• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Jaminan Berupa Hak Tanggungan Yang Mengalami Force Majeure Dalam Perjanjian Kredit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Jaminan Berupa Hak Tanggungan Yang Mengalami Force Majeure Dalam Perjanjian Kredit"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

GITA FIOLANDA GRESIA

110904104

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya peneliti ini dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulisan skripsi yang berjudul “Representasi Pesan Tradisi Budaya Karo Dalam Film 3 Nafas Likas” ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya merupkan hasil pembelajaran yang peneliti terima selama mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara. Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapat saran, bimbingan dan arahan baik dari segi moril maupun materi serta dorongan semangan dari berbagai pihak yang sangan berguna bagi saya.

Secara khusus saya ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua peneliti, Ayahanda Drs. Grensi Kembaren dan Ibunda Dra. Pesta Ria Barus serta kedua saudara Feba Kembaren dan Gerika Kembaren yang senantiasa mendoakan, memberikan dukungan dan nasehat yang bijaksana bagi peneliti. Ucapan terimakasih lainnya saya ingin sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dra. Fatma Wardi Lubis, MA selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi

3. Ibu Dra. Dayana, Msi selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi atas segala bantuan serta dukungannya yang sangat berguna dan bermanfaat bagi peneliti.

(3)

mulai dari semester awal hingga saya menyelesaikan perkuliahan dikampus dengan ilmu ilmu yang luar biasa

7. Sahabat-sahabat spesial peneliti Sebrina, Putri M, Mira, Deasy, Juwita, Putri, Henny, Retika, Sera, Febe, Fey, Nika, Anke, Redno, Tommy dan yang lainnya yang tidak bisa peneliti sebutkan satu-persatu disini. Terimakasih telah memberikan banyak dukungan dan bantuan kepada peneliti.

8. Kepada David Barus yang tidak pernah jenuh memberi semangat dan motivasi kepada peneliti.

9. Teman-teman Ilmu Komunikasi berbagai stambuk terutama teman seperjuangan stambuk 2011 yang senantiasa menjadi teman terbaik bagi saya dan member motivasi sehingga peneliti terus semangat mengerjakan skripsi ini hingga selesai.

Menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, peneliti memohon maaf sebesar-besarnya. Dan peneliti sangat menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk perbaikan dan pendorong peneliti untuk dapat semakin maju. Semoga skripsi ini dapat menambah khasanah pengetahuan kita semua. Amin.

Medan, April 2015 Peneliti

(4)

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Gita Fiolanda Gresia

NIM : 110904104

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-eksklusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Representasi Pesan Budaya Karo Dalam Film 3 Nafas Likas. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, untuk mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan memp[ublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan, April 2015

(5)

Gita Fiolanda Gresia Ilmu Komunikasi

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Representasi Pesan Budaya Karo Dalam Film 3 Nafas Likas”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui representasi dan makna pesan tradisi budaya karo yang terkandung dalm film 3 Nafas Likas berdasarkan tanda-tanda yang muncul pada film tersebut. Film sebagai representasi budaya, film tidak hanya mengkonstruksi nilai-nilai budaya tertentu didalam dirinya sendiri, tapi juga tentang bagaimana nilai-nilai diproduksi dan bagaimana nilai itu dikonsumsi oleh masyarakat yang menyaksikan film tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan, yaitu : Paradigma Konstruktivis, Komunikasi Massa, Semiotika Roland Barthes, Representasi, serta Komunikasi Antar Budaya. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Roland Barthes berupa signikasi dua tahap (two order of signification); denotasi dan konotasi, yang kemudian dibagi dalam penanda, petanda, level donotasi dan level konotasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa film 3 nafas likas merupakan film yang mengangkat budaya karo sebagai latar budayanya. Sekitar 10 persen adegan di film 3 Nafas Likas ini menggunakan dialog dalam bahasa karo. Segmentasi film ini adalah masyarakat yang menggemari film tokoh perjuangan dan masyarakat karo itu sendiri. Pesan yang ingin disampaikan agar penonton bisa kembali mengingat dan mengenang setiap jasa pahlawan untuk dijadikan motivasi, cerminan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tidak melupakan budaya yang berkembang dilingkungan kita.

Kata kunci :

(6)

Gita Fiolanda Gresia Communication Science

ABSTRACK

This research titled “Representasi Pesan Budaya Karo Dalam Film 3 Nafas Likas”. The purpose of this research was to determine the representation and meaning of cultural messages contained in the 3 Nafas Likas movie by signs that appear in that movie. The movie as a cultural representation not only construct a particular cultural values within itself, but also about how the values are produced and how that value is consumed by people who watch the movie. In this research , researchers used some relevant theory : Constructivist Paradigm, Mass Communication, Semiotics Roland Barthes, Representation, and Intercultural Communication. This research uses a semiotic analysis of the significance of Roland Barthes form two stages (two orders of signification);; denotation and connotation, which is then divided into markers, markers, donotasi level and the level of connotation. denotation and connotation, which is then divided into markers, markers, donotasi level and the level of connotation. The results of this study found that 3 Nafas Likas movie is a movie that raised karo culture as cultural background. Approximately 10 % t of the scenes in the 3 Nafas Likas movie uses Karo language dialogue. Segmentation of this movie is the public who enjoyed the movie about leaders and karonese community. The message that the audience can remember every heroes sacrifice for our country to be used as motivation, reflection in the life of the nation by not forgetting our culture that flourished in the environment

(7)

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Konteks Masalah ... 1

1.2Fokus Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 4

BAB II PARADIGMA & TEORI KOMUNIKASI 2.1Kajian Penelitian Terdahulu ... 6

2.2Paradigma Kajian ... 9

2.3Teori Film ... 12

2.3.1 Perkembangan Teori Film ... 12

2.3.2 Pengertian Film ... 14

2.3.3 Jenis-jenis Film ... 17

2.3.4 Unsur-unsur Film ... 18

2.3.5 Tujuan dan Pengaruh Film ... 22

2.3.6 Film Sebagai Representasi Budaya ... 23

2.4Semiotika ... 25

2.5.1Semiotikan Roland Barthes ... 30

2.5.2Semiotika Dalam Film ... 33

2.5.3Semiotika komunikasi Visual ... 38

2.5 Komunikasi Antar Budaya ... 46

2.5.1Unsur-Unsur Budaya ... 46

2.5.2Pesan Tradisi Budaya Dalam Suatu Film ... 48

2.7 Representasi Dalam Sebuah Film ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Metode Penelitian ... 53

3.2Subjek dan Objek Penelitian ... 53

3.3Unit Analisis ... 53

3.4Teknik Pengumpulan Data ... 54

3.5Keabsahan Data... 54

(8)

4.3Analisis Data ... 60

4.3.1Analisis Scene Pertama ... 60

4.3.2Analisis Scene Kedua ... 66

4.3.3Analisi Scene Ketiga ... 71

4.3.4Analisis Scene Keempat ... 76

4.3.5Analisis Scene Kelima ... 81

4.3.6Analisis Scene Keenam ... 86

4.3.7Analisis Scene Ketujuh ... 90

4.4 Mitos Dan Temuan Analisis Data ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 100

5.2Saran ... 101

DAFTAR REFERENSI ... 103

LAMPIRAN

- Biodata Peneliti

(9)

Tabel 2 Tabel Proses Representasi fiske ... 51

Tabel 3 Teknik Dalam Menyunting Gambar ... 58

Tabel 4 Ikon Scene Pertama ... 62

Tabel 5 Ikon Scene Kedua... 67

Tabel 6 Ikon Scene Ketiga ... 72

Tabel 7 Ikon Scene Keempat... 77

Tabel 8 Ikon Scene Kelima ... 83

Tabel 9 Ikon Scene Keenam ... 87

(10)

Gambar 2 Peta Tanda Roland Barthes ... 32

Gambar 3 Scene Pertama ... 60

Gambar 4 Scene Kedua ... 67

Gambar 5 Scene Ketiga ... 70

Gambar 6 Scene Keempat ... 76

Gambar 7 Scene Kelima ... 81

Gambar 8 Scene Keenam ... 87

(11)

lrlAlv'lA

NIX,{

: HItu\,{ AWATI FAI{N Y TAN,IPUBOLOI{

: i 10200242

jiiul;L

Siiiiipsi

: FEF.Lil-iDLilliGA}li

iiliKUivi

KREDiTUR FEir{EGAiriC

.TAN{i}iA}.i BERI,]PA

HAK

TANGGI-iNGAN YA}{G

fuTEI'iGALAh,{I

T;OIIC{J A,(,4.T}-;I

iR{:

DALAM PER-iAiiii;ri''i i{R.EDi

I

iSTUi}i FADn FT.

tsaiiK

MAidDrRr (PERSERO). TBK CABANG MEDAIi)

Dengan ini rnenyatakan:

i.

iiafuwa

isi

skripsi yang saya tuiis tersebui

iii

atas adaiair benar tidak

merupakan ciplakan dari skripsi atai.r karya ilmiah orang laitr.

2.

Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan rnaka

segaia akibat hukurn yar.lg iiulbui nrenjacii tanggung jarvab sa5.'a.

Dernikian pemvataan ini sa.va buat dengan setrenam-_va tanpa ada paksaan atau

tekanan dari pihak marlapun.

(12)

vi

Di dalam pelaksanaan kredit dengan jaminan berupa hak tanggungan bisa saja terjadi force majeure sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi kreditur karena obyek jaminan yang diperjanjikan telah musnah. Di dalam skripsi permasalahan yang dibahas adalah akibat musnahnya obyek jaminan yang mengalami force majeure dalam hak tanggungan, perlindungan hukum bagi kreditur terhadap jaminan berupa hak tanggungan yang mengalami force majeure, upaya penyelesaian kredit terhadap jaminan berupa hak tanggungan yang mengalami force majeure.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yaitu melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan perlindungan hukum kreditur pemegang jaminan berupa hak tanggungan yang mengalami force majeure dalam perjanjian kredit kemudian didukung dengan penelitian lapangan (field research) dilaksanakan dengan wawancara di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Medan dan wawancara dengan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi dokumen, bukti empiris tidak mendalam dengan melakukan wawancara, dan metode studi pustaka (library research). Metode analisis data menggunakan metode kualitatif, yaitu data yang didapat disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa musnahnya obyek jaminan berupa Hak Tanggungan yang disebabkan force majeure tidak menyebabkan hapusnya utang debitur. Selanjutnya perlindungan hukum bagi kreditur pemegang jaminan berupa hak tanggungan adanya pencantuman klausula di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang menyebutkan bahwa debitur wajib untuk mengasuransikan obyek jaminan hak tanggungan tersebut sebagai uang ganti kerugian bagi kreditur apabila obyek jaminan itu musnah disebabkan karena force majeure. Upaya penyelesaian kredit yang dilakukan oleh kreditur adalah melakukan upaya damai (pendekatan personal), yaitu kreditur meminta kepada debitur untuk mengganti obyek jaminan yang telah musnah dengan obyek jaminan yang baru dan debitur tetap membayar utangnya, namun apabila tidak berhasil dapat melalui somasi lewat pengadilan.

Kata Kunci: Hak Tanggungan, Force Majeure, Jaminan



Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.



Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.



(13)

Maha Esa atas segala kemurahan dan rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis,

sehingga penulis dapat mengikuti perkuliahan dan dapat menyelesaiakan

penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk

meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, di

mana hal tersebut merupakana kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin

menyelesaikan perkuliahannya.

Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan “PERLINDUNGAN

HUKUM KREDITUR PEMEGANG JAMINAN BERUPA HAK

TANGGUNGAN YANG MENGALAMI FORCE MAJEURE DALAM

PERJANJIAN KREDIT”. Skripsi ini membahas tentang obyek jaminan hak

tanggungan yang mengalami force majeure.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan sehingga penulis

berharap agar semua pihak dapat memeberikan masukan berupa kritik dan saran

yang membangun demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan

lebih sempurna lagi ke depannya.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak yang dengan ikhlas memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan

doa sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini,

(14)

Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum, DFM, sebagai Pembantu

Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.H., sebagai Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H. Hasyim Purba, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Muhammad Hayat, S.H.,, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

banyak membantu penulis dalam memberi masukan, arahan, serta

bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

8. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II

banyak membantu penulis dalam memberi masukan, arahan, serta

bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

9. Ibu Dra. Zakiah, M.Pd. sebagai Dosen Penasehat Akademik penulis

selama masa perkuliahan.

10.Seluruh Saf Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(15)

data yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Keluarga Tercinta yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan

yang begitu besar yang tiada hentinya kepada penulis.

13.Teman-teman penulis khususnya angkatan 2011 yang telah memberikan

semangat dan motivasi selama penulis mengerjakan skripsi ini.

Medan, 4 Maret 2015

(16)

iv

KATA PENGANTAR ... ...i

DAFTAR ISI ... ...iv

ABSTRAK ... ...vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ...1

B. Permasalahan... ...5

C. Tujuan Penelitian ... ...6

D. Manfaat Penelitian ... ...6

E. Metode Penelitian... ...7

F. Keaslian Penulisan ... ...12

G. Sistematika Penulisan ... ...13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian ... ...15

1. Pengertian Umum Perjanjian ... ...15

2. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian ... ...17

3. Asas-Asas Perjanjian ... ...20

4. Prestasi dan Wanprestasi ... ...23

B. Pengaturan Perjanjian Kredit Perbankan Pada Umumnya ... ...26

(17)

v

B. Hak Tanggungan atas Hak atas Tanah ... ...54 C. Force Majeure dan Akibat-Akibat Hukumnya ... ...83

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PEMEGANG JAMINAN

BERUPA HAK TANGGUNGAN YANG MENGALAMI FORCE

MAJEURE (STUDI PADA PT. BANK MANDIRI (PERSERO),

TBK CABANG MEDAN)

A. Akibat Musnahnya Obyek Jaminan yang Mengalami Force Majeure

dalam Hak Tanggungan pada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk

Cabang Medan ...89

B. Perlindungan Hukum Bagi Kreditur terhadap Jaminan Berupa Hak

Tanggungan yang Mengalam Force Majeure pada PT. Bank Mandiri

(Persero), Tbk Cabang Medan ...93

C. Upaya Penyelesaian Kredit terhadap Jaminan Berupa Hak

Tanggungan yang Mengalami Force Majeure pada PT. Bank

Mandiri (Persero), Tbk Cabang Medan ...94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... ...98 B. Saran ... ...100

(18)

1 A. Latar Belakang

Pembangunan Nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang

dilaksanakan bangsa Indonesia tujuannya untuk mewujudkan masyarakat adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Guna mencapai

tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan

keserasian, keselarasan, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan,

termasuk di bidang ekonomi dan keuangan.

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terkadang mengalami

kesulitan baik karena keterbatasan dana ataupun sebab yang lain. Namun, dalam

hal keterbatasan dana, sekarang dapat diatasi dengan kredit sehingga dapat

dikatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara pertumbuhan kegiatan

ekonomi ataupun pertumbuhan kegiatan usaha suatu perusahaan dengan

perkreditan. Hal ini disebabkan karena dunia perbankan ataupun lembaga

keuangan bukan bank merupakan mitra usaha bagi perusahaan ataupun orang

pribadi.1

Dewasa ini kegiatan kredit sangat erat hubungannya dengan para pelaku

bisnis, dimana masing-masing pihak memiliki alasan dan tujuan tersendiri dalam

1 http://library.usu.ac.id/download/fh/perdata-maria4.pdf (oleh Maria Kaban) diunduh pada

(19)

memberikan kredit dengan tujuan untuk memperoleh bunga dari pokok

pinjamannya. Sedangkan bagi pihak debitur atau pihak yang meminjam uang,

alasannya karena tidak memilki dana yang cukup untuk memenuhi

kebutuhannya.2

Di dalam pelaksanaan kredit pada umumnya dilakukan dengan

mengadakan suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat tersebut terdiri dari

perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang dan dengan perjanjian tambahan

berupa perjanjian pemberian jaminan oleh pihak debitur. Pada dasarnya,

pemberian kredit oleh bank diberikan kepada siapa saja yang memilki

kemampuan untuk membayar kembali dengan syarat melalui suatu perjanjian

utang piutang di antara kreditur dan debitur.3

Bagi perbankan, setiap pemberian kredit yang disalurkan kepada

pengusaha selalu mengandung risiko. Oleh karena itu, perlu unsur pengamanan

dalam pengembaliannya. Unsur pengamanan (safety) adalah suatu prinsip dasar

dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian (suitability) dan keuntungan

(profitability). Bentuk pengamanan kredit dalam praktik perbankan dilakukan

dengan pengikatan jaminan.4

Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan yaitu jaminan

perorangan dan jaminan kebendaan. Salah satu jenis jaminan kebendaan yang

dikenal dalam hukum positif adalah Jaminan Hak Tanggungan.

2 http://silapcity.blogspot.com/2009/03/pengertian-kredit.html diunduh pada tanggal 21

Oktober 2014.

3 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm. 1.

4 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, PT. Alumni,

(20)

Hak tanggungan merupakan lembaga jaminan dengan tanah sebagai

obyeknya, sehingga sudah bisa kita duga, bahwa ia merupakan hak jaminan

kebendaan yang merupakan bagian daripada Hukum Jaminan pada umumnya.

Karena obyeknya adalah benda, khususnya benda yang berupa tanah.5

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah,

yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan

pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak

berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain atau yang lazim disebut

sebagai Kreditur Preferent.

Perlindungan dan pemberian kepastian hukum yang seimbang dalam

Undang-Undang Hak Tanggungan diberikan kepada Kreditur, Debitur, maupun

Pemberi Hak Tanggungan dan pihak ketiga yang terkait. Hal ini dapat dilihat dari

pernyataan bahwa Hak Tanggungan mempunyai ciri sebagai “Hak Kebendaan”

(sebagaimana dalam ketentuan sebelumnya dipunyai oleh lembaga hipotik) yaitu

dapat dipertahankan terhadap pihak ketiga, selalu mengikuti bendanya di tangan

siapa pun benda itu berada (“droit de suit”), mudah dan pasti pelaksanaan

5 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 1, PT. Citra

(21)

eksekusinya serta memberikan kedudukan yang diutamakan (preferent) kepada

krediturnya.6

Dalam Pasal 20 ayat 1 UUHT menyebutkan bahwa apabila debitur cidera

janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual obyek yang

dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan yang berlaku dan

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak

mendahulu daripada kreditur-kreditur lain yang bukan pemegang hak tanggungan

atau kreditur pemegang hak tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah.

Peristiwa cidera janji atau wanprestasi yang dilakukan oleh debitur

menyebabkab obyek jaminan hak tanggungan dapat dilelang untuk melunasi

utangnya kepada debitur, akan tetapi bagaimana jika obyek jaminannya tersebut

musnah disebabkan oleh peristiwa force majeure yang dapat mengganggu

jalannya pelunasan utang debitur.

Force Majeure sebagai “keadaan memaksa” merupakan keadaan dimana

seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau

peristiwa yang tak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa

tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur

tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk.7

Dalam Pasal 1244 KUHPerdata menyebutkan bahwa dalam hal ini,

kejadian-kejadian yang merupakan force majeure tersebut tidak pernah terduga

6 Eugenia Liliawati Muljono, Tinjauan Yuridis UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan, Harvarindo, Jakarta, 2003, hlm. 2.

7Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti,

(22)

oleh para pihak sebelumnya. Sebab, jika para pihak dapat menduga sebelumnya

akan adanya peristiwa tersebut, maka seyogianya hal tersebut harus sudah

dinegoisasikan diantara para pihak.

Dengan perkataan lain, bahwa peristiwa yang merupakan force majeure

tersebut tidak termasuk ke dalam asumsi dasar (basic assumption) dari para pihak

ketika perjanjian tersebut dibuat. Dengan demikian, berdasarkan kemungkinan

adanya force majeure tersebut haruslah diberikan perlindungan hukum yang jelas

terhadap kreditur pemegang jaminan hak tanggungan atas kredit yang telah

diberikannya kepada debitur tersebut.

Dengan uraian di atas tersebut, penulis memilih skripsi dengan judul

“Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Jaminan Berupa Hak

Tanggungan yang Mengalami Force Majeure dalam Perjanjian Kredit (Studi

Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Medan)”.

A. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Apa akibat musnahnya obyek jaminan yang mengalami force majeure

dalam hak tanggungan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang

Medan?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi kreditur terhadap jaminan

berupa hak tanggungan yang mengalami force majeure pada PT. Bank

(23)

3. Bagaimana upaya penyelesaian kredit terhadap jaminan berupa hak

tanggungan yang mengalami force majeure pada PT. Bank Mandiri

(Persero) Tbk Cabang Medan?

B. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui akibat yang timbul dari musnahnya suatu obyek

jaminan hak tanggungan yang disebabkan karena force majeure dalam

sebuah perjanjian kredit pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang

Medan.

b. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi kreditur pemegang

jaminan hak tanggungan yang disebabkan karena force majeure pada

PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Medan.

c. Untuk mengetahui upaya penyelesaian kredit yang dilakukan oleh bank

sebagai kreditur terhadap obyek jaminan hak tanggungan yang

mengalami force majeure pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk

Cabang Medan.

C. Manfaat Penelitian

Kegiatan penulisan ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara

teoritis maupun secara praktis.

(24)

Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan

pengembangan pengetahuan dan wawasan serta kajian lebih lanjut bagi

pembaca yang ingin mengetahui dan memperdalam tentang masalah

hukum jaminan khususnya mengenai jaminan hak tanggungan.

2. Secara Praktis

Secara praktis, penulisan skripsi ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga

jaminan hak atas tanah yaitu hak tanggungan.

D. Metode Penelitian

Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang baik dan dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka harus didukung dengan

fakta-fakta/dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari suatu penelitian. Penelitian pada

dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati

dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang mudah terpegang di tangan.8

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk

memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu

pengetahuan yang merupakan kekuatan pemikiran, pengetahuan manusia

senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas

dasar penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pengasuh-pengasuhnya. Hal itu

(25)

terutama disebabkan oleh karena penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar

manusia lebih mengetahui dan mendalami.9

Metode merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh manusia,

merupakan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik

penelitian, maupun sistem dari prosedur dan teknik penelitian.10. Adapun metode

yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalahyuridis

normatif. Penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif dilakukan dengan

meneliti bahan pustaka atau data sekunder dahulu dengan melakukan penelusuran

terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan

perlindungan hukum kreditur pemegang jaminan berupa hak tanggungan yang

mengalami force majeure dalam perjanjian kredit kemudian dilanjutkan dengan

mengadakan penelitian terhadap data primer dengan penelitian lapangan (field

research) dilaksanakan di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Medan dengan

melakukan wawancara dengan pihak bank dan juga dengan melakukan

wawancara kepada PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) selaku pejabat yang

berwenang di dalam membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan, dengan cara

mengajukan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang

dibahas pada skripsi ini.

2.Sumber Data

9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984, hlm.30.

(26)

Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder dan didukung dengan

data primer penelitian lapangan (field research) yang dilaksanakan

dengan wawancara kepada pihak PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk,

Medan, yaitu Bapak Arif Budi Agustanto selaku Team Leader dan Ibu

Elvianna Khairi selaku Proffesional Staff, serta melakukan wawancara

dengan Bapak Nofril, S.H. selaku Notaris/PPAT di Medan.

Adapun data sekunder yang dimaksud terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah dokumen-dokumen hukum yang

mengikat dan diterapkan oleh pihak yang berwenang seperti

peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan skripsi ini antara

lain menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah,

serta bahan hukum primer lainnya yang terkait dengan pembahasan

skripsi ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian

terkait jaminan hak tanggungan, seperti hasil kajian

seminar-seminar, jurnal-jurnal, buku-buku, makalah-makalah, serta karya

tulis ilmiah lainnya maupun tulisan-tulisan yang terdapat pada

(27)

jaminan hak tanggungan dan hal lainnya yang ada kaitnya dengan

pembahasan pada skripsi ini sebagai bahan acuan didalam

penulisan skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yang digunakan didalam penulisan skripsi ini

adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan dari

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, kamus bahasa

umum, kamus hukum, ensiklopedia hukum serta bahan-bahan lain

diluar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk

melengkapi data di dalam penulisan skripsi ini.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini

adalah melalui studi dokumen, bahan pustaka, serta penelitian lapangan

(field research). Bahan pustaka yang dimaksud terdiri dari bahan

hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen

dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini serta bukti empiris tidak

mendalam dengan melakukan wawancara.

Penelitian lapangan (field research) dilaksanakan di PT. Bank Mandiri

(Persero) Tbk, Medan dengan melakukan wawancara dengan pihak

bank dan juga dengan melakukan wawancara kepada PPAT (Pejabat

Pembuat Akta Tanah) selaku pejabat yang berwenang di dalam

(28)

sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas

pada skripsi ini.

4. Analisis Data

Di dalam penulisan skripsi ini menggunakan analisis kualitatif. Metode

analisis data menggunakan metode kualitatif, yaitu data yang didapat

disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif

untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dengan cara

mencatat, mengorganisasikan, mengelompokkan dan mensintesiskan

data selanjutnya memaknai setiap kategori data, mencari dan

menemukan pola, hubungan-hubungan, dan memaparkan

temuan-temuan mengenai perlindungan hukum kreditur pemegang jaminan

berupa hak tanggungan yang mengalami force majeure dalam

perjanjian kredit dalam bentuk deskripsi naratif yang bisa dimengerti

dan dipahami oleh orang lain.

Dalam penulisan skripsi, metode pendekatan yang digunakan

yaitu secara deskriptif, dimulai dengan analisis terhadap perjanjian

kredit perbankan sesuai dengan masalah yang diteliti. Spesifikasi suatu

penelitian bisa dicapai sampai tahap deskriptif atau inferensial.

Penelitian deskriptif apabila hanya menggambarkan keadaan obyek,

sebaliknya penelitian inferensial tidak hanya melukiskan, tetapi dengan

keyakinan tertentu mengambil kesimpulan-kesimpulan. Selanjutnya,

(29)

menghadapi persoalan khusus atau tindakan praktis dengan kejadian

tertentu.11

Dengan spesifikasi demikian, diharapkan penulisan skripsi ini

dapat mendeskripsikan mengenai perlindungan hukum kreditur

pemegang jaminan berupa hak tanggungan yang mengalami force

majeure dalam perjanjian kredit berdasarkan permasalahan yang diteliti.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi ini merupakan karya asli dari penulis. Menelusuri kepustakaan

telah banyak karya ilmiah dan hasil penelitian tentang jaminan hak tanggungan,

namun berdasarkan uji bersih yang dilakukan, penelitian dengan judul

“Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Jaminan berupa Hak Tanggungan yang

Mengalami Force Majeure dalam Perjanjian Kredit (Studi Pada PT. Bank

Mandiri, Tbk Cabang Medan)” hingga saat ini belum ada. Dengan demikian,

keaslian judul penulis dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis.

Berdasarkan hasil pemeriksaan judul di Perpustakaan Fakultas Hukum

USU terdapat 4 (empat) judul yang mirip dengan judul penulis, yaitu :

1. Tinjauan yuridis terhadap penyelesaian wanprestasi debitur atas perjanjian

kredit Bank dengan jaminan Hak Tanggungan Studi pada PT. Bank

Negara Indonesia, Tbk SKC Polonia Medan (Alexander Johannes M.

Simanjuntak 080200278).

(30)

2. Pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada PT.

Bank Perkreditan Rakyat Solider Badan Kredit Kecamatan Pancur Batu

Kabupaten Deli Serdang (E. Daylon Sitanggang 070200347).

3. Perjanjian kredit serta kaitannya dengan hak tanggungan UU No. 4 Tahun

1996 (Albert Pangaribuan 920200009).

4. Segi-segi hukum perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan

(Helinda Y. Lubis 920200707).

F. Sistematika Penulisan

Agar materi dalam skripsi ini dapat diikuti dan dimengerti dengan baik,

maka skripsi ini tersusun secara sistematis yakni di mana masing-masing

bab dibagi atas beberapa bagian sub bab dan berkaitan satu dengan yang

lainnya.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang,

Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode

Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

PERBANKAN

Dalam bab ini akan membahas mengenai Tinjauan Umum tentang

(31)

Umumnya, dan Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Baku Antara

Debitur dan Kreditur. Tinjauan Umum tentang Perjanjian meliputi

Pengertian Umum Perjanjian, Asas-Asas Perjanjian, Syarat

Syahnya suatu Perjanjian, Prestasi dan Wanprestasi.

BAB III PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN DENGAN JAMINAN

HAK TANGGUNGAN

Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengertian dan Konsep

Teoritis Hukum Jaminan, Hak Tanggungan atas Hak atas Tanah,

dan Force Majeure dan Akibat-Akibat Hukumnya.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PEMEGANG

JAMINAN BERUPA HAK TANGGUNGAN YANG

MENGALAMI FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN

KREDIT (STUDI PADA PT. MANDIRI, TBK MEDAN)

Dalam bab ini akan membahas mengenai Akibat Musnahnya

Obyek Jaminan yang Mengalami Force Majeure dalam Hak

Tanggungan, Perlindungan Hukum Bagi Kreditur terhadap Jaminan

Berupa Hak Tanggungan yang Mengalami Force Majeure, dan

Upaya Penyelesaian Kredit terhadap Jaminan Berupa Hak

Tanggungan yang Mengalami Force Majeure.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan membahas mengenai Kesimpulan dan Saran

(32)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN

A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian

1. Pengertian Umum Perjanjian

Perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, dimana didalamnya juga

mengatur tentang perikatan. Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka,

artinya memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian

yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

Istilah “perjanjian” dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

kata “overeenkomst” dalam bahasa Belanda atau istilah ”agreement” dalam

bahasa Inggris. Di dalam Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu

persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Menurut Prof. Subekti, S.H., yang dimaksud dengan “Perjanjian” adalah

suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau di mana

dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini,

timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.

Menurut Prof. Subekti, S.H., yang dimaksud dengan “Perikatan” adalah

suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana

(33)

lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.12 Pihak-Pihak yang ada dalam

suatu perjanjian disebut sebagai subyek perjanjian yang terdiri dari manusia dan

badan hukum.

Jadi, istilah “hukum perjanjian” berbeda dengan istilah “hukum perikatan”.

Karena dengan istilah “perikatan” dimaksudkan sebagai semua ikatan yang diatur

dalam KUH Perdata, jadi termasuk juga baik perikatan yang terbit karena

undang-undang maupun perikatan yang terbit dari perjanjian. Dalam hal ini jika dengan

hukum perikatan, termasuk baik perikatan yang terbit dari undang-undang

maupun perikatan yang terbit karena undang-undang, maka dengan hukum

perjanjian, yang dimaksudkan hanya terhadap perikatan-perikatan yang terbit dari

perjanjian saja. Sedangkan hukum yang berlaku terhadap perjanjian pada

prinsipnya adalah KUH Perdata.13

Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang

membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan

yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa

perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan,

disampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan

persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat

12 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2001, hlm. 1.

(34)

dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama

artinya.14

Pihak-pihak yang ada dalam suatu perjanjian disebut sebagai subyek

perjanjian yang terdiri dari manusia dan badan hukum.

2. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat15 :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;

3. Mengenai suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Keempat syarat sahnya perjanjian di atas, dapat dibagi dalam 2 (dua)

kelompok, yaitu16 :

1. Syarat Subyektif

Adalah suatu syarat yang menyangkut pada subyek perjanjian apabila

yang menyangkut pada subyek ini tidak dipenuhi, maka salah satu pihak

dapat meminta supaya perjanjian tersebut dibatalkan. Pihak yang dapat

meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang

memberiksan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas. Syarat

subyektif terdiri dari :

(35)

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Maksud dari kata sepakat adalah tercapainya persetujuan kehendak

antara para pihak mengenai pokok-pokok perjanjian yang dibuat itu.

Kata sepakat itu dinamakan juga perizinan, artinya bahwa kedua

belah pihak yang mengadakan suatu perjanjian harus bersepakat.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah

cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh

undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.

Berkaitan dengan hal ini, Pasal 1330 KUH Perdata menemukan tentang

orang-orang yang tidak cakap membuat suatu perjanjian, yaitu :

- Orang-orang yang belum dewasa;

- Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

- Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang

dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang

membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Tetapi hal ini sudah

dihapuskan berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3/1963

tanggal 4 Agustus 1963 kepada Ketua Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia. Bahwa Mahkamah Agung

menganggap Pasal 108 dan Pasal 110 KUH Perdata tentang wewenang

suatu isteri untuk melakukan suatu perbuatan hukum dan untuk

menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya

(36)

2. Syarat Obyektif

Adalah syarat yang menyangkut pada obyek perjanjian, yang meliputi

suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Apabila syarat ini tidak

dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula

tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu

perikatan. Syarat obyektif terdiri dari :

a. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu maksudnya adalah obyek perjanjian. Obyek

perjanjian biasanya berupa barang atau benda. Menurut Pasal 1332

KUH Perdatan menyebutkan bahwa hanya barang-barang yang dapat

menjadi pokok persetujuan-persetujuan.

Selain itu dalam Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan

bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu

barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.

Jadi penentuan obyek perjanjian sangatlah penting untuk

menentukan hak dan kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian

jika timbul perselisihan dalam pelaksanaannya.

b. Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal berhubungan dengan isi perjanjian. Menurut

pengertiannya, “sebab causa” adalah isi dan tujuan perjanjian,

dimana hal tersebut tidak boleh bertentangan dengan

(37)

Sedangkan dalam Pasal 1335 KUH Perdata menyebutkan bahwa

suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu

sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.

Berkaitan dengan hal ini, maka akibat yang timbul dari perjanjian

yang berisi sebab yang tidak halal adalah batal demi hukum. Dengan

demikian tidak dapat memenuhi pemenuhannya di depan hukum.17

3. Asas-Asas Perjanjian

Menurut Salim H.S. didalam Hukum Kontrak atau Hukum Perjanjian,

dikenal adanya 5 (lima) asas penting, yaitu18 :

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas Kebebasan Berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal

1338 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan bahwa semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya.

Asas Kebebasan Berkontrak memberikan kebebasan kepada para

pihak untuk :

(a) membuat atau tidak membuat perjanjian,

(b) mengadakan perjanjian dengan siapapun,

(c) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya,

(d) menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis dan lisan.

17Ibid., hlm. 20

(38)

b. Asas Konsensualisme

Asas Konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)

KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat

sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas

Konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian

pada umumnya tidak diadakan secara formal tetapi cukup dengan

adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan

persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat kedua

belah pihak. Asas Konsesualisme yang dikenal dalam KUH Perdata

adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.

c. Asas Kepastian Hukum (Asas Pacta Sunt Survanda)

Asas Pacta Sunt Servanda disebut juga dengan Asas Kepastian

Hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini

merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati

substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak sebagaimana layaknya

sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi

terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas Pacta

Sunt Servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata menyebutkan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah

(39)

Namun dalam perkembangannya, Asas Pacta Sunt Servanda diberi

arti pactum, yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan dengan

sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan nudus pactum

sudah cukup dengan sepakat saja.

d. Asas Iktikad Baik (Goede Trouw)

Asas Iktikad Baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH

Perdata menyebutkan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan

iktikad baik.

Asas Iktikad Baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu kreditur

dan debitur, harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan

kepercayaan dan keyakinan teguh atau kemauan baik para pihak.

Asas ini dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

(a) Iktikad Baik Nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku

yang nyata dari subjek perjanjian.

(b)Iktikad Baik Mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan

keadilan, dengan dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai

keadaan atau membuat penilaian yang tidak memihak menurut

norma-norma yang obyektif.

e. Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas Kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa

(40)

perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal

1340 KUH Perdata.

Pasal 1315 menyebutkan bahwa pada umumnya seseorang tidak

dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya

sendiri.

Pasal 1340 menyebutkan bahwa perjanjian hanya berlaku antara

pihak yang membuatnya.

Namun ketentuan tersebut ada pengecualiannya sebagaimana diatur

dalam Pasal 1317 KUH Perdata menyebutkan bahwa dapat pula

perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, apabila suatu

perjanjian dibuat untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian kepada

orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.

Sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata tidak hanya mengatur

perjanjian untuk diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan ahli

warisnya atau orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.

Pasal 1317 KUH Perdata mengatur perjanjian untuk kepentingan

pihak ketiga, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata mengatur

perjanjian untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli waris, dan

orang-orang yang memperoleh hak darinya.

3. Prestasi dan wanprestasi

Suatu perjanjian dapat menimbulkan prestasi dan kontra prestasi bagi para

pihak dari perjanjian tersebut. Prestasi (performance) dari suatu perjanjian adalah

(41)

dalam suatu perjanjian oleh kedua belah pihak yang telah mengikatkan diri untuk

itu. Jadi, memenuhi prestasi dalam perjanjian adalah ketika para pihak memnuhi

janjinya.19

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1234 KUH Perdata, maka prestasi dari

suatu perjanjian terdiri dari :

1. Memberikan sesuatu;

2. Berbuat sesuatu;

3. Tidak berbuat sesuatu.

Suatu perjanjian dapat dikatakan dilaksanakan dengan baik apabila para

pihak telah memenuhi syarat yang telah diperjanjikan. Namun demikian pada

kenyataannya, sering dijumpai bahwa pelaksanaan dari suatu perjanjian tidak

dapat berjalan dengan baik karena salah satu pihak wanprestasi. Dapat pula

dikemukakan, bahwa ia lalai atau alpa atau ingkar janji atau bahkan melanggar

perjanjian dengan melakukan suatu hal yang tidak boleh dilakukan.

Pengertian wanprestasi, yang kadang-kadang disebut juga dengan istilah

“cidera janji” adalah kebalikan dari pengertian prestasi. Dalam bahasa Inggris

disebut dengan “default” atau “nonfulfillment” atau “breach of contract”. Yang

dimaksudkan adalah tidak dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban

sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama, seperti yang tersebut dalam

kontrak yang bersangkutan.20

19 Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Rajawali Pers Jakarta, 2014, hlm. 207.

(42)

Menurut pendapat R. Subekti, wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang

debitur dapat berupa21 :

a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan;

c. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

d. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang wanprestasi ada 4 (empat)

macam, yaitu22 :

1. membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau membayar ganti

rugi;

2. pembatalan perjanjian;

3. peralihan risiko;

4. membayar biaya perkara jika sampai diperkarakan di pengadilan.

Debitur yang dituduh lalai atau wanprestasi oleh krediturnya dapat

melakukan pembelaan guna mencegah terjadinya eksekusi obyek jaminan atau

menghindari kewajiban membayar ganti rugi. Pembelaan debitur dapat meliputi 3

(tiga) macam, yaitu23 :

21 Subekti, Op.Cit., hlm. 45. 22Ibid.

(43)

1. Debitur mengajukan alasan adanya keadaan memaksa (force

majeure/overmacht) sehingga debitur tidak dapat melaksanakan

kewajibannya.

2. Debitur mengajukan alasan bahwa pihak kreditur juga telah lalai

melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian, misalnya kreditur terlambat

mencairkan kredit.

3. Debitur mengajukan alasan bahwa pihak kreditur telah menetapkan

aturan kredit yang tidak wajar misalnya menetapkan bunga dan denda

yang terlalu tinggi atau menetapkan syarat agunan yang terlalu ketat.

B. Pengaturan Perjanjian Kredit Perbankan pada Umumnya

Yang dimaksud dengan perkreditan adalah suatu penyediaan uang atau

yang dipersamakan dengannya, yang didasari atas perjanjian pinjam-meminjam

antara pihak kreditur (bank, perusahaan atau perorangan) dengan pihak debitur

(peminjam), yang mewajibkan pihak debitur untuk melunasi hutangnya dalam

jangka waktu tertentu, di mana sebagai imbalan jasanya, kepada pihak kreditur

(pemberi pinjaman) diberikan hak untuk mendapatkan bunga, imbalan atau

pembagian hasil keuntungan selama masa kredit tersebut berlangsung.24

Istilah kredit dapat didefinisikan dalam beberapa golongan, yaitu :

1. Berdasarkan Etimologis

(44)

Kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu “credere” yang berarti

kepercayaan (trust atau faith). Dengan demikian istilah kredit memiliki arti

khusus, yaitu meminjamkan uang (atau penundaan pembayaran). Apabila

orang mengatakan membeli secara kredit maka hal itu berarti si pembeli

tidak harus membayarnya pada saat itu juga.25

2. Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

a. Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan

atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain,

yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil

keuntungan.

b. Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain

yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunsai utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

(45)

c. Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005

tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (disebut PBI 7/2005)

menyebutkan bahwa penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu

dengan pemberian bunga, termasuk :

- Cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah

yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;

- Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang;

- Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.”

3. Berdasarkan Pendapat Ahli

Raymond P. Kent dalam bukunya Money and Banking mengatakan

bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atas kewajiban

untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta atau pada waktu

yang akan datang karena penyerahan barang-barang sekarang.26

Menurut O.P. Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi

(misalnya uang, barang) dengan batas prestasi (kontra prestasi) akan

terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini kehidupan ekonomi modern

(46)

adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat

kredit yang menjadi pembahasan.27

Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima

kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan

saling menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan

atas komponen-komponen kepercayaan risiko, dan pertukaran ekonomi

pada masa-masa mendatang.28

Peraturan tentang perkreditan atau regulasi perkreditan di sektor

perbankan secara nasional diatur dalam UU Perbankan dan Peraturan Bank

Indonesia. Di samping itu, pengaturan perkreditan juga diatur secara internal di

masing-masing bank dalam bentuk Pedoman Perkreditan atau Peraturan

Perkreditan.29

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan di dalam Pasal 8 ayat (2) secara

tegas meyebutkan bahwa Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan Pedoman

Perkreditan dan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pedoman Perkreditan yang harus ada di masing-masing Bank Umum,

berdasarkan Penjelasan Pasal 8 ayat (2) dari UU Nomor 10 Tahun 1998, harus

memuat aturan tentang :

27 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 123.

28Ibid.

(47)

a. Perjanjian kredit harus dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis;

b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan

nasabah debitur untuk melunasi utangnya. Keyakinan tersebut harus

berdasarkan hasil penilaian terhadap Prinsip 5-C (Character, Capacity,

Capital, Collateral, dan Condition of Economy);

c. Bank wajib menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau

Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

d. Bank wajib memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan

persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

e. Bank dilarang memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur atau

pihak terafiliasi;

f. Bank wajib menetapkan aturan tentang cara-cara penyelesaian sengketa.

Regulasi Perkreditan di sektor Perbankan juga diatur oleh Bank Indonesia

yang berwenang untuk melakukan pengawasan bank di Indonesia. Berdasarkan

SK Direksi BI No. 27/162/KTP/DIR tanggal 31 Maret 1995 kepada setiap bank

diwajibkan untuk memiliki kebijakan perkreditan secara tertulis, yang

sekurang-kurangnya memuat atau mengatur prinsip kehati-hatian dalam perkreditan,

organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan persetujuan kredit, dokumentasi

dan administrasi kredit, pengawasan, dan penyelesaian kredit bermasalah.30

(48)

Melalui ketentuan tersebut diharapkan bank mempunyai panduan yang

jelas sebagai pedoman pelaksanaan perkreditannya. Dengan demikian risiko yang

mungkin timbul sedini dapat dideteksi dan dikendalikan sedini mungkin,

sekaligus dapat menghindari kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang

dalam pemberian kredit. Dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang

dengan sengaja melanggar pedoman perkreditan, sesuai Pasal 49 ayat (2) huruf b

UU No. 10/1998 dapat diancam pidana penjara 3 hingga 8 tahun serta denda Rp 5

miliar hingga Rp 10 miliar.31

Unsur kredit yang paling esensial adalah “Kepercayaan” dari bank/kreditur

terhadap nasabah peminjam/debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena

dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh

debitur, antara lain : jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau

agunan, dan lain-lain.32

Dalam buku “Dasar-Dasar Perkreditan” karya Drs. Thomas Suyatno

mengemukakan unsur-unsur kredit terdiri atas33 :

a. kepercayaan;

b. tenggang waktu;

c. tingkat risiko (degree of risk);

d. pestasi dan obyek kredit.

31Ibid.

32 Iswi Hariyani dan R. Serfianto D.P., Op.Cit., hlm. 99.

(49)

Menurut CH. Gatot Wardoyo, bahwa perjanjian kredit mempunyai

beberapa fungsi, yaitu34 :

1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian

kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya

perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan

barang jaminan;

2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan hak

dan kewajiban di antara kreditur/bank dengan nasabah/debitur;

3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring

kredit.

Dalam prakteknya saat ini, secara umum ada 2 (dua) jenis kredit yang

diberikan oleh bank kepada para nasabahnya, yaitu35 :

1. Kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya, berupa :

a. Kredit Produktif

Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang

menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usahanya. Untuk

kredit jenis ini terdapat 2 (dua) kemungkinan, yaitu :

- Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai

kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi

dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan.

34 S. Mantayborbir, Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hlm. 89.

(50)

- Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan

barang modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan

suatu barang ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan.

b. Kredit Konsumtif

Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang perorangan

untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat umumnya (sumber

pengembaliannya dari fixed income debitur).

2. Kredit ditinjau dari segi jangka waktunya, berupa :

a. Kredit Jangka Pendek

Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak

melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun.

b. Kredit Jangka Menengah

Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka

waktu lebih dari 1 (satu) tahun tetapi tidak lebih dari 3 (tiga) tahun.

c. Kredit Jangka Panjang

Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka

waktu 3 (tiga) tahun.

C. Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Baku Antara Debitur dan Kreditur

Perjanjian kredit dari bank (selaku kreditur) kepada nasabah (selaku

debitur) harus selalu didasari adanya perjanjian kredit antara kedua belah pihak.

(51)

Perjanjian, terutama asas-asas Hukum Perjanjian dan syarat sahnya suatu

perjanjian.36

Pemberian kredit dari Bank kepada Debitur, selain harus didasari oleh

adanya unsur kepercayaan, juga harus didasari oleh adanya sebuah kontrak

perjanjian kredit yang bersifat tertulis dan pada umumnya perjanjian kredit

tersebut diikat dengan sebuah akta notaris agar kepastian hukumnya lebih

terjamin.37

Menurut Prof. Subekti, S.H., pengertian perjanjian adalah suatu peristiwa

di mana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu

saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbullah suatu

hubungan hukum antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian

itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.38

Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang

mengandung janji-janji kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Menurut Pasal

1313 KUH Perdata, perjanjian atau persetujuan diartikan sebagai perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih. Hubungan antara dua orang tersebut adalah suatu hubungan hukum di mana

hak dan kewajiban di antara para pihak tersebut dijamin oleh hukum.39

36 Iswi Hariyani dan R. Serfianto D.P., Op.Cit., hlm. 102. 37Ibid. hlm. 103

38 Subekti, Op.Cit. hlm.1.

(52)

Perjanjian kredit antara Debitur dengan Bank terdiri dari 2 (dua) macam

perjanjian, yaitu :

1. Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Pokok

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok yang bersifat riil, yan diikuti

dengan perjanjian jaminan sebagai perjanjian tambahan (accessoir).

Pengertian “riil” berarti perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang

oleh pihak Bank kepada Debitur.40

Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan umumnya

berbentuk perjanjian baku (standard contarct), karena bentuk perjanjiannya

telah disediakan pihak bank sebagai kreditur, sedangkan pihak debitur hanya

mempelajari dan memahami dengan baik.41

Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa klausula baku adalah

setiap aturan atau ketentuan dan syarat yang telah dipersiapkan atau

ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan

dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi

konsumen.

Dari pengertian tersebut, tampak bahwa isi perjanjian dengan klausula

baku ditetapkan secara sepihak oleh kreditur, ini menunjukkan hukum yang

berlaku pada perjanjian itu adalah hukum kreditur. Sekaligus juga

(53)

menunjukkan pihak yang berkedudukan sosial dan ekonominya kuat

seolah-olah yang berwenang menetukan isi perjanjian.42

Dalam perjanjian baku, pihak debitur hanya dalam posisi menerima

atau menolak tanpa ada kemungkinan melakukan negosiasi atau tawar

menawar. Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang

ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban menandatangani perjanjian

kredit, tetapi apabila debitur menolak maka ia tidak perlu menandatangani

perjanjian kredit tersebut.43

Perjanjian baku ini diperlukan untuk memenuhi kedudukan yang

sifatnya praktis dan kolektif. Pada tahap ini, kedudukan calon nasabah debitur

sangat lemah, sehingga menerima saja syarat-syarat yang diajukan dan

ditetapkan oleh pihak kreditur, karena jika tidak demikian, maka calon

nasabah debitur tidak akan mendapatkan kredit yang dimaksud.44

Perjanjian kredit, walaupun umumnya berbentuk perjanjian baku,

tetapi bentuk perjanjian baku tersebut tidak mengingkari asas kebebasan

berkontrak, sepanjang tetap menegakkan asas-asas umum perjanjian seperti

penetapan syarat-syarat yang wajar dengan menjunjung keadilan, dan adanya

keseimbangan para pihak sehingga menghilangkan upaya penekanan kepada

pihak lainnya.45

42 Gatot Supramo, Perjanjian Utang Piutang, Kencana, Jakarta, 2014, hlm. 20. 43 Hermansyah, Op.Cit., hlm. 67.

(54)

Rumusan perjanjian baku dalam perjanjian kredit harus memenuhi

beberapa syarat, yaitu46 :

1. tidak ada unsur kecurangan;

2. tidak ada unsur pemaksaan akibat ketidakseimbangan kekuatan

para pihak;

3. tidak ada syarat perjanjian yang hanya menguntungkan secara

sepihak;

4. tidak ada risiko yang hanya dibebankan secara sepihak;

5. tidak ada pembatasan hak untuk menggunakan upaya hukum.

Perjanjian kr

Referensi

Dokumen terkait

42 Gambar 4.13 Tampilan M-File Setelah Di Running Untuk Mencari Perhitungan Rugi-Rugi Daya Dan Perhitungan Rugi-Rugi Daya Dalam Persen (%) Beban Puncak Siang Pada Penyulang

pertanggungjawaban pidana di maksudkan untuk menentukan apakah seseorang dapat mempertanggungjawabkan perbuatan pidana atau tidak terhadap tindakan yang di lakukanya itu,

Hipotesis yang dibangun bahwa senyawa Y- 24180 dapat digunakan sebagai senyawa penuntun dalam pengembangan protokol penapisan virtual berbasis struktur (PVBS),

Demikianlah berita acara serah terima barang ini di perbuat oleh kedua belah pihak, adapun barang- barang tersebut dalam keadaan baik dan cukup, sejak penandatanganan berita

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh laju regangan linier ( e ) terhadap kekuatan tarik dan regangan bahan plat baja karbon rendah, tebal 2 mm, yang dilas

rumusan penelitian ini adalah “adakah hubungan tingkat kemampuan a ktivitas dasar sehari- hari dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma

Karena Obat Herbal De Nature di podo jodo spesialis kelamin insyaAllah bisa membantu menjadi perantara kesembuhan kemaluan yang keluar nanah atau gonore alias

Manajer perusahaan akan mengalami kesulitan untuk menyembunyikan informasi dari para kreditor sehingga manajer akan berhati-hati dalam mengatur tingkat konservatisma agar