• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan kondisi terumbu karang dengan keberadaan ikan Chaetodontidae di perairan Pulau Abang, Batam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan kondisi terumbu karang dengan keberadaan ikan Chaetodontidae di perairan Pulau Abang, Batam"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

1

6y.

6 %

k ~ ~ n

HUBUNGAN

KONDISI TERUMBU

G

DENGAN

h

KEBERADAAN I

CNAETODONTIDAE DI PERA

PULAU

ABANG,

BATAILI

HARLYM RAYA MAHARBHAKTI

SEKOLAI-I PASCASARiBANA

INSTITUT PERT

BOGOR

BOGOR

(2)

PEFWYATAAN MENGENM TESIS

DAN

SUMBER INFORMASI

(3)

ABSTRACT

HARLYh4 RAYA MANARBHAKTI. Correlation between Coral Reef Condition

and Chaetodontidae Existence in Abang Islands Waters, Batam. Under direction of SULISTIONO and ACHMAD FAHRUDIN

The aimed of this research are to descriptive the coral reef and Chaetodontidae fishes conditions, and to analyze the correlation between coral reef condition and Chaetodontidae fishes existence as a basic to recommend the alternative Coral Reef Management. Inventory of coral reef condition using Line Intercept Transect

(LIT), inventory of Chaetodontidae fishes using Underwater Visual Census

(UVC) and food analysis of Chaetodontidae fishes using Index of Preponderence. Percentage of hard coral coverage is around between 24.48

-

84.76% which the highest of ~rcentage of hard coral coverage is on ST6 and the lowest is on ST9.

According to mortdity index of coral is'around 0.11 to 0.68. The highest of mortality index occur on ST9 and the lowest is on ST6. The dominant of lifeforms

are

foliose, massive and encrusting. It estimates that the waters is in turbidity and have hydrodynamics pressure. There were found three species of Chaetodontidae fishes are C. octofmciatus,C.rostratus,C. chryzosonus. C. octofmcciatus is the highest abundance in all monitoring sites. The regression analysis showed that hard coral cover have positive correlation to the abundance of family of Chaetodontidae

(r

= 0.75, R' = 56.25%, significant on F0.05) and also have positive correlation to the abundance of C. octofasciatus (I = 0.78,

R

'

= 60.84%,

significant on pX0.05). According to the Principle Component Analysis that C. octof&atus and C. chryzosonus is in one group (habitat group 3) which the existence influenced by coral encrusting. While

C.

rostratus is in group of habitat

1 that the existence influenced by coral branching.

(4)

HARLYM RAYA MAHARBHAKTI.Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan Keberadaan Ikan Chaetodontidae Di Perairan Pulau Abang, Batam. Dibawah bimb'igan SULISTIONO dan ACHMAD FAHRUDIN

Karang dimanfaatkan tidak saja sebagai makanan bagi ikan Chaetodontidae, tetapi juga sebagai tempat tinggal (Harmelin-Vivien & Bouchan-Navaro 1983). Bell & Galzin (1984), Sano et al. (1984), Adrim & Hutomo (1989), Bouchon- Navm dan Bouchon (1989), Edrus & Syam (1998), Zekeria & Videler (2000) menuniukkan bahwa keanekamzarnan dan kelimuahan ikan famili Chaetodontidae meninhat dengan meningkagya tutupan karkg hidup. Penelitian

ini

penting dilakukan untuk daoat mengetahui mruhan kondisi terumbu karang secara cepat, tepat dan mudah. ^ ~ d a ~ & t u j k dari penelitian ini

adalah

m~ndeskripsiican kondisi terumbu karang dan ikan Chaetodontidae, menganalisa hubungan antara kondisi terumbu karang dengan ikan Chaetodontidae sebagai dasar menentukan rekomendasi pengelolaan terumbu karang berbasis ekologi.

Penelitian dilakukan di perairan Pulau Abang Kecil dan sekitamya pa& Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang, Kota Batam. Penelitian ini

berlangsung selama 4 (empat) bulan yaitu sejak bulan Mei-Agustus 2009. Pengambilan data terumbu karang dilakukan dengan metode

LIT.

Pengambilan data ikan Chaetodontidae dilakukan dengan metode UVS. Pengambilan data

parameter lingkungan dengan dilakukan &ara in-situ. Analisa isi &rut atau jenis makanan ikan Chaetodontidae dilakukan di Laboratorium EkoBiologi Departemen . Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP).

Hasilnya adalah kualitas perairan masih mendukung pertumbuhan terumbu h g . Persentase penutupan karang keras berkisar antara 24.48

-

84.76% dengan rerata persentase penutupan karang keras

adalah

58.87%. Persentase penutupan karang kems tertinggi pada ST 6 dan yang terendah pada ST9. Secara umum resko kematian karang berkisar antam 0.11 - 0.68. Tingkat kematian karang paling tinggi tqadi pada ST 9 dan yang terendah terjadi pada ST 6. Bentuk pertumbuhan karang (lifeorm) dengan didominasi oleh bentuk penutupan Foliose, Mmsive dan Encrusting. Dominasi bentuk pemMbuhan karang seperti

ini

menandakan bahwa

perairan

dipengaruhi oleh sediientasi dan tekanan hidrodinamis seperti arus dan gelombang. Teridentifikasi tiga spesies ikan Chaetodontidae yaitu C. octofasciatus, C. rostratus clan C. chryzosonus. C.

octofasciatm memiliki kelimpahan tertinggi di semua stasiun pengarnatan, Keanekaragaman ikan Chaetodontidae tennasuk dalam kategori rendah.

Persentase penutupan karang hidup memili hubungan yang kuat dengan kelipahan famili Chaetadontidae dan spesies C. octofaciatus. Berdasarkan pada hasil analysis komponen utama Spesies C. octofmciatus dan C. chryzosonus

bemda dalam satu kelompok yang sama yaitu kelompok habitat 3 dengan anggota kelompok terdiri dari ST6

dan

ST7. Kedua spesies ikan ini kuat hubungannya dengan CE. Sedangkan spesies C. rostratus masuk kedalam kelompok habitat 1 dengan anggota kelompok terdiri dari ST 2, ST3, ST4, ST5, ST8 dan ST9. Keberadaan &an ini dipengaruhi oleh CB.
(5)

@

Hak

cipta milk Institut Pertanian Bogor (IPB), tahun 2009

Hak

cipta dilindungi Undang-Undang

Diiarang mengutip sebagian atau seluruh Rmya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebukan sumbernya Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dun pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dsilarang mengumumkan dun memperbanyak sebagian atau seluruh Rarya tulis

(6)

HUBUNGAN KONDISI TERUMBU KARANG DENGAN

KEBERADAAN IKAN CHAETODONTIDAE DI PERAIRAN

PULAU ABANG, BATAM

HARLYM RAYA MAHARBHAKTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERT-

BOGOR

BOGOR

(7)

Judul Tesis : Hubungan Kondisi T e m b u Karang dengan Keberadaan Ikan Chaetodontidae Di Perairan Pulau Abang, Batarn

Nama Mahasiswa : Harlym Raya Maharbhakti

NIM : C 252070434

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui

Sekolah Pascasarjana IPB

(8)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis dengan judul "Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan Keberadaan Ikan Chaetodontidae di Perairan Pulau Abang, Batam" akhimya dapat diselesaikaa Penyusunan tesis ini

merupakan salah syarat untuk mendapatkan gelax Master Sains pada Program Studi Pengelolaan Swnberdaya Pesisir dan Lautan di Sekolah Pascasajana Institut Pertanian Bogor.

Penelitian dan proses penulisan tesis ini dapat berlangsung dengan baik atas prakarsa berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr.

Ir.

Sulistiono, M.Sc d m Bapak Dr.

Ir.

Achrnad Fahrudin, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah membantu memberikan masukan dan

satan dalam penyusunan tesis ini,

2. Bapak Prof. Dr.

Ir.

Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Pesisir dan Lautan beserta staf pengajar yang telah memberikan pengetahuan terkait pengelolaan pesisir dan lautan,

3. Staf sekretariat SPL (Mbak OUa, Pak Zainal, Didin, Aji) yang telah banyak membantu selama perkuliahan di SFL-IFB.

4. COREMAP I1

-

Departemen Kelautan dan Perilcanan yang telah memberikan beasiswa sepenuhnya untuk mengikuti perkuiiahan ini dari awal hingga akhir,

5. Bapak Ruslan (Laboratorium Ekobiologi, Departemen MSP

-

FPIK IPB) dan

Dany (rnahasiswa MSP) yang telah membantu mengidentifikasi analisis

makanan ikan Chaetodontidae,

6. Ayahanda Sinar Mardjono (Ah), Ibunda Hj. Hartiningsih yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun materiil,

7. Istrikn tercinta Wa Ode Hasna Dia S.Pi, putrikn tersayang Fayesha Niki Shahira

yang telah memberikan semangat dan mengbibur selama mengikuti pendidikan,

8. Rekan-rekan Miah SPL SANDWICH IPB - Xiamen University (Bang Wan, Mundus, Amer, Dedska, Jay, Simon, Jojo, Riza, Budi, Jusak, Ilham, Dedidam,

Hemat, Jimmy, Aro, Tema, Vidint, Zulfikar, Endar, Tema, Tini, Teni, Dini, Cicik) atas kebersamaan dan kerjasamanya,

9. Teman-teman yang telah membantu selama penelitian (Roma, Ahua, Dondy Arafat, Panji Komar) dan Bapak Rahmad sekeluarga yang telah membantu akomodasi selama penelitian,

Penulis menyadari masih banyak k e h g a n dalam penulisan tesis ini. Oleh

karena itu, kritik

dan

saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk
(9)

Penulis dilahirkan di Bangka pada tanggal 14 Maret 1980 sebagai anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan ( A h ) Bapak Sinar Mardjono dan Ibu Hj. Hartiningsih. Pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di SD Negeri 108 Palembang (1986 - 1992), kemudian dilanjutkan bersekolah di SMP Xaverius 3

Palembang (1992 - 1995) dan dilanjutkan bersekolah di SMU Negeri 5 Palembang (1995 - 1998). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas

Perikanan

dan Ilmu Kelautan,

jurusan

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan melalui jalur UMPTN pada tahun 1998 dan tamat pada

tahun

2003 dengan judul penelitian "Studi Informasi Avant Pays Maritime Pelabuhan Perikanan Samudera

Jakarta".

Pada

tahun

2003, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Departemen Kelautan dan Perkman, Diiektorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Perikanan dan Kelautan, Direktorat Pengawasan dan

Pengendalian Sumberdaya Kelautan.

(10)

DAFTAR IS1

Halaman

...

DAFTAR TABEL xi

DAFTARGAMBAR

..;.

...

;;.;;4.AR.AR.AR.AR ..ARARARARAR...

...

xii

DAFTAR LAMPIRAN

...

xiii

1; PEM,AHULUAN...

...

1

1.1 Latar Belakang

...

1

...

1.2 Perumusan Masalah 3 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

...

4

1.4 R u g Lingkup Penelitian

...

5

15 Kerangka Pemikiran Penelitian,,.,,,,,,s;i+;e4;i~cac~z~++k~i.

.

5

2

.

TINJAUAN PUSTAKA

...

2.1 Terumbu Karang

...

2.1

.

1 Biologi karang

...

2;12 Ancaman dan faktor-faktor pembatas pertumbuhan

tenunbu karang

...

2.1.3 Nilai dan fungsi terumbu karang

...

2.2 Komunitas Ikan Karang

...

2.3 Ikan Chaetodontidae

...

2. 3.1 Ekobiologi ikan Chaetodontidae

...

2.3.2 Chaetodontidae sebagai bioindikator

...

2.4 Hubungan Ikan Chaetodontidae dengan Kondisi Terumbu

Karang

...

2.5 Pengelolaan Terumbu Karang dan Ikan Karang Berkelanjutan

...

3; METODE PENELITIAN

...

3.1 Lokasi

dan

Waktu Penelitian

...

3.2 Bahan dan Alat

...

3.3 Jenis Data yang dikumpulkan

...

3.4 Metode Pengumpulan Data

...

3;4;1 Kondisi terumbu karang

...

....++...d..L2.G.a...

..

3.4.2 Kondisi ikan Chaetodontidae

...

3.4.3 Parameter lingkungan

...

3.5 Analisa Data

...

3.5.1 Kondisi terumbu

k m g

...

(11)

3;5;3 Hubungan persentam penutupan karang keras dengan

kelimpahan ikan Chaetodontidae

...

45

3.5.4 Keterkaitan ikan Chaetodontidae terhadap habitat tertentu

...

45

3.5.6 Pengelolaan terumbu karang dan ikan karang berbasis ekologi pada hasil penelitian

....i...ii.i..;..

i<.4L*2...ia ..zz4z... 46

4

.

HASIL PENELITIAN

...

4.1 Kualitas Perairan

...

4.2 Kondisi Terumbu Karang

...

4, 3 Kondisi &an Karang ~ + ~ ~ i ~ i i i ~ z i ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 4 z ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 2 ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ . ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ L ~ ~ ~ 4.3.1 Komposisi ikan karang

...

4.3.2 Kondisi ikan Chaetodontidae

...

4.3.2.1 Keanekaragaman, keseragarnan clan dominasi ikan Chaetodontidae

...

4, 3.2.2 Analisa makaoan,,,,,,,,,,,,alialialialialialialialialialialiiiiiiiiiii~~z~~~.4~~~~~i~.~~~+~~+~ 4.4 Hubungan antara persentase penutupan karang keras dengan kelimpahan ikan Chaetodontidae

...

4.5 Ketertarikan ikan Chaetodontidae terhadap habitat tertentu

...

5; PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Chaetodontidae

...

68

5.2 Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan Ikan Chaetodontidae 75 5.3 Rekomendasi Pengelolaan Terumbu Karang clan Ikan Karang

...

77

6; KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

...

80

6.2 Saran

...

81

DAFTAR PUSTAKA

...

82
(12)

Halaman

...

1

.

Beberapa spesies Chaetodontidae beserta tipe kebiasaan makannya 27

2; Posisi geografis stasiun penelitian..;..

;...;+.

. . . G ~ i ~ . . . G . + 4 z 4 L . .

...

34

3

.

Jenis data yang dikumpulkan

...

36

4

.

Daftat penggolongan komponen dasar penyusun komunitas karang

berdasarkan lveform karang dan kodenya

...

38

5, Metode dan pemlatan untuk pengambilan data parameter perairan

...

41

6

.

K l a s i W i Indeks Shannon-Weiner

...

43

8

.

Indeks mortalitas karang

...

...

9; ~ m p a t kelimpahan ikan karang tertinggi

di

lokasi penelitian

10

.

Jumlah individu, jumlah spesies. jumlah famili. Indeks Keaneka- ragaman (H'). Indeks Keseragaman Q dan Indeks Dominasi (C)

Ikan Karang

...

...

11

.

Kelimpahan famili dan spesies Chaetodontidae (ind/250&)

...

12

.

Keanekaragaman, keseragaman dan dominasi ikan Chaetodontidae

13

.

Index ofprepmierenee makanan ikan Chaetodontidae

...

14

.

Hubungan antara persentase penutupan karang keras dengan

kelimpahan famili Chaetodontidae

...

15

.

Hubungan antara persentase penutupan karang keras dengan

kelimpahan per spesies Ikan Chaetodontidae

...

63
(13)

DAFTAR

GAMBAR

1. Diagram alir kerangka pemikiran

...

6

2; Anatomi karang (Veron 2000) ii;i;;;;;.;i;;.;;;:i;;

...

J ~ ~ ~ ~ . ~ ~ . . . . . . . . . . 8 .

3. Spesies ikan chaetodontidae : (a) Chaetodon octofasiatus,

(b) Chelmon rostratus, (c) Coradion Chgzosonus

...

24

4. Peta lokasi penelitian

...

35 5. Ilustrasi teknik pengumpulan data kondisi tenunbu karang dengan

menggunakan LIT

...

37

6. Ilustrasi teknik pengumpulan data ikan dengan metode Sensus Visual

Bawah Air (Underwater Visual Census) (English et al. 1994)

...

39 7. Persentase penutupan substcat dasar : Karang Keras (hard corals),

Karang Mati (dead corals), Alga, Biota Lainnya dan Abiotik

...

48 8. Persentase Penutupan Karang Keras Acropora: Acropora

Branching (ACB) dan Acropora Tabulate (ACT)

...

49

9. Persen* penutupan karang keras Non-Acropora: Coral Branching

(CB), Coral Encrusting (CE), Coral Foliose (CF), Coral Massive

(CM), Coral Mirshroom (CM), Csial Subm&sive (CS)

...

50

10. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan Chaetodontidae : a). Niiasshia sp., b). Tintinnus sp., 6). Rhiaosolenia sp;,

d). Rhizosolenia sp., e). zat kapw, f). bagian kaki bentik invertebrata

..

61 11. Hubungan antara persentase penutupan karang keras dengan

kelimpahan famili Chaetodontidae

...

62

12. Kondisi persentase penutupan karang keras clan kelimpahan

spesies ChaetaduntiW

...

63

13. Hubungan antara persentase penutupan karang kern dengau

spesies 6: gctQfasciatus

...

