• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengaruh Pola Asuh Disiplin Dan Spiritual, Serta Kecerdasan Spiritual Ibu Terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar Di Perdesaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengaruh Pola Asuh Disiplin Dan Spiritual, Serta Kecerdasan Spiritual Ibu Terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar Di Perdesaan"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

RETY PUSPITASARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar di Perdesaan” adalah benar karya saya. Karya ini berdasarkan arahan dari komisi pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip dari hasil karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis yang saya buat kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

RETY PUSPITASARI. Pengaruh Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar di Perdesaan. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan TIN HERAWATI.

Perkembangan moral individu tidak terlepas dari karakter yang dimilikinya. Individu dapat dikatakan berkarakter apabila individu mengetahui moral, merasakan moral, dan melakukan moral, sehingga individu dapat melakukan kebaikan berdasarkan moral. Kondisi karakter anak Indonesia mengalami penurunan, hal tersebut dapat terlihat dari anak usia sekolah dasar yang melakukan tindakan-tindakan yang buruk, seperti tawuran, bullying, kriminalitas, pencabulan, pemerkosaan, dan perilaku lainnya. Perilaku tersebut merupakan tindakan yang tidak berkarakter. Ini terjadi kemungkinan dampak dari kondisi lingkungan yang diterima oleh anak baik lingkungan keluarga maupun lingkungan lainnya. Karakter penting dibentuk oleh keluarga sebagai pengasuh utama anak usia sekolah dasar. Anak usia sekolah dasar masih mengalami perkembangan moral pada tahap berikutnya sehingga penting pengasuhan karakter dilakukan pada usia ini, karena akan berdampak dalam jangka panjang sampai anak menjadi dewasa. Orangtua melalui perannya membentuk karakter anak usia sekolah dasar melalui proses pengasuhan yang positif. Proses pengasuhan positif dapat dilihat dari pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual, serta dapat dilihat melalui kecerdasan spiritual ibu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar di perdesaan.

Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian hibah kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and School Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. dan anggotanya Alfiasari SP., M.Si. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive di perdesaan wilayah Kabupaten Bogor. Penarikan contoh pada penelitian dengan menggunakan proportional random sampling dengan jumlah 125 responden. Pengambilan data dilakukan melalui teknik wawancara dengan bantuan kuesioner. Data dianalisis dengan analisis deskriptif, uji independent t-test, dan uji regresi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari pola asuh disiplin dan spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak perempuan. Terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter anak laki-laki dengan anak perempuan. Tidak terdapat perbedaan kecerdasan spiritual ibu pada anak lak-laki dan anak perempuan. Karakter anak perempuan lebih baik dari anak laki-laki. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pendapatan, pola asuh disiplin induktif, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual ibu berpengaruh terhadap karakter anak.

(5)

SUMMARY

RETI PUSPITASARI. The Effect of Discipline and Spiritual Parenting Pattern, and Mother Spiritual Quotient on Character of School-Age Children In Rural Area. Supervised by DWI HASTUTI and TIN HERAWATI.

Moral development of individual is inseparable from the character. It is said that individual with good character is one with good moral knowing, moral feeling, and moral acting. The condition of children character in Indonesia has decreased, it can be seen from the children in elementary school who conducted bad things such as fights, bullying, crime, sexual abuse, rape, and other bad behaviors. This could be happens because they have bad experience from their environment as in family environment. Character is formed by the family as the primary caretaker of the child. Children in elementary school are still in the process of moral development, so it‟s important to help children to have good characters. Parents can help children to have good characters through positive parenting. Positive parenting can be seen from discipline and spiritual parenting pattern, and spiritual quotient from mothers. The purpose of this study was to analyze the effect of discipline and spiritual parenting pattern, and parent spiritual quotient on character of school age children in rural area.

This study was part of a grant research of " Character Education Model of Children in Rural Family with Family and School - Based Partnership" chaired by Dr. Ir. Dwi Hastuti, Msc. and Alfiasari SP, MSc. as a member. This study was conducted in Ciasihan and Ciasmara, Pamijahan, Bogor. The sample consisted of 125 respondents and selected by using proportional random sampling method. Data were collected through interview with questionnaire as research tool. Data were analyzed with descriptive analysis, independent t-test and regression test. There were no significant differences of discipline and spiritual parenting pattern based on child‟s gender. There were significant differences of character based on child‟s gender. There were no significant differences of mother‟s spiritual quotient based on child‟s gender.This study found that girls have better character than boys. Regression analysis showed that family income, parenting pattern of inductive discipline, parenting pattern of spiritual, and mother spiritual quotient were affecting child‟s character.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan usulan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar di Perdesaan” telah diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penulis sejak menjadi mahasiswa pascasarjana hingga dapat menyelesaikan studi, yaitu kepada:

1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan wawasan pengetahuan yang amat bermanfaat bagi tersusunnya tesis ini.

2. Tim Penelitian Hibah Kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and School Partnership” yakni, kepada Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc., Alfiasari SP, M.Si., yang telah mengikutsertakan penulis dalam penelitian tersebut, sehingga mampu mengumpulkan data penelitian tesis.

3. Tak ada kata yang dapat mengambarkan rasa terima kasih pada suami tercinta, Kakanda Mochamad Ade Nugraha, SP., ME. atas doa, dukungan, cinta, dan kasih sayangnya yang tak terhingga. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua anak-anak tersayang Mohammad Arsyad Izzadin dan Mohammad Akmal Nasrullah atas semangat dan dukungannya.

4. Keluarga Bapak dan Ibu RT, Pemerintah Desa dan masyarakat di Desa Ciasihan dan Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

5. Saudari Leni Novitasari, S.Si, Zervina Rubyn Devi Situmorang, S.Si, dan teman-teman tim HIKOM sebagai enumerator dalam penelitian.

6. Teman-teman PS IKA angkatan 2013 dan staf administrasi PS IKA atas dukunganya selama penyelesaian tesis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Aamiin Ya Allah.

Bogor, Januari 2016 Rety Puspitasari

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3 2. TINJAUAN PUSTAKA Teori Ekologi Bronfenbrenner 4 Teori Perkembangan Moral Kohlberg 4 Pola Asuh Dispilin 5 Pola Asuh Spiritual 5 Kecerdasan Spiritual 6 Karakter Anak Usia Sekolah Dasar 7 3. KERANGKA PEMIKIRAN 11

4. METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 13

Prosedur Pengambilan Contoh 13

Cara Pengumpulan Data 13

Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian 14

Pengolahan dan Analisis Data 15

Definisi Operasional 16

5. KARAKTERISTIK KELUARGA DAN KARAKTERISTIK ANAK 18

6. PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN POLA ASUH SPIRITUAL IBU TERHADAP KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR Pendahuluan 23

Metode 24

Hasil 26

Pembahasan 32

Simpulan 35

Daftar Pustaka 35 7. PENGARUH KECERDASAN SPIRITUAL

(14)

Pendahuluan 38

Metode 41

Hasil 42

Pembahasan 46

Simpulan 49

Daftar Pustaka 49

8. PEMBAHASAN UMUM 52

9. SIMPULAN DAN SARAN 55

10.DAFTAR PUSTAKA 57

(15)

DAFTAR TABEL

4.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 14 6.1 Sebaran contoh berdasarkan kategori, 26

nilai rata-rata dan standar deviasi, dan koefisien uji beda variabel pola asuh

disiplin antara anak laki-laki dan anak perempuan

6.2 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata 28 dan standar deviasi, dan koefisien uji beda

variabel pola asuh spiritual antara anak laki-laki dan anak perempuan

6.3 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata 29 dan standar deviasi, dan koefisien uji beda

variabel karakter antara anak laki-laki dan anak perempuan

6.4 Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan 30 anak, pola asuh disiplin, dan pola asuh

spiritual yang berpengaruh terhadap karakter

6.5 Koefisien regresi karakteristik keluarga dan anak, pola 31 asuh disiplin, dan pola asuh spiritual yang berpengaruh

terhadap karakter

7.1 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori, 42 nilai rata-rata, dan perbedaan antara anak laki-laki dan anak

perempuan

7.2 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori, 43 nilai rata-rata pada indikator kecerdasan spiritual

dan perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan

7.3 Sebaran contoh karakter anak berdasarkan kategori 44 perbedaan antara anak laki-laki dan anak

perempuan

7.4 Sebaran contoh karakter anak perdimensi 44 berdasarkan kategori, nilai rata-rata,

dan standar deviasi perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan

7.5 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik 45 keluarga dan anak, kecerdasan spiritual ibu dengan

karakter anak laki-laki dan anak perempuan

7.6 Koefisien regresi karakteristik keluarga 46 dan anak, kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter

anak usia sekolah dasar

DAFTAR GAMBAR

2.1 Komponen karakter baik Thomas Lickona 8

(16)

