• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Serikat Petani Indonesia dalam Pengembangan Komunitas Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Serikat Petani Indonesia dalam Pengembangan Komunitas Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Bogor"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN SERIKAT PETANI INDONESIA DALAM

PENGEMBANGAN KOMUNITAS PETANI

DI DESA CIARUTEUN ILIR

FINGKI ARDIANSYAH

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Serikat Petani Indonesia dalam Pengembangan Komunitas Petani di Desa Ciaruteun Ilir adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Fingki Ardiansyah

(3)

ABSTRAK

FINGKI ARDIANSYAH. Peranan Serikat Petani Indonesia dalam Pengembangan Komunitas Petani di Desa Ciaruteun Ilir. Dibimbing oleh FREDIAN TONNY NASDIAN

Serikat Petani Indonesia (SPI) merupakan Organisasi Massa yang bergerak menaungi petani dalam menyuarakan hak-hak dan aspirasi petani. Peranan Serikat Petani Indonesia adalah memberdayakan masyarakat lapisan bawah dengan melakukan kegiatan bersama untuk mencapai pemenuhan kebutuhan masyarakat. Lapisan sosial terdiri dari lapisan sosial atas, menengah, dan bawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur sosial komunitas petani di Desa Ciaruteun Ilir termasuk petani lapisan bawah yang mempunyai lahan kurang dari 0.5 ha dan tidak mempunyai lahan, yang bertani dengan sistem sewa lahan sesuai masa panen, sistem kontrak lahan dan menjadi buruh tani. Peran SPI di Desa Ciaruteun Ilir mencakup upaya advokasi, pengorganisasian komunitas, pengembangan jaringan, dan pengembangan kapasitas petani. SPI cukup berhasil memberdayakan petani anggotanya yang dilihat dari tingginya tingkat partisipasi dan tingkat kemandirian petani.

Kata kunci : Serikat Petani Indonesia, lapisan sosial, partisipasi, kemandirian

ABSTRACT

FINGKI ARDIANSYAH. The Role of Serikat Petani Indonesia in developing farmers community of Ciaruteun Ilir Village. Supervised by FREDIAN TONNY NASDIAN

Serikat Petani Indonesia (SPI) is Mass Organization who enforce and empower farmer to express their rights and aspirations. The role of serikat petani Indonesia is to empower lower class citizen by making some activities and doing it together to achieve citizen needs. Social class consist of upper class, middle class and lower class, from the research known that ciauruteun ilir farmers community, belong to lower class who owned less than 0.5 ha farm land and

farmer who didn’t have farm land, who do farming by using land rent system

according to harvest time, farm labor and rent a land to farm. The role of SPI at Ciaruten Ilir Village are advocacy assistance, community organizing, network

development and farmer’s skills and capacity development. SPI is quite success

empowered farmer (SPI member), known by high participation from farmers and level of farmer independency.

(4)

PERANAN SERIKAT PETANI INDONESIA DALAM

PENGEMBANGAN KOMUNITAS PETANI

DI DESA CIARUTEUN ILIR

FINGKI ARDIANSYAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Peranan Serikat Petani Indonesia dalam Pengembangan Komunitas Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Bogor

Nama : Fingki Ardiansyah NIM : I34090114

Disetujui oleh

Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan Serikat Petani Indonesia dalam Pengembangan Komunitas Petani di Desa Ciaruteun Ilir” dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan banyak arahan, saran, dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini

2. Ibu Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberi masukan selama kuliah

3. Ibu Yulmanidar selaku orangtua tercinta yang selalu mengingatkan penulis untuk selalu berusaha dalam penyelesaian penulisan skripsi

4. Fandi Arfan sebagai kakak yang baik dan perduli terhadap penulis dalam proses penulisan skripsi

5. Putri Nurgandini sebagai teman terdekat penulis yang telah membantu penulis dalam setiap kegiatan pengambilan data

6. Bapak Jayadi dan seluruh informan maupun responden lainnya yang telah membantu penulis dalam kegiatan pengambilan data di Desa Ciaruteun Ilir 7. Zamaludin dan Demmy sebagai teman dekat penulis

8. Dan semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

Bogor, Januari 2015

(7)

DAFTAR ISI

Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perannya 5

Struktur Sosial 5

Teknik Sampling dan Pengambilan Data 17

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 19

DESKRIPSI UMUM 21

Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir 21

Kondisi Geografis 21

Kondisi Demografis 22

Kondisi Fisik 23

Kondisi Sosial Ekonomi 24

Serikat Petani Indonesia 25

Struktur Sosial Responden di Desa Ciaruteum Ilir 26 PERAN SERIKAT PETANI INDONESIA DALAM PEMBERDAYAAN

KOMUNITAS PETANI DI DESA CIARUTEUN ILIR 29

Peran Serikat Petani Indonesia Dalam Pemberdayaan Komunitas Petani di

Desa Ciaruteun Ilir 29

PERAN SERIKAT PETANI INDONESIA DALAM KEBERHASILAN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PETANI 31

Tingkat Partispasi Petani di Desa Ciaruteun Ilir 31

Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan 32

Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan 34

Tingkat Partisipasi pada Tahap Menikmati Hasil 36

Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi 38

(8)

Hubungan Pelapisan Sosial dalam Tingkat Partisipasi Petani di Desa

Ciaruteun Ilir 41

Hubungan Pelapisan Sosial dalam Tingkat Kemandirian Petani di Desa

Ciaruteun Ilir 44

SIMPULAN DAN SARAN 47

Simpulan 47

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 51

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tingkat Partisipasi Masyarakat menurut Tangga Partisipasi Arnstein

11

Tabel 2 Matrik Pengumpulan Data 18

Tabel 3 Luas lahan menurut penggunaannya di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2012

22 Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis kelamin

penduduk di Ciaruteun Ilir tahun 2012

22 Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat

pendidikan tahun 2012

23 Tabel 6 Jumlah sarana dan prasana umum di Desa Ciaruteun Ilir

tahun 2012

23 Tabel 7 Jumlah dan persentase penduduk menurut matapencaharian

pokok tahun 2012

24 Tabel 8 Jumlah dan presentase petani menurut tingkat pelapisan

sosial di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014

27 Tabel 9 Jumlah dan persentase petani pada semua tahapan

partisipasi di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014

31 Tabel 10 Jumlah dan persentase petani menurut tahap pelaksanaan

dalam program pengembangan pertanian di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014

32

Tabel 11 Jumlah dan persentase petani menurut tahap pelaksanaan dalam program pengembangan pertanian di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014

35

Tabel 12 Jumlah dan persentase petani menurut tahap menikmati hasil dalam program pengembangan pertanian di Desa Ciaruteun Ilir

37

Tabel 13 Jumlah dan persentase petani menurut tahap evaluasi dalam program pengembangan pertanian di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014

38

Tabel 14 Jumlah dan persentase petani menurut tingkat kemandirian dalam pengembangan pertanian di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014

40

Tabel 15 Jumlah dan presentase petani SPI menurut pelapisan sosial dalam tingkat partisipasi petani SPI di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014

43

Tabel 16 Jumlah dan presentase petani non SPI menurut pelapisan sosial dalam tingkat partisipasi petani non SPI di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014

43

Tabel 17 Jumlah dan presentase petani SPI menurut pelapisan sosial dalam tingkat kemandirian petani SPI di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014

44

Tabel 18 Jumlah dan presentase petani non SPI menurut pelapisan sosial dalam tingkat kemandirian petani non SPI di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur lapisan pada masyarakat 7

Gambar 2. Kerangka pemikiran 14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sketsa Desa Ciaruteun Ilir 51

Lampiran 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian 52

Lampiran 3. Kerangka Sampling 53

Lampiran 4. Kuesioner 55

Lampiran 5. Pertanyaan Wawancara Mendalam 59

Lampiran 6. Hasil Catatan Harian 60

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Desa Ciaruteun Ilir merupakan desa yang terletak di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Kecamatan Ciampea. Desa Ciaruteun Ilir memiliki bentang lahan pertanian 200 hektar dan masyarakatnya hidup dari pertanian. Nasution (2012) menyatakan Desa Ciaruteun Ilir telah mengalami perubahan komoditas utama Lahan sawah yang memiliki potensi untuk menghasilkan banyak beras berubah menjadi penghasil sayuran. Desa tersebut mempunyai beberapa kelompok-kelompok tani yang menjadi anggota Serikat Petani Indonesia untuk memperjuangkan keberlanjutan hidupnya dari sektor pertanian. Petani di desa itu dibimbing oleh lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pertanian yakni Serikat Petani Indonesia (SPI). Munculnya Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang pertanian ini karena bertujuan ingin memberikan hak-hak lahan petani sebagai petani penggarap. Lembaga swadaya ini diharapkan dapat mempengaruhi kemandirian dan partisipasi komunitas petani untuk dapat terus bertani. Hal itu diharapkan dapat mengentaskan masalah kemiskinan di pedesaan.

