• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank Yang Berbadan Hukum Perseoran Terbatas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank Yang Berbadan Hukum Perseoran Terbatas"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN BUSINESS JUDGEMENT RULE

DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK

YANG BERBADAN HUKUM PERSEORAN TERBATAS

TESIS

Oleh

RUDI DOGAR HARAHAP 067005078/HK

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENERAPAN BUSINESS JUDGEMENT RULE

DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK

YANG BERBADAN HUKUM PERSEORAN TERBATAS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Dalam Program Studi Ilmu pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RUDI DOGAR HARAHAP 067005078/HK

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENERAPAN BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI

BANK YANG BERBADAN HUKUM PERSEROAN

TERBATAS

Nama Mahasiswa : Rudi Dogar Harahap Nomor Pokok : 0607005078

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) K e t u a

(Prof. Dr. Nungrum N. Sirait, SH, MLL) (Dr.Unarmi, SH, M.Hum) A n g g o t a A n g g o t a

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. T.Chairun Nisa B., MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 04 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : 1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota : 2. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI 3. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Peranan perbankan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian. Namun jika dilihat kecenderungan Bank yang sengat kekat dalam menyalurkan kredit pada akhir-akhir ini sangat tidak kondusif untuk mendorong perekonomian Indonesia. Salah satu penyebab keadaan ini adalah terjadinya ketakutan di kalangan Bankir khususnya Bankir Bank-bank milik Pemerintah didalam menjalankan tugasnya. Padahal bisnis bank sangat rentan terhada resiko. Untuk mengatasi hal ini di perlukan suatu payung hukum yang dapat memberikan kelegaan kepada para Bankir terutama yang menduduki posisi Direksi. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan salah satu jalan keluar yang telah memberikan perlindungan hukum kepada para Direksi Perseroan Terbatas karena telah mengakomodasi prinsip business judgement rule. Ada tiga masalah yang dianalisis menyangkut penerapan business judgement rule yaitu : Bagaimana pengelolaan Bank dikaitkan dengan manajemen resiko dan bagaimana batasan penerapan business judgement rule dalam pengelolaan Perseroan Terbatas oleh Direksi serta bagaimana penerapan prinsip-prinsip business judgement rule dalam pertanggung jawaban Direktur Bank.

Untuk menjawab permasalahan teresbut dilakukan penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu mengumpulkan, menganalisis dan mensistematiskan hasil penelitian terhadap ketentuan-ketentuan serta best practice

yang berlaku di industri perbankan, kemudian menginterpretasikannya ke dalam prinsip business judgement rule. Mengingat bahwa penulisan tesis ini bersifat yuridis normatif maka pengumpulan data akan dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan untuk mendapat bahan berupa perundang-undangan, Peraturan Bank Indonesia, karya ilmiah, putusan pengadilan, dan bahan lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : pertama; Bank memiliki 8 (delapan) resiko yang harus dikelola oleh Direksi agar Bank tidak menderita kerugian yang dapat mengerus modal. Kedua, prinsip business judgement rule hanya dapat digunakan sebagai pembelaan Direksi bile melanggar standar

fudiciary duty, judgement rule diterapkan di industri perbankan dengan mengacu pada peraturan yang terkait dengan bank, best practice yang berlaku di industri perbankan serta prinsip kehati-hatian. Agar pelaksanaan prinsip ini berjalan sesuai dengan maksudnya maka disarankan: pertama, agar setiap masalah yang menyangkut produk perbankan jika akan diperiksa oleh aparat hukum harus mendapat izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia sebagai otoritas di industri perbankan di Indonesia. Kedua, Bank Indonesia hendaknya melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait seperti bankir, pengusaha, jaksa, polisi dan hakim tentang resiko bisnis bank dan kaitannya dengan prinsip-prinsip business judgement rule yang ada pada Undang-undang Perseroan Terbatas agar terjadi pemahaman yang proporsional terhadap bisnis Bank.

(6)

ABSTRACT

Role of banking is seriously needed to improved the economy. But the tendency of the banks to distribute credit has made them inappropriate to enhance to the economy of Indonesia. One of the causal factors which intiate this condition is that the bankers especially those belong to the state – owned banks have fear in doing their duties even though the bank business itself is very risky. To overcome this phenomenon, a legal protection that can give the feeling of security to the bankers especially those in the position of Director is neede. Law No.40/2007 on Limited Liability Company that has accomodated the prinsiple of business judgement rule is one of the solution that provide the Directors of Limited Liability Company with legal protection. There are three problems concerning the application of business judgement rule to analyze such as how banks are managed in its relation to the risk management and to what extent a Director has applied the business judgement rule in managing a Limited Liability Company and how the principles of bui are applied under the responsibility of a Bank Director.

This normative juridicial study was conducted to answer the problems mentioned above by collecting the data needed including legislation, regulations of Bank Indonesia, scientific papers/articles, court decisions, and other legal materials related to the object of study through a library research. The result of study was collected, analyzed and systemized to the stipulation and best practice existing in the banking industry and then interpreted into the principle of business judgement rule.

Based on the result of this study, it is concluded that : first, bank has 8 (eight) risks to be managed by a Director in order that the bank does not suffer from the loss which can swallow the working capital; second, the principle of business judgement rule can only be used as a protection if the Director does not break the standard of fiduciary duty, the doctrine of ultra vires and the principle of good corporate governance; third, the principle of business judgement rule is applied in baking industry referring to the bank related to precaution. In order that this principle is applied accordingly, it is suggested that : first, legal apparatuses must first get a warrant from Bank Indonesia in its capacity as the authority in the Indoensian banking industry before checking any problem dealing with banking product; and second, Bank Indonesia should socialize the risk of banking business and its relation to the principles of business judgement rule stated in Law No. 40/2007 on Limited Liability Company to the related parties such as bankers, enterprenuers, prosecutors, police officers, and judges in order to establish a proportional understanding about banking business.

(7)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Kami menyadari bahwa tesis ini bisa diselesaikan karena banyaknya bantuan dari berbagai pihak, baik yang sifatnya bantuan material maupun moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairudin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister;

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B., M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof.Bismar Nasution, SH, MH, atas segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada kami selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

(8)

5. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Prof. Dr.Ningrum Natasya Sirait, SH., MLI selaku Pembimbing dan Penguji.

6. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami

ucapkan kepada Dr.Mahmul Siregar, SH.,MLI selaku Anggota Komisi Penguji 7. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami

ucapkan kepada Dr.T.Keizerina Devi Azwar,SH.,M.Hum selaku Anggota Komisi Penguji

8. Keluarga yang tercinta, Lili Syahriani (istri), anak-anakku Dian Perdana Putra

Harahap, Winda Anggraini Harahap dan Khairul Rizal Harahap atas pengertiannya dan dukungannya selama saya menyelesaikan studi dan menulis tesis ini.

9. Saudari T. Lutfiza Meutia yang banyak membantu melakukan pengeditan dan pengetikan tesis ini

10. Semua pihak yang telah membantu saya selama menyelesaikan studi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Medan, Juli 2008 Penulis,

(9)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA DIRI

Nama : RUDI DOGAR HARAHAP

Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 22 Desember 1962 Alamat : Jl. Rajawali No.52, Medan

Agama : Islam

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri 65 Medan, Tahun 1969-1974

2. SMP Tunas Kartika Persit KCK PD/BB Medan, Tahun 1975-1977 3. SMA Negeri 2 Medan, Tahun 1978-1981 (perpanjangan waktu 6 bulan) 4. S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Tahun 1981-1987 5. S-2 Master Business of Adminsitrasi, Institut Pengembangan Manajemen

Indonesia, Jakarta, Tahun 1990 – 1991

6. S-2 Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas

(10)

III. PENDIDIKAN NON FORMAL

1. Asset & Liabilities Management, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia,

Jakarta, Tahun 1998.