4.1 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian 13

DAFTAR LAMPIRAN 1. Koefisien korelasi karakteristik keluarga 63

2. Koefisien korelasi karakteristik keluarga 63

dan karakteristik anak dengan pola asuh disiplin dan spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter 3. Koefisien korelasi anatara kecerdasan spiritual 63

dengan pola asuh spiritual 4. Koefisien korelasi karakteristik keluarga 64

dan karakteristik anakkecerdasan spiritual dengan karakter 5. Skor hasil pernyataan persepsi anak 5.1Pola asuh disiplin 64

6. Skor hasil pernyataan 6.1Pola asuh spiritual 66

7. Skor pernyataan hasil kecerdasan spiritual ibu 68

8. Skor pernyataan hasil Karakter anak 71

9. Sumber acuan jurnal 75

10.Riwayat Hidup 78

(17)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nilai moral sudah seharusnya diberikan orangtua kepada anak karena dapat menjadi budi pekerti dan watak batiniah yang digunakan dalam menghadapi situasi atau keadaan dengan cara yang bermoral (Lickona, 2013). Nilai moral membentuk karakter, yang menjadi fondasi penting dalam terbentuknya masyarakat beradab dan sejahtera (Megawangi, 2009). Anak adalah sebagai generasi penerus bangsa, sehingga anak harus tumbuh dan berkembang dengan baik dan matang secara moral. Anak yang matang secara moral akan mampu menilai sesuatu yang baik atau buruk dalam menghadapi setiap keadaan, sehingga terhindar dari perilaku tidak bermoral. Anak yang berperilaku sesuai moral adalah anak yang berkarakter. Lickona (2013) mengatakan sesorang yang berkarakter adalah yang mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan.

Anak yang berkarakter adalah anak yang matang secara emosi dan spiritual (Megawangi, 2009). Kematangan emosi dan spiritual seorang anak didapat melalui pengalaman bersama keluarga. Orangtua selalu dihadapkan pada perilaku anak dalam menegakkan aturan sehingga orangtua perlu melakukan disiplin. Disiplin dapat mempengaruhi nilai-nilai pada anak dan sering muncul ketika anak-anak menghadapi konflik antara keinginan mereka sendiri dan standar moral yang berlaku. Orang tua yang berulang kali menggunakan cara tertentu dari disiplin akan membantu anak dalam mengembangkan emosi, yang diperlukan dalam menyeimbangkan keinginan anak dan orang lain dalam berperilaku moral Hoffman (2000).

Kebutuhan dasar setiap individu adalah ditanamkannya moral dan spiritual karena sebagai landasan penting dalam keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Hastuti, 2015). Secara alami anak memiliki kecintaan terhadap kebaikan (Megawangi, 2009), maka melalui pola asuh spiritual, orangtua membimbing anak agar berperilaku baik. Kebaikan didorong dan dirangsang oleh orangtua secara terus-menerus melalui pelukan, kehangatan, dan kasih sayang agar kebaikan itu akan terus berkembang menjadi perilaku. Melalui medan energi, memori yang dimiliki manusia apabila diulang terus-menerus akan terbentuk pola dan kebiasaan yang akhirnya akan menjadi karakter (Sheldrake, 1987).

Peran ibu dalam mengasuh anak terlihat dari kuantitas dan kualitas yang diberikan kepada anak (Hastuti, 2015). Ibu memberikan kualitasnya melalui interaksi bersama anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Ibu akan menghadapi berbagai perilaku anak, terutama perilaku yang melanggar aturan moral. Ibu harus dapat menangani dan memperbaiki perilaku anak yang melanggar melalui interaksi. Kondisi ibu harus dalam keadaan stabil dapat mengatasi situasi tanpa menyakiti anak. Terutama saat ibu menghadapi periode anak usia sekolah dasar yang merupakan masa anak mengadopsi standar moral orangtua sehingga anak ingin mendapatkan penilaian baik dari orangtuanya. Lickona (1983) mengatakan anak usia sekolah dasar adalah fase balas membalas, yaitu anak akan menyukai seseorang yang baik kepadanya dan akan membenci

(18)

orang yang tidak baik kepadanya. Karena itu, kecerdasan spiritual ibu menjadi penting dalam membentuk pemahaman nilai-nilai pada anak. Menurut Iglesias (2010) agama dan spiritual orang tua memiliki pengaruh terhadap pemahaman nilai-nilai anak. Kecerdasan spiritual merupakan landasan yang dibutuhkan dalam memfungsikan kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual secara efektif. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa (Zohar dan Marshall, 2001). Ibu akan lebih arif dan menyadari tentang nilai-nilai dan kreatif menemukan nilai-nilai baru. Menurut penelitian, spiritual dapat memberikan pengaruh pada pola asuh orangtua (Arca, 2007).

Berdasarkan pemaparan, penanaman nilai moral anak melalui pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu sudah seharusnya anak berperilaku sesuai moral. Namun kenyataannya, masih banyak perilaku anak yang yang bertentangan dengan moral. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia Januari 2011- Maret 2015 menunjukkan jumlah kasus anak setiap tahunnya mengalami kenaikan. Beberapa kasus di antaranya, 1797 kasus pada bidang pendidikan (tawuran pelajar, bullying, pungli), 991 kasus bidang pornografi dan cybercrime (kejahatan seksual online, pornografi dan media sosial), dan 5901 kasus anak yang berhadapan dengan hukum (kekerasan fisik, pembunuhan, pencurian, kecelakaan lalu lintas, penculikan, aborsi, dan kepemilikan senjata tajam). Perilaku buruk yang dilakukan oleh anak dikarenakan rendahnya kesadaran moral (Lickona, 2001). Karena itu, perlunya orangtua melakukan penanaman karakter pada anak, karakter yang berkualitas dibentuk sejak kecil, agar anak terhindar dari pribadi yang bermasalah saat dewasa (Megawangi, 2009).

Masalah Penelitian

Pola asuh disiplin merupakan teknik atau cara yang dilakukan oleh orangtua dalam mendorong anak untuk berperilaku baik (Hastuti, 2015). Patrick et al.(2012) menyatakan bahwa pola asuh disiplin orangtua berhubungan dengan meningkatnya identitas moral. Identitas moral merupakan komitmen individu terhadap moral, sehingga sesuatu yang dilanggar komitmen moral individu akan merasa terancam integritas dirinya (Santrock, 2012). Multiple Indicator Cluster Survey (MICS) pada program UNICEF di kabupaten terpilih di salah satu Propinsi di Indonesia melakukan survei dengan sampel 6000 rumah tangga (1000 setiap kabupaten) dan ibu atau pengasuh dari anak usia 2-14 tahun menemukan bahwa ibu masih menggunakan pola asuh disiplin penegasan dan jumlahnya di atas 80 persen di setiap kabupaten.

Karakter merupakan perilaku yang baik dalam melakukan tindakan-tindakan yang benar berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain (Lickona, 2013). Saat ini, kondisi karakter anak usia sekolah dasar di Indonesia cukup memprihatinkan, hal itu dapat terlihat dari beberapa kasus yang sudah dilaporkan kepada kepolisian. Di Kabupaten Bogor misalnya, ada kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak usia sekolah dasar setiap tahun di antaranya pencabulan, persetubuhan, dan perkosaan (data Polres Kabupaten Bogor 2010-2014). Hasil penelitian mengenai karakter terhadap 100 sampel anak di kabupaten

(19)

dan kota Bogor menemukan bahwa karakter anak di perdesaan lebih rendah dibandingkan di perkotaan (Dewanggi, 2014).

Spiritual merupakan hal dasar yang dibutuhkan oleh setiap individu karena keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kondisi spiritual yang baik dapat membantu keluarga dalam menerapkan nilai-nilai yang baik. Hasil studi Herawati (2012) terhadap keluarga di Kabupaten Bogor menemukan bahwa tidak sepenuhnya orangtua memberikan spiritual terhadap anak karena orangtuanya sendiri masih jarang melakukan spiritual keagamaan.