Kemiskinan lebih diidentikan terjadi di pedesaan yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Hal itu terbukti dari data Badan Pusat Statistika menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di pedesaan Indonesia mencapai 17.919.046 jiwa (14.42 persen) pada September 20131. Kemiskinan di kalangan petani itu lah yang mendorong Lembaga Swadaya Masyarakat untuk melakukan pemberdayaan bagi para petani. Pemberdayaan dilakukan untuk petani karena rendahnya tingkat partisipasi petani dalam program yang dicanangkan pemerintah. Program pemberdayaan bagi petani yang cenderung top-down justru tidak memberdayakan karena rendahnya tingkat partisipasi petani dalam program yang ada. Ndraha (1987) mengungkapkan bahwa kelemahan strategi top-down yaitu jika pola ini menjadi sistem maka kemampuan masyarakat untuk berkembang sendiri sukar dikembangkan, karena masyarakat biasa tergantung pada pemerintah. Program yang datang secara top-down biasanya kurang sesuai dengan kebutuhan dan harapan para petani. Petani malah tidak dapat merasakan manfaat program dan terjadi kesenjangan antara petani dan kelompok lainnya yang mengambil keuntungan.

Lembaga Swadaya Masyarakat hadir dalam upaya untuk memberdayakan petani dengan meningkatkan partisipasi dan kemandirian petani. Hal itu dilakukan dengan meningkatkan partisipasi petani untuk menyuarakan haknya yang tidak diperhatikan. Menurut Suharto2 (2005) pemberdayaan atau pengembangan masyarakat adalah sebuah proses serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Berdasarkan pernyataan tersebut mengungkapkan adanya kesenjangan yang terjadi antara lapisan sosial

1 Diakses: www.bps.go.id pada tanggal 3 September 2013

2 Diperoleh dari pendekatan konseptual karya pustaka, diunduh dari

(12)

yang ada membuat LSM melakukan perannya. Hal itu dimaksudkan untuk membantu kelompok lemah (lapisan bawah) dalam mewujudkan keberdayaannya. Lapisan sosial yang ada terbagi menjadi lapisan sosial atas (upper class), lapisan menengah (middle class), dan lapisan bawah (lower clas) (Soekanto 2009). Petani dianggap sebagai lapisan bawah karena mempunyai status dan peranan yang lebih rendah dari lapisan lainnya. Belum tercipta sistem yang adil dalam pemanfaatan lahan pertanian, dimana petani sebagai golongan bawah kurang mendapat keluasan dalam pemanfaatan lahan pertanian. Menurut Suryadi (2005) dalam Praja (2009) LSM sebagai gerakan pemberdayaan masyarakat yang diwujudkan lewat aksi pengembangan kapasitas kelembagaan, produktivitas, dan kemandirian kelompok-kelompok masyarakat, termasuk mengembangkan kesadaran masyarakat untuk membangun keswadayaan, kemandirian, dan partisipasi.

Serikat Petani Indonesia sebagai Organisasi Massa yang mempunyai peran seperti LSM bagi komunitas petani bertujuan untuk menyuarakan hak-hak petani. Ormas (Organisasi Massa) yang saat ini disebut Orkemas atau Organisasi Kemasyarakatan merupakan bentuk dari Lembaga Swadaya Masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat, yang dijelaskan dalam UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). Serikat Petani Indonesia melakukan pendidikan dan pelatihan bagi petani yang ingin menjadi anggota. Pelatihan dan pendidikan diberikan untuk memberi pengetahuan tentang tujuan dan maksud Serikat Petani Indonesia. Selanjutnya, secara bersama-sama membangun kesadaran kritis petani untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam pertaniannya. Maka dari itu Petani yang mengikuti pendidikan dan pelatihan SPI yang berarti menjadi anggota SPI berbeda tingkat keberdayaan dengan petani non SPI.

Program-program yang dibangun bersama sesuai dengan apa yang dibutuhkan petani seperti program untuk masalah lahan, kedaulatan pangan, pengadaan bibit dan prasarana, sampai masalah modal dan pemasaran. Pendekatan yang dilakukan oleh Serikat Petani Indonesia (SPI) adalah membangun bersama karena petani sebagai bagian SPI yang meningkatkan partisipasi dan kemandirian petani khususnya petani lapisan bawah. Berbeda dengan pemerintah, program yang dicanangkan justru menguntungkan kalangan menengah dan atas. Para petani sebagai lapisan bawah tetap belum sejahtera. Lembaga Serikat Petani Indonesia (SPI) ini menaungi petani yang sudah menjadi anggota SPI, namun perlu dianalisis lebih jauh tentang kesesuaian peran yang seharusnya dilakukan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan penelitian tentang bagaimana peran Serikat Petani Indonesia dalam Pengembangan Komunitas Petani.

Masalah Penelitian

(13)

lapisan menengah dan lapisan atas pun sudah sangat sedikit yang ada di Desa Ciaruteun Ilir. Oleh karena itu, ingin mengetahui bagaimana bentuk struktur sosial komunitas petani di desa?

Serikat petani sebagai Organisasi Massa yang mempunyai peran seperti LSM hadir untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dan menyelesaikan masalah petani lapisan bawah. Fokus sasaran SPI pada petani lapisan bawah. Menurut Suryadi (2005) LSM sebagai gerakan pemberdayaan masyarakat yang diwujudkan lewat aksi pengembangan kapasitas kelembagaan, produktivitas, dan kemandirian kelompok-kelompok masyarakat, termasuk mengembangkan kesadaran masyarakat untuk membangun keswadayaan, kemandirian, dan partisipasi. Begitupula halnya dengan aksi pemberdayaan yang dilakukan SPI untuk membangun partisipasi dan kemandirian petani yang menjadi anggota SPI. Secara bersama-sama dengan kader SPI sebelumnya mengikuti pendidikan dan pelatihan ketika menjadi anggota SPI. Kemudian, secara bersama mengadakan berbagai kegiatan dan program sesuai kebutuhan petani. Oleh karena itu, ingin dilihat bagaimana peranan Serikat Petani Indonesia dalam memberdayakan komunitas petani di Desa Ciaruteun Ilir?

Pemberdayaan Serikat Petani Indonesia (SPI) disesuaikan dengan visi SPI untuk membela dan mengaspirasikan hak-hak petani lapisan bawah yang merupakan penggarap dan tidak mempunyai lahan. Kader-kader SPI mengajak para petani untuk ikut menjadi anggota SPI atas dasar persamaan keinginan untuk dapat terus bertani dengan keterbatasan lahan yang dimiliki. Pemberdayaan kepada komunitas petani dilakukan dengan program-program yang diharapkan mampu menyelesaikan masalah petani secara bersama-sama. Program yang ada disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan petani karena disusun bersama petani. Pemberdayaan oleh SPI diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dan kemandirian petani anggota SPI khususnya petani lapisan bawah. Oleh karena itu, ingin dianalisis bagaimana peran SPI dalam keberhasilan pemberdayaan komunitas petani?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan struktur sosial komunitas petani di Desa Ciaruteun Ilir 2. Mendeskripsikan peran Serikat Petani Indonesia dalam pemberdayaan

komunitas petani di Desa Ciaruteun Ilir

(14)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan Peranan Serikat Petani Indonesia dalam Pengembangan Komunitas petani sebagai berikut:

1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji secara ilmiah mengenai Peranan Serikat Petani Indonesia dalam pengembangan komunitas petani.