2. Toefl Course (Kursus Bahasa Inggris), USU dan Bank Sumut, Medan, Tahun 1998.

3. Project Appraisal for Small and Medium Industries Project, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, Medan, Tahun 1991

4. Budgeting and Planing Course, Lembaga Pengembangan Perbankan Medan, Tahun 1995

5. Pelatihan Dale Carnegie, Bank Sumut, Medan, Tahun 1995

6. Bank Branch Manager Course, Institut Bankir Indonesia, Medan, Tahun 1995 7. Foreign Exchange (VALAS) Training, Bank EXIM, Medan, Tahun 1996

8. Sekolah Staf dan Pimpinan Bank Angkatan XXXII, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, Tahun 2002

9. Seven Havit Highly Efektif People Training, Dunamis, Jakarta, Tahun 2004 10. Sertifikasi Manajemen Risiko (Eksekutif), Badan Sertifikasi Manajemen Risiko,

Singapore, Tahun 2007

11. Sertifikasi Manajemen Risiko Level III (Reguler), Badan Sertifikasi Manajemen

(11)

IV. KELUARGA

Istri : Lili Syahriani

Anak : 1. Dian Perdana Putra Harahap 2. Winda Anggraini Harahap 3. Khairul Rizal Harahap

V. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Pegawai Bank Sumut, Tahun 1988

(12)

DAFTAR ISI ukum dan Kegiatan Ekonomi ...8

2...P erseroan Terbatas sebagai Badan Hukum ...10

(13)

a...F

usiness Judgement Rule ...26

4...B ank sebagai Highly Regulated Industry ...28 a...K

ewajiban Penerapan Manajemen Risiko ...31 b...K

ewajiban Penerapan Good Corporate

Governance (GCG) ...34 c...F

it and Proper Test ...37 d...P

eranan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) ...40 G...M

etode Penelitian ...44

BAB II : PENGELOLAAN BANK DIKAITKAN DENGAN MANAJEMEN

RISIKO ...46

A...K arakteristik bisnis Bank ...46 B...K

ewajiban mengelola risiko ...48 C...J

(14)

1...R

BAB III: PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM

PENGELOLAAN PERSEROAN TERBATAS OLEH DIREKSI ...59 A...O

rgan Perseroan Terbatas ...59 1...R

(15)

B...P rinsip fiduciary dalam UUPT ...71

C...D octrin Ultra Vires dalam UUPT ...77

1....P

ublic Document Rule ...79

2....I

ndoor Management Rule ...80

D...D eivative Action dalam UUPT ...82 E...P

rinsip Business Judgement Rule dalam UUPT ...86

BAB IV : PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI BANK PERSEROAN

TERBATAS ...91 A. Kerugian bukan karena kesalahan atau kelalaian Direksi ...91

1...P engertian kesalahan dan kelalaian ...91 2...U

kuran (Bench mark) dari kelalaian dan Kesalahan ...92 B. Direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-

hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan

perseroan ...98 1...M

(16)

a...T ransparansi ...99 b...A

kuntanbilitas ...99 c...R

esponsibilitas ...99 d...I

ndependensi ...100 e...F

airness ...100 2...M

elakukan pengurusan dengan kehati-hatian ...100 3...M

elakukan pengurusan sesuai kepentingan, maksud dan tujuan

perusahaan...108 4...D

ireksi tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengaki-

batkan kerugian ...114 5...D

ireksi telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau

(17)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...121

A. Kesimpulan ...121

B. Saran ...121

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman judul

(19)

DAFTAR ISTILAH

Adverse movement : Pergerakan harga di pasar uang yang tidak menguntungkan Bank

Auditor : Pemeriksa

Balanced scorecard : Suatu sistem manajemen, pengukuran dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis.

Bank for International : Standard bank yang ditentukan internasional agar Settlement dapat diterima bertransaksi dengan Bank-bank di luar

negeri.

Batas Maksimum : Ketentuan Bank Indonesia tentang pembatasan

Pemberian Kredit (BMPK) maksimum penyaluran kredit kepada pihak-pihak tertentu dalam jumlah presentase tertentu dari modal Bank.

Chief Risk Operation : Manager di bawah CEO yang bertanggung jawab mengenai risk manajemen

Counter party : Pihak yang menerima penyaluran dana

Country risk : Persepsi pihak internasional tentang risiko bisnis pada suatu negara tertentu

Early warning system : Sistem yang bisa memberikan peringatan awal atas sesuatu peristiwa yang harus mendapat perhatian manajemen

Eksposur risiko : Tingkat maksimum kerusakan yang akan dialami jika suatu peristiwa terjadi

Enterprise risk : Kernagka kerja yang komprehensif dan manajemen integratif untuk mengelola risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional dan transfer risiko dalam upaya memaksimalkan nilai perusahaan.

Equity financing : Pembiayaan untuk pembelian saham Fraud : Penipuan dan/ atau tindakan kecurangan Highly regulated Industry : Industri yang diatur secara ketat

Inherent risk : Risiko yang melekat pada industri, aktivitas atau Produk

Investment grade : Rating surat berharga yang diperbolehkan untuk dibeli oleh perusahaan/bank

Komite Manajemen Risiko : Komite yang dibentuk terdiri dari sekurang-kurangnya mayoritas Direksi dan Pejabat eksekutif terkait yang tugasnya memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama tentang manajemen risiko Letter of Credit : Fasilitas kredit berdokumen

(20)

Non performing loan : Kredit bermasalah Past performance : Kinerja masalah

People risk : Risiko yang disebabkan faktor manusia Potential risk : Risiko yang dapat menimpa perusahaan Rentabilitas : Kemampuan menghasilkan laba

Risk Averse : Sikap tidak berani mengambil risiko

Risk Control System : Sistem yang dibangun untuk mengendalikan risiko Risk Taker : Sikap yang berani mengambil risiko

Risk taking unit : Unit operasional dalam perusahaan yang menjalankan transaksi berisiko

Sensitivity to Market Risk : Tingkat sensitivitas suatu produk terhadap pergerakan harga di pasar uang / modal

Stake holder : Semua pihak yang terlibat atau berkepentingan kepada perusahaan

Stress testing : Pengujian yang dilakukan dengan skenario terburuk untuk melihat kemampuan perusahaan jika kondisi terburuk itu benar-benar terjadi

Treasury : Pengaturan cash flow dan pengelolaan risikonya Votality : Ukuran statistik mengenai perubahan harga pasar

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997, sampai saat ini masih menyisakan dampak kepada kondisi ekonomi Indonesia. Banyaknya perusahaan yang tutup telah mengakibatkan tingginya angka pengangguran. Sementara kondisi keuangan pemerintah yang minim juga tidak memungkinkan sebagai stimulator pertumbuhan ekonomi. Reformasi yang bergulir menuntut perubahan di segala bidang dengan cepat. Salah satu yang menjadi soratan utama untuk segera dilakukan perubahan adalah bidang hukum. Banyak masyarakat yang berpendapat bahwa salah satu penyebab ambruknya ekonomi Indonesia disebabkan oleh karena buruknya sistem dan penegakan hukum di Indonesia.

(22)

sebagainya. Salah satu faktor country risk Indonesia menjadi tinggi adalah karena tidak adanya kepastian hukum. Dunia usaha apalagi penanam modal asing merasa tidak nyaman berbisnis karena sewaktu-waktu haknya bisa digugat.1

Tidak mengherankan jika Pemerintah menaruh perhatian yang serius di bidang hukum. Akibat bergulir cepatnya tuntutan ini, pemerintah mau tidak mau harus merespons tuntutan tersebut dengan melakukan penindakan kepada penyelenggara negara yang dianggap korup, pengusaha yang terlibat pelanggaran hukum, penindakan terhadap pelaku illegal logging dan sebagainya. Tindakan yang reaktif tersebut ternyata belum cukup untuk menyelesaikan persoalan hukum di Indonesia apalagi dikaitkan dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi terutama untuk proses recovery ekonomi yang terpuruk akibat krisis moneter. Sebaliknya yang terjadi adalah banyak penyelanggara negara, profesional, Bankir terutama Bankir Bank milik pemerintah dan pengusaha yang merasa ragu-ragu bahkan trauma bertindak untuk menanamkan modal karena merasa tidak adanya kepastian hukum terhadap mereka.