Hasil pemaparan yang dijelaskan, maka permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian yaitu (1) manakah dimensi pola asuh disiplin yang paling berpengaruh terhadap karakter, (2) manakah di antara pola asuh disiplin atau pola asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter, (3) apakah terdapat hubungan antara pola asuh spiritual dengan kecerdasan spiritual ibu, (3) apakah terdapat perbedaan antara pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual pada anak laki-laki dan perempuan (4) serta adakah pengaruh kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual Ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar di perdesaan. Tujuan khusus penelitian adalah :

1. mengidentifikasi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin dan spiritual, kecerdasan spiritual ibu, dan karakter anak,

2. menganalisis perbedaan pola asuh disiplin dan spiritual ibu, kecerdasan spiritual ibu, dan karakter antara anak laki-laki dan perempuan,

3. menganalisis hubungan pola asuh disiplin dan spiritual, kecerdasan spiritual ibu dengan karakter anak,

4. menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual ibu, serta kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter anak.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu orangtua dalam pembentukan karakter anak, terutama dalam keterampilan mengasuh anak melalui pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual ibu. Penelitian ini memberikan informasi tentang pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual yang dilakukan ibu di perdesaan. Bagi pemerintah, penelitian dapat dimanfaatkan untuk menjadi sebuah acuan di dalam pembuatan kebijakan pendidikan karakter dan meningkatkan sumber daya manusia sebagai aset negara. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian dapat menjadi sumber acuan untuk melakukan penelitian yang lebih dalam lagi mengenai karakter, khususnya penelitian dalam bidang ilmu keluarga dan perkembangan anak.

(20)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Teori Ekologi Bronfenbrenner

Keluarga adalah tempat pertama anak untuk dididik dan dibesarkan (Megawangi, 2009). Oleh karenanya, keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. Anak melakukan interaksi bersama keluarga serta lingkungan masyarakat di sekelilingnya. Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori ekologi Bronfenbrenner. Teori ekologi mengedepankan faktor lingkungan, dengan pengaruh sistem lingkungan terhadap perkembangan (Santrock, 2012). Sistem ini diidentifikasi dalam lima sistem lingkungan, yaitu mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem (Hastuti, 2015).

Pertama, lingkungan mikro tempat anak tinggal yaitu keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga. Anak berinteraksi langsung dengan orang tua, guru, teman seusia, dan orang lain. Di lingkungan ini, anak paling banyak berinteraksi untuk berkembang membentuk pola dan kebiasaan hidup sehari-hari. Kedua mesosistem adalah hubungan antara pengalaman dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah, keluarga dan teman sebaya. Ketiga eksosistem terjadi saat pengalaman dikaitkan dengan lingkungan sosial dan individu tidak memiliki peran aktif dalam konteks individu itu sendiri. Keempat makrosistem adalah budaya tempat individu tinggal. Kelima, kronosistem adalah peristiwa lingkungan dan transisi dari rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris (Santrock, 2012; Puspitawati, 2012; Hastuti, 2015).

Teori Perkembangan Moral Kohlberg

Kohlberg (1977) berpandangan bahwa pada dasarnya setiap orang bermoral, yang perkembangannya dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut. Pra konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu heteronom (anak bersikap egosentris sehingga mereka beranggapan bahwa perasaannya dapat dimengerti oleh orang lain. Perilaku moral dihubungkan dengan hukuman, apapun yang dihargai merupakan perbuatan yang baik, dan apapun yang dihukum merupakan perbuatan yang buruk) dan individual (kondisi anak mulai paham bahwa orang lain memiliki kebutuhan dan cara pandang yang berbeda. Perilaku dinilai baik apabila dapat memenuhi kepentingan individu. Timbal balik merupakan suatu kebutuhan).

Konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu interpersonal comformity (ekspektasi-ekspetasi antarpribadi timbal balik, keselarasan hubungan dan antarpribadi. Rasa percaya diri, kasih sayang dan kesetiaan dihargai dan dipandang sebagai dasar dari penilaian moral. Moral baik menurut anak jika mereka disukai oleh orang lain) dan law and order (moral dikatakan baik apabila ditetapkan sesuai hukum (sah dan legal) yang berlaku di masyarakat. Hukum atau aturan harus dipatuhi, walaupun tidak adil. Hukum atau aturan harus dipatuhi karena untuk menjaga tatanan sosial di masyarakat).

Pasca konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu kontrak sosial dan hak individual (validitas hukum harus diubah apabila tidak dapat mempertahankan dan

(21)

melindungi hak dan nilai dasar dari manusia) dan prinsip-prinsip etika universal (individu mengembangkan kode moral internal yang berdasarkan nilai-nilai universal dan hak-hak manusia yang mendahului aturan dan hukum sosial. Dihadapkan pada konflik antara hukum dan hati nurani, maka nurani yang akan diikuti walaupun berisiko).

Pola Asuh Disiplin

Secara persuasif orangtua melakukan pengasuhan melalui gaya dan strategi disiplin (Wilson dan Morgan, 2004). Hoffman (2000) menemukan adanya pengaruh pengasuhan disiplin orangtua terhadap nilai-nilai pada anak. Orangtua menghadapi perilaku anak yang tidak dapat diduga setiap harinya terutama ketika anak sudah berada di lingkungan sosial. Oleh karena itu, orangtua penting melakukan pendisiplinan kepada anak. Pendisiplinan yang dilakukan orangtua merupakan interaksi bersama anak yang dilakukan melalui beberapa teknik disiplin dengan mengasuh dan mengajarkan anak mengenai perilaku. Orangtua menegakkan aturan ketika anak melakukan kesalahan sehingga cara yang diberikan harus tepat.

Anak-anak membutuhkan banyak pelatihan dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan moral. Orang tua cukup membutuhkan waktu dalam memberikan instruksi moral pada anak-anak. Ada tiga teknik utama yang digunakan oleh orang tua dalam menyampaikan aturan-aturan moral yang melibatkan emosi (Hoffman 2000), yaitu induktif (penjelasan), power assertion (penegasan), dan love withdrawl (mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal).

Induktif adalah teknik yang dilakukan dengan cara berkomunikasi dan penalaran yang jelas dalam menetapkan standar anak taat. Strategi ini bentuknya lebih demokrasi. Secara luas, disiplin induktif adalah penawaran yang diberikan orangtua dengan alasan mengapa anak perlu mengubah tingkah lakunya. Hoffman (2000) berpendapat bahwa orientasi induktif adalah dengan cara orangtua menunjukkan implikasi dari tindakan anak terhadap orang lain, terutama pentingnya dalam meningkatkan internalisasi nilai-nilai.

Powerassertive (penegasan) adalah teknik yang digunakan secara tegas dalam mengubah anak ketika anak melakukan kenakalan, meliputi ancaman secara fisik, kontrol pada anak berupa material yang berupa hukuman, penghapusan hak istimewa sehingga anak dapat mengubah perilakunya. Cara disiplin ini biasanya menggunakan fisik, seperti memukul, menendang, mencubit, menampar, mendorong, dan lainnya.

Love withdrawl (mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal) adalah metode atau cara yang dilakukan dengan mengabaikan, mengisolasi, atau menyatakan ketidaksukaan langsung pada anak sehingga anak akan membawa perubahan perilaku.

Pola Asuh Spiritual

Anak penting untuk diberikan penanaman spiritual oleh orangtua karena spiritual merupakan kebutuhan yang mendasar bagi individu dalam keyakinannya

(22)

terhadap Tuhan. Anak akan memiliki landasan yang penting dalam menjalankan kehidupannya. Dengan demikian, pola asuh spiritual orangtua akan membimbing dan mengarahkan anak untuk berperilaku baik dalam kondisi dan tempat anak berada (Hastuti, 2015).

Ada faktor alami dan lingkungan yang mempengaruhi seorang anak (Megawangi, 2009). Ibu yang kondisinya baik saat mengandung dan setelah melahirkan akan menghasilkan hormon yang berpengaruh pada otak. Hormon ini akan menentukan perilaku pengasuhan pada ibu, hormon ini akan memprogram sistem metabolisme pada anak, yang nantinya akan mempengaruhi anak setelah dewasa, terutama pada anak perempuan. Melalui sosok seorang ibu, seorang anak mendapatkan energi baru dalam mengarungi dan mengeksplorasi kehidupannya (Megawangi, 2014). Secara alami anak telah memiliki kebaikan, apabila kebaikan itu didorong melalui pola asuh spiritual yang baik, kemungkinan perilaku anak akan dipengaruhi. Ahli biologi Sheldrake (1987) mengatakan kesadaran kita terhubung ke bidang kolektif yang disebut bidang morfik. Setiap anggota kelompok dapat memberikan kontribusi terhadap bidang morfik kolektif sehingga kesadaran bidang morfik ini dapat diterima oleh setiap individu. Sheldrake (1987) mempercayai bahwa bidang morfik berisi informasi untuk rencana pembangunan sebuah organisme hidup.

