• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Sifat Kimia Tanah Inceptisol Pada Kebun Inti Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Di Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Sifat Kimia Tanah Inceptisol Pada Kebun Inti Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Di Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

i

EVALUASI SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL PADA KEBUN INTI TANAMAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) DI KECAMATAN SALAK

KABUPATEN PAKPAK BHARAT

SKRIPSI

OLEH :

RYAN ARVIANDI 090301070 ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

EVALUASI SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL PADA KEBUN INTI TANAMAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) DI KECAMATAN SALAK

KABUPATEN PAKPAK BHARAT

SKRIPSI

OLEH :

RYAN ARVIANDI 090301070 ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

iii

Judul : Evaluasi Sifat Kimia Tanah Inceptisol Pada Kebun Inti Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Di Kecamatan Salak

Kabupaten Pakpak Bharat Nama : Ryan Arviandi

Nim : 090301070 Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP

Ketua Anggota

(4)

ABSTRAK

RYAN ARVIANDI: EVALUASI SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL PADA KEBUN INTI TANAMAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) DI KECAMATAN SALAK KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Dibimbing oleh ABDUL RAUF dan GANTAR SITANGGANG.

Evaluasi sifat kimia tanah merupakan salah satu cara untuk dapat mengetahui kesuburan tanah dan teknik pengelolaan yang akan dilakukan pada suatu areal lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat kimia tanah (pH, N, P, K, KTK, C-ORGANIK, ALdd) berdasarkan posisi lahan di Kebun Inti Tanaman Gambir Kabupaten Pakpak Bharat. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Inti Tanaman Gambir Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara pada bulan Maret 2013 sampai Juni 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan melakukan survei dan pengambilan sampel tanah berdasarkan posisi lahan yaitu pada bagian puncak bukit, lereng bukit dan bagian lembah. Hasil penelitian menunjukkan Status hara N dan C- Organik tanah di Kebun Inti Tanaman Gambir Kabupaten Pakpak Bharat cenderung meningkat pada bagian lembah dibandingkan dengan bagian puncak bukit dan lereng bukit. Sementara untuk nilai pH, KTK, P dan Al-dd tanah relatif sama, sedangkan untuk status hara K tanah cenderung menurun.

Kata kunci : posisi lahan, sifat kimia tanah, tanaman gambir (Uncaria gambir

(5)

v

ABSTRACT

RYAN ARVIANDI: Evaluation of Soil Chemical Inceptisol in Gambir Garden Core Plant (Uncaria gambir Roxb) in the District Of Salak Pakpak Bharat Regency. Guided by ABDUL RAUF and GANTAR SITANGGANG.

Evaluation of soil chemical is one way to determine soil fertility and management techniques that will be performed on an area of land. This study aimed to evaluate the soil chemical (pH, N, P, K, CEC, ORGANIC CARBON, ALdd) based on land position on the core Gambir Garden Pakpak Bharat District. The research was conducted in Gambir Garden Pakpak Bharat District, North Sumatra in March 2013 to June 2013. The method used in this research is descriptive method by conducting surveys and soil sampling based land position that is on the top of the hill, hillside and part of the valley. The results show the nutrient status of the soil organic N and C in Garden Plant Nucleus Gambir Pakpak Bharat tends to rise in the valley compared to the top of the hill and the hillside. As for the value of pH, CEC, P and Al-dd land is relatively the same, while for K nutrient status of the soil tends to decrease.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 22 Desember 1990 dari Ayah Parlindungan Siregar dan Ibu Yulinda Sofiani. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Kartika I-I, Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Ujian Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (UMBPTN). Penulis memilih program studi Agroekoteknologi minat Ilmu Tanah Fakultas Pertanian.

Selama perkuliahan, penulis aktif di Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Evaluasi Sifat Kimia Tanah Inceptisol Pada Kebun Inti Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Di Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Gantar Sitanggang selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian proposal ini.

Di samping itu, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua Dosen Staf Pengajar dan Pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, serta teman-teman stambuk 2009 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2014

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN

Aluminium Yang Dapat Dipertukarkan ... 12

Budidaya Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) ... 14

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian... 19

Pelaksanaan Penelitian ... 20

Persiapan Awal... 20

(9)

ix HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian ... 22

pH Tanah ... 22

N-Total Tanah ... 22

P-Tersedia Tanah ... 23

K-Tukar Tanah ... 24

Kapasitas Tukar Kation... 25

C-Organik Tanah ... 26

Aldd... 27

Pembahasan ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 36 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

pH Tanah Dari Setiap Unit Lahan ... N-total tanah (%) dari setiap unit lahan ... P-tersedia tanah (ppm) dari setiap unit lahan ... K-tukar tanah (me/100 g) dari setiap unit lahan ... Kapasitas tukar kationtanah (me/100 g) dari unit lahan ... C-organik tanah (%) dari setiap unit lahan ... Al-dd tanah (me/100 g) dari setiap unit lahan ...

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Data hasil analisis pH tanah dari setiap posisi lahan pada tanah lapisan atas (0-20 cm) ... 37 2. Data hasil analisis pH tanah dari setiap posisi lahan pada tanah

lapisan bawah (20-40 cm) ... 37 3. Data hasil analisis N-total (%) tanah dari setiap posisi lahan pada

tanah lapisan atas (0-20 cm) ... 37 4. Data hasil analisis N-total (%) tanah dari setiap posisi lahan pada

tanah lapisan bawah (20-40 cm) ... 37 5. Data hasil analisis P-tersedia (ppm) tanah dari setiap posisi lahan

pada tanah lapisan atas (0-20 cm) ... 37 6. Data hasil analisis P-tersedia (ppm) tanah dari setiap posisi lahan

pada tanah lapisan bawah (20-40 cm) ... 38 7. Data hasil analisis K-tukar (me/100 g) tanah dari setiap posisi

lahan pada tanah lapisan atas (0-20 cm) ... 38 8. Data hasil analisis K-tukar (me/100 g) tanah dari setiap posisi

lahan pada tanah lapisan bawah (20-40 cm) ... 38 9. Data hasil analisis KTK (me/100 g) tanah dari setiap posisi lahan

pada tanah lapisan atas (0-20 cm) ... 38 10. Data hasil analisis KTK (me/100 g) tanah dari setiap posisi lahan

pada tanah lapisan bawah (20-40 cm) ... 38 11. Data hasil analisis C-Organik (%) tanah dari setiap posisi lahan

pada tanah lapisan atas (0-20 cm) ... 39 12. Data hasil analisis C-Organik (%) tanah dari setiap posisi lahan

pada tanah lapisan bawah (20-40 cm) ... 39 13. Data hasil analisis Aldd (me/100 g) tanah dari setiap posisi lahan

(12)

14. Data hasil analisis Aldd (me/100 g) tanah dari setiap posisi lahan

pada tanah lapisan atas (20-40 cm) ... 39

15. Kriteria Penilaian Hasil Analisis tanah ... 40

16. Data Lokasi Titik Pengambilan Sampel Tanah ... 41

17. Peta Lokasi Kebun... 41

18. Peta Jenis Tanah Kebun Inti Gambir ... 42

19. Peta Lokasi Pengambilan Sampel ... 42

20. Gambar Areal Kebun Inti Gambir ... 43

(13)

xiii

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi serta prospek yang baik bagi petani maupun pemasok devisa negara. Produk tanaman gambir adalah getahnya yang diperoleh dari ekstrak daun dan ranting muda yang terlebih dahulu direbus dan terakhir dikeringkan. Gambir termasuk tanaman khas di daerah Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Dairi serta Humbang Hasundutan dan umumnya di daera tropis. Di Indonesia umumnya gambir digunakan untuk Industri bahan pewarna tekstil. Menurut Agoes (2010), gambir juga dapat digunakan untuk campuran obat seperti untuk obat luka bakar, sakit kepala, diare, disentri, kumur-kumur, sariawan, sakit kulit (dibalurkan), penyamak kulit dan menyirih.

Kabupaten Pakpak Bharat merupakan penghasil gambir terbesar di provinsi Sumatera Utara setelah Kabupaten Dairi, Deli Serdang, Tapanuli Tengah dan Mandailing Natal. Menurut BPS (2010), negara tujuan ekspor gambir adalah India, Bangladesh, Singapura, Malaysia, Jepang dan beberapa Negara Eropa dengan volume ekspor tercatat 18.360,21 ton dan perolehan devisa sebesar 38,17 juta Dolar AS. Volume ekspor gambir Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, sehingga dapat diperkirakan bahwa tanaman gambir mempunyai prospek masa depan yang cerah.

(14)

sebesar 1.523 ton dengan luas areal tanaman produktif sebesar 909 hektar yang merupakan perkebunan rakyat dimana hampir seluruhnya dikembangkan di lahan perbukitan dan lahan miring serta dengan teknik pengelolaan yang sangat sederhana. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten pakpak

bharat untuk meningkatkan produksi gambir yaitu dengan membuat kebun percontohan seluas 100 hektar sebagai Kebun Inti Tanaman Gambir.

Kebun inti tanaman gambir terdapat pada tanah inceptisol dengan topografi berlereng hingga berbukit . Untuk itu perlu dilakukan analisis status hara tanah sehingga kita dapat mengetahui tindakan pengelolaan yang akan dilakukan agar tanaman gambir tersebut dapat berproduksi secara optimal. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian tentang sifat kimia tanah inceptisol yang ada di kebun inti gambir tersebut sehingga dapat mengetahui tingkat kesuburan tanah dan sejauh mana pengolahan yang dapat dilakukan pada tanah tersebut agar tanaman gambir tumbuh dan dapat menghasilkan produksi secara optimum.

Tujuan Penelitian

Untuk mengevaluasi beberapa sifat kimia tanah pada Kebun Inti Tanaman Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) di Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan, khususnya untuk Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat.

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

(15)

xv

Kabupaten Pakpak Bharat

Kabupaten Pakpak Bharat merupakan salah satu kabupaten baru yang terbentuk pada tahun 2003 dengan luas 135.610 Ha yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Dairi di Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis, kabupaten Pakpak Bharat terletak pada 02°15’00” - 03°32’00” LU dan 96°00’ - 98°31’ BT dan berada pada ketinggian rata-rata 250-1.400m dari permukaan laut dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 18o sampai 28oC dan mempunyai kemiringan lereng yang beragam mulai dari datar sampai sangat curam (Pemkab Pakpak Bharat, 2012).

Daerah kabupaten Pakpak Bharat tergolong daerah agraris dimana sektor pertanian lebih dominan dari sektor lainnya, oleh karenanya kabupaten Pakpak Bharat meningkatkan potensi sektor pertanian terutama gambir dan kemenyan sebagai pilar perekonomiannya. Selain itu, daerah ini juga punya potensi kopi Arabica, karet, kelapa sawit dan kayu manis. Tanaman buah seperti nenas dan jeruk juga tumbuh subur dan bisa dioptimalkan (Manan, 2008).

Sifat dan Ciri Tanah Inceptisol

(16)

Reaksi tanah Inseptisol ada yang masam sampai agak masam (pH 4,6 – 5,5) dan agak masam sampai netral (pH 5,6 – 6,8). Kandungan bahan

organik sebagian rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kandungan bahan organik paling atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah dengan ratio C/N tergolong rendah (5 - 10) sampai sedang (10 - 18). Kandungan P potensial rendah sampai tinggi dan K potensial sangat rendah sampai sedang. Kandungan P potensial umumnya lebih tinggi dari pada K potensial, baik lapisan atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa dapat tukar diseluruh lapisan tergolong sedang sampai tinggi. Kompleks absorbs didominasi ion Mg dan Ca, dengan kandungan ion K relatif rendah. Tanah Inseptisol didominasi oleh kandungan liat yang relatif tinggi sehingga fiksasi kalium sangat kuat yang mengakibatkan konsentrasi kalium pada larutan tanah berkurang. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang sampai tinggi disemua lapisan. Kejenuhan basa (KB) rendah sampai tinggi. Secara umum disimpulkan kesuburan alami Inceptisol bervariasi dari rendah sampai tinggi (Damanik et al., 2011).

(17)

xvii

Sifat Kimia Tanah

Kemasaman Tanah (pH Tanah)

Reaksi tanah atau pH tanah di lapangan dibagi dalam tiga keadaan, yaitu reaksi masam, reaksi netral dan reaksi basa atau reaksi alkali. Reaksi ini secara umum dinyatakan dengan pH tanah, yaitu dari 0 – 14. Pengetahuan untuk reaksi tanah penting karena rekasi tanah (pH) banyak dipertimbangkan dalam pemupukan, pengapuran, dan perbaikan keadaan kimia dan fisik tanah. Adapun pH tanah adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion – ion H bebas dalam larutan tanah sehingga konsentrasi ion dalam tanah dinyatakan dalam gram ion oer liter. Di dalam tanah pada sebagian dari molekul air akan terjadi ionisasi menjadi ion hidrogen (H+) dan ion hidroksil (OH-), seperti berikut :

H2O (air) H+ dan OH -(Hakim,dkk, 1986).

Nilai pH tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah yang komplit sekali, antara lain adalah kejenuhan basa, sifat misel (koloid) tanah, macam kation jerapan. Kejenuhan basa adalah perbandingan antara kation basa dengan jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada koloid tanah. Semakin kecil kejenuhan basa maka semakin masam reaksi tanah tersebut atau dengan kata lain pH semakin rendah (Hakim, dkk, 1986).

(18)

(humus), mengandung gugus hidroksil dan karboksil reaktif sebagai asam lemah yang membebaskan H+. Kandungan bahan organik tanah yang beragam dipengaruhi oleh faktor lingkungan, vegetasi dan tanah. Sehingga sumbangannya terhadap kemasaman tanah juga beragam (Damanik et al., 2011).

Unsur Hara Nitrogen

Unsur Nitrogen dari dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik dan sisa-sisa tanaman maupun binatang, pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat) dan air hujan (Hanafiah, 2005). Bahan organik mengandung protein (N organik), selanjutnya dalam dekomposisi bahan organik protein akan dilapuki oleh jasad-jasad renik menjadi asam-asam amino, kemudian menjadi

ammonium (NH4) dan nitrat (NO3) yang larut di dalam tanah. Bakteri yang berperan dalam dekomposisi ini adalah bakteri-bakteri nitrifikasi.

Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan seluruh tanaman berwarna pucat kekuningan, pertumbuhan lambat dan kerdil, perkembangan buah tidak sempurna dan masak sebelum waktunya(Damanik et al., 2011).

Nitrogen di dalam tanaman dijumpai baik dalam bentuk anorganik maupun organik, yang berkombinasi dengan C,H, O, dan kadang-kadang dengan S membentuk asam amino, enzim, asam nukleat, klorofil dan alkaloid. Walaupun N anorganik terakumulasi dalam bentuk nitrat , akan tetapi bentuk N organik tetap dominan di dalam tanaman sebagai senyawa protein yang mempunyai berat molekul tinggi (Winarso, 2005).

(19)

xix

dekomposisi lebih banyak terakumulasi dalam bentuk NH4+, karena proses nitrifikasi membentuk NO3- terhambat pada pH < 5,39 dan akan optimum ketersediaan N dalam bentuk NO3- pada pH > 6,0 (Barchia, 2009).

Unsur Hara Fosfor

Fosfor (P) termasuk unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Apabila kekurangan unsur P, pertumbuhan tanaman akan terhambat, daun menjadi tipis, kecil dan tidak mengkilat, daun dan buah rontok sebelum waktunya, batangnya menjadi gopong (lubang di tengah), terkadang terdapat bercak pada tepi atau ujung daun (nekrosis). Fungsi penting P lainnya adalah sebagai penyusun adenosin triphosphate (ATP) yang terkait dalam metabolisme tumbuhan (Dobermann and Fairhurst, 2000). Unsur P dibedakan menjadi P organik yang berasal dari sisa tanaman, hewan dan mikroorganisme serta P anorganik yang berasal dari mineral batuan.

Unsur hara fosfor (P) adalah unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian P

di dalam tanah umumnya tidak tersedia untuk tanaman, meskipun jumlah totalnya lebih besar daripada nitrogen. Sumber utama P di dalam tanah terdiri dari

bentuk organik dan anorganik. P organik tanah contohnya antara lain: asam nukleat, fitin dan turunannya, fosfolipid, fosfoprotein, inositol fosfat dan

fosfat metabolik. Sementara P anorganik berasal dari kerak bumi, dan hasil dari pelapukan batuan dan mineral yang mengandung fosfor seperti mineral apatit

dan kandungannya mencapai 0,12% P (Damanik et al, 2011).

(20)

diberikan kedalam tanah tidak dapat digunakan tanaman karena bereaksi dengan bahan-bahan tanah lainnya sehingga tidak dapat digunakan tanaman.

Sehingga nilai efisiensi pemupukan P pada umumnya rendah hingga sangat rendah. Tanaman menyerap sebagian besar unsur hara P dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-). Sejumlah kecil diserap dalam bentuk ion fosfat sekunder (HPO4-2). Kemasaman tanah (pH) sangat besar pengaruhnya terhadap

perbandingan serapan ion-ion tersebut, yaitu semakin masam kadar H2PO4- makin besar sehingga makin banyak yang diserap tanaman dibandingkan dengan

HPO4-2. Sebagian besar tanah mempunyai pH dibawah 7, sehingga konsentrasi H2PO4- lebih dominan dibandingkan dengan HPO4-2. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tanaman lebih banyak menyerap bentuk H2PO4 -dibandingkan HPO4-2. Bentuk-bentuk P yang lain juga ada yang diserap tanaman akan tetapi jumlahnya sangat sedikit (Winarso, 2005).

Unsur Hara Kalium

Kalium adalah unsur hara makro ketiga yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak setelah nitrogen dan fosfor. Kadar kalium total di dalam tanah pada umumnya cukup tinggi, dan diperkirakan mencapai 2,6% dari total berat tanah, tetapi kalium yang tersedia di dalam tanah cukup rendah. Pemupukan hara nitrogen dan fosfor dalam jumlah besar turut memperbesar serapan kalium dari dalam tanah, ditambah lagi pencucian dan erosi menyebabkan kehilangan kalium semakin besar (Damanik, et al, 2011).

(21)

xxi

fotosintesis akan turun, akan tetapi respirasi tanaman akan meningkat. Kejadian ii akan menyebabkan banyak karbohidrat yang ada dalam jaringan tanaman tersebut digunakan untuk mendapatkan energi untuk aktivitas-ativitasnya sehingga pembentukan bagian-bagian tanaman akan berkurang akhirnya pertumbuhan dan produksi tanaman berkurang (Winarso, 2005).

Kalium mempunyai fungsi antara lain membentuk dan mengangkut karbohidrat, sebagai katalisator dalam pembentukan protein, menetralkan reaksi dalam sel terutama dari asam organik, menaikkan pertumbuhan jaringan meristem, memperkuat tegaknya batang sehingga tidak roboh. Selain hal-hal di atas kalium juga berperan meningkatkan kualitas umbi, mengaktifkan enzim baik secara langsung maupun tidak langsung dan membantu perkembangan akar (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas mineral liat menjerap dan mempertukarkan kation disebut Kapasitas Tukar Kation (KTK). Tanah Inceptisol didominasi oleh kandungan liat yang relatif tinggi sehingga fiksasi kalium sangat kuat yang mengakibatkan konsentrasi kalium pada larutan tanah berkurang. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang sampai tinggi disemua lapisan. (Winarso, 2005)

(22)

dilepaskan oleh akar tanaman. Kation-kation yang berupa unsur hara itu kemudian larut dalam air tanah dan diisap oleh tanaman.

Besarnya KTK suatu tanah dapat ditentukan oleh faktor- faktor berikut: 1. Tekstur tanah

Tanah yang memiliki tekstur tanah liat akan memiliki nilai KTK yang lebih besar dibandingkan tanah yang memiliki tekstur tanah pasir. Hal ini karena liat merupakan koloid tanah.

2. Kadar Bahan Organik

Oleh karena sebagian besar bahan organic merupakan humus yang berperan sebagai koloid tanah, maka semakin banyak bahan organic akan semakim besar nilai KTK tanah.

3. Jenis mineral liat yang terkandung di dalam tanah. (Winarso, 2005)

C-Organik Tanah

(23)

xxiii

membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran

Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar didekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan; dan bahan organik yang mudah didekomposisikan karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O, dan H, termasuk di dalamnya adalah senyawa dari selulosa, pati, gula dan senyawa protein (Hanafiah, 2005)

Dari berbagai aspek tersebut, jika kandungan bahan organik tanah cukup, maka kerusakan tanah dapat diminimalkan, bahkan dapat dihindari. Jumlah bahan organik di dalam tanah dapat berkurang hingga 35% untuk tanah yang ditanami secara terus menerus dibandingkan dengan tanah yang belum ditanami atau belum dijamah. Untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah agar tidak menurun, diperlukan minimal 8 – 9 ton per ha bahan organik tiap tahunnya. Hairiah et al. (2000) mengemukakan beberapa cara untuk mendapatkan bahan organik :

1. Pengembalian sisa panen

(24)

kebutuhan bahan organik minimum. Oleh karena itu, masukan bahan organik dari sumber lain tetap diperlukan.

2. Pemberian pupuk kandang

Pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan peliharaan seperti sapi, kambing, kerbau dan ayam, atau bisa juga dari hewan liar seperti kelelawar atau burung dapat dipergunakan untuk menambah kandungan bahan organik tanah. Pengadaan atau penyediaan kotoran hewan seringkali sulit dilakukan karena memerlukan biaya transportasi yang besar.

(25)

xxv

Aluminium Dapat Ditukar (Al-dd) Tanah

Aluminium dapat ditukar dapat diekstrak dari contoh tanah dengan garam KCl sehingga menjadi AlCl3. Selanjutnya terhidrolisis menjadi HCl lalu dititrasi basa. Ditambahkan NaF dan ion OH- yang bebas dititrasi dengan asam. Sementara itu, keasaman tanah (pH), ditetapkan dengan menukar ion H+ dan Al3+ yang berada dalam kompleks absorpsi dengan KCl. Jumlah ion H+ dan Al3+ dilakukan dengan cara penambahan NaF untuk membebaskan NaOH yang kemudian dititer dengan larutan HCl standard. (Hanafiah, 2005)

Secara fisiologis dan biokimiawi, keracunan Al menyebabkan: (1) terganggunya pembelahan sel pada pucuk akar dan akar lateralnya; (2) pengerasan dinding sel akibat terbentuknya jalinan peptin abnormal; (3) berkurangnya replikasi DNA akibat meningkatnya kekerasan helix ganda DNA; (4) terjadinya penyematan (fiksasi) P dalam tanah menjadi tidak tersedia atau pada permukaan akar; (5) menurunnya respirasi akar; (6) terganggunya enzim-enzim regulator fosforilasi gula; (7) terjadinya penumpukan polisakarida dinding sel; (8) terganggunya penyerapan, pengangkutan dan penggunaan beberapa unsur esensial seperti Ca, Mg, K, P dan Fe ( Hanafiah, 2005).

Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) Kadar aluminium sangat berhubungan dengan pH tanah. Semakin rendah pH tanah, maka semakin tinggi aluminium yang dapat dipertukarkan dan sebaliknya. Disamping kadar aluminium yang dapat dipertukarkan, pengaruh jelek aluminium diukur dengan derajat penjenuhan aluminium yang dinyatakan dengan:

(26)

Bila kejenuhan aluminium > 60%, tanah tersebut sering dikatakan tidak layak untuk tanah pertanian sebelum direklamasi atau ameliorasi terlebih dahulu. Oleh karena kejenuhan aluminium dipengaruhi oleh KTK dan juga dipengaruhi oleh tekstur, maka semakin kasar tekstur tingkat kebahayaan aluminium semakin tinggi.

Budidaya Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.)

Tumbuhan gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) termasuk dalam divisi

Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Gentianales, family Rubiaceae dan genus Uncaria (Nazir, 2000). Tanaman gambir termasuk salah satu jenis tanaman yang masuk dalam suku kopi-kopian. Bentuk keseluruhan dari tanaman ini seperti pohon bougenvil, yaitu merambat dan berkayu. Ukuran lingkar batang pohon yang sudah tua bisa mencapai 45 cm. Daunnya oval sampai bulat dengan panjang 8-14 cm dan lebar 4-6,5 cm (Manan, 2008).

Tanaman gambir dapat tumbuh didataran rendah sampai ketinggian 900 meter diatas permukaan laut dan memerlukan cahaya matahari yang cukup banyak dengan curah hujan antara 2.500 - 3000 mm/tahun, maksimum 400 – 450 mm pada bulan basah dan minimum 100 - 200 mm pada bulan kering serta merata setiap tahun. Sekalipun tanaman gambir tidak menghendaki tanah yang subur namun biasanya dipergunakan lahan dipinggir hutan yang baru buka atau belum pernah dipergunakan sebelumnya yang letaknya miring / lereng bukit dan mudah meresapkan air, karena tanaman gambir tidak dapat hidup/ berkembang pada air yang tergenang (Hambali dkk, 2000).

(27)

xxvii

meningkatkan produksi panen daun dan ranting basah sebesar 77,67 % per rumpun. Sedangkan di Kebun Percobaan Laing Solok dengan ukuran yang sama dapat meningkatkan produksi daun dan ranting basah sebesar 6l,59 %. pemupukan tanaman gambir umur 7 tahun di Siguntur dengan NPK 15.15.15 sebanyak 200 kg/ha dapat meningkatkan pertumbuhan rata-rata diameter batang 52,08 %, jumlah daun 62,02 %, jumlah cabang primer 99.68 %, panjang cabang sekunder 46,74%.

Pengendalian hama penyakit pada tanaman gambir belum banyak dilakukan mengingat serangan hama penyakit belum sampai menganggu pertanaman di lapangan, namun demikian ada beberapa jenis hama yang menyerang, di antaranya famili lepidoptera, hemiptera, coleoptera, dan orthoptera yang merusak daun dan pucuk tanaman gambir (Adria dan Idris, l995). Sedangkan Arneti dkk (l999) menemukan 5 jenis serangga yang menyerang pertanaman gambir di sentra produksi, yaitu hama belalang(orthoptera) dengan rata-rata 7,5 %, ulat kantong(lepidoptera) rata-rata 5 % ; kepik (Hemiptera) rata-rata l0% dan kutu daun (homoptera) rata-rata 5 % serta penggulung daun (lepidoptera) rata-rata 7,5 %. Sedangkan serangan penyakit pada tanaman gambir belum banyak diketahui (Mardinus et al., l995), meskipun di lapangan ditemukan gejala bercak daun yang disebabkan serangan jamur.

Tanaman gambir mulai dipanen setelah berumur 1,5 tahun, tetapi produksinya

masih relatif rendah, yaitu sekitar 2.000 kg daun dan ranting muda tanaman gambir

atau setara dengan 100 kg gambir kering per hektar per panen. Panen berikutnya bisa

(28)

melakukan panen 2 kali setahun tergantung keadaan pertumbuhan tanaman dan ketuaan daun, bila pertumbuhan baik dan ketuaan daun memenuhi syarat, maka dapat dilakukan 3 kali setahun. Pada umur 2 dan 2,5 tahun atau panen kedua dan ketiga, produksi meningkat masing-masing dua dan tiga kali lipat dari panen pertama,

yaitu sebanyak 4.000 kg daun dan ranting muda tanaman gambir atau setara dengan

200 kg gambir kering per hektar per panen dan 6.000 kg atau setara dengan 300 kg

gambir kering per hektar per panen. Mulai tanaman berumur tiga tahun ke atas

produksi rata-rata sebanyak 6.900 kg daun dan ranting muda tanaman gambir atau

setara dengan 550 kg gambir kering per hektar per panen dan relatif sama sampai

berumur 10 tahun (Tinambunan,2008). Masa pemanenan paling menguntungkan pada

tanaman gambir dimulai pada tahun ketiga atau keempat dan kadang kadang sampai

umur 20 tahunan, tergantung kepada cara pemangkasan dan perawatan yang

(29)

xxix

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Kabupaten Pakpak Bharat merupakan salah satu kabupaten baru yang terbentuk pada tahun 2003 yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Dairi di Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis, kabupaten Pakpak Bharat terletak diantara koordinat 02°15’00” - 03°32’00” LU dan 96°00’ - 98°31’ BT.

Batas administrasi Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi

- Sebelah Timur berbatasan denganKabupaten Toba Samosir

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Humbang Hasundutan

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam Provinsi Aceh.

Luas Kabupaten Pakpak Bharat adalah 135.610 Ha, yang terdiri dari 8 kecamatan (52 desa) yakni Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan SitelluTali Urang Jehe, Kecamatan Tinada, Kecamatan Siempat Rube, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kecamatan Pergetteng Getteng Sengkut dan Kecamatan Pagindar.

(30)
(31)

xxxi

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Inti Tanaman Gambir Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara dengan luas areal 100 Ha dan secara geografis terletak diantara 02°15’49” - 02°47’08” LU dan 98°4’12” - 98°28’01” BT. Analisis tanah dilakukan di laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2013 sampai Juni 2013.

Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System) untuk menandai titik pengambilan sampel, bor tanah untuk mengambil sampel tanah, kantong plastik sebagai wadah tanah, kertas label dan spidol sebagai penanda sampel tanah, dan sejumlah alat analisis kimia tanah di laboratorium.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi penelitian, sampel tanah yang di ambil dari lokasi penelitian, dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia tanah di laboratorium.

Metode Penelitian

(32)

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu: a. Persiapan Awal

Adapun kegiatan yang dilakukan yaitu berupa studi literatur, konsultasi

dengan dosen pembimbing, penyusunan usulan penelitian, penyediaan data sekunder berupa peta lokasi penelitian dan peta topografi

unit lahan serta penyediaan bahan dan peralatan yang akan digunakan di lapangan.

b. Pelaksanaan

(33)

xxxiii c. Analisis Tanah

Analisis tanah yang telah diambil dari daerah penelitian selanjutnya dianalisis di laboratorium dengan parameter yang di amati:

- pH tanah dengan metode elektrometri - N total dengan metode Kjeldahl - P tersedia dengan metode Bray II - K-tukar dengan metode NH4OAc pH 7 - KTK tanah dengan metode Kjeldahl

- Kandungan C-Organik dengan metode Walkley and Black.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

pH Tanah

Dari hasil analisa pH tanah (Lampiran 1 dan 2) pada setiap posisi lahan dengan kedalaman tanah (0-20 cm) dan (20-40 cm) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. pH tanah dari setiap unit lahan

Kedalaman * kriteria berdasarkan penilaian sifat tanah Balai Penelitian Tanah Bogor (2005)

Dari Tabel 1 didapatkan data rataan pH tanah pada kedalaman 0-20 cm pada bagian lembah sebesar 5.63, pada bagian lereng sebesar 5.20 dan pada bagian berbukit sebesar 5.81. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm nilai pH pada bagian lembah sebesar 5.99, pada bagian lereng sebesar 5.67 dan pada bagianberbukit sebesar 5.79. Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) hasil analisis pH tanah pada setiap posisi lahan dan kedalaman tanah tersebut tergolong masam hingga agak masam.

N-Total Tanah

(35)

xxxv Tabel 2. N-total tanah dari setiap unit lahan (%)

Kedalaman * kriteria berdasarkan penilaian sifat tanah Balai Penelitian Tanah Bogor (2005)

Dari Tabel 2 didapatkan data rataan N-Total tanah pada kedalaman 0-20 cm pada bagian lembah sebesar 0.31, pada bagian lereng sebesar 0.38 dan pada bagian berbukit sebesar 0.23. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm nilai N-Total pada bagian lembah sebesar 0.19, pada bagian lereng sebesar 0.38 dan bagian berbukit sebesar 0.23. Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) hasil analisis N-Total tanah pada setiap posisi lahan dan kedalaman tanah tersebut tergolong rendah hingga sedang.

P-Tersedia Tanah

Dari hasil analisa P tersedia tanah (Lampiran 5 dan 6) pada setiap posisi lahan dengan kedalaman tanah (0-20 cm) dan (20-40 cm) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. P-tersedia tanah dari setiap unit lahan (ppm)

Kedalaman * kriteria berdasarkan penilaian sifat tanah Balai Penelitian Tanah Bogor (2005)

(36)

bagian berbukit sebesar 4.35. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm nilai P-tersedia pada bagian lembah sebesar 4.43, pada bagian lereng sebesar 4.43 dan pada bagian berbukit sebesar 4.42. Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) hasil analisis P-tersedia tanah pada setiap posisi lahan dan kedalaman tanah tersebut tergolong rendah.

K-Tukar Tanah

Dari hasil analisa K tukar tanah (Lampiran 7 dan 8) pada setiap posisi lahan dengan kedalaman tanah (0-20 cm) dan (20-40 cm) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. K-tukar tanah dari setiap unit lahan (me/100g)

Kedalaman * kriteria berdasarkan penilaian sifat tanah Balai Penelitian Tanah Bogor (2005)

Dari Tabel 4 didapatkan data rataan K-tukar tanah pada kedalaman 0-20 cm pada bagian lembah sebesar 0.221, pada bagian lereng sebesar 0.568 dan pada bagian berbukit sebesar 0.340. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm nilai K-tukar pada bagian lembah sebesar 0.115, pada bagian lereng sebesar 0.070 dan pada bagian berbukit sebesar 0.150. Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) hasil analisis K-tukar tanah pada setiap posisi lahan dan kedalaman tanah tersebut tergolong sangat rendah hingga sedang.

(37)

xxxvii

Dari hasil analisa KTK tanah (Lampiran 9 dan 10) pada setiap posisi lahan dengan kedalaman tanah (0-20 cm) dan (20-40 cm) dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kapasitas tukar kationtanah dari unit lahan (me/100g)

Kedalaman * kriteria berdasarkan penilaian sifat tanah Balai Penelitian Tanah Bogor (2005)

Dari Tabel 5 didapatkan data rataan KTK tanah pada kedalaman 0-20 cm pada bagian lembah sebesar 20.70, pada bagian lereng sebesar 25.43 dan pada bagian berbukit sebesar 16.63. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm nilai KTK pada bagian lembah sebesar 14.13, pada bagian lereng sebesar 15.00 dan pada bagian berbukit sebesar 10.50. Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) hasil analisis KTK tanah pada setiap posisi lahan dan kedalaman tanah tersebut tergolong rendah hingga tinggi.

C-organik Tanah

Dari hasil analisa C organik tanah (Lampiran 11 dan 12) pada setiap posisi lahan dengan kedalaman tanah (0-20 cm) dan (20-40 cm) dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. C-organik tanah dari setiap unit lahan (%)

(38)

Berbukit 2.51 2.11 2.72 2.44 Sedang 20-40

Lembah 2.92 2.22 2.32 2.49 Sedang Lereng 2.28 1.90 2.28 2.15 Sedang Berbukit 1.35 2.09 1.87 1.77 Rendah * kriteria berdasarkan penilaian sifat tanah Balai Penelitian Tanah Bogor (2005)

Dari Tabel 6 didapatkan data rataan C-organik tanah pada kedalaman 0-20 cm pada bagian lembah sebesar 3.26, pada bagian lereng sebesar 2.46 dan pada bagian berbukit sebesar 2.44. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm nilai C-organik pada bagian lembah sebesar 2.49, pada bagian lereng sebesar 2.15 dan pada bagian berbukit sebesar 1.77. Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) hasil analisis C-organik tanah pada setiap posisi lahan dan kedalaman tanah tersebut tergolong rendah hingga tinggi.

Al-dd Tanah

Dari hasil analisa Aldd tanah (Lampiran 13 dan 14) pada setiap posisi lahan dengan kedalaman tanah (0-20 cm) dan (20-40 cm) dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Al-dd tanah dari setiap unit lahan (me/100g)

Kedalaman * kriteria berdasarkan penilaian sifat tanah Balai Penelitian Tanah Bogor (2005)

(39)

xxxix

pada bagian lembah sebesar 0.93, pada bagian lereng sebesar 0.40 dan pada bagian berbukit sebesar 0.66. Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) hasil analisis Al-dd tanah pada setiap posisi lahan dan kedalaman tanah tersebut tergolong sangat rendah.

Pembahasan

Dari hasil analisis pH tanah pada tiap posisi lahan dan kedalaman tanah didapatkan rataan nilai pH pada bagian lembah dengan kedalaman 0-20 cm sebesar 5.63 dan pada kedalaman 20-40 cm sebesar 5.99. Sedangkan pada bagian lereng dengan kedalaman 0-20 cm sebesar 5.20 dan pada kedalaman 20-40 cm sebesar 5.67, Serta pada bagian berbukit dengan kedalaman 0-20 cm sebesar 5.81 dan pada kedalaman 20-40 cm sebesar 5.79. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai pH dari tiap posisi lahan dan kedalaman tanah tergolong masam hingga agak masam. Lebih tingginya nilai pH pada lapisan bawah dibandingkan dengan lapisan atas diduga karena nilai kejenuhan basa pada tanah lapisan bawah lebih tinggi dari tanah lapisan atas.

(40)

disebabkan ion H dan ion Al yang terdapat di dalam tanah. Keberadaan H+ di dalam tanah bersumber dari bahan organik tanah (humus), bahan mineral liat dan mineral oksida, sedangkan Al bersumber dari polimer Al dan Fe. Polimer Al merupakan penyebab utama kemasaman tanah pada daerah tropis beriklim basah melalui reaksi hidrolisis. Bahan organik tanah (humus), mengandung gugus hidroksil dan karboksil reaktif sebagai asam lemah yang membebaskan H+. Kandungan bahan organik tanah yang beragam dipengaruhi oleh faktor lingkungan, vegetasi dan tanah. Sehingga sumbangannya terhadap kemasaman tanah juga beragam.

(41)

xli

sehingga ketersediaan N cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan bagian lembah dan bergelombang. Menurut Arsyad (2010) bahwa erosi dapat menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Kerusakan yang dialami pada tanah tempat terjadi erosi berupa kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik, dan meningkatnya kepadatan serta ketahanan penetrasi tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah menahan air Damanik et al. (2011).

Dari Tabel 2 terlihat bahwa rataan N-total pada tanah lapisan atas berkisar antara 0,23%-0,38% dan lapisan bawah berkisar 0,14%-0,19% dengan kriteria rendah hingga sedang. Pada tanah lapisan atas memiliki nilai N yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah lapisan bawah. Hal ini dapat terjadi karena pada tanah lapisan atas dipengaruhi oleh adanya dekomposisi bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman maupun hewan. Menurut Damanik et al. (2011) bahwa bahan organik mengandung protein (N organik), selanjutnya dalam dekomposisi bahan organik protein akan dilapuki oleh jasad-jasad renik menjadi asam-asam amino, kemudian menjadi ammonium (NH4) dan nitrat (NO3) yang larut di dalam tanah. Bakteri yang berperan dalam dekomposisi ini adalah bakteri-bakteri nitrifikasi.

(42)

ppm. Hasil analisis menunjukkan kriteria rendah. Dapat dilihat bahwa P-tersedia tanah pada bagian lembah lebih tinggi dibandingkan pada bukit dan bergelombang. Hal ini dimungkinkan oleh kandungan N yang meningkat pada tanah akibat dekomposisi bahan organik tanah. Ini dapat dikarenakan penambahan hara N pada tanah dapat menambah penyerapan hara P. Hal ini didukung oleh pendapat Winarso (2005) yang menyatakan bahwa peningkatan ketersediaan N dapat meningkatkan serapan P. Hal ini disebabkan bahwa pemberian N atau peningkatan jumlah N dalam tanah yang dipupuk P akan lebih melarutkan P, sehingga lebih tersedia.

(43)

xliii

Dari Tabel 4 di atas didapatkan data rataan K-tukar tanah pada tanah lapisan atas dan lapisan bawah cenderung lebih rendah pada bagian lembah

dibandingkan dengan bagian bukit dan bergelombang. Hal ini dapat terjadi karena tanah yang terdapat di Kebun Inti Gambir ini memiliki sifat andik, yang dapat

dilihat dari ketebalan lapisan bahan organiknya, dimana pada tanah yang memiliki sifat andik terdapat mineral amorf (mineral Alofan dan Imagolit) yang tinggi, serta memiliki sifat mengikat yang cukup kuat terhadap basa-basa tukar tanah (K+,Ca2+ dan Mg2+). Hal ini mengakibatkan K-tukar dalam tanah semakin rendah. Hal ini didukung oleh pernyataan Novizan (2002) bahwa kandungan kalium tanah sangat bergantung dari jenis mineral pembentuk tanah dan kondisi cuaca setempat.

(44)

dkk (2011) yang menyatakan bahwa oleh karena sebagian bahan organik merupakan humus yang berperan sebagai koloid tanah, maka semakin banyak bahan organik akan semakin besar nilai KTK tanah. Hal ini didukung oleh pernyataan Foth (1994) dan Hanafiah (2005) bahwa KTK sangat beragam pada setiap jenis tanah bahkan pada tanah yang sejenis sekalipun. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri antara lain reaksi tanah (pH), tekstur tanah atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik tanah, pengapuran, dan pemupukan. Antara pH dan KTK sangat erat hubungannya, terutama pada tanah memiliki pH rendah. Hal ini disebabkan hanya muatan permanen liat dan sebagian muatan koloid organik memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation, sehingga KTK relatif rendah.

(45)

xlv

dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah.

(46)

Pelapukan dari bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik yang mampu mengurangi kemasaman tanah dan P akan lebih tersedia.

(47)

xlvii

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kebun Inti Tanaman Gambir Pada Tanah Inceptisol di Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari tiga land unit yaitu land unit dataran lembah, land unit bergelombang dan land unit berbukit. Dari hasil penelitian, sifat kimianya dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pada land unit dataran lembah pada kedalaman 0-20 cm sifat kimia tergolong sedang dan pada kedalaman 20-40 cm sifat kimia juga tergolong rendah.

2. Pada land unit dataran bergelombang pada kedalaman 0-20 cm sifat kimia tergolong sedang dan pada kedalaman 20-40 cm sifat kimia tergolong sangat rendah.

3. Pada land unit dataran berbukit pada kedalaman 0-20 cm sifat kimia tergolong sedang dan pada kedalaman 20-40 cm sifat kimia tergolong rendah.

4. Dari hasil analisis sifat kimia yang paling baik adalah C – Organik pada dataran lembah.

Saran

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Adria dan H Idris. 1995. Populasi dan Tingkat Serangan tiga jenis Serangan

Berpotensi pada Tanaman Gambir di Sentra Produksi Sumatera Barat. Prosiding Seminar Littro, No. 06/1996:hal 47-54

Agoes, H.2010. Tanaman Obat Indonesia. Salemba Medika, Jakarta. Arneti., Trizelia dan Syafruddin. 1999. Inventarisasi Serangga Hama pada

Tanaman Gambir (Uncaria gambir) di Sentra Produksi Sumatera Barat. Jurnal Manggaro, I, (2) : 1 – 4.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua Cetakan Kedua. IPB Press, Bogor.

BPS. 2010. Perkembangan Ekspor Gambir Menurut Negara Tujuan. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Barchia, M. F. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Asam. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Damanik, M.M.B., Bachtiar, E.H., Fauzi., Sarifuddin dan Hamidah, H. 2011. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press, Medan.

Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Pakpak Bharat. 2012. Luas dan Produksi Tanaman Rakyat. Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat.

Dobermann, A, and Fairhurst, T. 2000. Rice: Nutrient disorders and nutrient management. 191 pp.

Foth, H. D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Edisi Keenam. Terjemahan S. Adisoemarto. Erlangga. Jakarta.

Hairiah, K., et al. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. ICRAF. Bogor.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A. Diha, G. B. Hong, H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.

(49)

xlix

Hanafiah, A. K., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika pressindo. Jakarta

Hasan, Z. 1995. Pemupukan Gambir. Makalah pada Aplikasi Paket Teknologi Pertanian Sub-Sektor Perkebunan 24-26 Januari 1995

Manan, A. 2008. Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Mardinus., A. Ayub, dan R. Nurlinda. 1995. Penelitian Pendahuluan Gejala

Penyakit pada Tanaman gambir di Sumatera Barat. makalah Seminar Kongres Nasional PFI XII (26-27 September 1995). Mataram.

Mediawati, S. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Gambir (Studi Kasus: Kabupaten Pakpak Bharat). Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Munir, M. 1996. Tanah Tanah Utama Indonesia. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta. Mustofa, A., 2007. Perubahan Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah Pada Hutan

Alam yang Diubah Menjadi Lahan Pertanian di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta; Hal: 23-24

Pemkab Pakpak Bharat. 2011. Pakpak Bharat Dalam Angka 2011. Kerjasama BPS dan Bappeda Kabupaten Pakpak Bharat.

Pemkab Pakpak Bharat. 2012. Gambaran Umum Kecamatan Salak. Situs Kantor Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat. Diakses 7 Mei 2013.

Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta.

Slamet, J. S. 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Solin, M. 2010. Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Gambir (Studi Kasus: Kabupaten Pakpak Bharat).Skripsi. Fakultas Ekonomi USU, Medan.

(50)

Tinambunan A. 2008 Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat. Tesis. Universitas Gadjahmada, Yogyakarta. Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava

Media, Yogyakarta.

(51)

li

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Analisis pH Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Atas (0-20 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 5.61 5.36 5.92 16.89 5.63

Bergelombang 5.12 5.06 5.42 15.60 5.20

Berbukit 5.91 5.68 5.83 17.42 5.81

Lampiran 2. Data Hasil Analisis pH Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Bawah (20-40 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 5.93 6.01 6.04 17.98 5.99

Bergelombang 5.92 5.66 5.45 17.03 5.67

Berbukit 6.26 5.68 5.44 17.38 5.79

Lampiran 3. Data Hasil Analisis N-total (%) Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Atas (0-20 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 0.27 0.34 0.31 0.92 0.31

Bergelombang 0.45 0.30 0.39 1.14 0.38

Berbukit 0.23 0.25 0.21 0.69 0.23

Lampiran 4. Data Hasil Analisis N-total (%) Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Bawah (20-40 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 0.25 0.13 0.20 0.58 0.19

Bergelombang 0.15 0.14 0.20 0.49 0.16

Berbukit 0.12 0.14 0.15 0.41 0.14

Lampiran 5. Data Hasil Analisis P-tersedia (ppm) Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Atas (0-20 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 4.40 4.37 4.37 13.14 4.38

Bergelombang 4.32 4.32 4.37 13.01 4.34

(52)

Lampiran 6 Data Hasil Analisis P-tersedia (ppm) Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Bawah (20-40 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 4.40 4.43 4.46 13.29 4.43

Bergelombang 4.40 4.37 4.52 13.29 4.43

Berbukit 4.43 4.43 4.40 13.26 4.42

Lampiran 7. Data Hasil Analisis K-tukar (me/100 g) Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Atas (0-20 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 0.212 0.350 0.101 0.663 0.221

Bergelombang 0.988 0.403 0.314 1.705 0.568

Berbukit 0.247 0.438 0.326 1.011 0.340

Lampiran 8. Data Hasil Analisis K-tukar (me/100 g) Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Bawah (20-40 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 0.133 0.167 0.045 0.345 0.115

Bergelombang 0.077 0.056 0.076 0.209 0.070

Berbukit 0.141 0.070 0.245 0.456 0.150

Lampiran 9. Data Hasil Kapasitas Tukar Kation (me/100 g) Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Atas (0-20 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 19.9 19.9 22.3 62.1 20.7

Bergelombang 24.4 21.9 30.0 76.3 25.43

Berbukit 12.7 20.7 16.5 49.9 16.63

Lampiran 10. Data Hasil Kapasitas Tukar Kation (me/100 g) Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Bawah (20-40 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 17.7 10.6 14.1 42.4 14.13

Bergelombang 13.2 10 21.8 45 15.00

(53)

liii

Lampiran 11. Data Hasil C-Organik (%) Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Atas (0-20 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 3.36 3.58 2.84 9.78 3.26

Bergelombang 2.74 2.32 2.32 7.38 2.46

Berbukit 2.51 2.11 2.72 7.34 2.44

Lampiran 12. Data Hasil C-Organik (%) Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Bawah (20-40 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 2.92 2.22 2.32 7.46 2.49

Bergelombang 2.28 1.90 2.28 6.46 2.15

Berbukit 1.35 2.09 1.87 5.31 1.77

Lampiran 13. Data Hasil Al-dd tanah (me/100 g) Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Atas (0-20 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 0.4 2.8 1.6 4.8 1.60

Bergelombang 0.8 3.2 2.8 6.8 2.26

Berbukit 0.8 2.8 0.8 4.4 1.46

Lampiran 14. Data Hasil Al-dd tanah (me/100 g) Tanah Dari Setiap Unit Lahan Pada Tanah Lapisan Bawah (20-40 cm)

Land Unit Ulangan Total Rataan

I II III

Lembah 0.8 1.2 0.8 2.8 0.93

Bergelombang 0 0.4 0.8 1.2 0.40

(54)

Lampiran 15. Kriteria Penilaian Hasil Analisis Tanah Parameter tanah*

Nilai Sangat

rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi * Penilaian ini hanya didasarkan pada sifat umum secara empiris

Sumber: Balai Pusat Penelitian Tanah Bogor (2005)

Lampiran 16. Data Lokasi Titik Pengambilan Sampel Tanah

No. Posisi Lahan Lintang Bujur Ketinggian (mdpl)

Puncak bukit 2.52104 98.32746 962

1 Lereng bukit 2.52264 98.32966 947

Lembah 2.52320 98.32951 937

Puncak bukit 2.51960 98.32982 980

2 Lereng bukit 2.51932 98.32982 976

Lembah 2.51916 98.32791 967

Puncak bukit 2.51735 98.32781 1007

3 Lereng bukit 2.51743 98.32845 992

(55)

lv Lampiran 17. Peta Lokasi Kebun

(56)

Lampiran 19. Peta Lokasi Pengambilan Sampel

Lampiran 20. Gambar Areal Kebun Inti Gambir Kabupaten Pakpak Bharat

a. Posisi lahan puncak bukit b. Posisi lahan lereng bukit

(57)

lvii

a. Arahan dosen pembimbing b. Pengambilan sampel tanah pada bagian puncak bukit

Gambar

Tabel 2. N-total tanah dari setiap unit lahan (%)
Tabel 4. K-tukar tanah dari setiap unit lahan (me/100g)
Tabel 5. Kapasitas tukar kation tanah dari unit lahan (me/100g)
Tabel 7. Tabel 7. Al-dd  tanah dari setiap unit lahan (me/100g)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan Status hara N-total tanah di Kebun Inti Tanaman Gambir Kabupaten Pakpak Bharat cenderung meningkat pada bagian lembah dibandingkan dengan bagian

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK AIR:ETANOL (1:1) DARI GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) TERHADAP SIFAT KIMIA AIR KELAPA SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN.. Air kelapa merupakan

dari gambir terhadap sifat kimia air kelapa selama penyimpanan suhu dingin.

Perhitungan bulk density, particle density dan porositas pada vegetasi Paku harupat kedalaman 5 cm... Hasil analisa sifat kimia tanah Tanah dengan vegetasi

Meskipun terdapat perbedaan rataan tersebut namun bila ditinjau dari kriteria sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), masing-masing

Meskipun terdapat perbedaan rataan tersebut namun bila ditinjau dari kriteria sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), masing-masing

Tanaman gambir merupakan tanaman yang punya nilai sosial yang tinggi karena luas tanaman yang diusahakan masing-masing keluarga merupakan tingkat status sosial keluarga

Judul : Penilaian Kadar Basa-Basa Tukar dan Kejenuhan Basa Tanah Serta Pertumbuhan Tanaman Gambir ( Uncaria gambir Roxb) di Kebun Inti Gambir Kabupaten Pakpak Bharat.. Nama :