2. Menambah literatur bagi kalangan akademisi dalam mengkaji peranan Serikat Petani Indonesia dalam pengembangan komunitas petani

(15)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perannya

Hadad (1983) membedakan organisasi kemasyarakatan menjadi dua kelompok besar, pertama, kelompok primer (primary group), yaitu kelompok yang mempunyai aspirasi dan kegiatan dengan ciri hubungan yang dekat dan intim serta sukarela; interaksi di antara para anggota terjadi secara tatap muka. Kelompok ini biasanya merupakan komunitas desa atau kampong, contohnya rukun kampong, rukun warga, kelompok usaha bersama dan sebagainya. Kelompok inilah yang disebut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kedua, kelompok sekunder (intermediate/secondary group), yaitu kelompok masyarakat/ organisasi yang tumbuh dari tengah masyarakat, yang para anggotanya mempunyai kepentingan bersama untuk melakukan usaha atas kegiatan bersama dalam lingkup dan skala yang relatif terbatas, mencapai tujuan masyarakat yang tidak mengejar keuntungan semata. Kelompok ini biasanya lebih besar terorganisir, bahkan mempunyai jaringan yang luas dengan kelompok-kelompok primer, namun cara berkomunikasi tidak harus selalu tatap muka. Kelompok ini disebut Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LSPM)

Menurut Gaffar (2006) peran LSM sangat besar dalam kehidupan masyarakat dan melihat LSM sebagai alternatif untuk munculnya civil society. Dalam keadaan civil society, berarti LSM harus mampu membuat perubahan di masyarakatnya menjadi mandiri. Selain masyarakat petani harus menjadi mandiri, partisipasi merupakan hal penting dalam membuat perubahan. Suryadi dalam Praja (2009) mengungkapkan peranan dan sikap yang dilakukan LSM sebagai berikut:

1. Mengontrol, mencegah dan membendung dominasi dan manipulasi pemerintah terhadap masyarakat sebagai kekuatan pengimbang (countervailing power).

2. Gerakan pemberdayaan yang diwujudkan lewat aksi pengembangan kapasitas kelembagaan, produktivitas, dan kemandirian kelompok-kelompok masyarakat termasuk mengembangkan keswadayaan, kemandirian, dan partisipasi melalui pendidikan, latihan, pengorganisasian dan mobilisasi masyarakat

3. Lembaga perantara yang dilakukan dengan mengupayakan adanya aksi yang bersifat memediasi hubungan antara masyarakat dengan negara, antara masyarakat dengan LSM dan antar LSM sendiri dengan masyarakat melalui lobi, koalisi, surat menyurat, pendampingan, dan kerjasama antar aktor.

Struktur Sosial

(16)

dalam sosiologi dikenal dengan social stratification. Kata stratification berasal dari stratum (jamaknya: strata yang berarti lapisan). Pitirim A. Sorokin3

menyatakan bahwa social stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Selanjutnya, menurut Sorokin, dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban, dan tanggung jawab nilai-nilai sosial pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.

Bentuk-bentuk lapisan masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali. Lapisan-lapisan tersebut tetap ada, sekalipun dalam masyarakat kapitalistis, demokratis, komunistis, dan lain sebagainya. Lapisan masyarakat mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam suatu organisasi sosial. Misalnya pada masyarakat-masyarakat yang bertaraf kebudayaan masih bersahaja. Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks, perbedaan antara pemimpin dengan yang dipimpin, golongan buangan/budak dan bukan buangan/budak, pembagian kerja, dan bahkan juga suatu pembedaan berdasarkan kekayaan. Semakin rumit dan semakin maju teknologi sesuatu masyarakat, semakin kompleks pula sistem lapisan masyarakat4.

Pelapisan masyarakat bisa dibagi menjadi tiga bagian yaitu lapisan atas (upper class), lapisan menengah (middle class), dan lapisan bawah (lower class). Soekanto (2009) menjelaskan ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut.

1. Ukuran kekayaan

Barangsiapa yang memiliki kekayaan yang paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.

2. Ukuran kekuasaan

Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atasan.

3. Ukuran kehormatan

Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan/atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.

4. Ukuran ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetepai, ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif karena ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, tetapi gelar

3 Pitirim A. Sorokin, social and Cultural Mobility, (Collier- Macmillan Limited, London: The Free Press of Glencoe, 1959), hlm. 11.

(17)

kesarjanaannya. Sudah tentu hal yang demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar, walau tidak mahal.

Berdasarkan kriteria pengklasifikasian lapisan sosial tersebut, maka tidak banyak individu yang dapat memenuhi persyaratan untuk bisa menempati posisi lapisan atas. Menurut Soekanto (2009) pada umumnya warga lapisan atas (upper class) tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan lapisan menengah (middle class) dan lapisan bawah (lower class). Bila digambarkan, akan terlihat sepeti pada gambar di bawah ini.

Gambar 1 Struktur lapisan pada masyarakat (Sumber: Soekanto (2009:226)

Wiradi dan Makali (2009) menjelaskan bahwa masyarakat desa Jawa terbagi menjadi lapisan-lapisan yang didasarkan atas perbedaan hak atas lahan serta kewajiban-kewajiban yang menyertainya (kerja, wajib, pajak, dan lainnya). Lapisan pertama terdiri dari penduduk inti yaitu mereka yang nenek moyangnya dulu merupakan pemukim pertama atau pembuka lahan di daerah tersebut (lahan yasan, gogol, kuli kenceng, kuli baku, sikep, ngarep, dan lain sebagainya). Lapisan kedua dalah mereka yang mempunyai rumah, dan pekarangan sendiri tetapi belum atau tidak mempunyai sawah (kuli kendho). Lapisan ketiga disebut magersari yaitu mereka yang tidak mempunyai lahan dan pekarangan tetapi mempunyai rumah sendiri (buruh tani/ penyakap). Lapisan terakhir adalah mereka yang tidak punya apa-apa. Menurut Undang Undang No. 6 Tahun 2014 mengartikan desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Breman (1986) membagi masyarakat perdesaan jawa berdasarkan modal yang dikuasai yakni berupa akses terhadap tanah disamping kepemilikan modal di luar sektor pertanian menjadi tiga lapisan, yaitu:

1. Lapisan atas adalah pemilik atau penggarap tanah pertanian lebih dari satu hektar, pedagang atau pemilik toko besar, pimpinan dan guru

2. Lapisan menengah adalah pemilik atau penyewa tanah pertanian paling sedikit 0,25 hektar, pedagang dengan modal kecil, pemilik warung, tukang ojek, tukang ahli, dan buruh pekerjaan tetap

(18)

Konsep Pemberdayaan

Upaya pemberdayan (empowerment) menurut Nasdian (2006) merupakan suatu upaya menumbuhkan peran serta dan kemandirian sehingga masyarakat baik di tingkat individu, kelompok, kelembagaan maupun komunitas memiliki kesejahteraan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, memiliki akses pada sumberdaya, memiliki kesadaran kritis serta mampu melakukan pengorganisasian dan kontrol sosial dari segala aktivitas pembangunan yang dilakukan di lingkungannya. Nasdian (2006) menyatakan bahwa, pemberdayaan memiliki dua elemen pokok, yakni kemandirian dan partisipasi. Pemberdayaan yang dilakukan merupakan suatu proses untuk membuat sesuatu itu jadi berdaya. Oleh karena itu pemberdayaan sangat erat kaitannya dengan proses membuat suatu individu, kelompok ataupun komunitas mempunyai keberdayaan. Keberdayaan merupakan suatu keadaan yang sudah dibuat berdaya baik dalam kemandirian dan partisipasi yang ingin dibangun dari proses pemberdayaan karena mempunyai kemampuan yang lebih baik. Menurut Agus (2009) dalam Pratiwi (2012) keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan.

Seseorang dikatakan sudah berdaya apabila sudah mampu meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), peningkatan kemampuan permodalan, pengembangan usaha, dan pengembangan kelembagaan usaha bersama dengan menerapkan prinsip gotong royong, keswadayaan, dan partisipasi (Agus 2009 dalam Pratiwi 2012). Keberdayaan masyarakat merupakan unsur dasar yang memungkinkan masyarakat dapat bertahan dan mengembangkan diri untuk mencapai suatu kemajuan. Pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan yang terpadu dan holistik. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan suatu wadah pengembangan masyarakat (Community Devlopment) yang juga bertujuan untuk melakukan pemberdayaan pada masyarakat. Pengembangan masyarakat yang dilakukan dapat dilihat keberhasilannya ketika upaya LSM sudah sampai pada aksi pemberdayaan masyarakat yang dapat menciptakan keberdayaan dimasyarakatnya. Adapun lima komponen yang perlu dibangkitkan bersama dalam aksi pemberdayaan menurut Lubis (2010) yaitu:

1. Advokasi (advocacy)

Upaya untuk mengubah atau mempengaruhi perilaku penentu kebijasanaan agar berpihak pada kepentingan publik melalui penyampaian pesan-pesan yang didasarkan pada argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, legal, dan moral. Melalui kegiatan advokasi, dilakukan identifikasi dan pelibatan semua sektor diberbagai level untuk mendukung program. Kegiatan ini banyak dilakukan akhir-akhir ini untuk menentang berbagai kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat.