Sheldrake (1987) mengatakan bahwa semua organisme mempunyai bentuk resonansi sendiri, sebuah medan yang eksis baik di dalam dan sekitar organisme itu, yang memberinya informasi dan bentuk yang disebut morphogenetic. Morphogenetic melihat bahwa makhluk hidup berinteraksi secara erat dengan medan yang berhubungan dengan mereka, menghubungkan mereka dengan akumulasi ingatan pengalaman masa lalu dari spesies tersebut. Tetapi medan ini menjadi lebih spesifik, membentuk medan di dalam medan, dengan setiap pikiran bahkan setiap organ tubuh mempunyai resonansi dan sejarah uniknya sendiri, menstabilkan kehidupan tersebut dengan gambaran dari pengalaman masa lampau.

Kecerdasan Spiritual

Spiritual asalnya dari bahasa latin spiritus, artinya sesuatu yang dapat memberikan kehidupan dan vitalitas pada sebuah sistem. Spiritual didefinisikan sebagai pemberian makna, nilai-nilai, dan berbagai niat yang mendasari apa yang kita lakukan. Spiritual dapat dipandang sebagai peningkatan yang dimiliki seseorang tentang kehidupan, dengan melakukan pertanyaan pada diri sendiri, mengapa kita melakukan dan mencari cara untuk melakukannya sehingga menjadi lebih baik. Spiritual ini harus dapat menimba makna, nilai, tujuan, dan motivasi, dan itu semua dapat dijangkau melalui kecerdasan spiritual.

Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, cerdas menempatkan perilaku pada kehidupan dalam kontek makna yang lebih luas, kecerdasan dalam menilai bahwa tindakan seseorang akan bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spriritual adalah dasar dan fungsi yang efektif yang diperlukan dalam kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ). Kecerdasan spiritual akan memberikan kemampuan dalam

(23)

membedakan mana perilaku yang baik dan buruk. Kecerdasan spiritual mengarahkan manusia untuk lebih kreatif dan menyatukan dalam mengatasi kesenjangan diri dengan yang lainnya.

Tanda-tanda kecerdasan spiritual yang baik menurut Zohar dan Marshall (2001) sebagai berikut.

a. Kemampuan bersikap fleksibel (beradaptasi spontan dan aktif), dapat beradaptasi dalam situasi atau keadaan dimana pun berada, dengan tidak terkungkung pada paradigma yang telah ditetapkan, dengan memahami paradigma tersebut dengan membuat suatu perubahan.

b. Kemampuan memiliki kesadaran yang tinggi, menyadari masalah itu, menyadari betapa sedikitnya yang saya ketahui tentang saya, sehingga saya harus bertekad untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang sederhana dan dapat meningkatkan komunikasi saya dengan diri saya sendiri.

c. Kemampuan menghadapi dan mengatasi permasalahan, memanfaatkan spontanitas yang mendalam yang merupakan karunia kecerdasan spiritual bawaan, sehingga menghadapi secara jujur dengan mengambil tanggung jawab atas peranan saya di dalamnya.

d. Kemampuan untuk hidup berkualitas memiliki visi dan nilai, visi utama terlihat nyata dengan mengilhami apa yang dilakukan, sedangkan nilai yang mendalam adalah menyelamatkan kehidupan, meningkatkan kualitas hidup, dan seterusnya.

e. Kemampuan untuk tidak melakukan yang dapat merugikan, kita menyadari diri kita yang dalam pusat pribadi, yang berakar pada pusat eksistensi itu sendiri, sehingga seseorang yang spiritualnya cerdas akan mengetahui ketika dia menyakiti orang lain berarti dia menyakiti dirinya sendiri.

f. Kemampuan menghubungkan setiap bagian dalam mencapai keberhasilan (holistik).

g. Kemampuan untuk selalu bertanya dalam mendapatkan jawaban yang paling dasar.

h. Kemampuan independensi terhadap lingkungan sanggup untuk berbeda dan bertahan dengan keyakinan sendiri, mampu menentang orang banyak, berpegang pada pendapat yang tidak populer, jika itu memang benar-benar diyakininya.dapat

Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi manusia yang dapat dipakai untuk mengambil makna, nilai, tujuan terdalam dan motivasi tertinggi sehingga dapat menggunakannya dalam proses berfikir, membuat keputusan dan segala sesuatu yang patut dilakukan. Kecerdasan spiritual memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan semua kecerdasan baik intelektual dan emosi, sehingga kecerdasan spiritual mampu menjadikan makhluk yang benar-benar utuh secara intelektual, emosional dan spiritual. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumbernya inti alam semesta sendiri.

Karakter Anak Usia Sekolah Dasar

Orangtua harus mengajarkan nilai-nilai sebagai dasar dalam pembentukan karakter (Lickona, 2008). Karakter merupakan sebuah gerak dialektis dalam proses konsolidasi individu yang dinamis sehingga hasilnya karakter kepribadian

(24)

stabil. Istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian yaitu ciri, karakteristik, atau sifat yang khas dari seseorang yang merupakan bentukan dari lingkungan yang diterimanya (Koesoema, 2007).

Lickona (2012) memberikan pemikiran bahwa karakter memiliki tiga bagian yang saling berhubungan satu sama lainnya yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik adalah mengetahui hal-hal yang baik, menginginkan hal-hal-hal-hal yang baik, dan melakukan tindakan yang baik. Ketiga hal tersebut akan mewakili karakter yang kita inginkan sesuai dengan moral.

Pengetahuan moral, memiliki enam aspek sebagai tujuan pendidikan karakter, yaitu kesadaran moral, menggunakan pemikiran untuk melihat situasi yang memerlukan penilaian moral dan memahami informasi dari permasalahan, mengetahui nilai moral berarti mengetahui sebuah nilai dalam memahami cara dalam menerapkan nilai dalam berbagai situasi, penentuan perspektif, kemampuan dan mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi, dengan membayangkan apa yang harus dilakukan dengan bereaksi, berpikir, dan merasakan permasalahan, pemikiran moral melibatkan pemikiran moral yang melibatkan pemahaman apa artinya moral, pengambilan keputusan, mampu berpikir dalam melakukan tindakan melalui permasalahan moral sehingga ahli dalam mengambil keputusan, pengetahuan pribadi, mengetahui tentang diri sendiri adalah jenis pengetahuan moral yang sulit untuk diperoleh sehingga diperlukannya pengembangan karakter.

Perasaan moral, merupakan sisi emosional dari karakter, terdiri dari hati nurani memiliki sisi, yaitu kognitif (mengetahui yang benar), emosional (melakukan yang benar), harga diri, menilai diri dan menghargai diri sendiri,

Gambar 1

Komponen Karakter Baik Thomas Lickona Tindakan Moral

1. Kompeten 2. Keinginan 3. Kebiasaan

Perasaan Moral 1. Hati nurani 2. Harga diri 3. Empati

4. Mencintai hal yang baik

5. Kendali diri 6. Kerendahan hati Pengetahuan Moral

1. Kesadaran moral 2. Pengetahuan nilai moral 3. Penentuan perspektif 4. Pemikiran moral 5. Pengambilan keputusan 6. Pengetahuan pribadi

(25)

dengan tidak terpengaruh oleh orang lain, empati, identifikasi atau pengalaman yang seolah-olah dialami oleh diri sendiri dengan masuk dalam diri orang lain, mencintai hal baik, mengikutsertakan pada sifat yang benar-benar tertarik pada sesuatu yang baik, kendali diri, menahan diri agar tidak mengikuti apa yang ingin diri lakukan, kerendahan hati, sisi afektif pengetahuan individu.

Tindakan moral, merupakan hasil dari dua bagian karakter, terdiri dari kompetensi, kemampuan mengubah penilaian dan perasaan moral dalam tindakan yang moral yang efektif, keinginan, tindakan untuk melakukan yang baik karena gerakan energi moral dalam melakukan yang kita pikirkan, kebiasaan, pengalaman yang diulangi dalam melakukan kebaikan dilakukan secara berulang-ulang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

Nilai-nilai moral menurut Lickona (2012) adalah sebagai berikut. Rasa hormat yaitu menunjukkan penghargaan terhadap diri orang lain selain diri kita sendiri. Tiga hal yang menjadi pokoknya adalah menghormati diri sendiri, menghormati orang lain, dan menghormati apapun bentuk kehidupan dan lingkungan dengan saling menjaga. Menghormati diri sendiri, yaitu memperlakukan diri sendiri sebagai manusia yang memiliki nilai sehingga kita akan menjaga diri untuk tidak dirusak oleh sesuatu yang berbahaya, misalnya narkoba, merokok, dan lainnya. Menghormati orang lain, yaitu memperlakukan orang lain dengan baik sebagaimana memperlakukan diri sendiri dengan baik karena orang lain memiliki hak dan nilai yang tinggi sama dengan diri kita sendiri. Tanggung jawab merupakan bentuk lanjutan dari penghormatan kita terhadap orang lain. Memberikan respon kepada orang lain dengan memberikan perhatian terhadap apa yang orang lain inginkan sehingga ada tanggung jawab yang positif untuk saling menjaga.Tanggung jawab merupakan sikap saling membutuhkan dengan tidak mengacuhkan orang lain yang ditimpa kesulitan.

