• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghambatan Degradasi Sukrosa Dalam Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen Dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penghambatan Degradasi Sukrosa Dalam Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen Dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA

TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN

DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI

TEUKU IKHSAN AZMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Penghambatan Degradasi Sokrosa dalam Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2008

(3)

ABSTRAK

T. IKHSAN AZMI. Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi. Dibimbing oleh ANI SURYANI, PRAYOGA SURYADARMA dan SAPTA RAHARJA.

Degradasi sukrosa yang terkandung dalam nira tebu selama pengolahan disebabkan oleh reaksi inversi enzimatis dan aktivitas mikroba. Inversi sukrosa disebabkan oleh waktu tunggu (dowmtime) karena kerusakan peralatan pada saat proses berlangsung. Proses penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu dapat dilakukan dengan gelembung gas inert menggunakan reaktor venturi bersirkulasi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan teknologi penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu menggunakan gelembung gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan laju alir nira pada 25 l/min, 20 l/min, dan 15 l/min, dengan kecepatan aliran gas nitrogen antara 0,02 m/det sampai 0,6 m/det menggunakan ukuran nozel 5 mm, 6 mm, dan 8 mm. Hasil penelitian menunjukkan gas hold-up yang terbentuk sangat baik untuk penghambatan degradasi sukrosa, dan menunjukkan adanya korelasi linier antara penghambatan sukrosa dengan gas hold-up. Laju penghambatan degradasi sukrosa pada laju alir nira 25 l/min dan kecepatan aliran gas nitrogen 0,6 m/det menggunakan ukuran nozel 6 mm dan suhu reaktor 70 oC memberikan penghambatan sebesar 4,2 %. Proses penghambatan degradasi sukrosa dengan menggunakan gelembung gas nitrogen dipengaruhi oleh gas hold-up dan ukuran gelembung yang terbentuk.

(4)

ABSTRACT

T. IKHSAN AZMI. Inhibition Process on Sucrose Degradation in Sugar Cane Juice by Nitrogen Gas Bubbling Using Loop-Venturi Reactor. Under direction of ANI SURYANI, PRAYOGA SURYADARMA and SAPTA RAHARJA.

Degradation of sucrose in sugar cane juice in sugar processing caused by inversion enzymatic reaction and microorganisms activities. Sucrose degradation caused by downtime of machine or maintenance of equipment. The inhibition process on sucrose degradation was done by inert gas bubbling using loop-venturi reactor. The objective of the research is to find the inhibition technology of sucrose degradation in sugar cane juice by nitrogen gas bubbling using loop-venturi reactor. The research used variation of flow rate of sugar cane juice, at 25 l/min, 20 l/min and 15 l/min, nitrogen gas velocity ranging from 0,02 to 0,6 m/s and nozzle diameters were 5 mm, 6 mm, and 8 mm. The result showed that the gas hold-up could be effectively for inhibition process on sucrose degradation, and showed significantly linear correlation between inhibition process and gas hold-up. At optimum condition (flow rate sugar cane juice 25 l/min and gas velocity 0,6 m/s using nozzle diameter 6 mm and reactor temperature of 70oC), the inhibition rate of sucrose degradation was 4,2%. The inhibition process of sucrose degradation with gas nitrogen bubbling was affected by gas hold-up and size of bubble gas nitrogen.

(5)

RINGKASAN

T. IKHSAN AZMI. Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi. Dibimbing oleh ANI SURYANI, PRAYOGA SURYADARMA dan SAPTA RAHARJA.

Industri gula yang ada sekarang tidak mungkin lagi dapat memenuhi kebutuhan gula nasional yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Keadaaan ini disebabkan oleh penurunan areal tanaman tebu yang terus terjadi. Kemunduran produksi gula nasional juga disebabkan oleh kondisi pabrik gula yang telah tua. Sekitar 68 % jumlah pabrik gula yang ada telah berumur 75 tahun lebih serta kurang mendapat perawatan yang memadai (Mardianto 2005).

Rendahnya produktivitas dan rendemen gula yang dihasilkan oleh pabrik gula dalam negeri merupakan akibat dari teknologi produksi yang belum baik, efisiensi mesin yang terus menurun dan produktivitas lahan yang menurun. Salah satu faktor yang menyebabkan degradasi sukrosa adalah adanya kerusakan gula pada saat alat-alat pengolahan gula mengalami penghentian proses produksi (down time), yang disebabkan oleh kerusakan mesin atau pemeliharaan mesin. Pada saat tersebut, nira tebu menunggu untuk dilakukan pengolahan selanjutnya. Lamanya waktu tunggu tersebut menyebabkan terjadinya degradasi gula (sukrosa) yang disebabkan oleh enzim invertase yang dihasilkan mikroba dalam nira. menjadi gula-gula sederhana (invert), seperti glukosa dan fruktosa atau senyawa turunan lainnya.