Tindakan hukum yang salah dengan menerapkan hukum pidana pada transaksi perbankan akan menimbulkan ketakutan bagi pelaku ekonomi untuk bertransaksi dengan Bank milik pemerintah yang selanjutnya akan menimbulkan kerugian bagi pemerintah. Hal ini akan menjadi ancaman semacam penyakit Bankir’s phobia. Kalangan perbankan BUMN akan takut memberikan kredit korporasi. Pengusaha juga

_

1

(23)

akan menjadi jera untuk mengambil kredit di Bank BUMN.2 Padahal peranan Bank BUMN dan BUMD milik Pemerintah masih dominan.3

Kondisi ini malah kontraproduktif karena tidak sesuai dengan maksud dari informasi itu sendiri, dimana reformasi dibidang hukum domestik maupun asing. Seperti diketahui bahwa investasi merupakan unsur dalam pendapatan Nasional yang merupakan tolak ukur kesejahteraan suatu bangsa. Hasil bersih dari berbagai sektor ekonomi disebut Produk Domestik Bruto4 . Selanjutnya, dapat dijelaskan bahwa “Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga pasar harus sama dengan Penggunaan Produk Doemstik Bruto atas dasar harga pasar. Agregat ini sama dengan jumlah konsumsi rumah tangga, ditambah pembentukan modal (investasi), pengeluaran pemerintah, ekspor dikurangi impor barang dan jasa”,5 atau secara matematis dapat dituliskan ; Y = C + I + G + (X-M). Produk Domestik Bruto inilah yang dipakai sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Salah satu sektor yang sangat berperan di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi adalah sektor perbankan karena perannya sebagai lembaga intermediasi yang menyalurkan kredit kepada dunia usaha. Setelah krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 yang diikuti dengan krisis perbankan, dunia perbankan sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Hal ini dapat dilihat dari tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu perbandingan antara dana yang dihimpun dengan kredit _

2

Habiburokhman, Direktur LBH BUMN, http:/BUMNbersatunews.shoutpost.com, Kasus Kiani Politisasi BUMN, 23 Mei 2007, dikunjungi tanggal 5 Februari 2008

3

Statistik Perbankan Indonesia, November 2007, Vol.5, No. 12, Bank Indonesia, 36, terdapat data yang menggambarkan share asset Bank BUMN dan BUMD terhadap total asset perbankan nasional adalah 44,95%, BUSN 40,95% dan Bank Campuran 14, 26%.

4

M. Suparmoko, Pengantar Ekonomi Makro, edisi 4, (Yogyakarta : BPFE, 1998). hal.11

5

(24)

yang disalurkan oleh Bak yang jauh lebih kecil dari ketentuan sehat menurut Bank Indonesia yaitu 75%.6 Hal ini semakin diperparah dengan kondisi pasca reformasi. Banyak bankir terjerat hukum yang diakibatkan oleh kredit bermasalah. Padahal Bank memiliki karakteristik yang unik dalam peranannya sebagai lembaga intermediasi sekaligus sebagai pembangunan perekonomian masyarakat. Sifat unik itu terutama terlihat pada struktur permodalannya dengan tingkat leverage yang jauh lebih tinggi dibanding dengan leverage yang terbentuk dalam perusahaan bidang industri.

Leverage yang tinggi dalam perbankan itu justru terbentuk turut memanfaatkan dana-dana masyarakat yang mempercayakannya pada Bank. Hal ini menyebabkan Bank berada pada posisi yang sangat strategis, sekaligus rawan risiko.7

Namun prioritas pembangunan ekonomi tentu saja tidak boleh pula mengabaikan hukum karena akan menyebabkan kekacauan yang akan mengakibatkan semakin besarnya unsur ketidakpastian dan akan mengakibatkan investor enggan menanamkan modalnya atau Bank juga akan enggan menyalurkan kredit. Oleh karena itu dibutuhkan suatu produk hukum yang mampu menampung dua kepentingan tersebut. Salah satu produk hukum di dbidang ekonomi yang telah dihasilkan adalah Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat UUPT). Salah satu aspek yang diatur dalam undang undang ini adalah telah diakomodirnya prinsip business judgement rule dsalam pelaksanaan tugas Direksi Perseroan Terbatas. Dengan keluarnya undang-undang ini tentunya diharapkan ada _

6

Peraturan Bank Indonesia No.6/PBI/2004 Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Matriks Kriteria Penetapan Komponen Likuiditas No. 3 , tanggal 12 April 2004

7

(25)

perlindungan hukum kepada Direksi yang menjalankan tugasnya yang bersifat

fudiciary (fiduciary duty) telah terakomodir. Tetapi di sisi lain, para Direksi itu juga masih tetap dibebani tanggung jawab pribadi bila melanggar prinsip-prinsip yang terkandung dalam standar fiduciary duty.

UUPT telah diatur bahwa anggota Direksi tidak dapat dituntut pertanggungjawabannya secara pribadi jika memenuhi persyaratan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 97 ayat (5). Tetapi apa yang dicantumkan dalam Pasal 97 ayat (5) tersebut baru bersifat azas sehingga masih perlu diterjemahkan lebih konkrit sehingga dapat diaplikasikan dengan benar dan adil. Berdasarkan hal tersebut, ingin diteliti bagaimana menerjemahkan konsep business judgement rule dalam dunia usaha khususnya dalam pertanggungjawaban Direktur Bank.

B. Permasalahan

UUPT pada Pasal 97 ayat (5) telah mengakomodir prinsip-prinsip business judgement tetapi masih memerlukan analisis dan penjabaran agar bisa diaplikasikan dengan tepat khususnya di perbankan. Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan masalah berikut ini :

a. Bagaimana pengelolaan Bank di kaitkan dengan manajemen risiko ?

b. Bagaimana batasan penerapan business judgement rule

(26)

c. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip business judgement rule dalam pertanggungjawaban Direktur Bank Direktur Terbatas ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini akan mengungkapkan berbagai aspek industri berbankan yang berbeda dari industri lainnya khususnya dari sisi risiko bisnis. Dengan tingginya risiko bisnis sektor perbankan ini tentunya membuat posisi Direksi Bank rawan terhadap masalah hukum yang bisa bersumber dari pemilik maupun nasabah debitur ataupun deposan. Oleh karena itu penerapan business judgement rule semakin penting untuk diterapkan di perbankan.

Secara umum tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengumpulkan data, mengkualifikasi data, menganalisis data untuk memberikan arah bagaimana mengimplementasikan prinsip business judgement rule dalam pelaksanaan tugas Direksi Bank yang berbadan hukum Perseroan Terbatas.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

(27)

memberikan sumbangan yang berarti kepada pengembangan ilmu hukum khususnya hukm ekonomi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini akan mensikronkan teori, keonsep serta kelaziman-kelaziman yang berlaku didalam dunia perbankan dengan azas dan peraturan/ketentuan hukum khususnya m engenai penerapan prinsip business judgement rule. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengimplementasikan prinsip

business judgement rul. Dengan adanya suatu kesamaan pandangan terhadap konsep

business judgement rule maka akan memudahkan semua pihak, yaitu penegak hukum, praktisi perbankan, masyarakat dan stakeholder Bank untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan Bank sesuai dengan hasil penelitian ini.

E. Keaslian Penelitian

Undang undang nomor 40 tahun 2007 diberlakukan sejak tangal 16 Agustus 2007 atau dengan perkataan lain undang undang tersebut relatif baru walaupun pada sistem common law prinsip business judgement rule sudah diterapkan lama. Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian sejenis juga dilakukan oleh 2 (dua) orang mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Suamtera Utara yaitu ;

1. Kusmono dengan judul tanggung jawab Direksi Persero

(28)

2. Marganti Panggabean, dengan judul analisis pertanggung jawaban Direksi menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada tahun 2008.