Kejujuran berhubungan dengan manusia agar tidak merugikan orang lain dengan berbuat kecurangan, penipuan, dan pencurian. Toleransi merupakan sikap dalam memiliki kesetaraan dan tujuan untuk mereka yang memiliki pemikiran, ras, dan keyakinan berbeda-beda. Kebijaksanaan merupakan hal-hal yang dilakukan dalam menghindari sesuatu yang membahayakan diri baik secara fisik maupun moral.

Disiplin diri membentuk kita untuk tidak merasa puas dengan sesuatu yang kita dapatkan dengan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dan bekerja keras dalam menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain dan diri sendiri. Tolong menolong, sikap peduli sesama, kerja sama merupakan hal yang membantu kita dalam melakukan tanggung jawab yang membimbing kita untuk berbuat kebaikan dengan hati.

Keberanian merupakan sikap yang membentuk kita untuk menghormati hak orang lain saat kita berhadapan dalam tekanan yang memaksa untuk bergabung dengan orang lain dalam ketidakadilan. Sikap ini membentuk kita untuk bersikap tegas dan positif terhadap orang lain.

Demokratis merupakan nilai yang mendidik kita untuk memahami dan menghargai nilai-nilai demokrasi.

Manusia memiliki kesadaran hidup sehingga dengan kesadaran yang dimilikinya akan memudahkan manusia untuk hidup lebih baik dalam berperilaku. Perilaku akan mengantarkan manusia pada kehidupan berkarakter. Setiap orang memiliki kesadaran moral dan rasa yang terbentuk dari interaksi yang mereka

(26)

bawa sejak awal bersama pengalaman dengan keluarganya. Hal ini untuk membedakan derajatnya dengan orang lain. Moral akan membentuk perilaku manusia dan membuat penilaian dari perilaku orang lain. Simpati, Tanggung Jawab, dan Wewenang merupakan perasaan sentimen tentang kemanusiaan, kita akan merasakan penderitaan yang terjadi. Kita akan merasa bertanggung jawab akan hal itu. Tapi kita tidak merasakan penderitaan orang lain, kita merasa tidak bertanggung jawab akan hal yang terjadi. Jika kita menganggap simpati dan keadilan penting, kita akan berkorban untuk membantu dengan berbuat baik demi kepentingan yang diperlukan. Simpati dan keadilan dianggap penting, kita akan selalu berbuat baik, walaupun disakiti (Wilson, 1993).

Keadilan didefinisikan sebagai pembagian sama dalam meminimalkan konflik, sehingga mendapat keuntungan yang sama. Aturan tentang keadilan muncul pada sebagian besar dari keinginan mementingkan diri sendiri: untuk mendapatkan perhatian, mendorong kerjasama, atau menyelesaikan perbedaan pendapat (Wilson, 1993). Rasa keadilan pada manusia diwujudkan pada tiga konsep, yaitu ekuitas, orang memiliki kontribusi yang sama terhadap hasil, timbal balik orang yang memberikan sesuatu kepada orang lain berhak untuk mendapatkan kembali, ketidakberpihakan orang menghakimi orang lain harus dapat adil dan jeli terhadap aturan yang telah disepakati di awal.

Setiap orang berusaha untuk menahan diri dan mengontrol dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kontrol diri merupakan kemampuan seseorang secara berhati-hati mengejar kepentingannya sendiri. Pengendalian diri merupakan permasalahan seseorang yang dihadapkan pada pilihan antara kesenangan sesaat dan nilai yang didapat dalam jangka panjang. Menjadi saleh tidaklah cukup bagi seseorang untuk mengontrol diri. Perlunya usaha yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan nilai/kebajikan dalam jangka panjang. Kontrol diri merupakan moral yang dilakukan sebagai simpati dan keadilan.

Kewajiban adalah sifat untuk menghargai walaupun tanpa imbalan dengan resiko ketakutan terhadap hukuman. Menjadi orang yang bermoral bukan hanya dengan menghormati kewajiban tetapi dengan menghormati alasan kepentingan untuk melakukan hal itu. Motivasi kita untuk menghargai kewajiban dengan melibatkan sesuatu hal yang benar disebut kesetiaan. Kewajiban merupakan kesediaan orang untuk menghargai kewajibannya tanpa adanya imbalan sosial untuk melakukannya. Membantu merupakan suatu kewajiban tanpa melihat latar belakang yang dibantunya, walaupun yang dibantunya membuat marah. Semua yang dilakukan berdasarkan hati nurani.

Hati nurani merupakan pemahaman terhadap kewajiban moral, dari sisi kognitif untuk mengetahui apa yang benar, dan sisi emosional merasa wajib untuk melakukan apa yang benar

(27)

3. KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian menggunakan pendekatan teori ekologi Bronfenbrenner (1994), yaitu anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekat yang membentuk pola kebiasaannya dalam sehari-hari ketika anak berinteraksi dengan lingkungan di rumah, sekolah, dan teman sebayanya. Aplikasi teori ada pada pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu kepada anak. Penelitian ini pun menggunakan pendekatan teori pola asuh disiplin Hoffman, teori morphic field, teori kecerdasan spiritual Danah dan Zohar untuk melihat pengaruh keluarga terhadap karakter anak.

Anak berada di dalam lingkungan keluarga yang merupakan kelompok sosial dan bagian dari lingkungan masyarakat yang mempengaruhi orangtua dalam melakukan tugas-tugasnya. Hal ini seperti yang digambarkan Brofenbrenner (1994) bahwa anak mendapatkan pengalaman dan melewati masa perkembangan melalui interaksi dengan orang dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Karena itu, keluarga memiliki peran penting memberikan pengasuhan dalam mengajarkan nilai-nilai agar anak berkarakter. Karakter pada anak penting untuk diteliti terutama pada masa anak usia sekolah dasar karena masa ini anak sudah memasuki masa sekolah dimana anak akan berinteraksi selain keluarganya yaitu bersama teman sebayanya (Santrock, 2012). Pada masa ini, tahapan anak akan menyukai orang lain yang baik kepadanya, dan membenci kepada orang yang tidak baik kepadanya (Hastuti, 2015).

Sebagai individu, orangtua harus memiliki kecerdasan spiritual karena dapat menggambarkan kualitas hidup individu. Kecerdasan spiritual akan membantu manusia menjalani hidup dalam tingkatan makna yang lebih dalam (Zohar dan Marshall, 2001). Kondisi spiritual yang baik diperlukan dalam keluarga karena akan mampu membantu keluarga dalam menerapkan nilai-nilai yang baik (Sinaga, 2007 dalam Herawati, 2012). Sebagaimana pada karakteristik keluarga kecerdasan spiritual berhubungan dengan usia, penelitian menemukan semakin tinggi usia individu maka kecerdasan spiritualnya akan lebih baik. Tidak berbeda dengan jenis kelamin yang memiliki hubungan dengan kecerdasan spiritual (Singh dan Sinha, 2013). Kemampuan keluarga dalam pengasuhan tidak terlepas dari keadaan ekonomi dan merupakan faktor yang berhubungan dengan kemampuan spiritual ibu dalam melakukan praktik pengasuhan (Bert, 2011). Spiritual memiliki hubungan dengan harga diri individu, sehingga orangtua sebagai individu dengan harga diri akan lebih optimis dalam menghadapi kehidupan (Tabitha, 2014). Orangtua dengan spiritual yang baik akan menjalankan agamanya ketika berhubungan dengan perilaku anak (Bert, 2011). Kecerdasan spiritual yang tinggi berhubungan dengan ciri orangtua yang mengasuh dengan penuh kasih sayang (Zohar dan Marshall, 2001). Spiritual atau agama yang orangtua miliki akan mempengaruhi praktik pengasuhan (Syakarani, 2004; Arca, 2007), sehingga pola asuh spiritual itu akan berpengaruh terhadap nilai-nilai moral pada anak (Iglesias, 2010).

