ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI
KERJA PENYULUH PERINDUSTRIAN PADA KANTOR DINAS
PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
RAIKA GUSTISYAH
067019113/IM
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI
KERJA PENYULUH PERINDUSTRIAN PADA KANTOR DINAS
PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA MEDAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
RAIKA GUSTISYAH
067019113/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI KERJA PENYULUH PERINDUSTRIAN PADA KANTOR DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Raika Gustisyah
Nomor Pokok : 067019113
Program Studi : Ilmu Manajemen
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si) (Dra. Nisrul Irawati, MBA) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Rismayani, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal 11 Pebruari 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si
Anggota : 1. Dra. Nisrul Irawati, MBA
2. Prof. Dr. Rismayani, SE,. MS
3. Drs. Syahyunan, M,Si
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
“ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI
KERJA PENYULUH PERINDUSTRIAN PADA KANTOR DINAS
PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA MEDAN”
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh
siapapun sebelumnya.
Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, 11 Pebruari 2009 Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
Keberadaan penyuluh perindustrian adalah untuk menciptakan tenaga kerja trampil, peningkatan investasi dan nilai tambah di bidang industri serta perluasan lapangan kerja, dengan sasaran yang akan dicapai adalah modernisasi dan optimalisasi industri yang ada, perluasan usaha dan diversifikasi produk serta pendirian negara industri baru dan menjadi negara niaga baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, keinginan dan harapan pribadi terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Medan. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, keinginan dan harapan pribadi berpengaruh terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.
Metode pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh (sensus) terhadap seluruh penyuluh perindustrian yang berjumlah 45 orang. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda, dengan uji serempak (uji F) dan secara parsial (uji t) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen pada tingkat kepercayaan 95% atau = 0,05.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, keinginan dan harapan pribadi secara simultan mempunyai pengaruh yan signifikan terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian dengan tingkat signifikan sebesar 0,000. Koefisien determinasi (R2) variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 92% dan sisanya (8%) dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.
Hasil uji t (secara parsial) yaitu kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja berpengaruh kepada motivasi kerja dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 (5%) variabel kepuasan kerja dan variabel lingkungan kerja merupakan variabel yang dominan berpengaruh, sedangkan variabel keinginan dan harapan pribadi dengan nilai signifikan 0,238 atau 23,8 % tidak berpengaruh pada motivasi kerja penyuluh perindustrian.
ABSTRACT
The existence of industrial reconnoitering is to conceive skillful manpower, increasing investment and additional values in industry sector and the enlargement of job opportunities, with objective toward current modernization and industry optimalization, business extension and product diversification also the establishment of industry country and becoming new trading country. The purpose of this research is to find out and analyze the influence of working satisfaction, status and responsibility, sufficient compensation, working environment, desire and personal expectation toward the working motivation of industry counselors in the Department of Industry and Commerce Medan. The hypothesis in this research are the working satisfaction, status and responsibility, sufficient compensation, working environment, desire and personal expectation which influece the working motivation of industry counselors in the Department of Industry and Commerce Medan.
The method to take sample used saturated sampling (census) toward all industry counselors in total 45 people. The hypothesis examination use multiple linear regression analysis whith concurrent test (test F) and partially (test t) which aim to find out the influence of independent variable toward dependent variable on 95% credibility rate or = 0,05.
The analysis result suggest that working satisfaction, status and responsibility, sufficient compensation, working environment, desire and personal expectation simultaneously have significant impact toward working motivation of industry counselors with significant rate approximately 0,000. Determination coefficient (R2) of independent variable toward dependent variable about 92% and the remaining (8%) were influenced by other variable which did not included in this research.
The t test result (partially) which are working satisfaction, status and responsibility, sufficient compensation, working environment have impact toward working satisfaction with less significance lower than 0,05 (5%) working satisfaction and working environment variable is the most dominant variable, whereas desire and personal expectation variable whith significant rate 0,238 or 23,8% do not influence the working motivation of industry counselors.
KATA PENGANTAR
Penulis pertama-tama memanjatkan segala puji dan syukur kehadirat Allah
SWT, karena dengan limpahan Rahmat dan Karunia-Nya penulis telah dapat
merampungkan studi dan menyelesaikan sebuah penelitian karya akhir yang berjudul
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Penyuluh Perindustrian
pada Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan”. Selama dalam
penelitian dan penulisan tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan moril dan
material dari berbagai pihak, karena itu pada kesempatan yang baik ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Rismayani, MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Manajemen
dan juga selaku Anggota Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.
4. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing
5. Ibu Dra. Nisrul Irawati, MBA, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.
6. Ibu Prof. Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si/Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si selaku
Ketua/Anggota Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan pengarahan
dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.
7. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembanding yang telah
banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.
8. Pimpinan dan seluruh jajaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan
yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.
9. Pimpinan dan seluruh pegawai Balai Diklat Industri Regional I Medan, yang telah
memberikan motivasi dalam menyelesaikan studi.
10.Rekan-rekan mahasiswa angkatan XI Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang selama ini telah bersama-sama
dalam menyelesaikan tugas-tugas pada masa perkuliahan.
11.Khususnya kepada Isteri dan anak-anakku tercinta: Asbudiati, Dika Budiarti,
Pandu Prabudika, Murqan Prabudika dan Muharizki Prabudika yang telah
Semoga Allah SWT melimpahkan berkah dan hidayah-Nya, kepada semua
pihak yang telah membantu. Penulis menyadari penelitian ini masih belum sempurna,
terlepas dari itu semua mudah-mudahan tesis ini dapat berguna bagi banyak pihak,
khususnya bagi peneliti di bidang sumber daya manusia.
Medan, 11 Pebruari 2009
RIWAYAT HIDUP
Raika Gustisyah lahir pada tanggal 14 Agustus 1961 di Medan, anak pertama
dari satu orang bersaudara dari pasangan orang tua yang bernama H.NA. Karnata dan
Hj. Rahima, menikah dengan Asbudiati dan telah dikaruniai empat orang putra dan
putri yaitu Dika Budiarti, Pandu Prabudika, Murqan Prabudika dan Muharizki
Prabudika.
