar gamma 15

5 Hasil analisis BIPLOT pada delapan variabel yang diamati dalam

penelitian sengon hasil radiasi sinar gamma 16

6 Pohon sengon mutan hasil radiasi sinar gamma kode 15.149 di lapangan

(A dan B) 19

7 Sampel kayu untuk analisis kerapatan kontrol (A), dosis 5 krad (B), dosis

10 krad (C), dan dosis 15 krad (D) 23

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alat dan bahan penelitian 37

2 Matriks jarak genetik sengon 39

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan kayu di Indonesia saat ini semakin meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 produksi kayu untuk memenuhi bahan baku industri meningkat sebesar 50.437 juta m3 pada tahun 2013, dibandingkan tahun 2012 sebesar 49.258 juta m3 dan 47.429 juta m3 pada tahun 2011. Sumbangan terbesar produksi kayu diberikan oleh hutan tanaman sebesar 29.67 juta m3. Angka ini juga meningkat dibanding tahun 2012 sebesar 26.17 juta m3.Pemanfaatan kayu tidak hanya digunakan sebagai bahan bangunan, melainkan dimanfaatkan sebagai bahan furnitur, aneka kerajinan, industri kertas dan kayu lapis. Para pengusaha industri perkayuan mulai mengembangkan beragam jenis tanaman yang memiliki nilai investasi tinggi. Umumnya, jenis tanaman yang dipilih adalah yang memiliki pertumbuhan cepat, kualitas kayu bagus, minim perawatan, dan tahan terhadap hama dan penyakit. Sengon merupakan salah satu jenis tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan.

Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) termasuk ke dalam famili Fabaceae dan merupakan tanaman asli Indonesia yang tersebar di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya (Santoso 1992). Sengon merupakan tanaman yang memiliki pertumbuhan cepat (fast growing species). Kelebihan lain dari sengon yaitu mudah dibudidaya dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Sengon merupakan kayu pertukangan yang tergolong ke dalam kelas awet IV–V dan kelas kuat IV–V (Anggraeni & Lelana 2011). Sengon dapat digunakan pada industri kertas karena memiliki kadar selulosa tinggi dan kadar lignin yang rendah. Sengon juga dapat digunakan pada kegiatan rehabilitasi lahan pasca tambang karena memiliki bintil akar yang berfungsi untuk mengikat nitrogen (N) secara langsung dari udara sehingga memiliki adaptasi yang baik pada tanah tambang yang marginal. Sengon termasuk ke dalam jenis pionir yang mampu tumbuh di lahan terbuka dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi. Sengon memiliki daun yang mudah terdekomposisi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai serasah dan dapat menciptakan siklus unsur hara tertutup.

Mutasi adalah proses perubahan struktur genetik yang terjadi pada suatu organisme. Hasil mutasi akan menimbulkan gen baru dan meningkatkan keragaman genetik yang dapat digunakan untuk pemuliaan tanaman. Beberapa mutasi buatan terbukti telah menghasilkan individu baru yang unggul. Salah satu mutasi buatan yang umum digunakan adalah dengan menggunakan radiasi sinar gamma untuk perbaikan mutu benih dan bibit serta untuk meningkatkan keragaman genetik. Induksi mutasi dapat memperluas keragaman genetik dan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lebih singkat (Kendarini 2006).

(16)

2

frekuensi mutasi. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa dosis radiasi yang rendah mampu meningkatkan mutu bibit dan benih serta memperbaiki pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, dosis yang tinggi dapat menyebabkan kematian (lethal) pada tanaman. Hasil penelitian Zanzibar (2008) menunjukkan bahwa dosis radiasi sinar gamma sebesar 5 Gy yang diberikan pada benih suren (Toona sureni) mampu meningkatkan volume batang bibit suren umur 6 bulan sebesar 600% dibandingkan dengan kontrol, peningkatan tinggi sebesar 300% dan diameter sebesar 200%. Pemuliaan mutasi sangat potensial dilakukan pada jenis-jenis tanaman kehutanan untuk meningkatkan keragaman pada jenis-jenis-jenis-jenis yang memiliki keragaman sempit atau untuk mendapatkan tanaman yang memiliki adaptasi terhadap kondisi lingkungan dan meningkatkan produktivitas.

Keragaman genetik sengon hasil mutasi sangat penting diketahui untuk seleksi individu pada kegiatan pemuliaan. Untuk membuktikannya maka dilakukan penelitian molekuler dengan bantuan penanda genetik. Penanda genetik merupakan teknologi molekuler yang digunakan untuk menduga keragaman genetik dalam satu atau antar populasi. Weising et al. (2005) menyatakan bahwa terdapat beberapa penanda genetik yang telah digunakan dalam menduga keragaman genetik suatu populasi yaitu isoenzim dengan analisis allozyme, restriction fragment length polymorphism (RFLP), random amplified polymorphic DNA (RAPD), simple sequence repeat (SSR), resistance gene analog polymorphism (RGAP), sequence related amplified polymorphism (SRAP), target region amplification polymorphism (TRAP) dan amplified fragment length polymorphism (AFLP). Penelitian ini menggunakan penanda genetik simple sequence repeat (SSR) atau yang biasa disebut mikrosatelit.

Weising et al. (2005) menyatakan bahwa mikrosatelit memiliki beberapa karakteristik yaitu: tingkat polimorfisme yang tinggi, kodominan (mampu membedakan homozigot dan heterozigot), dan diwariskan mengikuti hukum Mendel. Mikrosatelit merupakan penanda yang berbasis PCR, sehingga membutuhkan primer. Primer mikrosatelit memiliki spesifikasi untuk setiap jenis tanaman karena urutan basa yang mengapit mikrosatelit berbeda-beda pada setiap spesies.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya, yaitu mutasi untuk menyeleksi ketahanan sengon pada tanah bekas tambang. Hasilnya menunjukkan bahwa benih sengon yang diradiasi dengan dosis 5 dan 15 krad memiliki daya adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan sengon hasil radiasi dengan dosis yang lainnya (Sudarmonowati et al. 2009). Sengon tersebut selanjutnya dipindahkan ke lapangan dan saat ini telah berumur 9 tahun.Saat ini pertumbuhan dan karakter morfologi sengon tersebut belum diketahui. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan karakter morfologi dari sengon hasil mutasi serta mengetahui keragaman genetiknya secara molekuler. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk kegiatan pemuliaan pohon sengon untuk seleksi genotip dan fenotip unggul.

Perumusan Masalah

(17)

3 secara morfologi atau dengan bantuan penanda molekuler. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana perubahan bentuk morfologi sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma?

2. Bagaimana perubahan kerapatan kayu sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma?

3. Bagaimana keragaman genetik sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkarakterisasi morfologi sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma 2. Menganalisis kerapatan kayu sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma

3. Mengidentifikasi keragaman genetik sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma dengan marka molekuler

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat seperti:

1. Memberikan informasi mengenai karakteristik morfologi sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma yang dapat digunakan untuk pemilihan pohon unggul

2. Memberikan informasi mengenai kerapatan sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma

3. Memberikan informasi mengenai keragaman genetik sengon hasil mutasi radiasi sinar gamma

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari–Oktober 2016. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu pengamatan morfologi dan pembungaan pohon sengon di Kebun Plasma Nutfah-Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI), tahap kedua yaitu analisis kerapatan kayu sengon, dan tahap ketiga yaitu analisis molekuler yang dilakukan di Common Laboratory SEAMEO BIOTROP.