Ada beberapa pola dalam pengasuhan yang menunjukkan pada aspek tertentu sehingga kebutuhan anak secara fisik dan nonfisik terpenuhi (Hastuti, 2015). Salah satunya adalah pola asuh disiplin, Hoffman membagi pola asuh disiplin menjadi tiga cara, yaitu induktif (penjelasan), penegasan (powerassertion), dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal

(28)

(lovewithdrawl). Pola asuh disiplin ini berhubungan dengan karakter anak terutama dengan harga diri (Renk et al., 2005). Harga diri merupakan sisi emosional dari karakter (Lickona, 2013). Karakteristik keluarga yang berhubungan dengan pola asuh disiplin adalah pendapatan dan pendidikan (Helpenny et al., 2009). Karakteristik anak yang mempengaruhi pola asuh disiplin orangtua adalah jenis kelamin (Winskell et al., 2014).

Secara alami seorang anak memiliki kecintaan terhadap kebaikan, maka melalui pola asuh spiritual ibu, kecintaan kebaikan itu diharapkan akan terus ada dan tidak berubah sehingga anak berkarakter. Ibu merupakan energi baru untuk anak dalam mengarungi kehidupannya (Megawangi, 2009). Sheldrake (1987) mengatakan bahwa semua organisme memiliki bentuk resonansi sendiri, sebuah medan yang eksis baik di dalam dan sekitar organisme itu, yang memberinya informasi dan bentuk yang melihat bahwa makhluk hidup berinteraksi secara erat dengan medan yang berhubungan dengan mereka, menghubungkan mereka dengan akumulasi ingatan pengalaman masa lalu. Karakteristik keluarga yang berhubungan dengan pola asuh spiritual adalah pendapatan. Karakteristik anak yang berhubungan dengan pola asuh spiritual adalah jenis kelamin.

Dalam pola asuh, ditemukan hubungan antara pola asuh disiplin dengan perilaku anak (Johnson, 1994; Renk et al., 2005 ; Mc Kinney, 2011; Patrick dan Gibbs, 2012; Winskell, 2014). Hoffman (2000) dalam penelitiannnya menemukan bahwa disiplin induktif berhubungan dengan perilaku empati.

Gambar 2 Kerangka Berpikir Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar

(29)

4. METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Pemilihan tempat dilakukan secara purposive di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor yang diwakili oleh Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan di perdesaan dengan alasan hasil penelitian terdahulu menemukan bahwa karakter anak di perdesaan memerlukan perhatian yang lebih. Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015.

Prosedur Pemilihan Contoh

Populasi penelitian ini adalah anak usia sekolah dasar yang duduk di kelas 4 dan 5 yang tinggal bersama kedua orangtuanya di dua desa yang terpilih. Total populasi berjumlah 357 dari dua desa yang terpilih yaitu 142 di Desa Ciasihan dan 215 di Desa Ciasmara. Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan proportional random sampling, sehingga didapat 50 sampel di desa Ciasihan, dan 75 sampel di desa Ciasmara, total keseluruhan sampel yakni 125 responden. Kerangka penarikan contoh pada penelitian disajikan dalam Gambar 5.

Cara Pengumpulan Data

Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu tertentu dan tidak berkelanjutan (single period in time) dan merupakan bagian dari Penelitian hibah kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Pedesaan Berbasis Family

Kabupaten Bogor

Kecamatan Pamijahan

SD Negeri Ciasihan Kelas 4-5

N = 142 N = 215

50 75

Gambar 3 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian

SD Negeri Ciasmara Kelas 4-5

Purposive

Purposive

Desa Ciasmara

Desa Ciasihan Purposive

Purposive

Proportional random sampling

(30)

and School Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc. dan anggotanya Alfiasari, SP., MSi.

Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapat melalui wawancara meliputi karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter anak. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan lengkap dalam Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

Variabel Skala data Jumlah Anggota Keluarga Rasio Karakteristik anak

Jenis kelamin Nominal Usia Rasio

Pola Asuh disiplin mengembangkan DDI (The Dimension of Discipline Inventory) (Straus, Murray A, 2011)

Pola asuh spiritual Ordinal

16 butir Kecerdasan Spiritual Ordinal 56 butir(Skala

likert 1-4)

Perasaan moral 16 butir (Skala likert 1-4) Tindakan moral

Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian

Karakteristik keluarga yang diukur meliputi usia ayah dan ibu, lama pendidikan ayah dan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Usia ayah dan ibu diukur berdasarkan tahun. Usia ayah dan ibu diukur berdasarkan tahun, lalu dikelompokkan berdasarkan Santrock (2012) yaitu dewasa awal (20-30an), dewasa menengah (40an-60), dewasa akhir (>60). Pendidikan orangtua dikelompokkan menjadi tidak sekolah (0 tahun), tidak tamat SD (0-5 tahun), tamat SD (6 tahun), tamat SMP (9 tahun), tamat SMA (12 tahun), tamat D1/D2/D3 (13-15 tahun), tamat S1/S2/S3 (>16 tahun). Pekerjaan orangtua dikelompokkan

(31)

menjadi tidak bekerja, petani pemilik, petani penyewa, petani penggarap, petani buruh harian, pegawai swasta, pedagang, buruh, dan lainnya. Pendapatan keluarga dikelompokkan menjadi miskin (< Rp 271 970) dan tidak miskin (> Rp 271 970). Besar keluarga dikelompokkan menjadi kecil (< 4), sedang (5-7), dan besar (>7). Karakteristik anak yang diukur meliputi jenis kelamin dan usia anak.

Realibilitas kuesioner sebagai berikut. 1. Pola asuh disiplin sebagai berikut.

a. Dimensi induktif dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,849,

b. Dimensi penegasan (powerassertion) dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,796, c. Dimensi mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl)

dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,790.

2. Polaasuh spiritualdengan nilai Cronbach’s alpha 0,961, a. Tuhan dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,943

b. Personal dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,910 c. Sosial dengan nilai Cronbachs’s alpha 0, 744

3. Kecerdasan spiritual dengan nilai Cronbach’s alpha 0,950, 4. Karakter anak sebagai berikut.

a. Pengetahuan moral dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,930 b. Perasaan moral dengan nilai Cronbachs’salpha 0,904 c. Tindakan moral dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,866

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap kegiatan yaitu editing, coding, entering, dan cleaning. Editing dilakukan dengan meneliti kelengkapan, pengisian, keterbacaan tulisan, kejelasan dari jawaban, konsistensi dari jawaban yang satu dengan lainnya, kerelevansian jawaban, serta keragaman dari data. Coding dilakukan dengan menyusun kode sebagai panduan dalam memasukkan dan mengolah data. Data dientry dan dicleaning, lalu data dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif mencakup nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum pada data kuantitatif.

Penskoran dibuat secara konsisten, lalu skor yang telah diperoleh diindeks terlebih dahulu. Indeks indikator adalah mentransformasikan nilai skor variabel ke dalam interval 0–80 agar nilai skor tersebut mudah diinterpretasikan. Variabel yang nilai skornya ditransformasikan kedalam indeks adalah : skor pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual dan karakter anak. Rumus indeks indikator sebagai berikut :

Indeks Indikator = skor yang diperoleh - skor minimum x 100% Skor maksimal-skor minimum

Analisis inferensia digunakan dalam menjawab tujuan penelitian sebagai berikut.

1. Uji beda T-test. Uji beda T-test digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter anak menurut jenis kelamin anak.

(32)

2. Uji Korelasi. Uji korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual dengan karakter anak. 3. Uji regresi. Uji regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh pola asuh

disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual terhadap karakter anak. Y = c + β 1X1 + β 2X2 + β 3X3 + ...+ β 11X13 + e Keterangan :

Y = Karakter anak C = Konstanta

X1 = Jenis kelamin anak (0=laki-laki, 1=perempuan), X2 = Usia anak (tahun),

X3 = Usia Ayah (tahun), X4 = Usia Ibu (tahun),

X5 = Lama pendidikan Ibu (tahun), X6 = Lama pendidikan Ayah (tahun), X7 = Jumlah anggota keluarga (orang),

X8 = Pendapatan perkapita keluarga (rupiah/bulan), X9 = Pola asuh disiplin induktif (Skor)

X10 = Pola asuh disiplin powerassertive (Skor) X11 = Pola asuh disiplin lovewithdrawl (Skor) X12 = pola asuh spiritual (Skor)

X13 = kecerdasan spiritual (Skor) β1-13 = Koefisien regresi

E = error.