Penulis mulai menuntut ilmu tahun 1966 di Taman Kanak-Kanak Perguruan
Taman Siswa Medan. Sekolah Dasar pada tahun 1967 – 1973 di Perguruan Taman
Siswa Medan. Sekolah Menengah Pertama tahun 1973 – 1976 di SMP
Muhammadiyah I Medan. Tahun 1976 – 1980 di SMA Negeri VIII Medan. Pada
tahun 1987 melanjutkan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIEI) Banda
Aceh Jurusan Manajemen Keuangan dan Perbankan, lulus tahun 1992. Tahun 2006
melanjutkan ke strata-2 Program Studi Ilmu Manajemen Universitas Sumatera Utara,
Medan. Saat ini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Balai Diklat Industri
Regional I Departemen Perindustrian, Jl. Raya Tanjung Morawa km. 10/Jl. Damai
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ...xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 Latar Belakang... 1
I.2 Perumusan Masalah... 5
I.3 Tujuan Penelitian... 5
I.4 Manfaat Penelitian... 6
I.5 Kerangka Pemikiran... 6
I.6 Hipotesis... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9
II.1 Penelitian Terdahulu... ... 9
II.2 Pengertian Motivasi ... 10
II.3 Teori Motivasi ... 14
II.3.1 Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg ... 14
II.3.2 Teori Motivasi David Mc Clelland... 15
II.3.3 Teori Kepuasan... 16
II.3.3.2 Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fullfillment Theory) . 20
II.3.3.3 Teori Pandangan Kelompok Sosial (Sosial Reference
Group Theory)... 20
II.3.3.4 Teori Existence, Relatedness, Growth (ERG) dari Alderfer ... 20
II.3.4 Teori Motivasi Proses ... 21
II.3.4.1 Teori Valensi ... 22
II.3.4.2 Teori Pengharapan (Expectancy)... 23
II.3.4.3 Teori Keadilan (Equity Theory)... 25
II.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi ... 26
II.4.1 Faktor Internal ... 26
II.4.2 Faktor Eksternal ... 28
II.5 Tujuan Pemberian Motivasi ... 31
II.6 Pengukuran Motivasi Kerja ... 32
II.7 Penyuluh Perindustrian ... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37
III.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 37
III.2 Metode Penelitian ... 37
III.3 Populasi dan Sampel ... 38
III.4 Metode Pengumpulan Data... 38
III.5 Jenis dan Sumber Data... 39
III.6 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 39
III.7.1 Uji Validitas ... 41
III.7.2 Uji Reliabilitas ... 41
III.8 Metode Analisis Data... 42
III.9 Pengujian Asumsi Klasik... 45
III.9.1 Uji Normalitas... 45
III.9.2 Uji Multikolinearitas ... 46
III.9.3 Uji Heterokedastisitas ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48
IV.1 Hasil Penelitian... 48
IV.1.1 Gambaran Umum Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan... 48
IV.1.2 Visi dan Misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan ... 49
IV.1.3 Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan... 49
IV.2 Karakteristik Responden... 55
IV.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 55
IV.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56
IV.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 56
IV.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 57
IV.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 58
IV.3 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 58
IV.3.1.1 Uji Validitas Instrumen Kepuasan ... 59
IV.3.1.2 Uji Validitas Instrumen Status dan Tanggung Jawab ... 59
IV.3.1.3 Uji Validitas Instrumen Kompensasi ... 60
IV.3.1.4 Uji Validitas Instrumen Lingkungan Kerja... 60
IV.3.1.5 Uji Validitas Instrumen Harapan dan Keinginan Pribadi ... 61
IV.3.1.6 Uji Validitas Instrumen Motivasi... 62
IV.3.2 Uji Reliabilitas Instrumen ... 62
IV.4 Penjelasan Jawaban Responden... 63
IV.4.1 Variabel Kepuasan Kerja ... 63
IV.4.2 Variabel Status dan Tanggung Jawab ... 64
IV.4.3 Variabel Kompensasi yang Memadai ... 66
IV.4.4 Variabel Kondisi Lingkungan Kerja... 67
IV.4.5 Variabel Keinginan dan Harapan Pribadi ... 68
IV.4.6 Variabel Motivasi Kerja... 70
IV.5 Pengujian Asumsi Klasik... 71
IV.5.1 Uji Normalitas... 71
IV.5.2 Uji Multikolinearitas... 72
IV.5.3 Uji Heterokedastisitas ... 74
IV.6 Uji Hipotesis ... 75
IV.6.1 Pengujian Hipotesis Secara Serempak... 76
IV.7 Pembahasan ... 80
IV.7.1 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Motivasi Kerja... 80
IV.7.2 Pengaruh Status dan Tanggung Jawab terhadap Motivasi Kerja.. 81
IV.7.3 Pengaruh Kompensasi terhadap Motivasi Kerja ... 82
IV.7.4 Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Motivasi Kerja ... 83
IV.7.5 Pengaruh Keinginan dan Harapan Pribadi terhadap Motivasi Kerja ... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
V.1 Kesimpulan ... 86
V.2 Saran ... 86
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
III.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 40
IV.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 55
IV.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56
IV.3 Karakteristik Usia Responden... 56
IV.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja... 57
IV.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 58
IV.6 Uji Validitas Instrumen Kepuasan ... 59
IV.7 Uji Validitas Instrumen Status dan Tanggung Jawab ... 60
IV.8 Uji Validitas Instrumen Kompensasi ... 60
IV.9 Uji Validitas Instrumen Lingkungan Kerja... 61
IV.10 Uji Validitas Instrumen Harapan dan Keinginan Pribadi ... 61
IV.11 Uji Validitas Instrumen Motivasi... 62
IV.12 Uji Reliabilitas Instrumen ... 63
IV.13 Distribusi Kuesioner Kepuasan Kerja... 63
IV.14 Distribusi Kuesioner Status dan Tanggung Jawab... 64
IV.15 Distribusi Kuesioner Kompensasi yang Memadai... 66
IV.16 Distribusi Kuesioner Kondisi Lingkungan Kerja... 67
IV.18 Distribusi Kuesioner Motivasi Kerja ... 70
IV.19 Hasil Pengujian Multikolinearitas... 73
IV.20 Hasil Pengujian Serempak ... 76
IV.21 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Parsial... 78
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
I.1 Kerangka Pemikiran ... 8
IV.1 Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan... 54
IV.2 Hasil Uji Normalitas ... 72
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
I Kuesioner Penelitian ... 91
II Hasil Validitas dan Reliabilitas... 103
III Hasil Regresi Linier Berganda ... 108
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Motivasi kerja pegawai merupakan kerelaan untuk mengarahkan segenap
upaya guna mencapai tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha
untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu atau suatu proses psikologi yang
berlangsung dalam interaksi antar kepribadian yang berbeda beda untuk memenuhi
kebutuhan sebagai manusia. Proses ini menghasilkan dorongan (motif) berupa
kehendak kemauan dan keinginan untuk berbuat melalui keputusan.
Organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki visi dan misi
yang sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Faktor yang paling penting
dalam suatu organisasi adalah sumber daya manusia yang sesuai dengan aktivitas dan
kegiatan organisasi yang dijalankan.
Sebuah organisasi yang memiliki banyak tugas yang berbeda memerlukan
sumber daya manusia dengan latar belakang yang berbeda baik pendidikan,
kemampuan, jenis kelamin, maupun tingkat usia. Perbedaan latar belakang
pendidikan dan kemampuan dibutuhkan komunikasi yang terbuka untuk dapat
mempersamakan persepsi terhadap organisasi atau lembaga di mana mereka bekerja.
Organisasi dalam menghadapi era keterbukaan dan perubahan arus teknologi
melakukan antisipasi tingkat pelayanan yang konvensional ke dalam bentuk
pelayanan yang profesional terutama lembaga-lembaga pelayanan publik.
Kondisi ini akan membawa implikasi yang luas terhadap penyelenggara
pemerintahan, sadar atau tidak sadar penyelenggara pemerintahan harus
meninggalkan paradigma lama dan menggantikan dengan paradigma baru yang lebih
menekankan efisiensi, kecepatan dan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan. Strategi pembangunan di sektor industri adalah meningkatkan
efisiensi, produktivitas dan peran serta masyarakat yang didorong oleh terwujudnya
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi secara sinergi dalam memanfaatkan
sumber daya.
Kebijakan pembangunan dalam bidang industri difokuskan untuk
mengembangkan industri yang efisien dengan wawasan ke masa depan dengan
kualitas produk yang semakin baik sehingga dapat bersaing di pasar dalam negeri
maupun luar negeri dengan nilai tambah yang semakin tinggi sehingga berdampak
luas terhadap perekonomian nasional. Peningkatan kemampuan aparatur pemerintah
dalam memberikan arahan dan kebijakan secara tepat serta meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia dan penguasaan teknologi dengan disertai
dukungan sarana dan prasarana yang memadai dapat membantu mempercepat sasaran
organisasi.