Namun penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda objek penelitiannya. Penelitian ini spesifik dilakukan pada industri perbankan sehingga pendekatan yang dipakai untuk menganalisis permasalahan penelitian menggunakan aturan Bank Indonesia, teori-teori, dan kelaziman-kelaziman yang berlaku dalam dunia perbankan.

F. Konsep dan kerangka teori

1. Hukum dan kegiatan ekonomi

Hukum adalah karya manusia berupa norma-norma yang berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku. Ia merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh karena itu pertama-tama, hukum itu mengandung ide-ide yang dipilih masyarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide- ide ini adalah ide mengenai keadilan.8

Ternyata keadilan saja tidak cukup, masyarakat membutuhkan peran hukum lebih luas dari hanya sekedar penegakan keadilan, tetapi masyarakat juga menginginkan hukum dapat menjamin kepastian dalam hubungan mereka satu sama lain serta kepentingannya juga terlayani. Oleh karenanya, Satjipto dengan mengutip

_

8

(29)

pendapat Radbruch yang mengemukakan bahwa hukum harus memiliki tiga nilai dasar yaitu ; kepastian hukum (rechtsicerheit), kemanfaatan (zuberckmassigheit) dan keadilan (gezechtigheit).9

Selain tiga nilai dasar tersebut, dalam penelitian ini, konsep hukum yang akan digunakan adalah hukum yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi.menurut J.D. Ny,. Hart, hukum yang dapat mendorong pertumbuhan harus memiliki unsur-unsur berikut :

a. Hukum harus dapat membuat prediksi (predictibility),

yaitu apakah hukum itu dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi pelak dalam memprediksi kegiatan apa yang dilakukan untuk proyeksi pengembangan ekonomi.

b. Hukum itu mempunyai kemampuan prosedural

(procedural capability) dalam menyelesaikan sengketa. Misalnya dalam mengatur peradilan tribunal (court or administrative tribunal), penyelesaian sengekta di luar pengadilan (alternatif dispute resolution) dan penunjukan

arbitrer konsiliasi (consiliation) dan lembaga-lembaga yang berfungsi salam dalam pembangunan negara.

c. Pembuatan , pengkodifikasian hukum

d. Hukum setelah mempunyai keabsahan hukum

(codification of laws) oleh pembuat hukum bertujuan untuk pembangunan negara.

e. Hukum itu dapat berperan menciptakan keseimbangan (balance), karena hal ini dibuat pendidikannya (education) dan selanjutnya disosialisasikan.

f. Hukum itu berperan dalam menentukan definisi dan status yang jelas (definition and clarity of status). Dalam hal ini hukum tersebut harus memberikan definisi dan status yang jelas mengenai segala sesuatu dari orang.

g. Hukum itu harus dapat mengakomodasi (accomodation)

keseimbangan, definisi dan status yang jelas bagi kepentingan individu-individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.

h. Tidak kalah pentingnya dan harus ada dalam pendekatan hukum sebagai dasar pembangunan adalah unsur stabilitas (stability) sebagaimana diuraikan dimuka.10

_

9

(30)

_

Unsur-unsur tersebut diatas harus merupakan paradigma yang melandasi penerapan

business judgement rule yang terkandung dalam UUPT.

10

(31)

2. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum

Harus dipahami bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya akan disebut perseroan adalah Badan hukum yang didirikan untuk tujuan mendapatkan laba, di samping juga memiliki visi dan misi tertentu. Untuk mencapai laba, mewujudkan visi dan menjalankan misinya, perseroan melakukan berbagai kegiatan.

Malvin Aron Eisenberg mendefinisikan perseroan sebagai berikut :

“The business corporation is an instrument through which capital is assembled for the activities of producing and distributing goods and services and making investments. Accordingly, a basic premise of corporation is that a business corporation should have as its objective the conduct of such activities with a view to enhancing the corporation’s profit and the gains of the corporation’s owners, that is, the shareholders”11

Definisi di atas menjelaskan bahwa perseroan yang bergerak dalam bisnis terdapat beberapa ciri yaitu, merupakan suatu instrument, ada modal, melakukan aktivitas produksi dan distribusi barang dan jasa serta bertujuan memperoleh laba. Definisi tersebut lebih menonjolkan sifat persero sebagai unit bisnis, yang tentunya secara inherent melekat risiko.

Selain sifat bisnis yang telah diungkapkan tersebut, perseroan ditinjau dari sisi kedudukan hukumnya adalah badan hukum (Legal Person, Legal Entity), dianggap sebagai subjek hukum yang cakap melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan berbagai pihak seperti manusia. Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang memiliki tanggung jawab terbatas (limited liability) yang

mempunyai lima ciri khusus atau karakteristik sebagai berikut : sebagai personalitas _

11

(32)

hukum (legal personality), memiliki tanggung jawab terbatas (limited liability),

sahamnya dapat dialihkan (transerable shares); ada pendelegasian manajemen oleh struktur Direksi: dan kepemilikan oleh investor12

Sedangkan berdasarkan definisi yang diberikan oleh UUPT. pada Pasal 1 angka (1), Perseroan Terbatas adalah Badan Hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.13 Sebagai badan hukum PT. memiliki status, kedudukan dan kewenangan yang dapat dipersamakan dengan manusia sehingga disebut sebagai artificial legal person. Oleh karenanya PT merupakan subjek hukum yang menyandang hak dan./atau kewajiban yang diakui oleh hukum. Tetapi perseroan hanyalah artificial legal person, maka ia tidak memiliki kehendak dan tidak dapat bertindak sendiri. Oleh karena itu diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak untuk perseroan sesuai tujuan pendiriannya. Orang-orang yang menjalankan, mengurus dan mengawasi perseroan inilah yang disebut dengan Organ. Sebagaimana layaknya manusia, perseroan juga memiliki organ, hanya saja organ perseroan Cuma ada tiga, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris.14

UUPT mendefinisikan Direksi sebagai organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan Perseroan,

_

12

Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26, No. 3. 2007, hal. 5

13

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, tanggal 16 Agustus 2007

14

(33)

sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.15 Definisi tersebut juga menjelaskan bahwa :

a. Perseroan bergantung kepada Direksi sebagai organ yang

dipercayakan untuk melakukan pengurusan perseroan;

b. Perseroan merupakan sebab keberadaan Direksi atau dengan perkataan lain tanpa perseroan, tidak ada Direksi.16

Sedangkan untuk menjalankan tugasnya, Direksi harus diperlengkapi dengan wewenang yang cukup, di samping tentu saja tanggung jawab atas pelaksanaan wewenang tersebut. Pelimpahan wewenang yang cukup besar juga mencerminkan bahwa Direksi merupakan organ kepercayaan perseroan yang mewakili perseroan untuk mengambil segala macam tindakan hukum dalam rangka mencapai tujuan dan kepentingan perseroan. Gunawan Wijaya menjelaskan, berkaitan dengan prinsip kepercayaan tersebut, ada dua fungsi utama Direksi, yaitu :

a. Direksi adalah trustee bagi perseroan (duty of loyaltu and goodfaith)

b. Direksi adalah agen bagi perseroan dalam mencapai tujuan

dan kepentingannya (duty of care and skill).