Definisi Operasional

Karakteristik keluarga adalah keadaan atau ciri dari keluarga berdasarkan usia orang tua (ayah dan ibu), pendidikan orang tua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan keluarga.

Karakteristik anak adalah keadaan atau ciri yang melekat pada anak dilihat dari usia dan jenis kelamin

Pola asuh disiplin adalah metode yang dilakukan ibu dalam untuk membentuk ketaatan, kepatuhan, melalui cara induktif, penegasan, atau pemberian konsekuensi

Penjelasan (Inductive) adalah cara yang dilakukan ibu dalam mengubah perilaku anak sesuai moral dengan penggunaan komunikasi dan penalaran yang jelas dalam menetapkan standar ketaatan anak

Penegasan (powerassertion)adalah cara yang dilakukan ibu dalam mengubah perilaku anak dengan menggunakan ancaman seperti memukul, mencubit, dan lainnya.

Mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl) cara yang dilakukan ibu dalam mengubah perilaku anak dengan mengabaikan, mengisolasi, atau menyatakan ketidaksukaan langsung pada anak untuk membawa perubahan perilaku anak.

Pola asuh spiritual adalah bimbingan spiritual yang diajarkan Ibu terhadap anak dalam menghadapi setiap keadaan dalam kehidupan sehari-hari

(33)

Kecerdasan spiritual adalah kemampuan ibu dalam memahami makna dan nilai dalam kehidupan keluarga, sehingga ibu dapat keluar dari permasalahan yang dihadapinya, kecerdasan spiritual ibu dilihat dari kemampuannya bersikap fleksibel, kesadaran tinggi, bijaksana, adaptasi, visi dan nilai, bermanfaat, holistik, rasa ingin tahu, dan teguh pendirian.

Fleksibel adalah tidak takut pada sesuatu yang baru dengan berusaha memahami keadaan lingkungan yang berbeda dari biasanya.

Kesadaran tinggi adalah menyadari apa yang terjadi dengan keadaan tanpa mengeluh atau menjadi lemah.

Bijaksana adalah mampu menghadapi dan memanfaatkan penderitaan. Adaptasi adalah mampu menghadapi dan melampaui rasa sakit.

Visi dan nilai adalah menyelamatkan kehidupan, menigkatkan kualitas kehidupan, memperbaiki taraf kesehatan, pendidikan, komunikasi, memenuhi dasar manusia, melestarikan alam, memulihkan kesadaran, dan kebanggaan untuk membantu.

Bermanfaat adalah enggan untuk melakukan kerugian Holistik adalah melihat keterkaitan dengan berbagai hal

Rasa ingin tahu adalah untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar Teguh pendirian adalah memiliki pendirian pada sesuatu yang dianggap

benar oleh diri sendiri walaupun banyak yang menantang. Karakter adalah perilaku anak tentang moral baik

Pengetahuan moral adalah pemahaman anak dalam mengetahui moral yang baik,

Perasaan moral adalah emosi anak dalam memiliki hati untuk merasakan moral

Tindakan moral adalah anak melakukan moral baik setelah mengetahui dan merasakan moral baik.

(34)

5. KARAKTERISTIK KELUARGA DAN ANAK

Karakteristik Keluarga Usia Orangtua

Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar usia ayah (64,0%) berusia pada dewasa menengah (40-59 tahun) dengan rata-rata usia ayah secara keseluruhan 44,02 tahun. Penelitian menemukan bahwa usia ibu sebagian besar (56%) berusia pada dewasa awal (< 39 tahun) dengan rata-rata usia ibu secara keseluruhan 37,81 tahun (Tabel 1).

Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia orangtua

Usia „n Ayah Ibu

% n %

Dewasa awal (< 39 tahun) 38 30,4 70 56,0 Dewasa menengah (40-59

tahun)

80 64,0 55 44,0

Dewasa akhir (> 60 tahun) 7 5,6 0 0

Total 125 100 125 100

Min-Maks (tahun) 27-70 23-55

Rata-rata+standardeviasi 44,02+8,97 37,81+7,60

Besar Keluarga

Besar keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga dari responden termasuk ayah dan ibu. Hasil menemukan sebagian besar keluarga contoh (54,4%) merupakan keluarga sedang (5-7 orang) dengan rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah lima orang (Tabel 2).

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga Jumlah Persentase %

Kecil (< 4 orang) 46 36,8

Sedang (5-7 orang) 68 54,4

Besar (>7 orang) 11 8,8

Total 125 100

Min-Maks (orang) 1-10

Rata-rata+standardeviasi 5,18+1,38

Pendidikan Orangtua

Orangtua responden memiliki latar belakang pendidikan yang beragam. Hasil menemukan hampir dari sebagian contoh pendidikan ayah (4,0%) tidak sekolah, (27,2%) tidak tamat SD, (48,0%) tamat SD, (14,4%) tamat SMP, (5,6%) tamat SMA, dan (0,8%) tamat diploma. Hasil menemukan hampir dari sebagian contoh pendidikan Ibu (4,0%) tidak sekolah, (35,2%) tidak tamat SD, (46,4%) tamat SD, (12,0%) tamat SMP, (1,6%) tamat SMA, dan (0,8%) tamat diploma.

(35)

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan orangtua

Pendidikan Ayah Ibu

n % n %

Tidak sekolah 5 4,0 5 4,0

Tidak tamat SD 34 27,2 44 35,2

Tamat SD 60 48,0 58 46,4

Tamat SMP 18 14,4 15 12,0

Tamat SMA 7 5,6 2 1,6

Tamat D1/D2/D3 1 0,8 1 0,8

Tamat S1/S2/S3 0 0 0 0

Total 125 100 125 100

Min-Maks (tahun) 0-16 0-16

Rata-rata+standardeviasi 6,14+2,70 6,00+2,28

Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan orangtua responden beragam, hasil menemukan lebih dari seperempat pekerjaan ayah (38,4%) adalah pedagang, kurang dari seperempat pekerjaan ayah sebagai petani (19,2%) dan lebih dari seperempat perkerjaan ayah adalah buruh (26,4). Berbeda dengan pekerjaan ibu, lebih dari setengah (55,2%) menjadi ibu rumah tangga, ibu sebagai petani (10,4%) dan ibu yang melakukan pekerjaan lainnya (24,8%) (Tabel 4).

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua

Jenis pekerjaan „n Ayah Ibu

% n %

Tidak bekerja 1 0,8 69 55,2

Petani 24 19,2 13 10,4

Pegawai swasta 6 4,8 0 0

Pedagang 48 38,4 10 8,0

Buruh 33 26,4 2 1,6

Lainnya (pembantu, ojek dll.)

13 10,4 31 24,8

Total 125 100 125 100

Pendapatan

Pendapatan memiliki pengaruh dalam keluarga (Brooks, 2001), yaitu ikut menentukan keputusan bagi keluarga dalam memberikan kebutuhan anak baik secara fisik maupun non fisik. Penelitian ini menemukan rata-rata pendapatan keluarga secara keseluruhan adalah Rp 562 777,00. Hasil penelitian menemukan lebih dari separuh keluarga (72,0%) berada pada kategori tidak miskin. Hal tersebut dilihat dari Garis Kemiskinan Kabupaten Bogor (2013), yaitu berada pada rentang lebih dari Rp 271 970 (Tabel 5).

(36)

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita

Pendapatan Perkapita Jumlah Persentase %

Miskin (< Rp 271 970) 35 28,0

Tidak Miskin (> Rp 271 970) 90 72,0

Total 125 100

Min-Maks (tahun) 50000-6000000

Rata-rata+standardeviasi 562 777+670 952

Karakteristik Anak

Jenis kelamin

Jenis kelamin anak merupakan faktor yang dapat mempengaruhi orangtua dalam bersikap saat mengasuh anak. Hasil penelitian menemukan lebih dari separuh anak (56%) berjenis kelamin laki-laki dan lebih dari seperempat anak (44%) berjenis kelamin perempuan.