2. Pengorganisasian Komunitas (Community Organizing)

(19)

antar komunitas tingkat, antar desa tingkat kecamatan dan seterusnya sampai ke tingkat nasional bahkan regional.

3. Pengembangan jaringan

Menjalin kerjasama dengan pihak lain (individu, kelompok, dan atau organisasi) agar bersama-sama saling mendukung untuk mencapai tujuan. Jaringan dan saling percaya (trust) merupakan salah satu unsur penting dari modal sosial, sehingga menjadi komponen penting dalam pengembangan masyarakat. Menurutnya, pada komunitas dan kelompok lain yang terbangun dalam jaringan akan dimanfaatkan bersama-sama. Dengan demikian, individu dan komunitas yang mempunyai jaringan akan lebih berkembang.

4. Pengembangan kapasitas (Capacity Building)

Meningkatkan kemampuan masyarakat di segala bidang (termasuk untuk advokasi, mengorganisir diri sendiri, dan mengembangkan jaringan). Menurut Sumpeno (tidak bertahun) mengartikan pengembangan kapasitas sebagai peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien, peningkatan kemampuan individu mencakup kelembagaan meliputi perbaikan organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya organisasi, peningkatan kemampuan kelembagaan meliputi perbaikan kemampuan masyarakat mencakup kemandirian, keswadayaan dan kemampuan mengantisipasi perubahan, peningkatan kapasitas sangat diperlukan agar program dapat berkelanjutan, karena tanpa kemampuan yang besar masyarakat akan tergantung pada pihak luar untuk mengatasi masalahnya.

5. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

Aksi ini menyangkut proses pengelolaan informasi, pendidikan masyarakat, dan penyebaran informasi, pendidikan masyarakat dan penyebaran informasi untuk mendukung keempat komponen di atas. Pengelolaan informasi juga menyangkut mencari dan mendokumentasikan informasi agar informasi selalu tersedia bagi masyarakat yang memerlukan. Kegiatan edukasi perlu dilakukan agar kemampuan masyarakat dalam segala hal meningkat, sehingga masyarakat mampu mengatasi masalahnya sendiri setiap saat. Untuk mendukung proses komunikasi, berbagai media komunikasi (modern-tradisional; massa-individu-kelompok) perlu dimanfaatkan dengan kreatif. Penggunaan komponen ini juga berusaha untuk meningkatkan kemampuan komunitas, melalui tahapan sadar, menaruh perhatian, mengambil keputusan, dan melakukan tindakan.

(20)

Partisipasi

Oakley et al. (1991) dalam Ife dan Tesoriero (2006) menyatakan bahwa partisipasi sebagai tujuan mengandung arti suatu upaya memberdayakan rakyat dengan berupaya menjamin peningkatan peran rakyat dalam inisiatif-inisiatif pembangunan. Menurut Nasdian (2006), pemberdayaan merupakan jalan atau sarana menuju partisipasi. Sebelum mencapai tahap tersebut, tentu saja dibutuhkan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan yang dilakukan untuk menciptakan partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM maupun pemerintah. Suatu keinginan pemberdayaan yang tidak menciptakan partipasi masyarakatnya dalam setiap kegiatan dan rencana program yang akan dibangun berarti tidak melakukan pemberdayan. Nasdian (2006) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Fokus utama dari tujuan partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subyek yang sadar.

Nasdian (2006) juga memaparkan bahwasanya partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan peran serta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan masyarakat. Jika suatu pengembangan komunitas tidak menciptakan partisipasi aktif dari seluruh komunitasnya, berarti proses pasrtisipasi yang diharapkan tidak terjadi. Partisipasi yang tidak terjadi, hanya akan menciptakan rencana-rencana program pengembangan masyarakat yang menguntungkan beberapa pihak. Hal itu justru akan memunculkan ketidakberdayaan suatu komunitas daripada memunculkan keberdayaan. Cohen dan Uphoff (1979) dalam Rosyida dan Nasdian (2011) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan suatu program. 2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan,

sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek.

3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.

4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.

(21)

suatu pengembangan masyarakat dianggap tidak berhasil karena tidak adanya partisipasi penuh masyarakatnya. Partisipasi masyarakat menggambarkan bagaimana terjadinya pembagian ulang kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia kegiatan dan kelompok penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut bertingkat, sesuai dengan gradasi, derajat wewenang dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Gradasi peserta dapat digambarkan dalam Tabel sebagai sebuah tangga dengan delapan tingkatan yang menunjukkan peningkatan partisipasi tersebut (Arnstein 1986 dalam Rosyida dan Nasdian 2011).

Tabel 1. Tingkat Partisipasi Masyarakat menurut Tangga Partisipasi Arnstein

Sumber: Arnstein (1969:217) dalam Rosyida dan Nasdian (2011)

Pada tangga partisipasi Arnstein ini akan menggambarkan jelas sampai sejauh mana partisipasi masyarakat dan kewenangan yang dilakukan oleh para pembuat kebijakan. Keadilan dari suatu kebijakan untuk mengembangkan masyarakat akan terlihat. Jika telah sampai pada tahap ketika masyarakat diberikan partisipasi dalam keseluruhan proses mulai dari rencana hingga menikmati hasil maka akan sampai pada tahap delapan dikontrol masyarakat, dimana keseluruhan proses dikuasai masyarakat. Hal itu berarti sudah melakukan upaya pemberdayaan di masyarakat dengan adanya partisipasi penuh dari masyarakat.

Permainan oleh pemerintah Tidak ada partisipasi 2. Terapi (Therapy) Sekedar agar masyarakat

tidak marah/sosialisasi

(22)

Kemandirian

Kemandirian berarti mandiri. Kemandirian merupakan salah satu wujud keberdayaan masyarakat dengan adanya upaya pemberdayaan yang dilakukan. Nasdian (2006) menyatakan bahwa sifat mandiri meliputi kemandirian material, kemandirian intelektual, dan kemandirian pembinaan/manajemen. Kemandirian material artinya mereka akan memiliki kapasitas untuk memanfaatkan secara optimal potensi sumberdaya alam yang mereka miliki sendiri tanpa harus menunggu bantuan orang lain atau tergantung dari luar. Kemandirian intelektual artinya mereka akan memiliki kapasitas untuk mengkritisi atau mengemukakan pendapat tanpa dibayangi oleh rasa takut atau tekanan dari pihak lain. Kemandirian pembinaan mereka akan memiliki kapasitas untuk mengembangkan dirinya sendiri melalui proses pembelajaran tanpa harus tergantung atau menunggu sampai adanya pembinaan atau agen pembaruan dari luar sebagai guru mereka. Jika masyarakat sudah mampu mandiri baik dalam bidang material, intelektual maupun pembinaan berarti telah terwujud suatu keberdayaan. Keberdayaan tercapai ketika adanya upaya pemberdayaan, dimana pemberdayaan mencakup dua unsur utama yaitu kemandirian dan partisipasi. Nasdian (2006) menyatakan pemberdayaan memiliki dua unsur pokok, yakni kemandirian dan partisipasi.