64

14. Lingkaran korelasi antara parameter penjelas dengan komponen

utama antara : A. Sumbu ldan 2, B. Sumbu 1 clan 3

...

66 15. Koordiuat stasiun pengamatan antara : A. Sumbu 1 dan 2;

B. Sumbu 1 dan 3

...

67
(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

...

1

.

Jenis alat tangkap yang digunakan masyarakat pulau abang kecil 89

2

.

Persentase penutupan substmt dasar pada stasiun pengamatan

...

90

3

.

Kondisi terumbu karang di lokasi penelitian

...

91

4

.

Komposisi ikan karang

...

94

5

.

Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener

0.

Indeks Keseragaman Q dan Indeks Dominasi (C) Ikan Karang

...

97

6

.

Spesies ikan chaetodontidae yang tertangkap

...

98

7

.

Perhitungaa Index of Prepnderence

...

99
(15)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terumbu karang mempakan ekosistem yang khas yang terdapat di daerah tropis. Meskipun terumbu karang ditemukan di seluruh dunia, tetapi hanya di daerah tropis terumbu karang dapat berkembang dengan baik. Terumbu karang mempakan sebuah sistem dinamis yang komplek dimam keberadaannya dibatasi oleh parameter suhu, d i t a s , intensitas cahaya matahari dan kecerahau suatu perairan (Nybakken 1992). Setiap pembahan kondisi k m g dan sekitarnya akan

mengubah proses pembentukan karang secara keseluruhan. Secara ekologis,

terumbu karang berfungsi sebagai tempt untuk mencari makan ceding ground),

daerah asuhan (nursery ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bagi sumberdaya ikan dan organisme pendukung lainnya yang hidui di ekosistem tersebut. Selain itu, terumbu karang juga tnempunyai f h g s i yang tidak kalah

penhgnya yaitu sebagai penahan gelombang atau pehdtmg pantai dari abrasi.

Cesar (2000) menjelaskan bahwa ekosistem t e m b u karang

banyak

menyumbangkan berbagai biota laut seperti ikan kamng moIuska, krustacea bagi

masyarakat yang hidup di kawasau pesisir. Keliipahan, keanekaragaman

dan

pertumbuhan

ikan

kamng sangat bergan- pada kompleksitas terumbu karang. Perairan Kelurahan Pulau Abang terletak di bagian Selatan

-

Barat Daya Kofa Batam dan terrnasuk didalam Kecamatan Galang, Kota Batam. Perairan ini merupakan salah satu sentra perikanan tangkap tradisional di Kota Batam. Adapun

jenis-jenis

ikan

kmgkapan nelayan &ah ikan-ikan

karang

seperti

ikan

kerapu, kakap, ekor kuning, lobster, ikan Dingkis ( m a lokal

dari

Siganus canaliculahrs)

dan lain sebagainya Perairan Kelurahan Pulau Abang juga merupakan salah satu daerah binaan Coral Reef Rehabilitation and Management Programme (COREMAP) tahap

II

sejak tahun 2004 sampai dengau sekarang.

Berdasarkan data monografi tahun 2006, bahwa sebagian besar mata pencaharian masyarakat Kelurahan Pulau Abang adalah u d a menangkap

ikan

atau nelayan dengan persentase sebesar 86.90% atau 756 omng

dari

870 orang
(16)

berpengaruh terhadap intensitas penangkapan ikan karang di perairan ini yang

menjadi tinggi juga. Tingginya aktivitas penangkapan ikan karang yang dilakukan

masyarakat Kelurahan Pulau Abang secara langsung betpengaruh terhadap

terumbu karang.

Berdasarkan hasil Monitoring Ekologi CRITC - COREMAP

-

LIP1 di Batam pada tahun 2004,2007 dan 2008 bahwa telah terjadi p e n w a n persentase

penutupan karang hidup yaitu pa& tahun 2004 persentase penurunan karang

hidup sebesar 62.74% men- menjadi 60.04% pada tahun 2007 dan menjadi

57.57% pada tahun 2008 (Giyanto & Picasouw 2008). Begitu juga dengan ikan indikator

(famili

Chaetodontidae) cenderung mengalami p e n m a n jumlah

individu per transek permanennya yaitu 25.75 individu per transek pada tahun

2004 menjadi 21.17 individu per transek pa& tahun 2007 dan 23.08 individu per

transek

pada

tahun 2008.

Menurut laporan LPTSK Kelurahan Pulau Abang (2007), penyebab kerusakan terumbu karang tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam

dan faktor aktivitas manusia (antropogenik). Faktor antropogenik antara lain

penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan @enggunaan bom, tuba, trawl),

lemahnya penanganan sampah, pemanfaatan hutan bakau dan pemanfbatan kayu

liutan kepulauan yang berpotensi menyebabkan meningkatkan sedimentasi,

kurangnya pengertian masyarakat tentang pengelolaan tenunbu karang

GPSTK

Kelurahan P. Abang 2007). Sedangkan faktor dam yaitu sedimentasi dan

gelombang besar yang terjadi pada m u s k angin barat (bulan September

-

Oktober) dan musim angin utara (Desember - Februari) (LPTSK Kelurahan P. Abang 2007).

Kerusakan t e m b u karang secara langsung berdampak pada kondisi ikan

karang khususnya ikan karang yang berasosiasi kuat terhadap terumbu karang

d i m

rnakanannya adalah polippolip karang.

Ikm

Chaetodontidae merupakau kelompok penting dari ikhtiofauna yang penyebarannya selalu ditemukan

berasosiasi dekat dengan terumbu karang kamng (Allen 1981 in Harmelin-Vivien

& Boucban-Navaro 1983). Kelimpahan ikan Chaetodontidae memiliki hubungan

kuat terhadap persentase penutupan karang hidup (Boucban-Navaro 1981, Bell &

(17)

kebanyakan dari ikan ini adalah pemakan karang (Harmelin-Vivien & Bouchan- Navaro 1983, Yusuf & Ali 2004). Ikan Chaetodontidae memanfaatkan karang

tidak hanya sebagai makanan, tetapi banyak juga spesies dari Chaetodontidae

yang menetap pada koloni karang hidup tersebut (Fowler et al. 1992). Namun

demikian, tidak semua ikan Chatotdontidae pemakan karang keras (sclerectinian corar), ada juga yang memakan karang lunak (octocorar) misalnya Chaetodon melanriotus (Alino et al. 1988). Ikan Chaetodontidae ada juga yang

mengkonsumsi bagian-bagian dari polychaeta, anemon dan invertebrata kecil lainnya yang hidup di dasar peraitan serta krustase kecil, spon, polip karang lunak,

plankton, jaringan karang dan cairan lendir yang dikeluarkan karang (Hiatt & Strasburg 1960, Anderson et al. 1981, Mackay 1994 in Edrus & Syam 1998). Hal ini menyebabkan hubungan antara persentase penutupan karang keras dengan Icelimpahan dan distribusinya berkorelasi lemah (Bell et al. 1985, Hutomo er al. 1991,

L

i

m

& Chou 1991). Reese (1981), Harmelin-Vivien & Bouchan-Navaro

(1982) menyatakan bahwa spesies ikan Chaetodontidae, khususnya ikau pemakan

karang secara obligatif merupakan jenis yang paling sensitif dan paling baik

digunakan sebagai indikator kesehatan karang. Kehadiran ikan ini &pat memberikan i n f o m i tentang baik buruknya suatu ekosistem terumbu karang.

Walaupun penelitian secara mum mengenai terumbu karang dan ikan karang telah bebempa kali dilakukan, seperti yang dilakukan oleh CRTIC- COREMAP-LIPI, narnun secara khusus hubungan antara kondisi terumbu karang dengan keberadaan

ikan

Chaetodontidae di

pemiran

Pulau Abang ini belum dipelajari. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penelitian mengenai hubungan

kondisi terumbu karang dengan ikan Chaetodontidae menjadi penting dilakukan.

1.2. Perurnusan Masalah

Bedasarkan hasil Monitoring Ekologi CRITC-COREMAP-LIP1 di perairan Pulau Abang-Batam, bahwa telah terjadi penurunan persentase penutupan karang

hidup yaitu pada tahun 2004 persentase p e n w a n karang hidup sebesar 62.74%

menurun menjadi 60.04% pada tahun 2007 dan menjadi 57.57% pa& tahun 2008

(Giyanto & Picasouw 2008). Penurunan persentase penutupan karang hidup beratti secara kualitas telah terjadi kenwkan terumbu karang. Hal ini ti&

(18)

mengasuh dan perlindungan. Kenyataannya adalah ikan indikator (famili

Chaetodontidae) juga mengalami p e n m a n jurnlah individu per transek

permanennya yaitu 25.75 individu per transek pada tahun 2004 menjadi 21.17 individu per transek pada tahun 2007 dan 23.08 individu per tmnsek pada tahun

2008 (Giyaato & Picasouw 2008).