Usia Anak

Setiap anak memiliki tahap perkembangan yang berbeda dan usia adalah salah satu faktor yang dapat mengetahui tahap perkembangan dari seseorang. Hasil penelitian menemukan bahwa rentang usia anak laki-laki berkisar antara 10 sampai 15 dengan rata-rata adalah 11,24 tahun. Usia anak perempuan berkisar antara 9 sampai 12 tahun dengan rata-rata adalah 10,73 tahun. Persentase usia anak laki-laki yang terbesar adalah (44,3%) 11 tahun dan anak perempuan yang terbesar (49,1%) adalah 11 tahun (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran contoh usia anak

Usia „n Laki-laki Perempuan

% n %

9 0 0 13 5,5

10 15 21,4 17 30,9

11 31 44,3 27 49,1

12 18 25,7 8 14,5

13 5 7,1 0 0

15 1 1,4 0 0

Total 70 100 55 100

Min-Maks (tahun) 10-15 9-12

Rata-rata+standardeviasi 11,24+0,970 10,73+0,781

Urutan Anak

Anak laki-laki yang dijadikan contoh adalah anak pada urutan 1 sampai 10 dan anak perempuan yang dijadikan contoh adalah anak pada urutan 1 sampai 7 di dalam keluarganya. Lebih dari seperempat anak laki-laki (27,1%) merupakan anak urutan pertama dan lebih dari seperempat anak perempuan (34,5%) menempati urutan kedua dalam urutan kelahiran di keluarganya (Tabel 7). Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan.

(37)

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga

Usia „n Laki-laki Perempuan

% n %

1 19 27,1 10 18,2

2 15 21,4 19 34,5

3 9 12,9 10 18,2

4 11 15,7 5 9,1

5 4 5,7 7 12,7

6 6 8,6 3 5,5

7 4 5,7 1 1,8

8 1 1,4 0 0

10 1 1,4 0 0

Total 70 100 55 100

Min-Maks (tahun) 1-10 1-7

Rata-rata+standardeviasi 3,17+2,113 2,87+1,576

p- value 0,384

(38)

6. ARTIKEL 1

PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN POLA ASUH SPIRITUAL IBU TERHADAP KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR

(The Effect of Mother’s Parenting Pattern of Discipline and Spiritual on Character of Primary School Age Children)

Rety Puspitasari, Dwi Hastuti, Tin Herawati

Abstrak

Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar. Desain menggunakan cross sectional, lokasi penelitian dipilih purposive di Kecamatan Pamijahan, Desa Ciasihan dan Ciasmara, Kabupaten Bogor. Anak dipilih secara proportional random sampling, 50 anak dari Desa Ciasihan dan 75 anak dari Desa Ciasmara. Data dikumpulkan melalui wawancara. Tidak ada perbedaan nyata pola asuh disiplin dan spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak perempuan. Karakter anak dan pola asuh disiplin penegasan (powerassertion) terdapat perbedaan nyata antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pola asuh disiplin memiliki nilai rata-rata rendah dan pola asuh spiritual memiliki nilai rata-rata-rata-rata sedang. Hasil menemukan lama pendidikan ibu, pola asuh disiplin induktif, dan pola asuh spiritual pada dimensi Tuhan berhubungan positif signifikan dengan karakter, sedangkan pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal berhubungan negatif signifikan dengan karakter anak. Faktor yang berpengaruh positif signifikan terhadap karakter anak adalah pendapatan perkapita, jenis kelamin, pola asuh disiplin induktif, dan pola asuh spiritual.

Kata kunci : disiplin, spiritual, induktif, penegasan, lovewithdrawl, anak usia sekolah dasar

Abstract

This study aimed to analyze The effect of Mother’s Parenting Pattern of Discipline and Spiritual toward Character of Primary School Age Children. This study was conducted in Ciasmara and Ciasihan villages. Samples were selected by proportional random sampling method, 50 children from Ciasihan and 75 from Ciasmara were used in the study. Data was collected through interviews with questionnaire as the tools. There were not significant differences of the parenting pattern of discipline and spiritual between boys and girls. There were significant differences of the parenting pattern of discipline powerassertion and character between boys and girls. Parenting pattern of discipline inductive were low and pattern of spiritual were middle. Results found that high maternal education, parenting pattern of discipline inductive and spiritual of god has a positive correlation with the character of children, and parenting of discipline

(39)

lovewithdrawl has a negative correlation with the character of children. Results of multiple linear regression analysis found that family income, the child gender, parenting pattern of discipline inductive, parenting pattern of spiritual were positively affection child’s character.

Keyword : discipline, spiritual, induktive, powerassertion, lovewithdrawl, school age children

PENDAHULUAN

Salah satu tahap perkembangan yang akan dilewati oleh manusia yaitu tahap anak usia sekolah dasar, tahap anak berkumpul dan berkelompok dengan teman. Anak ingin diterima oleh teman sebayanya sebagai anggota dengan menyesuaikan diri dan standar yang dimiliki oleh kelompoknya, sehingga hubungan timbal balik menjadi penting dalam hubungan pertemanan. Hubungan pertemanan akan positif maupun negatif, semua bergantung pada pengalaman anak selama pengasuhan orangtuanya. Sebagaimana Sangawi et al. (2015) mengemukakan pengasuhan anak yang negatif bersama orangtuanya akan menyebabkan perilaku anak bermasalah. Perilaku dapat dilihat ketika anak mendapatkan tekanan dari teman, sebagaimana Karina et al. (2013) mengatakan pengaruh dan tekanan negatif dari teman sebaya menyebabkan anak semakin rentan terlibat dalam perilaku negatif contohnya bullying. Kasus yang dilakukan anak usia sekolah dasar di Indonesia sudah cukup memprihatinkan. Data KPAI tahun 2011-2015 melaporkan ada 15.857 kasus anak yang di antaranya adalah kasus anak usia sekolah dasar sebagai pelaku.

Tantangan terbesar orangtua dalam mengasuh anak adalah mempersiapkan anak ketika masuk dalam lingkungan sosial. Berdasarkan pada teori ekologi, keluarga merupakan lingkungan terdekat anak yang menjadi tempat anak untuk berkembang membentuk pola dan kebiasaan (Santrock, 2012). Oleh karena itu, pentingnya orangtua memberikan nilai-nilai moral pada anak melalui pola asuh disiplin. Hoffman (2000) menyatakan bahwa orang tua berusaha secara persuasif melakukan pengasuhan melalui gaya disiplin dengan mengeksplorasi pengaruh pengasuhan disiplin tentang nilai-nilai pada anak. Disiplin sering muncul ketika anak-anak menghadapi konflik antara keinginan mereka sendiri dan standar moral yang berlaku sehingga orang tua berulang kali menggunakan cara tertentu dari disiplin yang membantu anak dalam mengembangkan emosi mereka (misalnya, empati) yang diperlukan dalam menyeimbangkan keinginan anak dan orang lain dalam berperilaku moral. Penerapan metode disiplin yang tepat oleh orangtua akan memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan moral dan terhindar dari perilaku negatif (Patrick dan Gibbs, 2007).

Spiritual merupakan pengalaman individu yang melibatkan pencarian dalam menemukan tujuan, makna, kekuasaan, dan hubungan yang lebih besar daripada diri, sumber transenden, atau alam semesta (Iglesias, 2010). Menurut teori morphic field, perilaku berasal dari resonansi medan morphic yang dibentuk secara terus-menerus dan menjadi pola kebiasaan dan pola kebiasaan itu akan membentuk karakter (Sheldrake, 1987). Orangtua memberikan kasih sayang dan kehangatan secara terus menerus dengan spiritual yang dimilikinya, sehingga anak

Gambar

Gambar 1  Komponen Karakter Baik Thomas Lickona
Gambar 2  Kerangka Berpikir Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia orangtua
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Shoot Me) Alih kode pada data (24) berfungsi untuk menyelaraskan bunyi nada lagu yang sebelumnya menggunakan bahasa Indonesia kemudian pada bait ke-2 baris pertama penutur

Berdasarkan hasil perancangan sistem pembangkit listrik hibrid menggunakan potensi energi angin dan surya untuk unit pengolahan ikan skala kecil yang berlokasi di

ketentuan tersebut, maka notaris adalah satu-satunya pejabat yang berwenang untuk.. membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang.. diharuskan oleh

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengisolasi bakteri yang bersimbiosis dengan spons dan menentukan karakteristik morfologi serta sifat Gram dari isolat

Dengan adanya Sistem Informasi Arkeologi berbasis daring yang dibangun, proses perekaman data ini dapat terbantu karena bisa diakses secara daring oleh siapapun, dan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Khalimatul Ulyah NIM : 14630014 Jurusan : Kimia Fakultas : Sains dan Teknologi Judul penelitian : Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak

Dalam melakukan ‘reportase’ tersebut, sang penutur sama sekali tidak memberikan informasi mengenai segala yang dipikirkan para tokoh maupun komentar akan semua yang

menunjukkan protein ikan gabus asap menurun seiring dengan lamanya waktu penyimpanan, namun pada kualitas awal ikan yaitu pada hari pertama setelah pengasapan