PENGARUH PENGGORENGAN TERHADAP KOMPOSISI
ASAM LEMAK MINYAK BERAS DAN MINYAK KELAPA
SAWIT
TUGAS AKHIR
OLEH:
ROTUA NOPITASARI SITORUS
NIM 122410039
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH PENGGORENGAN TERHADAP KOMPOSISI
ASAM LEMAK MINYAK BERAS DAN MINYAK KELAPA
SAWIT
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH
ROTUA NOPITASARI SITORUS
NIM 122410039
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya oleh kasih karunia dan penyertaan-Nya lah penulis mampu menyelesaikan
penulisan Tugas Akhir ini.
Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah: Pengaruh Penggorengan Terhadap Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Minyak Beras. Penulisan Tugas Akhir ini didasarkan pada hasil Praktek Kerja Lapangan yang
diperoleh pada 02 Februari 2015 – 28 Februari 2015 di Laboratorium Oleopangan
di Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak menghadapi kendala
dan masalah. Akan tetapi atas bantuan dan dorongan dari banyak pihak, akhirnya
Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan
kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M. Si., Apt selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. App. Sc., Apt. selaku Ketua Program
studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara dan selaku pembimbing yang telah memberi
arahan dan membimbing penulis selama penulis menyelesaikan Tugas
Akhir.
3. Bapak Dr. Donald Siahaan Ketua Kelompok Peneliti Pengolahan Hasil dan
Mutu (Ka. Kelti PAHAM) dan selaku pembimbing II di PPKS yang telah
v
4. Bapak Warnoto selaku Penanggung Jawab Laboratorium Oleopangan.
5. Bapak Ahmad Gazali Sinaga, S. Farm., M. Si., Apt. Selaku peneliti di PPKS
yang telah banyak mengarahkan selama PKL.
6. Temanku Lilis, Lia dan Hotmaida teman sekelompok yang membantu dalam
melaksanakan PKL di Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
7. Teman-teman seperjuangan di Analis Farmasi dan Makanan 2012 Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu namun tidak mengurangi peran mereka terhadap penulis.
Orangtua penulis, Robinson Sitorus/Rusti Sianipar dan keluarga besar yang
telah memberikan dukungan doa, dorongan semangat, nasehat dan materil dalam
penulisan Tugas Akhir in.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan memberi semangat. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi
kita semua.
Medan, April 2015 Penulis,
RotuaNopitasariSitorus NIM 122410039
vi
Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Beras Abstrak
Minyak nabati adalah minyak yang diperoleh dari tumbuhan, dan digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa, untuk menggoreng dan memasak, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Minyak nabati yang digunakan dalam penggorengan denganwaktu lama dapat menyebabkan kerusakan minyak melalui reaksi hidrolisis, oksidasi dan polimerisasi, dan perubahan ikatan cis menjadi trans. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggorengan terhadap komposisi asam lemak pada minyak beras dan minyak kelapa sawit.
Bahan yang digunakan adalah minyak beras dan minyak kelapa sawit, kentang, NaOH metanolik, BF3, iso-oktan, NaCl dan air. Sampel yang akan
digoreng yaitu kentang. Masing-masing minyak sisa penggorengan dan minyak sebelum penggorengan, dimasukkan dalam vial. Minyak dalam vial ditimbang sebanyak 0,025 gram kedalam tabung reaksi bertutup. Ditambahkan 1,5ml NaOH metanolik 0,5N dipanaskan selama 5 menit, tambahkan BF3 2 ml difortex selama
1-2 menit, dan dipanaskan selama 30 menit. tambahkan 2,5 ml iso-oktan dan difortex kembali selama 1 menit. Tambahkan NaCl jenuh sebanyak 1 ml lalu difortex. Hasil lapisan atas yang terbentuk dimasukkan kedalam vial. Sampel diinjeksi ke alat Gas Cromatography dalam bentuk metil ester sebanyak 1 µl. Kemudian akan terlihat rating time, area (%) dan komposisi asam lemak pada Komputer.
Hasil percobaan komposisi asam lemak, minyak beras mempunyai asam lemak tertinggi sebelum penggorengan antara lain, asam oleat 42,1799%, setelah penggorengan asam asam oleat 42,1096%, sedangkan pada minyak kelapa sawit sebelum penggorengan antara lain, asam palmitat 42,3197%, setelah penggorengan asam palmitat 40,5209%. Terbentuknya perubahan asam lemak cis menjadi trans atau sering disebut asam lemak trans pada minyak beras yaitu 0,0712% setelah penggorengan masih dibawah batas maksimum, karena asam lemak trans tidak lebih dari 1%.
vii
Effect of Fatty Acid Composition Frying Oils Against Rice and Palm Oil Abstract
Vegetable oil is a kind of oils obtained from plants, and used in food as a flavoring, for frying and cooking, adding nutritional value and calories in food. Vegetable oil used in frying pan with a long time can cause damage to oil then cause changes fromcis to trans fatty acids, hydrolysis, oxidation and polymerization. The purpose of this experiment was to determine the effect of frying on the fatty acid compositionin rice oil and palm oil.