_

15

Pasal 1 angka (5) UUPT

16

(34)

Tugas dan tanggung jawab Direksi tersebut di atasmerupakan tugas dan tanggung jawab Direksi sebagai suatu organ yang bersifat kolegial. Direksi tidak secara sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada perseroan. Ini berarti setiap tindakan yang diambil atau dilakukan oleh salah satu atau lebih anggota Direksi akan mengingat anggota Direksi lainnya. Namun tidak berarti tidak diperkenankan terjadinya pembagian tugas di antara anggota Direksi perseroan demi pengurusan perseroan yang efesien.17

3. Doktrin-doktrin yang terkait dengan Direksi Perseroan

Terbatas

a. Fiduciary Duty

Duty of loyalty and good faith bersama-sama dengan duty of care and skill,

dalam sistem common law dikenal dengan nama fiduciary duty.18 Menurut

Charles.O’Kelley,Jr, dari sisi perseroan, fiduciary duty memiliki dua fungsi sebagai berikut :

“In the corporate setting, fiduciary has two quite different functions. First, it instructs directors to be absolutely fiar and candid in pursuing personal interests. Thus, the duty of loyalty makes it wrongful for a directors to unfairly compete with her corporation or to unfairly divert corporate resources or opportunities to her personal use. Second, fiduciary duty describes the bounds of acceptable conduct for directors in carrying out their individual and collective duty to manage the corporation. In both of these functions, fiduciary duty raises a core issue how to optimally reduce the possibility that the directors will favour personal interest over the corporation’s interests.”19

_

17

Ibid., hal.25.Ketentuan mengenai Tanggung Jawab Kolegial Dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 98 ayat (2) UUPT No.40.Tahun 2007

18

Gunawan Wijaya, Op.Cit., Hal. 24

19

Charles O’Kelley,Jr., Robert B.Thompson, Corporation and Other business Associations,

(35)

Issue utama dari fiduciary duty adalah bagaimana meminimalisasi kemungkinan seorang Direktor menggunakan wewenangnya untuk kepentingan dan keuntungan pribadinya, tetapi sebaliknya direktur seharusnya menggunakannya seoptimal mungkin untuk kepentingan dan keuntungan perseroan. Selanjutnya di dalam tataran suatu penerapannya, fiduciary duty pengertiannya diperluas tidak saja mengenai tindakan mementingkan diri sendiri, tetapi juga mencakup adanya kemungkinan sikap yang ceroboh atau tidak berhati-hati. Atau dengan perkataan lain, “Fiduciary duty memeliki unsur loyalitas (loyalty component) dan unsur kepedulian (care component)”20. Walaupun masih menjadi perdebatan mengenai ruang lingkup cakupan fiduciary duty,

tetapi seorang Direktur dituntut untuk menjalankan tugasnya dengan :

a. niat baik (in good faith)

b. kepedulian seorang yang bertindak hati-hati

c. cara yang diyakininya adalah yang terbaik untuk perseroan.21

Philip Lipton dan Abraham Herzberg, membagi duty of loyalty and good faith

ke dalam duty :

a. To act bona fide in the interest of the company

b. To exercise power for their proper purpose

c. To retain their discrenatory powers

d. To avoid of conflicts of interest

_

20

Ibid.

21

(36)

Sedangkan duty of care and skill dirumuskan sebagai duty to care and diligence.22

1. Duty to act bona fide in the interest of the company

Duty to act bona fide in the interest of the company ini adalah tuntutan agar Direksi mengelola perseroan untuk kepentingan dan keuntungan perseroan. Tolak ukur kepentingan perseroan tentunya harus didasarkan kepada maksud dan tujuan pendirian perseroan atau visi dan misi perseroan.23

2. Duty to exercise power for proper purposes

Dalam melaksanakan kepengurusan, Direktur diperlengkapi dengan wewenang yang harus digunakan dengan wajar. Untuk itu diperlukan adanya tatanan yang mengatur tentang bagaimana mengeksekusi wewenang tersebut. Tatanan itu dikenal dengan nama Good Corporate Governance (GCG) yang akan dibaha pada bagian tersendiri.

3. Duty to retain discretion

Direksi dapat melaksanakan wewenang dan berimprovisasi seluas-luasnya untuk melaksanakan tugasnya sepanjan masih dalam koridor dan anggaran dasar perseroan.24 Jadi tidak selayaknya jika Direksi kemudian melakukan pembatasan dini atau membuat suatu perjanjian yang akan mengekang kebebasan mereka untuk bertindak untuk tujuan

_

22

Philip Lipton and Abraham Herzberg, Understanding Company Law, (Brisbance: The Law Book Company Ltd, 1992), hal. 297

23

Pasal 92 Ayat (1) UUPT menyebutkan Direksi menjalankan Pengurusan Perseroan untuk Kepentingan Perseroan dan Sesuai Dengan Maksud

24

Ibid, Pasal 92 ayat (2) Menyebutkan Direksi Berwenang Menjalankan Pengurusan

(37)

dan kepentingan perseroan.25 Namun penggunaan diskresi ataupun wewenang harus memperhatikan doktrin ultra vires yang menyebutkan bahwa anggota Direksi dilarang melakukan kegiatan yang berda diluar kewenangannya.26

4. Duty to conflict of interest

Dalam konsep fiduciary duty ini, Direksi memiliki kewajiba untuk menghindari diadakan, dibuat, atau ditandatanganinya perjanjian atau dilakukannya perbuatan yang akan menempatkan Direksi tersebut dalam suatu keadaan yang tidak memungkinkan dirinya untuk bertindak secara wajar demi tujuan dan kepentingan perseroan. Kwajiban ini bertujuan untuk mencegah Direksi secara tidak layak memperoleh keuntungan dari perseroan, yang mengangkat dirinya menjadi Direksi. Lebih jauh lagi kewajiban ini sebenarnya melarang dengan mencegah Direksi untuk menempatkan dirinya pada suatu keadaan yang memungkinkan Direksi bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Pada saat yang bersamaan mereka harus bertindak mewakil untuk dan atas nama perseroan.27

5) Duties of Care and Duties of Diligence

Jika dalam duty of loyalty, Direksi perseroan bertindak sebagaimana layaknya seorang trust, yang dipercayakan untuk mengelola harta kekayaan perseroan, maka dalam duty of care and skill atau diligence, Direksi sebagai organ kepercayaan perseroan diharapkan dapat menjalankan perseroan hingga memberikan keuntungan

_

25

Gunawan wijaya, Op.Cit., hal 31

26

Sutan Remy Sjahdeni,”Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris” Dalam Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Juli 2001, hal. 102.

27

(38)

bagi perseroan. Direksi diberikan fleksibilitas dalam bertindak untuk melaksanakan fungsi kegiatan manajemen dengan mengambil risiko dan peluang di masa depan.28

Di negara-negar ayang menganut common law system acuan yang dipakai adalah standar of care atau standar kehati-hatian. Apabila Direksi telah bersikap dan bertindak melanggar standar of care, maka Direksi tersebut dianggap telah melanggar

duty of care. Sebagai contoh dari standard kehati-hatian itu, antara lain, sebagai berikut: a) Anggota Direksi tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan

atas beban biaya perseroan, apabila tidak memberikan sama sekali atau sangat kecil manfaat kepada perseroan bila dibandingkan dengan manfaat pribadi yang diperoleh oleh anggota Direksi yang bersangkutan. Namun demikian, hal itu dapat dikecualikan apabila dapat dilakukan atas beban biaya representasi jabatan dari anggota Direksi yang bersangkutan berdasarkan RUPS.

b) Anggota Direksi tidak boleh menjadi pesaing bagi perseroan yang dipimpinnya, misalnya dengan mengambil sendiri kesempatan bisnis yang seyogianya disalurkan kepada dan dilakukan oleh perseroan yang dipimpinnya tetapi kesempatan bisnis itu disalurkan kepada perseroan lain yang didalamnya terdapat kepentingan pribadi anggota Direksi itu.

c) Anggota Direksi harus menolak untuk mengambil keputusan mengenai sesuatu hal yang diketahuinya atau sepatutnya diketahui akan dapat mengakibatkan perseroan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga perseroan terancam dikenai sanksi oleh otoritas yang berwenang,

_

28

(39)

misalnya dicabut izin usahanya atau dibekukan kegiatan usahanya, atau digugat oleh pihak lain.

d) Anggota Direksi dngan sengaja atau karena kesalahannya telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk mencegah timbulnya kerugian bagi perseroan.

e) Anggota Direksi dengan sengaja atau karena kelalaiannya telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan tugas atau tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan keuntungan perseroan.29