Departemen Perindustrian telah mempersiapkan sumber daya manusia dalam
mengatasi tantangan dengan cara mengembangkan tenaga-tenaga profesional lewat
menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk mengantisipasi
permasalahan-permasalahan yang timbul pada sektor industri khususnya industri kecil. Sektor
industri kecil memiliki potensi yang cukup untuk dikembangkan, juga memiliki
karakteristik yang berbeda dengan usaha menengah maupun besar dilihat dari skala
usaha, jumlah karyawan, kapasitas dan omset penjualan sehingga memiliki
ketangguhan dan ketahanan dalam usaha dan menjaga kelangsungan usahanya.
Kondisi tersebut dapat ditunjukkan ketika perekonomian Indonesia dihadapkan
kepada krisis yang multi dimensi, industri kecil dan usaha kecil tetap bertahan dan
mampu berperan untuk melaksanakan fungsinya baik dalam memproduksi barang dan
jasa ditengah kondisi usaha besar (konglomerat) tidak mampu mempertahankan
eksistensinya, sehingga dikenal ketika itu industri kecil dan usaha kecil “tahan
banting”.
Penyuluhan bidang industri adalah kegiatan penyuluhan dalam rangka
pembinaan dan pengembangan industri yang meliputi persiapan, pelaksanaan dan
evaluasi hasil industri. Penyuluhan bidang industri merupakan suatu kegiatan
terencana, yang dilakukan oleh para penyuluh perindustrian yang ditujukan untuk
membantu pengusaha termasuk perajin industri. Tujuan penyuluh di bidang industri
adalah untuk menciptakan tenaga kerja trampil, peningkatan investasi dan nilai
tambah bidang industri serta perluasan lapangan kerja, dengan sasaran yang akan
dicapai adalah modernisasi dan optimalisasi industri yang ada, perluasan usaha dan
diversifikasi produk serta pendirian negara industri baru dan menjadi negara niaga
Keberadaan tenaga penyuluh perindustrian begitu strategis, sehingga sudah
seharusnya tenaga penyuluh perindustrian mendapatkan perhatian secara lebih khusus
lagi dari aparatur pembina yang ada dipusat maupun di daerah baik dari segi
kemampuan maupun dari segi kesejahteraan sehingga para tenaga penyuluh
perindustrian akan lebih termotivasi lagi di dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya sebagai aparatur terdepan di dalam memajukan sektor industri sesuai
dengan tujuan dan sasaran organisasi.
Jumlah tenaga penyuluh perindustrian pada Kantor Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kota Medan yang ada dirasakan masih sangat terbatas dan cenderung
jumlahnya semakin lama semakin berkurang. Tenaga penyuluh perindustrian yang
ada di Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan pada tahun 2001
berjumlah 64 orang, dengan industri binaan berjumlah 391 unit usaha.
Penyuluh perindustrian yang ada pada tahun 2007 berjumlah 45 orang,
sedangkan jumlah industri binaan meningkat menjadi 547 unit usaha atau terjadi
peningkatan jumlah industri binaan sebesar 72 persen. Namun seiring dengan
berkembangnya sektor industri kecil tersebut, tidak diimbangi hal yang sama dengan
peningkatan jumlah tenaga penyuluh perindustrian. Hal ini terjadi karena sebagian
dari tenaga penyuluh di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan lebih
memilih untuk menjadi pegawai struktural. Pengurangan jumlah penyuluh ini dapat
diartikan sebagai tidak adanya motivasi kerja pegawai di dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsinya sebagai tenaga penyuluh di Kantor Dinas Perindustrian dan
Motivasikerja adalah suatu dorongan yang muncul dari dalam diri seseorang
untuk melakukan suatu pekerjaan guna mencapai tujuan pribadi dan organisasi dalam
rangka memenuhi keinginan atau kebutuhannya, baik yang dipengaruhi oleh faktor
internal yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kepuasan kerja, dan keinginan
dan harapan pribadi. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri seseorang
(environment factors), seperti status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai,
dan kondisi lingkungan kerja.
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
perumusan masalah dari penelitian ini adalah: Sejauhmana kepuasan kerja, status dan
tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, keinginan dan
harapan pribadi berpengaruh terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian pada
Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan?
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
pengaruh kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai,
lingkungan kerja, keinginan dan harapan pribadi terhadap motivasi kerja penyuluh
I.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, sebagai bahan masukan
dalam hal perumusan kebijakan terutama dalam meningkatkan motivasi kerja
penyuluh perindustrian.
2. Bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, sebagai referensi untuk memperkaya bahan-bahan yang dipergunakan
untuk keperluan proses belajar mengajar.
3. Bagi peneliti sendiri, sebagai menambah wawasan dalam melatih diri berpikir
secara ilmiah pada bidang sumber daya manusia, yang berkaitan dengan motivasi
kerja dan sebagai suatu bekal dalam melakukan penelitian di masa yang akan
datang.
4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat sebagai menambah referensi dan
informasi yang berkaitan dengan penyuluh perindustrian.
I.5. Kerangka Pemikiran
Menurut Robbins dalam (Sayuti, 2006) kepuasan kerja (job satisfaction)
adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi
pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja mempunyai korelasi yang sangat kuat
kepada tinggi rendahnya motivasi kerja seseorang. Jika seorang karyawan puas
terhadap pekerjaannya maka karyawan tersebut akan mempunyai motivasi kerja yang
Status dan tanggung jawab dalam jabatan tertentu merupakan dambaan dan
harapan setiap orang dalam bekerja. Seseorang akan berharap pada suatu saat akan
memperoleh kesempatan untuk menduduki jabatan yang ada dalam perusahaan atau
instansi ditempatnya bekerja.
Seseorang akan merasa dirinya dipercayai dengan menduduki jabatan, diberi
tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar untuk melakukan
kegiatan-kegiatannya. Oleh karena itu, status dan tanggung jawab dapat merupakan stimulus
untuk memotivasi diri dalam tugas sehari-hari.
Kompensasi yang memadai merupakan salah satu alat motivasi yang paling
ampuh bagi perusahaan dalam memberikan dorongan kepada para karyawan untuk
bekerja secara optimal, karena kompensasi yang memadai akan dapat membuat
karyawan hidup dengan layak dan akan dapat lebih mencurahkan pemikiran serta
tenaganya untuk bekerja lebih baik lagi.
Wahjosumidjo, (1997) menyebutkan bahwa Kondisi lingkungan kerja
merupakan gambaran secara keseluruhan sarana dan prasarana kerja karyawan yang
dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Lingkungan pekerjaan
meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan,
ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada di tempat
tersebut. Keinginan dan harapan pribadi seseorang dapat menjadikan orang untuk
Berdasarkan dari uraian yang telah disebutkan dan untuk menjawab rumusan
masalah maka penulis membuat kerangka pemikiran seperti yang dapat dilihat pada
Gambar I.1.
1. Kepuasan kerja 2. Status dan
tanggung jawab 3. Kompensasi
yang memadai 4. Kondisi
lingkungan kerja 5. Keinginan dan
harapan pribadi
MOTIVASI KERJA
Gambar I.1. Kerangka Pemikiran
I.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis dari penelitian ini yaitu:
kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, kondisi
lingkungan kerja, keinginan dan harapan pribadi berpengaruh terhadap motivasi kerja
penyuluh perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan motivasi kerja. Purnomo
(2004), melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kinerja Karyawan Pusat Pendidikan Komputer Akuntansi IMKA Di Surakarta”.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat variabel dominan yang mempengaruhi kinerja
karyawan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, daftar
pertanyaan, dan studi dukumentasi. Metode analisis data menggunakan analisis
regresi linier berganda (multiple linier regression). Pengukuran variabel dalam
penelitian ini menggunakan skala Likert.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan (serempak) terdapat
pengaruh yang signifikan variabel bebas yaitu gaji, kepemimpinan dan lingkungan
kerja terhadap variabel terikat yaitu kinerja karyawan. Berdasarkan pengujian secara
parsial terhadap variabel bebas, gaji merupakan variabel yang dominan berpengaruh
terhadap kinerja karyawan pusat pendidikan komputer akuntansi IMKA di Surakarta
dengan tingkat kepercayaan (confidence level) 95% atau = 0,05.