Penyebab kerusakan terumbu karang di perairan Pulau Abang yaitu adanya

eksploitasi sumberdaya ikan karang dengan menggunakan bahan dan alat yang

tidak ramah lingkungan, pengaruh alam (sedimentasi dan gelombang besar) dan

belum jelas dan terarahnya pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan ikan

karaug. Selain itu juga, belum banyaknya penelitian-penelitian tentang ekosistem

tenunbu h a n g dalam rangka mendukung pengelolaan terumbu karang dan ikan karang secara berkelanjutan.

Berdasarkan pada penjelasan di atas,

maka

dapat dirumuskan beberapa

pernasalahan yang men+ penelitian ini, yaitu:

1. Aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dan dam memberikan tekanan terhadap kondisi terumbu karang.

2. Tejadinya penurunan persentase penutupan karang hidup dan p e n m a n kelimpahan ikan Chaetodontidae.

3.

Belum pernah dilakukan kajian mengenai

ikan

Chaetodontidae yang dapat

dijadikan sebagai indikator dalam mendeteksi p b a h a n kondisi terumbu

karang di perairan Pulau Abang.

4. Belum terarahnya pengelolaan tenunbu karang dan ikan karang di perairan Kelurahan Pulau Abang.

13. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perurnusan masalah di atas, rnaka tujuan

dari penelitian ini addah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan kondisi terumbu karang dan ikan Chaetodontidae di perairan

Pulau Abang.

2. Menganalisa hubungan antam kondisi terumbu karang dengan keberadaan ikan

Chaetodontidae sebagai dasar untuk rekomendasikan pengelolaan terumbu

(19)

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

I. Diketahuinya spesies ikan Chaetodontidae yang dapat berfungsi sebagai

indikator kondisi baik buruknya terumbu karang.

2. Sebagai bahan acuan dalam pengelolaan terumbu karang dan ikan karang

secara berkelanjutan.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang liigkup penelitian dibatasi pada beberapa hal, yaitu:

1. Lokasi pengambilan data penelitian dilakukan di perairan Pulau Abang Kecil

dan sekitarnya. Hal ini dikarenakan perairan Pulau Abang Kecil dan sekitarnya

merupakan daerah penangkapan ikan oleh sebagian besar masyarakat Kelurahan Pulau Abang.

2. Hubungan antara kondisi terumbu kamng dengan keberadaan ikan

Chaetodontidae d i l i t dari hubungan antara pemntase penutupan karang keras dengan kelimpahan ikan Chaetodontidae, ketertadcan ikan

Chaetodontidae terhadap habitatnya

dan

ketertarikan ikan Chaetodontidae

terhadap bentuk pertumbuhan karang (lifeform).

1.5. Kerangka Pemikiran Penelitian

Perairan Kelurahan Pulau Abang merupakan sdah satu sentra perilcanan tradisional dengan target penangkapan adalah jenis-jenis ikan karang. Eksploitasi smberdaya ikan karang tentunya mempengaruhi ekosistem terumbu karang. Apalagi eksploitasi tersebut

dilakukan

dengan menggunakan alat dan cara yang

tidak ramah lingkungan sudah pasti menyebabkan degadasi terumbu karang. Selain itu juga, kualitas perairan juga mempengaruhi pertumbuhan karang.

Kerusakan terumbu karang secara langsung berdampak pada ikan karang yang berasosiasi langsung dengan terumbu karang. Salah satunya adalah

ikan

Chaetodontidae dimana hidupnya berasosiasi langsung dengan terumbu k m g . Karang dimanfaatkan oleh ikan ini tidak hanya sebagai makanan, tetapi juga

sebagai tempat tinggalnya (Harmelin-Vivien & Bouchan-Navm 1983, Fowler et

al. 1992). Kelimpahan

ikan

Chaetodontidae merniliki hubungan dengan
(20)

Atas dasar pemikiran tersebut, maka penelitian ini dilakukan dalam rangka mencari rekomendasi yang tepat dalam mendukung pengelolaan tenunbu karang dan ikan karang secara berkelanjutan di perairan Kelurahan Pulau Abang, Batam. Selengkapnya kerangka pemikiran penelitian digambarkan pada Gambar 1 berikut ini.

Ekosistem Terumbu Karang di

Perairan Pulau Abang

-

Batam

I

Kondisi lkan Chaetodontidae

Deskriptif kedalaman,

keseragaman, dominansi dan indeks mortalitas

-

h a l i s a Makanan

Preponderency) Ketertarikan jenis ikan

L--- Chaetodontidae

terhadap habitat dm

[image:20.527.34.498.117.686.2]

---

2
(21)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ternmbu Karang

2.1.1 Biologi karang

Terumbu karang (coral reefi sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu yang mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut karang. Hewan karang sebagai pembangun

utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur

dalarn lingkungan sedikit nutrien (oligotcofik). Karang merupakan hewan

sederhana, berbentuk tabung dengan mulut berada di atas yang juga berfungsi sebagai anus (Suharsono 1996). Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di badan atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu

yang disebut koloni (Sorokin 1993). Tentakel-tentakel berkapsul yang dapat

melukai (nematokis) dan berfungsi sebagai penangkap makanan berupa plankton (Nybakken 1992). Polip karang tersusun dari bagian lunak dan bagian keras yang berbentuk kerangka kapur. Kerangka kapur ini berfungsi sebagai penyangga sehingga seluruh jaringan pada polip karang. Kerangka kapur ini bempa lempengan-lempengan yang tersusun secara radial dan berdiri tegak yang disebut septa, septa tersusun dari bahan organik dan kapur yang merupakan hasil sekresi

dari polip karang.

nnding polip karang terdiri dari 3 lapisan (Veron 2000), yaitu :

1. EKlodennis: Jaringan terluar dimana banyak dijumpai sel glandula yang berisi

mukus dan sel knidoblast yang berisi sel nematokis. Nematokis merupakan sel penyengat yang berfungsi sebagai alat penangkap makanan dan mempertakdcan diri dari pemangsaan.

2. Mesoglea: Merupakan jaringan yang di bagian tengahnya berupa jelly. Di

dalam lapisan jelly terdapat fibril-fibril sedangkan di lapisan luar terdapat sel

semacam otot.

(22)

Seluruh permukaan jaringan karang juga dilengkapi dengan silia dan

flagella, yang berkembang dengan baik di lapisan luar tentakel da~i di dalam sel

mesenteri. Karang mempunyai sistem saraf, jaringan otot dan reproduksi yang

sederhana akan tetapi telah berkembang dan berfimgsi secara baik. Selanjutnya

gambaran mengenai anatomi karang dapat d i l i i t pada Gambar 2 hrikut.

Drsl d k m y cavity

bra1 cane WUkrl mynx

w a n

Gambar 2. Anatorni karang (Veron 2000)

Karang banyak dijurnpai diantara 30°LU dan 25OLS. Hewan ini kebanyakan bersifat nocturnal (aktif mencari makan pada malam hari). Hal ini dikarenakan

mangsanya berupa zooplankton, banyak rnuncul dimalam hari dan karang

merupakan hewan karnivora (Veron 1986). Karang dapat hidup berkoloni maupun soliter.

Menurut Sumich (1992) dan Burke ei al. (2002) sebagian besar spesies karang melakukan simbiosis dengan alga simbiotik yaitu zooxanthellae yang

hidup di dalam jaringannya. Pada sernua jaringan polip b a n g hematifik terdapat

alga

dari

Kelas Dinoflagellata yakni Symbiodium microdriaticum sang mengandung klorofil dan disebut zooxanthellae (Falkowski et al. 1984).

Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang aka. dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang

menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida

(23)

Selanjutnya Sumich (1992) menjelaskan bahwa adanya proses fotosintesa oleh

alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan

menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut:

Ca (HC03) t--+ CaC03

+

H2C03

-

H20

+

C 0 2

Fotosintesa oleh algae yang bersimbiose membuat karang pembentuk terumbu

menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kits 10 kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahennatipik)

clan tidak bersimbiose dengan moxanthellae.

