Bhineka Tunggal Ika Mewujudkan Persatuan Indonesia
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
2011
Disusun Oleh:
LUTFI FAUZIAH
11.11.4994
11-S1-TI-06
Kelompok : D
Dosen Pengampu: Drs. Tahajuddin Sudibyo
Abstrak
Konflik-konflik berlabel perbedaan suku, agama, ras, dan adat istiadat yang terjadi di Indonesia sebenarnya bukan hanya dipicu oleh perbedaan secara fisik dan kultural saja. Kecemburuan sosial akibat sikap pemerintah yang kurang adil dan bijaksana dalam pemerataan pembangunan ekonomi, lemahnya penegakan hukum, serta ketidakpuasan masyarakat akan kinerja pemerintah yang terkesan lebih mementingkan urusan para pejabat merupakan faktor-faktor yang memiliki potensi besar menyulut perseteruan yang ujung-ujungnya berbuntut pada konflik yang terus memanas sepanjang tahun. Konflik-konflik tersebut mengikis semangat Bhineka Tunggal Ika yang selama ini memperkokoh persatuan bangsa Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini bangsa kita yang sudah carut marut ini diperparah dengan adanya konflik-konflik yang terus muncul dalam kehidupan masyarakat. Kemajemukan masyarakat Indonesia baik dari segi etnis maupun agama menuntut perhatian lebih dari pemerintah untuk bersikap adil dan bijaksana dalam membuat kebijakan agar tak ada kecemburuan sosial yang dapat menimbulkan konflik di masyarakat. Di Indonesia, dalam satu wilayah bisa saja terdiri dari lebih dari satu suku, yaitu suku asli daerah tersebut dan suku pendatang. Sering terjadi konflik-konflik antar suku yang cukup panas dalam satu wilayah. Dimulai dari perselisihan kecil yang melibatkan satu-dua orang yang kemudian menyebar dan menjadi konflik antar suku ataupun antar agama. Konflik-konflik yang tak kunjung reda melahirkan kerusuhan-kerusuhan di beberapa wilayah di Indonesia yang melibatkan suku-suku yang berbeda di wilayah tersebut dan mengganggu stabilisasi negara.
B. Rumusan Masalah
Perselisihan-perselisihan kecil yang terjadi di masyarakat bukan tidak mungkin dapat menimbulkan konflik-konflik besar yang berkepanjangan. Hal ini tentu saja tidak hanya merugikan kedua belah pihak yang terlibat konflik saja, pihak-pihak lain yang tak ada sangkut pautnya pun bisa saja terkena imbasnya, termasuk pemerintah pusat. Tak ada asap jika tak ada api. Mungkin peribahasa tersebut yang pas menggambarkan konflik-konflik SARA yang terjadi di Indonesia saat ini, Tak ada Konflik jika tak ada faktor-faktor pemicu konflik itu sendiri. Solidaritas etnis dan kedaerahan mungkin tumbuh subur di dada sebagian masyarakat Indonesia, namun sepertinya mereka lupa, bahwa masih ada solidaritas nasional yang tentu saja harus tetap dipertahankan kekokohannya demi eksistensi bangsa ini. Permasalahan mendasar saat ini adalah:
BAB II
ISI
A. Pendekatan-Pendekatan
1. Pendekatan Historis
Indonesia yang kita kenal saat ini pada mulanya adalah sekumpulan wilayah dari kerajaan-kerajaan yang berbasis pada kekuasaan etnik dan otoritas kedaerahan. Sebut saja Kesultanan Aceh, Malaka, Riau, dan Jambi di Sumatera, Kesultanan Banten, Cirebon, Demak, dan Mataram di Jawa, Kesultanan Banjar di Kalimantan, Kerajaan Bali di Sunda Kecil, hingga Kesultanan Ternate dan Tidore di Indonesia Timur, semua itu merupakan fakta historis atas legitimasi etnis di masa lampau.
Suku-suku yang ada di Indonesia hidup berdampingan sejak zaman nenek moyang dahulu. Perbedaan fisik dan budaya tidak begitu saja membuat mereka terpecah belah. Semboyan
“Bhineka Tunggal Ika” yang telah lama terpatri menjadi senjata pamungkas dalam menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada.Lebih dari Dalam pengertian harfiah Bhineka Tunggal Ika berarti berbeda tetapi tetap satu. Artinya, walapun bangsa Indonesia mempunyai latar belakang yang berbeda baik dari suku, agama, dan bangsa tetapi adalah bangsa Indonesia. Pengukuhan ini telah dideklarasikan semenjak tahun 1928 yang terkenal dengan nama "sumpah pemuda".
2. Pendekatan Sosiologi
3. Pendekatan Yuridis
Pancasila telah mencantumkan secara jelas dalam sila ketiga yaitu “PERSATUAN
INDONESIA” dan menjadi landasan hukum dalam masalah integrasi bangsa. Perbedaan
secara fisik dan budaya antar etnis bukanlah suatu alasan tepat bagi suku-suku untuk saling membenci dan memusuhi. Hak hidup telah dijamin dalam Undang-undang No. 39/1999 tentang hak asasi manusia. Dengan demikian setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai hak untuk hidup merdeka di setiap wilayah tempat tinggalnya. Untuk itu diperlukan suatu kesadaran dari tiap suku bangsa untuk menjunjung tinggi keberadaan hukum dan pemahaman terhadap norma yang ada pada masyarakat setempat.
B. Pembahasan
Bhineka Tunggal Ika, atau pengertian sederhananya adalah meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu, yang berasal dari buku atau kitab sutasoma karangan Mpu Tantular / Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama, bangsa Indonesia pun mengaku Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa (sebagaimana diproklamirkan melalui Sumpah Pemuda tahun 1928), satu tujuan, dan tentunya satu negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun, sekarang Bhineka Tunggal Ika pun ikut luntur, banyak anak muda yang tidak mengenalnya, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, banyak birokrat yang pura-pura lupa, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia Merdeka memudar, seperti pelita kehabisan minyak.
Sumpah Pemuda hanya sebagai penghias bibir sebagian orang, dan bagi sebagian orang hanya dilafaskan pada saat memperingati hari sumpah pemuda setiap 28 Oktober. Tetapi bagi sebagian yang muda hanya sebagai pelajaran sejarah yang hanya dipelajari di
Kenyataan bahwa bangsa ini sebagai sebuah komunitas yang majemuk merupakan
sebuah „ketetapan‟ yang telah terjadi. Fakta tersebut sudah seharusnya tidak lagi dipermasalahkan sebagai penyebab utama timbulnya konflik sosial.
Di bumi pertiwi kita semakin banyak konflik-konflik yang terjadi di masyarakat yang mengusung label solidaritas kedaerahan dan etnis tertentu yang sebenarnya tidak perlu terjadi jika pemerintah jeli dalam membaca situasi dan kondisi sosial yang dialami rakyat Indonesia.
Kondisi sosial di sini, dapat diartikan sebagai ketidakadilan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan sosial yang timpang, serta lemahnya penegakan hukum. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpuasan suku-suku yang merasa dirugikan oleh kinerja pemerintah. Akibatnya konflik antar suku pun tak bisa terelakkan karena ada beberapa suku
yang merasa bahwa pemerintah telah bersikap „pilih kasih‟ dalam hal pembangunan dan penyejahteraan sosial serta dalam penegakkan hukum. Rasa tidak puas tersebut bahkan bisa menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya gerakan separatis di negara ini.
Bhineka Tunggal Ika, semboyan kita, sebenarnya merupakan pemikiran rasional Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, multi budaya, multi agama, multi ras dan multi bahasa.Kita harus menjaga semboyan kita sebaik mungkin, karena yang kita inginkan adalah Bhineka Tunggal Ika yang bermartabat. Untuk menjaga martabat tersebut, maka berbagai hal yang mengancam Bhineka Tunggal Ika harus ditolak, seperti sentimen kedaerahan dan separatisme.
Merdeka). Mungkin mereka tak sadar bahwa dulunya bangsa ini bisa menegakkan kepala berkat perjuangan keras tokoh-tokoh yang berbeda suku, ras, maupun agama.
Kemajemukan bangsa ini seumpama pedang bermata dua. Di satu sisi, keaneka ragaman corak bisa menjadi nilai plus tersendiri bagi Indonesia di mata dunia.Namun di sisi lain, terlalu banyak perbedaan bisa saja menjadi pemicu kecemburuan sosial dan malah menjadi bumerang bagi Indonesia.
Persatuan Indonesia tidak kan bisa terwujud jika kerjasama dan pengertian antara pemerintah dan masyarakat tidak terjalin dengan baik. Pemerintah beserta seluruh lapisan masyarakat seharusnya sadar bahwa persatuan Indonesia jauh lebih penting daripada sentimen kedaerahan. Dengan demikian, Indonesia akan menjadi negara yang kokoh dan tak mudah dijajah fisik maupun pikiran oleh negara lain.
C. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Suparlan, Parsudi. 2005. Sukubangsa dan hubungan antar-sukubangsa. Jakarta : Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu
Kosasih, Ahmad D. 2008. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa. Jakarta : Prenada Media Sudjanto, Bedjo. 2007. Pemahaman Kembali Makna Bhineka Tunggal Ika. Jakarta : Sagung