The materials used were rice oil and palm oil, potatoes, methanolic NaOH, BF3, iso-octane, NaCl and water. Samples to be fried, namely potatoes. Eachresidual oil before frying and frying oil, place in vials. Oil in the vial was weighed as much as 0,025 grams into transfer test tube. Added 1.5 ml of 0.5 N methanolicNaOH was heated for 5 minutes, add 2 ml BF3 mixed for 1-2 minutes, and heated for 30 minutes. add 2.5 ml of iso-octane and mixed back for 1 minute. Add 1 ml saturated NaCl and mixed. Allowed to stand a few minutes, the results of which form the upper layer was transfer to the vial. The sample was injected was methyl esters 1 µl into gas chromatography. Then, the rating time the gas chromatography of the composition fatty acid determine.
The results of the experiment composition fatty acid highest fatty rice oil before frying, namely 42.1799% oleic acid, after frying 42.1096%, while the palm oil before frying, namely 42.3197%, after frying 40.5209%. Formation changes cis to trans fatty acids or trans fatty acids in the rice oil after frying is still below the maximum limit, because trans fatty acids should not be morethan1%.
viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
ix
2.5 Standar Mutu Minyak ... 10
2.5.1 Bilangan Asam ... 11
2.5.2 Bilangan Peroksida... 11
2.6 Karateristik Minyak ... 12
2.6.1 Bilangan Penyabunan ... 13
2.6.2 Bilangan Iod ... 13
2.7 Minyak Nabati sebagai Minyak Goreng ... 13
2.7.1 Proses Menggoreng ... 15
2.7.2 Kerusakan Minyak Goreng... 17
2.8 Analisis Komposisi Asam Lemak dengan GC ... 18
BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Alat ... 20
3.2 Bahan ... 20
3.3 Prosedur Pengujian ... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 22
4.2 Pembahasan ... 23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 25
5.2 Saran ... 25
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit ... 6
2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Beras ... 7
2.3 SNI 01-03741-2002 tentang Standar Mutu Minyak Goreng ... 15
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kromatogram Komposisi Asam Lemak Sebelum
Penggorengan ... 27
2. Kromatogram Komposisi Asam Lemak Setelah
Penggorengan ... 29
vi
Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Beras Abstrak
Minyak nabati adalah minyak yang diperoleh dari tumbuhan, dan digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa, untuk menggoreng dan memasak, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Minyak nabati yang digunakan dalam penggorengan denganwaktu lama dapat menyebabkan kerusakan minyak melalui reaksi hidrolisis, oksidasi dan polimerisasi, dan perubahan ikatan cis menjadi trans. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggorengan terhadap komposisi asam lemak pada minyak beras dan minyak kelapa sawit.
Bahan yang digunakan adalah minyak beras dan minyak kelapa sawit, kentang, NaOH metanolik, BF3, iso-oktan, NaCl dan air. Sampel yang akan
digoreng yaitu kentang. Masing-masing minyak sisa penggorengan dan minyak sebelum penggorengan, dimasukkan dalam vial. Minyak dalam vial ditimbang sebanyak 0,025 gram kedalam tabung reaksi bertutup. Ditambahkan 1,5ml NaOH metanolik 0,5N dipanaskan selama 5 menit, tambahkan BF3 2 ml difortex selama
1-2 menit, dan dipanaskan selama 30 menit. tambahkan 2,5 ml iso-oktan dan difortex kembali selama 1 menit. Tambahkan NaCl jenuh sebanyak 1 ml lalu difortex. Hasil lapisan atas yang terbentuk dimasukkan kedalam vial. Sampel diinjeksi ke alat Gas Cromatography dalam bentuk metil ester sebanyak 1 µl. Kemudian akan terlihat rating time, area (%) dan komposisi asam lemak pada Komputer.
Hasil percobaan komposisi asam lemak, minyak beras mempunyai asam lemak tertinggi sebelum penggorengan antara lain, asam oleat 42,1799%, setelah penggorengan asam asam oleat 42,1096%, sedangkan pada minyak kelapa sawit sebelum penggorengan antara lain, asam palmitat 42,3197%, setelah penggorengan asam palmitat 40,5209%. Terbentuknya perubahan asam lemak cis menjadi trans atau sering disebut asam lemak trans pada minyak beras yaitu 0,0712% setelah penggorengan masih dibawah batas maksimum, karena asam lemak trans tidak lebih dari 1%.
vii
Effect of Fatty Acid Composition Frying Oils Against Rice and Palm Oil Abstract
Vegetable oil is a kind of oils obtained from plants, and used in food as a flavoring, for frying and cooking, adding nutritional value and calories in food. Vegetable oil used in frying pan with a long time can cause damage to oil then cause changes fromcis to trans fatty acids, hydrolysis, oxidation and polymerization. The purpose of this experiment was to determine the effect of frying on the fatty acid compositionin rice oil and palm oil.