Tidak semua orang yang diharapkan dan dihadapkan pada keadaan untuk memiliki suatu standar keahlian tertentu yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam beberapa hal, seorang diangkat sebagai anggota Direksi karena keahliannya dalam bidang tertentu. Misalnya seorang akuntan diangkat sebagai anggota Direksi karena keahliannya dibidang akuntansi/keuangan. Dalam hal ini, standar yang diharapkan dari anggota Direksi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan anggota Direksi lainnya yang tidak memiliki kemampuan dan keahlian yang sama. Dalam hal demikian, maka anggota Direksi tersebut patut diharapkan dapat bertindak dari keahliannya tersebut. Dalam beberapa kejadian, seorang anggota Direksi dapat dianggap telah melanggar

duty of care jika dalam menghadapi suatu persoalan yang

_

29

(40)

rumit ia tidak mencari pendapat ahli untuk memberikan masukan dalam mengambil keputusan terhadap persoalan yang dihadapinya.30

c. Doctrine of Ultra Vires

Salah satu prinsip dari fiduciary duty adalah melarang anggota Direksi melakukan sesuatudilua kewenangannya atau disebut dengan kegiatan ultra vires, sedangkan pandangan tersebut dalam hukum perseroan disebut sebagai doctrine ultra vires. Menurut doktrin tersebut, apabila suatu kontrak dibuat oleh perseroan tidak dalam rangka maksud dan tujuan perseroan (beyond the objects of the company), maka kontrak tersebut disebut “ultra vires the company” dan kontrak itu void (tidak sah atau batal demi hukum). Apabila mereka melakukan kegiatan tersebut dan mengakibatkan perseroan merugi, maka perseroan dapat meminta agar anggota Direksi yang bersangkutan mengganti kerugian itu, karena mereka telah melalaikan kewajibannya.31

Doktrin ini didasari oleh dua teori yang berbeda. Teori pertama, yaitu teori yang lebih tua, berpendapat bahwa suatu perseroan memiliki kewenangan untuk melakukan apapun juga sepanjang anggaran dasar perseroan tidak melarangnya. Dengan demikian, menurut teori tersebut, apabila anggaran dasar perseroan bungkam mengenai apakah perseroan dapat melakukan suatu perbuatan tertentu, maka perseroan itu bebas melakukannya. Sementara itu, teori yang kedua, yaitu teori yang saat ini dipakai, mengemukakan bahwa perseroan hanya memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan sepanjang untuk melakukan perbuatan itu perseroan memang telah diberikan kewenangan oleh anggaran dasar perseroan. Berdasarkan teori ini, apabila _

30

Gunawan Wijaya, Op. cit., hal. 34-35

31

(41)

anggaran dasar tidak menentukan bahwa perseroan dapat melakukan perbuatan tersebut, maka perseroan itu tidak dapat melakukannya.32

c. Derivative Action

gugatan derivatif (derivatif action) adalah suatu gugatan yang berdasarkan atas hak utama (primary right) dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang saham atas nama perseroan, gugatan mana dilakukan karena adanya suatu kegagalan dalam perseroan, atau dengan perkataan lain, derivative action merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk dan atas nama perseroan.33

Untuk mendapat gambaran lebih detail tentang hakikat suatu gugatan derivatif dapat disimak dari kutipan berikut ini :

Dapat dikatakan bahwa gugatan derivatif merupakan suatu gugatan perdata yang diajukan oleh satu atau lebih pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama perseroan (jadi bukan kepentingan pribadi pemegang saham), gugatan mana diajukan terhadap pihak lain (misalnya Direksi) karena telah melakukan tindakan yang merugikan perseroan, sungguhpun untuk kepentingan prosedural, pihak perseroan kadang-kadang menjadi pihak tergugat. Juga gugatan derivatif ini merupakan gugatan kekecualian (abnormal), sebab dalam kasus-kasus normal, maka yang bertindak sebagai pihak yang mewakili perseroan bukan pemegang saham, melainkan pihak Direksi seperti yang ditentukan dalam anggaran dasarnya. Karena itu pula, maka gugatan derivatif sebenarnya merupakan suatu pengecualian dari prinsip proper plaintiff, yakni suatu prinsip hukum yang mengajarkan bahwa gugatan untuk menuntut ganti rugi karena _

32

Ibid, hal. 102

33

(42)

adanya kerugian terhadap suatu perseroan terbatas hanya dapat dilakukan oleh perusahaan itu sendiri, yang dalam hal ini diwakili oleh Direksi. Pihak pemegang saham tidak berwenang untuk mengajukan gugatan tersebut. “Adanya derivative action

disamping personal right, tampaknya dapat dijadikan ajang perjuangan dalam mengatasi prinsip satu saham, satu suara yang cenderung lebih menguntungkan kelompok pemegang saham mayoritas.34

Menurut Munir ada beberapa unsur yuridis yang utama dari suatu gugatan derivatif adalah sebagai berikut :

1) Adanya gugatan;

2) Gugatant tersebut tentunya diajuakn ke pengadilan;

3) Gugatan tersebut diajuakn oleh pemegang saham dari perseroan;

4) Pemegang saham mengajukan gugatan untuk dan atas nama perseroan;

5) Pihak yang digugat adalah Direksi maupun Komisaris dari perseroan tersebut;

6) Sebabnya diajukan gugatan tersebut karena adanya suatu

kegagalan dalam perseroan atau kejadian yang merugikan perseroan yang bersangkutan;

_

34

(43)

7) Karena diajukan untuk dan atas nama perseroan, maka segala hasil dari gugatan tersebut menjadi milik perseroan, sungguhpun yang mengajukan gugatan adalah pemegang saham.35

Salah satu persyaratan lain dari gugatan derivatif yang sebenarnya merupakan persyaratan klasik adalah bahwa pihak pemegang saham yang menggugat haruslah pemegang saham pada saat perbuatan salah tersebut terjadi, yang disebut dengan

contemporaneous ownership. Dengan demikian pihak pemegang saham setelah kejadian yang menyebabkan kerugian tersebut tidak berhak mengajukan gugatan derivatif, meskipun dia masih berhak untuk menikmati ganti rugi terhadap perusahaan tersebut, asalkan dia merupakan pemegang saham pada saat putusan dijatuhkan. Hal ini disebut sebagai persyaratan klasik, karena ketentuan tersebut sudah banyak ditinggalkan, misalnya seperti yang terjadi dalam praktek di USA.36

Istilah derivative action lahir pertama kali di Amerika Serikat dalam putusan perkara Wallersteiner v. Moir (No.2) di tahun 1975 yang dijatuhkan oleh Court of Appeal. Kata tersebut mengandung arti :”the individual shareholder is enforcing a right which is not his or hers but rather is derived from the company. Deskripsi tersebut telah mengakar dan kemudian dirumuskan dalam peraturan Mahkamah Agung (Supreme

_

35

Munir Fuadi, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung : CV. Utomo, 2005), hal. 255

36

(44)

Court Rules) sebagai : began by write by one or more share holder of the company where the cause of action is vested in the company and relief is accordingly sought on

its behalf. Ini berarti dalam derivative action, seorang atau lebih pemegang diberikan hak untuk bertindak untuk dan atas nama perseroan melakukan tindakan hukum dalam bentuk pengajuan suatu gugatan terhadap anggota. Direksi perseroan yang telah melakukan pengajuan terhadap fiduciary duty. Derivative action ini berbeda dari gugatan perorangan yang diajukan oleh satu atau lebih pemegang saham untuk kepentingannya sendiri sebagai pemegang saham dalam perseroan.37

Selanjutnya Gunawan degnan mengutip Davies dalam bukunya Gower’s Principles of Modern Company Law, menjelaskan bahwa di samping perbedaan tersebut, ada beberapa perbedaan lainnya antara gugatan pribadi pemegang saham dengan derivative action. Derivative action dapat dilakukan oleh setiap pemegang saham tanpa memperhatikan apakah suatu tindakan yang digugat, yang dilakukan oleh anggota Direksi perseroan yang melanggar fiduciary duty, telah dilakukan sebelum ia menjadi pemegang saham dalam perseroan, selama dan sepanjang tindakan yang digugat tersebut memang merugikan kepentingan perseroan. Sedangkan hak gugatan pribadi pemegang saham hanya dapat dilakukan terhadap tindakan anggota Direksi yang merugikan kepentingannya. Untuk keperluan ini, perlu diperhatikan bahwa derivative action hanya dapat dilaksanakan dan secara penuh di pengadilan jika hal tersebut disetujui oleh pengadilan.38

_

37

Gunawan Wijaya, Op. Cit., hal. 43-44

38

(45)

Agar dapat diakui sebagai derivative action, setiap gugatan yang diajukan oleh pemegang saham untuk dan atgas nama perseroan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

1) Pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam bentuk derivative action jika yang digugat adalah tindakan atau perbuatan anggota Direksi yang dapat disahkan oleh RUPS berdasarkan persetujuan sederhana (ordinary resolution).

