Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
GITA FIOLANDA GRESIA
110904104
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya peneliti ini dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulisan skripsi yang berjudul “Representasi Pesan Tradisi Budaya Karo Dalam Film 3 Nafas Likas” ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya merupkan hasil pembelajaran yang peneliti terima selama mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara. Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapat saran, bimbingan dan arahan baik dari segi moril maupun materi serta dorongan semangan dari berbagai pihak yang sangan berguna bagi saya.
Secara khusus saya ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua peneliti, Ayahanda Drs. Grensi Kembaren dan Ibunda Dra. Pesta Ria Barus serta kedua saudara Feba Kembaren dan Gerika Kembaren yang senantiasa mendoakan, memberikan dukungan dan nasehat yang bijaksana bagi peneliti. Ucapan terimakasih lainnya saya ingin sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Dra. Fatma Wardi Lubis, MA selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi
3. Ibu Dra. Dayana, Msi selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi atas segala bantuan serta dukungannya yang sangat berguna dan bermanfaat bagi peneliti.
mulai dari semester awal hingga saya menyelesaikan perkuliahan dikampus dengan ilmu ilmu yang luar biasa
7. Sahabat-sahabat spesial peneliti Sebrina, Putri M, Mira, Deasy, Juwita, Putri, Henny, Retika, Sera, Febe, Fey, Nika, Anke, Redno, Tommy dan yang lainnya yang tidak bisa peneliti sebutkan satu-persatu disini. Terimakasih telah memberikan banyak dukungan dan bantuan kepada peneliti.
8. Kepada David Barus yang tidak pernah jenuh memberi semangat dan motivasi kepada peneliti.
9. Teman-teman Ilmu Komunikasi berbagai stambuk terutama teman seperjuangan stambuk 2011 yang senantiasa menjadi teman terbaik bagi saya dan member motivasi sehingga peneliti terus semangat mengerjakan skripsi ini hingga selesai.
Menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, peneliti memohon maaf sebesar-besarnya. Dan peneliti sangat menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk perbaikan dan pendorong peneliti untuk dapat semakin maju. Semoga skripsi ini dapat menambah khasanah pengetahuan kita semua. Amin.
Medan, April 2015 Peneliti
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Gita Fiolanda Gresia
NIM : 110904104
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas : Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-eksklusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Representasi Pesan Budaya Karo Dalam Film 3 Nafas Likas. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, untuk mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan memp[ublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Medan, April 2015
Gita Fiolanda Gresia Ilmu Komunikasi
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Representasi Pesan Budaya Karo Dalam Film 3 Nafas Likas”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui representasi dan makna pesan tradisi budaya karo yang terkandung dalm film 3 Nafas Likas berdasarkan tanda-tanda yang muncul pada film tersebut. Film sebagai representasi budaya, film tidak hanya mengkonstruksi nilai-nilai budaya tertentu didalam dirinya sendiri, tapi juga tentang bagaimana nilai-nilai diproduksi dan bagaimana nilai itu dikonsumsi oleh masyarakat yang menyaksikan film tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan, yaitu : Paradigma Konstruktivis, Komunikasi Massa, Semiotika Roland Barthes, Representasi, serta Komunikasi Antar Budaya. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Roland Barthes berupa signikasi dua tahap (two order of signification); denotasi dan konotasi, yang kemudian dibagi dalam penanda, petanda, level donotasi dan level konotasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa film 3 nafas likas merupakan film yang mengangkat budaya karo sebagai latar budayanya. Sekitar 10 persen adegan di film 3 Nafas Likas ini menggunakan dialog dalam bahasa karo. Segmentasi film ini adalah masyarakat yang menggemari film tokoh perjuangan dan masyarakat karo itu sendiri. Pesan yang ingin disampaikan agar penonton bisa kembali mengingat dan mengenang setiap jasa pahlawan untuk dijadikan motivasi, cerminan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tidak melupakan budaya yang berkembang dilingkungan kita.
Kata kunci :
Gita Fiolanda Gresia Communication Science
ABSTRACK
This research titled “Representasi Pesan Budaya Karo Dalam Film 3 Nafas Likas”. The purpose of this research was to determine the representation and meaning of cultural messages contained in the 3 Nafas Likas movie by signs that appear in that movie. The movie as a cultural representation not only construct a particular cultural values within itself, but also about how the values are produced and how that value is consumed by people who watch the movie. In this research , researchers used some relevant theory : Constructivist Paradigm, Mass Communication, Semiotics Roland Barthes, Representation, and Intercultural Communication. This research uses a semiotic analysis of the significance of Roland Barthes form two stages (two orders of signification);; denotation and connotation, which is then divided into markers, markers, donotasi level and the level of connotation. denotation and connotation, which is then divided into markers, markers, donotasi level and the level of connotation. The results of this study found that 3 Nafas Likas movie is a movie that raised karo culture as cultural background. Approximately 10 % t of the scenes in the 3 Nafas Likas movie uses Karo language dialogue. Segmentation of this movie is the public who enjoyed the movie about leaders and karonese community. The message that the audience can remember every heroes sacrifice for our country to be used as motivation, reflection in the life of the nation by not forgetting our culture that flourished in the environment
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1Konteks Masalah ... 1
1.2Fokus Masalah ... 4
1.3Tujuan Penelitian ... 4
1.4Manfaat Penelitian ... 4
BAB II PARADIGMA & TEORI KOMUNIKASI 2.1Kajian Penelitian Terdahulu ... 6
2.2Paradigma Kajian ... 9
2.3Teori Film ... 12
2.3.1 Perkembangan Teori Film ... 12
2.3.2 Pengertian Film ... 14
2.3.3 Jenis-jenis Film ... 17
2.3.4 Unsur-unsur Film ... 18
2.3.5 Tujuan dan Pengaruh Film ... 22
2.3.6 Film Sebagai Representasi Budaya ... 23
2.4Semiotika ... 25
2.5.1Semiotikan Roland Barthes ... 30
2.5.2Semiotika Dalam Film ... 33
2.5.3Semiotika komunikasi Visual ... 38
2.5 Komunikasi Antar Budaya ... 46
2.5.1Unsur-Unsur Budaya ... 46
2.5.2Pesan Tradisi Budaya Dalam Suatu Film ... 48
2.7 Representasi Dalam Sebuah Film ... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Metode Penelitian ... 53
3.2Subjek dan Objek Penelitian ... 53
3.3Unit Analisis ... 53
3.4Teknik Pengumpulan Data ... 54
3.5Keabsahan Data... 54
4.3Analisis Data ... 60
4.3.1Analisis Scene Pertama ... 60
4.3.2Analisis Scene Kedua ... 66
4.3.3Analisi Scene Ketiga ... 71
4.3.4Analisis Scene Keempat ... 76
4.3.5Analisis Scene Kelima ... 81
4.3.6Analisis Scene Keenam ... 86
4.3.7Analisis Scene Ketujuh ... 90
4.4 Mitos Dan Temuan Analisis Data ... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 100
5.2Saran ... 101
DAFTAR REFERENSI ... 103
LAMPIRAN
- Biodata Peneliti
Tabel 2 Tabel Proses Representasi fiske ... 51
Tabel 3 Teknik Dalam Menyunting Gambar ... 58
Tabel 4 Ikon Scene Pertama ... 62
Tabel 5 Ikon Scene Kedua... 67
Tabel 6 Ikon Scene Ketiga ... 72
Tabel 7 Ikon Scene Keempat... 77
Tabel 8 Ikon Scene Kelima ... 83
Tabel 9 Ikon Scene Keenam ... 87
Gambar 2 Peta Tanda Roland Barthes ... 32
Gambar 3 Scene Pertama ... 60
Gambar 4 Scene Kedua ... 67
Gambar 5 Scene Ketiga ... 70
Gambar 6 Scene Keempat ... 76
Gambar 7 Scene Kelima ... 81
Gambar 8 Scene Keenam ... 87
lrlAlv'lA
NIX,{
: HItu\,{ AWATI FAI{N Y TAN,IPUBOLOI{
: i 10200242
jiiul;L
Siiiiipsi
: FEF.Lil-iDLilliGA}liiiliKUivi
KREDiTUR FEir{EGAiriC.TAN{i}iA}.i BERI,]PA
HAK
TANGGI-iNGAN YA}{GfuTEI'iGALAh,{I
T;OIIC{J A,(,4.T}-;I
iR{:
DALAM PER-iAiiii;ri''i i{R.EDiI
iSTUi}i FADn FT.
tsaiiKMAidDrRr (PERSERO). TBK CABANG MEDAIi)
Dengan ini rnenyatakan:
i.
iiafuwaisi
skripsi yang saya tuiis tersebuiiii
atas adaiair benar tidakmerupakan ciplakan dari skripsi atai.r karya ilmiah orang laitr.
2.
Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan rnakasegaia akibat hukurn yar.lg iiulbui nrenjacii tanggung jarvab sa5.'a.
Dernikian pemvataan ini sa.va buat dengan setrenam-_va tanpa ada paksaan atau
tekanan dari pihak marlapun.
vi
Di dalam pelaksanaan kredit dengan jaminan berupa hak tanggungan bisa saja terjadi force majeure sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi kreditur karena obyek jaminan yang diperjanjikan telah musnah. Di dalam skripsi permasalahan yang dibahas adalah akibat musnahnya obyek jaminan yang mengalami force majeure dalam hak tanggungan, perlindungan hukum bagi kreditur terhadap jaminan berupa hak tanggungan yang mengalami force majeure, upaya penyelesaian kredit terhadap jaminan berupa hak tanggungan yang mengalami force majeure.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yaitu melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan perlindungan hukum kreditur pemegang jaminan berupa hak tanggungan yang mengalami force majeure dalam perjanjian kredit kemudian didukung dengan penelitian lapangan (field research) dilaksanakan dengan wawancara di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Medan dan wawancara dengan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi dokumen, bukti empiris tidak mendalam dengan melakukan wawancara, dan metode studi pustaka (library research). Metode analisis data menggunakan metode kualitatif, yaitu data yang didapat disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa musnahnya obyek jaminan berupa Hak Tanggungan yang disebabkan force majeure tidak menyebabkan hapusnya utang debitur. Selanjutnya perlindungan hukum bagi kreditur pemegang jaminan berupa hak tanggungan adanya pencantuman klausula di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang menyebutkan bahwa debitur wajib untuk mengasuransikan obyek jaminan hak tanggungan tersebut sebagai uang ganti kerugian bagi kreditur apabila obyek jaminan itu musnah disebabkan karena force majeure. Upaya penyelesaian kredit yang dilakukan oleh kreditur adalah melakukan upaya damai (pendekatan personal), yaitu kreditur meminta kepada debitur untuk mengganti obyek jaminan yang telah musnah dengan obyek jaminan yang baru dan debitur tetap membayar utangnya, namun apabila tidak berhasil dapat melalui somasi lewat pengadilan.
Kata Kunci: Hak Tanggungan, Force Majeure, Jaminan
Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.
Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.
Maha Esa atas segala kemurahan dan rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis,
sehingga penulis dapat mengikuti perkuliahan dan dapat menyelesaiakan
penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.
Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk
meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, di
mana hal tersebut merupakana kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin
menyelesaikan perkuliahannya.
Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan “PERLINDUNGAN
HUKUM KREDITUR PEMEGANG JAMINAN BERUPA HAK
TANGGUNGAN YANG MENGALAMI FORCE MAJEURE DALAM
PERJANJIAN KREDIT”. Skripsi ini membahas tentang obyek jaminan hak
tanggungan yang mengalami force majeure.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan sehingga penulis
berharap agar semua pihak dapat memeberikan masukan berupa kritik dan saran
yang membangun demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan
lebih sempurna lagi ke depannya.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak yang dengan ikhlas memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan
doa sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini,
Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum, DFM, sebagai Pembantu
Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.H., sebagai Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. H. Hasyim Purba, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen
Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen
Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Muhammad Hayat, S.H.,, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak membantu penulis dalam memberi masukan, arahan, serta
bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.
8. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II
banyak membantu penulis dalam memberi masukan, arahan, serta
bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.
9. Ibu Dra. Zakiah, M.Pd. sebagai Dosen Penasehat Akademik penulis
selama masa perkuliahan.
10.Seluruh Saf Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
data yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini.
12.Keluarga Tercinta yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan
yang begitu besar yang tiada hentinya kepada penulis.
13.Teman-teman penulis khususnya angkatan 2011 yang telah memberikan
semangat dan motivasi selama penulis mengerjakan skripsi ini.
Medan, 4 Maret 2015
iv
KATA PENGANTAR ... ...i
DAFTAR ISI ... ...iv
ABSTRAK ... ...vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ...1
B. Permasalahan... ...5
C. Tujuan Penelitian ... ...6
D. Manfaat Penelitian ... ...6
E. Metode Penelitian... ...7
F. Keaslian Penulisan ... ...12
G. Sistematika Penulisan ... ...13
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian ... ...15
1. Pengertian Umum Perjanjian ... ...15
2. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian ... ...17
3. Asas-Asas Perjanjian ... ...20
4. Prestasi dan Wanprestasi ... ...23
B. Pengaturan Perjanjian Kredit Perbankan Pada Umumnya ... ...26
v
B. Hak Tanggungan atas Hak atas Tanah ... ...54 C. Force Majeure dan Akibat-Akibat Hukumnya ... ...83
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PEMEGANG JAMINAN
BERUPA HAK TANGGUNGAN YANG MENGALAMI FORCE
MAJEURE (STUDI PADA PT. BANK MANDIRI (PERSERO),
TBK CABANG MEDAN)
A. Akibat Musnahnya Obyek Jaminan yang Mengalami Force Majeure
dalam Hak Tanggungan pada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk
Cabang Medan ...89
B. Perlindungan Hukum Bagi Kreditur terhadap Jaminan Berupa Hak
Tanggungan yang Mengalam Force Majeure pada PT. Bank Mandiri
(Persero), Tbk Cabang Medan ...93
C. Upaya Penyelesaian Kredit terhadap Jaminan Berupa Hak
Tanggungan yang Mengalami Force Majeure pada PT. Bank
Mandiri (Persero), Tbk Cabang Medan ...94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... ...98 B. Saran ... ...100
1 A. Latar Belakang
Pembangunan Nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang
dilaksanakan bangsa Indonesia tujuannya untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Guna mencapai
tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan,
termasuk di bidang ekonomi dan keuangan.
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terkadang mengalami
kesulitan baik karena keterbatasan dana ataupun sebab yang lain. Namun, dalam
hal keterbatasan dana, sekarang dapat diatasi dengan kredit sehingga dapat
dikatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara pertumbuhan kegiatan
ekonomi ataupun pertumbuhan kegiatan usaha suatu perusahaan dengan
perkreditan. Hal ini disebabkan karena dunia perbankan ataupun lembaga
keuangan bukan bank merupakan mitra usaha bagi perusahaan ataupun orang
pribadi.1
Dewasa ini kegiatan kredit sangat erat hubungannya dengan para pelaku
bisnis, dimana masing-masing pihak memiliki alasan dan tujuan tersendiri dalam
1 http://library.usu.ac.id/download/fh/perdata-maria4.pdf (oleh Maria Kaban) diunduh pada
memberikan kredit dengan tujuan untuk memperoleh bunga dari pokok
pinjamannya. Sedangkan bagi pihak debitur atau pihak yang meminjam uang,
alasannya karena tidak memilki dana yang cukup untuk memenuhi
kebutuhannya.2
Di dalam pelaksanaan kredit pada umumnya dilakukan dengan
mengadakan suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat tersebut terdiri dari
perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang dan dengan perjanjian tambahan
berupa perjanjian pemberian jaminan oleh pihak debitur. Pada dasarnya,
pemberian kredit oleh bank diberikan kepada siapa saja yang memilki
kemampuan untuk membayar kembali dengan syarat melalui suatu perjanjian
utang piutang di antara kreditur dan debitur.3
Bagi perbankan, setiap pemberian kredit yang disalurkan kepada
pengusaha selalu mengandung risiko. Oleh karena itu, perlu unsur pengamanan
dalam pengembaliannya. Unsur pengamanan (safety) adalah suatu prinsip dasar
dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian (suitability) dan keuntungan
(profitability). Bentuk pengamanan kredit dalam praktik perbankan dilakukan
dengan pengikatan jaminan.4
Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan yaitu jaminan
perorangan dan jaminan kebendaan. Salah satu jenis jaminan kebendaan yang
dikenal dalam hukum positif adalah Jaminan Hak Tanggungan.
2 http://silapcity.blogspot.com/2009/03/pengertian-kredit.html diunduh pada tanggal 21
Oktober 2014.
3 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm. 1.
4 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, PT. Alumni,
Hak tanggungan merupakan lembaga jaminan dengan tanah sebagai
obyeknya, sehingga sudah bisa kita duga, bahwa ia merupakan hak jaminan
kebendaan yang merupakan bagian daripada Hukum Jaminan pada umumnya.
Karena obyeknya adalah benda, khususnya benda yang berupa tanah.5
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah,
yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan
pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain atau yang lazim disebut
sebagai Kreditur Preferent.
Perlindungan dan pemberian kepastian hukum yang seimbang dalam
Undang-Undang Hak Tanggungan diberikan kepada Kreditur, Debitur, maupun
Pemberi Hak Tanggungan dan pihak ketiga yang terkait. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan bahwa Hak Tanggungan mempunyai ciri sebagai “Hak Kebendaan”
(sebagaimana dalam ketentuan sebelumnya dipunyai oleh lembaga hipotik) yaitu
dapat dipertahankan terhadap pihak ketiga, selalu mengikuti bendanya di tangan
siapa pun benda itu berada (“droit de suit”), mudah dan pasti pelaksanaan
5 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 1, PT. Citra
eksekusinya serta memberikan kedudukan yang diutamakan (preferent) kepada
krediturnya.6
Dalam Pasal 20 ayat 1 UUHT menyebutkan bahwa apabila debitur cidera
janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual obyek yang
dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan yang berlaku dan
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak
mendahulu daripada kreditur-kreditur lain yang bukan pemegang hak tanggungan
atau kreditur pemegang hak tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah.
Peristiwa cidera janji atau wanprestasi yang dilakukan oleh debitur
menyebabkab obyek jaminan hak tanggungan dapat dilelang untuk melunasi
utangnya kepada debitur, akan tetapi bagaimana jika obyek jaminannya tersebut
musnah disebabkan oleh peristiwa force majeure yang dapat mengganggu
jalannya pelunasan utang debitur.
Force Majeure sebagai “keadaan memaksa” merupakan keadaan dimana
seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau
peristiwa yang tak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa
tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur
tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk.7
Dalam Pasal 1244 KUHPerdata menyebutkan bahwa dalam hal ini,
kejadian-kejadian yang merupakan force majeure tersebut tidak pernah terduga
6 Eugenia Liliawati Muljono, Tinjauan Yuridis UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan, Harvarindo, Jakarta, 2003, hlm. 2.
7Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti,
oleh para pihak sebelumnya. Sebab, jika para pihak dapat menduga sebelumnya
akan adanya peristiwa tersebut, maka seyogianya hal tersebut harus sudah
dinegoisasikan diantara para pihak.
Dengan perkataan lain, bahwa peristiwa yang merupakan force majeure
tersebut tidak termasuk ke dalam asumsi dasar (basic assumption) dari para pihak
ketika perjanjian tersebut dibuat. Dengan demikian, berdasarkan kemungkinan
adanya force majeure tersebut haruslah diberikan perlindungan hukum yang jelas
terhadap kreditur pemegang jaminan hak tanggungan atas kredit yang telah
diberikannya kepada debitur tersebut.
Dengan uraian di atas tersebut, penulis memilih skripsi dengan judul
“Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Jaminan Berupa Hak
Tanggungan yang Mengalami Force Majeure dalam Perjanjian Kredit (Studi
Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Medan)”.
A. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Apa akibat musnahnya obyek jaminan yang mengalami force majeure
dalam hak tanggungan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang
Medan?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi kreditur terhadap jaminan
berupa hak tanggungan yang mengalami force majeure pada PT. Bank
3. Bagaimana upaya penyelesaian kredit terhadap jaminan berupa hak
tanggungan yang mengalami force majeure pada PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk Cabang Medan?
B. Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui akibat yang timbul dari musnahnya suatu obyek
jaminan hak tanggungan yang disebabkan karena force majeure dalam
sebuah perjanjian kredit pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang
Medan.
b. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi kreditur pemegang
jaminan hak tanggungan yang disebabkan karena force majeure pada
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Medan.
c. Untuk mengetahui upaya penyelesaian kredit yang dilakukan oleh bank
sebagai kreditur terhadap obyek jaminan hak tanggungan yang
mengalami force majeure pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk
Cabang Medan.
C. Manfaat Penelitian
Kegiatan penulisan ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara
teoritis maupun secara praktis.
Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan
pengembangan pengetahuan dan wawasan serta kajian lebih lanjut bagi
pembaca yang ingin mengetahui dan memperdalam tentang masalah
hukum jaminan khususnya mengenai jaminan hak tanggungan.
2. Secara Praktis
Secara praktis, penulisan skripsi ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga
jaminan hak atas tanah yaitu hak tanggungan.
D. Metode Penelitian
Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka harus didukung dengan
fakta-fakta/dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari suatu penelitian. Penelitian pada
dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati
dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang mudah terpegang di tangan.8
Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan yang merupakan kekuatan pemikiran, pengetahuan manusia
senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas
dasar penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pengasuh-pengasuhnya. Hal itu
terutama disebabkan oleh karena penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar
manusia lebih mengetahui dan mendalami.9
Metode merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh manusia,
merupakan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik
penelitian, maupun sistem dari prosedur dan teknik penelitian.10. Adapun metode
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalahyuridis
normatif. Penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif dilakukan dengan
meneliti bahan pustaka atau data sekunder dahulu dengan melakukan penelusuran
terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan
perlindungan hukum kreditur pemegang jaminan berupa hak tanggungan yang
mengalami force majeure dalam perjanjian kredit kemudian dilanjutkan dengan
mengadakan penelitian terhadap data primer dengan penelitian lapangan (field
research) dilaksanakan di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Medan dengan
melakukan wawancara dengan pihak bank dan juga dengan melakukan
wawancara kepada PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) selaku pejabat yang
berwenang di dalam membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan, dengan cara
mengajukan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas pada skripsi ini.
2.Sumber Data
9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984, hlm.30.
Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder dan didukung dengan
data primer penelitian lapangan (field research) yang dilaksanakan
dengan wawancara kepada pihak PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk,
Medan, yaitu Bapak Arif Budi Agustanto selaku Team Leader dan Ibu
Elvianna Khairi selaku Proffesional Staff, serta melakukan wawancara
dengan Bapak Nofril, S.H. selaku Notaris/PPAT di Medan.
Adapun data sekunder yang dimaksud terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah dokumen-dokumen hukum yang
mengikat dan diterapkan oleh pihak yang berwenang seperti
peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan skripsi ini antara
lain menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah,
serta bahan hukum primer lainnya yang terkait dengan pembahasan
skripsi ini.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian
terkait jaminan hak tanggungan, seperti hasil kajian
seminar-seminar, jurnal-jurnal, buku-buku, makalah-makalah, serta karya
tulis ilmiah lainnya maupun tulisan-tulisan yang terdapat pada
jaminan hak tanggungan dan hal lainnya yang ada kaitnya dengan
pembahasan pada skripsi ini sebagai bahan acuan didalam
penulisan skripsi ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yang digunakan didalam penulisan skripsi ini
adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan dari
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, kamus bahasa
umum, kamus hukum, ensiklopedia hukum serta bahan-bahan lain
diluar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk
melengkapi data di dalam penulisan skripsi ini.
3. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini
adalah melalui studi dokumen, bahan pustaka, serta penelitian lapangan
(field research). Bahan pustaka yang dimaksud terdiri dari bahan
hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen
dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini serta bukti empiris tidak
mendalam dengan melakukan wawancara.
Penelitian lapangan (field research) dilaksanakan di PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk, Medan dengan melakukan wawancara dengan pihak
bank dan juga dengan melakukan wawancara kepada PPAT (Pejabat
Pembuat Akta Tanah) selaku pejabat yang berwenang di dalam
sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas
pada skripsi ini.
4. Analisis Data
Di dalam penulisan skripsi ini menggunakan analisis kualitatif. Metode
analisis data menggunakan metode kualitatif, yaitu data yang didapat
disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif
untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dengan cara
mencatat, mengorganisasikan, mengelompokkan dan mensintesiskan
data selanjutnya memaknai setiap kategori data, mencari dan
menemukan pola, hubungan-hubungan, dan memaparkan
temuan-temuan mengenai perlindungan hukum kreditur pemegang jaminan
berupa hak tanggungan yang mengalami force majeure dalam
perjanjian kredit dalam bentuk deskripsi naratif yang bisa dimengerti
dan dipahami oleh orang lain.
Dalam penulisan skripsi, metode pendekatan yang digunakan
yaitu secara deskriptif, dimulai dengan analisis terhadap perjanjian
kredit perbankan sesuai dengan masalah yang diteliti. Spesifikasi suatu
penelitian bisa dicapai sampai tahap deskriptif atau inferensial.
Penelitian deskriptif apabila hanya menggambarkan keadaan obyek,
sebaliknya penelitian inferensial tidak hanya melukiskan, tetapi dengan
keyakinan tertentu mengambil kesimpulan-kesimpulan. Selanjutnya,
menghadapi persoalan khusus atau tindakan praktis dengan kejadian
tertentu.11
Dengan spesifikasi demikian, diharapkan penulisan skripsi ini
dapat mendeskripsikan mengenai perlindungan hukum kreditur
pemegang jaminan berupa hak tanggungan yang mengalami force
majeure dalam perjanjian kredit berdasarkan permasalahan yang diteliti.
E. Keaslian Penulisan
Skripsi ini merupakan karya asli dari penulis. Menelusuri kepustakaan
telah banyak karya ilmiah dan hasil penelitian tentang jaminan hak tanggungan,
namun berdasarkan uji bersih yang dilakukan, penelitian dengan judul
“Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Jaminan berupa Hak Tanggungan yang
Mengalami Force Majeure dalam Perjanjian Kredit (Studi Pada PT. Bank
Mandiri, Tbk Cabang Medan)” hingga saat ini belum ada. Dengan demikian,
keaslian judul penulis dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis.
Berdasarkan hasil pemeriksaan judul di Perpustakaan Fakultas Hukum
USU terdapat 4 (empat) judul yang mirip dengan judul penulis, yaitu :
1. Tinjauan yuridis terhadap penyelesaian wanprestasi debitur atas perjanjian
kredit Bank dengan jaminan Hak Tanggungan Studi pada PT. Bank
Negara Indonesia, Tbk SKC Polonia Medan (Alexander Johannes M.
Simanjuntak 080200278).
2. Pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada PT.
Bank Perkreditan Rakyat Solider Badan Kredit Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang (E. Daylon Sitanggang 070200347).
3. Perjanjian kredit serta kaitannya dengan hak tanggungan UU No. 4 Tahun
1996 (Albert Pangaribuan 920200009).
4. Segi-segi hukum perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan
(Helinda Y. Lubis 920200707).
F. Sistematika Penulisan
Agar materi dalam skripsi ini dapat diikuti dan dimengerti dengan baik,
maka skripsi ini tersusun secara sistematis yakni di mana masing-masing
bab dibagi atas beberapa bagian sub bab dan berkaitan satu dengan yang
lainnya.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang,
Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode
Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT
PERBANKAN
Dalam bab ini akan membahas mengenai Tinjauan Umum tentang
Umumnya, dan Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Baku Antara
Debitur dan Kreditur. Tinjauan Umum tentang Perjanjian meliputi
Pengertian Umum Perjanjian, Asas-Asas Perjanjian, Syarat
Syahnya suatu Perjanjian, Prestasi dan Wanprestasi.
BAB III PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN DENGAN JAMINAN
HAK TANGGUNGAN
Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengertian dan Konsep
Teoritis Hukum Jaminan, Hak Tanggungan atas Hak atas Tanah,
dan Force Majeure dan Akibat-Akibat Hukumnya.
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PEMEGANG
JAMINAN BERUPA HAK TANGGUNGAN YANG
MENGALAMI FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN
KREDIT (STUDI PADA PT. MANDIRI, TBK MEDAN)
Dalam bab ini akan membahas mengenai Akibat Musnahnya
Obyek Jaminan yang Mengalami Force Majeure dalam Hak
Tanggungan, Perlindungan Hukum Bagi Kreditur terhadap Jaminan
Berupa Hak Tanggungan yang Mengalami Force Majeure, dan
Upaya Penyelesaian Kredit terhadap Jaminan Berupa Hak
Tanggungan yang Mengalami Force Majeure.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini akan membahas mengenai Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN
A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian
1. Pengertian Umum Perjanjian
Perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, dimana didalamnya juga
mengatur tentang perikatan. Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka,
artinya memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian
yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.
Istilah “perjanjian” dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari
kata “overeenkomst” dalam bahasa Belanda atau istilah ”agreement” dalam
bahasa Inggris. Di dalam Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu
persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Menurut Prof. Subekti, S.H., yang dimaksud dengan “Perjanjian” adalah
suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau di mana
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini,
timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.
Menurut Prof. Subekti, S.H., yang dimaksud dengan “Perikatan” adalah
suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana
lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.12 Pihak-Pihak yang ada dalam
suatu perjanjian disebut sebagai subyek perjanjian yang terdiri dari manusia dan
badan hukum.
Jadi, istilah “hukum perjanjian” berbeda dengan istilah “hukum perikatan”.
Karena dengan istilah “perikatan” dimaksudkan sebagai semua ikatan yang diatur
dalam KUH Perdata, jadi termasuk juga baik perikatan yang terbit karena
undang-undang maupun perikatan yang terbit dari perjanjian. Dalam hal ini jika dengan
hukum perikatan, termasuk baik perikatan yang terbit dari undang-undang
maupun perikatan yang terbit karena undang-undang, maka dengan hukum
perjanjian, yang dimaksudkan hanya terhadap perikatan-perikatan yang terbit dari
perjanjian saja. Sedangkan hukum yang berlaku terhadap perjanjian pada
prinsipnya adalah KUH Perdata.13
Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang
membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa
perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan,
disampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan
persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat
12 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2001, hlm. 1.
dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama
artinya.14
Pihak-pihak yang ada dalam suatu perjanjian disebut sebagai subyek
perjanjian yang terdiri dari manusia dan badan hukum.
2. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat15 :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
3. Mengenai suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Keempat syarat sahnya perjanjian di atas, dapat dibagi dalam 2 (dua)
kelompok, yaitu16 :
1. Syarat Subyektif
Adalah suatu syarat yang menyangkut pada subyek perjanjian apabila
yang menyangkut pada subyek ini tidak dipenuhi, maka salah satu pihak
dapat meminta supaya perjanjian tersebut dibatalkan. Pihak yang dapat
meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang
memberiksan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas. Syarat
subyektif terdiri dari :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Maksud dari kata sepakat adalah tercapainya persetujuan kehendak
antara para pihak mengenai pokok-pokok perjanjian yang dibuat itu.
Kata sepakat itu dinamakan juga perizinan, artinya bahwa kedua
belah pihak yang mengadakan suatu perjanjian harus bersepakat.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah
cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh
undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.
Berkaitan dengan hal ini, Pasal 1330 KUH Perdata menemukan tentang
orang-orang yang tidak cakap membuat suatu perjanjian, yaitu :
- Orang-orang yang belum dewasa;
- Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
- Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang
dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang
membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Tetapi hal ini sudah
dihapuskan berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3/1963
tanggal 4 Agustus 1963 kepada Ketua Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia. Bahwa Mahkamah Agung
menganggap Pasal 108 dan Pasal 110 KUH Perdata tentang wewenang
suatu isteri untuk melakukan suatu perbuatan hukum dan untuk
menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya
2. Syarat Obyektif
Adalah syarat yang menyangkut pada obyek perjanjian, yang meliputi
suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Apabila syarat ini tidak
dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula
tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu
perikatan. Syarat obyektif terdiri dari :
a. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu maksudnya adalah obyek perjanjian. Obyek
perjanjian biasanya berupa barang atau benda. Menurut Pasal 1332
KUH Perdatan menyebutkan bahwa hanya barang-barang yang dapat
menjadi pokok persetujuan-persetujuan.
Selain itu dalam Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan
bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu
barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.
Jadi penentuan obyek perjanjian sangatlah penting untuk
menentukan hak dan kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian
jika timbul perselisihan dalam pelaksanaannya.
b. Suatu sebab yang halal
Suatu sebab yang halal berhubungan dengan isi perjanjian. Menurut
pengertiannya, “sebab causa” adalah isi dan tujuan perjanjian,
dimana hal tersebut tidak boleh bertentangan dengan
Sedangkan dalam Pasal 1335 KUH Perdata menyebutkan bahwa
suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu
sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.
Berkaitan dengan hal ini, maka akibat yang timbul dari perjanjian
yang berisi sebab yang tidak halal adalah batal demi hukum. Dengan
demikian tidak dapat memenuhi pemenuhannya di depan hukum.17
3. Asas-Asas Perjanjian
Menurut Salim H.S. didalam Hukum Kontrak atau Hukum Perjanjian,
dikenal adanya 5 (lima) asas penting, yaitu18 :
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal
1338 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
Asas Kebebasan Berkontrak memberikan kebebasan kepada para
pihak untuk :
(a) membuat atau tidak membuat perjanjian,
(b) mengadakan perjanjian dengan siapapun,
(c) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya,
(d) menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis dan lisan.
17Ibid., hlm. 20
b. Asas Konsensualisme
Asas Konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)
KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat
sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas
Konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian
pada umumnya tidak diadakan secara formal tetapi cukup dengan
adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat kedua
belah pihak. Asas Konsesualisme yang dikenal dalam KUH Perdata
adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
c. Asas Kepastian Hukum (Asas Pacta Sunt Survanda)
Asas Pacta Sunt Servanda disebut juga dengan Asas Kepastian
Hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi
terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas Pacta
Sunt Servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata menyebutkan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah
Namun dalam perkembangannya, Asas Pacta Sunt Servanda diberi
arti pactum, yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan dengan
sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan nudus pactum
sudah cukup dengan sepakat saja.
d. Asas Iktikad Baik (Goede Trouw)
Asas Iktikad Baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH
Perdata menyebutkan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan
iktikad baik.
Asas Iktikad Baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu kreditur
dan debitur, harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan
kepercayaan dan keyakinan teguh atau kemauan baik para pihak.
Asas ini dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
(a) Iktikad Baik Nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku
yang nyata dari subjek perjanjian.
(b)Iktikad Baik Mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan
keadilan, dengan dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai
keadaan atau membuat penilaian yang tidak memihak menurut
norma-norma yang obyektif.
e. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas Kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal
1340 KUH Perdata.
Pasal 1315 menyebutkan bahwa pada umumnya seseorang tidak
dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya
sendiri.
Pasal 1340 menyebutkan bahwa perjanjian hanya berlaku antara
pihak yang membuatnya.
Namun ketentuan tersebut ada pengecualiannya sebagaimana diatur
dalam Pasal 1317 KUH Perdata menyebutkan bahwa dapat pula
perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, apabila suatu
perjanjian dibuat untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian kepada
orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.
Sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata tidak hanya mengatur
perjanjian untuk diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan ahli
warisnya atau orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.
Pasal 1317 KUH Perdata mengatur perjanjian untuk kepentingan
pihak ketiga, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata mengatur
perjanjian untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli waris, dan
orang-orang yang memperoleh hak darinya.
3. Prestasi dan wanprestasi
Suatu perjanjian dapat menimbulkan prestasi dan kontra prestasi bagi para
pihak dari perjanjian tersebut. Prestasi (performance) dari suatu perjanjian adalah
dalam suatu perjanjian oleh kedua belah pihak yang telah mengikatkan diri untuk
itu. Jadi, memenuhi prestasi dalam perjanjian adalah ketika para pihak memnuhi
janjinya.19
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1234 KUH Perdata, maka prestasi dari
suatu perjanjian terdiri dari :
1. Memberikan sesuatu;
2. Berbuat sesuatu;
3. Tidak berbuat sesuatu.
Suatu perjanjian dapat dikatakan dilaksanakan dengan baik apabila para
pihak telah memenuhi syarat yang telah diperjanjikan. Namun demikian pada
kenyataannya, sering dijumpai bahwa pelaksanaan dari suatu perjanjian tidak
dapat berjalan dengan baik karena salah satu pihak wanprestasi. Dapat pula
dikemukakan, bahwa ia lalai atau alpa atau ingkar janji atau bahkan melanggar
perjanjian dengan melakukan suatu hal yang tidak boleh dilakukan.
Pengertian wanprestasi, yang kadang-kadang disebut juga dengan istilah
“cidera janji” adalah kebalikan dari pengertian prestasi. Dalam bahasa Inggris
disebut dengan “default” atau “nonfulfillment” atau “breach of contract”. Yang
dimaksudkan adalah tidak dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban
sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama, seperti yang tersebut dalam
kontrak yang bersangkutan.20
19 Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Rajawali Pers Jakarta, 2014, hlm. 207.
Menurut pendapat R. Subekti, wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang
debitur dapat berupa21 :
a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
c. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang wanprestasi ada 4 (empat)
macam, yaitu22 :
1. membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau membayar ganti
rugi;
2. pembatalan perjanjian;
3. peralihan risiko;
4. membayar biaya perkara jika sampai diperkarakan di pengadilan.
Debitur yang dituduh lalai atau wanprestasi oleh krediturnya dapat
melakukan pembelaan guna mencegah terjadinya eksekusi obyek jaminan atau
menghindari kewajiban membayar ganti rugi. Pembelaan debitur dapat meliputi 3
(tiga) macam, yaitu23 :
21 Subekti, Op.Cit., hlm. 45. 22Ibid.
1. Debitur mengajukan alasan adanya keadaan memaksa (force
majeure/overmacht) sehingga debitur tidak dapat melaksanakan
kewajibannya.
2. Debitur mengajukan alasan bahwa pihak kreditur juga telah lalai
melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian, misalnya kreditur terlambat
mencairkan kredit.
3. Debitur mengajukan alasan bahwa pihak kreditur telah menetapkan
aturan kredit yang tidak wajar misalnya menetapkan bunga dan denda
yang terlalu tinggi atau menetapkan syarat agunan yang terlalu ketat.
B. Pengaturan Perjanjian Kredit Perbankan pada Umumnya
Yang dimaksud dengan perkreditan adalah suatu penyediaan uang atau
yang dipersamakan dengannya, yang didasari atas perjanjian pinjam-meminjam
antara pihak kreditur (bank, perusahaan atau perorangan) dengan pihak debitur
(peminjam), yang mewajibkan pihak debitur untuk melunasi hutangnya dalam
jangka waktu tertentu, di mana sebagai imbalan jasanya, kepada pihak kreditur
(pemberi pinjaman) diberikan hak untuk mendapatkan bunga, imbalan atau
pembagian hasil keuntungan selama masa kredit tersebut berlangsung.24
Istilah kredit dapat didefinisikan dalam beberapa golongan, yaitu :
1. Berdasarkan Etimologis
Kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu “credere” yang berarti
kepercayaan (trust atau faith). Dengan demikian istilah kredit memiliki arti
khusus, yaitu meminjamkan uang (atau penundaan pembayaran). Apabila
orang mengatakan membeli secara kredit maka hal itu berarti si pembeli
tidak harus membayarnya pada saat itu juga.25
2. Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
a. Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain,
yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil
keuntungan.
b. Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunsai utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
c. Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (disebut PBI 7/2005)
menyebutkan bahwa penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga, termasuk :
- Cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah
yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;
- Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang;
- Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.”
3. Berdasarkan Pendapat Ahli
Raymond P. Kent dalam bukunya Money and Banking mengatakan
bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atas kewajiban
untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta atau pada waktu
yang akan datang karena penyerahan barang-barang sekarang.26
Menurut O.P. Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi
(misalnya uang, barang) dengan batas prestasi (kontra prestasi) akan
terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini kehidupan ekonomi modern
adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat
kredit yang menjadi pembahasan.27
Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima
kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan
saling menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan
atas komponen-komponen kepercayaan risiko, dan pertukaran ekonomi
pada masa-masa mendatang.28
Peraturan tentang perkreditan atau regulasi perkreditan di sektor
perbankan secara nasional diatur dalam UU Perbankan dan Peraturan Bank
Indonesia. Di samping itu, pengaturan perkreditan juga diatur secara internal di
masing-masing bank dalam bentuk Pedoman Perkreditan atau Peraturan
Perkreditan.29
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan di dalam Pasal 8 ayat (2) secara
tegas meyebutkan bahwa Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan Pedoman
Perkreditan dan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pedoman Perkreditan yang harus ada di masing-masing Bank Umum,
berdasarkan Penjelasan Pasal 8 ayat (2) dari UU Nomor 10 Tahun 1998, harus
memuat aturan tentang :
27 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 123.
28Ibid.
a. Perjanjian kredit harus dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis;
b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
nasabah debitur untuk melunasi utangnya. Keyakinan tersebut harus
berdasarkan hasil penilaian terhadap Prinsip 5-C (Character, Capacity,
Capital, Collateral, dan Condition of Economy);
c. Bank wajib menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
d. Bank wajib memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan
persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
e. Bank dilarang memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur atau
pihak terafiliasi;
f. Bank wajib menetapkan aturan tentang cara-cara penyelesaian sengketa.
Regulasi Perkreditan di sektor Perbankan juga diatur oleh Bank Indonesia
yang berwenang untuk melakukan pengawasan bank di Indonesia. Berdasarkan
SK Direksi BI No. 27/162/KTP/DIR tanggal 31 Maret 1995 kepada setiap bank
diwajibkan untuk memiliki kebijakan perkreditan secara tertulis, yang
sekurang-kurangnya memuat atau mengatur prinsip kehati-hatian dalam perkreditan,
organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan persetujuan kredit, dokumentasi
dan administrasi kredit, pengawasan, dan penyelesaian kredit bermasalah.30
Melalui ketentuan tersebut diharapkan bank mempunyai panduan yang
jelas sebagai pedoman pelaksanaan perkreditannya. Dengan demikian risiko yang
mungkin timbul sedini dapat dideteksi dan dikendalikan sedini mungkin,
sekaligus dapat menghindari kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang
dalam pemberian kredit. Dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang
dengan sengaja melanggar pedoman perkreditan, sesuai Pasal 49 ayat (2) huruf b
UU No. 10/1998 dapat diancam pidana penjara 3 hingga 8 tahun serta denda Rp 5
miliar hingga Rp 10 miliar.31
Unsur kredit yang paling esensial adalah “Kepercayaan” dari bank/kreditur
terhadap nasabah peminjam/debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena
dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh
debitur, antara lain : jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau
agunan, dan lain-lain.32
Dalam buku “Dasar-Dasar Perkreditan” karya Drs. Thomas Suyatno
mengemukakan unsur-unsur kredit terdiri atas33 :
a. kepercayaan;
b. tenggang waktu;
c. tingkat risiko (degree of risk);
d. pestasi dan obyek kredit.
31Ibid.
32 Iswi Hariyani dan R. Serfianto D.P., Op.Cit., hlm. 99.
Menurut CH. Gatot Wardoyo, bahwa perjanjian kredit mempunyai
beberapa fungsi, yaitu34 :
1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian
kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya
perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan
barang jaminan;
2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan hak
dan kewajiban di antara kreditur/bank dengan nasabah/debitur;
3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring
kredit.
Dalam prakteknya saat ini, secara umum ada 2 (dua) jenis kredit yang
diberikan oleh bank kepada para nasabahnya, yaitu35 :
1. Kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya, berupa :
a. Kredit Produktif
Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang
menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usahanya. Untuk
kredit jenis ini terdapat 2 (dua) kemungkinan, yaitu :
- Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai
kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi
dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan.
34 S. Mantayborbir, Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hlm. 89.
- Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan
barang modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan
suatu barang ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan.
b. Kredit Konsumtif
Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang perorangan
untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat umumnya (sumber
pengembaliannya dari fixed income debitur).
2. Kredit ditinjau dari segi jangka waktunya, berupa :
a. Kredit Jangka Pendek
Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak
melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun.
b. Kredit Jangka Menengah
Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka
waktu lebih dari 1 (satu) tahun tetapi tidak lebih dari 3 (tiga) tahun.
c. Kredit Jangka Panjang
Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka
waktu 3 (tiga) tahun.
C. Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Baku Antara Debitur dan Kreditur
Perjanjian kredit dari bank (selaku kreditur) kepada nasabah (selaku
debitur) harus selalu didasari adanya perjanjian kredit antara kedua belah pihak.
Perjanjian, terutama asas-asas Hukum Perjanjian dan syarat sahnya suatu
perjanjian.36
Pemberian kredit dari Bank kepada Debitur, selain harus didasari oleh
adanya unsur kepercayaan, juga harus didasari oleh adanya sebuah kontrak
perjanjian kredit yang bersifat tertulis dan pada umumnya perjanjian kredit
tersebut diikat dengan sebuah akta notaris agar kepastian hukumnya lebih
terjamin.37
Menurut Prof. Subekti, S.H., pengertian perjanjian adalah suatu peristiwa
di mana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbullah suatu
hubungan hukum antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian
itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.38
Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Menurut Pasal
1313 KUH Perdata, perjanjian atau persetujuan diartikan sebagai perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih. Hubungan antara dua orang tersebut adalah suatu hubungan hukum di mana
hak dan kewajiban di antara para pihak tersebut dijamin oleh hukum.39
36 Iswi Hariyani dan R. Serfianto D.P., Op.Cit., hlm. 102. 37Ibid. hlm. 103
38 Subekti, Op.Cit. hlm.1.
Perjanjian kredit antara Debitur dengan Bank terdiri dari 2 (dua) macam
perjanjian, yaitu :
1. Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Pokok
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok yang bersifat riil, yan diikuti
dengan perjanjian jaminan sebagai perjanjian tambahan (accessoir).
Pengertian “riil” berarti perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang
oleh pihak Bank kepada Debitur.40
Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan umumnya
berbentuk perjanjian baku (standard contarct), karena bentuk perjanjiannya
telah disediakan pihak bank sebagai kreditur, sedangkan pihak debitur hanya
mempelajari dan memahami dengan baik.41
Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa klausula baku adalah
setiap aturan atau ketentuan dan syarat yang telah dipersiapkan atau
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan
dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
konsumen.
Dari pengertian tersebut, tampak bahwa isi perjanjian dengan klausula
baku ditetapkan secara sepihak oleh kreditur, ini menunjukkan hukum yang
berlaku pada perjanjian itu adalah hukum kreditur. Sekaligus juga
menunjukkan pihak yang berkedudukan sosial dan ekonominya kuat
seolah-olah yang berwenang menetukan isi perjanjian.42
Dalam perjanjian baku, pihak debitur hanya dalam posisi menerima
atau menolak tanpa ada kemungkinan melakukan negosiasi atau tawar
menawar. Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang
ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban menandatangani perjanjian
kredit, tetapi apabila debitur menolak maka ia tidak perlu menandatangani
perjanjian kredit tersebut.43
Perjanjian baku ini diperlukan untuk memenuhi kedudukan yang
sifatnya praktis dan kolektif. Pada tahap ini, kedudukan calon nasabah debitur
sangat lemah, sehingga menerima saja syarat-syarat yang diajukan dan
ditetapkan oleh pihak kreditur, karena jika tidak demikian, maka calon
nasabah debitur tidak akan mendapatkan kredit yang dimaksud.44
Perjanjian kredit, walaupun umumnya berbentuk perjanjian baku,
tetapi bentuk perjanjian baku tersebut tidak mengingkari asas kebebasan
berkontrak, sepanjang tetap menegakkan asas-asas umum perjanjian seperti
penetapan syarat-syarat yang wajar dengan menjunjung keadilan, dan adanya
keseimbangan para pihak sehingga menghilangkan upaya penekanan kepada
pihak lainnya.45
42 Gatot Supramo, Perjanjian Utang Piutang, Kencana, Jakarta, 2014, hlm. 20. 43 Hermansyah, Op.Cit., hlm. 67.
Rumusan perjanjian baku dalam perjanjian kredit harus memenuhi
beberapa syarat, yaitu46 :
1. tidak ada unsur kecurangan;
2. tidak ada unsur pemaksaan akibat ketidakseimbangan kekuatan
para pihak;
3. tidak ada syarat perjanjian yang hanya menguntungkan secara
sepihak;
4. tidak ada risiko yang hanya dibebankan secara sepihak;
5. tidak ada pembatasan hak untuk menggunakan upaya hukum.
Perjanjian kr