The materials used were rice oil and palm oil, potatoes, methanolic NaOH, BF3, iso-octane, NaCl and water. Samples to be fried, namely potatoes. Eachresidual oil before frying and frying oil, place in vials. Oil in the vial was weighed as much as 0,025 grams into transfer test tube. Added 1.5 ml of 0.5 N methanolicNaOH was heated for 5 minutes, add 2 ml BF3 mixed for 1-2 minutes, and heated for 30 minutes. add 2.5 ml of iso-octane and mixed back for 1 minute. Add 1 ml saturated NaCl and mixed. Allowed to stand a few minutes, the results of which form the upper layer was transfer to the vial. The sample was injected was methyl esters 1 µl into gas chromatography. Then, the rating time the gas chromatography of the composition fatty acid determine.
The results of the experiment composition fatty acid highest fatty rice oil before frying, namely 42.1799% oleic acid, after frying 42.1096%, while the palm oil before frying, namely 42.3197%, after frying 40.5209%. Formation changes cis to trans fatty acids or trans fatty acids in the rice oil after frying is still below the maximum limit, because trans fatty acids should not be morethan1%.
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak nabati sangat erat hubungannya dengan manusia. Setiap bahan
minyak nabati memiliki komposisi asam lemak yang berbeda-beda. Minyak
kelapa sawit digunakan sebagai minyak goreng merupakan kebutuhan pokok
masyarakat Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Lemak nabati atau
minyak nabati adalah sejenis minyak yang diperoleh dari tumbuhan dan banyak
digunakan dalam makanan, sebagai pemberi rasa, untuk menggoreng dan
memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan adalah minyak
kelapa sawit, minyak beras, minyak zaitun dan minyak kelapa (Tuminah, 2009).
Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan.
Karena dapat berfungsi sebagai menambah nilai gizi, kalori dalam bahan pangan,
menambah rasa gurih dan medium penghantar panas. Tetapi pemanasan minyak
secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama, akan
menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak. Senyawa
padat tersebut lama kelamaan akan teroksidasi menghasilkan senyawa-senyawa
merugikan kesehatan (Ketaren, 1986).
Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu
dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng, diantaranya terjadinya proses
oksidasi, hidrolisis, polimerisasi dan perubahan asam lemak cis menjadi trans
2
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui “Pengaruh Penggorengan Terhadap Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Beras”. Pengujian dilakukan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Komposisi asam lemak minyak nabati
dapat dianalisis dengan menggunakan Gas Chromatography.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui pengaruh
penggorengan terhadap komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak
beras pada minyak nabati yang dianalisis menggunakan Gas Chromatography
1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari pengaruh penggorengan terhadap
komposisi asam lemak dengan menggunakan Gas Cromatography untuk
3 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lemak
Lemak merupakan triester asam lemak dengan gliserol. Trigliserida alami
adalah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun
utama lemak hewan dan nabati. Lemak tidak dapat larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzen. Lemak dan minyak
dapat dikonsumsi, didalam tubuh lemak berfungsi sebagai sumber energi jika
disimpan dalam jaringan adiposa. (Handajani, 2010).
Titik leleh lemak dan minyak bergantung pada strukturnya, biasanya
meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Semua jenis lemak tersusun dari
asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol, asam lemak tersusun atas jumlah
atom karbon dan hidrogen yang berbeda-beda (Tambunan, 2006)
O O
asam lemak (triester dari gliserol)
Keseragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan asam lemak, yaitu
trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul
asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga molekul asam stearat
4
Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan
komponen asam lemak yang berbeda (Tambunan, 2006).
2.2 Asam lemak
Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang yang
mengandung atom karbon genap mulai dari C-4, tetapi yang paling banyak adalah
C-16 dan C-18. Asam lemak dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada
tidaknya ikatan rangkap dan isomer cis-trans (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).
1. Klasifikasi asam lemak berdasarkan panjang rantai karbon.
Asam lemak ini dibedakan menjadi tiga yaitu (1) asam lemak rantai
pendek (short chain fatty acids) dengan jumlah atom karbon C-4, (2) asam lemak
rantai sedang (medium chain fatty acids) dengan jumlah atom karbon C-10 sampai
C-12, (3) asam lemak rantai panjang (long chain fatty acids), dengan jumlah atom
karbon C-14 atau lebih (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).
2. Klasifikasi asam lemak berdasarkan banyaknya ikatan rangkap.
Asam lemak ini dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak
tidak jenuh. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan
rangkap, hanya mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam
lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak
jenuh. Sedangkan asam lemak tidak jenuh dibedakan menjadi tiga golongan
yaitu, asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acids) dan asam
5
lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (Suhartati, 2013; Tambunan,
2006).
Asam lemak dengan gliserol merupakan penyusun utama minyak nabati dan
merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini banyak
dijumpai pada minyak masak (goreng), margarin atau lemak hewan. Asam lemak
jenuh dan asam lemak tak jenuh berbeda dalam energi yang dikandungnya dan
titik leburnya. Karena asam lemak tak jenuh mengandung ikatan karbon hidrogen
yang lebih sedikit dibandingkan dengan asam lemak jenuh pada jumlah atom
karbon yang sama, asam lemak tak jenuh memiliki energi yang lebih sedikit.