Karang memiliki dua cara dalam reproduksi, yaitu dengan cara seksual dan

aseksual. Reproduksi seksual karang m e n g h a s i i larva planula yang berenang

bebas dalam kolom perairan untuk sementara waktu, yang kemudian melekat pada

substrat dan mengalami tahap perkembangan selanjutnya

Menurut Harrison dan Wallace (1990) dalam Tomascik et al. (1997), karang sclerectinia memiliki empat prinsip dasar dalam reproduksi seksual. Hal ini

berkaitan anatara hubungan hermaphrodit

-

gonochorisme dengan pemijahan

@embuahan eksternal)

-

melahirkan (pembuahan internal). Mayoritas (60%)

karang sclerectinia yang memilii sel kelamin ganda (hermaphrodit) melakukan pembuahan diluar (eksternal). Hanya 15% karang hermaphrodit yang melakukan

pembuahan di dalam dan mengeluarkan planula dalam tahap awal reproduksinya Demikian halnya dengan karang yang memiliki sel kelamin terpisah (gonochorisrne) atau dioceous, me& juga memiliki dua macarn pembuahan

(eksternal dan internal). Sekitar 70% dari gonochorisme yang diketahui melakukan pembuahan dengan cara eksternal. Penelitian secara ekstensif yang

dilakukan di Great Barier Reef, Laut Merah, dan di beberapa ternpat di Laut

Karibia memperliiatkan bahwa 70% karang sclerectinia yang diteliti melakukan pembuahan diluar, hanya 23% yang melakukan pembuahan didalam (Harrison dan Wallace 1990 dalam Tomascik et al. 1997).

Setelah karang melekat pada substrat maka ia akan mengalami perubahan

struktur dan histologi. Ketika polip menjadi dewasa dan membentuk koralit, maka ia mulai melakukan reproduksi secara aseksual untuk memperbesar koloni.

Reproduksi aseksual pada karang dapat terjadi melalui intratentacular budding

(24)

individu baru dari individu yang lama dan hasilnya terdapat dua individu yang

identik, Extratentacular budding adalah tumbuhnya individu baru diantara

individu yang lama.

Nybakken (1992) mengatakan bahwa berdasarkan kepada kemampuan

memproduksi kapur maka karang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu karang

hermatipik (reef builder) dan karang ahermatipik (non reef builder). Karang

hermatifik (reef builder) adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang

yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan didaerah tropis. Karang ahermatipik (non reef builder) adalah karang yang hanya

sedikit menghasillcan kapur dan tidak menjadi bagian dari terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia. Perbedaan utama karang

hermatipik dan karang ahermatipik adalah adanya simbiosis mutualisme antara

karang hermatipik dengan zmxanthellae. Ahermatipik (non-reef builder) adalah

hewan karang yang tidak memiliki zooxanthellae atau hanya sediit mempunyai

zooxanthellae dan dapat dijumpai pada beberapa karang keras atau karang lunak.

Karang ahermatipik hidup tanpa eahaya matahari di dasar laut w o n 1986, Nybakken 1992, Tomascik et al. 1997).

Menurut Veron (1995) terumbu karang merupakan endapan masif (deposit)

padat kalsium karbonat (CaC03) yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit

tambahan dari alga berkapur (Calcareous algae) dan organisme-organisme lain yang mensekresikan kalsium karbonat (CaC03). Dalam proses pembentukan

terumbu karang maka karang batu (Scleractinia) me~pakan penyusun yang

paling penting atau hewan karang pembangun terumbu (reef -building corals).

T e m b u karang adalah suatu ekosistem di laut tropis yang mempunyai produktilltas tinggi (Sukamo et al. 1983). Besarnya prodnktifitas yang

d i l i k i

terumbu karang disebabkan oleh adanya pendantan ulang zat-zat hara melalui proses hayati (Longhurs & Panly 1987). Pada dasarnya terbentuk dari endapan- endapan (deposit) kalsium karbonat (CaC03) yang dihasilkan oleh organisme

karang pembentuk terumbu (kamng hermatipik) dari filum Cnidaria, ordo

Scleractina yang hidup bersimbiosis dengan zmxanthellae, dan sedikit tambahan

dari alga berkapur serta organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat

(25)

Morfologi skeleton karang yang digunakan oleh Veron (1986) untuk mengambarkan bentuk pertumbuhan karang yang menghasilkan morfolgi karang

yaitu massive (sama dalam semua dimensi), columnar (berbentuk tonggak),

branching (seperti cabang pohin atau jari), encrusting (melekat pada substrat atau berbentuk kerak, foliceous (seperti dam), laminar (seperti lempengan) danfree

living (hidup lepas dari substrat).

Berdasarkan cara hidupnya, karang sclerectinia dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok hidup berkoloni dan yang hidup dalam bentuk soliter

(Thamrin 2006). Kelompok karang berkoloni

secara

garis besar dibagi ke

dalam

empat bentuk yaitu bentuk massive, bentuk bercabang (branching), foliceous dan

bentuk encrusting, sedangkan bentuk koloni lainnya merupakan kombinasi

dari

ke empat kelompok besar tersebut. Bentuk pertumbuhan koloni juga dipengaruhi berbagai faktor lingkungan, terutama berhubungan dengan kedalaman dan

kekeruhan.

Kecepatan pertumbuhan karang ditentukan oleh tiga faktor penting yaitu

bentuk pertumbuhan koloni, keddaman dan temperature (Thamrin 2006). Bentuk pertumbuhan bercabang umumnya lebii cepat dibandiigkan dengan bentuk

pextumbuhan massive atau foIiceous. Kecepatan perturnbuhau karang paling cepat

adalah karang bercabang Acropora dengan kecepatan pertumbuhan mencapai 15

cm per tahun. 'Karang tipe massive merniliki kecepatan pertumbuhan yang sangat lambat, seperti karang Porites memili kecepatan pertumbuhan sekitar 8 mrn per

tahun. Kecepatan pertumbuhan tergantung pada sifat dan jenis spesies karang.

Pada

umumnya kecepatan pertumbuhan karang berhubungan dengan simbionnya zooxanthellae, akan tetapi ada kelompok karang tertentu yang juga menggantungkan dii cukup besar pada zooplankton dimana mengalami kecepatan pertumbuhan yang m a k s ' i pada saat zooplankton berlinlpah di perairan.

Berdasarkan tipenya, terumbu karang dikelompokkan menjadi tiga kategori (Sukarno et al. 1983, Nontji 1993, Nybakken 1992) yaitu:

1) Terumbu karang tepi Pinging reen. Tentmbu karang tipe ini berkembang di

sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40m. Terumbu

(26)

terumbu, karang batu cenderung mempunyai perhunbuhaan yang kurang baik

bahkan banyak mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak endapan

yang datang dari darat.

2) Terumbu karang tipe penghalang (Barrief reej). Terumbu karang ini terletak di berbagai jarak kejauhan dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh

dasar

laut yang terlalu dalam untuk perhunbuhan karang batu (40-70 m).

Umumnya memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar-putar seakan -

akan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. Contohnya

adalah The Great Barier reef yang berderet disebelah timur laut Australia dengan panjang 1.350 mil.

3) Terumbu h a n g cinch (atol) yang melingkari suatu goba (lagoon). Kedalaman

goba didalam at01 sekitar 45m jarang sampai lOOm seperti terumbu karang

penghalang. ~ontohn~a-adalah at01 di Pulau Taka Bone Rate di Sdawesi Selatan.

Diantara tiga struktur terse.but, terumbu karang yang palmg m u m dijumpai di

perairan Indonesia adalah t-bu karang tepi (Suharsono, 1996).

Selanjufnya Sukarno et al. (1983) menyatakan bahwa ekosistem terumbu karang pada dasarnya dapat dijumpai tiga macam bentuk permukaan dasar yang

merupakan mnasi ekosistem terumbu karang yaitu :

1. Rataan terumbu (reefflai) yaitu bentuk pemukaan dasar terumbu yang medatar ditempat dangkal ini banyak dipengaruhi oleh keadaan pasang clan

surut air laut dan gelombang sehingga habitat ini memilii kondisi lingkungan yang be~ariasi dan berfluktuasi sangat besar. Pada keadaan pasang surut,

banyak bagian yang menderita kekeringan dan pada tipe terumbu karang pantai

mendapat banyak pengamh endapau dari darat, air tawar clan tambahan nutrient

dari darat.

2. Lereng terumbu (reef slope) yaitu bentuk permukaan dasar yang miring ini

dapat dibedakan menjadi dua lereng terumbu. Lereng tenunbu miring ke

tempt yang lebih dalam diluar mtaan terumbu kea rah laut lepas disebut lereng terumbu depan @re reef slope) dan lereng terumbu yang kearah goba disebut lereng terumbu belakang atau lereng goba. Lereng terumbu depan keadaannya

(27)

terlindung dari gempuran ombak keras k a n a adanya rataan terumbu.

Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada kedalaman 15 meter sampai

kepermukaan, karang dapat tumbuh dengan subur dan bervariasi, didominasi

oleh karang bercabang berbentuk daun dari Acropora.