Alat dan Bahan

(18)

4

Agarose 3% , buffer TAE (tris-acetic-EDTA), gel red (SYBR safe DNA gel stain), dan loading dye.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari hagahypsometer,pita ukur, bor riap (increament borer), binokuler, alat ekstraksi DNA, mesin PCR, Kodak Gel Logic, dan alat untuk elektroforesis. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 1.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh tim peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Sudarmonowati et al. (2009) menginformasikan bahwa benih sengon yang diradiasi berasal dari Perhutani KPH Kediri. Dosis radiasi yang diberikan yaitu 0, 5, 10, 15, dan 20 krad pada penelitian pendahuluan untuk mengetahui dosis lethal. Selanjutnya, benih sengon diradiasi kembali dengan dosis 0, 5, dan 15 krad. Benih sengon hasil radiasi yang kedua ditanam di dalam polibag dengan media tanah bekas tambang dan kompos. Pemeliharaan tanaman dilakukan selama 3 bulan di rumah kaca di Pusat-Penelitian Bioteknologi-LIPI. Bibit yang mampu tumbuh setelah 3 bulan di rumah kaca dipindahkan ke lapangan yaitu Kebun Plasma Nutfah Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI.

Penanaman di lapangan dilakukan pada jarak tanam 3 m x 3 m. Saat ini sengon hasil radiasi sudah berumur 9 tahun, maka dilakukan pengamatan kembali untuk melihat karakter morfologi, kerapatan kayu dan analisis molekuler untuk mengetahui keragaman genetiknya. Total pohon yang tumbuh di lapangan saat ini adalah sebanyak 52 pohon. Layout atau pola penanaman di lapangan dapat dilihat pada Gambar 1.

Keterangan: K: Kontrol, D5: Dosis radiasi 5 krad, D10: Dosis radiasi 10 krad, D15: Dosis radiasi 15 krad, X: Tidak ada pohon

Gambar 1 Layout penanaman sengon di lapangan

1. Penilaian Karakter Morfologi Pohon

Karakter morfologi adalah bagian sifat penting yang mempengaruhi kualitas kayu dan banyak dikendalikan oleh genetik dan lingkungan serta berhubungan

K X X X X K X X K X

D5 D5 X D5 X X X X X D15

D5 D10 D10 X D10 X D10 D10 X D10

D15 X D15 D15 D15 D15 D15 K K K

X K K K X X X X D5 D5

D5 D5 D5 D5 D5 D5 D5 D5 D5 X

D5 D5 D5 D5 D5 D5 X D15 D15 X

X D15 X D15 X X D15 X D15 X

(19)

5 dengan peningkatan nilai tambah (nilai ekonomi). Karakter penting untuk kayu pertukangan berdasarkan ICWRMIP-CWMBC (2013) yaitu: volume pohon, diameter batang, tinggi pohon, batang bebas cabang, kelurusan batang, cabang permanen, permukaan batang, dan cacat kayu.

a. Diameter batang

Diameter merupakan hasil dari proses pertumbuhan sekunder yang terjadi pada tanaman. Pengukuran diameter dilakukan untuk melihat dimensi dari suatu pohon. Nilai diameter juga dapat digunakan untuk menduga volume pohon. Pengukuran dilakukan pada posisi DBH (diameter breast height). b. Tinggi Pohon

Pengukuran tinggi pohon dilakukan dari pangkal batang sampai ujung titik tumbuh.

c. Volume pohon

Volume adalah besaran tiga dimensi dari suatu benda yang besarnya dinyatakan dalam satuan kubik yang didapatkan dari hasil perkalian satuan dasar panjang (Sadono et al. 2009). Perhitungan volume didasarkan pada nilai tinggi dan diameter pohon sampel yang ada di lapangan. Angka bentuk yang digunakan untuk menduga volume pohon adalah sebesar 0.74 (Susila 2011). d. Tinggi bebas cabang (TBC)

TBC merupakan salah satu sifat pada pohon yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan memiliki korelasi positif dengan bentuk percabangan dan kemampuan pruning alami. TBC merupakan sifat yang berpengaruh terhadap prediksi hasil volume kayu batang. Sifat batang bebas cabang diukur mulai dari pangkal sampai posisi cabang pertama.

e. Kelurusan batang

Karakter kelurusan batang merupakan kontributor utama faktor genetik yang sangat kuat. Kelurusan batang tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas kayu, tetapi juga berpengaruh terhadap nilai volume batang. Pengukuran dimulai dari pangkal batang hingga ditemukan gejala (tanda-tanda) kebengkokan atau batang lebih dari satu.

f. Cabang permanen

Cabang permanen adalah cabang-cabang yang tidak akan runtuh selama periode pertumbuhan berikutnya, dan berpengaruh terhadap kualitas batang pohon yaitu berupa cacat mata kayu. Cabang permanen memiliki ukuran diameternya >30% diameter batang pada tempat kedudukannya. Pengukuran cabang permanen ini dimulai dari pangkal batang sampai kedudukan cabang permanen.

g. Tajuk

Pengukuran tajuk dilakukan untuk menentukan luas tajuk yang berhubungan dengan penutupan tajuk. Pengukuran tajuk dilakukan dengan mengukur tajuk terpanjang dan terpendek menggunakan alat bantu pita ukur (Wijayanto & Nurunnajah 2012).

h. Jumlah cabang

(20)

6

2. Perhitungan intensitas dan luas serangan hama dan penyakit

Intensitas serangan penyakit yang terjadi dihitung menggunakan rumus menurut Laksono et al. (2010):

IS = ∑(ni x vi) X 100 % N x V

Keterangan:

IS = Intesitas serangan (%)

ni = Banyak tanaman yang diamati dengan skor ke-i vi = Skor tanaman ke-i

N = Total tanaman yang diamati V = Skor serangan tertinggi

Skor tingkat serangan berdasarkan gejala yang ditunjukkan terdapat pada Tabel 1: Tabel 1 Skor tingkat serangan menurut Triyogo & Widyastuti (2012):

Gejala serangan Skor

Sehat (tidak ada gejala dan tanda serangan) 0

Terserang ringan (0–25 %) 1

Terserang sedang ( 26–50 %) 2

Terserang berat ( >50 %) 3

Mati 4

3. Pembungaan

Pembungan merupakan fase awal terjadinya proses reproduksi pada tanaman. Proses pembungaan dipengaruhi oleh faktor internal yaitu genetik dan fitohormon serta faktor lingkungan seperti intensitas cahaya matahari dan unsur hara. Pengamatan pembungaan dilakukan secara periodik setiap satu bulan sekali.

4. Analisis Kerapatan Kayu

(21)

7 Nilai kerapatan kayu dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Suhaya & Erningtyas 2005):

ρ = BKU VKU

Keterangan:

ρ = Kerapatan kayu (g cm-3)

BKU = Berat contoh uji kondisi kering udara (g) VKU = Volume contoh uji kondisi kering udara (cm-3)

5. Seleksi pohon plus

Pemilihan pohon plus dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan ICWRMIP-CWMBC (2013). Kandidat pohon plus ditentukan dengan memilih pohon fenotip terbaik dan letak pohon tidak berada paling luar (pinggir batas). Metode penilaian dilakukan dengan sistem pohon pembanding, yaitu untuk setiap kandidat pohon plus terpilih dibandingkan dengan 5 pohon terdekat.

Tabel 2 Skoring kandidat pohon plus

Karakter/ sifat penting Bobot Skor Indikator

Diameter (dbh) 30 5 < 105% = 5

Kelurusan batang (KB) 10 10 Lurus dari bawah sampai pucuk = 10

(22)

8

6. Analisis Molekuler

a. Persiapan bahan tanaman

Sampel yang digunakan pada penelitian berasal dari daun yang masih muda. Sampel yang telah diambil kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Pengangkutan dari lokasi pengambilan sampel menuju laboratorium dilakukan pada kondisi dingin. Cara penyimpanan sampel di laboratoium adalah diletakkan di dalam freezer dan hanya dikeluarkan dari freezer pada saat ekstraksi DNA. Total sampel yang digunakan pada analisis molekuler sebanyak 44 sampel.

b.Ekstraksi DNA

Prosedur isolasi DNA menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide). Daun dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Sampel daun yang digunakan sebanyak 4–6 helai yang digerus menggunakan nitrogen cair. Sampel yang sudah dihaluskan ditambahkan dengan 500 µL bufer CTAB yang telah ditambahkan dengan mercaptoetanol 0.2 %. Sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu 65 oC. Selama proses inkubasi setiap 15 menit sekali sampel dihomogenkan dengan cara dikocok perlahan. Setelah inkubasi sampel didinginkan dalam suhu ruang selama + 5 menit. Selanjutnya, ditambahkan dengan 600 µL larutan chloroform: octanol (24:1), selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 12 000 rpm suhu 4 oC selama 10 menit. Lapisan paling atas atau supernatan diambil dan dipindahkan ke tube baru menggunakan pipet mikro sebanyak + 350 µL. Selanjutnya ditambahkan 100 µL aquadest dan 600 µL choloroform octanol ke dalam tube cairan supernatan. Selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 12 000 rpm suhu 4 oC selama 10 menit. Setelah sentrifugasi lapisan atas dipindahkan kembali ke tube baru. Hasil sentrifugasi yang terakhir diambil supernatan (lapisan paling atas) dan ditambahkan 1 mL etanol absolut, kemudian disimpan di freezer selama 24 jam (over night).