2) Walaupun tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh

anggota Direksi perseroan Direksi tersebut adalah tindakan atau perbuatan yang tidak dapat disahkan oleh RUPS Perseroan (karena merupakan tindakan yang dikategorikan sebagai “fraud on the minority” ), derivative action hanya berhasil jika anggota Direksi yang melakukan tindakan atau perbuatan yang melanggar

fiduciary duty tersebut adalah anggota Direksi yang dominan dan memegang kendali dalam perseroan dan dalam hal tertentu telah disetujui oleh sebagian besar pemegang saham independen.39

Persyaratan pertama diberikan dengan tujuan untuk menghindari kerugian bagi perseroan itu sendiri sebagai akibat dari gugatan untuk dan atas nama perseroan oleh salah satu atau lebih pemegang saham yang tidak puas dengan tindakan salah satua tau lebih anggota Direksi perseroan yang menurut pertimbangan pemegang saham tersebut tidak sesuai dengan kepentingannya. Ada tiga hal yang secara umum dapat dikatakan

_

39

(46)

sebagai pengecualian dari pengesahan tindakan atau perbuatan anggota Direksi yang melanggar fiduciary duty yang dilakukan oleh suara mayoritas biasa dalam suatu RUPS. Hal-hal tersebut adalah :

1) Tindakan ultra vires;

2) Tindakan lain yang memerlukan persetujuan khusus dalam suatu RUPS

3) Tindakan yang merupakan “fraud on minority”40

Persyaratan kedua mengandung dua unsur yang perlu diperhatikan :

1) Anggota Direksi tersebut adalah anggota Direksi yang memegang kendali

(control) dalam perseroan. Dalam hal ini menekankan kedudukan anggota Direksi sebagai pemegang saham dan kemampuannya untuk memberikan atau mempengaruhi keputusan yang akan diambil dalam RUPS

2) Adakalanya seorang pemegang saham yang menyatakanb dirinya bertindak untuk dan atas nama serta mewakili perseroan belum tentu benar-benar mewakili kepentignan perseroan. Oleh karena itu, untukk memberikan justifikasi dari ti ndakan tersebut diperlukan persetujuan dari sebagian besar pemegang saham independen dalam perseroan. Hal yang terakhir ini dianggap lebih dapat mewakili kepentingan perseroan secara utuh.41

Selanjutnya Gunawan mengutup P.Lipton dalam “Understanding Company Law” mengatakan bahwa termasuk dalam kategori fraud on minority

_

40

Ibid, hal. 45-46

41

(47)

adalah keputusan RUPS yang dilakukan “Bona fide for the company as a whole”, yaitu keputusan yang :

1) Mengambil alih harta kekayaan perseroan;

2) Mengesahkan tindakan Direksi yang melanggar fiduciary duty, secara umum

dikatakan bahwa RUPS berhak untuk mengesahkan setiap tindakan atau perbuatan Direksi yang melanggar fiduciary duty. Namun demikian tidak semua tindakan atau perbuatan Direksi yang melanggar fiduciary duty yang dapat disahkan RUPS mengikat pemegang saham minoritas. Atas tindakan-tindakan Direksi yang mengutamakan kepentingannya sendiri diatas kepentingan perseroan dapat digugat oleh pemegang saham minoritas.

3) Mengambil alih harta kekayaan minoritas. Ini dapat terwujud melalui mekanisme dilusi secara tidak sah.42

d. Business Judgement Rule

Business judgement rule merupakan penyeimbang prinsip fiduciary duty yang menekankan pada kewajiban dan larangan kepada Direksi. Sebaliknya business judgement rule merupakan pembelaan kepada para Direksi karena prinsip ini menekankan bahwa para anggota Direksi tidak dapat dibebani tanggung jawaba tas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis (business judgement) oleh anggota Direksi yang bersangkutan, sekalipun apabila pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu. Selanjutnya business judgement rule

didefinisikan sebagai berikut :

_

42

(48)

a presumption that in making a business decision, the directors of corporation and on an informed basis in good faith and inthe honest belief that the action was taken in the

best interest of the company”43

Tentu saja tidak semua keputusan dan kebijakan Direksi dapat berlindung dengan alasan pertimbangan bisnis sehingga dapat dilindungi oleh rule ini. Di Amerika serikat, menurut Sutan Remy bahwa setelah beliau mempelajari putusan-putusan di Amerika, ternyata pengadilan-pengadilan itu tidak seragam dalam merumuskan pengecualian-pengecualian rule tersebut.beberapa pengadilan berpendapat bahwa pertimbangan anggota Direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apaila pertimbangan tersebut didasarkan atas suatu kecurangan (fraud), atau menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest), atau merupakan perbuatan yang melanggar hukum (illegality). Sementara beberapa pengadilan lain berpendapat bahwa, seorang Direktur yang mengambil alih pertimbangan telah menimbulkan kerugian bagi perseroan, tidak dilindungi oleh business judgement rule, jika kerugian tersebut sebagai akibat kelalaian berat (gross negligence) anggota Direksi bersangkutan.

Sedangkan Undang-Undang PT telah memasukkan hal-hal yang dapat dipertimbangkan sebagai dasar dipakainya business judgement rule untuk melindungi anggota Direksi dari tuntutan tanggung jawab pribadi yang berbunyi sbb:

Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

1) kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

_

43

(49)

2) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

3) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian dan

4) telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.44

4. Bank sebagai Highly Regulated Industry

Peranan Bank dalam aktivitas perekonomian sangat besar, karena ia berfungsii sebagai intermediari antara pihak yang surplus dana kepada pihak yang defisit. Didalam menjalankan fungsi intermediasinya, Bank menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Menurut Undang-undang tentang perbankan, jenis Bank terdiri dari :

a. Bank Umum ;

b. Bank Prekreditan Rakyat (BPR)

Dalam tesis ini pembahasan difokuskan pada bank umum saja, karena memiliki ruang lingkup usaha yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan BPR. Ruang lingkup usaha Bank Umum meliputi :

_

44

(50)

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

b. Memberikan kredit

c. Menerbitkan surat pengakuan hutang

d. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya;

e. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh Bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; f. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih

lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; g. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; h. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

i. Obligasi

j. Surat Dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

k. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun: l. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan

nasabah ;

m. Menempatkan dana pada, peminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada

(51)

n. Menerima pembayaran dari tagihan atas ruat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

o. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

p. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu

kontrak;

q. Melakukan penempatan dana dari suatu nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

r. Melakkan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat; s. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip

syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

t. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.45

Dari luasnya cakupan usaha perbankan tersebut tergambar bahwa hamp;ir semua kegiatan ekonomi dan transaksi keuangan akan melibatkan Bank. Oleh karena kedudukan Bank sangat penting dan menyangkut hajat hidup masyarakat luas, maka harus ada lembaga yang mengatur dan mengawasi kegiatannya. Lembaga yang mengatur perbankan biasanya disebut dengan Bank Sentral dan di Indonesia peran Bank sentral itu dilakukan oleh Bank Indonesia, sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-Undang Bank Indonesia disebutkan bahwa tugas Bank Indonesia adalah :

a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;

_

45

(52)

b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; c. mengatur dan mengawasi Bank .46