3. Dasar goda (lagoon floor) atau teras datar (sub marine terrace) yaitu bentuk permukaan d m yang mendatar ditempat dalam ini mempunyai kondisi yang lebih bervariasi daripada di dasar goba yang biasanya mempakan tempat sedimen. Dasar teras yang dangkal merupakan komunitas terumbu h a n g yang

padat apabila cukup

arus

dan ombak yang dapat menghalau akumulasi

organisme yang dibawa dari tempat-tempat yang lebih dangkal. Menurut

Nybakken (1992) bahwa kondisi di dalam goba yang gelombang dan sirkulasi tidak besar serta sedimen yang lebih besar kurang baik untuk pertumbuhan karang. Dasar goba banyak ditumbuhi rumput laut (ThaIassia, Cymodocea)

atau alga hijau seperti Caulerpa

dan

Halimeda.

2.1.2 Ancaman dan faktor-faktor pmbatas pertumbuhan karang

Ancaman atau pemanfaatan yang b e r l e b ' i terhadap terumbu karang dapat

dibagi menjadi dua kategori yaitu ancaman atas perbuatan manusia (antropogenik)

dan alami (Cesar 2000). Selain itu juga, bencana dam juga menjadi accaman bagi k e n d a m terumbu karang. Selanjutnya, menurut Cesar (2000) bahwa yang .. menjadi ancaman utama kerusakan terumbu karang adalah ;

1. Pengnwkan dan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti

penggunaan

bahan

bemun, pengeboman, penggunaan murc-ami dan lain

sebagainya;

2. Sedimentasi, polusi dan limbah,

3. Penambangan karang, aktivitas pengerukan dasar pairaq 4. Aktivitas wisata yang tidak bertanggung jawab.

(28)

selanjutnya menggeser atau menutupi karang-karang muda lainnya yang masih

hidup sehingga menghambat atau mencegah pemulihan karang (Fox et al. 2003). Pemutihan karang (menjadi pudar atau berwarna putih salju) terjadi akibat

berbagai macam tekanan baik secara alami maupun karena manusia yang menyebabkan degenerasi atau hilangnya zooxanthellae sebagai pewarna dari

jaringan karang. Dalam keadaan normal, jumlah zooxanthellae berubah sesuai

dengan musim sebagaimana penyesuaian karang terhadap lingkungannya (Brown

et al. 1999, Fitt et al. 2000). Selarna peristiwa pemutihan, h a n g akan kehilangan 60-90% dari jumlah zooxanthellae nya clan zooxanthellae yang tersisa dapat kehilangan 50-80% dari pigmen fotosintesisnya (Glynn 1996). Pemutihan dapat juga tejadi pada organism-organisme bukan pembentuk terumbu seperti karaug lunak, anemone dan beberapa jenis kima raksasa tertentu (tridacna spp.) yang juga mempunyai alga simbiosis dalam jaraingannya Sama halnya seperti karang,

organism-organisme ini &pat juga mati apabila kondisi-kondisi yang mengarah

kepada pemutihan cukup parang (Westmacott et al. 2000).

Tenunbu karang yang telah rusak akibat kegiatan m'musia dapat menjadi lebih rentan untuk memutih bilamana hot spot meluas. Hal ini dikarenakan karang telah lemah dan berkurang kemampuannya untuk menghadapi naiknya suhu

permukaan laut (Brown 1997). Di lain pihak, terumbu yang tidak diganggu oleh manusia dapat memiliki kemampuan yang lebih baik untuk pulih bila keadaan 'ngkungan optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan karang. Suatu ekologi atau ekosistem memilii kemampuan untuk memulihkan diri sendiri ke keadaan semula apabila kondisi lingkungan telah mendukung clan disebut ecology resilience (Holiing 1973). Resiliensi merupakan kecepatan suatu komunitas untuk

kembali pada bentuk semula setelah mengalami gangguan dan terpisahkan dari

awalnya Kemudian Peterson et al. (1998) menambahkan bahwa ekologi resiliensi diasumsikan bahwa suatu ekosistem dapat kembali hadirlutuh dalam

mengorganisasi dirinya sendiri atau ke bentuk yang stabil.

Veron (1995) mengemukakan bahwa ekosistem terumbu karang adalah unik karena umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitive terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sediientasi, eutrofikasi

(29)

kehidupan karang, distribusi dan stabilitas ekosistem terumbu karang adalah suhu,

kedalaman, cahaya matahari, salinitas, kejernihan air, gelombang dan substrat (Barnes 1980; Nybakken 1992). Penjelasannya adalah sebagai berikut :

a. Suhu

Pertumbuhan biota karang sangat dipengaruhi oleh perairan sekitarnya. Biota

karang dapat tumbuh pada suhu 18 - 36, O C dan pertumbuhan optimum terjadi

di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 26 - 28, O C (Bikeland 199T), sedangkan menurut Nybakken (1992) perkembangan terumbu yang paling optimal tejadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23

-

25'C

dan

masih dapat mentolerir suhu hingga 36

-

40,

'c.

Terlalu tinggi atau rendahnya suhu suatu perairan dapat menyebabkan kehilangan organisme zooxanthellae dari

jaraingan karang. Zooxanthellae me~p?,kan organisme yang memberikan

wama pada biota karang. Kehilangan zooxanthellae dalam jangka wakt; yang lama berdampak pada bleaching dan kematian karang.

Rentang ketahanan organism karang terhadap fluktuasi suhu pada dasamya

tergantung pada fluktuasi tahunan suhu perairan dirnana karang tersebut ditemukan. Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat

pemanasan global yang melanda

perairan

tropis di tahun 1983 telah

menyebabkan pemutihan karang yang diikuti dengan kematian massal. Brown

& Suharsono (1990) mencatat selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3, OC di atas suhu normal selama beberapa bulan.

b. Kedalaman

Kebanyakan terumbu karang tumbuh pada kedalaman kurang dari 25 meter

dan

tidak dapat berkembang dengan baik pada kedalaman yang lebih dari 50

-

70

meter, ha1 inilah yang menyebabkan banyaknya terumbu karang ditemukan di

pinggiran benua-benua atau pulau-pulau (Nybakken 1992). Faktor kedalaman ini berpengaruh terhadap hewan katang yang berhubungan dengan intensitas

cahaya yang

masuk

ke dalam perairan.

Perbedaan kedalaman dapat mempengaruhi bentuk koloni suatu karang, seperti

Montrastrea annularis

dari

bentuk bercabang berubah menjadi bentuk massive
(30)

ahermatifik yang tidak mampu membentuk terumbu, ditemukan hampir pada

semua kedalaman (Nybakken 1992). Kekeruhan berhubungan dengan

kecerahan perairan. Kekeruhan mempengaruhi siklus hidup h e w n karang

mulai dari larva hingga kelangsungan hidup karang. Tingkat kekeruhan yang

normal bagi terumbu karang berkisar antara 0 mglliter sampai dengan 10

mgfliter (Roger 1990 dalam Thamrin 2006). c. Cahaya

Cahaya merupakan faktor pembatas bagi terumbu karang, ha1 ini berkaitan

dengan proses fotosintesis yang dilakukan oleh zooxantheNae yang

membutuhkan adanya cahaya Cahaya yang cukup h m tersedia agar proses fotosintesis oleh mxanthellae simbiotik dalam jaringan karang dapat

terlaksana (Nybakken 1992). Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan

b e h g dan bersama dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang pula Terumbu

masih dapat hidup pada kedalaman yang mas& menerima intensitas sinar

matahari sampai titik kompensasi cahaya untuk karang nampaknya kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang sampai 15 - 20% dari intensitas di pemukaan (Nybakken 1992).

d. Salinitas

Karang hennatipik sangat dipengaruhi oleh dinitas air laut. Menurut Nontji

(1993), kisaran salinitas yang dapat ditoleransi oleh t e m b u karang adalah

antara 27 - 40, %, namun terumbu karang hidup dengan baik pada dinitas normal yaitu 32 - 35, % (Nybakken 1992). Perubahan pa& salinitas mempengamhi terumbu karang. Curah hujan yang tinggi dan aiiran material permukaan dari damtan (mainland run o f l dapat membunuh terumbu karang

melalui penhgkatan sedimen dan tejadinya penurunan dinitas air laut. e. Sedimentasi

Secara umum terdapat dua macam sedimen yang terdapat dalam air laut.

Pertama adalah terrigenow sediment, yang terbentuk dari hasil pelapukan; erosi dari daratan yang kemudian ditmnsfer masuk ke laut melalui sungai,

gletser dan angin. Mereka terdiri dari gravel, pasir, lumpur dan tanah liat

(31)

proses biologis organisme planktonik (dominan) yang mensekresikan skeleton

dari kalsium karbonat atau silica (Bearman 1999). Selanjutnya Tomascik et al.