Kusumawati (2006), dengan judul “Pengaruh Faktor Motivasi terhadap
Prestasi Kerja Karyawan pada Perusahaan Wajik Klenik di Bungkus Klobot – Blitar.
studi dukumentasi. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda
dengan uji-t dan uji-F. Pengukuran variabel menggunakan skala Likert.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yaitu
tanggung jawab, sikap rekan sekerja dan kebutuhan secara simultan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat yaitu prestasi kerja karyawan.
Berdasarkan pengujian secara parsial terhadap variabel bebas, tanggung jawab dan
kebutuhan merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap prestasi kerja.
II.2. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari motive atau dengan bahasa latinnya, yaitu movere, yang
berarti “mengerahkan”. Seperti yang dikatakan Liang Gie dalam bukunya Martoyo
(2000) motive atau dorongan adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang
melakukan sesuatu atau bekerja. Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu orang yang
melaksanakan upaya substansial, guna menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan
kerjanya, dan organisasi di mana ia bekerja. Seseorang yang tidak termotivasi, hanya
memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Dengan demikian motivasi atau
motivation berarti pemberian motiv, penimbulan motiv atau hal yang menimbulkan
dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Dapat juga dikatakan bahwa
motivation adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu
(Martoyo, 2000).
Motivasi menurut Ara (1998), adalah perilaku kuat yang diarahkan menuju ke
keinginan atau hasrat. Istilah “butuh” atau “ingin” menunjukkan adanya suatu
kekurangan (atau kelebihan) akan sesuatu, di mana dengan tercapainya tujuan tadi hal
tersebut dapat dipuaskan Lebih lanjut mengatakan istilah “hasrat” menunjukkan
perasaan yang kuat, dengan cara ini dapat dilihat motivasi sebagai suatu proses,
mula-mula impuls atau isyarat (panggilan) datang atau timbul dari dalam diri seseorang dan
kemudian menuntunnya untuk bertindak dalam cara-cara yang memungkinkan
terpuaskannya isyarat (panggilan) tersebut yang dipikirkan sebagai kebutuhan,
keinginan dan hasrat.
Uchjana dalam Rismayani (2007), menyatakan bahwa “motivasi berhubungan
erat dengan kebutuhan. Satu atau lebih kebutuhan harus terpenuhi untuk dapat
termotivasi”. Pernyataan ini memberi arti bahwa seseorang akan mau melakukan
sesuatu apabila ada yang ingin diperolehnya. Motivasi mengandung tiga unsur pokok
yaitu: kebutuhan, dorongan dan tujuan.
Motivasi dapat bersifat positif ataupun negatif. Motivasi positif, bertujuan
“mengurangi perasaan cemas” (Anxiety Reducing Motivation) dimana orang ditawari
sesuatu yang bernilai (misalnya imbalan berupa uang, pujian, kemungkinan untuk
menjadi karyawan tetap) apabila kinerjanya memenuhi standar yang ditetapkan.
Sebaliknya motivasi negatif atau yang sering disebut orang “pendekatan tongkat
pemukul” (The Stick Approach) menggunakan ancaman hukuman (teguran-teguran,
ancaman akan di PHK, ancaman akan diturunkan pangkat dan sebagainya) andaikata
Menurut Wahjosumidjo (1997), motivasi merupakan suatu proses psikologis
yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang
terjadi dalam diri sendiri. Hal yang hampir bersamaan juga dikemukakan oleh
Nawawi (2005), bahwa motivasi merupakan proses psikologis yang berlangsung
dalam interaksi antar kepribadian yang berbeda-beda untuk memenuhi kebutuhan
sebagai manusia. Proses ini menghasilkan dorongan (motif) berupa kehendak,
kemauan dan keinginan untuk bertindak atau berbuat melalui pengambilan keputusan.
Motivasi menurut Mangkuprawira (2007), merupakan dorongan yang
membuat karyawan melakukan sesuatu dengan cara dan untuk mencapai tujuan
tertentu, motivasi itu timbul tidak saja karena ada unsur di dalam dirinya, tetapi juga
karena adanya stimulus dari luar, seberapapun tingkat kemampuan yang dimiliki
seseorang, pasti butuh motivasi, dengan perkataan lain potensi sumber daya manusia
adalah sesuatu yang terbatas, dengan demikian kinerja seseorang merupakan fungsi
dari faktor-faktor kemampuan dan motivasi dirinya.
Pengertian motivasi kerja menurut Hasibuan (1996), adalah sejumlah aktivitas
fisik dan mental untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Berdasarkan uraian tersebut
dapat dilihat bahwa tingkat motivasi hanya bisa diukur secara kualitatif. Ia hanya bisa
dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh para karyawan. Bila seorang sering absen,
apatis, agresif, tidak loyal, frustasi, berpikir reaktif atau berperilaku negatif lainnya,
maka sering ia disebut sebagai karyawan bermotivasi rendah. Secara kuantitatif, sulit
menentukan apakah seorang karyawan mempunyai motivasi rendah atau tinggi, tetapi
Ara (1998), menyatakan terlepas dari kepentingannya yang nyata motivasi
sulit untuk didefinisikan dan dianalisis dengan satu definisi, motivasi berkaitan
dengan arah dari perilaku, kekuatan tanggapan, yaitu upaya pada saat seorang pekerja
memilih suatu arah tindakan dan keteguhan perilaku atau berapa lama seseorang terus
menerus berperilaku tertentu. Pandangan lain menyarankan bahwa analisis motivasi
harus memusatkan diri pada faktor-faktor yang membangkitkan dan mengarahkan
aktivitas seseorang. Pendapat seorang ahli teori menekankan aspek kelangsungan
arah dan tujuan dari motivasi, ahli teori lain menyatakan bahwa motivasi
berhubungan dengan bagaimana perilaku dimulai, digiatkan, dipertahankan,
diarahkan dan dihentikan, serta reaksi subjektif yang ada pada saat semua ini terjadi.
Ernest dalam Mangkunegara (2001), mengemukakan bahwa “Work
motivation is defined as conditions which influence the arousal, direction, and
maintenance of behaviors relevant in work setting”. Motivasi kerja didefinisikan
sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara
perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
Secara operasional motivasi kerja dapat dirumuskan adalah suatu dorongan
yang muncul dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan guna
mencapai tujuan pribadi dan organisasi dalam rangka memenuhi keinginan atau
II.3. Teori Motivasi
II.3.1. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg
Frederick Herzberg dalam Mangkuprawira (2007), memperkenalkan suatu
teori motivasi yang disebut teori Two-Factor, faktor yang pertama, yaitu apa yang
disediakan oleh manajemen yang mampu membuat karyawan senang, nyaman dan
tenang, ini disebut sebagai faktor satisfiers. Herzberg lebih lanjut mengidentifikasi
bahwa yang termasuk dalam satisfiers adalah; Achievement, recognition,
advancement, growth, working condition dan work itself, faktor kedua, disebut
sebagai dissatisfiers yang terdiri atas; gaji, kebijakan perusahaan, supervisi, status
relasi antar pekerja dan personal life.
Kedua faktor yang disebutkan oleh Herzberg ini tidak bisa saling
menggantikan dan bukan merupakan suplemen terhadap satu dengan yang lain. Bila
dissatisfiers terpenuhi, belum tentu menyebabkan timbulnya kepuasan bagi
karyawan. Agar kepuasan bisa muncul dan ketidakpuasan bisa dihilangkan, maka
yang harus dilakukan oleh para manajer adalah dissatisfiers dan satisfiers harus
dijaga dan ditingkatkan keberadaannya secara bersama-sama. Kedua faktor ini adalah
syarat minimal yang harus dimiliki oleh suatu organisasi agar memiliki karyawan
yang mempunyai motivasi tinggi. Manajemen dan organisasi tidak akan efektif tanpa
mempunyai karyawan yang bermotivasi.
Susbandono (2006), mengemukakan bahwa dengan menyediakan
fasilitas-fasilitas yang sederhana, tapi mengena, mampu menyenangkan dan menyamankan
perusahaan. Salah satu motivator yang diperkenalkan Hersberg dalam
Mangkuprawira (2007), adalah recognition, banyak manajer dan atasan lupa bahwa
sedikit sapaan yang sifatnya pengakuan atas dirinya, mempunyai efek ganda yang
sering tidak diduga. Karyawan menjadi lebih merasa memiliki pekerjaan dan pada
akhirnya menguntungkan perusahaan.
II.3.2. Teori Motivasi David Mc Clelland
Mc. Clelland dalam Mangkuprawira (2007), mengemukakan bahwa
produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus mental” yang ada pada dirinya.
Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai
prestasinya secara maksimal, virus mental dimaksud terdiri dari tiga dorongan
kebutuhan, yaitu Need for Achievement (kebutuhan untuk berprestasi), Need for
Affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan) dan Need for Power (kebutuhan
untuk menguasai sesuatu), yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Need for Achievement,
Motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan dalam diri
seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan
sebaik-baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat terpuji.
Karakteristik Motivasi menurut Mc. Cleland dalam Mangkuprawira (2007)
menyebutkan ada 6 karakteristik, yaitu:
(a) Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi.
(b) Berani mengambil dan memikul resiko.
(d) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan
tujuan.
(e) Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang dilakukan.
(f) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.
2. Need for Affiliation
Merupakan kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk
berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melalukan
sesuatu yang merugikan orang lain.
3. Need for Power
Merupakan kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari
dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain.
II.3.3. Teori Kepuasan
Kepuasan merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi
kerja. Kepuasan kerja dapat dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan
kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan dalam pekerjaan adalah kepuasan
kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja,
penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik.
Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih
mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
Pada teori kepuasan ini didukung juga oleh para pakar seperti Taylor yang
berbicara bahwa motivasi kerja hanya dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja
baik secara biologis maupun psikologis. Yaitu bagaimana mempertahankan hidupnya.
Selain itu juga Teori Hirarki Kebutuhan (Need Hirarchi) dari Abraham Maslow yang
menyatakan bahwa motivasi kerja ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan kerja baik secara biologis maupun psikologis, baik yang berupa materi
maupun non-materi.
Secara garis besar teori jenjang kebutuhan dari Maslow dari yang rendah ke
yang paling tinggi yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah merasa puas,
karena kepuasannya bersifat sangat relatif maka disusunlah hirarki kebutuhan sebagai
berikut:
1. Kebutuhan pokok manusia sehari-hari misalnya kebutuhan untuk makan, minum,
pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan fisik lainnya (physical need). Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan tingkat terendah, apabila sudah terpenuhi maka diikuti
oleh hirarki kebutuhan yang lainnya.
2. Kebutuhan untuk memperoleh keselamatan, keselamatan, keamanan, jaminan
atau perlindungan dari yang membayangkan kelangsungan hidup dan kehidupan
dengan segala aspeknya (safety need).
3. Kebutuhan untuk disukai dan menyukai, disenangi dan menyenangi, dicintai dan
mencintai, kebutuhan untuk bergaul, berkelompok, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, menjadi anggota kelompok pergaulan yang lebih besar (esteem
4. Kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan, keagungan, kekaguman, dan
kemasyuran sebagai seorang yang mampu dan berhasil mewujudkan potensi
bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa (the need for self actualization).
Kebutuhan tersebut sering terlihat dalam kehidupan kita sehari-hari melalui
bentuk sikap dan prilaku bagaimana menjalankan aktivitas kehidupannya
(Zainun, 1997).
5. Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, pujian, penghargaan, dan pengakuan
(esteem need).
Pengertian lain dikemukakan oleh Locke dalam Wahyuddin (2000), kepuasan
kerja adalah suatu keadaan emosional yang menyenangkan atau positif, sebagai
akibat dari pengalaman atau penilaian kerja seseorang. Kemudian dilanjutkannya
dengan mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu akibat dari persepsi tentang
bagaimana baiknya pekerjaan memberikan sesuatu yang berarti.
Feldman dalam Wahyuddin (2000), yang mengetengahkan lima dimensi
kepuasan kerja yang penting, yaitu:
1. Kompensasi;
2. Karir atau kesempatan untuk promosi jabatan;
3. Pekerjaan itu sendiri;
4. Penyelia atau supervisor; dan
II.3.3.1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori ini adalah
input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Wexley dan Yukl dalam
Mangkunegara (2001), menyatakan bahwa “input is anything of value that an
employee perceivess that he contributes to his job”. Input adalah semua nilai yang
diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja, seperti pendidikan,
pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja “outcome is anything of
value that the employee perceives he obtains from the job”. Outcome adalah semua
nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai, seperti upah, keuntungan tambahan,
status simbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berkembang,
berprestasi dan mengekspresikan diri. Sedangkan “comparison person may be
someone in the same organization, someone in a different organization, or even the
person himself in a previous job”. Comparisaon person adalah seorang karyawan
dalam organisasi yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau
dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya.
Menurut teori ini puas atau tidak puasnya karyawan merupakan hasil dari
membandingkan antara input-out come dirinya dengan perbandingan input-out come
karyawan lain (comparison person). Jadi jika perbandingan tersebut dirasakan
seimbang (equity) maka karyawan tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi
over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan,
karyawan lain yang menjadi pembanding), maka karyawan tersebut tidak akan
merasa puas.
II.3.3.2. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fullfillment Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhi atau
tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas apabila ia mendapatkan
apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan karyawan terpenuhi, makin puas
pula karyawan tersebut, begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan tidak terpenuhi,
karyawan itu akan merasa tidak puas.
II.3.3.3. Teori Pandangan Kelompok Sosial (Sosial Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bukanlah bergantung pada
pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat
kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok
acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya ataupun
lingkungannya. Jadi karyawan akan merasa puas, apabila hasil kerjanya sesuai
dengan kelompok acuan.
II.3.3.4. Teori Existence, Relatedness, Growth (ERG) dari Alderfer
Teori ERG, merupakan refleksi dari tiga dasar kebutuhan, yaitu:
1. Existence needs, kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi
karyawan, seperti makan, minum, pakaian, bernafas, gaji, keamanan, kondisi
kerja.
2. Relatedness needs, kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi
3. Growth needs, kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi, hal
ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan karyawan.
Daftar dari kebutuhan menurut Alderfer dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Teori ERG kurang menekankan pada susunan hierarki. Karyawan dapat
memuaskan lebih dari satu kebutuhan dalam waktu yang bersamaan.
Kepuasan terhadap suatu kebutuhan dapat menggambarkan peningkatan
kepada kebutuhan yang lebih tinggi.
b. Perubahan orientasi merupakan kegagalan dari kebutuhan yang lebih tinggi
dapat menunjukkan regresi dengan penambahan pada tingkat kebutuhan yang
lebih rendah.
II.3.4. Teori Motivasi Proses
Teori ini berusaha agar setiap pekerja giat sesuai dengan harapan organisasi
perusahaan. Daya penggeraknya adalah harapan akan diperoleh si pekerja. Dalam hal
ini teori motivasi proses yang dikenal seperti:
a. Teori Valensi (daya tarik), hal ini didasarkan pada masing-masing individu dan
valensi untuk satu orang tidak sama dengan valensi untuk orang lain.
b. Teori Harapan (Expectancy Theory), komponennya adalah: Harapan, Nilai
(Value), dan Pertautan (Instrumentality).
c. Teori Keadilan (Equity Theory), hal ini didasarkan tindakan keadilan di seluruh
II.3.4.1. Teori Valensi
Setiap hasil kerja memiliki valensi (daya tarik) terhadap masing-masing
individu dan valensi untuk satu orang tidak sama dengan valensi untuk orang lain.
Hal ini terjadi karena valensi berasal dari kebutuhan dan persepsi individu yang juga
berbeda antara satu individu dengan individu lainnya karena kebutuhan dan persepsi
juga merupakan refleksi dari faktor-faktor lain dalam hidup seseorang.
Valensi lebih menguatkan pilihan seorang karyawan untuk suatu hasil. Jika
seorang karyawan mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan, maka
berarti valensi karyawan tersebut tinggi untuk suatu kemajuan. Valensi timbul dari
internal karyawan yang dikondisikan dengan pengalaman.
Dalam teori ini, masukan (inputs) meliputi faktor-faktor seperti tingkat
pendidikannya, keahlian, upaya, masa kerja, kepangkatan dan produktivitas.
Sedangkan hasil (outcomes) adalah semua imbalan yang dihasilkan dari pekerjaan.
Teori ini menggambarkan tentang dua hal keinginan dan kebutuhan dasar karyawan
pada saat ini yang sangat bernilai untuk dapat meningkatkan motivasi kerja mereka.
1. Hasil langsung atau primer dari pelaksanaan tugas, seperti uang, promosi,
pengucilan dari kelompok teman kerja, dan perasaan mampu.
2. Hasil-hasil sekunder yang dapat timbul dari hasil primer, misalnya kendaraan
yang dapat diperoleh dari uang, kedudukan yang lebih tinggi berkat promosi,
makan siang sendiri karena dimusuhi oleh teman-teman sekerja, dan rasa bangga
Hasil-hasil sekunder ini sangat erat kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan
yang diidentifikasikan dalam hierarki Maslow sebagaimana dihipotesiskan dalam
hirarki itu, seseorang tidak akan merasakan nilai dari kebutuhan yang mempunyai
prioritas lebih rendah sebelum kebutuhan yang mempunyai prioritas yang lebih tinggi
dipuaskan secara layak.
II.3.4.2. Teori Pengharapan (Expectancy)
Mangkunegara (2001), dalam bukunya menyebutkan teori pengharapan
dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian teori ini diperluas oleh Porter dan
Lawler. Keith Davis mengemukakan bahwa ”Vroom explains that motivation is a
product of how much one whants something and one’s estimate of the probability that
a certain will lead to it”. Vroom menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu
produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan penaksiran seseorang
memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.
Selanjutnya Davis dalam Mangkunegara (2001), menyatakan bahwa
pengharapan merupakan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil
khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan karyawan yang memungkinkan
mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainnya. Pengharapan merupakan suatu
aksi yang berhubungan dengan hasil, dari range 0-1. Jika karyawan merasa tidak
mungkin mendapatkan hasil maka harapannya adalah 0. Jika aksinya berhubungan
dengan hasil tertentu maka harapannya bernilai 1. Harapan karyawan secara normal
Teori pengharapan tentang motivasi pada dasarnya adalah suatu model yang
rasional. Teori ini menganggap bahwa manusia dapat menentukan hasil-hasil yang
lebih mereka sukai dari kekuatan relatifnya. Dengan kata lain tentang keyakinan
seseorang berkaitan dengan kemungkinan atau kemungkinan subyektif bahwa suatu
perilaku tertentu akan diikuti oleh hasil tertentu pula, harapan merupakan peluang
tertentu yang terjadi karena suatu perilaku.
Menurut Mathis (2006), dalam teori harapan ada tiga aspek sangat penting
dari hubungan perilaku – hasil sebagai berikut:
1. Harapan Usaha – Kinerja, merujuk pada keyakinan para karyawan bahwa bekerja
lebih keras akan menghasilkan kinerja, apabila orang tidak percaya bahwa bekerja
lebih keras menghasilkan kinerja, usaha mereka mungkin berkurang.
2. Hubungan Kinerja – Penghargaan, mempertimbangkan harapan individu bahwa
kinerja yang tinggi benar-benar akan menghasilkan penghargaan, hubungan
kinerja – penghargaan mengindikasikan bagaimana kinerja efektif yang
instrumental atau penting membuahkan hasil yang diinginkan.
3. Nilai Penghargaan, merujuk pada seberapa bernilainya penghargaan bagi
karyawan untuk mengerahkan usahanya, adalah tingkat sampai mana mereka
menilai penghargaan yang diberikan oleh organisasi.
Model motivasi ini mengusulkan bahwa tingkat usaha individu bukan hanya
merupakan fungsi dari penghargaan, para karyawan harus berharap bahwa memiliki
kemampuan untuk mengerjakan tugas dengan baik, dan harus merasa bahwa kinerja
tersebut. Apabila ketiga kondisi tersebut dipenuhi, para karyawan akan termotivasi
untuk mencurahkan usaha yang lebih baik.
II.3.4.3. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan merupakan sebuah model tentang motivasi, yang menerangkan
bagaimana orang-orang berupaya mendapatkan kelayakan (fairness) dan keadilan
(justice) dalam pertukaran-pertukaran sosial atau hubungan-hubungan memberi dan
menerima.
Esensi dari teori ini adalah bahwa karyawan membandingkan upaya dan
imbalan mereka dengan karyawan lain dalam situasi kerja yang sama. Teori motivasi
ini didasarkan pada asumsi bahwa individu, yang bekerja dalam rangka memperoleh
tukaran imbalan dari organisasi, dimotivasi oleh suatu keinginan untuk diperlakukan
adil di pekerjaan. Empat ukuran penting dalam teori ini adalah:
1. Orang atau individu yang merasakan diperlakukan adil atau tidak.
2. Perbandingan dengan orang lain, setiap individu atau kelompok yang
digunakan oleh seseorang sebagai suatu pembanding rasio masukan dan hasil.
3. Masukan, karakteristik individu yang dibawa seseorang ke dalam pekerjaan.
Hal ini mungkin untuk diraih (seperti ketrampilan, pengalaman,
pembelajaran) atau bawaan (seperti umur, jenis kelamin, ras).
4. Hasil apa yang diterima seseorang dari pekerjaan (seperti pengakuan,
tunjangan dan gaji).
Winardi (2001), menyatakan bahwa: keadilan dikatakan ada kalau karyawan
dengan rasio dari karyawan lain. Ketidakadilan dikatakan apabila rasio tidak
ekivalen; rasio antara masukan individu dengan hasil bisa lebih besar atau lebih kecil
dibanding dengan yang lainnya.
II.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Saydan dalam Sayuti (2007), menyebutkan motivasi kerja seseorang di dalam
melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal
yang berasal dari proses psikologis dalam diri seseorang, dan faktor eksternal yang
berasal dari luar diri (environment factors).
II.4.1. Faktor Internal
Faktor internal terdiri dari:
1. Kematangan Pribadi
Orang yang bersifat egois dan kemanja-manjaan biasanya akan kurang peka
dalam menerima motivasi yang diberikan sehingga agak sulit untuk dapat
bekerjasama dalam membuat motivasi kerja. Oleh sebab itu kebiasaan yang
dibawanya sejak kecil, nilai yang dianut dan sikap bawaan seseorang sangat
mempengaruhi motivasinya.
2. Tingkat Pendidikan
Seorang pegawai yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi
biasanya akan lebih termotivasi karena sudah mempunyai wawasan yang lebih luas
dibandingkan dengan karyawan yang lebih rendah tingkat pendidikannya, demikian
maksimal ataupun tidak dihargai sebagaimana layaknya oleh manajer maka hal ini
akan membuat karyawan tersebut mempunyai motivasi yang rendah di dalam bekerja.
3. Keinginan dan Harapan Pribadi
Seseorang mau bekerja keras bila ada harapan pribadi yang hendak
diwujudkan menjadi kenyataan.
4. Kebutuhan
Kebutuhan biasanya berbanding sejajar dengan motivasi, semakin besar
kebutuhan seseorang untuk dipenuhi, maka semakin besar pula motivasi yang
karyawan tersebut untuk bekerja keras.
5. Kelelahan dan Kebosanan
Faktor kelelahan dan kebosanan mempengaruhi gairah dan semangat kerja
yang pada gilirannya juga akan mempengaruhi motivasi kerjanya.
6. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja mempunyai korelasi yang sangat kuat kepada tinggi
rendahnya motivasi kerja seseorang. Karyawan yang puas terhadap pekerjaannya
akan mempunyai motivasi yang tinggi dan comitted terhadap pekerjaannya.
Tinggi rendahnya kepuasan karyawan dapat tercermin dari produktivitas
kerjanya yang tinggi, jarang absen, sanggup bekerja ekstra, tingkat turn over yang
rendah dan sejumlah indikator positif lainnya yang bermuara pada peningkatan
Mathis dan Jackson (2006), menyatakan bahwa banyak karyawan masih
menginginkan keamanan dan stabilitas, pekerjaan yang menarik, seorang supervisor
yang baik dan mereka hormati, serta gaji dan tunjangan yang kompetitif. Ketika
organisasi melakukan merger, mengeluarkan banyak karyawan, mengontrakkan
pekerjaan keluar (outsource), serta banyak menggunakan pekerja temporer, maka
karyawan nyaris tidak menemukan alasan mengapa mereka harus loyal kepada para
pemberi kerja sebagai imbas atas hilangnya kenyamanan kerja.
II.4.2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal terdiri dari:
1. Kondisi Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada
di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Lingkungan pekerjaan meliputi tempat bekerja,
fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk
juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada di tempat tersebut.
2. Kompensasi yang Memadai
"Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi
perusahaan untuk memberikan dorongan kepada para karyawan untuk bekerja secara
baik. Menurut Mathis dan Jackson (2006), penghargaan nyata yang diterima
karyawan karena bekerja adalah dalam bentuk gaji, insentif, dan tunjangan. Satu hal
yang penting terhadap retensi karyawan adalah mempunyai “kompensasi kompetitif”
yang diyakini oleh karyawan sesuai dengan kapabilitas, pengalaman dan kinerjanya,
apabila tidak dekat perputaran akan lebih tinggi.
Raymond (2001), menyatakan bahwa perusahaan menerima keuntungan dari
pekerja ketika ada perbedaan antara gaji dan insentif yang diterima. Bagaimanapun
kondisi maksimum jarang diraih dengan gaji dan insentif yang rendah. Upah yang
rendah tidak akan membangkitkan motivasi para pekerja dan pengalaman
mengindikasikan bahwa motivasi meningkat ketika upah naik.
3. Supervisi yang Baik
Mathis dan Jackson (2006), menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan
oleh seseorang supervisor dalam memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan
kepada orang lain (pegawai) untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian
dorongan ini dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau pegawai agar
mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang
tersebut. Oleh karena itu seorang supervisor dituntut pengenalan atau pemahaman
akan sifat dan karateristik bawahannya, suatu kebutuhan yang dilandasi oleh motiv
dengan penguasaan supervisor terhadap perilaku dan tindakan yang dibatasi oleh
motiv, maka supervisor dapat mempengaruhi bawahannya untuk bertindak sesuai
dengan keinginan organisasi.
Mathis dan Jackson (2006), banyak individu yang membangun hubungan
yang akrab dengan rekan kerja, dalam survei yang dilakukannya terhadap individu
dengan berbagai usia dan yang bekerja diberbagai industri, faktor yang disebutkan
Seorang supervisor membangun hubungan positif dan membantu motivasi karyawan
dengan berlaku adil dan tidak diskriminatif, yang memungkinkan adanya fleksibilitas
kerja dan keseimbangan bekerja memberi karyawan umpan balik yang mengakui
usaha dan kinerja karyawan dan mendukung perencanaan dan pengembangan karier
untuk para karyawan.
4. Ada Jaminan Karir (penghargaan atas prestasi)
Karir adalah rangkaian posisi yang berkaitan dengan kerja yang ditempati
seseorang sepanjang hidupnya. Para karyawan mengejar karir untuk dapat memenuhi
kebutuhan individual secara mendalam.
Setiap orang akan bersedia untuk bekerja secara keras dengan mengorbankan
apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada
jaminan karir yang jelas dalam melakukan pekerjaan. Hal ini akan dapat terwujud bila
perusahaan dapat memberikan jaminan karir untuk masa depan, baik berupa promosi
jabatan, pangkat, maupun jaminan pemberian kesempatan dan penempatan untuk
dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri karyawan tersebut.
5. Status dan Tanggung Jawab
Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan dan
harapan setiap karyawan dalam bekerja. Karyawan bukan hanya mengharapkan
kompensasi semata, tetapi pada suatu saat mereka berharap akan dapat kesempatan
untuk menduduki jabatan yang ada dalam perusahaan atau instansi ditempatnya
Seseorang dengan menduduki jabatan akan merasa dirinya dipercayai, diberi
tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar untuk melakukan
kegiatan-kegiatannya. Jadi status dan kedudukan ini merupakan stimulus atau dorongan untuk
memenuhi kebutuhan sence of achievement dalam tugas sehari-hari.
6. Peraturan yang Fleksibel
Faktor lain yang diketahui dapat mempengaruhi motivasi adalah didasarkan
pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Bidang-bidang seperti
kelayakan dari kebijakan manajemen, keadilan dari tindakan disipliner, cara yang
digunakan untuk memutuskan hubungan kerja dan peluang kerja semua akan
mempengaruhi retensi karyawan, apabila karyawan merasakan bahwa kebijakan itu
terlalu kaku atau diterapkan secara tidak konsisten, mereka akan cenderung untuk
mempunyai motivasi kerja yang rendah.
Wahjosumidjo (1997), berpendapat bahwa sistem dan peraturan yang ada
pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, suatu peraturan
yang bersifat melindungi (protective) dan diinformasikan secara jelas akan lebih
memicu motivasi karyawan di dalam bekerja. Lebih jauh disebutkan bahwa suatu
motivasi sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan kerja dalam organisasi yang
terdiri dari faktor pimpinan dengan bawahan.