Asam lemak jenuh dapat tersusun dalam susunan yang rapat, sehingga asam
lemak jenuh dapat dibekukan dengan mudah dan berwujud padatan pada
temperatur ruangan. Tetapi ikatan rangkap yang kaku dalam lemak tak jenuh
mengubah kimia dari lemak (Suhartati, 2013).
3. Klasifikasi asam lemak berdasarkan isomer trans-cis.
Isomer dengan kedua bagian dari rantai pada sisi yang sama (cis). Isomer
cismencegah lemak dari penumpukan seperti halnya yang terjadi pada ikatan
jenuh. Hal ini menurunkan gaya intermolekul diantara molekul lemak, sehingga
menyebabkan lemak cis tak jenuh lebih sulit untuk membeku (Suhartati, 2013).
Isomer dengan rantai yang berlawan pada ikatan ganda (isomer trans,
biasanya merupakan produk dari hidrogenasi dari asam lemak tak jenuh. Asam
lemak trans yakni didalam ruminansia, minyak yang dihidrogenasi sebagian
(margarin), dan minyak yang telah dihilangkan baunya terutama minyak yang
6
batas asam lemak trans adalah sekitar 1%, asam lemak trans dapat meningkatkan
LDL juga menurunkan kadar lipoprotein yang protektif HDL dan menaikkan
kadar lipoprotein yang menambah resiko penyakit kardiovaskular (Silalahi dan
Siti Nurbaya 2011; Tuminah, 2009).
2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Nabati 2.3.1 Minyak kelapa sawit
Kelapa sawit mempunyai perikarp kurang dari 80% dan dilapisi kulit yang
tipis 20%, yang kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Kandungan karoten
dalam minyak kelapa sawit mencapai 1000 ppm (Ketaren, 1986).
Minyak kelapa sawit berhubungan dengan nama asam lemak yang
dikandungnya, yakni asam lemak jenuh palmitat (C:16), sedangkan minyak inti
sawit kaya akan asam laurat (C:12) (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011). Komposisi
asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit Komposisi asam lemak Jumlah (%)
Asam lemak jenuh
Asam miristat 2,1 - 2,5 Asam palmitat 40 – 46 Asam stearat 3,6 - 3,7 Asam lemak tidak jenuh
Asam oleat 39 – 45
Asam linoleat 7 – 11
Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
Asam lemak yang rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam
7
hidrokarbonnya disebut asam lemak jenuh. Asam palmitat dan asam oleat
merupakan asam lemak yang dominan dalam minyak sawit, sedangkan asam
lemak linoleat dan asam stearatnya sedikit. Asam palmitat merupakan asam lemak
jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (meelting point) yang tinggi yaitu
64°C. Asam palmitat yang tinggi membuat minyak sawit lebih tahan terhadap
oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam
lemak tidak jenuh rantai panjang dengan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair
asam yaitu 14°C (Zulkifli, 2014).
Manfaat minyak kelapa sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk minyak
makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng,
margarin, buffer, shortening, dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan
pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan minyak
goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti
kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Minyak sawit dapat dimanfaatkan
di berbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup
lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan
baku adalah industri pangan serta industri bukan pangan serta kosmetik dan
farmasi (Fauzi, 2002).
2.3.2 Minyak beras
Minyak beras diperoleh dari proses pengilangan padi. Minyak beras
merupakan bahan utama dalam membuat sereal. Sumber utama dalam pembuatan
minyak beras adalah beras itu sendiri. Komposisi asam lemak minyak beras dapat
8 Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak beras Komposisi asam lemak Jumlah (%)
Asam lemak jenuh
Asam miristat 0,3
Asam palmitat 15
Asam stearat 1,7
Asam arachidat 0,6 Asam lemak tidak jenuh
Asam oleat 42
Asam linoleat 37
Asam linolenat 1,5
Minyak beras terdiri dari lebih dari 90% asam oleat, asam palmitat dan asam
linolenat. Sedangkan 4% diantaranya terdiri atas pospolipid yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan minyak nabati yang lainnya, minyak beras juga memiliki
kandungan lilin (wax) sekitar 1-4% (Tambunan, 2006).
2.4 Sifat Fisiko-Kimia Minyak 2.4.1 Sifat fisika
Sifat-sifat fisika minyak diantaranya adalah warna, kelarutan dan titik
leleh. Zat warna yang terdapat dalam minyak terdiri atas α dan β karoten, klorofil
dan anthosyianin. Zat warna ini yang menyebabkan minyak berwarna kuning,
kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna
merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam
minyak (Ketaren, 1968).
Minyak dan lemak tidak larut dalam air, namun hanya sedikit larut dalam
9
kelarutan minyak ini digunakan untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari
bahan yang mengandung minyak (Ketaren, 1986)
Titik leleh minyak ditentukan pada suhu kamar, minyak akan memadat
dibawah suhu kamar yang sering disebut lemak, dan diatas suhu kamar akan
mencair yang disebut minyak. Pada umumnya minyak atau lemak mengandung
komponen-komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya. Minyak dan lemak
pada umunya memiliki gliserida yang murni. Minyak dan lemak yang umumnya
mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang relatif besar, biasanya
berwujud cair pada temperatur kamar (Ketaren, 1986).
2.4.2 Sifat kimia minyak
Reaksi yang penting pada minyak adalah reaksi hidrolisa, oksidasi dan
hidrogenasi. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan lemak atau
minyak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut,
yang menyebabkan ketengikan pada minyak, seperti reaksi berikut:
CH2- O – CO- R1 R1- COOH CH2 – OH
CH - O - CO - R2 + 3H2O R2- COOH + CH – OH
CH2 - O – CO - R3 R3- COOH CH2 – OH
Triasilgliserol air asam lemak bebas gliserol
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antar sejumlah oksigen
dengan minyak. Terjadinya proses oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik
pada minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan
hidroperoksida (Ketaren, 1986).
Misalnya, bila asam oleat dioksidasi oleh alkali permanganat membentuk
10 CH3(CH)7 – CH = CH (CH2)7COOH + H2O + O
CH3(CH)7 – CH - CH (CH2)7COOH + 3O
OH OH
CH3(CH2)7COOH + HCOO(CH2)7COOH + H2O (Tambunan, 2006).
Reaksi hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan
reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat
oleh asam lemak yang tidak jenuh, yaitu pada ikatan rangkap membentuk radikal
kompleks antara hidrogen, nikel dan asam lemak tak jenuh. Setelah terjadi proses
penguraian nikel dan radikal kompleks asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat
kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi dengan
hidrogen membentuk asam lemak jenuh, seperti reaksi berikut :
-CH=CH-CH2- + H2 Ni -CH2-CH2-CH3
2.5 Standar Mutu Minyak
Pengertian mutu yang pertama lebih mengarah pada tingkat kemurnian
minyak itu sendiri. Kemurnian minyak tersebut dapat diartikan tidak tercampur
dengan minyak nabati lain. Sedangkan pengertian mutu yang kedua mengarah
pada spesifikasi/ penilaian menurut ukuran sesuai standar mutu internasional
(Mangoensoekarjo, 2000).
2.5.1 Bilangan asam
Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan
11
dalam minyak atau lemak. Besarnya bilangan asam bergantung pada kemurnian
minyak atau lemak lemak dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, setelah larutan
dititrasi dengan larutan natrium hidroksida. Jumlah larutan natrium hidroksida
yang digunakan adalah ukuran dari keasaman minyak atau lemak (Ketaren, 1986;
Cocks, dkk,. 1966).
Asam lemak bebas merupakan asam lemak dalam keadaan bebas dan tidak
berikatan lagi dengan gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya
reaksi hidrolisis dan proses oksidasi selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam
bahan pangan asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2%. Oleh sebab itu,
dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan asam lemak bebas serendah
mungkin (Ketaren, 1986).
Perhitungan : Bilangan asam = 56,1 ×N ×v w
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukkan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh mengikat oksigen
pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida yang dapat ditentukan
dengan titrasi iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan
12
peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi dititrasi dengan natrium thiosulfat
(Ketaren, 1986; Cocks, dkk,. 1966).
Perhitungan : 2.6.1 Bilangan penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan
untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Apabila sejumlah contoh
minyak atau lemak disabunkan dengan larutan KOH berlebihan dalam alkohol
maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi
dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal dititrasi
dengan menggunakan asam, sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat
diketahui, seperti reaksi berikut (Ketaren, 1986).
O
13
Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Minyak
yang memiliki berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang
lebih tinggi. Campuran minyak atau lemak dengan larutan KOH didihkan pada
pendingin alir-balik sampai terjadi penyabunan yang lengkap, kemudian larutan
KOH yang tersisa dititrasi dengan larutan HCl (Ketaren, 1986).
2.6.2 Bilangan Iod
Bilangan iod adalah jumlah gram iodin yang dapat diikat oleh 100 gram
lemak atau minyak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak
jenuh akan bereaksi dengan iod atau senyawa-senyawa iod (Ketaren, 1986).
Bilangan iod ditetapkan dengan melarutkan sejumlah contoh minyak atau
lemak (0,1 sampai 0,5 gram) dalam klorofrom atau karbon tetraklorida, kemudian
ditambahkan halogen secara berlebihan. Setelah didiamkan, maka kelebihan dari
iod yang tidak tereaksi diukur dengan mentitrasi laturan campuran dengan natrium
tiosulfat, Atom-atom karbon tidak jenuh dari asam lemak yang menyerap iodin
berdasarkan reaksi sebagai berikut: - CH = CH - + I2 - CHI – CHI -
(Ketaren, 1986).
2.7 Minyak Nabati sebagai Minyak Goreng
Minyak merupakan kebutuhan manusia yang setiap harinya digunakan
sebagai medium penggorengan bahan pangan, seperti keripik kentang.
Menggoreng bahan pangan banyak dilakukan yang merupakan suatu metode
memasak bahan pangan. Banyaknya jumlah permintaan akan bahan pangan
14
bahan pangan digoreng yang dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala
tingkat usia (Ketaren, 1986).
Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari serealia (jagung,
gandum, beras, dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah,
dan lain-lain), palma-palmaan (kelapa dan kelapa sawit), dan biji-bijian (biji
bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji kakao, dan lain-lain). Tidak
semua minyak nabati dapat dipakai untuk menggoreng (Ketaren, 1986).
Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan
Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi
dari SNI 01-3741-1995, menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng seperti
pada Tabel 2.3.
Minyak yang termasuk golongan setengah mengering (semi drying oil)
misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari tidak
dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena jika minyak
tersebut kontak dengan udara pada suhu tinggi akan mudah teroksidasi sehingga
berbau tengik. Minyak yang dipakai menggoreng adalah minyak yang tergolong
dalam kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk lapisan
keras bila dibiarkan mengering di udara, contohnya adalah minyak sawit (Ketaren,
1986).
Minyak jagung, minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari tidak dapat
digunakan dalam proses penggorengan, karena minnyak tersebut jika kontak
langsung dengan udara pada suhu tinggi, akan cepat mengalami oksidasi sehingga
15
Dalam memilih minyak goreng ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan,
yaitu:
1. Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan ekonomis.
2. Tahan terhadap tekanan oksidatif.
3. Memiliki kualitas seragam.
4. Mudah untuk digunakanmaupun dari kemudahan pengemasan.
5. Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan pengaruh
pada permukaan produk
Tabel 2.3 Standar Mutu Minyak Goreng
KRITERIA UJI SATUAN SYARAT
Keadaan bau, warna dan rasa - Normal
Air % b/b Maks 0,30
Asam lemak bebas (dihitung
sebagai asam laurat) % b/b Maks 0,30
Bahan Makanan Tambahan Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88
Catatan * Dalam kemasan kaleng Sumber :SNI 01-3741-2002
2.7.1 Proses menggoreng
Penggorengan merupakan salah satu proses olahan pangan yang sangat
populer. Penggorengan dapat didefinisikan sebagai proses pemasakan dan
16
panas. Ketika bahan pangan digoreng menggunakan minyak goreng panas banyak
reaksi kompleks terjadi didalam minyak dan pada saat itu minyak akan mulai
mengalami kerusakan. Selama penggorengan minyak dalam kondisi suhu tinggi,
adanya udara dan air yang dikandung oleh bahan menyebabkan minyak
mengalami kerusakan (Ketaren, 1986).
Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan
menggunakan lemak atau minyak pangan. Prosesnya diawali dengan memasukkan
minyak goreng kedalam ketel penggorengan, kemudian dipanaskan selanjutnya
dimasukkan bahan yang akan digoreng. Dari ketel akan diperoleh hasil gorengan,
uap yang dihasilkan dari lemak, serta hasil samping lemak akibat pemanasan dan
penggorengan serta kerak. Berbagai faktor mempengaruhi kondisi penggorengan
dalam ketel, yaitu pemanasan dengan adanya udara, minyak yang kelewat panas
(local over heating of fat), kontak lemak dengan logam dari ketel, kontak bahan
pangan dengan minyak, adanya kerak dan partikel yang gosong. Dari faktor-faktor
tersebut, maka pemanasan dengan adanya udara merupakan faktor yang sangat
berpengaruh (Ketaren, 1986).
Penggorengan yang berulang-ulang akan menyebabkan minyak berbau
tengik, cita rasa dari makanan akan berkurang. Penggorengan berulang tersebut
menyebabkan munculnya asam lemak trans yang menggangu kesehatan. Asam
lemak trans akan bersaing dengan asam lemak esensial dan memicu defisiensi
asam lemak esensial, yang secara struktual sama dengan asam lemak jenuh
17
Sistem menggoreng bahan pangan pada umumnya terdapat dua cara, yaitu :
(1) Proses gangsa (pan frying) dapat menggunakan minyak dengan titik asap yang
lebih rendah, karena suhu pemanasan yang digunakan umumnya lebih rendah dari
suhu pemanasan pada sistem deep frying. Ciri khas dari proses “gangsa” ialah
bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak. Minyak yang
digunakan pada sistem ini adalah minyak kelapa, mentega, margarin, minyak
olive, dan lemak ayam. Khususnya mentega dan margarin, menghasilkan cita rasa
yang enak pada bahan pangan yang digoreng. (2) Proses penggorengan dengan
sistem deep frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan
tidak terbentuk asap. Jika pada proses penggorengan terbentuk asap maka ini
berarti, lemak tersebut mengalami dekomposisi sehingga mengakibatkan bau dan
rasa yang tidak enak (Ketaren, 1986).
2.7.2 Kerusakan minyak goreng selama pemanasan
Kerusakan minyak goreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari
bahan pangan yang digoreng, minyak tersebut rusak akibat adanya proses oksidasi
dan polimerisasi yang menyebabkan kerusakan vitamin dan asam lemak esensial
yang terdapat dalam minyak (Ketaren, 1986)
Kerusakan minyak yang terjadi diantarnya oksidasi, hidrolisis dan
polimerisasi. Asam lemak tak jenuh biasanya mengalami oksidasi pada ikatan
rangkapnya. Oksidasi adalah penguraian minyak oleh udara, sebagai hasil
oksidasinya adalah senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta
senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Hidrolisis adalah
18
Senyawa polimer terjadi karena reaksi dari polimerisasi adisi dari asam lemak
tidak jenuh, yang ditandai dengan terbentuknya bahan yang menyerupai gum yang
mengendap didasar ketel atau wadah penggorengan (Ketaren, 1986).
2.8 Analisis Komposisi Asam Lemak dengan Gas Chromatography
Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan untuk senyawa yang mudah
menguap (stabil terhadap panas). Bagian-bagian dari kromatografi gas (1) Tabung
gas pembawa, (2) Pengontrolan aliran dan regulator tekanan, (3) Injection port
(tempat injeksi sampel), (4) Kolom, (5) Detektor(6) Rekorder (pencatat) (Mulja,
1994; Panagan, dkk,. 2011).
Analisis komposisi asam lemak dari lemak biasanya dianalisis dengan
kromatografi gas. Lemak yang diperoleh dari sampel makanan memiliki struktur
yang kompleks yang terdiri dari triasilgliserol, phospolipid dan sterol. Asam
lemak dalam lemak dihidrolisis menjadi metil ester yang berhubungan dengan
berbagai metode derivatisasi agar stabil untuk analisis GC, karena yang dianalisis
adalah asam lemak. Pembuatan asam lemak metil ester dari sampel lemak dengan
katalisator boron trifluorida dalam metanol. Dalam metode ini, sampel lemak
pertama disaponifikasi dengan kelebihan NaOH dalam metanol. Asam lemak
dibebaskan dengan adanya BF3 dalam metanol. Dihasilkan asam lemak metil ester
diekstrak dengan pelarut organik (isooktan atau heksana), dihomogenkan sampai
terbentuk lapisan atas dimasukkan kedalam vial dan kemudian dimasukkan
kedalam bagian alat GC, diinjeksikan kedalam injektor, aliran gas akan membawa
19
dideteksi oleh detektor. Komponen tersebut berupa metil ester, lalu dianalisis
sehingga memberikan sinyal yang kemudian dicatat pada rekorder dan berupa
20 BAB III
METODE PENGUJIAN 3.1 Alat
Alat yang digunakan adalah gelas ukur, kompor gas, wajan, saringan,
baskom, pisau, beker gelas, tabung reaksi bertutup, hot plate, sentrifuse, vial, pipet
volume, pipet mikro dan gas Chromatography, dapat dilihat pada Lampiran
gambar.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan NaOH metanolik, BF3, iso-oktan, NaCl, minyak
beras, minyak kelapa sawit dan kentang, dapat dilihat pada Lampiran gambar.
3.3 Prosedur Pengujian
Analisa komposisi asam lemak pada minyak nabati dilakukan sebelum dan
sesudah penggorengan, dengan tujuan untuk membandingkan komposisi asam
lemak dan perubahan asam lemak cis-trans (asam lemak trans) pada minyak beras
dan minyak kelapa sawit.
Disiapkan kurang lebih 100 ml sampel minyak nabati, masukkan kedalam
wajan lakukan penggorengan kentang sebanyak empat kali. Sisa minyak
penggorengan dan sebelum penggorengan dimasukkan dalam vial, lalu ditimbang
kurang lebih 0,025 gram dimasukkan kedalam tabung reaksi bertutup, tambahkan
1,5 ml NaOH metanolik 0,5 N (2,9 gr NaOH dilarutkan dalam 500 ml metanol
21
dinginkan tabung ke suhu kamar tambahkan BF3 2 ml, difortex selama 1-2 menit,
dan dipanaskan kembali pada suhu 100°C selama 30 menit. Didinginkan tabung
ke suhu kamar, tambahkan 2,5 ml iso-oktan dan fortex kembali tabung selama 1
menit. Tambahkan NaCl jenuh sebanyak 1 ml lalu difortex. Hasil lapisan atas
yang terbentuk dimasukkan kedalam vial. Sampel diinjeksi ke alat Gas
Cromatography. Sampel yang diinjeksikan dalam bentuk metil ester sebanyak 1
µ� kedalam Gas Cromatography, akan muncul pada komputer peak, rating time,
area (%) dan komponen asam lemak. Komponen asam lemak dilihat pada
22 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
Kromatogram komposisi asam lemak sebelum penggorengan dapat dilihat
pada Lampiran 1 dan sesudah penggorengan dapat dilihat pada Lampiran 2 yang
disertai dengan peak, rating time, area (%) dan nama komposisi asam lemak.
Komposisi asam lemak sebelum dan sesudah penggorengan dapat dilihat pada
Tabel 4.4
Tabel 4.4 Hasil komposisi asam lemak minyak beras dan minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah penggorengan
N O
Nama Asam Lemak
Takaran Saji dalam 100% Nama Minyak
Minyak Beras Minyak Kelapa Sawit
23 4.2 Pembahasan
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh kadar setiap komposisi asam lemak dari
berbagai minyak nabati sebelum dan sesudah penggorengan. Minyak beras
memiliki komposisi asam lemak tertinggi yaitu asam oleat sekitar 42,1799%
(sebelum penggorengan) dan 42,1096% (sesudah penggorengan), dan memiliki
komposisi asam lemak terendah yaitu asam laurat sekitar 0,0218% (sebelum
penggorengan) dan 0,0211 (sesudah penggorengan), sedangkan minyak kelapa
sawit memiliki komposisi asam lemak tertinggi yaitu asam palmitat sekitar
42,3197% (sebelum penggorengan) dan 40,5209% (sesudah penggorengan) dan
memiliki komposisi asam lemak terendah yaitu asam eikosinoat sekitar 0,3784%
(sebelum penggorengan) dan 0,1600% (sesudah penggorengan). Minyak beras
yang belum digunakan dalam penggorengan belum terdapat asam lemak trans,
namun, setelah penggorenganterbentuk asam lemak trans yaitu sekitar 0,0712%,
sedangkan minyak kelapa sawit tidak terdapat asam lemak trans.
Berdasarkan (Ketaren 1986), minyak beras memiliki komposisi asam lemak
tertinggi yaitu asam oleat sekitar 43,0%, minyak kelapa sawit memiliki
komposisiasam lemak tertinggi yaitu asam palmitat sekitar 40-46%, hal ini sesuai
dengan percobaan yang dilakukan.
Setelah dilakukan penggorengan terjadi kenaikan dan penurunan setiap
komposisi asam lemak dari masing-masing minyak nabati. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi. Pada percobaan ini
24
dan oksidasi, karena bahan pangan yang digunakan dalam proses penggorengan
adalah kentang, yang kontak langsung dengan air dan udara.
Penggorengan berulang menyebabkan munculnya asam lemak trans. Asam
lemak trans akan bersaing dengan asam lemak esensial dan memicu defisiensi
asam lemak esensial. Maka minyak beras yang mengandung asam lemak trans
masih dibawah batas maksimum karena atas kadar maksimum asam lemak trans
25 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Pengaruh penggorengan pada minyak nabati menyebakan kenaikan dan
penurunan komposisi asam lemak minyak tersebut. Minyak beras memiliki
komposisi asam lemak tertinggi yaitu asam oleat sekitar 42,1799% (sebelum
penggorengan) dan 42,1096% (sesudah penggorengan) dan minyak kelapa sawit
memiliki komposisi asam lemak tertinggi yaitu asam palmitat sekitar 42,3197%
(sebelum penggorengan) dan 40,5209% (sesudah penggorengan). Pengaruh
penggorengan dalam minyak juga menyebabkan terbentuknya asam lemak trans,
asam lemak trans terbentuk pada minyak beras setelah penggorengan sekitar
0,0712%.
5.2 Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan kepada peneliti selanjutnya hendaknya
dilakukan pengujian terhadap parameter standar mutu minyak nabati yang lain
seperti penetapan bilangan peroksida dan karateristik minyak seperti bilangan
iodine, bilangan penyabunan ataupun kekentalan (viskositas) untuk lebih
26
DAFTAR PUSTAKA
SNI 01-3741-2002. Standar Mutu Minyak Goreng. Badan Standarisasi Nasional.
Cocks, L., dan Rede, C. (1966). Laboratory Handbook for Oil and Fats Analylists. New York: Academic Press. Page.118,129.
Fauzi, Y. (2002). Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal.132-141.
Handajani, H. (2010). Nutrisi Ikan. Malang: UMM Press. Hal.106-107.
Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Hal. 34-40, 65.
Mangoensoekarjo, S. (2000). Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Jakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 33.
Mulja, M. (1994). Perkembangan Instrumentasi Kromatografi Gas. Jakarta: Airlangga University Press. Hal. 16.
Panagan, A.T., Yohandini, H., dan Gultom, J.U. (2011). Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Asam Lemak Jenuh Omega-3 dari Minyak Ikan Patin (Pangasius pangasius) dengan Metoda Kromatografi Gas. Jurnal Penelitian Sains. 14 (4): 39
Silalahi, J., dan Siti Nurbaya. (2011). Komposisi, Distribusi dan Sifat Aterogenik Asam Lemak dalam Minyak Kelapa dan Kelapa Sawit. 11: 454-456.
Suhartati, F. (2013). Asam Lemak Linoleat Terkonjugasi. Magelang: UPT. Percetakan dan Penerbitan Unsoed. Hal.5-7.
Tambunan, R. (2006). Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hal. 12-13, 27, 60.
Tuminah, S. (2009). Efek Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak Tenuh “trans” Terhadap Kesehatan. 19: 14.
Wrolstad, R.E., Acree, T.E., Decker, E.A., Penner, M.H., Reid, D.S., Schwartz, S.J., Shoemaker, C.F., Smith, D., dan Sporns, P. (2005). Handbook of Food Analytical Chemistry (Water, Proteins, Enzymes, Lipids, and Carbohydrates). New Jersey: Willey-Intersience. Page. 437.
27
29
31
LAMPIRAN GAMBAR
Minyak beras dan minyak kelapa sawit Proses penggorengan
Minyak sebelum dan sesudah komposisi Bahan analisis komposisi
32
Pemanasan uji komposisi asam lemak Sentrifuse untuk menghomogenkan sampel