KETEPATAN PEMERIKSAAN TERPADU
SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI JARUM HALUS (Si-BAJAH)
DAN ULTRASONOGRAFI PADA NODUL TIROID
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS
OLEH :
JULIANA LINA No.Reg. : 15.437
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai Keahlian Dalam Bidang Patologi Anatomi
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
KETEPATAN PEMERIKSAAN TERPADU
SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI JARUM HALUS (Si-BAJAH)
DAN ULTRASONOGRAFI PADA NODUL TIROID
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam referensi.
Medan, 8 April 2010
Judul Tesis : Ketepatan Pemeriksaan Terpadu Sitologi Biopsi Aspirasi
Jarum Halus (Si-bajah) dan Ultrasonografi Pada Nodul
Tiroid di RSUP H. Adam Malik Medan.
Nama : Juliana Lina
No. Registrasi : 15.437
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi
TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH :
PEMBIMBING I
(Prof. Dr. Gani W. Tambunan, Sp.PA(K))
NIP : 130 279 484
PEMBIMBING II
(Dr. Netty D. Lubis, Sp.Rad)
NIP : 19640325 1989 02 2001
Ketua Program Pendidikan Ketua Departemen
Dokter Spesialis Patologi Anatomi Patologi Anatomi FK – USU Medan
(Dr. H. Joko S. Lukito, Sp.PA) ( Dr. H. Soekimin, Sp.PA)
KETEPATAN PEMERIKSAAN TERPADU SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI
JARUM HALUS (Si-BAJAH) DAN ULTRASONOGRAFI
PADA NODUL TIROID DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Juliana Lina
Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pembesaran nodul tiroid merupakan keadaan yang biasa ditemukan dan
hanya sebagian kecil saja yang merupakan neoplasma (5-10%). Sitologi biopsi
aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) merupakan metode pemeriksaan prabedah dan
untuk memilih pasien yang memerlukan tindakan pembedahan pada kelainan
neoplasma atau pengobatan (medikamentosa). Ultrasonografi (USG) dapat
dipergunakan sebagai pengarah pada Si-BAJAH, agar jarum biopsi dapat lebih jelas
dan akurat diinsersikan ke lesi yang dicurigakan. Ultrasonografi secara signifikan
meningkatkan sensitivitas dan spesifitas daripada Si-BAJAH pada nodul tiroid
dibandingkan jika hanya dengan Si-BAJAH. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan rancangan potong lintang untuk menilai ketepatan pemeriksaan
Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid di RSUP Adam Malik Medan, dan
pemeriksaan histopatologi sebagai baku emasnya. Semua penderita dengan nodul
tiroid ukuran ≥ 2 cm dilakukan biopsi aspirasi dan USG, kemudian dilakukan biopsi
aspirasi ulang. Hapusan dicat dengan larutan Giemsa. Hasil pengukuran mendapati
sensitifitas Si-BAJAH mencapai 13,0% (1/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26).
Akurasi diagnostik Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid lebih tinggi
dibandingkan jika hanya dengan Si-BAJAH, dimana sensitifitas mencapai 25%
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemeriksaan USG meningkatkan nilai
akurasi diagnostik Si-BAJAH pada nodul tiroid dengan ukuran ≥ 2 cm, terutama
pada lesi jinak.
ABSTRACT
Thyroid nodules are a common problem and only small presentage are
neoplasms (5-10%). Fine needle aspiration biopsy (FNAB) is a preoperative method
and to select the patients who need surgery for neoplastic disorders or
medicamentosa. Ultrasonography (USG) can be perform as guiding for FNAB so
that the needle can be insert precisely to the lesion. Ultrsonography significantly
increased the sensitivity and specificity of FNAB in thyroid nodules. This study has
been done descriptively using cross-sectional methods to evaluate the accuracy of
FNAB and USG in thyroid nodules at the RSUP Adam Malik Medan, and the
histopathology are the gold standart for diagnosis. All the patients with thyroid
nodules ≥ 2 cm are perform FNAB and USG, and the then FNAB are perform once
more. The smears are stained with Giemsa. The FNAB diagnosis had a sensitivity
of 13,0% (1/8) and specificity of 100,0% (26/26). The diagnostic accuracy of
FNAB and USG are higher than only FNAB, with sensitivity of 25,0% (2/8) and
specificity of 100,0% (26/26).
Conclusion
In conclusion, this study showed that USG increased the diagnostic accuracy
value of FNAB in thyroid nodules ≥ 2 cm, especially benign lesions.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah S.W.T., berkat Rahmat dan Ridho-nya saya dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini, yang merupakan salah satu
persyaratan untuk memperoleh keahlian dalam bidang Patologi Anatomi di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
kedokteran yang sangat pesat, saya menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih
jauh dari sempurna, namun besar harapan saya kiranya tulisan ini dapat
disumbangkan dan dimanfaatkan dalam menambah kepustakaan, terutama dalam
bidang Patologi Anatomi serta bidang ilmu yang berkaitan dengan tulisan ini
tentang Ketepatan Pemeriksaan Terpadu Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus
(Si-BAJAH) dan Ultrasonografi pada Nodul Tiroid di RSUP H. Adam Malik
Medan.
Dengan selesainya penelitian dan penulisan tesis ini, sebagai tugas akhir
studi saya, dalam kesempatan ini perkenankanlah saya untuk menyampaikan rasa
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya terutama kepada Bapak
Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Bidang Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Selanjutnya saya ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. H. Soekimin, Sp.PA, selaku Kepala
serta Dr. H. Joko S. Lukito, Sp.PA, selaku Ketua Program Pendidikan Dokter
Spesialis Bidang Patologi Anatomi, yang telah bersedia menerima, mendidik,
membimbing serta senantiasa mengayomi saya dengan sabar selama menjalani
pendidikan, juga kepada Dr. H. Delyuzar, Sp.PA(K), selaku Sekretaris Departemen
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah
banyak memberi masukan serta bimbingan selama menjalani pendidikan.
Saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan
setinggi-tingginya khususnya kepada Pembimbing I, Guru Besar di Departemen
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Gani
W. Tambunan, Sp.PA(K), yang tidak bosan-bosannya membimbing, mendorong
serta memberi semangat kepada saya dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan
tesis ini. Juga kepada Dr. Netty D. Lubis, Sp.Rad, selaku Pembimbing II yang
dalam kesibukan sehari-hari masih menyempatkan diri untuk memberi bimbingan
dan dukungan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis saya ini. Tidak
lupa saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
Prof. Dr. H. M. Nadjib D. Lubis, Sp.PA(K), selaku Guru Besar Departemen
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah
banyak meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membimbing saya selama
menjalankan masa pendidikan. Demikian juga saya ucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada guru saya Dr. Antonius Harkingto W.,Sp.PA dan Dr. Soegito
Husodowijoyo, Sp.PA, walaupun telah menjalani masa purnabakti namun tetap
Saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
para supervisor terutama di RSUP H.Adam Malik Medan, Dr. Sumondang Pardede,
Sp.PA, selaku Kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan,
Dr. Jamaluddin, Sp.PA; Dr. Lisdine, Sp.PA dan Dr. Stephen Udjung, Sp.PA, yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan kesempatan kepada
saya untuk melakukan penelitian di Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam
Malik Medan; dan Dr. T. Intan Kemala, M.Pd, yang telah membimbing saya selama
masa pendidikan. Terima kasih juga kepada Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes,
yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan statistik untuk penelitian
ini. Terima kasih juga turut saya ucapkan kepada Bapak Dekan dan Pembantu
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, Dr. T. Ibnu
Alferraly, Sp.PA, selaku Kepala Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara dan seluruh staf pengajar, yang telah memberi
bimbingan dan semangat dalam menyelesaikan penelitian saya ini.
Salam hormat dan sayang yang tulus saya ucapkan kepada kedua orang tua
saya; Dr. H. Muchtar Ibrahim dan Hj. Supiah Ishihara, dan bapak mertua saya; Drs.
H. Thamrin Pakpahan, dan (almh) ibu mertua saya; Hj. Hadijah Pohan, M.Pd.,
berkat doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada saya, sehingga mampu
melindungi dan menghantarkan saya dalam meraih cita-cita. Terima kasih untuk
suamiku tercinta, Ir. Ervin Syahputra Pakpahan, atas kesabaran, pengorbanan,
dorongan dan doa yang selalu diberikan kepada saya selama saya menjalani
pendidikan, juga kepada putra putri yang saya cintai dan sayangi, Andryan Putra
Pakpahan, Tora Syahputra Pakpahan dan Syawara Putri Pakpahan, yang telah
pendidikan. Terima kasih juga kepada adik-adik saya, yang selalu memberikan doa
dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan ini.
Dan akhirnya kepada teman sejawat PPDS, pegawai dan para analis di
Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
saya ucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungan kepada saya. Selama
saya mengikuti pendidikan tentunya saya tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan
baik yang sengaja ataupun tidak sengaja, dalam kesempatan ini saya menyampaikan
permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Semoga Allah S.W.T. senantiasa
memberikan Rahmat dan Ridho-Nya kepada kita semua.
Medan, 8 April 2010
Penulis,
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 30
3.6. Kerangka Konsep Penelitian .... ... 31
3.7. Bahan dan Alat Penelitian ... 31
3.8. Cara Kerja ... 32
3.9. Batasan Operasional ... 32
3.10. Pengolahan Data dan Analisa Statistik ... 34
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 4.1. Hasil Penelitian ... 4.2. Pembahasan ... BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1. Kesimpulan ... 5.2. Saran ... 35 35 43 44 44 45 REFERENSI ... 46
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 4.1. Karakteristik responden berdasarkan umur ... 35
Tabel 4.2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 36
Tabel 4.3. Karakteristik penyakit berdasarkan ukuran nodul ... 36
Tabel 4.4. Karakteristik penyakit berdasarkan riwayat keluarga ... 37
Tabel 4.5. Karakteristik penyakit berdasarkan Si-BAJAH ... 37
Tabel 4.6. Karakteristik penyakit berdasarkan ultrasonografi ... 38
Tabel 4.7. Karakteristik penyakit berdasarkan Si-BAJAH - USG ... 38
Tabel 4.8 Karakteristik penyakit berdasarkan pemeriksaan histopatologi 39
Tabel 4.9. Hubungan umur dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi 39
Tabel 4.10. Hubungan jenis kelamin dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi ... 40
Tabel 4.11. Hubungan ukuran nodul dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi ... 40
Tabel 4.12. Hasil pengukuran SI-BAJAH dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi ... 41
Tabel 4.13. Hasil pengukuran USG dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi ... 41
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Anatomi tiroid. 7
Gambar 2. Diagram pengaturan sekresi tiroid. 9
KETEPATAN PEMERIKSAAN TERPADU SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI
JARUM HALUS (Si-BAJAH) DAN ULTRASONOGRAFI
PADA NODUL TIROID DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Juliana Lina
Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pembesaran nodul tiroid merupakan keadaan yang biasa ditemukan dan
hanya sebagian kecil saja yang merupakan neoplasma (5-10%). Sitologi biopsi
aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) merupakan metode pemeriksaan prabedah dan
untuk memilih pasien yang memerlukan tindakan pembedahan pada kelainan
neoplasma atau pengobatan (medikamentosa). Ultrasonografi (USG) dapat
dipergunakan sebagai pengarah pada Si-BAJAH, agar jarum biopsi dapat lebih jelas
dan akurat diinsersikan ke lesi yang dicurigakan. Ultrasonografi secara signifikan
meningkatkan sensitivitas dan spesifitas daripada Si-BAJAH pada nodul tiroid
dibandingkan jika hanya dengan Si-BAJAH. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan rancangan potong lintang untuk menilai ketepatan pemeriksaan
Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid di RSUP Adam Malik Medan, dan
pemeriksaan histopatologi sebagai baku emasnya. Semua penderita dengan nodul
tiroid ukuran ≥ 2 cm dilakukan biopsi aspirasi dan USG, kemudian dilakukan biopsi
aspirasi ulang. Hapusan dicat dengan larutan Giemsa. Hasil pengukuran mendapati
sensitifitas Si-BAJAH mencapai 13,0% (1/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26).
Akurasi diagnostik Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid lebih tinggi
dibandingkan jika hanya dengan Si-BAJAH, dimana sensitifitas mencapai 25%
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemeriksaan USG meningkatkan nilai
akurasi diagnostik Si-BAJAH pada nodul tiroid dengan ukuran ≥ 2 cm, terutama
pada lesi jinak.
ABSTRACT
Thyroid nodules are a common problem and only small presentage are
neoplasms (5-10%). Fine needle aspiration biopsy (FNAB) is a preoperative method
and to select the patients who need surgery for neoplastic disorders or
medicamentosa. Ultrasonography (USG) can be perform as guiding for FNAB so
that the needle can be insert precisely to the lesion. Ultrsonography significantly
increased the sensitivity and specificity of FNAB in thyroid nodules. This study has
been done descriptively using cross-sectional methods to evaluate the accuracy of
FNAB and USG in thyroid nodules at the RSUP Adam Malik Medan, and the
histopathology are the gold standart for diagnosis. All the patients with thyroid
nodules ≥ 2 cm are perform FNAB and USG, and the then FNAB are perform once
more. The smears are stained with Giemsa. The FNAB diagnosis had a sensitivity
of 13,0% (1/8) and specificity of 100,0% (26/26). The diagnostic accuracy of
FNAB and USG are higher than only FNAB, with sensitivity of 25,0% (2/8) and
specificity of 100,0% (26/26).
Conclusion
In conclusion, this study showed that USG increased the diagnostic accuracy
value of FNAB in thyroid nodules ≥ 2 cm, especially benign lesions.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi
dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan
keluhan yang begitu berarti. Dan pada sebagian besar golongan masyarakat
didaerah tertentu, keadaan ini merupakan suatu hal yang biasa dijumpai.
Nodul tiroid tersebut mungkin saja merupakan suatu neoplasma (5-10%),
apakah itu jinak atau ganas, dan keadaan ini bergantung pada usia dan
ukuran tumor. Prevalensi nodul tiroid meningkat secara linier dengan
bertambahnya usia, dan defisiensi iodium. (1,2,3,4,5)
Secara keseluruhan nodul tiroid lebih sering dijumpai pada wanita
daripada pria, dengan angka prevalensi yang sangat bervariasi, bergantung
pada sensitivitas metode yang digunakan dan populasi yang diteliti. Pada
studi rumah sakit, Boedisantoso pada tahun 1993 melaporkan kasus nodul
tiroid di RSUPN-CM Jakarta sebesar 50,3% dengan rasio perbandingan
wanita : pria sekitar 8 : 1. (1,2,5)
Sitologi biopsi aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) merupakan metode
pemeriksaan atau prosedur baku yang sudah mengglobal, yang makin
banyak digunakan dalam menentukan diagnosis sitologi prabedah; sebagai
prosedur diagnostik pada nodul tiroid terutama dalam menentukan suatu
(3,4,5,6)
Prinsip utama daripada pelaksanaan Si-BAJAH pada nodul tiroid
adalah untuk memilih pasien-pasien yang memerlukan tindakan
pembedahan pada kelainan neoplasma atau pengobatan (medikamentosa)
pada kelainan fungsional atau peradangan. Si-BAJAH terbukti dapat
mengurangi tindakan pembedahan sampai 20-50%. (7,8,9,10)
Penggunaan pencitraan ultrasonografi (USG) dalam pemeriksaan
nodul tiroid menjadi semakin populer dan berkembang terutama dengan
dipergunakannya alat USG yang mempunyai daya resolusi yang tinggi.
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang non-invasif, tidak
menggunakan sinar pengion, sehingga dapat digunakan berulang-ulang,
tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita, pemeriksaannya relatif cepat
dan mudah, nilai akurasi diagnostiknya yang cukup tinggi, dan tidak
memiliki kontra indikasi apapun. (11)
Ultrasonografi dapat dipergunakan sebagai pengarah pada
Si-BAJAH, dengan demikian jarum biopsi dapat dengan lebih jelas dan akurat
diinsersikan ke lesi yang dicurigakan. (4,11,12) USG secara signifikan
meningkatkan sensitivitas dan spesifitas Si-BAJAH pada nodul tiroid dan
menurunkan jumlah non-diagnostik sampel dibandingkan jika hanya dengan
Si-BAJAH.(12) Terutama pada nodul tiroid yang sulit di palpasi, karena
ukurannya yang sangat kecil atau letaknya yang dalam dan pada nodul tiroid
yang berhubungan dengan adanya proses yang difus seperti pada kasus
tiroiditis. Pada kasus lain seperti adanya perubahan kistik yang luas atau
yang solid untuk mendapatkan spesimen yang akurat. (12) Pasien yang
didiagnosis mempunyai satu nodul secara palpasi, ternyata mempunyai
nodul tambahan 15-48% jika diperiksa dengan USG. (1)
Berdasarkan latar belakang seperti yang dikemukakan di atas, maka
dilakukan penelitian guna untuk mengetahui dan menemukan satu metode
prosedur pemeriksaan terpadu antara Si-BAJAH dan USG.
1.2. Rumusan Masalah
Sitologi biopsi aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) merupakan
prosedur diagnostik pada nodul tiroid yang soliter atau multinodul
khususnya untuk neoplasma. Untuk memperoleh akurasi yang lebih baik
dilakukan pemeriksaan terpadu Si-BAJAH dan USG. Diharapkan melalui
prosedur pemeriksaan terpadu ini dapat mendiagnosa secara tepat terutama
pada kasus keganasan pada kelenjar tiroid.
Pemeriksaan klinis kelenjar tiroid, Si-BAJAH, USG dan
pemeriksaan histopatologi merupakan satu rangkaian pemeriksaan pada
nodul tiroid.
1.3. Hipotesis
Akurasi diagnostik Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid diperoleh lebih
tinggi dibandingkan jika hanya dengan sitologi biopsi aspirasi.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui akurasi daripada sarana diagnosis
Si-BAJAH dan USG pada pasien dengan nodul tiroid di RS H. Adam Malik
Medan.
1.4.2. Tujuan Khusus
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat satu standart baku untuk
penelitian selanjutnya di RS H. Adam Malik Medan, dan agar dapat lebih
selektif terhadap pasien dengan nodul tiroid terutama pada kasus-kasus
neoplasma.
1.5. Manfaat Penelitian
• Menentukan akurasi pemeriksaan Si-BAJAH dan USG pada nodul tiroid
di RS H. Adam Malik Medan.
• Diharapkan agar prosedur pemeriksaan terpadu tersebut dapat menjadi
sarana diagnostik dalam penatalaksaanan nodul tiroid di RS H. Adam
Malik Medan.
• Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dipergunakan sebagai data
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelenjar Tiroid
Embriologi
Kelenjar tiroid berasal dari evaginasi epitelium farings. Evaginasi ini
berjalan turun dari dasar lidah ke daerah leher sampai akhirnya mencapai
letak anatomisnya. Sebagian jaringan tiroid ini kadang tertinggal di
sepanjang lintas tersebut sehingga membentuk duktus thyroglossus. Dalam
keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10-20
gram. (13,14,15)
Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar tirod terletak pada leher, bagian anterior daripada trakea,
dan terdiri dari 2 lobus konikal yang dihubungkan oleh suatu jaringan yang
disebut isthmus tiroid. Kadang-kadang ditemukan juga lobus ke 3, terdapat
pada isthmus ke atas atau di bagian depan larings yang disebut lobus
piramidalis. Lobus-lobus ini dibagi atas septa-septa jaringan ikat fibrous
menjadi lobulus-lobulus, yang masing-masing terdiri dari 30-40 folikel.
Kelenjar tiroid ini mengandung banyak pembuluh darah dan mempunyai
Gambar 1. Tiroid manusia. (13)
Kelenjar tiroid berperanan mempertahankan derajat metabolisme
dalam jaringan pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan
O2 pada kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan
hidrat arang, dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi
normal. Apabila tidak terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan tahan dingin,
akan timbul kelambanan mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi
retardasi mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan
meninbulkan penyusutan tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi
produksi panas yang berlebihan. (13)
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4)
yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3).
Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku
hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga
yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam
tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan
sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di
sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat
tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin
(thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid
stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur
sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting
dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian,
sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan
di dalam maupun di luar tubuh.Juga dijumpai adanya sel parafolikuler yang
menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme
kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang. (13,14,15,16)
Histologi
Unit struktural daripada tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat,
berupa ruangan bentuk bulat yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk
gepeng, kubus sampai kolumnar. Konfigurasi dan besarnya sel-sel folikel
tiroid ini dipengaruhi oleh aktivitas fungsional daripada kelenjar tiroid itu
sendiri. Bila kelenjar dalam keadaan inaktif, sel-sel folikel menjadi gepeng
dan akan menjadi kubus atau kolumnar bila kelenjar dalam keadaan aktif.
Pada keadaan hipertiroidism, sel-sel folikel menjadi kolumnar dan
sitoplasmanya terdiri dari vakuol-vakuol yang mengandung koloid. (7,13,15)
Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu bahan homogen
eosinofilik. Variasi densiti dan warna daripada koloid ini juga memberikan
gambaran fungsional yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis
berhubungan dengan aktivitas fungsional, sedangkan koloid eosinofilik
yang tebal dan banyak dijumpai pada folikel dalam keadaan inaktif dan
beberapa kasus keganasan. Pada keadaan yang belum jelas diketahui
penyebabnya, sel-sel folikel ini akan berubah menjadi sel-sel yang besar
dengan sitoplasma banyak dan eosinofilik, kadang-kadang dengan inti
hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells) atau Hürthle
Gambar 3. Histologi kelenjar tiroid normal. (16)
2.2. Lesi-lesi pada Kelenjar Tiroid
Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid dapat merupakan suatu
kelainanradang, hiperplasia atau neoplasma, dimana secara klinis kadang
sulit dibedakan. (6,7,17)
Radang
Tiroiditis atau radang kelenjar tiroid mencakup sejumlah kelainan
pada tiroid dari radang akut supuratif sampai terjadinya proses kronik.
Tiroiditis akut jarang dijumpai. Berupa lesi berwarna merah, terasa nyeri,
dan demam. Termasuk disini yakni tiroiditis granulomatous (subakut,
deQuervain’s), tiroiditis limfositik (Hashimoto’s disease), dan struma
Riedel. (7
Goiter atau Struma
Ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar tiroid; nodular atau
difus. Disebut juga adenomatous goiter, endemik goiter, atau multinodular
oleh karena defisiensi iodine. Keadaan ini dapat mengenai keseluruhan
daripada kelenjar atau muncul secara fokal dan membentuk nodul yang
soliter. Merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada biopsi aspirasi.
(7)
Neoplasma
Neoplasma tiroid mencakup neoplasma jinak (adenoma folikular)
dan neoplasma ganas (karsinoma). Nodul tiroid dapat diraba secara klinis
sekitar 5-10% populasi orang dewasa di Amerika Serikat. (3) Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut
jinak atau ganas. (3,18,19)
Beberapa hal yang mengarahkan diagnosis nodul tiroid jinak, antara
lain: (2,3,18,19)
• Ada riwayat keluarga menderita penyakit autoimun (Hashimoto
tiroiditis) atau menderita nodul tiroid jinak.
• Adanya disfungsi hormon tiroid (hipo atau hipertiroidisme)
• Nodul yang disertai rasa nyeri
• Nodul yang lunak dan mudah digerakkan
• Struma multinodosa tanpa adanya nodul yang dominan
• Gambaran kistik pada USG.
Beberapa hal yang mendukung kemungkinan kearah keganasan pada
• Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 70 tahun
• Jenis kelamin laki-laki
• Disertai gejala–gejala disfagi atau distoni
• Adanya riwayat radiasi leher
• Adanya riwayat keluarga menderita karsinoma tiroid.
• Nodul yang padat, keras dan sulit digerakkan
• Adanya limfadenopati servikal
• Gambaran solid atau campuran pada USG.
Karsinoma tiroid
Karsinoma tiroid merupakan penyakit yang jarang ditemukan.
Tumor ini banyak mendapat perhatian dari kalangan medik, karena sering
ditemukan pada umur belasan tahun dan ukuran tumor yang relatif kecil,
bahkan sering tersembunyi atau sulit diraba walaupun sudah terjadi
metastasis. (20)
Karsinoma tiroid umumnya tergolong keganasan yang pertumbuhan
dan perjalanan penyakitnya lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang
rendah, walau sebagian kecil ada yang tumbuh cepat dan sangat ganas
dengan prognosis yang buruk. Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi
dokter untuk menentukan secara cepat apakah nodul tersebut jinak atau
Insiden
Angka insiden kanker tiroid bervariasi di seluruh dunia, yaitu dari
0,5-10 jiwa per 100.000 populasi. American Cancer Society memperkirakan
bahwa sekitar 17.000 kasus baru muncul setiap tahunnya di Amerika Serikat
dan sekitar 1.700 diantaranya mengakibatkan kematian. Lebih banyak
ditemukan pada wanita dengan distribusi berkisar 2:1 sampai 3:1. (20)
Epidemiologi
Kanker tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan
tersering di Indonesia.(17) Di Amerika Serikat, karsinoma tiroid ini relatif
jarang ditemukan, mencakup 1% dari seluruh jenis kanker dan 0,4%
kematian akibat kanker. Karsinoma tiroid ini merupakan jenis keganasan
jaringan endokrin yang terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker
endokrin.(20)
Prevalensi keganasan pada nodul tiroid berkisar antara 5-10% pada
populasi dewasa. Anak-anak usia di bawah 20 tahun dengan nodul tiroid
dingin mempunyai resiko keganasan 2 kali lebih besar dibandingkan
kelompok dewasa. Kelompok usia diatas 60 tahun, disamping mempunyai
prevalensi keganasan lebih tinggi juga mempunyai tingkat agresivitas
penyakit yang lebih berat, dengan lebih seringnya dijumpai kasus-kasus
Etiologi
Etiologi yang pasti dari tumor ini belum diketahui; yang berperan
khususnya untuk karsinoma dengan diferensiasi baik (papiler dan folikular)
adalah radiasi dan goiter endemis sedangkan untuk jenis medular adalah
faktor genetik. Belum diketahui suatu karsinogen yang berperan untuk
kanker anaplastik dan medular. Diperkirakan kanker tiroid anaplastik
berasal dari perubahan kanker tiroid berdiferensiasi baik (papiler dan
folikular) dengan kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar. (21-27)
Faktor resiko(22)
1. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau.
Banyak kasus kanker pada anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada
kepala dan leher karena penyakit lain. Biasanya efek radiasi timbul setelah
5-25 tahun.
2. Pengaruh usia dan jenis kelamin.
Apabila nodul tiroid terdapat pada penderita berusia dibawah 20 tahun
dan diatas 70 tahun, resiko keganasan lebih tinggi. Penderita laki-laki
memiliki prognosa keganasan yang lebih jelek dibandingkan dengan
penderita wanita.
3. Pemakaian iodin yang berlebihan, terutama pada daerah endemik.
4. Genetik.
Diagnosis
Pada anamnesis awal, kita berusaha mengumpulkan data untuk
nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri kecuali pada kelainan tiroiditis
akut/subakut. Sebagian besar keganasan pada tiroid tidak memberikan gejala
yang berat, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat membesar bahkan
dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan nodul tiroid yang besar,
kadang disertai dengan adanya gejala penekanan pada esofagus dan trakea.
(22)
Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak,
ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau
berbenjol-benjol, berjumlah tunggal atau ganda, memiliki batas yang tegas atau tidak,
dan keadaan mobilitas nodul.
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas
tiroid belum ada yang khusus. Kecuali karsinoma meduler, yaitu
pemeriksaan kalsitonin (tumor marker) dalam serum. Pemeriksaan T3 dan
T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi
tirotoksikosis walaupun jarang. Human Thyroglobulin (HTG) Tera dapat
dipergunakan sebagai tumor marker terutama pada karsinoma
berdiferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk karsinoma
tiroid, namun peninggian HTG setelah tiroidektomi total merupakan
indikator tumor residif.
Klasifikasi Histopatologi Neoplasma Tiroid
Klasifikasi WHO 1988
o Adenoma folikuler
o Karsinoma papilari
o Karsinoma folikuler
o Karsinoma medulari
o Karsinona undiferensiasi
• Tumor-tumor non-epitelial
• Limfoma malignan
• Tumor-tumor miselaneous
Adenoma Folikular.
Merupakan neoplasma jinak yang berasal dari epitel folikel. Lesi
biasanya soliter. Tumor ini sulit dibedakan dengan karsinoma folikular pada
pemeriksaan sitologi biopsi jarum halus, maka pendiagnosaannya disebut
dengan neoplasma folikular. Merupakan tumor yang berbatas tegas dan
berkapsul jaringan ikat fibrous dengan diferensiasi sel folikel yang
menunjukkan gambaran yang seragam. Pada pemotongan tampak massa
yang homogen tapi kadang-kadang disertai perdarahan dan berkistik. Secara
mikroskopis, sel-sel tersusun dalam folikel-folikel yang mengandung massa
koloid dengan dinding kapsulnya yang tebal. (22)
Karsinoma Papilari
Karsinoma papilari adalah jenis keganasan tiroid yang paling sering
ditemukan (75-85%) yang timbul pada akhir masa kanak- kanak atau awal
kehidupan dewasa. Merupakan karsinoma tiroid yang terutama berkaitan
penyebaran melalui kelenjar limfe dan mempunyai prognosis yang lebih
baik diantara jenis karsinoma tiroid lainnya. Faktor yang mempengaruhi
prognosis baik adalah usia dibawah 40 tahun, wanita dan jenis histologik
dominan papilari. Sifat biologik daripada tumor jenis papilari ini yakni
tumor atau lesi primer yang kecil bahkan mungkin tidak teraba tetapi
metastasis ke kelenjar getah bening dengan massa atau tumor yang besar
atau nyata. Lesi ini sering tampil sebagai nodul tiroid soliter dan biasanya
diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sitologi biopsi jarum halus,
dengan angka ketahanan hidup 10 tahun mencapai 95%. (1,3,19-23)
Mikroskopis, karsinoma papilari berupa tumor yang tidak berkapsul
dengan struktur berpapil dan bercabang. Sel karakteristik dengan inti sel
yang berlapis-lapis dan sitoplasma yang jernih. Ada beberapa varian dari
karsinoma papilari yaitu microcarcinoma, encapsulated, follicular, tall-cell,
columnar-cell, clear-cell dan diffuse sclerosing carcinoma. Dua puluh
sampai delapan puluh persen berupa tumor yang multisentrik dan bilateral
pada 1/3 kasus. (20,22,28)
Karsinoma Folikular
Karsinoma folikular meliputi sekitar 10-20% keganasan tiroid dan
biasa ditemukan pada usia dewasa pertengahan atau diatas 40 tahun. Pada
kasus yang jarang, tumor ini mungkin hiperfungsional (tirotoksikosis).
Insiden karsinoma folikular meningkat di daerah dengan defisiensi yodium.
Diagnosa tumor ini secara sitologi sulit dibedakan dengan adenoma
folikular, diagnosa pasti dengan pemeriksaan frozen section pada durante
ke kapsul atau pembuluh darah. Karsinoma folikular bermetastasis terutama
melalui pembuluh darah ke paru, tulang, hati dan jaringan lunak. Karsinoma
folikular diterapi dengan tiroidektomi total diikuti pemberian iodine
radioaktif. Juga karena sel karsinoma ini menangkap yodium, maka
radioterapi dengan Y 131 dapat digunakan dengan pengukuran kadar TSH
sebagai follow up bahwa dosis yang digunakan bersifat supresif dan untuk
memantau kekambuhan tumor. Angka ketahanan hidup 10 tahun mencapai
85%. (20,22,28)
Karsinoma Medular
Karsinoma medular meliputi sekitar 5 % keganasan tiroid dan
berasal dari sel parafolikuler, atau sel C yang memproduksi kalsitonin.
Karsinoma ini timbul secara sporadik (80%) dan familial (20%), dimana
tumor ini diturunkan sebagai sifat dominan autosom; apakah berhubungan
dengan MEN-2a atau MEN-2b atau endokrinopati lainnnya. Karsinoma
medular terutama ditemukan pada usia 50-60 tahun tetapi pernah juga
ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan anak. Penyebarannya
terutama melalui kelenjar limfe. Bila dicurigai adanya karsinoma medulr
maka perlu diperiksa kadar kalsitonin darah. Angka ketahanan hidup 10
tahun mencapai 40%.(3,19-23)
Massa tumor berbatas tegas dan keras pada perabaan, pada lesi yang
lebih luas tampak daerah nekrosis dan perdarahan dan dapat meluas sampai
ke kapsul. Mikroskopis, tampak kelompokan sel-sel bentuk poligonal
deposit amiloid pada stromanya yang merupakan gambaran khas pada
karsinoma tipe medular ini. (20,22,28)
Karsinoma Anaplastik
Karsinoma anaplastik tiroid merupaka salah satu keganasan pada
manusia yang paling agresif dan jarang dijumpai yaitu kurang dari 5%.
Karsinoma anaplastik ini berkembang dengan menginfiltrasi ke jaringan
sekitarnya. Tumor ini terutama timbul pada usia lanjut, terutama di daerah
endemik gondok dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kasus
muncul dengan riwayat pembengkakan yang cepat membesar pada leher,
disertai dengan adanya kesulitan bernafas dan menelan, serta suara serak
karena infiltrasi ke nervus rekurens. Pertumbuhannya sangat cepat walaupun
diterapi. Metastasis ke tempat jauh sering terjadi, tetapi umumnya kematian
terjadi dalam waktu kurang dari setahun. Angka ketahanan hidup 5 tahun
<5%.(3,19-23,25)
Tampak massa tumor yang tumbuh meluas ke daerah sekitarnya.
Mikroskopis, tampak sel-sel anaplastik (undifferentiated) dengan gambaran
morfologi yang sangat pleomorfik, serta tidak terbentuknya gambaran
folikel, papil maupun trabekula. (20,22,28)
Staging Karsinoma Tiroid (20)
Stadium Klinik Berdasarkan Sistem TNM
T- (Tumor primer)
• Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
• T0 Tidak didapat tumor primer
• T2 Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm namun tidak lebih dari 4cm
masih terbatas pada tiroid
• T3 Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid
• T4 Tumor dengan ukuran berapa saja yang telah berekstensi keluar kapsul
tiroid
N- (Kelenjar getah bening regional)
• Nx Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
• N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening
• N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening
• N1a Metastasis ke kelenjar getah bening cervical ipsilateral
• N1b Metastasis pada kelenjar getah bening cervical bilateral, midline,
contralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal
M- (Metastasis jauh)
• Mx Metastasis jauh belum dapat dinilai
• M0 Tidak terdapat metastasis jauh
• M1 Terdapat metastasis jauh
2.3. Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Si-BAJAH)
Biopsi jarum sebagai pendiagnosaan pada nodul tiroid pertama kali
diperkenalkan oleh Martin dan Ellis pada tahun 1930 dengan menggunakan
jarum ukuran 18-gauge. Metode ini awalnya banyak yang menolaknya
karena kekhawatiran akan implan sel-sel ganas pada jarum, hasil yang
negatif palsu dan komplikasinya yang serius. Hingga akhirnya Scandinavian
memperkenalkan biopsi aspirasi tiroid dengan jarum halus pada tahun 1960,
Pada sekarang ini, pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus
(Si-BAJAH) pada kelenjar tiroid merupakan suatu test diagnostik yang
dapat diandalkan, murah, mudah dilaksanakan, dapat segera dilakukan
pengambilan ulang kembali dan akurat yang dapat dilakukan sebagai
langkah awal dalam mengevaluasi kelainan-kelainan nodular pada kelenjar
tiroid dengan komplikasi yang minimal seperti infeksi dan perdarahan. Pada
penelitian dari American Thyroid Association terbukti hampir 96% nodul
tiroid dilakukan biopsi aspirasi jarum halus untuk pendiagnosaan. (4)
Sitologi biopsi jarum halus terutama diindikasikan pada nodul tiroid
soliter atau nodul dominan pada multinodul goiter. Empat sampai tujuh
persen orang dewasa memiliki nodul tiroid yang dapat diraba dan
angka ini meningkat dengan ultrasonografi atau pada pemeriksaan otopsi
(>60%). (29,30)
Klasifikasi Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus
1. Jinak
Sel-sel epitel tersebar dan sebagian membentuk kelompokan atau
mikrofolikular. Inti sel bulat atau oval dengan kromatin yang dense dan
homogen. Sitoplasma sedikit dan agak eosinofilik, tetapi kadang-kadang
ditemukan sel-sel onkositik. Sejumlah koloid dapat ditemukan.
2. Curiga
Sel-sel epitel membentuk kelompokan atau susunan folikular. Inti sel
yang menonjol. Sitoplasma eosinofilik, bergranul, karakteristik akan
perubahan sel-sel onkositik. Koloid sedikit atau tidak dijumpai.
3. Ganas
a. Bentuk papilari – sel-sel epitel tersusun dalam gambaran papilari.
Inti bulat atau oval dengan adanya pseudoinklusi nuklear, nuclear
grooves dan/atau bentuk palisada.
b. Bentuk medular – sel-sel yang hiperselular. Bentuk bervariasi
denganinti bentuk bulat, oval atau lonjong. Inti terletak eksentrik
dengan gambaran plasmasitoid. Struktur amiloid jarang terlihat.
c. Bentuk anaplastik – terdiri dari sel-sel yang kecil, adanya
multinukleated sel raksasa dan sel-sel bentuk lonjong. Inti besar,
bizarre, satu atau banyak, dan kromatin kasar dan anak inti yang
menonjol. Kadang dijumpai mitosis atipik.
Klasifikasi Diagnosa Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Si-BAJAH)
Akurasi Diagnosa Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Si-BAJAH)
Carpi dkk melaporkan sensitivitas dan spesifitas Si-BAJAH
masing sebesar 90% dan 80%. Nilai prediksi negatif dan positif
masing-masing sebesar 97% dan 40% (Cap dkk, 1999). Gharib dkk melaporkan
bahwa Si-BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%.
Angka negatif palsu kurang dari 5% dan angka positif palsu hampir
mendekati 1%. Tjahjono melaporkan mendapati nilai sensitivitas sebesar
85,89%, spesifitas 89,69%, dan akurasi 87,3%. (2,7) Hal ini membuktikan
Si-BAJAH cukup handal digunakan sebagai alat diagnostik preoperatif. (7,12)
2.4. Ultrasonografi Tiroid
Ultrasonografi pertama kali digunakan untuk pemeriksaan jaringan
tubuh sekitar tahun 1937 yaitu menjelang Perang Dunia ke II, tetapi hasilnya
belum memuaskan. Dan sekarang, diagnostik ultrasonik berkembang dengan
pesatnya, sehingga saat ini USG mempunyai peranan yang penting untuk
menentukan kelainan berbagai organ tubuh.(2) Misken dan Rosen pada tahun
1973 pertama kali menggunakan USG pada pemeriksaan kelenjar tiroid.
(5,11)
Ultrasonografi dapat membedakan apakah lesi nodul tersebut berada
pada intra atau ekstratiroid. Selain itu, juga dapat membedakan lesi kistik
dari lesi solid, dengan nilai akurasi diagnostik mencapai 100%. Hal ini
dengan lebih mudah dapat menentukan apakah lesi di tiroid tersebut tunggal
atau lebih dari satu, dimana hal ini cukup penting karena kecenderungan
untuk keganasan tiroid banyak ditemukan pada lesi tunggal. Beberapa
penulis melaporkan bahwa jika secara klinis teraba satu tonjolan di tiroid,
maka sebanyak 40-50% akan ditemui lesi yang multipel pada pemeriksaan
USG dan histopatologi. Sampai saat ini USG belum dapat membedakan lesi
jinak dari lesi ganas secara pasti, walaupun ada beberapa kriteria secara
USG untuk menyatakan satu lesi itu cenderung ganas atau jinak. (11,31,32,33-44)
USG juga mempunyai peranan pada golongan resiko tinggi untuk
menemukan keganasan tiroid yaitu kelompok pasien yang pernah
memperoleh radiasi di daerah leher semasa anak-anak. Selain itu,
pemeriksaan serial USG juga bermanfaat untuk menilai respon pengobatan
supresif. (11)
USG dapat memberikan gambaran atau informasi yang akurat yang
bisa dipakai dalam menilai nodul tiroid, seperti : (32)
• Ukuran nodul
• Banyaknya nodul
• Struktur ekografi (solid, kistik atau campuran)
• Ekogenisiti (iso-, hiper- atau hipoekoik)
• Ada tidaknya kalsifikasi
• Batas lesi
Akurasi Ultrasonografi Tiroid
Dalam membedakan lesi jinak dan ganas, ultrasonografi mempunyai
nilai rata-rata sensitifiti 63-94%, spesifisitas 61-95% dan akurasi 80-94%.
Analisa statistik yang dilakukan di FK Universitas Baskent tahun 2001,
dilaporkan angka sensitivitas, spesifitas, dan akurasi masing-masing sebesar
60%, 59%, dan 59% untuk USG. (33)
Ultrasonografi sebagai pengarah pada biopsi aspirasi jarum halus,
secara signifikan meningkatkan sensitivitas dan spesifitas daripada
Si-BAJAH. Terutama pada nodul tiroid yang sulit di palpasi oleh karena
ukurannya yang sangat kecil, letaknya yang lebih dalam dan pada
kasus-kasus adanya perubahan kistik yang luas atau adanya fibrosis; dengan
panduan USG maka jarum halus dapat diarahkan ke bagian yang solid untuk
mendapatkan spesimen yang akurat. Angka sensitivitas, spesifitas, akurasi,
nilai prediksi positif dan negatif untuk BAJAH dipandu USG.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan
potong lintang untuk menilai ketepatan pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi
jarum halus (Si-BAJAH) dan ultrasonografi pada nodul tiroid di RSU H.
Adam Malik Medan, dan pemeriksaan histopatologi sebagai baku emasnya.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bagian Patologi Anatomi dan Radiologi
RSU H. Adam Malik Medan.
Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2008 hingga jumlah sampel
yang dibutuhkan untuk penelitian ini tercapai, meliputi studi kepustakaan,
pengumpulan data, pengumpulan sampel, penelitian dan penulisan.
3.3. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua pasien dengan adanya nodul tiroid
dan pemeriksaan TSH normal, yang datang ke Bagian Penyakit Dalam RSU
H. Adam Malik Medan, dan kemudian di kirim ke Bagian Patologi Anatomi
dan Radiologi untuk dilakukan biopsi aspirasi jarum halus dan
3.4. Besar Sampel
Jumlah sampel yang diperlukan adalah berdasarkan hasil perhitungan
dengan melihat proporsi yang ada menggunakan rumus :
p = proporsi penelitian(95%)
d = ketepatan (0,1)
Hasil perhitungan :
n = (1,96) 2 (0,95) (0,05)
(0,1) 2
= 18,2476 = 18.
Jumlah sampel ditetapkan sebesar 18 kasus.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi
• Pasien usia 15-70 tahun.
• Adanya nodul tiroid dengan ukuran ≥ 2cm.
• TSH normal.
• Belum pernah diterapi.
Kriteria Eksklusi
• Nodul dengan ukuran < 2 cm.
• Pasien dengan toksikosis.
• Pembesaran leher tetapi bukan kelenjar tiroid.
3.6. Kerangka Konsep Penelitian
Nodul tiroid
FNAB
Jinak Curiga Ganas
Pembedahan
Histopatologi FNAB - USG
3.7. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan antara lain :
01 Pistolet.
02 Spuit 10 cc dengan jarum ukuran 22 G.
03 Kaca objek.
04 Kapas alkohol.
06 Regensia Giemsa untuk pengecatan
07 Mikroskop binokuler.
08 Formulir permintaan pemeriksaan ultrasonografi.
09 Formalin 10%.
10 Bahan-bahan untuk proses jaringan histopatologi.
11 Digital Ultrasonic Diagnostic Imaging System model
DP-6600, version 1,4. Shenzhen Mindray.Bio-Medical Electronic
Co.Ltd. 50/60 Hz. 2006-2007. Mobile Trolley UMT-1000.
3.8. Cara Kerja
Semua pasien dengan adanya nodul tiroid dengan ukuran ≥ 2cm
dilakukan biopsi aspirasi jarum halus, dan kemudian diarahkan ke
departemen radiologi untuk dilakukan ultrasonografi. Setelah dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi, pasien diarahkan kembali untuk dilakukan
biopsi aspirasi jarum halus ulang. Sediaan aspirat diletakkan pada kaca
objek, dibiarkan mengering dan kemudian dilakukan pengecatan dengan
menggunakan larutan Giemsa.
3.9. Batasan Operasional
• Nodul tiroid
Adanya pembesaran/nodul tiroid dengan ukuran ≥ 2cm yang di
palpasi secara klinis.
• Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Si-BAJAH)
Penilaian sitologi dari nodul tiroid dan bahan pamemeriksaannya
menggunakan jarum halus yang dilakukan pengecatan menggunakan
larutan Giemsa.
• Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan terhadap sediaan jaringan dari nodul tiroid setelah
melalui proses blok parafin dan pewarnaan Hematoxylin-Eosin.
• Karsinoma folikular
Karsinoma folikular merupakan tumor solid tiroid dengan
diferensiasi sel seperti adenoma folikular dengan pelapis sel lebih
besar dan inti hiperkromatik dengan adanya invasi ke kapsul,
pembuluh darah atau jaringan sekitarnya sebagai tanda keganasan.
• Karsinoma papilari
Karsinoma berbentuk papil dan bercabang, dilapisi oleh pelapis
epitel kubus berlapis. Inti sel dengan ground-glass appearance.
Stroma edema terdiri dari hialin, tampak sel limfosit dan makrofag.
• Karsinoma medular
Karsinoma tiroid dengan gambaran glandular, tubular atau folikular
dengan sel-sel kecil, onkositik, skuamous dan sel giant.
• Karsinoma anaplastik
Karsinoma anaplastik atau undifferentiated dengan gambaran folikel
yang tidak terlihat lagi, tampak sel-sel bentuk spindel dan sel giant,
terlihat gambaran seperti sarkomatoid.
• Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi nodul dengan ukuran 2-3 mm,
menentukan jumlah nodul, letak nodul, solid/kistik, atau pembesaran
3.10. Pengolahan Data dan Analisa Statistik
Data pemeriksaan dicatat dalam formulir penelitian, dilakukan
penataan dan pengolahan data secara manual dan komputerisasi. Lalu data
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada pasien dengan adanya nodul tiroid teraba
secara klinis, dilakukan sitologi biopsi aspirasi jarum halus, ultrasonografi, dan
dilanjutkan dengan operasi untuk kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi,
yang datang ke Bagian Patologi Anatomi dan Departemen Radiologi RS H. Adam
Malik Medan selama kurun waktu Juni 2008 hingga Juni 2009.
Tabel 4.1. Karakteristik responden berdasarkan umur.
Umur Frekuensi
n %
< 40 tahun 14 41.2
≥ 40 tahun 20 58,8 Total 34 100,0
Karakteristik responden berdasarkan umur ditemukan terbesar pada umur ≥ 40
tahun sebesar 20 kasus dari 34 kasus (58,8%), sedangkan pada umur < 40 tahun
Tabel 4.2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.
Jenis Kelamin Frekuensi
n %
LK 8 23,5
P 26 76,5
Total 34 100,0
Hasil penelitian mendapatkan bahwa nodul tiroid terutama ditemukan pada
kelompok perempuan sebesar 26 kasus dari 34 kasus (76,5%), sedangkan kelompok
laki-laki sebesar 8 kasus dari 34 kasus (23,5%).
Tabel 4.3. Karakteristik penyakit berdasarkan ukuran nodul.
Ukuran nodul Frekuensi
n %
2 cm 4 11,8
3 cm 21 61,8
4 cm 9 26,5
Total 34 100,0
Karakteristik penyakit berdasarkan ukuran nodul terbesar ditemukan dengan ukuran
3 cm sebesar 21 kasus (61,8%), sedangkan ukuran 4 cm sebesar 9 kasus (26,5%),
Tabel 4.4. Karakteristik penyakit berdasarkan riwayat keluarga
Riwayat keluarga Frekuensi
n %
Tidak ada 28 82,4
Ada 6 17,6
Total 34 100,0
Karakteristik penyakit berdasarkan riwayat keluarga terbesar ditemukan dengan
tidak ada riwayat keluarga sebesar 28 kasus (82,4%), sedangkan ada riwayat
keluarga sebesar 6 kasus (17,6%) dari 34 kasus.
Tabel 4.5. Karakteristik penyakit berdasarkan Si-BAJAH.
Hasil Frekuensi
n %
Koloid goiter 30 88,2
Neoplasma folikular 3 8,8
Karsinoma papilari 1 2,9
Total 34 100,0
Dari tabel karakteristik penyakit berdasarkan Si-BAJAH ditemukan terbanyak pada
kasus koloid goiter sebesar 30 kasus (88,2%), diikuti neoplasma folikular sebesar 3
kasus (8,8%), dan karsinoma papilari sebesar 1 kasus (2,9%) dari 34 kasus yang
Tabel 4.6. Karakteristik penyakit berdasarkan ultrasonografi.
Hasil Frekuensi
n %
Jinak 30 88,2
Ganas 4 11,8
Total 34 100,0
Dari tabel karakteristik penyakit berdasarkan ultrasonografi ditemukan terbanyak
pada kasus jinak sebesar 30 kasus (88,2%), dan ganas sebesar 4 kasus (11,8%) dari
34 kasus yang diteliti.
Tabel 4.7. Karakteristik penyakit berdasarkan Si-BAJAH – USG.
Hasil Frekuensi
n %
Koloid goiter 29 85,3
Neoplasma folikular 3 8,8
Karsinoma papilari 2 5,9
Total 34 100,0
Dari tabel karakteristik penyakit berdasarkan Si-BAJAH – USG ditemukan
terbanyak pada kasus koloid goiter sebesar 29 kasus (85,3%), diikuti neoplasma
folikular sebesar 3 kasus (8,8%), dan karsinoma papilari sebesar 2 kasus (5,9%) dari
Tabel 4.8. Karakteristik penyakit berdasarkan pemeriksaan histopatologi.
Dari tabel karakteristik penyakit berdasarkan pemeriksaan histopatologi ditemukan
terbanyak pada kasus koloid goiter sebesar 25 kasus (73,5%), diikuti karsinoma
papilari sebesar 5 kasus (14,7%), karsinoma folikular sebesar 3 kasus (8,8%), dan
adenoma folikular sebesar 1 kasus (2,9%), dari 34 kasus yang diteliti.
Tabel 4.9. Hubungan umur dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi.
Tabel 4.10. Hubungan jenis kelamin dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi.
Tabel 4.11. Hubungan ukuran nodul dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi.
Diagnosa
Dari tabel diatas didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan
diagnosa pemeriksaan histopatologi (p=1,000), tidak terdapat hubungan antara jenis
kelamin dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi (p=0,355), dan tidak terdapat
hubungan antara ukuran nodul dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi
Tabel 4.12. Hasil pengukuran Si-Bajah dihubungkan dengan diagnosa
Dari perhitungan tabel hasil pengukuran diatas didapatkan sensitifitas Si-BAJAH
dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi mencapai 13,0% (1/8) dan
spesifisitas 100,0% (26/26), nilai prediksi positif sebesar 100,0%, dan nilai prediksi
negatif sebesar 79,0%.
Tabel 4.13. Hasil pengukuran USG dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan
histopatologi.
Dari tabel diatas hasil pengukuran diatas didapatkan sensitifitas USG dihubungkan
100,0% (26/26), nilai prediksi positif sebesar 100,0%, dan nilai prediksi negatif
sebesar 87,0%.
Tabel 4.14. Hasil pengukuran Si-Bajah – USG dihubungkan dengan diagnosa
pemeriksaan histopatologi.
.
Diagnosa Si-Bajah - USG
Ganas Jinak
Total
Ganas 2 0 2
Jinak 6 26 32
Total 8 26 34
Dari tabel hubungan umur, jenis kelamin, dan ukuran nodul dengan diagnosa
pemeriksaan histopatologi didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur
dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi (p=1,000), tidak terdapat hubungan
antara jenis kelamin dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi (p=0,355), dan
tidak terdapat hubungan antara ukuran nodul dengan diagnosa pemeriksaan
histopatologi (p=0.993).
4.2. PEMBAHASAN
Dari perhitungan tabel 4.12. hasil pengukuran didapatkan sensitifitas
(1/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26), nilai prediksi positif sebesar 100,0%, dan
nilai prediksi negatif sebesar 79,0%. Dari tabel 4.13. didapatkan sensitifitas USG
dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi mencapai 50,0% (4/8) dan
spesifisitas 100,0% (26/26), nilai prediksi positif sebesar 100,0%, dan nilai prediksi
negatif sebesar 87,0%. Dari tabel 4.14. didapatkan sensitifitas Si-BAJAH - USG
dihubungkan dengan diagnosa pemeriksaan histopatologi mencapai 25% (2/8) dan
spesifisitas 100,0% (26/26), nilai prediksi positif sebesar 100,0%, dan nilai prediksi
negatif sebesar 81,0%.
Dari hasil penelitian diatas mendapati bahwa akurasi diagnostik Si-BAJAH
dan USG pada nodul tiroid lebih tinggi dibandingkan jika hanya dengan
SI-BAJAH; dimana sensitifitas mencapai 25% (2/8) dan spesifisitas 100,0% (26/26).
Si-BAJAH dan USG dapat dilakukan atau sensitif terutama pada lesi-lesi jinak,
tetapi tidak dapat atau kurang sensitif dalam menentukan keganasan. Untuk
menentukan ketepatan diagnosa keganasan terutama karsinoma papilari dengan
Si-BAJAH – USG perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
representatif. Jumlah sampel yang lebih banyak diharapkan dapat meningkatkan
sensitifitas daripada Si-BAJAH dan USG; serta penggunaan alat USG yang lebih
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
• Dari penelitian ini didapatkan bahwa untuk pemeriksaan terpadu sitologi
biopsi aspirasi jarum halus (Si-BAJAH) dan ultrasonografi pada nodul tiroid
dengan ukuran > 2 cm menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan
pemeriksaan Si-BAJAH; sensitifitas mencapai 25% (2/8) dan spesifisitas
100,0% (26/26). Angka ini tentu saja berkaitan erat dengan keahlian para
patologis dalam pengambilan dan interpretasi hasil aspirasi Si-BAJAH.
• Dari penelitian ini mendapati bahwa pada nodul tiroid setelah dilakukan
biopsi aspirasi jarum halus sangat dianjurkan untuk dilakukan operasi untuk
diagnosa histopatologi sebagai gold standart.
• Nodul tiroid merupakan hal yang biasa ditemukan dan hanya persentasi
kecil merupakan malignan.
• Pendiagnosaan sedini mungkin dengan Si-BAJAH dapat menseleksi
tindakan berikutnya.
5.2. SARAN
• Walaupun Si-BAJAH merupakan alat diagnostik yang dapat diandalkan
dalam mendiagnosa lesi-lesi jinak dan malignan pada kasus-kasus nodul
tiroid, tetapi untuk diagnostik pasti tetap memerlukan pemeriksaan
histopatologi sebagai gold standart.
• Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang dapat memberikan gambaran
banyak dan proporsi yang lebih seimbang untuk meningkatkan sensitifitas
Referensi
01 Kurnia Ahmad. Penanganan Nodul Tiroid. FKUI/RSCM. Jakarta. 2007.
02 Subekti Imam. Diagnostik Medik Nodul Tiroid. FKUI/RSUPN-CM. Jakarta.
03 Fine Needle Biopsy of Thyroid Nodules. Available
at:http://www.endocrineweb.com/fna.html
04 Mayo Foundation for Medical Education and Research. “Thyroid Manager”.
2005.
05 Sultan Qaboos University Journal For Scientific Research. Medical
Sciences. Are scintigraphy and ultrasonography necessary before
fine-needle aspiration cytology for thyroid nodules? Oman. 2001. Vol.1. p:29-33.
06 Tjahjono. Artikel “Pendekatan morfometrik sel epitel folikel kelenjar tiroid
pada neoplasma folikuler dan struma adenomatosa”. Majalah Kedokteran
indonesia. Vol: 47. No:6. 1997. hal: 314.
07 Koss Leopold G. Koss’ diagnostic cytology and its histopathologic bases.
The Thyroid, Parathyroid, and Neck Masses Other Than Lymph Nodes. 5th
ed. Philadelphia. 2006. p:1149-1172.
08 Ersoy E, et al. Preoperative fine-needle aspiration cytology versus frozen
section in thyroid surgery. Endocrine regulations. Vol.33. 1999. p:141-144.
09 Kocjan G. Fine-needle aspiration cytology “Diagnostic Principles and
Dilemmas”. Springer. London. 2006. p: 215.
10 Editor K.J. Lee. Essensial Otolaryngology “Head and Neck Surgery”. 8th ed.
McGraw-Hill. USA. 2003. p:632-634.
11 Rasad Sjahriar, dkk. Radiologi Diagnostik. Ultrasonografi Tiroid. Edisi
12 Seiberling Kristin A, et al. Ultrasound-Guided Fine Needle Aspiration
Biopsy of Thyroid Nodules Performed in the Office. The American
Laryngological, Rhinological and Otological Society, Inc. The
Laryngoscope 118. USA. 2008. p: 228-231.
13 Ganong W.F. Fisiologi Kedokteran. Edisi 10. EGC. Jakarta. 1987: 271-272.
14 Price Sylvia Anderson. Patofisiologi “Konsep klinik Proses-proses
Penyakit”. Edisi 2. Bagian 2. EGC. Jakarta. 1985: 334-343.
15 Cotton R.E. Lecture Notes on Pathology. 4th ed. Blackwell Scientific
Publications, London. 1992. p: 127-137.
16 Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. Robbins Basic Pathology. 7th ed.
Saunders. Philadelphia. 2003. p:726-738.
17 Tambunan Gani W. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker
Terbanyak di Indonesia. Cetakan I. EGC. Jakarta. 1991: 169-182.
18 Shahab Alwi. Tinjauan Pustaka. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nodul
Tiroid. FK Unsri/RSU Dr. Mohammad Hoesin. Palembang.
19 Cibas Edmund S et al. Cytology Thyroid “Diagnostic Principles and Clinical
Correlates”. 2nd ed. Saunders. 2003. p: 247-269.
20 Moore Francis D, et al. Endocrine Tumors and Malignancies. Atlas of
Diagnostic Oncology. 3rd ed. Dana-Farber Cancer Institute. Edited by Arthur
T. Skarin. Mosby. 2003. p:282-284.
21 Santacroce Luigi. Article eMedicine Thyroid, Papillary Carcinoma. Medical
School, State University at Bari, Italy. 2006.
22 Mills, Stacey E, M.D, et al. Sternberg’s Diagnostic Surgical Pathology. 4th
23 Rosai J. Ackerman’s Surgical Pathology. 8th ed. Mosby. St Louis. 1996. p:
493-549.
24 Rubin Emanuel et al. Pathology. 3rd ed. Vol.II. Philadelphia. 1999. p:
1174-1178.
25 De Vita, Jr, Vincent T,et al. Cancer “Principles & Practice of Oncology”. 7th
ed. Lippincott, Philadelphia. 2005. p: 1502-1510.
26 Chandrasoma P, Taylor C.R. Concise Pathology.3rd ed. Singapore. 2001.
p:850-855.
27 Himawan Sutisna. Kumpulan Kuliah patologi Anatomi. Edisi 1. Cetak
ulang. FK UI. Jakarta. 1985: 353-360.
28 Stevens Alan, et al. Pathology. 2nd ed. International ed. Toronto. Mosby.
2000. p:332-338.
29 Orell Svante R, et al. Fine Needle Aspiration Cytology. 4th ed. Elsevier.
London. 2005. p: 125-158.
30 C. Capelli, et al. The predictive value of ultrasound findings in the
management of thyroid nodules. QJM Advance Acces. Italia. 2006. p:29-35.
31 Endocrine Surgery. A Companion to Specialist Surgical Practice. 3rd ed.
Edited by Tom W.J. Lennard. Elsevier Saunders. Philadelphia. 2006. p:
43-74.
32 Camargo Rosalinda YA, et al. Preoperative assessment of thyroid nodules:
role of ultrasonography and fine needle aspiration biopsy followed by
cytology. Clinics. Vol.62. No.4. São Paulo. 2007.
33 K Venkatesh, et al. Imaging of Thyroid. Journal of Postgraduate Medical
Education, Training & Research. Vol.I, No. I & II. Department of
34 Baskent University Faculty of Medicine. Department of Pediatric Surgery.
Ankara. Turkey. 2001.
35 C. Delia, et al. The role of fine needle aspiration biosy in differentiated
thyroid carcinoma
36 Vikram Kate & N. Ananthakeishnan. Surgical Management of Common
Diseases of Thyroid. Departement of Surgery. Jawaharlal. Journal of
Postraduate Medical Education, training & Research, Pondicherry. Vol. 1
No. I & II. p :48-52.
37 Suen Kenneth C. Fine-needle aspiration biopsy of the thyroid. CMAJ.
September 3rd , 2002.p: 491-495
38 Chen Cheng-Chieh et al. Cytology of Hashimoto’s Thyroiditis coexistent
with Papillary Thyroid Carcinoma : A case report.Taipei, Taiwan. J Biomed
Lab Sci. 2008. Vol. 20 No. 1-2. p:22-25
39 Matesa Neven et al. The risk of thyroid malignancy in patients with solitary
thyroid nodule versus patients with multinodular goiter. Department of
Oncology and Nuclear Medicine. Sestre milosrdnice. University Hospital.
Zagreb. Croatia. Acta Clin Croat 2005; 44:7-10.
40 Schlumberger Martin Jean, M.D. Papillary and Follicular Thyroid
Carcinoma. Medical Progress. Massachusetts Medical Society. 1998.
Vol.338. No.5. p:297-305.
41 Okutan Ozerk et al. Metastasis of Follicular Carcinoma of the thyroid to
Lumbar Vertebrae : A case report. Turkish Neurosurgery, 2005, Vol.15.
No.1. p: 32-35.
42 Schlumberger Martin Jean, M.D. Anaplastic Thyroid Carcinoma. Orphanet
43 Vasko Vasily V et al. Thyroid follicular adenomas may display features of
follicular carcinoma and follicular variant of papillary carcinoma.
Experimental study. European Journal of Endocrinology. 2004. No.151. p:
779-786.
44 AACE/AME Medical Guidelines for Clinical Practice for the Diagnosis and
Management of Thyroid Nodules. Endocrine Practice. Vol.12 No.1.