Oleh karena fungsi dan kedudukan perbankan sangat penting dan strategis, maka Bank Indonesia mengaturnya dengan sangat ketat (highly regulated), sebab kegagalan industri perbankan akan mengakibatkan resiko sistemik bagi perekonomian. Hal ini sudah terbukti ketika terjadinya krisis perbankan yang akhirnya mengakibatkan krisis moneter pada tahun 1998 yang lalu. Begitu banyak peraturan dan ketentuan yang sudah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, tetapi untuk keperluan tesis ini akan diungkapkan yang berhubungan dengan penerapan business judgement rule.

a. Kewajiban Penerapan Manajamen Risiko

Dunia usaha adalah dunia yang penuh dengan risiko, sehingga sebaik apapun tindakan ataupun keputusan yang diambil Direksi untuk kepentingan Perseroan, tetap saja mengandung risiko. Terutama usaha di bidang perbankan memiliki risiko yang lebih banyak jenisnya dibanding dengan jenis usaha lain. Untuk memperjelas apakah yang dimaksud dengan risiko itu Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) mendefinisikan sebagai berikut :

“Risiko merupakan peluang terjadinya bencana atau kerugian. Untuk keperluan sertifikasi, risiko di definisikan sebagai peluang terjadinyahasil (outcome) yang buruk. Definisi tersebut menyatakan bahwa risiko terkait dengan situasi dimana hasil

_

46

(53)

negatif dapat terjadi dan besar kecilnya kemungkinan terjadinya outcome tersebut dapat diperkirakan47

Definisi ini mengandung pengertian bahwa risiko hanya berkaitan dengan situasi di mana suatu negative outcome dapat setiap saat terjadi dan bahwa kemungkinan atas terjadinya kejadian itu dapat diperkirakan (estimated). Banyak peristiwa yang dapat terjadi yang berimbas pada terjadinya kerugian bagi kegiatan perasional Bank. Hal itu dapat terjadi kapan saja, menimpa Bank mana saja, dan di mana saja . Peristiwa itu dapat pula berawal dari dalam diri Bank sendiri atau dari luar Bank.48 Risiko yang harus dikelola oleh Bank mencakup:

1) Risiko Kredit; 2) Risiko Pasar; 3) Risiko Likuiditas; 4) Risiko Operasional; 5) Risiko Hukum; 6) Risiko Hukum; 7) Risiko Strategik; 8) Risiko Kepatuhan.49

_

47

Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, Work Book Tingkat I, Global Association of Risk Professeionals, Dialihbahasakan oleh Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, (JakartaL BSMR, 2007), hal. A-4.

48

Masyhud Ali, Po.Cit., hal. 3

49

(54)

Bank Indonesia mewajibkan setiap Bank menerapkan Manajemen Risiko secara efektif di mana Direksi wajib mengawasinya dengan aktif. Ditinjau dari perspektif

Enterprise Risk Management (ERM), tanggung jawab untuk Direksi meliputi:

1) Mendefinisikan risk appetiteI organisasi dalam hal kebijakan risiko, toleransi

kerugian, leverage risiko terhadap modal, dan target peringkat hutang;

2) Memastikan bahwa organisasi memiliki keterampilan manajemen risiko dan kemampuan penyerapan risiko untuk mendukung strategi bisnisnya;

3) Membuat struktur organisasi dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab manajemen resiko, termasuk peran Chief Risk Operation (CRO);

4) Membentuk budaya risiko organisasi dengan “menetapkan contoh dari atas” bukan hanya melalui perkataan, tetapi melalui tindakan dan memperkuat komitmen itu melalui insentif.

5) Memberikan kesempatan yang tepat untuk pembelajaran organisatoris, termasuk pelajaran yang diperoleh dari masalah sebelumnya dan pelatihan serta pengembangan berkelanjutan.50

Esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha Bank tetap dapat terkendali (manageable) pada batas/limit yang dapat diterima serta menguntungkan Bank. Namun demikian mengingat perbedaan kondisi pasar dan struktur, ukuran serta kompleksitas usaha Bank, maka terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal untuk

_

50

(55)

seluruh Bank sehingga setiap Bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada Bank masing-masing.

Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unaticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank. Untuk menerapkan proses manajemen risiko, maka pada tahap awal Bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko dengan cara menganl dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru Bank, termasuk risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan afiliasi lainnya.51

b. Kewajiban Penerapan Good Corporate Governance (GCG)

Corporate governance atau tata kelola perusahaan adalah sistem yang digunakan dalam mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan.

Corporate governance ini juga mengandung pengertian mengenai pengaturan atas pembagian tugas dan tanggung jawab di antara para pihak atau para key players yang berpartisipasi dan memiliki kepentingan yang berbeda-beda dalam perusahaan. Para pihak yang berkepentingan atas pengarahan dan pengendalian perusahaan itu meliputi : Direksi , pemegang saham, Dewan Komisaris, Manager dan Stakeholder lainnya.53 Interaksi para pihak tersebut tentunya harus diatur sedemikian rupa sehingga perlu diciptakan mekanisme pengaturan (rule of game) agar organisasi dapat berjalan dengan baik, terciptanya rasa kepercayaan, dan jelasnya tugas serta tanggung jawab masing-_

51

Lihat Juga Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Yang Merupakan Lampiran Dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Tahun 2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

53

(56)

masing pihak. Oleh karena itu, corporate governance juga dapat didefinisikan sebagai seperangkat hubungan antara Dewan Komisaris, Direksi atau Board of Executif Directors, dan Pemegang Saham suatu perusahaan.53

Corporate governance juga memuat ketentuan dan prosedur yang wajib diterapkan oleh Direksi dalam pengambilan keputusan yang terkait dengankegiatan operasional perusahaan. Hal itu juga berlaku bagi Bank, dimana corporate governance

sekaligus juga memfasilitasi terbentuknya struktur yang membantu Bank dalam berbagai bentuk peranan manajemen, yang meliputi :

1) perumusan danpenerapan visi dan misi serta tujuan (objectives) yang ingin dicapai

manajemen Bank;

2) pengendalian dan pelaksanaan kegiatan operasional Bank sehari-hari;

3) mempertimbangkan dan mengupayakan terpenuhinya kepentingan para stakeholder

Bank;

4) memastikan bahwa Bank senantiasa melakukan kegiatan operasionalnya dengan cara

pengelolaan yang sehat dan aman;

5) melakukanupaya demi terpenuhinya hukum dan regulasi yang relevan dengan kegiatan operasional Bank;

6) berupaya melindungi kepentingan khususnya para deposan dan para pemilik sumber pendanaan bagi Bank pada umumnya.54

_

53

Ibid.

54

(57)

Begitu pentingnya penerapan Corporate Governance atau di Indonesia lebih dikenal dengan istilah Good Corporate Governance (selanjutnya akan disingkat dengan GCG) pada perbankan terutama untuk membangun industri perbankan yang sehat dan kuat, sehingga Bank Indonesia mewajibkan Bank yang beroperasi di Indonesia menerapkan GCG melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/4/PBI/2006 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, serta Nomor 8/14/PBI/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Peraturan ini mendefinisikan GCG sebagai sautu tata kelola Bank (accountability), pertanggung jawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajiban (fairness).

Bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG paling kurang harus diwujudkan dalam ;

1) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi ;

2) kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern Bank;

3) penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal;

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Rangkaian kegiatan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman PTK. PTK sangat erat hubungannya

kerja pada tahun 2012 bertambah sebesar 23,8 ribu orang atau menjadi 566,51 ribu orang. dibandingkan Februari 2011, namun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di

[r]

Berdasarkan kepada perbincangan di atas, pemboleh ubah daripada TAM (mudah diguna) dan IDT (kelebihan secara relatif dan keserasisn) akan diuji sebagai

Dengan fasilitas dan kemampuan yang dimiliki, program LTspice dan DesignSpark PCB dapat menjadi solusi untuk penguasaan dan pengembangan elektronika di Indonesia

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional dan Turnover Intention pada

Lokasi tapak proyek pembangunan hotel butik dan apartemen terletak di bantaran Sungai Deli dan berada pada salah satu situs bersejarah Kota Medan yaitu Istana

Yang bertanda tangan dibawah ini saya, Hesti Kustanti, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit