• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Merokok di kalangan remaja laki-laki Desa dan Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Merokok di kalangan remaja laki-laki Desa dan Kota Bogor"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

LAKI DESA DAN KOTA BOGOR

WINDA LISNAWATI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Merokok di Kalangan Remaja Laki-laki Desa dan Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum dijadikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

WINDA LISNAWATI. Perilaku Merokok di Kalangan Remaja Laki-laki Desa dan Kota Bogor. Dibimbing oleh NURAINI W. PRASODJO.

Saat ini perilaku merokok merupakan perilaku yang sudah lazim dilakukan oleh banyak orang dalam kehidupan mereka sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kecenderungan tingkat ketergantungan merokok dan menganalisis aspek subyektif (tingkat pengetahuan, tingkat persepsi, peringkat pilihan motif) dan aspek obyektif (jumlah uang saku atau pendapatan, sumber uang saku atau pendapatan, dan tingkat dukungan sosial teman sebaya) remaja yang dapat mempengaruhi tingkat ketergantungan merokok remaja Laki-laki desa dan kota Bogor. Penelitian ini menggunakan analisis tabulasi silang, uji statistik Rank Spearman dan Chi-Square dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen atau α = 0.05. Responden contoh adalah remaja laki-laki perokok sejumlah 30 orang di Desa Cimanggu Satu dan 30 orang di Kelurahan Kebon Kalapa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja, jumlah uang saku atau pendapatan remaja, dan sumber uang saku atau pendapatan remaja, memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat ketergantungan merokok remaja di desa dengan α < 0.05, lain halnya dengan tingkat persepsi dan tingkat dukungan sosial teman sebaya tidak menunjukkan adanya hubungan dengan tingkat ketergantungan merokok remaja. Sementara di kota, menunjukkan bahwa semua variabel dari aspek subyektif dan aspek obyektif tidak memiliki hubungan dengan tingkat ketergantungan merokok remaja. Ada kesesuaian pilihan motif merokok remaja laki-laki di desa dan di kota.

Kata Kunci: Merokok, Remaja, Subyektif, Obyektif

ABSTRACT

WINDA LISNAWATI. Smoking behaviors of teenage boys in the villages and the city of Bogor. Supervised by NURAINI W. PRASODJO.

(6)
(7)

teenagers have a significant relationship with the level of dependency of smoking for teenagers in Cimanggu One village with α < 0.05. On the other hand, the study indicated there is no relationship between the perception level and levels of social support of peers and the levels of smoking dependence of teenagers. Additionally, in the city, the results showed that all the variables of the subjective and objective aspects have no relationship with the levels of smoking dependence of teenagers. There is a choice of suitability smoking motives among teenage boys in the village and the city.

(8)
(9)

PERILAKU MEROKOK DI KALANGAN REMAJA

LAKI-LAKI DESA DAN KOTA BOGOR

WINDA LISNAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Perilaku Merokok di Kalangan Remaja Laki-laki Desa dan Kota Bogor

Nama : Winda Lisnawati

NIM : I34100096

Disetujui Oleh

Ir Nuraini W. Prasodjo, MS Pembimbing

Diketahui Oleh

Dr Ir Siti Amanah, MS Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik. Skripsi ini sendiri berjudul Perilaku Merokok di Kalangan Remaja Laki-laki Desa dan Kota Bogor. Tak lupa ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen pembimbing yang senantiasa berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, saran dan kritik yang membangun kepada penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada keluarga besar pemuda “Complex” wilayah RW 02 Desa Cimanggu Satu, kepada keluarga Bapak Deri Hidayat, seluruh warga RW 02, dan berbagai pihak di Desa Cimanggu Satu yang telah memberikan banyak informasi mengenai perilaku merokok remaja. Selain itu juga ucapan terima kasih kepada keluarga Bapak Endang Sumardi di RW 07 Kelurahan Kebon Kalapa dan juga kepada seluruh warga serta berbagai pihak di RW 07 Kelurahan Kebon Kalapa yang juga telah membantu dalam memberikan informasi kepada penulis mengenai perilaku merokok remaja.

Terima kasih yang tak terhingga kepada Almarhum dan Almarhumah orang tua tercinta, Mami (Winarti) dan Papi (Rudi Nyomo). Terimakasih karena senantiasa mencurahkan kasih sayang, semangat, dukungan moril maupun materil kepada penulis sejak awal penulis masuk universitas. Terima kasih pula kepada kakak-kakak tersayang, terutama A Maya dan Ka Mpi sebagai donatur setia yang senantiasa memberikan dukungan materil dan juga moril kepada penulis. Teman spesial yaitu Widy dan juga sahabat-sahabat terbaik SKPM 47, khususnya Eva, Ibnu, Rika, dan Rahma yang senantiasa memberikan semangat, masukan, saran, candaan, dan kebersamaan yang sangat berharga dalam mengerjakan skripsi ini hingga skripsi ini selesai. Terima kasih kepada teman dan kakak-kakak di Wisma Rahayu khususnya Elok dan Mba Arni yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini, serta semua pihak yang telah membantu sejak awal proses penulisan studi pustaka hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis mengharapkan skripsi ini nantinya dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Agustus 2014

(14)
(15)

DAFTAR ISI

KARAKTERISTIK REMAJA LAKI-LAKI PEROKOK DI DESA CIMANGGU

SATU DAN DI KELURAHAN KEBON KALAPA 29

Usia Responden 29

Tingkat Pendidikan Responden 30

Status Pekerjaan Responden 30

Tingkat Pengetahuan Responden 32

Tingkat Persepsi Responden terahadap Perilaku Merokok 33

Pilihan Motif Merokok Responden 33

Jumlah Uang Saku atau Pendapatan Responden 34

Sumber Uang Saku atau Pendapatan Responden 34

Tingkat Dukungan Sosial Teman Sebaya Responden 35

(16)

HUBUNGAN ASPEK INDIVIDU DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN

MEROKOK DI KALANGAN REMAJA LAKI-LAKI 37

Kecenderungan Tingkat Ketergantungan Merokok 37

Hubungan Pilihan Motif Merokok dengan Tingkat Ketergantungan

Merokok 39

Hubungan Sumber Uang Saku atau Pendapatan dengan Tingkat

Ketergantungan Merokok 41

Hubungan Jumlah Uang Saku atau Pendapatan dengan Tingkat

Ketergantungan Merokok 43

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Ketergantungan Merokok45 Hubungan Tingkat Persepsi dengan Tingkat Ketergantungan Merokok 47 Hubungan Tingkat Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Tingkat

Ketergantungan Merokok 49

PENUTUP 51

Simpulan 51

Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN 59

RIWAYAT HIDUP 71

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan karakteristik desa dan kota 13

2 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Cimanggu Satu

tahun 2014 24

3 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Cimanggu Satu

tahun 2014 25

4 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kelurahan Kebon

Kalapa tahun 2014 26

5 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Kebon

Kalapa tahun 2014 26

6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kelompok usia di desa

dan kota, Bogor tahun 2014 29

7 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan di desa

dan kota, Bogor tahun 2014 30

8 Jumlah dan persentase responden menurut status pekerjaan di desa

dan kota, Bogor tahun 2014 31

9 Sebaran responden menurut tingkat ketergantungan merokok di desa

(17)

10 Nilai koefisien korelasi antara aspek subyektif dan aspek obyektif individu dengan tingkat ketergantungan merokok remaja di desa dan

kota, Bogor tahun 2014 38

11 Persentase pilihan motif merokok remaja laki-laki di desa, Bogor

tahun 2014 39

12 Persentase pilihan motif merokok remaja laki-laki di kota, Bogor

tahun 2014 40

13 Jumlah dan persentase tingkat ketergantungan merokok menurut sumber uang saku atau pendapatan remaja laki-laki perokok di desa,

Bogor tahun 2014 41

14 Jumlah dan persentase tingkat ketergantungan merokok menurut sumber uang saku atau pendapatan remaja laki-laki perokok di kota,

Bogor tahun 2014 43

15 Jumlah dan persentase tingkat ketergantungan merokok menurut jumlah uang saku atau pendapatan remaja laki-laki perokok di desa,

Bogor tahun 2014 44

16 Jumlah dan persentase tingkat ketergantungan merokok menurut jumlah uang saku atau pendapatan remaja laki-laki perokok di kota,

Bogor tahun 2014 45

17 Jumlah dan persentase tingkat ketergantungan merokok menurut tingkat pengetahuan remaja laki-laki perokok di desa, Bogor tahun

2014 46

18 Jumlah dan persentase tingkat ketergantungan merokok menurut tingkat pengetahuan remaja laki-laki perokok di kota, Bogor tahun

2014 47

19 Jumlah dan persentase tingkat ketergantungan merokok menurut tingkat persepsi remaja laki-laki perokok di desa, Bogor tahun 2014 47 20 Jumlah dan persentase tingkat ketergantungan merokok menurut

tingkat persepsi remaja laki-laki perokok di kota, Bogor tahun 2014 48 21 Jumlah dan persentase tingkat ketergantungan merokok menurut

tingkat dukungan sosial teman sebaya remaja laki-laki perokok di

desa, Bogor tahun 2014 49

22 Jumlah dan persentase tingkat ketergantungan merokok menurut tingkat dukungan sosial teman sebaya remaja laki-laki perokok di

(18)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka analisis pengaruh hubungan aspek subyektif dan obyektif terhadap perilaku merokok remaja Laki-laki di desa dan kota 20 2 Persentase tingkat pengetahuan responden di desa dan kota, Bogor

tahun 2014 32

3 Persentase tingkat persepsi responden terhadap rokok di desa dan kota,

Bogor tahun 2014 33

4 Persentase jumlah uang saku atau pendapan responden di desa dan kota,

Bogor tahun 2014 34

5 Persentase sumber uang saku atau pendapatan responden di desa dan

kota, Bogor tahun 2014 35

6 Persentase tingkat dukungan sosial teman sebaya responden di desa dan

kota, Bogor tahun 2014 36

7 Peta Desa Cimanggu Satu 59

8 Peta Kelurahan Kebon Kalapa 60

DAFTAR LAMPIRAN

1 Denah lokasi penelitian 59

2 Kerangka Sampling 61

3 Rangking pendapat kelompok remaja Laki-laki di desa dan di kota

tentang pilihan motif merokok 62

4 Hasil uji statistik 65

5 Tabel penolong untuk menghitung Rank Spearman pilihan motif

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Makan, minum, dan memilih pangan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pangan sendiri menurut UU Nomor 18 a tahun 2012 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan/minuman. Berdasarkan definisi tersebut, dapat ditekankan bahwa pangan merupakan “sumber hayati” dan “sesuatu yang dapat diolah”, sehingga dalam hal ini rokok dapat dikelompokkan sebagai pangan.

Perilaku merokok dapat memberikan kepuasan kepada individu melalui hasil pembakaran tembakau yang dihisap ke dalam mulut. Perilaku merokok ini diduga dipengaruhi banyak hal, salah satunya karena pengaruh dari media. Saat ini iklan-iklan rokok di berbagai media semakin marak hadir di tengah masyarakat. Iklan-iklan tersebut sebagai bentuk sarana promosi penjualan rokok yang diekspos ke dalam berbagai bentuk media massa, seperi televisi, internet, majalah, papan reklame, spanduk, dan lain sebagainya. Berbagai bentuk iklan ini tentu dapat diakses oleh masyarakat dari berbagai kalangan, tidak mengenal usia baik anak muda hingga orang tua, jenis kelamin baik perempuan maupun laki-laki, dan di desa maupun di kota. Selain dari gencarnya promosi iklan-iklan tersebut, produk rokok seringkali menjadi sponsor di acara-acara yang dapat diakses oleh semua kalangan masyarakat. Iklan-iklan rokok pun dikemas menarik dan menampilkan aktor dan aktris papan atas dengan segala kemewahan dan citra positifnya. Alasannya karena salah satu sasaran industri tembakau adalah memotivasi individu atau remaja untuk merasa dewasa dengan memasukkan orang-orang “keren” yang merokok dalam iklan-iklan mereka (Santrock 2003). Tayangan iklan tersebut mendorong individu untuk menghubungkan rokok dengan gaya hidup sukses dan aktif, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi perilaku merokok mereka.

Tayangan iklan rokok ini kini marak di lingkungan sekitar masyarakat, baik di desa maupun di kota. Pada lingkungan desa, iklan-iklan tersebut biasanya hadir dalam bentuk iklan di televisi, spanduk di warung dan terkadang papan reklame di pinggir jalan. Sementara di kota, biasanya diekspos dalam bentuk iklan di televisi, internet, papan reklame di pinggir jalan raya, majalah, dan lain sebagainya. Semua media ini dapat diakses oleh semua kalangan, terutama remaja karena dengan segala aktivitasnya memungkinkan dapat lebih menjangkau semua media yang ada.

(20)

Rasa solidaritas antar teman, yang dapat membuat seorang individu sulit menolak ajakan seorang atau sekelompok teman meskipun dalam hal yang bersifat negatif. Hal ini biasa disebut sebagai konformitas, yang artinya individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka (Santrock 2003).

Kenyataannya perilaku merokok ini dapat dipengaruhi oleh banyak hal, meskipun demikian ternyata perilaku merokok ini merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan diri sendiri dan juga orang lain di sekitarnya. Pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (Karbondioksida) dan tarakan menyebabkan berbagai penyakit. Bahan kimia ini akan memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat. Selain itu, bahan kimia tersebut juga menstimuli penyakit kanker dan penyakit lainnya seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan bronchitis kronis (Kaplan dan Hammen dalam Komasari dan Helmi 2000). Apabila dilihat dari sisi orang di sekitarnya, merokok dapat menimbulkan dampak negatif bagi perokok pasif. Pada kenyataannya resiko yang ditanggung perokok pasif lebih berbahaya dari perokok aktif karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah (Safarino dalam Cahyani 1995).

Pemerintah jelas sudah membuat berbagai peraturan terkait penekanan angka konsumsi rokok di Indonesia, diantaranya adalah Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2003 yang mewajibkan setiap Pemerintah Daerah untuk menetapkan kawasan tanpa rokok (KTR). Selain itu, terdapat juga peraturan tentang perlindungan terhadap masyarakat yang ditegaskan melalui kewajiban pencantuman label peringatan pada setiap produk rokok, yaitu dengan kalimat

“merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin”. Bahkan saat ini terjadi perubahan tag line pada iklan produk rokok tersebut terkait menyusul berlakunya Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Tag line tersebut berupa kalimat

“Merokok Membunuhmu!”, serta peringatan “18+” (Sulaiman 2013). Bebagai peraturan pemerintah ini ditujukan demi melindungi kesehatan masyarakat dari dampak buruk yang akan ditimbulkan perilaku merokok. Namun, faktanya jumlah perokok bukan semakin menurun tetapi semakin meningkat. Sepuluh tahun terakhir ini, konsumsi rokok di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 44.1 persen dan jumlah perokok mencapai 70 persen penduduk Indonesia (Fatmawati 2006). Selama kurun waktu 2005 sampai 2008, konsumsi rokok pun meningkat tajam dari sekitar 214 milyar batang menjadi sekitar 240 milyar batang per tahun.

(21)

persen, dan 36.3 persen (Riskesdas 2007, 2010, 2013). Data lain juga menunjukkan prevalensi perokok laki-laki selalu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dan juga angka perokok lebih tinggi di perdesaan dibandingkan dengan di perkotaan (Susenas 1995, 2001, 2004; Riskesdas 2007).

Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Daerah (Suseda) Kota Bogor tahun 2002, Bogor memiliki angka konsumsi rokok relatif tinggi di Jawa Barat yakni sebesar 22.51 persen perokok berusia di atas 10 tahun. Dari persentase tersebut, 68.5 persen menghisap rokok tujuh hingga dua belas batang per harinya (Pratami 2011). Bahkan data lain menyebutkan jumlah konsumsi rokok 41 398 keluarga miskin di Kota Bogor mencapai 1.7 miliar rupiah perbulan atau 20.5 miliar rupiah per tahun. Nilai ini lebih besar dibandingkan biaya kesehatan dan rumah tangga mereka yang kurang dari satu miliar rupiah per bulan serta jumlah perokok remaja usia 13-15 dari tahun ke tahun pun meningkat 3 sampai 5 persen (Purnama 2008). Oleh karena Bogor terdiri dari bagian wilayah kotamadya dan kabupaten, menarik bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana kecenderungan perilaku ketergantungan merokok yang terjadi pada remaja laki-laki saat ini terkait tempat tinggalnya yaitu desa dan kota Bogor.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka penelitian ini akan diarahkan untuk melihat beberapa masalah penelitian yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kecenderungan perilaku merokok di kalangan remaja laki-laki perokok di desa dan kota Bogor?

2. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku merokok remaja laki-laki di desa dan kota Bogor?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan remaja laki-laki untuk merokok. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kecenderungan perilaku merokok di kalangan remaja laki-laki perokok di desa dan kota Bogor

(22)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi akademisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat pada umumya mengenai kajian perilaku merokok di kalangan remaja laki-laki. Secara spesifik dan terperinci manfaat yang didapatkan oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut:

1. Bagi akademisi

Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian mengenai kecenderungan perilaku merokok remaja laki-laki yang terjadi di desa dan kota Bogor

2. Bagi masyarakat

Bagi masyarakat khususnya pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai faktor yang berpengaruh pada perilaku merokok dan dampak konsumsi rokok serta solusi yang dapat diambil untuk menanggulangi dampak buruknya

3. Bagi instansi terkait

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku Merokok

Perilaku merokok merupakan perilaku yang dilakukan seseorang berupa membakar tembakau, menghisap, dan menghembuskan asap dari mulut (Levy dalam Aini 2013). Pada umumnya, prinsip dari perilaku merokok adalah sebagai tindakan untuk memperoleh kenikmatan. Seseorang akan berperilaku merokok karena sebelumnya Ia telah memiliki persepsi tertentu mengenai merokok (Leventhal dan Cleary dalam Cahyani 1995). Selain itu juga karena adanya kepuasan terhadap kebutuhan-kebutuhan psikologis yang dapat dipenuhi setelah merokok, yang dapat menjadi motivator kuat seseorang untuk terus merokok.

Laventhal dan Clearly dalam Cahyani (1995) juga menyebutkan bahwa terdapat empat tahap dalam perilaku merokok sehingga seorang individu menjadi perokok, yaitu:

1. Tahap Preparatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan yang menimbulkan minat untuk merokok.

2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.

3. Tahap Becoming a smoker. Tahap yang apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari, maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

4. Tahap Maintenance of smoking. Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self-regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.

Perilaku merokok itu sendiri terbagi ke dalam beberapa kategori. Perilaku merokok berat (merokok lebih dari 20 batang per hari), perilaku merokok sedang (merokok 11-20 batang per hari), dan perilaku merokok ringan (merokok 1-10 batang per hari) (Suhardi et al. dalam Solihin 2011). Sementara Smet (1994), juga membagi perilaku merokok ke dalam tiga kategori yaitu perilaku merokok kategori ringan (menghisap rokok 1-4 batang dalam sehari), perilaku merokok kategori sedang (menghisap rokok 5-14 batang dalam sehari), dan perilaku merokok kategori berat (menghisap rokok lebih dari 14 batang rokok dalam sehari).

(24)

Aspek Pengaruh Perilaku Merokok

Aspek Subyektif Individu

Aspek subyektif individu merupakan segala hal yang masih berada dalam diri individu yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitannya dengan rokok, aspek subyektif individu ini diduga terdiri dari beberapa hal, diantaranya adalah:

Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo 2007). Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil gabungan antara kemampuan, pengalaman, intuisi, gagasan, dan motivasi dari sumber yang kompeten sehingga membentuk sebuah informasi dan data (Hendrik dalam Solihin 2011). Remaja seringkali tertarik untuk mencoba kenikmatan rokok, yang diduga karena pengaruh dari melihat perilaku merokok yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya seperti orang tua, saudara, teman, bahkan public figure, serta kurangnya pengetahuan remaja tentang rokok. Konsep adopsi perilaku menyatakan bahwa sebelum seseorang mengadopsi suatu perilaku tertentu, Ia akan melewati tahap awal yang disebut awareness yaitu adanya kesadaran akan adanya suatu stimuli tertentu (Rogers dalam Solihin 2011). Artinya orang tersebut akan mempunyai sebuah pengetahuan baru yang disebabkan adanya stimuli yang diterimanya. Perilaku merokok yang terjadi pada seseorang merupakan buah dari proses panjang yang dimulai dari adanya pengetahuan yang disebabkan oleh suatu stimuli tertentu. Stimuli tersebut dapat berasal dari lingkungan sosial maupun media informasi. Menurut hasil penelitian Setianingrum (2009) dengan subjek penelitian remaja di Desa Boro Wetan Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo, menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara pengetahuan remaja dengan perilaku merokok. Artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan remaja tentang bahaya merokok maka semakin ringan perilaku merokoknya, dan sebaliknya. Ketika remaja memang memiliki pengetahuan yang tinggi dan mantap akan kandungan rokok, dampaknya bagi kesehatan, dan bahaya dari asap rokok itu sendiri, maka kemungkinan remaja tersebut dapat lebih menimbang untung atau ruginya rokok dan perilaku merokok tersebut bagi tubuh dan lingkungan sekitar mereka.

Persepsi

(25)

oleh Soamole ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan antara sikap terhadap merokok dengan perilaku merokok. Soamole melihat adanya inkorelasi antara komponen sikap yang menjadikan korelasi antara sikap dengan perilaku tidak signifikan. Alasan coba-coba dan dorongan teman menjadikan remaja yang diteliti Soamole berperilaku merokok walaupun sikapnya terhadap merokok cenderung negatif.

Seperti yang juga telah disebutkan sebelumnya, seseorang akan berperilaku merokok karena sebelumnya Ia telah memiliki persepsi tertentu mengenai merokok (Leventhal dan Cleary dalam Cahyani 1995). Persepsi itu sendiri merupakan proses pengaturan dan penerjemahan informasi sensorik oleh otak (Wade C dan Tavris C 2007). Perilaku merokok merupakan suatu perilaku yang dapat menimbulkan persepsi tertentu pada diri seseorang. Dikatakan oleh Ajzen dan Fishbein dalam Ariyani (2004), setiap orang akan memiliki persepsi yang bersifat positif ataupun negatif terhadap suatu objek atau stimulus tertentu. Persepsi terhadap merokok ini terbentuk melalui melihat, mendengar, dan membaca berdasarkan pengalaman (Ariyani 2004). Melihat dari berbagai penjelasan tertang persepsi ini, dapat disimpulkan bahwa pengertian persepsi berbeda dengan sikap. Persepsi dipandang sebagai proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap suatu stimuli tertentu, sedangkan sikap adalah kecenderungan individu untuk berperilaku tertentu berdasarkan hasil persepsinya. Persepsi berperan penting dalam pembentukkan perilaku individu. Individu cenderung mempunyai perilaku yang sejalan dengan persepsinya. Pada kasus perokok, persepsi terhadap rokok yang terbentuk biasanya positif. Perilaku merokok dapat terjadi karena individu mempunyai persepsi yang salah tentang dampak negatif merokok. Persepsi yang salah terhadap dampak negatif merokok terjadi pada mahasiswa (18-24 tahun) yang menjadi subjek penelitian Hoefer et al. (2004). Walaupun sebagian besar subjek penelitiannya menganggap rokok dapat memberikan efek ketergantungan, tetapi persepsi terhadap efek jangka panjang merokok terhadap kesehatan berbeda antara perokok dan bukan perokok. Lebih banyak dari mereka yang tidak merokok menganggap bahwa merokok beberapa kali dalam seminggu atau beberapa batang dalam sehari berbahaya bagi kesehatan. Sementara itu, hanya sebagian kecil dari mereka yang merokok mempunyai pandangan tersebut. Hal tersebut bisa disebut sebagai personal fabel yaitu suatu persepsi yang terjadi pada seseorang (remaja), mereka akan menganggap diri mereka unik sehingga walaupun hal yang buruk terjadi pada orang lain, hal buruk tersebut tidak akan menimpa diri mereka (Elkind dalam Solihin 2011).

(26)

merokok, adanya faktor sosial lain seperti peer group dan keluarga tampaknya lebih berpengaruh pada pembentukkan persepsi yang positif terhadap rokok.

Sementara hasil penelitian Lee et al. (2003) menunjukkan bahwa subjek penelitiannya menganggap perilaku merokok dapat membuat mereka terlihat “keren” dan populer di dalam peer group. Persepsi positif yang terbentuk tersebut dipengaruhi oleh hasil interpretasi mereka terhadap lingkungan sosial terutama peer group yang berstatus perokok. Walaupun mereka mengetahui dampak negatif rokok terhadap kesehatan, mereka akan tetap berperilaku merokok.

Selain persepsi yang dimiliki oleh seorang remaja terhadap rokok, terdapat pula persepsi lingkungan sosial remaja terhadap rokok dan perilaku merokok yang dapat mempengaruhi perilaku merokok remaja. Persepsi lingkungan sosial terhadap rokok dan perilaku merokok ini dialami oleh individu remaja dalam proses sosialisasinya dengan lingkungan sosialnya. Proses sosialisasi ini dibedakan menjadi sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder (Peter L Berger & Thomas Luckmann dalam Prasodjo 1987). Sosialisasi primer adalah sosialiasi individu atau remaja pada masa kanak-kanak sampai menjadi anggota masyarakat, dalam hal ini keluarga atau orang tua yang memegang peranan penting dalam proses sosialisasi. Lain halnya dengan sosialisasi sekunder merupakan sosialisasi terhadap individu anggota masyarakat pada saat remaja memasuki sektor-sektor baru dalam dunia objektif masyarakat, dalam hal ini teman sebaya dan tokoh masyarakat yang memegang peran dalam sosialisasi remaja terhadap lingkungan masyarakatnya. Oleh karena proses sosialisasi ini sangat penting dalam membentuk perilaku remaja, maka persepsi lingkungan sosial (orang tua, teman sebaya, tokoh masyarakat) terhadap rokok dan perilaku merokok ini juga diduga akan mempengaruhi aspek subyektif seorang remaja itu sendiri tentang perilaku merokok yang kemudian akan mempengaruhi perilaku merokoknya sehari-hari.

Pilihan Motif Merokok

Menurut hasil riset yang telah ditemukan sebelumnya, pengambilan suatu keputusan yang dilakukan oleh seseorang dalam hal pangan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang cukup kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai macam aspek dan interaksi antar aspek. Pengambilan keputusan ini bisa diambil secara sadar maupun tidak sadar. Keputusan yang diambil secara tidak sadar dalam pemilihan konsumsi suatu pangan biasanya disebabkan oleh faktor kebiasaan (Ji 2007). Keteraturan dalam konsumsi, pembelian, dan perilaku lain akan menciptakan suatu kebiasaan atau kecenderungan perilaku untuk ulangi dan dilakukan secara otomatis oleh keadaan yang juga berulang (Neal, Kayu, dan Quinn 2006; Triandis 1977, 1980 dalam Ji 2007). Seseorang akan terus mengulangi perilaku masa lalu mereka dalam konsumsi pangan, meskipun memegang niat yang tidak sesuai secara sistematis dengan tingkat pengulangan yang tinggi.

(27)

Food Choice Questionnaire (FCQ), merupakan instrumen yang mengukur pentingnya sembilan motif yang mendasari pilihan makanan. Sembilan motif yang mendukung motivasi pilihan pangan tersebut adalah (1) kesehatan, (2) kenyamanan, (3) harga, (4) daya tarik sensorik, (5) suasana hati, (6) kandungan, (7) pengendalian berat badan, (8) keakraban, dan (9) masalah etika atau norma (Sun 2007). Selain itu terdapat juga motif pilihan pangan atas pertimbangan stereotip orang lain (Herman 2006). Pangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rokok. Berbagai macam motif ini kemudian dimodifikasi menjadi motif yang erat kaitannya dengan perilaku merokok yang dilakukan oleh remaja dan juga didukung oleh hasil-hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya.

Aspek Objektif Individu

Selain aspek yang ada dalam diri individu atau aspek subyektif individu, terdapat juga aspek lain yang berada di luar diri individu atau disebut sebagai aspek obyektif individu yang diduga dapat mempengaruhi perilaku merokok. Aspek obyektif individu ini terdiri atas jumlah uang saku atau pendapatan yang diterima setiap bulan, sumber uang saku atau pendapatan yang diterima setiap bulan, dan dukungan sosial teman sebaya.

Jumlah uang saku atau pendapatan merupakan jumlah nominal uang yang diperoleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari selama sebulan terakhir. Jumlah uang saku atau pendapatan yang diterima individu ini diduga dapat mempengaruhi perilaku merokok remaja. Dalam konteks ini, remaja diduga akan mengatur uangnya untuk membeli segala yang Ia butuhkan, dari kebutuhan primer, sekunder, dan tersier, termasuk dalam membeli rokok untuk konsumsi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tjahjaprijadi dan Indarto (2003) menunjukkan bahwa pada rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT), tingkat pendapatan memiliki nilai probabilitas yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang artinya tingkat pendapatan tidak berpengaruh terhadap konsumsi rokok SKT. Pendapatan perokok tidak menentukan banyaknya rokok SKT yang dikonsumsi, faktor ketagihan terhadap rokok SKT juga tidak dipengaruhi oleh pendapatan perokoknya. Sementara hasil dari rokok Sigaret Kretek Mesin (SPM), manunjukkan adanya pengaruh tingkat pendapatan terhadap konsumsi rokok SPM. Artinya bahwa kenaikan dari tingkat pendapatan akan direspon dengan naiknya konsumsi rokok SPM. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendapatan perokok dengan konsumsi rokoknya.

(28)

memiliki kewenangan untuk menggunakan pendapatannya jauh lebih bebas karena merasa memiliki sumber penghasilan ganda.

Dukungan sosial teman sebaya, juga diduga turut mempengaruhi perilaku merokok seorang remaja. Dukungan sosial merupakan rasa nyaman secara fisik dan psikologis yang diberikan oleh para sahabat dan keluarga kepada orang yang menghadapi stres agar berada dalam keadaan fisik yang lebih baik dan dapat mengatasi stres yang dialaminya (Baron dan Byrne dalam Hikmah 2012). Sementara sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama, berfungsi sebagai sumber informasi dan perbandingan tentang dunia luar selain keluarga (Santrock 2007). Latar belakang timbulnya kelompok sebaya yaitu perkembangan proses sosialisasi yang terjadi di usia remaja (Santosa 2006). Individu di usia remaja umumnya mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya agar dapat saling berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompok. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa perilaku merokok remaja juga dipengaruhi oleh keberadaan peer group nya itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian Komasari dan Helmi (2000) menunjukkan bahwa lingkungan teman sebaya memberikan sumbangan yang berarti dalam perilaku merokok remaja. Hal ini berarti lingkungan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting, karena remaja tidak ingin dirinya ditolak dan menghindari sebutan ‘banci’ atau ‘pengecut’. Lain halnya dengan hasil penelitian Azizah (2013) yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara teman sebaya dengan perilaku merokok anak jalanan di kota Makassar tahun 2013. Hal ini mungkin terjadi karena faktor-faktor lain yang menyebabkan remaja tidak ikut terpengaruh dengan perilaku merokok teman sebayanya, seperti pengaruh keluarga ataupun media massa.

Remaja

(29)

Tahap perkembangan masa remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu: a. Masa remaja awal (12-15 tahun) dengan ciri khas antara lain:

1. Lebih dekat dengan teman sebaya 2. Ingin bebas

3. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.

b. Masa remaja tengah (16-18 tahun) dengan ciri khas antara lain: 1. Mencari identitas diri

2. Timbulnya keinginan untuk kencan 3. Mempunyai rasa cinta yang mendalam

4. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak 5. Berkhayal tentang aktivitas seks.

c. Masa remaja akhir (19-21 tahun) dengan ciri khas antara lain: 1. Pengungkapan identitas diri

2. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya 3. Mempunyai citra jasmani dirinya

4. Dapat mewujudkan rasa cinta 5. Mampu berpikir abstrak.

Erikson dalam Santrock (2007) menyatakan bahwa pada masa remaja, remaja akan mencermati siapa dirinya, bagaimanakah dirinya, dan arah kehidupan mereka. Pertanyaan mengenai identitas ini akan muncul selama rentang kehidupan remaja, ketika mereka mulai menyadari mereka akan bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dan kehidupan mereka, remaja mulai mencari kehidupan seperti apa yang akan mereka jalani. Selain itu, dalam proses pencarian identitas pada diri remaja ini juga akan sering menimbulkan berbagai masalah pada diri remaja tersebut. Secara garis besar timbulnya masalah pada remaja disebabkan oleh berbagai faktor yang cukup kompleks (Gunarsa 1989), diantaranya adalah: 1. Adanya perubahan-perubahan biologis dan psikologis yang sangat pesat

pada masa remaja yang akan memberikan dorongan tertentu yang sangat kompleks

2. Orang tua dan pendidik kurang siap untuk memberikan informasi yang benar dan tepat waktu karena ketidaktahuannya

3. Perbaikan gizi yang menyebabkan menstruasi menjadi lebih dini. Kejadian kawin muda masih banyak terutama di pedesaan. Sebaliknya, di perkotaan kesempatan untuk bersekolah dan bekerja menjadi lebih terbuka bagi wanita sehingga usia kawin bertambah. Kesenjangan antara menstruasi dan usia kawin yang makin panjang dan disertai pergaulan yang makin bebas tidak jarang menimbulkan masalah

4. Membaiknya sarana komunikasi dan transportasi akibat kemajuan teknologi sehingga sulit melakukan seleksi terhadap informasi dari luar

(30)

6. Kurangnya pemanfaatan penggunaan sarana untuk menyalurkan gejolak remaja. Perlu adanya penyaluran sebagai substitusi yang positif ke arah pengembangan keterampilan yang mengandung unsur kecepatan dan kekuatan, misalnya olahraga.

Desa dan Kota

Desa merupakan tempat tinggal bagi suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Koentjaraningrat (1984) memberikan pengertian tentang desa melalui pemilahan pengertian komunitas dalam dua jenis, yaitu komunitas besar (seperti: kota, negara bagian, negara) dan komunitas kecil (seperti: desa, rukun tetangga dan sebagainya). Dalam hal ini Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat dan tidak memberikan penegasan bahwa komunitas desa secara khusus tergantung pada sektor pertanian. Dengan kata lain, masyarakat desa sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat saja memiliki ciri-ciri aktivitas ekonomi yang beragam, tidak di sektor pertanian saja. Bertolak dari kenyataan umum maupun secara teoritis, untuk memahami pengertian tentang desa tampaknya juga tidak dapat mengabaikan perspektif evolusi. Konsep-konsep desa (village), kota kecil (town), dan kota besar (city) yang sering dilihat sebagai suatu gejala yang berkaitan satu sama lain dalam bentuk suatu jaringan atau pola tertentu dalam proses kontinuitas perubahan.

Istilah desa (village) dapat diterapkan untuk dua pengertian. Pertama, desa diartikan sebagai pemukiman para petani, terlepas dari ukuran besar-kecilnya. Kedua, terdapat juga desa-desa perdagangan (Bergel dalam Indrizal 2006). Desa perdagangan tidak berarti bahwa seluruh penduduk desa terlibat dalam kegiatan perdagangan, melainkan hanya sejumlah orang saja dari desa itu yang memiliki mata pencaharian dalam bidang perdagangan. Ada pula kota kecil (town) yang didefinisikan sebagai suatu pemukiman perkotaan yang mendominasi lingkungan perdesaan dalam pelbagai segi. Yang perlu mendapat tekanan di sini adalah pengertian “dominasi“. Kota kecil bukan sekedar kota karena ukurannya yang lebih besar dari pada desa. Sebuah desa hanya melayani orang-orang pedesaan. Desa tidak memiliki pengaruh-pengaruh terhadap daerah-daerah sekitarnya, baik dari segi politik, ekonomi, maupun kultural.

(31)

menjelaskan pengertian tentang desa dan kota melalui cara membandingkan karakteristik desa yang kontras dengan karakteristik kota sebagaimana dikemukakan Roucek dan Warren (1962) dalam Indrizal (2006) berikut ini:

Tabel 1 Perbandingan karakteristik desa dan kota

Karakterisrik desa Karakteristik kota

1. Besarnya peranan kelompok primer. 2. Faktor geografik yang menentukan

sebagai dasar pembentukkan kelompok/asosiasi.

3. Hubungan lebih bersifat intim dan awet.

4. Homogen.

5. Mobilitas sosial rendah.

6. Keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi.

7. Populasi anak dalam proporsi yang lebih besar. 6. Hubungan antara orang satu dengan

yang lebih di dasarkan atas

kepentingan dari pada kedaerahan. 7. Lebih banyak tersedia lembaga atau

fasilitas untuk mendapatkan barang dan pelayanan.

8. Lebih banyak mengubah lingkungan

(32)

Kerangka Pemikiran

Penerimaan adanya produk rokok dapat dikatakan sudah cukup tinggi di tengah masyarakat, tidak mengenal usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal baik di desa maupun di kota. Rokok ini telah dinikmati oleh banyak orang, baik remaja, dewasa maupun orang tua. Menurut data yang ditemukan proporsi penduduk usia ≥ 15 tahun yang merokok dan mengunyah tembakau cenderung meningkat berturut-turut dari 34.2 persen, 34.7 persen dan 36.3 persen, serta prevalensi perokok di desa menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan di kota (Riskesdas 2007, 2010, 2013). Menurut Ogawa dalam Novicka (2012) dahulu perilaku merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi saat ini merokok disebut sebagai tobacco dependency yang dapat didefinisikan sendiri sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus rokok per hari, dengan adanya tambahan distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Oleh karena itu, dalam penelitian mengenai perilaku merokok ini digunakan istilah ketergantungan merokok dengan tingkatan berat, sedang, maupun ringan.

Perilaku ketergantungan merokok ini dipengaruhi oleh berbagai macam aspek individu yang dibedakan menjadi dua yaitu aspek subyektif (dalam individu) dan aspek obyektif (luar diri individu), serta persepsi lingkungan sosial sekitar terhadap perilaku merokok. Secara keseluruhan, aspek-aspek ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan seorang remaja untuk merokok, terlepas dari perbedaan tempat tinggal masing-masing remaja laki-laki yang diduga dapat memberikan perbedaan atas alasan yang mendorong mereka untuk merokok. Aspek subyektif sendiri terdiri dari pengetahuan, persepsi, dan pilihan motif merokok. Pengetahuan merupakan hasil penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo 2007). Pengetahuan atau kognisi ini merupakan bagian dari persepsi (Gibson 1986). Persepsi menurut pendapat Wade C dan Tavris C (2007) adalah proses pengaturan dan penerjemahan informasi sensorik oleh otak. Ada juga yang berpendapat bahwa persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian stimuli yang datang sehingga individu mampu menyadari dan mengerti lingkungan dan dirinya sendiri (Sunaryo dalam Solihin 2011). Motif juga terdiri dari dalam dan juga luar individu yang turut diduga dapat mempengaruhi perilaku merokok seorang remaja, seperti motif kenyamanan, suasana hati, daya tarik sensorik, norma, stereotip orang lain, dan lain sebagainya.

(33)

Bogor yaitu di RW 02 Desa Cimanggu Satu dan RW 07 Kelurahan Kebon Kalapa, untuk membandingkan kecenderungan perilaku ketergantungan merokok berdasarkan tempat tinggalnya.

Aspek subyektif individu: 1. Tingkat pengetahuan

remaja tentang rokok 2. Tingkat persepsi

remaja tentang merokok 3. Pilihan motif

merokok remaja

Perilaku ketergantungan merokok pada remaja Laki-laki

Persepsi lingkungan sosial terhadap perilaku merokok

Aspek obyektif individu: 1. Jumlah uang saku atau pendapatan 2. Sumber uang saku

atau pendapatan 3. Dukungan sosial

teman sebaya

Gambar 1 Kerangka analisis pengaruh hubungan aspek subyektif dan obyektif terhadap perilaku merokok remaja Laki-laki di desa dan kota

Keterangan:

(34)

Hipotesis

Uji hipotesis hubungan antara variabel tingkat pengetahuan, tingkat persepsi, peringkat pilihan motif, jumlah uang saku atau pendapatan, sumber uang saku atau pendapatan, dan tingkat dukungan sosial teman sebaya dengan tingkat ketergantungan merokok dapat dijabarkan sebagai berikut:

= Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan, tingkat persepsi, pilihan motif merokok, jumlah uang saku atau pendapatan, sumber uang saku atau pendapatan, dan tingkat dukungan sosial teman sebaya dengan tingkat ketergantungan merokok remaja di desa dan kota

= Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan, tingkat persepsi, pilihan motif merokok, jumlah uang saku atau pendapatan, sumber uang saku atau pendapatan, dan tingkat dukungan sosial teman sebaya dengan tingkat ketergantungan merokok remaja di desa dan kota

= Tidak ada kesesuaian pilihan motif merokok yang dipilih antara remaja di desa dan di kota

(35)

Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur variabel. Masing-masing variabel diberi batasan terlebih dahulu agar dapat ditentukan indikator pengukurannya. Sampel yang digunakan merupakan remaja laki-laki perokok yang berusia pada rentang 12 sampai 21 tahun (Monks 2002), dan menggunakan dua lokasi penelitian yaitu di RW 02 Desa Cimanggu Satu dan RW 07 Kelurahan Kebon Kalapa Bogor untuk membandingkan kecenderungan perilaku merokok.

1. Perilaku merokok merupakan perilaku yang dilakukan seseorang berupa membakar tembakau, menghisap, dan menghembuskan asap dari mulut (Levy dalam Aini 2013). Perilaku merokok pada penelitian ini menggunakan istilah ketergantungan merokok yang dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

-Ketergantungan merokok berat : Jika skor 14-16 -Ketergantungan merokok sedang : Jika skor 10-13 -Ketergantungan merokok ringan : Jika skor 6-9 Ketergantungan merokok ini diukur berdasarkan:

 Jumlah batang rokok adalah jumlah batang rokok yang dihisap oleh responden dalam sehari di hari sebelumnya.

 Frekuensi merokok adalah seringnya responden merokok dalam waktu sehari, seminggu, dan keharusan atau tidaknya merokok setiap harinya.  Lamanya merokok adalah dilihat dari sudah berapa lamanya responden

merokok atau usia pertama kali merokok.

2. Aspek Subyektif Individu adalah seperangkat aturan yang terdapat pada masing-masing individu sebagai hasil dari proses internalisasi terhadap realitas (lingkungan masyarakatnya). Aspek subyektif ini masih terdapat dalam diri individu dan bukan dalam bentuk perilaku yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini aspek subyektif individu terdiri dari:

 Tingkat pengetahuan adalah jenjang penguasaan ilmu responden tentang perilaku merokoknya yakni terkait dengan kandungan rokok dan pengaruhnya terhadap kesehatan, serta bahaya asap rokok terhadap kesehatan orang lain. Jawaban kuesioner yang benar memiliki skor 1, dan jawaban salah memiliki skor 0.

-Tingkat pengetahuan tinggi : skor > 14 -Tingkat pengetahuan sedang : skor 11-14 - Tingkat pengetahuan rendah : skor < 11

 Persepsi berdasarkan pendapat Wade C dan Tavris C (2007) adalah proses pengaturan dan penerjemahan informasi sensorik oleh otak. Persepsi diukur berdasarkan penilaian responden terhadap perilaku merokok berdasarkan norma dalam lingkungannya dan image yang dibangun ketika seseorang merokok.

(36)

-Persepsi positif : skor > 51 -Persepsi netral : skor 39-51 -Persepsi negatif : skor < 39

 Motif menurut Ahmadi dalam Harahap (2011) adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan. Motif diukur berdasarkan ranking yang diberikan masing-masing responden terhadap motif merokok yang sudah disediakan, yang kemudian akan dihitung jumlah persentasenya untuk dihubungkan dengan tingkat ketergantungan merokok responden. Selain itu juga akan dihitung rho hitung dan dibandingkan dengan rho tabel (Rank Spearman) untuk melihat kesesuaian motif yang dipilih di antara responden di RW 02 Desa Cimanggu Satu dengan RW 07 Kelurahan Kebon Kalapa.

2. Aspek Obyektif Individu adalah segala sesuatu yang berasal dari luar diri individu yang dapat mendukung baik langsung maupun tidak langsung seorang remaja berperilaku merokok dalam kehidupannya sehari-hari. Aspek obyektif individu ini terdiri dari:

 Jumlah uang saku atau pendapatan adalah jumlah nominal uang yang diperoleh responden untuk melakukan aktivitas sehari-hari selama sebulan terkhir. Berdasarkan data di lapangan, jumlah uang saku atau pendapatan remaja ditentukan dengan menghitung rata-rata dan standar deviasi keseluruhan penapatan responden. Jumlah uang saku atau pendapatan remaja digolongkan menjadi:

-Rendah : ≤ rata-rata - ½ standar deviasi -Sedang : di antara rendah dan tinggi -Tinggi : > rata-rata + ½ standar deviasi

 Sumber uang saku atau pendapatan diukur berdasarkan asal uang saku atau pendapatan yang diperoleh responden dalam kurun waktu satu bulan terakhir (nominal), yang terdiri dari:

-Orang tua -Pekerjaan

-Gabungan dari orang tua dan pekerjaan

 Dukungan sosial adalah rasa nyaman secara fisik dan psikologis yang diberikan oleh para sahabat dan keluarga kepada orang yang menghadapi stres untuk ada dalam keadaan fisik yang lebih baik dan dapat mengatasai stres yang dialaminya (Baron dan Byrne dalam Hikmah 2012). Dukungan sosial ini adalah dukungan sosial yang berasal dari teman sebaya dan diukur berdasarkan kuat atau lemahnya dorongan dari teman sebaya terkait pengaruhnya terhadap perilaku merokok remaja. Terdiri dari 8 pernyataan dengan jawaban TP (Tidak Pernah) dengan skor 1, J (Jarang) dengan skor 2, S (Sering) dengan skor 3, dan SS (Sangat sering) dengan skor 4. Dikategorikan dalam: 1. Dukungan sosial kuat : skor > 25

(37)
(38)
(39)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei dengan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Menurut Singarimbun dan Effendi (2008), metode penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data primer. Sementara kombinasi antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam penelitian ini dalam upaya memperkaya data agar lebih memahami fenomena sosial yang diteliti. Pendekatan kuantitatif digunakan dengan pemberian kuesioner pada masing-masing responden untuk memperoleh data primer terkait perilaku merokok responden. Lain halnya dengan pendekatan kualitatif didapat melalui observasi lapang langsung dan wawancara mendalam dengan informan yaitu teman sebaya responden, orang tua responden, dan tokoh masyarakat di lingkungan tempat tinggal responden.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua lokasi, yaitu di Desa Cimanggu Satu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dan di Kelurahan Kebon Kalapa, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Kedua lokasi ini selanjutnya akan disebut dalam “desa” dan “kota”. Pemilihan kedua lokasi ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan perilaku merokok antara desa dan kota di Bogor. Pemilihan lokasi atas dasar informasi data sekunder yang diperoleh sebelumnya dari Dinas Kesehatan Kota Bogor yang telah diperoleh dan berdasarkan alasan subjektif peneliti terhadap lokasi tersebut. Lokasi RW 07 Kelurahan Kebon Kalapa dan RW 02 Desa Cimanggu Satu dipilih karena memiliki jumlah populasi remaja laki-laki paling banyak dibandingkan dengan jumlah remaja di RW yang lain. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni tahun 2014 dengan pengambilan data lapangan di bulan April sampai Mei tahun 2014.

Teknik Pemilihan Responden

(40)

diketahui merokok di RW 02 Desa Cimanggu Satu sebanyak 132 orang dan di RW 07 Kelurahan Kebon Kalapa sebanyak 117 orang, yang kemudian dari kerangka sampling ini diundi sehingga dapat ditarik 60 orang sebagai sampel yang akan diteliti yaitu sebanyak 30 orang dari RW 02 Desa Cimanggu Satu dan 30 orang dari RW 07 Kelurahan Kebon Kalapa.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui kuesioner dari para remaja perokok laki-laki di Desa Cimanggu Satu dan di Kelurahan Kebon Kalapa. Kuesioner tersebut dimaksudkan sebagai suatu daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden serta ditujukan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen Dinas Kesehatan Kota Bogor, data Desa Cimanggu Satu dan Kelurahan Kebon Kalapa, serta berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini, yaitu buku, jurnal penelitian, skripsi, dan internet.

Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yang terkumpul diolah melalui proses editing, koding, tabulasi, dan tabulasi silang. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 16 agar lebih cepat, tepat, dan hasil pemrosesan data pun lebih terpercaya. Uji korelasi Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat yang berskala ordinal. Rumus Rank Spearman (Sugiyono 2011) sebagai berikut:

Keterangan:

ρ : nilai Koefisien Rank Spearman

: selisih antara peringkat bagi dan

n : jumlah data/sampel : peringkat motif di desa

: peringkat motif di kota

(41)

variabel X terhadap variabel Y sehingga digunakan batasan koefisien korelasi untuk mengkategorikan nilai r. Kriteria pengukuran menurut Supranto (2010) sebagai berikut:

0 : menunjukkan tidak adanya hubungan < 0.5 : menunjukkan hubungan lemah 0.5- 0.75 : menunjukkan hubungan cukup kuat 0.75-0.9 : menunjukkan hubungan kuat

0.9 < 1 : menunjukkan hubungan sangat kuat

1 : menunjukkan hubungan sempurna

Selain menggunakan uji korelasi Rank Spearman, variabel pada penelitian ini juga akan diuji menggunakan uji korelasi Chi-Square untuk melihat hubungan nyata antar variabel dengan data berskala nominal, yaitu sumber uang saku atau pendapatan. Adapaun rumus Chi-Square sebagai berikut:

=

Keterangan:

: nilai peubah acak yang distribusi sampelnya didekati oleh distribusi Chi-Kuadrat

k : jumlah sel atau kelas : frekuensi amatan : frekuensi harapan

(42)
(43)

GAMBARAN UMUM

Penelitian ini dilakukan di dua lokasi di Bogor, yaitu di Desa Cimanggu Satu sebagai lokasi ”desa” dan di Kelurahan Kebon Kalapa sebagai lokasi “kota”. Kedua lokasi ini digunakan sebagai bentuk perbandingan hasil penelitian menurut lokasi yaitu di desa dan di kota, Bogor. Penjelasan mengenai kedua lokasi ini akan dirinci secara berturut-turut berdasarkan kondisi geografis lokasi dan berdasarkan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya.

Kondisi Geografis

Desa Cimanggu Satu

Desa Cimanggu Satu merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, dengan luas wilayah 170 ha, terbagi dalam 4 Dusun, 9 RW, dan 31 RT. Apabila dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Cimanggu Satu secara umum berupa daratan yang berada pada ketinggian rata-rata 240 dpl di atas permukaan laut dengan tinggi curah hujan 236 mm³ dan suhu rata-rata berkisar antara 20° s/d 32° Celcius. Desa Cimanggu Satu ini pada sebelah utara berbatasan dengan Desa Leuweng Kolot, pada sebelah timur berbatasan dengan Desa Girimulya, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cibatok, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Cimanggu Dua. Desa Cimanggu Satu ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 9 607 jiwa, dengan komposisi penduduk terdiri dari 4 812 orang Laki-laki, 4 795 orang perempuan, dan 2 562 Kepala Keluarga.

Kelurahan Kebon Kalapa

Kelurahan Kebon Kalapa termasuk ke dalam Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor, dengan luas 57.81 ha, terbagi dalam 10 RW dan 45 RT. Lokasi ini merupakan lokasi yang cukup padat penduduk dengan jumlah penduduk sebesar 10 728 Jiwa. Terdiri dari 3 002 Kepala Keluarga, 5 406 Laki-laki, dan 5 322 perempuan. Kelurahan Kebon Kalapa ini memiliki batas-batas wilayah, seperti pada sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Menteng Kecamatan Bogor Barat, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Ciwaringin Kecamatan Bogor Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Gunung Batu Kecamatan Bogor Barat, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Panaragan Kecamatan Bogor Tengah.

Kondisi Sosial dan Ekonomi

Desa Cimanggu Satu

(44)

cukup rendah, dimana mayoritas penduduk merupakan tamatan SD, SMP, dan SMA sederajat. Bahkan ada pula yang tidak pernah sekolah. Berikut sebaran dari jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian:

Tabel 2 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Cimanggu Satu tahun 2014

Mata pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Petani 217 18.24

Buruh tani 465 39.08

Pegawai negeri sipil 17 1.43

Pengrajin industri perumahan 21 1.76

Pedagang keliling 63 5.30

Montir 22 1.85

Dokter swasta 2 0.17

Bidan swasta 1 0.08

Perawat swasta 3 0.25

Pembantu rumah tangga 15 1.26

TNI 6 0.51

POLRI 1 0.08

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 9 0.76

Dukun kampung terlatih 3 0.25

Dosen swasta 2 0.17

Karyawan swasta 331 27.8

Karyawan perusahaan

pemerintah 12 1.01

Jumlah 1 190 100.00

Sumber: Data monografi Desa Cimanggu Satu tahun 2014

(45)

dengan Dewan Guru se-Desa Cimanggu Satu yang diaplikasikan dalam bentuk Pengajian Rutin Mualimien Tingkat Desa yang dilaksanakan setiap minggu.

Tabel 3 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Cimanggu Satu tahun 2014

Tingkat pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Usia 3-6 tahun yang belum

Usia 18-56 tahun yang tidak

pernah sekolah 410 4.27

Tamat SMP/Sederajat 1 823 18.97

Tamat SMA/Sederajat 1 277 13.30

Tamat D-3/Sederajat 21 0.22

Tamat S-1/Sederajat 31 0.32

Tamat S-2/Sederajat 4 0.04

Jumlah 9 607 100.00

Sumber: Data monografi Desa Cimanggu Satu tahun 2014

Karakteristik desa yang disajikan dalam Tabel 1 (hal 13) memang menggambarkan kondisi yang ada di Desa Cimanggu Satu. Masyarakat di Desa Cimanggu Satu ini memiliki hubungan yang lebih bersifat intim, homogen, mobilitas sosial yang rendah, besarnya peranan kelompok primer, dan lain sebagainya. Sama halnya dengan responden yang berasal dari Desa Cimanggu Satu ini yang memiliki latar belakang ekonomi keluarga yang bisa dibilang masih cukup lemah, tingkat pendidikan yang rendah, dan terkadang reponden harus putus sekolah untuk membantu menafkahi keluarganya. Hubungan yang cukup erat tergambar dalam bentuk sosialisasinya terhadap lingkungan sekitar, dengan seringkali setiap anggota masyarakat berkumpul bersama dan gotong royong ketika terjadi bencana atau sekedar untuk kerja bakti membersihkan lingkungan.

Kelurahan Kebon Kalapa

(46)

memang beragam Islam, namun juga ada yang beragama Kristen, Budha, dan Hindu. Sedang dalam hal mata pencaharian, masyarakat di Kelurahan Kebon Kalapa sebagian besar bermatapencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sementara tingkat pendidikan penduduk Kebon Kalapa masih terbilang cukup rendah, dimana mayoritas penduduk merupakan tamatan SD, SMP, dan SMA sederajat.

Tabel 4 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kelurahan Kebon Kalapa tahun 2014

Mata pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Pegawai negeri sipil 358 48.05

TNI 10 1.34

POLRI 17 2.30

Pedagang 180 24.15

Pengrajin industri 20 2.70

Dokter 10 1.34

Montir 25 3.35

Bidan 2 0.27

Pembantu rumah tangga 120 16.10

Pengacara 1 0.13

Notaris 2 0.27

Jumlah 745 100.00

Sumber: Data monografi Kelurahan Kebon Kalapa tahun 2014

Tabel 5 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Kebon Kalapa tahun 2014

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Tamat Sekolah Dasar (SD) 1 574 34.16

Tamat Sekolah Menengah

Pertama (SMP) 1 463 31.75

Tamat Sekolah Menengah

Atas (SMA) 1 535 33.31

Tamat Perguruan Tinggi 36 0.78

Jumlah 4 608 100.00

Sumber: Data monografi Desa Cimanggu Satu tahun 2014

(47)
(48)
(49)

KARAKTERISTIK REMAJA LAKI-LAKI PEROKOK DI

DESA CIMANGGU SATU DAN DI KELURAHAN KEBON

KALAPA

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari informan, jumlah remaja laki-laki usia 12 sampai 21 tahun yang mengonsumsi rokok adalah sebanyak 132 orang di RW 02 Desa Cimanggu Satu dan 117 orang di RW 07 Kelurahan Kebon Kalapa. Seluruh remaja laki-laki perokok tersebut merupakan calon responen penelitian yang kemudian diundi untuk mendapatkan responden terpilih sebanyak 30 orang di RW 02 Desa Cimanggu Satu dan 30 orang di RW 07 Kelurahan Kebon Kalapa. Masing-masing responden ini memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Karakteristik ini terbagi menjadi dua, yaitu karakteristik individu yang dihubungkan dengan tingkat ketergantungan merokoknya maupun karakteristik individu yang tidak dihubungkan dengan tingkat ketergantungan merokoknya. Berikut karakteristik individu yang tidak dihubungkan dengan tingkat ketergantungan merokok remaja:

Usia Responden

Usia dihitung menurut tahun sejak responden lahir. Pada penelitian ini, usia remaja laki-laki perokok berada pada kisaran usia 12 sampai 21 tahun. Usia remaja ini oleh Gunarsa dan Gunarsa (2003), dibagi ke dalam tiga kelompok tahap perkembangan masa remaja yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja tengah (16-18 tahun), dan masa remaja akhir (19-21 tahun). Jumlah responden yang mengonsumsi rokok menurut ketiga kelompok usia tersebut sebagai berikut:

Tabel 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kelompok usia di desa dan

kota, Bogor tahun 2014

Kelompok Usia

Desa Kota

Jumlah Persentase

(%) Jumlah

Persentase (%)

Remaja awal (12-15 tahun) 4 13.33 5 16.67

Remaja tengah (16-18 tahun) 19 63.34 17 56.66

Remaja akhir (19-21 tahun) 7 23.33 8 26.67

(50)

Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan merupakan jenjang sekolah formal yang ditempuh responden. Tingkat pendidikan digolongkan menjadi tiga, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pada penelitian ini, ukuran masing-masing golongan dibuat berdasarkan kondisi di lapang. Remaja laki-laki di RW 02 Desa Cimanggu Satu dan RW 07 Kelurahan Kebon Kalapa rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang hanya tamat SD dan paling tinggi adalah tamat SMA, serta tidak ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Tingkat pendidikan yang rendah merupakan remaja laki-laki yang tidak tamat sekolah dan tidak tamat SD/sederajat, tingkat pendidikan sedang merupakan yang menamatkan pendidikan sampai SMP/sederajat, dan tingkat pendidikan tinggi merupakan yang menamatkan pendidikan sampai pada jenjang SMA/sederajat. Jumlah responden penelitian menurut tingkat pendidikannya sebagai berikut:

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan di desa dan kota, Bogor tahun 2014

Tingkat pendidikan

Desa Kota

Jumlah Persentase

(%) Jumlah

Persentase (%)

Rendah 20 66.67 14 46.67

Sedang 6 20.00 10 33.33

Tinggi 4 13.33 6 20.00

Total 30 100.00 30 100.00

Status Pekerjaan Responden

(51)

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden menurut status pekerjaan di desa dan

Selain karakteristik individu yang tidak dihubungkan dengan tingkat ketergantungan merokok remaja diatas, terdapat pula karakteristik individu yang dihubungkan dengan tingkat ketergantungan merokok remaja. Karakteristik individu tersebut adalah faktor yang diduga mempengaruhi perilaku ketergantungan merokok seorang remaja, baik faktor yang berasal dari dalam individu atau biasa disebut aspek subyektif individu remaja, maupun faktor yang berasal dari luar individu atau aspek obyektif individu remaja. Aspek subyektif individu ini terdiri dari variabel tingkat pengetahuan remaja tentang rokok, tingkat persepsi remaja terhadap perilaku merokok, dan pilihan motif merokok, sedangkan aspek obyektif individu terdiri dari variabel jumlah uang saku atau pendapatan, sumber uang saku atau pendapatan, dan tingkat dukungan sosial teman sebaya.

(52)

Tingkat Pengetahuan Responden

Pengetahuan merupakan hasil gabungan antara kemampuan, pengalaman, intuisi, gagasan dan motivasi dari sumber yang kompeten seperti misalnya media informasi sehingga membentuk sebuah informasi dan data (Hendrik dalam Solihin 2011). Menurut data yang didapat di lapang, media informasi merupakan hal yang berperan dalam pembentukkan pengetahuan yang salah tentang rokok. Hal ini didukung dengan pernyataan seorang responden di desa mengenai kandungan bahan kimia yang terdapat dalam rokok, sebagai berikut:

“... kandungan rokok ya cuma tar dan nikotin mbak, kan di bungkus rokok juga ada bacaannya. Jadi ga ada lagi kandungan lain kaya yang teteh bilang”. (RBY, Laki-laki, 21)

Gambar 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di desa memiliki tingkat pengetahuan tentang rokok yang masih rendah dan hanya sebagian kecil yang memiliki tingkat pengetahuan tentang rokok yang tinggi. Lain halnya dengan di kota, sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan tentang rokok yang sedang dan sisanya memiliki tingkat pengetahuan rendah dan tinggi. Tingkat pengetahuan responden tentang rokok ini nantinya akan dihubungkan dengan tingkat ketergantungan merokok responden di desa dan kota.

Gambar 2 Persentase tingkat pengetahuan responden di desa dan kota, Bogor tahun 2014

(53)

Tingkat Persepsi Responden terahadap Perilaku Merokok

Persepsi berperan penting dalam pembentukkan perilaku individu. Individu cenderung mempunyai perilaku yang sejalan dengan persepsinya. Pada kasus perokok, persepsi terhadap perilaku merokok yang terbentuk biasanya positif. Hal ini karena perilaku merokok dapat terjadi ketika individu mempunyai persepsi yang salah tentang dampak negatif merokok. Artinya mereka menerima segala bentuk dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh perilaku merokok itu sendiri.

Gambar 3 Persentase tingkat persepsi responden terhadap rokok di desa dan kota, Bogor tahun 2014

Gambar 3 menyajikan persentase responden menurut tingkat persepsinya terhadap perilaku merokok. Sebaran responden berdasarkan tingkat persepsi di desa dan kota memiliki perbedaaan yang cukup signifikan. Sebagian besar responden di desa memiliki persepsi yang netral terhadap perilaku merokok dan sisanya memiliki persepsi yang positif terhadap perilaku merokok. Lain halnya dengan di kota, yang menunjukkan sebagian besar reponden memiliki tingkat persepsi yang netral terhadap perilaku merokok, namun sisanya memiliki persepsi negatif terhadap perilaku merokok. Hasil dari tingkat persepsi yang sebagian besar netral ini didukung oleh pernyataan seorang teman sebaya dari salah satu responden di desa yang mengungkapkan:

“... Ya rokok emang bahaya teh, bisa mematikan katanya. Tapi namanya juga manusia, mau ngerokok atau ga ngerokok juga bakalan tetep mati. Selama bisa ngerokok ya ngerokok aja”. (ASP, Laki-laki, 18)

Pilihan Motif Merokok Responden

Gambar

Tabel 1  Perbandingan karakteristik desa dan kota
Gambar 1   Kerangka analisis pengaruh hubungan aspek subyektif dan obyektif terhadap perilaku merokok remaja Laki-laki di desa dan kota
Tabel 2  Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Cimanggu Satu tahun 2014
Tabel 3  Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Cimanggu Satu tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

To study the effect of kemenyan extract from Styrax benzoin Dryand resin as green inhibitor on calcium carbonate (CaCO 3 ) scale formation, experiment has been carried out using

Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Cooperative Learning terhadap Prestasi Belajar Fisika Ditinjau dari Tingkat Kecerdasan Emosi Siswa (Studi

experience and to be confirmed by it. For all men have some conception of the nature of gods, and all who believe in the existence of gods at all, whether barbarian or Greek, agree

Oleh karena itu, tidaklah sah wakaf suatu benda untuk seorang anak yang belum lahir, dan tidak lah dianggap sah wakaf kalau seseorang mi sal- nya hanya dengan

[r]

yang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankan maupun tidak. Hubungan baik yang perlu dlijalankan, antara lain kepada : para pelanggan,. pemerintah,

3,

Berdasarkan uraian tersebut, penulis melakukan suatu penelitian dengan judul “ Pengaruh Model Rotating Trio Exchange (RTE) Terhadap Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas VIII