Campuran yang telah disimpan dalam freezer selanjutnya di sentrifugasi pada kecepatan 12 000 rpm suhu 4 oC selama 10 menit. Proses pencucian DNA dilakukan dengan menambahkan pelet DNA dengan 400 µL etanol 75 %. Kemudian disentrifugasi kembali pada kecepatan 12 000 rpm suhu 4 oC selama 12 menit. Pelet DNA yang ada di dasar tube dikeringkan pada suhu ruang selama + 1 jam. Selanjutnya ditambahkan 50 µL RNAse free water. DNA dielektroforesis pada agarose 1% untuk mengetahui kualitasnya.

c. Uji Kualitas DNA

(23)

9

d.Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan Primer Mikrosatelit

Bahan utama yang diperlukan untuk mendapatkan fragmen mikrosatelit melalui teknik PCR disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Susunan pereaksi PCR mikrosatelit microtube 0.2 mL. Campuran tersebut dihomogenkan menggunakan vortex selama 2–5 detik lalu dilakukan proses PCR. Tahapan PCR disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Tahapan dan kondisi reaksi PCR

Tahapan Suhu (oC) Waktu (menit) Jumlah siklus

Primer mikrosatelit yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5 pasang yaitu pafa 04, pafa 05, pafa 06, pafa 08, dan pafa 10. Informasi dari masing-masing primer disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Urutan basa 5 primer mikrosatelit sengon dalam penelitian ini.

(24)

10

e. Visualissi dengan Elektroforesis Gel Super Fine Resolution (SFR) Agarose

Hasil PCR dengan primer mikrosatelit divisualisasikan dengan elektroforesis. Tahap pertama dalam proses elektroforesis gel agarose SFR adalah menganalisis produk hasil PCR sebelumnya untuk mengetahui kualitas DNA nya. Elektroforesis menggunakan gel agarose 1% (b/v) sebanyak 5 µL selama 30 menit pada tegangan 75 V untuk mengetahui keberhasilan proses amplifikasi DNA. Produk PCR yang telah teramplifikasi selanjutnya dilakukan elektroforesis menggunakan gel agarose SFR 3% untuk menghasilkan pita DNA yang lebih jelas dan hasilnya dapat digunakan untuk skoring.

Pembuatan gel agarose SFR 3% yaitu dengan mencampurkan 2.1 g agarose SFR dan 70 mL bufer TAE 1 kali. Larutan tersebut kemudian dipanaskan dalam microwave selama 2 menit. Setelah larutan tercampur kemudian ditambahkan 10 µ L gel red (SYBR safe DNA gel stain) sebelum dituangkan ke dalam cetakan. DNA hasil produk PCR sebanyak 10 µ L dimasukkan ke dalam sumur dalam cetakan elektroforesis. Elektroforesis dilakukan selama 1 jam pada tegangan 115 V. Pita DNA didokumentasikan dengan menggunakan alat kodak gel logic 200. Tahap selanjutnya adalah skoring pita DNA. Data skoring dianalisis dengan menggunakan program POPGENE 32 versi 1.31 untuk menghitung keragaman genetik dan jarak genetik sedangkan software Darwin 6 digunakan untuk melihat dendogram hubungan kekerabatan serta software GenAlex 6.3 untuk menduga beberapa variabel keragaman genetik seperti presentase lokus polimorfik (PLP), jumlah alel efektif (ne), jumlah alel teramati (na), heterozigositas harapan (He).

Analisis Data

Analisis karakter morfologi dengan uji Kruskall-Wallis

Penelitian ini menggunakan uji non-parametrik Kruskall-Wallis untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Data morfologi yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan diolah dengan menggunakan software XLSTAT 2014.

Mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati, digunakan nilai sig dengan taraf nyata 90% untuk pengujiannya, jika:

a. Nilai sig > α (0.10) maka perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter yang diuji

b. Nilai sig < α (0.10) maka perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter yang diuji, lalu dilanjutkan dengan uji Dunn.

Analisis distribusi frekuensi diameter dan volume

Distribusi atau sebaran frekuensi adalah susunan data menurut kelas interval tertentu berdasarkan kategori tertentu dalam sebuah daftar (Hasan 2001). Langkah-langkah menganalisis distribusi frekuensi adalah sebagai berikut:

1. Mengurutkan data terkecil ke data yang terbesar 2. Menentukan wilayah data tersebut

(25)

11 k = 1 + 3.3 log n

keterangan: k: banyaknya kelas, n: banyaknya data

4. Menentukan lebar kelas dengan membagi wilayah data dengan banyaknya kelas.

5. Menentukan limit bawah kelas bagi selang kelas pertama dan batas bawah kelasnya.

6. Menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas. Analisis data molekuler

Analisis keragaman genetik dilakukan berdasarkan hasil skoring produk PCR yang telah dielektroforesis dan didokumentasikan. Skoring DNA untuk setiap penanda genetik berbeda-beda. Gambar 2 menunjukkan cara skoring DNA pada penanda primer mikrosatelit. Jika terdapat dua pita yang muncul maka genotip tersebut dinilai 12 sesuai dengan alel yang ditemukan. Pita DNA yang paling dekat dengan sumur gel dinilai 1 sedangkan pita dibawahnya dinilai 2. Jika hanya satu pita saja yang muncul maka genotipe tersebut dinilai 11 atau 22.

Lokus Individu

1 2 3 4 5 7 8 9 10

L-1

Lokus Individu

1 2 3 4 5 7 8 9 10

L-1 12 22 11 12 22 12 12 11 12

Gambar 2 Cara skoring DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Karakter Morfologi

(26)

12

Tabel 6 Rata-rata tinggi, diameter, dan volume sengon mutan hasil radiasi sinar gamma

Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter yang diuji

Tabel 7 Rata-rata TBC, KB, dan CP sengon mutan hasil radiasi sinar gamma

Keterangan: - TBC : Tinggi bebas cabang; KB : Kelurusan batang; CP : Cabang permanen

-Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter yang diuji

Nilai rata-rata (Tabel 6 dan 7) menunjukkan bahwa pada setiap parameter terjadi peningkatan nilai rata-rata dari nilai tanaman kontrol ke perlakuan dosis 5 krad, kemudian menurun pada dosis 10 krad dan meningkat kembali pada dosis 15 krad. Dosis 15 krad memiliki nila rata-rata tertinggi untuk tinggi, diameter dan volume. Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 6 menunjukkan dosis radiasi yang diberikan mempengaruhi perubahan yang terjadi pada mutan. Menurut Bhikuningputro (1976) perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan genetik mulai dan baru terjadi pada dosis penyinaran 20 krad dan pada dosis 40–50 krad epikotil dan daun tanaman tidak tumbuh dan kemudian mati. Radiasi benih menggunakan dosis yang tinggi mengganggu sintesis protein, keseimbangan hormon, pertukaran gas, pertukaran air dan aktifitas enzim yang memicu gangguan terhadap morfologi dan fisiologi tanaman serta dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Hameed et al. 2008).