(1997) mengemukakan bahwa terrigenous sediment lebih dominan terdapat di

daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi. Pada daerah ini (misalnya: pantai utara Jawa dan selatan Katiantan), masukan lumpur dan pasir (yang

kaya akan clay mineral) banyak dijumpai sebagai penyusun habitat dasar. Untuk daerah yang lebii kering serta kawasan non-vulkanik, sediien pada

perairan dangkalnya lebih didominasi oleh biogeous sediment.

Pengaruh sedimen terhadap komunitas karang secara garis besar terjadi melalui

beberapa mekanisme. Pertama, partikel sedimen menutupi permukaan

koloni/individu karang sehingga polip karang memerlukan energi yang lebii

untuk menyingkirkan partikel-partikel tersebut. Kedua, sedimen menyebabkan penGgkatan kekeruhan clan dapat menghalangi penetrasi cahaya yang masuk

ke dasar perairan sehingga dapat mengganggu kehidupan s p i e s - s p i e s karang yang kehidupannya sangat bergantung terhadap penetrasi cahaya

(Salvat 1987). Sedimentasi baik di dalam air rnaupun di atas karang, mempunyai pengaruh negatif terhadap karang (Nybakken 1992). Kebanyakan

terumbu karang tidak dapat hidup di daerah yang sedimentasinya tinggi, karena

sedimen ini akan menutupi polippolip karang dan menghalangi masuknya cahaya, sehingga karang tidak &pat melanjutkan proses fotosistesis untuk

mendapatkan makanan. Ketiga, selain mampu mengikat unsur hara, sedimen

juga dapat mengadsorpsi bahan toksik clan penyakit yang dapat menyebabkan

terganggunya kesehatan

karang.

Selanjutnya Hubbard (1997) menyebutkan

bahwa sedimentasi juga dapat menghalang-halangi penempelan larva karang

pada substrat dasar. Sebagaimana diketahui bahwa larva karang membutuhkan substrat yang keras untuk menempel, dengan adanya penutupan substrat oleh

sedimen, larva tersebut tidak mendapatkan kestabilan dalam penempelan

sehingga tahap perkembangan selanjutnya tidak dapat tercapai.

f.

Arus

Pada umumnya, tenunbu karang lebih berkembang pada daerah-daerah yang

(32)

cukup kuat. Adanya arus akan menyuplai plankton dan air segar yang kaya akan oksigen bagi terumbu k m g , sekaligus akan membersihkan terumbu karang dari sedimen yang melekat (Nybakken 1992). ANS juga berperan dalam proses fertilisasi dan distribusi karang terutama dalam masa spawning dan larva

Selain dari faktor-faktor pembatas pertumbuhan karang seperti di jelaskan di

atas, nutrien juga mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang (Thamrin 2006).

Di perairan pesisir, dua nutrien yaitu nitrogen and fosfor hadir dengan konsentrasi rendah sehingga mereka akan menghalangi pertumbuhan yang utuh fill growth).

Nitrat (N03) adalah bentuk utama nitrogen di perairan yang merupakan nutxien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae, dimana keberadaannya sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabii. Fosfor dalam benhk ortofosfat merupakan elemen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh alga

dan

tumbuhan air, sedangkan polifosfat

harus

mengalami hidrolisis terlebih dahulu

membentuk ortofosfat sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor.

Keberadaan fosfor secara berlebihan dengan diiringi keberadaan nitrogen dapat

menstimulir ledakan pertumbuhan algae. kelebihan zat ham (nutrient overload) berkontribusi terhadap degradasi terumbu karang meialui peningkatan

pertumbuhan makroalga yang melimpah (overgrowth) terhadap k m g .

2.13 Nilai dan fungsi terumbu karang

Strategi dunia mengenai konservasi terumbu karang diidentifikasii

sebagai salah satu komponen utama yang sangat penting sebagai penunjang

berbagai macam kehidupan yang dibutuhkan produksi makanan, kesehatan

dan

berbagai aspek dari kehidupan m u s i a dan juga dalam pembangunan yang berkelanjutan. Bebempa nilai dari fungsi terumbu karang antara lain (Dahuri et al.

1996) :

1). Nilai ekologis, terumbu karang menjaga keseimbaogan kehidupan biota laut

dan hubungan tibal balik antara biota laut dengan faktor abiotik.

2). Nilai ekonomis, sumberdaya ini dapat dikembangkan sebagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.

(33)

4). Nilai bilogis, yakni sebagai penghasil oksige perairan dan pengatur keseimbangan ekosistem pedran.

5). Nilai edukuesi, yakni sebagai obyek penelitia dan pendidikan.

Selain itu terumbu karang mempuuyai h g s i yang penting antam lain:

1). Sebagai habitat sumberdaya &an, dalam ha1 ini dienal sebagai tempt mernijah, bertelur, mengasuh, mencari makan dan berlindung bagi biota laut.

2). Sebagai sumber benih alami bagi pengembangan budi daya perikanan.

3). Sebagai sumber berbagi makanan dan bahan baku subtansi aktif yang berguna bagi dunia f m a s i dan kedokteran.

4). Sebagai pelidung dari pantai dari gelombang laut sehingga pantai dapat terhindar

dari

degrasi dan abrasi.

Densitas

ikan

karang dibatasi oleh ketersediaan ruang bidup (space) yang cocok, terutama jika ruang dijadikan sebagai pertahanan diri atau tempat aktivitas mutualisme. Keberadaan ruang biasanya berkaitan dengan individu ikan yang bersifat tentorial, dimana densitas yang tinggi dan diversitas dari ikan-ikan karang dipengamhi oleh ruang terumbu karang. Menurut Jones (1991), pentingnya ruang

bagi ikan karang adalah karena :

1). Ikan karang yang bersifat tentorial sangat terbatas pada ruang

untuk

mengembangkan populasinya, sehingga ruang c e n d m g menurunkan jumlah populasi.

2). Perbedaan kelas umur cendemng menggunakan tipe ruang yang berbeda 3). Kompetisi ruang dapat terjadi jika terdapat banyak ruang yang kualitasnya

bervariasi.

Keberadaan lubang atau celah merupakan tempat perlindungan (shelter)

ikan karang, terutama selama adanya semgan

badai

atau serangan predator.

Korelasi umum antara topografi karang dengan kelimpahan ikan karang serta observasi dalam mempertahankan ikan di lokasi perlindungan bersifat nyata sebagai pembatas. Jones (1991) menunjukkan bahwa peningkatan jumlah tempt perlidungan mengakibatkan peningkatan kelimpahan &an yang secara spesifik

menjadikan k m g sebagai tempat persembunyian. Keberadaan karang hidup juga

(34)

Salah satu surnber makanan bagi ikan yang banyak dijumpai di terumbu

karang. Makanan yang dimaksud adalah berupa lendir yang dihasilkan oleh

karang yang sebenarnya digunakan karang untuk menangkap mangsanya. Lendir

tersebut diieluarkan oleh beberapa jenis karang yang tidak memiliki tentakel atau

tentakelnya telah tereduksi. Lendii tersebut merupakan sumber makanan penting

bagi jenis-jenis ikan tertentu dan hewan karang lainnya (Barnes 1980).

Beberapa jenis ikan pemakan karang adalah famili Chaetodontidae, Apogonidae, Balistidae, Labridae dan sekelompok kecil Scaridae (Choat &

Bellwood 1991). Ikan karang famili Chaetodontidae, Labridae, dan Scaridae

secara

langsung mernakan jaringan lendir (mucus) yang diproduksi oleh karang dan sirnbiosisnya. Kelompok ikan dari famili Acanthurids dan kebanyakan dari

famili Labridae lainnya memakau alga yang tumbuh dalam batuan keras berkapw

(calcareous).

2.2 Komunitas Ikan Karang

Ikan karang merupakan ikan yang berasosiasi dengan ekosistern terumbu

karang sebagai habitatnya. Ikan karang merupakan jenis ikan yang umumnya

menetap atau relative tidak bexpindah tempat (sedentmy) dan pergerakannya relatif mudah dijangkau. Jenis substrat untuk dijadikan habitat biasanya pada

karang hidup, karang mati, pecahan karang

dan

karang lunak (Suharti 2005).

Hubungan antara kompleksitas topography terumbu karang

dm

keanekamgaman

komunitas ikan mengindikasikan bahwa struktur dari komunitas ikan karang dapat dipengaruhi oleh kompleksitas fisik dari substrat (Bell & Galzin 1984). Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan kondisi terumbu karang mampu menyediakan

ruang perlindungan dan atau area makanan, selanjutnya meningkatkan kekayaan jenis ikan karang. Luckhurst & Luckhurst (1978) menguji hubungan antara

parameter komunitas

ikan

karang dan keanekagaraman substrat, dan kekayaan

jenis karang dimana hasilnya menunjukkan bahwa tidak diketemukan hubungan yang signifikan.