II.5. Tujuan Pemberian Motivasi
Lindner (2000), mengemukakan bahwa: pemberian motivasi adalah sesuatu
Karyawan yang termotivasi dibutuhkan untuk merubah lingkungan kerja secara cepat.
Karyawan yang termotivasi membantu organisasi untuk bertahan. Karyawan yang
termotivasi akan lebih produktif, kreatif dan inisiatif. Untuk itu manajer perlu
memahami apa yang memotivasi karyawan berkaitan dengan peran yang ditampilkan.
Pemberian motivasi pada dasarnya adalah memberi kepuasan kerja kepada
karyawan dengan harapan karyawan akan bekerja dan mempunyai produktivitas yang
lebih baik lagi di dalam bekerja yang pada akhirnya kinerja organisasi juga akan
semakin baik.
Wahjosumidjo (1996), menyatakan delapan sasaran dapat dicapai bila
karyawan diberi motivasi, yaitu:
1. Mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan;
2. Meningkatkan gairah dan semangat kerja;
3. Meningkatkan disiplin kerja;
4. Meningkatkan prestasi kerja;
5. Mempertinggi moral kerja karyawan;
6. Meningkatkan rasa tanggung jawab;
7. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi;
8. Menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan.
II.6. Pengukuran Motivasi Kerja
Pengukuran motivasi kerja dapat diketahui dengan melakukan survei dalam
diberikan guna mengumpulkan ide untuk memperbaiki sistem penghargaan kinerja
atau untuk menentukan seberapa puas para karyawan dengan program tunjangan
mereka. Mathis (2006), menyatakan bahwa: salah satu jenis survei yang sering
dilakukan oleh banyak organisasi adalah survei sikap (attitude survey) yang berfokus
pada perasaan dan keyakinan para karyawan tentang pekerjaannya dan organisasi.
Dengan berfungsi sebagai cara untuk mendapatkan data tentang cara para karyawan
memandang pekerjaan, supervisor mereka, rekan kerja mereka, kebijakan dan praktik
organisasional, pengembangan dan jaminan terhadap karyawan serta lingkungan
pekerjaan mereka. Survei ini dapat menjadi awal mula untuk meningkatkan motivasi
kerja untuk periode waktu yang lebih lama.
Murray dalam Mangkunegara (2001), menyatakan bahwa: pengukuran
motivasi dapat dilakukan dengan melihat karakter orang sebagai berikut:
1. Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya;
2. Kreatif dan inovatif;
3. Melakukan sesuatu untuk mencapai kesuksesan;
4. Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan ketrampilan;
5. Selalu mencari sesuatu yang baru;
6. Berkeinginan menjadi orang terkenal atau menguasai bidang tertentu;
7. Melakukan pekerjaan yang sukar dengan hasil yang memuaskan;
8. Inisiatif kerja tinggi;
Robbins dalam Sayuti (2006), menyebutkan bahwa pengukuran motivasi
kerja dapat dilakukan dengan melihat pada beberapa aspek antara lain sebagai
berikut:
1. Mempunyai sifat agresif;
2. Kreatif di dalam melaksanakan pekerjaan;
3. Mutu pekerjaan meningkat dari hari ke hari;
4. Mematuhi jam kerja;
5. Tugas yang diberikan dapat diselesaikan sesuai dengan kemampuan;
6. Inisiatif kerja yang tinggi dapat mendorong prestasi kerja;
7. Kesetiaan dan kejujuran;
8. Terjalin hubungan kerja antara karyawan dengan pimpinan;
9. Tercapai tujuan perorangan dan tujuan organisasi;
10.Menghasilkan informasi yang akurat dan tepat.
II.7. Penyuluh Perindustrian
Penyuluhan bidang industri menurut Departemen Perindustrian dan
Perdagangan (2004) adalah kegiatan penyuluhan dalam rangka pembinaan dan
pengembangan industri yang meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi hasil
industri. Penyuluhan bidang industri merupakan suatu kegiatan terencana, yang
dilakukan oleh para penyuluh perindustrian yang ditujukan untuk membantu
1. Penyuluhan terdiri dari serangkaian kegiatan yang direncanakan, berarti bahwa
kegiatan-kegiatan yang ditampilkan bukanlah kegiatan yang bersifat improvisasi;
2. Kegiatan penyuluhan dilakukan demi tercapainya suatu tujuan;
3. Tugas penyuluhan bukanlah menjelaskan secara satu arah, melainkan membantu
para pengusaha termasuk perajin industri untuk menemukan sendiri permasalahan
yang dihadapi serta mencarikan solusi dari permasalahan tersebut sesuai dengan
tujuan penyuluhan. Tugas ini dapat dilakukan dengan mengarahkan kegiatan yang
akan memperbesar kemungkinan munculnya fakta-fakta yang dibutuhkan agar
dapat diambil kesimpulan tertentu.
Tujuan penyuluhan bidang industri sesuai dengan tujuan pembangunan
nasional pada umumnya dan pembangunan industri pada khususnya. Tujuan tersebut
antara lain untuk menciptakan tenaga kerja trampil, peningkatan investasi dan nilai
tambah bidang industri serta perluasan lapangan kerja, dan sasaran yang akan dicapai
adalah modernisasi dan optimalisasi industri, perluasan usaha dan diversifikasi
produk serta pendirian negara industri baru dan menjadi negara niaga baru.
Efektivitas penyuluhan tidak hanya tergantung semata-mata pada pengetahuan
dan ketrampilan penyuluh perindustrian, tetapi hal yang lebih penting lagi adalah
kemampuannya untuk menciptakan dan memelihara hubungan yang sehat antara
penyuluh perindustrian dengan pengusaha/kliennya, penyuluh perindustrian adalah
seorang pembawa perubahan, perlu memiliki pemahaman yang mendalam akan
peranannya di dalam mempengaruhi orang, membantu pengusaha termasuk perajin
yang lebih baik. Suatu cara yang telah teruji untuk menciptakan hubungan yang baik
adalah dengan jalan kedua belah pihak saling mengemukakan harapan-harapannya,
yaitu apa yang diharapkan oleh penyuluh perindustrian serta apa yang diharapkan
oleh pengusaha termasuk perajin industri dan/atau pedagang kecil.
Proses penyuluhan melibatkan penerapan teknik dan ketrampilan yang
disampaikan oleh penyuluh perindustrian yang sifatnya harus bilateral yaitu disatu
pihak timbul keinginan untuk menolong, dan dilain pihak kesediaan untuk ditolong,
sehingga klien akan menjadi berkembang yang pada saatnya mampu memberikan
sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada penyuluh perindustrian di Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Kota Medan, yang beralamat jalan Jenderal A.H Nasution Medan,
Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan bulan Pebruari 2009.
III.2. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah sensus. Singarimbun dan
Effendy (1995), menyatakan bahwa: sensus merupakan penelitian yang mengambil
seluruh populasi menjadi sampel karena populasinya kecil dengan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok dan secara umum
menggunakan metode statistik.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Nazir (2005), menyatakan
bahwa: penelitian deskriptif adalah metode dalam meneliti status kelompok manusia,
suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang
bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Sedangkan Arikunto (2006), menyatakan bahwa: penelitian kuantitatif
menggunakan sampel yang hasil penelitiannya diberlakukan untuk populasi, memiliki
hipotesis jika perlu, memiliki desain jelas dengan langkah-langkah penelitian dan
hasil yang diharapkan, memerlukan pengumpulan data serta analisis data yang
dilakukan setelah semua data terkumpul.
Penelitian ini besifat deskriptif eksplanatori. Sugiono (2004), menyatakan
bahwa: penelitian eksplanatori merupakan penelitian yang bermaksud menjelaskan
kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan
yang lain.
<