Dosis 5 krad memiliki nilai rata-rata paling tinggi untuk TBC dan CP (Tabel 7), sedangkan untuk KB nilai rata-rata tertinggi pada kontrol. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Sudarmonowati et al. (2009) terhadap tanaman yang sama saat tanaman berumur 1 bulan di rumah kaca, dosis 5 krad memiliki pertambahan tinggi 1.03 kali dan diameter 0.88 kali dibandingkan kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada saat umur 1 bulan sengon hasil radiasi memiliki pebedaan kecepatan pertumbuhan dengan sengon kontrol. Dosis 5 krad menimbulkan performa pertumbuhan terbaik dibandingkan dengan dosis lainnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya mutan antara lain adalah dosis radiasi yang diberikan. Dosis radiasi yang rendah mampu meningkatkan mutu bibit dan pertumbuhan bibit. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa pada dosis rendah menunjukkan performa terbaik pada jenis Pinus hartwegii oleh Andreu et al. (2012) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan Dosis

(krad)

(27)

13 tinggi bibit pinus terbaik diperoleh pada perlakuan dosis 2 Gy dan menurun pada dosis yang lebih tinggi. Zanzibar et al. (2015) juga melakukan penelitian terhadap bibit tembesu (Fragraea fragrans) umur 8 bulan dan hasilnya menunjukkan bahwa pada dosis 5–30 Gy menyebabkan pertumbuhan tinggi dan diameter meningkat, namun pertumbuhan bibit menurun pada dosis di atas 60 Gy.

Gambar 3 Pohon sengon mutan hasil radiasi dosis 0 (A), dosis 5 krad (B), dosis 10 krad (C), dan dosis 15 krad (D)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada saat ditanam di lapangan, pertumbuhan bibit sengon hasil radiasi secara umum tidak berbeda jauh dengan kontrol (Gambar 3) meskipun terdapat beberapa individu pertumbuhannya lebih baik dibanding kontrol. Pada dosis 5 krad memiliki rata-rata tinggi sebesar 28.65 m dan tanaman kontrolnya sebesar 28.33 m (Tabel 6). Berbeda dengan hasil penelitian ini, penelitian lainnya yang menggunakan radiasi sinar gamma pada tanaman kehutanan hingga ke tahap penanaman di lapangan telah dilakukan oleh Zanzibar (2015) pada jenis jati Malabar dari tahap kalus (invitro) hingga umur 8 tahun dengan dosis 2.5–30 Gy. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian radiasi sinar gamma mampu meningkatkan produktivitas. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan jati di lapangan memiliki diameter sebesar 32 cm dan tinggi 19 m (jati lokal hanya memiliki diameter 16 cm, tinggi 13.6 m).

Kondisi lingkungan kemungkinan menjadi faktor tidak adanya perbedaan pertumbuhan antara tanaman sengon yang diberi perlakuan radiasi dengan kontrol yang ditanam di lapangan. Penelitian sebelumnya oleh Sudarmonowati et al. (2009) pada tanaman yang sama telah dilakukan seleksi individu yang tahan terhadap tanah tambang menggunakan media tanah bekas tambang dan media campuran kompos, sedangkan saat ini sengon hasil radiasi tersebut tidak ditanam pada tanah bekas tambang melainkan di tanah biasa yang kesuburannya lebih baik. Tanah di daerah CSC-BG LIPI termasuk ke dalam jenis Latosol Merah Kuning dengan pH 4.5–6 merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan sengon (Hartati & Priadi 2014). Perbedaan media tanam juga menjadi faktor yang menyebabkan tidak adanya perbedaan antara kontrol dengan individu sengon hasil

(28)

14

radiasi. Pertumbuhan suatu pohon dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik. Besarnya nilai pertumbuhan suatu tanaman ditentukan oleh adanya interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan tempat tumbuhan tersebut tumbuh (Marjenah 2004). Karakter morfologi seperti tinggi, diameter, dan batang bebas cabang merupakan karakteristik yang dikendalikan oleh gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Hardiyanto et al. 2007). Tidak munculnya perubahan morfologi yang signifikan pada tanaman hasil radiasi kemungkinan disebabkan karena sifat fenotipik tidak terekspresikan. Widiastusi et al. (2013) menyatakan bahwa perubahan genetik yang terjadi akibat radiasi dapat terlihat secara fenotipik tetapi juga dapat tidak terekspresikan

Tajuk dan Jumlah cabang

Hasil uji Dunn pada parameter jumlah cabang dan panjang tajuk (Tabel 8) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap dosis radiasi yang diberikan. Jumlah cabang pohon berbanding lurus dengan dosis radiasi yang diberikan. Dosis yang lebih tinggi menghasilkan jumlah cabang yang lebih banyak dibandingkan dosis yang rendah (Tabel 8). Nilai rata-rata panjang tajuk pohon sengon hasil radiasi sinar gamma tidak memberikan perbedaan yang nyata pada setiap dosis radiasi (Tabel 8). Berbeda dengan nilai rata-rata jumlah cabang, nilai rata-rata tajuk tidak berbanding lurus dengan dosis radiasi yang diberikan. Rata-rata tajuk terendah terdapat pada dosis 10 krad, sedangkan Rata-rata-Rata-rata tajuk tertinggi terdapat pada dosis 15 krad. Dosis 15 krad memiliki jumlah cabang terbanyak dan nilai rata-rata tajuk tertinggi dibandingkan dosis lainnya (Tabel 8).

Tabel 8 Rata-rata jumlah cabang dan panjang tajuk sengon mutan hasil radiasi sinar gamma

Dosis (krad)

Nilai rata-rata jumlah cabang dan panjang tajuk Jumlah cabang Panjang tajuk (m)

0 6.00 + 0.9969a 2.47 + 0.4648a

5 6.00 + 0.7763a 2.66 + 0.2157a

10 7.00 + 1.2724a 2.36 + 0.4422a

15 7.00 + 0.7890a 3.34 + 0.3148a

Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter yang diuji

Perlakuan radiasi yang diberikan pada tanaman kemungkinan dapat merubah sifat percabangan. Sebagai contoh pemberian radiasi pada tanaman hias umumnya bertujuan untuk memodifikasi tipe percabangannya. Hasil penelitian Dewi & Dwimahyani (2013) tentang radiasi sinar gamma yang diberikan pada tanaman kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) menunjukkan bahwa pada dosis radiasi 10–20 Gy menimbulkan pertumbuhan tanaman yang kerdil dan terjadi penurunan jumlah cabang. Pertumbuhan cabang pada pohon umumnya tidak diharapakan karena akan menghasilkan mata kayu. Mata kayu merupakan salah satu cacat kayu yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap kekuatan kayu (Bahtiar 2005).

(29)

15 tajuk yang luas dan rapat sehingga banyak tajuk yang saling bertumpukan antar pohon yang berbeda. Dosis 15 krad memiliki panjang tajuk yang lebih tinggi dibandingkan dengan dosis radiasi lainnya (Tabel 8). Hasil penelitian Purwati & Hariyono (2010) juga menunjukkan dosis radiasi yang tinggi (200 Gy) menyebabkan pertambahan lebar kanopi tanaman jarak pagar dibandingkan pada dosis yang lebih rendah (100–150 Gy). Tajuk pohon yang luas akan meningkatkan proses fotosintesis yang terjadi pada pohon tersebut sehingga pertumbuhannya juga semakin cepat. Tajuk melalui proses fotosintesis akan menyediakan karbohidrat untuk akar, sedangkan akar menyerap air dan hara dari dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan tajuk (Wijayanto & Araujo 2011).

Analisis PCA (Principal Component Analysis)

Analisis PCA bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel yang digunakan dalam penelitian secara bersamaan. Analisis PCA merupakan salah satu bagian yang terdapat dalam analisis multivariant. Analisis multivariant merupakan metode analisis data yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel tak bebas berdasarkan lebih dari satu variabel bebas yang mempengaruhi (Supranto 2004).

Keterangan: TBC (tinggi bebas cabang); KB (kelurusan batang); CP (cabang permanen); T (tinggi); D (diameter); V (volume); JC (jumlah cabang).

Gambar 4 Hasil analisis PCA pada delapan variabel yang diamati dalam penelitian sengon hasil radiasi sinar gamma

Hasil analisis PCA (Gambar 4) menunjukkan keragaman yang dapat diterangkan oleh first component (komponen pertama) sebesar 50.5% dan second component (komponen kedua) sebesar 39.5%, sehingga secara keseluruhan keragaman yang dapat dijelaskan oleh kedua komponen tersebut sebesar 90%. Komponen yang dipilih merupakan kombinasi linear dari peubah yang diamati. Informasi yang terkandung pada first component (komponen pertama) dan second

(30)

16

component (komponen kedua) merupakan gabungan dari semua peubah dengan bobot tertentu yang memiliki ragam paling besar dan memuat informasi paling banyak (Matjjik & Sumertajaya 2011).

Hubungan diantara variabel dapat dilihat dari sudut yang terbentuk diantara variabel, semakin kecil sudut yang terbentuk maka semakin kuat hubungan diantara variabel. Variabel V, D, T, dan Tajuk memiliki hubungan yang kuat bila dibandingkan dengan variabel yang lain. Begitu juga antara CP, KB, dan TBC memiliki hubungan yang kuat, sedangkan JC memiliki hubungan yang berlawanan arah dengan variabel lainnya. Variabel yang memiliki hubungan kuat artinya karakter tersebut memiliki kesamaan pada setiap jenis sengon pada berbagai dosis hasil radiasi sinar gamma. Hal ini dapat diartikan bahwa variabel yang memiliki hubungan kuat tersebut dapat dipilih salah satu saja untuk melihat perbedaan dari pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan sengon. Sebaliknya, variabel yang tidak memiliki hubungan yang kuat contohnya JC dengan CP dan D dapat dijadikan variabel utama untuk melihat perbedaan dari pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan sengon.

Analisis BIPLOT

Analisis BIPLOT digunakan untuk mengetahui variabel apa yang paling mencirikan pada tiap dosis radiasi yang digunakan dalam penelitian ini. Karakteristik sengon hasil radiasi sinar gamma dapat dicirikan dari posisi terdekat titik dengan variabel yang diamati. (tinggi); D (diameter); V (volume); JC (jumlah cabang).

(31)

17 Tanaman dosis radiasi 15 krad cenderung memiliki ciri karakteristik V, D, T dan tajuk yang cenderung tinggi dan dosis radiasi 10 krad cenderung memiliki karakteristik JC yang tinggi. Berdasarkan Gambar 5 diketahui sengon hasil radiasi dosis 10 krad terletak berlawanan arah dengan semua variabel kecuali variabel jumlah cabang. Artinya sengon hasil radiasi dosis 10 krad memiliki nilai lebih rendah pada tujuh variabel tersebut.

Hasil dari Gambar 5 menunjukkan bahwa dosis 5 krad memiliki karakteristik yang lebih beragam. Karakter tinggi dan diameter menjadi sifat penting pada kayu pertukangan karena berkaitan dengan volume pohon. Pohon sengon hasil radiasi sinar gamma dosis 5 dan 15 krad yang memiliki karakter unggul yang dapat dipilih untuk dibudidayakan. Perubahan yang terjadi akibat mutasi dapat diwariskan kepada keturunannya sehingga apabila dibudidaya kemungkinan besar akan menghasilkan keturunan yang sama dengan induknya. Produksi Buah Pohon Sengon Mutan Hasil Radiasi Sinar Gamma

Pengamatan pembuangaan dilakukan mulai bulan Februari–Januari. Pengamatan terakhir yang dilakukan pada bulan januari ditemukan pohon sengon mutan hasil radiasi yang telah berbuah sebanyak 32 individu dari total individu yang diamati sebanyak 52 individu. Radiasi sinar gamma memberikan respon pembuahan yang berbeda-beda pada setiap jenis tanaman. Hasil penelitian Purwati & Hariyono (2010) pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas.L) menunjukkan bahwa tanaman hasil radiasi sinar gamma yang telah berbunga lebih dari 33% sedangkan kontrolnya hanya 16%. Penelitian lainnya menyatakan bahwa radiasi sinar gamma menyebabkan tanaman Acacia mangium generasi M1 berumur 7 tahun yang dapat berbuah hanya 7 individu dan 91 individu dianggap steril karena tidak mampu menghasilkan bunga dan buah (Yunus 2016).

Seleksi Pohon Sengon Hasil Radiasi Berdasarkan Diameter dan Volume

Penggunaan teknologi radiasi sinar gamma untuk pemuliaan tidak dapat diprediksi hasilnya karena mutasi yang dihasilkan dari radiasi sinar gamma bersifat acak. Individu yang diradiasi dengan dosis yang sama belum tentu memiliki karakter yang sama pula. Respon terhadap radiasi masing-masing jenis benih berbeda, dipengaruhi oleh radiosensitivitas berupa kondisi fisik-fisiologis, genetik, dan lingkungan (Zanzibar 2015). Selain itu keberhasilan program induksi mutasi juga sangat bergantung pada materi tanaman yang mendapat perlakuan mutagen. Berdasarkan data individu pohon dari nilai minimum dan maksimum tiap perlakuan pada delapan parameter terdapat individu yang memiliki nilai diameter dan volume lebih besar dari kontrol, yaitu pada dosis 5 dan 15 krad. Individu tersebut selanjutnya akan diseleksi untuk mengetahui tanaman dengan diameter dan volume terbaik dari hasil penelitian ini.

(32)

18

rendah sebesar 9.39 cm hingga yang tertinggi sebesar 55.73 cm. Tabel nilai frekuensi sebaran diameter digunakan untuk mengetahui individu yang memiliki nilai diameter tertinggi pada dosis tertentu. Frekuensi nilai sebaran diameter (Tabel 9) menunjukkan sebaran diameter pada beberapa selang kelas.

Tabel 9 Frekuensi sebaran nilai diameter sengon mutan hasil radiasi sinar gamma Selang kelas (cm) Persentase individu (%) / dosis radiasi

0 krad 5 krad 10 krad 15 krad

Frekuensi sebaran diameter (Tabel 9) menunjukkan bahwa diameter terbesar pada selang kelas 49–56 terdapat pada dosis 5 dan 15 krad dengan jumlah sebanyak 2 individu pada tiap-tiap dosis tersebut. Nilai diameter pada dosis 15 krad paling rendah yaitu pada selang kelas 17–24 dan pada dosis 5 krad terendah berada pada selang kelas 9–16. Individu sengon hasil radiasi pada dosis 5 dan 15 krad memiliki potensi untuk dibudidayakan dengan tujuan kayu pertukangan karena memiliki individu dengan diameter yang besar.

Sengon sebagai kayu alternatif untuk memenuhi kebutuhan kayu pertukangan menjadi sangat prospektif. Volume suatu pohon biasanya digunakan untuk menentukan harga jual pohon tersebut. Semakin besar volumenya, maka nilai jualnya akan semakin tinggi. Frekuensi sebaran nilai volume sengon hasil radiasi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Frekuensi sebaran nilai volume sengon mutan hasil radiasi sinar gamma Selang kelas (m3) Persentase individu (%) / dosis radiasi

(33)

19 Berdasarkan frekuensi sebaran diameter (Tabel 9) terdapat 4 individu dan berdasarkan frekuensi sebaran volume (Tabel 10) terdapat 1 individu pada selang tertinggi. Individu yang memiliki nilai diameter dan volume terbesar yaitu kode 15.149 hasil radiasi dosis 15 krad (Gambar 6). Individu dengan kode 15.149 telah memiliki adaptabilitas dan kemampuan tumbuh yang baik pada saat di rumah kaca. Hal tersebut ditunjukkan dengan pertumbuhan tinggi dan diameternya. Pada awal pengamatan tingginya 5 cm, pengamatan kedua bertambah menjadi 9.6 cm dan pada pengamatan terakhir 4 mst (minggu setelah tanam) tingginya mencapai 13.5 cm. Nilai diameternya dari awal pengamatan hingga 4 mst berturut-turut yaitu 0.15 cm, 0.25 cm, dan 0.40 cm [data tidak dipubllikasi].

Gambar 6 Pohon sengon mutan hasil radiasi sinar gamma kode 15.149 di lapangan (A dan B).

Identifikasi Penyakit Sengon Mutan Hasil Radiasi Sinar Gamma

Sengon merupakan pohon yang sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. Hama yang sering menyerang tanaman sengon diantaranya hama kupu kuning dan boktor, sedangkan penyakitnya yaitu karat puru (Anggraeni & Lelana 2011). Pada penelitian ini teridentifikasi adanya serangan penyakit karat puru. Penyakit karat puru (gal) disebakan oleh fungi Uromycladium tepperianum (Sacc.) yang termasuk kedalam golongan parasit obligat yaitu hanya dapat hidup pada jaringan hidup. Penyebaran penyakit karat puru dapat terjadi sangat cepat. Penyakit karat puru ini menjadi masalah besar pada tanaman sengon, sehingga diperlukan cara yang efektif untuk memusnahkannya. Identifikasi penyakit dilakukan pada tiga bagian pohon yaitu ranting, cabang, dan batang. Hasil perhitungan terhadap intensitas dan luas serangan penyakit karat puru pada sengon mutan hasil radiasi sinar gamma terdapat pada Tabel 11.

Hasil identifikasi terhadap serangan penyakit yang terdapat pada sengon mutan hasil radiasi sinar gamma (Tabel 11) menunjukkan bahwa pada setiap dosis radiasi memiliki tanaman yang terserang penyakit karat puru dengan tingkat intesitas dan luas serangan yang bebeda-beda. Intesitas serangan (IS) dan luas

(34)

20

serangan (LS) penyakit pada bagian cabang tanaman kontrol lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang diradiasi (Tabel 11).

Tabel 11 Intensitas dan luas serangan penyakit karat puru sengon mutan hasil

Keterangan: IS: Intesitas serangan; LS: Luas serangan

Dosis 15 krad memiliki LS dan IS yang lebih rendah pada bagian ranting dan cabang dibandingkan dosis radiasi lainnya (Tabel 11). Penelitian Sutarto et al. (1998) mengenai serangan penyakit layu fusarium yang pada tanaman pisang hasil radiasi sinar gamma juga menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis radiasi maka semakin sedikit pula tanaman yang terserang penyakit layu fusarium. Pemberian radiasi diduga tidak mempengaruhi ketahanan terhadap karat puru pada sengon, tetapi pada sengon hasil radiasi tidak ditemukan hama boktor. Hasil penelitian Achrom & Hidayat (2011) menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma hingga dosis 1000 Gy tidak mampu menghilangkan Altemaria porri dan beberapa cendawan lainnya yang berada pada umbi bawang merah (Allium ascolonicum L.). Pemberian radiasi pada spesimen kayu dalam penelitian Despot et al. (2007) menyebabkan serat selulosa memendek sehingga menimbulkan retakan-retakan kecil pada kayu yang dapat memudahkan air untuk masuk ke dalam jaringan kayu sehingga lebih memudahkan timbulnya jamur pembusuk kayu. Hasil penelitian Despot et al. (2007) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol lebih resisten terhadap jamur pembusuk kayu (Gloeophyllum trabeum) dibandingkan kayu yang telah diradiasi dengan dosis 30, 90, dan 150 kGy. Dosis radiasi 70–130 krad mampu menghilangkan serangga pada kayu, tetapi untuk menghilangkan fungi membutuhkan dosis yang lebih tinggi (Kunstadt 1998). Hal yang menyebabkan fungi lebih resisten terhadap iradiasi adalah karena fungi sering mengalami fase dorman dan beberapa fungi dapat bereproduksi secara aseksual sehingga dampak kemandulan yang ditimbulkan lebih kecil.

Seleksi Pohon Plus

(35)

21 Tabel 12 Hasil pengamatan dan pengukuran karakter morfologi pohon plus dan

pohon pembanding sengon mutan hasil radiasi sinar gamma Jenis Pohon D cabang permanen, BB : bentuk batang, A: ada, TA: tidak ada, AB : agak bulat

Hasil pengamatan dan pengukuran karakter morfologi pohon plus dan pohon pembanding sengon mutan hasil radiasi sinar gamma disajikan pada Tabel 13. Kandidat pohon plus memiliki kisaran diameter antara 26.43–39.01 cm dan tinggi antara 25–35.5 m (Tabel 12). Pohon yang memiliki diameter terkecil adalah kandidat nomor 8 dengan nilai 26.43 cm, dan yang terbesar terdapat pada kandidat nomor 5 sebesar 39.01 cm.

(36)

22

berada di dalam seperti intensitas cahaya matahari yang diterima lebih besar. Hasil skoring pada 10 kandidat pohon plus (Tabel 13) akan dipilih 5 kandidat pohon plus yang memiliki skor tertinggi. Nilai skor 5 kandidat pohon plus berkisar antara 130.78–144.16. Nilai batas kelulusan yang terlalu tinggi akan menyebabkan jumlah pohon plus yang dipilih lebih sedikit dan akan menyempitkan variasi genetik, sebaliknya nilai batas skor yang terlalu rendah akan memberikan nilai genetik yang rendah.

Tabel 13 Hasil skoring beberapa parameter pada kandidat pohon plus Kandiat

pohon plus

Kode lapang

Skor dari parameter yang diamati Total Skor

cabang permanen, BB : bentuk batang, A: ada, TA: tidak ada, AB : agak bulat *= kandidat pohon plus terpilih

Kandidat pohon plus yang memiliki total skor tertinggi (Tabel 13) adalah kandidat nomor 3 dengan total skor sebesar 144.16, pohon tersebut merupakan pohon hasil radiasi 5 krad. Urutan ke-2, 3, 4, dan 5 dengan skor total masing-masing yaitu 143.37 (kontrol), 142.06 (15 krad), 131.37 (5 krad), dan 130.78 (15 krad). Pohon dengan diameter dan tinggi yang besar akan menghasilkan volume yang tinggi pula. Volume suatu pohon biasanya digunakan untuk menentukan harga jual pohon tersebut. Semakin besar volumenya, maka nilai jualnya akan semakin tinggi.

Analisis Kerapatan Kayu

(37)

23 Berdasarkan Gambar 7, sengon hasil radiasi ini dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan pulp karena memiliki warna kayu yang cerah. Syarat pemilihan kayu untuk bahan baku pulp adalah memiliki kadar selulosa tinggi dan

lignin rendah (Fitria et al. 2010). Selain dua syarat tersebut, warna kayu yang cerah

juga menjadi kelebihan bagi kayu yang digunakan untuk bahan baku pulp karena dapat meminimalisisir biaya pemutihan (bleaching).

Gambar 7 Sampel kayu untuk analisis kerapatan kontrol (A), dosis 5 krad (B), dosis 10 krad (C), dan dosis 15 krad (D).

Hasil analisis terhadap kerapatan kayu menunjukkan bahwa nilai kerapatan sengon hasil radiasi bervariasi, dari yang terendah yaitu 0.29 (g/cm3) untuk dosis 5 krad dan yang tertinggi yaitu 0.57 (g/cm3) untuk kontrol (0 krad). Hasil analisis nilai kerapatan kayu dengan menggunakan metode Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa nilai α sebesar 0.0556 lebih kecil dari α taraf uji sebesar 0.10, artinya terdapat perbedaan yang nyata dengan tingkat kepercayaan 90% terhadap nilai kerapatan kayu antar dosis radiasi yang diberikan. Selanjutnya hasil tersebut diuji dengan uji lanjut Dunn untuk melihat perlakuan mana yang memberikan perbedaan yang nyata (Tabel 14).

Tabel 14 Rata-rata nilai kerapatan kayu sengon mutan hasil radiasi sinar gamma

Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter yang diuji.

Hasil analisis kerapatan dengan uji Dunn (Tabel 14) menunjukkan bahwa dosis 0 dan 10 memiliki nilai yang tidak berbeda nyata yaitu 0.47 dan 0.48 (g/cm3). Perlakuan dosis 5 krad juga memiliki nilai kerapatan yang tidak berbeda

Dosis (krad) Rata-rata (g/cm3)

0 0.4720 + 0.0459 a

5 0.3880 + 0.0407 ab

10 0.4840 + 0.0344 a

15 0.3360 + 0.0346 b

A B

(38)

24

nyata dengan dosis 0 dan 10 krad yaitu sebesar 0.38 (g/cm3). Kerapatan kayu sengon tergolong ke dalam kerapatan yang rendah yaitu 0.31 g/cm3 (Nandika et al. 2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kayu sengon hasil radiasi memiliki nilai kerapatan lebih besar dari nilai kerapatan rata-rata sengon pada umumnya walaupun nilai tersebut masih termasuk dalam kategori rendah yaitu kurang dari 0.6 g/cm3 (Ardiansa et al. 2014).

Radiasi sinar gamma yang diberikan pada tanaman sengon dalam penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kerapatan kayunya. Severiano et al. (2010) menyatakan bahwa radiasi sinar gamma pada dosis 25–100 KGy tidak memberikan pengaruh terhadap sifat fisik, kimia, dan kayu. Curling & Winandy (2008) juga melaporkan bahwa radiasi yang diberikan pada kayu pinus tidak menyebabkan perubahan nilai kerapatan kayunya. Kerapatan merupakan sifat fisik kayu yang berpengaruh terhadap kekuatan dan keawetan kayu. Kayu yang memiliki kerapatan rendah akan memiliki kemampuan menahan beban yang lebih rendah serta lebih rentan terhadap hama dan penyakit yang menyerang kayu. Faktor yang mempengaruhi kerapatan kayu adalah kandungan lignin kayu.

Analisis Molekuler

Keragaman dalam DNA mikrosatelit dapat dideteksi dengan menggunakan teknologi PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan bantuan sekuen pengapit yang khas (primer) yang digunakan untuk mengamplifikasi fragmen target (lokus DNA mikrosatelit). Primer bersifat spesifik sehingga primer tersebut hanya mampu mengamplifikasi lokus tertentu. Hasil elektroforesis PCR primer pafa 04 menunjukkan banyak pita yang tidak berada pada lokus target ukuran 191–193 bp (Gambar 8). Kondisi tersebut diduga terjadi karena pengaruh radiasi sinar gamma. Widiastusi et al. (2013) menyatakan bahwa beberapa radiasi menginduksi daerah bukan target yang memicu sekuen berulang secara genetik menjadi tidak stabil, namun daerah pasti dimana hal ini terjadi masih belum diketahui. Mikrosatelit memiliki sifat ketidakstabilan spontan yang didasarkan pada kerentanannya dibandingkan daerah lain atau ketidakseimbangan proses replikasi atau rekombinasi yang tidak sama, dan rata-rata yang tinggi dari kedua proses tersebut membuat lokus ini menjadi rapuh terhadap induksi radiasi (Bridges 2001).

Keterangan: M: Marker, K: Kontrol, 5 : dosis 5 krad, 10: dosis 10 krad, 15: dosis 15 krad, Gambar 8 Hasil amplifikasi primer pafa 04 (A) dan pafa 08 (B)

(39)

25 Lima primer yang digunakan dalam penelitian ini tidak semuanya mampu mengamplifikasi sampel yang ada. Seperti contoh yaitu sampel 5.21, sampel tersebut teramplifikasi pada keempat primer, tetapi tidak teramplifikasi pada primer pafa 06 (Tabel 15).

Tabel 15 Data biner hasil skoring sengon mutan

(40)

26

10.19, 10.26, 10.28, 15.06, 15.23, 15.14, 15.110, 15.149) tidak terdapat pita DNA pada lokus tersebut, sebaliknya pada pafa 08 lokus 2 semua sampel kontrol tidak terdapat pita DNA sedangkan sampel hasil mutasi (5.03, 5.06, 5.07, 5.11, 5.12, 5.14, 5.21, 5.24, 5.30, 10.26, 10.28, 10.31, 15.05,15.06, 15.23, 15. 110, 15.123, 15.138, 15.148, 15.149) pada lokus tersebut terdapat pita DNA yang mengisi. Pada pafa 05 lokus ketiga, semua sampel kontrol tidak terdapat pita, tetapi ada satu sampel hasil mutasi yang terdapat pita pada lokus tersebut yaitu sampel 15.22. Faktor yang menyebabkan DNA tidak teramplifikasi adalah karena primer tidak dapat menempel pada daerah komplemennya. Konsentrasi enzim yang terlalu tinggi dan jumlah siklus yang berlebihan akan menyebabkan proses amplifikasi kurang spesifik (Winaya 2000). Faktor lain yang diduga menyebabkan DNA tidak menempel pada lokus target adalah karena radiasi sinar gamma yang diberikan.

Nilai PIC (Polypmorphism Information Content) berdasarkan lima primer (pafa 04, pafa 05, pafa 06, pafa 08, dan pafa 10) berkisar antara 0.5357–0.6894. Pafa 06 memiliki nilai PIC tertinggi yaitu sebesar 0.6894, dilihat dari pita yang dihasilkan dengan pafa 06 memiliki pita yang polimorfik. Hildebrand et al. (1992) menyatakan bahwa nilai PIC yang berada pada kisaran 0.44–0.7 menunjukkan bahwa primer tersebut cukup informatif.

Jumlah alel teramati dan jumlah alel efektif hasil penelitian ini (Tabel 16) memiliki perbedaan antara kontrol dengan hasil radiasi sinar gamma.

Tabel 16 Nilai Na dan Ne pada tiap primer yang digunakan

Populasi Pafa 04 Pafa 05 Pafa 06 Pafa 08 Pafa 10

Keterangan: Na: jumlah alel teramati, Ne: jumlah alel efektif

Hasil Tabel 16 menunjukkan pada pafa 08 nilai Na dan Ne kontrol lebih rendah dibandingkan dengan hasil radiasi. Jumlah Na dan Ne pada tanaman hasil radiasi juga mengalami pengurangan dan penambahan dibandingkan Na dan Ne kontrol pada primer lainnya (pafa 04, pafa 05, pafa 06, dan pafa 10). Hasil Tabel 16 tersebut diduga menunjukkan telah terjadi mutasi pada beberapa individu sengon hasil radiasi sinar gamma. Yunus (2016) menyatakan bahwa mutasi menyebabkan terjadinya pengurangan atau penambahan alel.

(41)

27 Tabel 17 Keragaman genetik sengon mutan hasil radiasi sinar gamma

Populasi N Na Ne PLP (%) I Ho He F

Kontrol 6 3.000 2.053 100 0.850 0.300 0.486 0.340 5krad 17 3.600 2.723 100 1.086 0.400 0.628 0.369 10krad 5 3.000 2.359 100 0.874 0.400 0.496 0.173 15krad 16 3.200 2.546 100 1.002 0.363 0.593 0.424 Keterangan: N : Jumlah sampel, Na : Jumlah alel teramati, Ne : Jumlah alel efektif, Ho : Heterozigositas teramati, He : Heterozigositas harapan, F: Indeks fiksasi

Nilai Na pada setiap populasi lebih besar dibandingkan dengan nilai Ne (Tabel 17). Jumlah Na dan Ne yang berbeda disebabkan frekuensi untuk setiap alel bervariasi (Taheri et al. 2014). Nilai Ne tertinggi terdapat pada perlakuan 5 krad (2.723) sedangkan yang terendah pada kontrol (2.052). Nilai Ne yang lebih besar menunjukkan bahwa keragaman alel individu hasil radiasi lebih besar dibandingkan kontrol (Yunus 2016). Nilai Persen lokus polimorfisme (PLP) pada ke empat populasi sama yaitu sebesar 100%. Nilai indeks fiksasi (F) pada semua populasi benilai positif menunjukkan adanya kecenderungan populasi tersebut kekurangan tingkat heterozigositas. Adanya kekurangan heterozigositas berarti populasi tersebut lebih rentan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan (Basyuni et al. 2012).

Nilai heterozigositas harapan (He) tertinggi terdapat pada populasi 5 krad sebesar 0.628 dan yang terendah yaitu pada kontrol dengan nilai He sebesar 0.486. Indeks Shannon (I) yang paling tinggi juga terdapat pada populasi 5 krad sebesar 1.086 dan terendah juga pada populasi kontrol sebesar 0.850. Nilai He dan I yang tinggi menunjukkan keragaman genetik yang tinggi dan sebaliknya. Hasil dari Tabel (17) berdasarkan nilai I dan He menunjukkan bahwa mutasi radiasi sinar gamma pada sengon mampu meningkatkan keragaman genetik yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Nilai He pada penelitian ini lebih besar dibandingkan nilai He sengon di seluruh pulau jawa hanya berkisar antara 0.1328–0.2946 (Siregar & Olivia 2012). Nilai tersebut masih lebih rendah dibandingkan hasil penelitian ini meskipun sampel yang digunakan dalam penelitian ini lebih sedikit.

Mutasi dengan menggunakan radiasi sinar gamma telah terbukti mampu meningkatkan keragaman genetik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dosis radiasi 5 krad yang diberikan pada benih sengon telah memberikan nilai He sebesar 0.628 atau 29.21% lebih tinggi dibandingkan kotrol. Dosis 15 krad juga meningkatkan nilai He sebesar 22.01%, yang memiliki peningkatan He terendah dibandingkan kontrol adalah dosis radiasi 10 krad hanya sebesar 2.05%. Penelitian lainnya menggunakan radiasi sinar gamma adalah pada tanaman manggis yang dilakukan oleh Widiastusi et al. (2013), hasilnya menunjukkan bahwa radiasi sinar gamma mampu meningkatkan keragaman genetik sebesar 5% dibandingkan tanpa radiasi. Penelitian lainnya oleh Mudibu et al. (2011) pada tanaman kedelai menunjukkan bahwa dosis 10 dan 20 krad mampu meningkatkan nilai indeks Shanon (I) masing-masing sebesar 40 dan 50% dibandingkan kontrol.

(42)

28

sasaran utama dari pemberian radiasi. Keragaman genetik yang luas merupakan dasar untuk melakukan pemuliaan tanaman. Keragaman yang tinggi akan membuat proses seleksi lebih efektif dan memberikan peluang yang lebih besar untuk memilih karakter-karakter yang diinginkan (Widiastusi et al. 2013). Karakter unggul yang dihasilkan dari mutasi dapat diwariskan kepada turunan selanjutnya (Soeranto 2003).

Hasil analisis molekuler menunjukkan terjadi perbedaan nilai keragaman antara tanaman kontrol dengan tanaman hasil radiasi, tetapi berdasarkan analisis morfologi tidak terjadi perubahan yang signifikan. Keterbatasan dari analisis morfologi adalah karakter yang diamati bersifat poligenik dan ekspresinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Zulfahmi 2013). DNA merupakan sumber informasi genetik yang potensial dan akurat serta DNA ditemukan dalam hampir semua sel organisme. Penanda molekuler DNA dapat melengkapi kekurangan yang terdapat pada analisis morfologi karena dapat mengakses ke bagian material yang mengendalikan karakter atau ciri suatu individu (Zulfahmi 2013).

Analisis pengelompokan individu hasil radiasi dan tanpa radiasi menggunakan jarak genetik untuk melihat kedekatan hubungan antar individu. Nilai jarak genetik yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 0.1000– 1.0000. Nilai jarak genetik 1.0000 artinya memiliki kekerabatan antar individu yang sangat jauh, sedangkan nilai genetik 0.1000 menunjukkan kekerabatan antar individu sangat dekat. Matriks mengenai jarak genetik disajikan pada lampiran 1. Pengelompokan individu dinalisis menggunkan software Darwin 6. Dendogram pengelompokkan 44 individu disajikan pada Gambar 9.

Hasil analisis pengelompokan (Gambar 9) terbagi menjadi dua kluster besar. Secara keseluruhan, tidak terjadi pengelompokkan antara kontrol dan hasil mutasi, artinya antara tanaman kontrol dengan individu hasil radiasi masih bergabung. Gambar 9 menunjukkan antara tanaman mutan dengan mutan tersebar secara acak, hal tersebut terjadi karena mutasi yang disebabkan oleh radiasi sinar gamma bersifat acak. Hasil penelitian Widiastuti et al. (2013) juga menunjukkan bahwa pengelompokan yang didapat berdasarkan marka molekuler tidak menunjukkan pola khusus antara tanaman hasil radiasi dengan tanaman tanpa radiasi dan beberapa tanaman hasil radiasi juga memiliki jarak genetik yang cukup dekat dengan tanaman tanpa radiasi.

(43)

29 jauh apabila disilangkan akan memiliki nilai heterozigositas yang tinggi (Rahayu & Handayani 2010).

Keterangan: : Kontrol : 10 krad : kandidat pohon plus : 5 krad : 15 krad

Gambar 9 Dendogram sengon mutan hasil radiasi sinar gamma berdasarkan analisis molekuler dengan penanda mikrosatelit.

Hasil pengelompokkan antara tanaman kontrol dengan tanaman hasil radiasi (Gambar 9) jika dihubungkan dengan 10 kandidat pohon plus terpilih (Tabel 13) menunjukkan bahwa kandidat pohon plus tersebut juga terpisah pada dua klaster besar. Individu K1, 15.27, 5.09, K2, dan 15.61 berada pada klaster A, sedangkan individu 5.07, 15.NN, 5.24, dan 5.18 berada pada klaster B. Hal ini menunjukkan bahwa antara kandidat pohon plus terpilih memiliki jarak genetik yang berbeda, ada yang berdekatan dan sebaliknya. Sumber benih pada penelitian ini berasal dari Kediri. Populasi sengon yang berasal dari Kediri berdasarkan penelitian Siregar & Olivia (2012) memiliki nilai He sebesar 0.2946.

Berdasarkan hasil analisis morfologi dan molekuler yang telah dilakukan dalam penelitian ini dosis radiasi yang diberikan tidak berpengaruh nyata. Mutasi

A

Gambar

Tabel 1 Skor tingkat serangan menurut Triyogo & Widyastuti (2012):
Tabel 2 Skoring kandidat pohon plus
Tabel 3 Susunan pereaksi PCR mikrosatelit
Tabel 6 Rata-rata tinggi, diameter, dan volume sengon mutan hasil radiasi sinar
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Panitia Pengadaan Barang/Jasa pada BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur akan melaksanakan Pelelangan Umum (Ulang) dengan pascakualifikasi secara elektronik untuk paket

Modal ekonomi Saguer mencakup alat-alat produksi (pisau, bambu, tanki, rumah produksi dan tenaga pembuat saguer), materi (pendapatan dari hasil penjualan saguer)

Adapun yang dimaksud dengan probabilitas adalah kemungkinan yang dapat terjadi dalam.. suatu peristiwa tertentu (the chance of particular

Pemekaran desa Anakalang, yang menjadi (salah satunya adalah) desa Dewa Jara, menarik untuk diteliti lebih lanjut, guna melihat perkembangan pembangunan

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran Akidah Akhlak adalah cara penyampaian pesan yang dilakukan oleh guru saat proses. belajar mengajar dalam

Random Forest Classifier diperoleh tingkat pengenalan tertinggi untuk ekstraksi menggunakan PCA sebesar 100% pada variasi data 95% ,sedangkan tingkat pengenalan