Adrim (1983) menjelaskan bahwa sebagian kelompok ikan karang

berlindung dan menjelajah di terumbu karang termasuk di dalam kelompok ikan butana (herbivom) dan kelompok kamivora seperti ikan kakap dan ikan kerapu.

(35)

ikan pemakan karang dan herbivore sekitar 15%. Ran-ikan dari kelompok pemakan k m g dan herbivore sangat tergantung kepada kesehatan karang untuk mengembangkan populasinya. Kelompok planktivora dan omnivore hanya terdapat dalam jumlah sangat sedikit (Choat & Bellwood 1991).

Ehrlich (1975) menyatakan bahwa Ikan karang memiliki peranan tersendiri ddam ekosistem terumbu karang, untuk itu berdasarkan peran yang dimainkan oleh ikan karang dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka menjadikan terumbu karang sebagai tempat pemijahan dan

sarangldaerah asuhan. Ikan-ikan target

ini

diwakili oleh famili Serranidae ( i kerapu), Lutjanidae

(ikan

kakap), Lethrinidae

(ikan

lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang),

Haemulidae ( i bibii tebal), Scaridae (ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan pakol);

2. Ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daemh terumbu

b g dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tekbut. Ikan-ikan

indikator diwakili oleh famili Chaetodontidae (buftegyfishes);

3.

Ikan

mayor, dimana ikan ini umumnya dijumpai dalam jumlah yang banyak dan dijadikan sebagai ikan bias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Pomacanthidae, Labridae, Apogonidae).

Berdasarkan periode aktif mencari makan, ikan karang dapat digolongkan sebagai

ikan yang mencari makan malam hari ( n o c t m r ) , siang hari (diurnal) dan ada

yang mencari makan pada sore

hari

(crepcular) (Adrim 1983). Ketiga kelompok ikan karang tersebut adalah sebagai berikut :

1.

lkan Nokturnal

(aklif

ketika

malam

hari), sekitar lP? jenis ikan karang yang

memiliki sifat nocturnal, ikan ini bersembunyi di celah-celah karang atau gua karang sepanjang siang hari dan akan muncul ke permukaan air untuk mencari makan pada malam hari. Contohnya pada ikan-ikan dari Suku Holocentridae (Swanggi), Suku Apogoninade (Beseng), Suku Harnulidae, Priacanthidae (Big

eyes), Muraenidae (Eels), Seranidae (Jew fish)

dan

beberapa dari suku dari
(36)

2. Ikan Diurnal (&if ketika siang hari), sekitar 75% ikan yang hidup di daerah

terumbu karang dan sebagian dari ikan-ikan ini berwarna sangat menarik serta umumnya sangat erat kaitannya dengan terumbu karang. Contohnya pada ikan-

ikan dari Suku Labraidae (wrasses), Chaetodontidae (ButterJyyfishes), Pomacentridae (Darnselfishes), Scaridae (Parrolfishes), Acanthuridae (Surgeonjshes), Bleniidae (Blennies), Balistidae (TriggerJshes), Pomaccanthidae (Ange@shes), Monacanthidae, Ostracionthidae (Boxfishes), Etraodontidae, Canthigasteridae

dan

beberapa dari Mullidae (Goatj2shes)

3. Ikan Crepuscular (aktif diantaranya) contohnya pada ikan-ikan dari suku Sphyraenidae (Baracudas), Serranidae (Groupers), Carangidae (Jacks),

Scorpaenidae (Liontshes), Synodontidae (LizardJshes), Carcharhinidae, Lamnidae, Spymidae (Sharkr) clan beberapa dari Muraenidae (Eels).

Choat 62 Bellwood (1991), mengelompokkan ikan karang dalam kelompok herbivore utama, kelompok pemakan karang, kelompok omnivore

dan

planktivor.

Komunitas

ikan

karang dipengaruhi oleh karakteristik kelompok ikan itu sendiri, ekologi terumbu karang, habitat, dan pola distribusi.

1. Karakteristik Kelompok Ikan

Kelompok ikan karnivor di daerah terumbu karang sekitar 50-70% dan hampir meliputi semua ikan di daerah ini. Kelompok ikan karnivor di daerah terumbu karang dapat berfungsi sebagai level ke-2 dalam rantai makanan. Kelompok

ikan pemakan karang dan herbivore sekitar 15%. Ikan-ikan ini sangat

beqptung pada kesehatan karang karena polippolip karang merupakan

makanannya. Sedangkan kelompok planktivor clan omnivore hanya terdapat dalam jumlah yang sedikit ( M m l i 1998).

2. Karakteristik Ekologi

Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang tetapi juga daerah berpasir, bermacam-maeam goa dan lubangfcelah, wilayah alga, perairan dangkal, perairan dalam serta adanya zonasi terumbu karang. Keterkaitan ikan karang

dengan

karang

dalam suatu ekologi yang sama pada satu area adalah sangat
(37)

perlindungan lebih mencirikan kamkteristik ekologi dari populasi ikan karang

dibanding kondisi substrat sebagai sumber makanan (Choat & Bellwood 1991).

3. Karakteristik Habitat

Perbedaan habitat terumbu karang dapat mendukung perbedaan kelompok ikan

(Marsaoli 1998). Oleh karena itu, interaksi intra dan inter spesies berperan

penting dalam penentuan penguasaan ruang sehingga banyak ikan-ikan yang

menempati ruang tertentu. Keberadaan karang rnerupakan habitat penting bagi

ikan karang, karena sebagian besar populasi

ikan karang mengadakan

rekruitmen secara langsung dalam terumbu karang (Nybakken 1992). Stadia

planktonik ikan karang selalu berada pada substrat karang. Ikan-ikan tersebut

terdiri dari Scarids, Acanthurids, Siganids, Chaetodontids, Pomacantids dan

banyak spesies Labrids dan Pomacentrids.

4. Pola Distribusi

Perbedaar~ waktu makan ikan k a m g (diurnal, nociurnal, crepuscular)

dipengaruhi oleh ruang, sehingga ikan-ikan ini akan bersembunyi atau

berlindung bila bukan waktunya makan. Pada habitat terumbu karang,

keberadaan ruang menjadi faktor pembatas. Selain itu, beberapa spesies ikan

berdistribusi berdasarkan keadaan pasang surut (Nybakken 1992).

Keberadaan kominitas ikan karang secara parsial dan temporal dipengaruhi

oleh ketersediaan larva plankton bagi juvenil ikan-ikan karang (Sale 1991). Larva ikan-ikan karang bersifat nocturnal dimana dipengaruhi oleh kehadiran plankton

pada habitat terumbu karang dan disebut proses penempelan (settlement) (Victor 1991 in Almany 2004),

dan

proses setelah penempelan bagi larva yang hidup

disebut rekruitmen. Sale et al. (1994) mengatakan bahwa kehadimn larva pada suatu habitat merupakan faktor dominan bagi terbentuknya struktur komunitas.

Sebagai contoh, beberapa larva mernilih habitat terumbu karang dengan berskala

kecil

(Ohman

et

al.

1998 in Almany 2004) atau wna terumbu karang dalam skala

besar (Wellington 1998 in Almany 2004). Setelah proses penempelan, kompetisi

dan predasi terjadi antara

Gambar

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran
Tabel 1. Beberapa spesies chaetodontidae beserta tipe kebiasaan makannya
Tabel 2. Posisi geogratis stasiun penelitian
Gambar 4. Peta lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Reese (1981) sekitar 50 % ikan famili Chaetodontidae merupakan pemakan polip karang. Kondisi ekosistem terumbu karang di perairan sidodadi dan Pulau Tegal masih dalam

Menurut Reese (1981) sekitar 50 % ikan famili Chaetodontidae merupakan pemakan polip karang. Kondisi ekosistem terumbu karang di perairan sidodadi dan Pulau Tegal masih dalam

Jenis dan kelimpahan ikan karang sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan perairan, bentuk dan luasan terumbu karang hidup, substrat dasar, serta asosiasi

Komunitas ikan karang dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok ikan yang kadang-kadang terdapat pada terumbu karang dan ikan yang tergantung pada terumbu

Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji struktur komunitas karang dan kompoisis ikan terumbu yang terdapat pada dua lokasi yang berbeda di dua titik di

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terumbu karang hidup di Perairan Pulau Beralas Pasir yang mengacu kepada bentuk

Tipe habitat ikan herbivora di Teluk Bakau baik di stasiun Teluk Bakau A dan Teluk Bakau B pada dasarnya dapat dianggap bagian dari ekosistem terumbu karang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terumbu karang, potensi sumberdaya ikan karang, kepadatan ikan karang, dan jenis-jenis ikan yang terdapat di kawasan