Pemberdayaan yang dilakukan umumnya dilakukan pada masyarakat di pedesaan yang belum mandiri. Masyarakat pedesaan yang umumnya kurang mandiri dan perlu dibangun kemandiriannya adalah petani. Kemandirian petani dalam konteks pembangunan pertanian berkelanjutan khususnya di era globalisasi ekonomi dicirikan oleh perilaku petani yang modern, efisien, dan berdaya saing tinggi. Mengacu pada pendapat Inkeles dan Smith (1974) dalam Sumardjo (1999), orang modern dicirikan oleh: (1) memiliki kesiapan menerima pengalaman baru dan terbuka akan inovasi dan perubahan, (2) mempunyai kecenderungan membentuk atau memegang pendapat tentang sejumlah besar permasalahan dan pandangan lingkungannya dan di luar lingkungannya, dan orientasinya adalah demokratis, (3) lebih berorientasi pada masa kini dan masa depan dibanding pada masa silam, (4) berorientasi pada kehidupan yang direncanakan dan diorganisasikan, (5) dapat belajar untuk menguasai lingkungannya dalam rangka pengembangan tujuan, (6) percaya diri bahwa dunianya dapat diperhitungkan/di dalam kontrol manusia/ tidak fatalis, (7) menyadari akan kelebihan orang lain dan menghargai hal tersebut, (8) percaya akan ilmu pengetahuan dan teknologi, (9) percaya tentang hukum bahwa pengembangan tergantung pada andil atau partisipasi yang diberikan, (10) berminat dan menilai tinggi pada pendidikan formal, dan (11) akan berprestasi secara penuh dan mempunyai kemampuan memilah dan memilih, serta mempunyai sifat optimistik. Maka dari itu, LSM maupun pemerintah berupaya dalam membangun kemandirian pada petani untuk mewujudkan pengembangan di komunitas petani.

(23)

keputusan dalam pengelolaan usahataninya secara cepat, tepat tanpa harus tergantung pada atau tersubordinasi oleh pihak lain, mampu beradaptasi secara optimal dan inovatif terhadap berbagai perubahan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya, serta mampu bekerja sama dengan pihak lain dalam situasi yang saling menguntungkan sehingga terjadi kesalingtergantungan (interdependencies) dan bukan ketergantungan.

Petani yang mandiri adalah petani yang secara utuh mampu memilih dan mengarahkan kegiatan usahataninya sesuai dengan kehendaknya sendiri, yang diyakini paling tinggi manfaatnya, tetapi bukan sikap menutup diri melainkan dengan rendah hati menerima situasi masyarakat dan aturan-aturan yang ada di dalamnya. Kemandirian petani merupakan hasil yang ingin dicapai dalam suatu pemberdayaan. Ketika petani sudah mampu menjadi mandiri berarti petani sudah berdaya karna mempunyai kemampuan dalam mengembangkan kehidupannya menjadi lebih maju. Kemandirian dapat tercapai ketika upaya pemberdayaan yang dilakukan

Kerangka Pemikiran

(24)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterangan:

: Menyatakan hubungan : Fokus Penelitian

Hipotesis Penelitian

1. Diduga semakin rendah pelapisan sosial maka semakin tinggi tingkat partisipasi

2. Diduga semakin rendah pelapisan sosial maka semakin tinggi tingkat kemandirian

Definisi Operasional

1. Pelapisan sosial (Stratifikasi sosial) adalah kedudukan responden di dalam masyarakat yang dilihat dari luas penguasaan lahan responden. Luas penguasaan lahan adalah total luas lahan yang dimiliki dan diusahakan untuk menghasilkan kebutuhan pangan, baik berupa sawah, ladang atau kebun. Penguasaan lahan garapan didasarkan pada rataan luas lahan yang dimiliki responden hingga akhirnya dikelompokkan menjadi beberapa kategori sebagai berikut:

a. Rendah (Skor 1) : Skor kumulatif < 0.5 ha b. Sedang (Skor 2) : Skor kumulatif 0.5-1 ha c. Tinggi (Skor 3) : Skor kumulatif > 1 ha

2. Tingkat partisipasi adalah keikutsertaan responden dalam mengembangkan pertaniannya dengan program dan kegiatan yang disusun secara

bersama-Komunitas Petani

Keberdayaan Tingkat Partisipasi Tingkat Kemandirian Pelapisan Sosial

Lapisan Atas Lapisan Menengah Lapisan Bawah

(25)

sama dengan Serikat Petani Indonesia. Tingkat partisipasi dilihat mulai dari tahapan membuat keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil.

i. Partisipasi dalam membuat keputusan adalah keterlibatan responden dalam merumuskan, merancang aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah-masalah pertaniannya. Pengukuran dilakukan menggunakan Skala Likert dengan kategori SS (Sangat Setuju) diberi nilai 5, S (Setuju) diberi nilai 4, RR (Ragu-Ragu) diberi nilai 3, TS (Tidak Setuju) diberi nilai 2, STS (Sangat Tidak Setuju) diberi nilai 1. Pengukuran dengan mengakumulasikan nilai lalu digolongkan menjadi kategori:

a. Rendah (Skor 1) : Skor kumulatif < 26 b. Sedang (Skor 2) : Skor kumulatif 26-32 c. Tinggi (Skor 3) : Skor kumulatif > 32

ii. Partisipasi dalam pelaksanaan adalah keterlibatan responden dalam penerapan aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan yang mencakup aspek penerapan aturan-aturan, kehadiran, keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, dan keaktifan responden dalam setiap kegiatan. Pengukuran dilakukan menggunakan Skala Likert dengan kategori SS (Sangat Setuju) diberi nilai 5, S (Setuju) diberi nilai 4, RR (Ragu-Ragu) diberi nilai 3, TS (Tidak Setuju) diberi nilai 2, STS (Sangat Tidak Setuju) diberi nilai 1. Pengukuran dengan mengakumulasikan nilai lalu digolongkan menjadi kategori:

a. Rendah (Skor 1) : Skor kumulatif < 25 b. Sedang (Skor 2) : Skor kumulatif 25-30 c. Tinggi (Skor 3) : Skor kumulatif > 30

iii. Partisipasi dalam evaluasi adalah keterlibatan responden dalam mengevaluasi kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang mencakup aspek keikutsertaan dalam memberikan saran dan kritik. Pengukuran dilakukan menggunakan Skala Likert dengan kategori SS (Sangat Setuju) diberi nilai 5, S (Setuju) diberi nilai 4, RR (Ragu-Ragu) diberi nilai 3, TS (Tidak Setuju) diberi nilai 2, STS (Sangat Tidak Setuju) diberi nilai 1. Pengukuran dengan mengakumulasikan nilai lalu digolongkan menjadi kategori:

a. Rendah (Skor 1) : Skor kumulatif < 20 b. Sedang (Skor 2) : Skor kumulatif 20-25 c. Tinggi (Skor 3) : Skor kumulatif > 25

(26)

(Sangat Tidak Setuju) diberi nilai 1. Pengukuran dengan mengakumulasikan nilai lalu digolongkan menjadi kategori:

a. Rendah (Skor 1) : Skor kumulatif < 18 b. Sedang (Skor 2) : Skor kumulatif 18-21 c. Tinggi (Skor 3) : Skor kumulatif > 21

3. Kemandirian adalah kemampuan responden dalam memilih dan mengarahkan kegiatan pertaniannya dengan kemampuan sendiri karena yakin akan manfaatnya yang paling tinggi. Kemandirian diukur dengan pernyataan Ya diberi skor 1 dan Tidak diberi skor 0. Indikator-indikator kemandirian meliputi petani yang modern, efisien dan berdaya saing tinggi. Jumlah skor, lalu dikategorikan sebagai berikut:

a. Rendah (Skor 1) : Skor kumulatif < 14 b. Sedang (Skor 2) : Skor kumulatif 14-16 c. Tinggi (Skor 3) : Skor kumulatif > 16

Definisi Konseptual

1. Advokasi adalah upaya untuk mengubah atau mempengaruhi perilaku penentu kebijasanaan agar berpihak pada kepentingan publik melalui penyampaian pesan-pesan yang didasarkan pada argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, legal, dan moral.

2. Pengorganisasian Komunitas adalah aksi agar masyarakat mempunyai arena untuk mendiskusikan dan mengabil keputusan atas masalah disekitarnya.

3. Pengembangan jaringan adalah menjalin kerjasama dengan pihak lain (individu, kelompok, dan atau organisasi) agar bersama-sama saling mendukung untuk mencapai tujuan. Jaringan dan saling percaya (trust) merupakan salah satu unsur penting dari modal sosial, sehingga menjadi komponen penting dalam pengembangan masyarakat.

4. Pengembangan kapsitas adalah meningkatkan kemampuan masyarakat di segala bidang (termasuk untuk advokasi, mengorganisir diri sendiri, dan mengembangkan jaringan).

5. Komunikasi, Informasi dan Edukasi adalah aksi ini menyangkut proses pengelolaan informasi, pendidikan masyarakat, dan penyebaran informasi, pendidikan masyarakat dan penyebaran informasi untuk mendukung keempat komponen di atas.

(27)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Menurut Singarimbun et al. (1989), penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pengambilan data kuantitatif dan data kualitatif. Singarimbun et al. (1989) menyatakan bahwa dalam upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diamati, terdapat usaha untuk menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk menganalisis peran dan keberhasilan Serikat Petani Indonesia dalam pemberdayaan komunitas petani SPI di pedesaan. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mengidentifikasi stratifikasi sosial masyarakat di pedesaan dan tingkat partisipasi serta kemandirian petani dengan adanya Serikat Petani Indonesia. Pendekatan penelitian kuantitatif dan kualitatif digunakan untuk memperoleh data primer.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor (Lampiran 1). Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan lokasi tersebut merupakan lokasi yang mempunyai beberapa kelompok tani, dimana kelompok tani tersebut ada yang menjadi anggota Serikat Petani Indonesia. Pengambilan data sekunder dilakukan pada bulan Maret 2014. Kegiatan penelitian meliputi peyusunan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Lama pelaksanaan penelitian dapat dilihat dalam rancangan penelitian skripsi (Lampiran 2).

Teknik Sampling dan Pengambilan Data

(28)

rumah tangga yang akan dijadikan responden. Berdasarkan hal tersebut, maka penentuan jumlah responden di Desa Ciaruteun Ilir sebagai berikut:

a. Petani yang memiliki dan menguasai lahan > 1 hektar sebesar 10 persen Maka jumlah responden lapisan atas: 10/100 x 30 = 3 petani

b. Petani yang memiliki dan menguasai lahan 0.5 – 1 hektar sebesar 10 persen. Maka jumlah responden lapisan menengah: 10/100 x 30 = 3 petani c. Petani yang memiliki dan menguasai lahan < 0.5 hektar sebesar 80 persen.

Maka jumlah responden lapisan bawah: 80/100 x 30 = 24 petani Tabel 2. Matrik Pengumpulan Data

(29)

dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, manfaat dan hasil. Ketiga, kemandirian yang dilihat dari kemampuan memilih dan mengarahkan kegiatan pertaniannya sendiri. Wawancara mendalam diberikan kepada informan yang dianggap memiliki peran penting dalam masyarakat, seperti ketua SPI cabang Bogor, tokoh-tokoh di desa, dan pihak-pihak terkait Serikat Petani Indonesia.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(30)
(31)

DESKRIPSI UMUM

Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir

Kondisi Geografis

Ciaruteun Ilir merupakan desa yang berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Desa ini terletak di sebelah barat Kabupaten Bogor dengan ketinggian ± 460 mdl di atas permukaan laut. Desa Ciaruteun Ilir juga memiliki curah hujan tinggi. Batas geografis Desa Ciaruteun. Sketsa Desa Ciaruteun Ilir dapat dilihat pada Lampiran 1. Desa Ciaruteun Ilir berbatasan dengan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin di sebelah utara, Desa Leuweungkolot di sebelah selatan, Desa Cijujung di sebelah barat, dan Desa Ciampea di sebelah timur.

Desa Ciaruteun Ilir dibagi menjadi 35 RT dalam 10 RW dan 4 dusun yang dikelompokkan dalam kampung, yaitu:

1. Kampung Pabuaran berada di RW 01 2. Kampung Tegal Salam berada di RW 02 3. Kampung Ciaruteun Ilir berada di RW 03 4. Kampung Munjul berada di RW 04

5. Kampung tutul, kampung Rumput, dan Kampung Muara Jaya berada di RW 05

6. Kampung Wangun Jaya berada di RW 06 dan RW 07 7. Kampung Cikarang berada di RW 08

8. Kampung Padati Mondok berada di RW 09 9. Kampung Bubulak berada di RW 10

Kondisi jalan di Desa Ciaruteun Ilir kurang bagus dan tidak dilengkapi dengan sarana yang memadai untuk mengaksesnya karena tidak ada angkutan transportasi umum yang melintas ke dalam desa kecuali kendaraan pribadi dan truk-truk pembawa sayur. Jarak Desa Ciaruteun Ilir ke Ibukota Kecamatan pun jauh kurang lebih 6 km, dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Luas wilayah di Desa Ciaruteun Ilir adalah 360 hektar yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk Desa Ciaruteun Ilir untuk persawahan dan pertanian sayuran.

(32)

Tabel 3. Luas lahan menurut penggunaannya di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2012

No. Uraian Luas (Ha) Persentase (%)

1. Persawahan 95 26.4

2. Pemukiman 116 32.2

3. Ladang 90 25.0

4. Empang 13 3.6

5. Lainnya 46 12.8

Total 360 100.0

Sumber: Kecamatan Cibungbulang Dalam Angka (2012)

Kondisi Demografis

Berdasarkan data profil Desa Ciaruteun Ilir tahun 2012 menyebutkan bahwa jumlah penduduk keseluruhan Desa Ciaruteun Ilir sebanyak 10259 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 0.0029 m2. Jumlah kepala keluarga di Desa

Ciaruteun Ilir tahun 2012 yaitu sebanyak 2705 jiwa. Berikut ini perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Desa Ciaruteun Ilir disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis kelamin penduduk di Ciaruteun Ilir tahun 2012

No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Laki-laki 5232 51.0

2. Perempuan 5027 49.0

Total 10259 100.0

Sumber: Profil Desa Ciaruteun Ilir (2012)

Tabel 4 terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Desa Ciaruteun Ilir hampir merata yaitu laki-laki sebesar 51.0 persen sebanyak 5232 dan perempuan sebesar 49.0 persen sebanyak 5027 jiwa. Walaupun lebih banyak laki-laki daripada perempuan, namun hanya berbeda sedikit sehingga terlihat hampir merata antara penduduk laki-laki maupun perempuan.

(33)

Tabel 5. Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan tahun 2012

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Tamat SD/sederajat 672 72.1

2. Tamat SMP/sederajat 129 13.9

3. Tamat SMA/sederajat 109 11.7

3. Tamat Diploma/Sarjana 21 2.3

Total 931 100.0

Sumber: Profil Desa Ciaruteun Ilir (2012)

Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan yang ditempuh kepala keluarga di Desa Ciaruteun Ilir yaitu pada tingkat pendidikan tamat SD/MI yaitu sebesar 72.1 persen sebanyak 672 jiwa dari jumlah 931 jiwa kepala keluarga yang terdata. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin sedikit jumlah kepala keluarga yang tamat pada tingkat pendidikan itu. Terlihat pada data bahwa jumlah kepala keluarga yang tamat tingkat pendidikan SMA hanya sebesar 11.7 persen sebanyak 109 jiwa dan kepala keluarga yang tamat tingkat pendidikan diploma/sarjana hanya sebesar 2.3 persen sebanyak 21 jiwa, yang lebih sedikit daripada jumlah kepala keluarga yang tamat SD dan SMP.

Kondisi Fisik

Berdasarkan data pada profil Desa Ciaruteun Ilir tahun 2012 mengungkapkan bahwa rumah penduduk di Desa Ciaruteun Ilir sebanyak 1017 unit yang terdiri dari bangunan yang berdinding tembok (permanen), semi permanen, dan tidak layak huni. Hampir setiap dusun dari 4 dusun ada warga mempunyai rumah tidak layak huni. Pada dusun 1, 2, dan 3 terdapat 40 rumah sedangkan pada dusun 4 terdapat 30 rumah yang tidak layak huni. Lahan pertanian di Desa ini sangat berkembang pesat karena matapencaharian utama Desa Ciaruteun Ilir adalah sebagai petani sayuran. Sistem irigasi yang mengairi pertanian menggunakan saluran irigasi teknis.

Sarana dan prasarana umum yang terdapat di Desa Ciaruteun Ilir masih minim dan belum memadai. Fasilitas umum yang tersedia di Desa Ciaruteun Ilir secara terperinci disajikan pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Jumlah sarana dan prasana umum di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2012

No. Jenis sarana Jumlah (Unit)

1. Sarana Olahraga 2

2. MCK 5

3. Masjid 3

4. Pondok Pesantren 5

5. Majlis Talim 35

6. Posyandu 11

7. Sekolah 6

8. Balai Desa 1

(34)

Tabel 6 menunjukkan bahwa sarana dan prasarana di Desa Ciaruteun Ilir terbukti masih sangat minim dan kenyataannya disana sedang dalam kondisi rusak dan perlu diperbaiki. Sarana Olahraga di Desa Ciaruteun Ilir hanya terdapat 2 unit itu berupa lapangan footsal dan lapangan sepak bola. MCK di Desa Ciaruteun Ilir terdapat 5 unit yang keadaannya rusak dan perlu perbaikan. Tempat ibadah cukup banyak terdapat yang terdiri dari 3 unit masjid, 5 unit pondok pesantren dan 35

unit majlis ta’lim yang sebagian butuh perbaikan. Oleh karena itu, tidak menyulitkan bagi masyarakat Desa Ciaruteun Ilir untuk beribadah karena mayoritas masyarakat Desa Ciaruteun Ilir merupakan umat beragama Islam. Sarana kesehatan yang ada di Desa Ciaruteun Ilir berupa 11 unit posyandu yang masih butuh unit penambahan gedung. Sarana sekolah juga masih kurang karena hanya terdapat 6 unit sekolahan sehingga butuh penambahan lokal. Balai Desa Ciaruteun Ilir hanya terdapat satu unit yang letaknya di dalam desa yang jaraknya jauh antar RW sehingga akses menuju tempat tersebut sedikit sulit.

Kondisi jalan di Desa Ciaruteun Ilir masih dalam kesadaan rusak dan kondisi perlu diperbaiki. Apalagi jalan yang ada setiap hari baik itu pagi, siang atau malem digunakan untuk mengangkut sayuran ke pasar. Akses menuju Desa Ciaruteun Ilir dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan umum namun untuk masuk ke dalam desanya tidak ada angkutan umum, sehingga harus menggunakan kendaraan sendiri, naik ojek, dan jalan kaki. Penerangan di Desa Ciaruteun Ilir sudah masuk jaringan listrik dari PLN. Sebagian besar masyarakat sudah menjadi konsumen penerangan dari PLN, walaupun masih ada sebagian lagi yang belum menjadi konsumen PLN dikarenakan keterbatasan ekonomi sehingga mereka tidak mampu untuk memasang instalasi listrik sendiri.

Kondisi Sosial Ekonomi

Desa Ciaruteun Ilir merupakan desa yang wilayahnya masih aman terkendali dan harmonis antar warganya. Mayoritas masyarakat Desa Ciaruteun Ilir hidup dengan matapencaharian utama sebagai petani sayuran. Walaupun begitu, kebayakan masyarakat bekerja sebagai buruh tani karena keterbatasan lahan yang dimilikinya. Komoditas utama yang ditanam adalah sayuran bukan padi karena masa tanamnya lebih cepat, ada setiap bulan sehingga penghasilan petani lebih pasti. Selain sebagai petani, ada juga pekerjaan lain yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Ciaruteun Ilir yang disajikan pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Jumlah dan persentase penduduk menurut matapencaharian pokok

tahun 2012

No. Jenis pekerjaan Jumlah (orang) Persentase

1. Petani 1294 29.0

(35)

Tabel 7 menunjukkan bahwa matapencaharian utama penduduk di Desa Ciaruteun Ilir adalah sebagai buruh tani dan petani. Pembedaan buruh tani dengan petani karena status kepemilikan atas lahan yang dimiliki dan digarap. Rata-rata masyarakat Desa Ciaruteun Ilir sudah tidak mempunyai lahan sehingga bertani dengan menggarap lahan-lahan milik petani yang mempunyai lahan. Oleh karena itu lebih banyak masyarakat Desa Ciaruteun Ilir yang bekerja sebagai buruh tani sayuran. Hampir semua petani di Desa Ciaruteun Ilir merupakan petani sayuran bukan petani padi sebab lebih menguntungkan dalam mendapat kepastian penghasilan setiap bulannya pasti ada panen. Hal ini menyimpulkan bahwa masyarakat di Desa Ciaruteun Ilir masih hidup dalam kemiskinan sebab sebagai buruh tani berarti para petani dapat bekerja jika ada lahan milik orang lain yang butuh digarap dengan penghasilan yang tidak besar.

Serikat Petani Indonesia

Serikat Petani Indonesia adalah sebuah Organisasi Massa atau Organisasi Kemasyarakatan petani di Indonesia. Serikat Petani Indonesia (SPI) pada awalnya bernama Federasi Serikat Petani Indonesia. Organisasi ini dideklarasikan tanggal 8 Juli 1998 di Kampung Dolok Maraja, Desa Lobu Ropa, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara oleh sejumlah pejuang petani Indonesia. Kelahiran organisasi petani ini merupakan bagian dari perjalanan panjang perjuangan petani Indonesia untuk memperoleh kebebasan dalam menyuarakan pendapat, berkumpul, dan berorganisasi guna memperjuangkan hak-haknya yang telah ditindas dan dihisap oleh rezim orde baru selama 33 tahun. Organisasi ini merupakan wadah perjuangan para petani kecil dan buruh tani yang semakin termarjinalkan derap pembangunan. Fokus perjuangannya adalah pembaruan agraria, hak asasi petani, kedaulatan pangan, pertanian keberlanjutan dan melawan neoliberalisme. Serikat petani Indonesia mempunyai pengurus pusat di Jakarta dan cabang-cabangnya disetiap provinsi.

Serikat Petani Indonesia merupakan Organisasi Massa (Ormas) atau Organisasi Kemasyarakatan (Orkemas) yang merupakan bentuk dari Lembaga Swadaya Masyarakat. Menurut Purnamasari (2012) Lembaga Swadaya Masyarakat secara hukum dapat didirikan dalam dua bentuk yaitu:

1. Organisasi Massa, yakni berdasarkan pasal 1663-1664 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), serta UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).

2. Badan Hukum, yakni berdasarkan Staatsblad 1870 No. 64 serta UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004 (UU Yayasan)

(36)

masyarakat petani kecil dan buruh tani untuk memperjuangkan hak-haknya tanpa imbalan apapun. Kabupaten Bogor merupakan salah satu provinsi yang terdapat Serikat Petani Indonesia. Salah satunya berpusat di Desa Cijujung yang merupakan tempat pusat pendidikan dan pelatihan Serikat Petani Indonesia kabupaten Bogor. Ketua Serikat Petani Indonesia Kabupaten Bogor berada di Desa Ciaruteun Ilir dan sudah terdapat banyak kader Serikat Petani Indonesia di Desa Ciaruteun Ilir. Petani pun sudah cukup banyak yang mengenal Serikat Petani Indonesia dan bergabung menjadi bagian dari Serikat Petani Indonesia. Apalagi masyarakat di Desa Ciaruteun Ilir yang kebanyakan adalah petani sayuran namun tidak mempunyai lahan karena lahannya yang semakin sempit. Oleh karena itulah Serikat Petani Indonesia di Desa Ciaruteun Ilir yang diketuai oleh Bapak Jayadi selaku ketua SPI dengan program-program kegiatan yang dibutuhkan dan dibangun bersama petani tidak berlahan diharapkan mampu memperjuangkan hak-haknya sebagai petani dan dapat terus hidup dari bertani.

Struktur Sosial Responden di Desa Ciaruteum Ilir

Struktur sosial berkaitan dengan pelapisan-pelapisan sosial dalam masyarakat. Menurut Breman (1986) membagi masyarakat perdesaan jawa berdasarkan modal yang dikuasai yakni berupa akses terhadap tanah disamping kepemilikan modal di luar sektor pertanian menjadi tiga lapisan yaitu lapisan atas, lapisan menengah, dan lapisan bawah. Mayoritas masyarakat hidup dari pertanian sebagai petani sayur. Berdasarkan data Profil Desa Ciaruteun Ilir (2012) mengungkapkan bahwa penggunaan lahan sekitar 200 ha dari total 360 ha lahan di Desa Ciaruteun digunakan untuk persawahan. Oleh karena itu disimpulkan bahwa hampir sebagian masyarakat di Desa Ciaruteun Ilir bergantung hidup dari bertani.

Pelapisan sosial di Desa Ciaruteun Ilir di lihat berdasarkan kepemilikan akses lahan yang dimiliki. Pelapisan sosial masyarakat di Desa Ciaruteun Ilir termasuk lapisan bawah. Kebanyakan masyarakat Desa Ciaruteun Ilir sudah tidak mempunyai lahan atau hanya mempunyai sedikit lahan untuk bertani di Desa Ciaruteun Ilir. Sekalinya ada yang mempunyai lahan luas itu hanya sedikit, sehingga petani yang tidak mempunyai lahan harus bekerja sebagai buruh tani petani pemilik lahan luas tersebut dan mengikuti aturan sesuai dengan pemilik lahan. Walaupun begitu, lahan di Desa Ciaruteun Ilir masih banyak merupakan milik masyarakat Desa Ciaruteun Ilir, bukan orang luar desa. Fakta tersebut dibuktikan oleh pernyataan responden berikut ini (Lihat Lampiran 6, Hal 60, Alinea 1).

(37)

lahan tergantung kesepakatan dengan si pemilik lahan.”(Bpk J, 52th)

Oleh karena itulah, pelapisan sosial di masyarakat Desa Ciaruteun Ilir termasuk dalam pelapisan sosial bawah karena mayoritas penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang menggantungkan hidup dari bertani sayuran, merupakan petani yang tidak mempunyai lahan. Banyak diantara mereka yang bertani sebagai buruh tani dengan gaji perbulan sesuai kesepakatan pemilik atau dengan menyewa atau kontrak lahan secara pintasan.

Berkaitan dengan hal tersebut, pengelompokan pelapisan sosial di Desa Ciaruteun Ilir terbagi menjadi lapisan sosial bawah, lapisan sosial menengah, dan lapisan sosial atas. Penentuan dalam kategori pelapisan sosial berdasarkan luas lahan pertanian yang dimiliki dan digarap. Pelapisan sosial dilihat dari luas lahan pertanian yang dimiliki dan digarap dari keseluruhan responden di lapang. Selanjutnya, dibuat penentuan yang termasuk lapisan bawah, menengah dan lapisan atas. Data lengkapnya dan presentase responden menurut tingkat pelapisan sosial di Desa Ciaruteun Ilir disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah dan presentase petani menurut tingkat pelapisan sosial di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014

No. Pelapisan sosial Jumlah

Orang Persentase

1. Bawah 24 80.0

2. Menengah 3 10.0

3. Atas 3 10.0

Total 30 100.0

Tabel 8 menunjukkan bahwa petani di Desa Ciaruteun Ilir termasuk dalam kategori pelapisan sosial bawah yaitu sebesar 80.0 persen sebanyak 24 orang. Hal itu dikarenakan mayoritas petani di Desa Ciaruteun Ilir merupakan petani yang tidak berlahan. Sekalipun petani berlahan, hanya mempunyai sedikit lahan pertanian. Sehingga membuat petani harus menyewa ataupun mengontrak lahan untuk dapat bertani. Bahkan cukup banyak petani yang akhirnya harus menjadi buruh tani. Fakta tersebut, dibuktikan oleh pernyataan responden berikut ini (Lihat Lampiran 6, Hal 60, Alinea 2).

(38)

yang kaya saya gini kan nggak ngerti, ya ujung-ujungnya nggak kebagian dan jadi buruh”(Bpk O, 37 tahun)

Mayoritas petani di Desa Ciaruteun Ilir termasuk dalam pelapisan sosial bawah karena petani yang menggarap lahan bukanlah petani yang mempunyai lahan. Pemilik lahan belum tentu orang yang menggarap lahan sehingga membentuk suatu hubungan kerja. Pola hubungan kerja yang terbentuk berupa sistem kontrak dan sistem sewa. Penggarap yang mempunyai sistem kontrak lahan berarti memiliki kuasa penuh untuk mengolah dan memanfaatkan lahan yang telah dikontraknya selama satu tahan tanpa campur tangan pemilik lahan. Biasanya biaya kontrak lahan langsung dibayar dimuka untuk satu tahun dengan harga yang bervariasi tergantung kesepakatan dengan pemilik lahan sesuai dengan luas lahan yang disewa. Berarti untuk melanjut ke tahun berikutnya lagi langsung bayar di akhir tahun dan disertai dengan kuitansi sebagai buktinya.

Pada sistem sewa, biasanya bisa lebih murah jika lahan yang digarap merupakan lahan milik keluarga. Penggarap yang memiliki sistem sewa lahan berarti penyewaan lahan dilakukan setiap perpintasan satu musim tanam. Petani boleh menanam apa saja, lalu pemilik lahan akan mendapatkan uang sesuai perjanjian dengan petani mengenai biaya setiap pintasannya. Biaya perpintasan biasanya sekitar Rp 250 000,00 sampai dengan Rp 300 000,00 per 1000 m2. Berarti jika lahan yang disewa kurang dari 1000 m2 itu hanya tinggal dibagi-bagi saja yang dibayar setiap hasil tanam sayuran itu biasanya sebulan sekali. Harga perpintasan itu beragam tergantung kategori lahan seperti jauh atau dekat ke air dan subur atau tidak subur. Penyewa lahan pintasan masih merupakan warga Desa Ciaruteun Ilir yang kebanyakan merupakan masih hubungan keluarga.

(39)

PERAN SERIKAT PETANI INDONESIA DALAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PETANI DI DESA CIARUTEUN ILIR

Peran Serikat Petani Indonesia Dalam Pemberdayaan Komunitas Petani di Desa Ciaruteun Ilir

Serikat Petani Indonesia adalah Organisasi Massa yang mempunyai anggota-anggota dari masyarakat. Pada Serikat Petani Indonesia ini, mempunyai anggota yang merupakan kumpulan-kumpulan petani diseluruh Indonesia. Ormas atau Organisasi Massa merupakan bentuk dari Lembaga Swadaya Masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat secara hukum dapat didirikan dalam bentuk Organisasi Massa berdasarkan pasal 1663-1664 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) serta UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) didefinisikan dalam instruksi menteri dalam negeri No. 8/1990, lampiran II menyebutkan bahwa LSM adalah organisasi/lembaga yang secara sukarela atau kehendak sendiri berniat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya. Serikat Petani Indonesia pun melaksanakan perannya sebagai LSM untuk membangkitkan semangat petani berpartisipasi dan kemandiriannya. Peran Serikat Petani Indonesia yang melakukan pemberdayaan pada komunitas petani lapisan bawah, dilihat melalui lima komponen pemberdayaan yaitu advokasi, pengorganisasian komunitas, pengembangan kapasitas, pengembangan jaringan, serta komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).

Advokasi yang dilakukan Serikat Petani Indonesia kepada petani di Desa Ciaruteun Ilir yaitu dengan mendukung dan membuat program ataupun kegiatan yang mendukung petani lapisan bawah. Advokasi dimulai dari SPI pusat dengan program-program utama dari pusat yang dibawa ke tingkat wilayah, ke kecamatan, baru ke desa. Advokasi dari pusat melalui program kerja SPI yang menyuarakan hak petani atas tanah dan air. Menghubungkan aksi demo petani dalam menyuarakan hak-haknya kepada pemerintah. Selanjutnya, baru pada tingkat desa, advokasi lebih kepada rapat-rapat intern petani yang sudah menjadi anggota SPI maupun bukan anggota SPI dipimpin oleh ketua SPI atau kader SPI agar petani dapat menentukan masalah dan perencanaan kegiatannya sendiri untuk nantinya dapat dilaksanakan bersama dan disampaikan ketika rapat kecamatan, wilayah, sampai dibawa ke pusat.

Gambar

Tabel 1.  Tingkat Partisipasi Masyarakat menurut Tangga Partisipasi Arnstein
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Matrik Pengumpulan Data
Tabel 6. Jumlah sarana dan prasana umum di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2012
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setelah pengukuran awal, aset keuangan AFS diukur dengan nilai wajar dengan keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar diakui pada pendapatan komprehensif

[r]

Penas IX Dasan Geres Gerung Kode Pos 83363. E-mail:

PEJABAT PENGADAAN BARANG DAN JASA BAGIAN UMUM SEKRETARIAT DAERAH KOTA CIMAHI.. TAHUN

[r]

Rincian hasil evaluasi penawaran, klarifikasi teknis dan negosiasi harga pekerjaan tersebut di atas sebagaimana tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat membaca siswa kelas II SD Negeri Bendungan I dapat ditingkatkan dengan menggunakan media gambar fotografi melalui