Penghambatan degradasi sukrosa dalam nira dapat dilakukan dengan cara kimia dan fisika. Secara kimia penghambatan biasanya dilakukan dengan penambahan bahan pengawet atau inhibitor kedalam nira tebu. Secara fisik penghambatan aktivitas enzim dapat dilakukan dengan menggunakan gelembung gas inert (nitrogen). Penghambatan dilakukan dengan memberikan gelembung-gelembung gas nitrogen ke dalam larutan enzim, sehingga terbentuk gas-liquid interfaces. Penghambatan dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas, waktu dan luas antarmuka kontak gas-cairan.

(6)

laju alir cairan yang sama gas hold-up dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas nitrogen dan bentuk geometri venturi serta sifat fisik cairan dan gas. Semakin besar kecepatan aliran gas nitrogen secara umum meningkatkan gas hold-up. Pada laju alir cairan 25 l/min dengan ukuran nozel 6 mm peningkatan kecepatan aliran gas nitrogen dari 0,1 m/det sampai 0,6 m/det meningkatkan gas hold-up. Peningkatan gas hold-up menunjukkan konsentrasi sukrosa yang dapat dipertahankan dalam nira tebu semakin tinggi. Rejim aliran yang terbentuk dalam venturi juga mempengaruhi jumlah sukrosa yang dapat dipertahankan. Rejim aliran gelembung memberikan penghambatan sukrosa yang lebih besar.

Penurunan konsentrasi sukrosa pada penghambatan menggunakan gelembung gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi menggunakan gelembung gas nitrogen dengan inkubasi sampai 30 menit dapat memberi penghambatan 4,2 % pada laju alir nira 25 l/min, kecepatan aliran gas nitrogen 0,6 m/det dan ukuran nozel 6 mm.

(7)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA

TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN

DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI

TEUKU IKHSAN AZMI

F 351040031

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Tesis : Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu

Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi

Nama : Teuku Ikhsan Azmi

NIM : F351040031

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Ketua

Prayoga Suryadarma, STP, MT Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2006 sampai Januari 2007, bertempat di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian (TIP) IPB dengan judul ”Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Irawadi Jamaran, selaku ketua program studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis selama pendidikan di program studi Teknologi Industri pertanian IPB.

2. Ibu Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA serta Bapak Prayoga Suryadarma, STP, MT sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan, masukan, saran dan kritik yang sangat berarti bagi penulis selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

3. Dr. Ir Liesbetini Hartoto, MS, atas kesediaanya sebagai dosen penguji luar komosi dan atas segala saran dan masukan untuk kelengkapan penulisan tesis ini.

4. Kepada seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis.

5. Rekan-rekan mahasiswa program studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB angkatan 2004, atas segala dukungan dan kebersamaan selama pendidikan di Pascasarjana IPB.

6. Rekan-rekan mahasiswa IKAMAPA Aceh-Bogor atas kebersamaan dan suka-duka selama pendidikan di Pascasarjana IPB.

7. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama pendidikan di SPs-IPB hingga selesainya penulisan tesis ini.

(11)

Bogor, Maret 2008 Teuku Ikhsan Azmi RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Aceh Besar pada tanggal 25 April 1974 dari Ayah T. Husin (Alm) dan Ibu Ainol Mardhiah (Alm). Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara.

(12)

DAFTAR ISI

Penentuan Pengaruh Laju Alir Cairan, dan Kecepatan Aliran Gas Terhadap gas hold-up ... 34

Penentuan Pengaruh Gas hold-up dan Rejim Aliran dalam Venturi Terhadap Degradasi Sukrosa ... 35

Penentuan Degradasi Sukrosa Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN... 36

(13)

Hubungan Laju Alir Cairan dan Kecepatan Aliran Gas Terhadap

Gas Hold-up... 37

Hubungan Gas Hold-up dan Rejim Aliran dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi Terhadap Konsentrasi Sukrosa dalam Nira Tebu ... 43

Hubungan Rejim Aliran Terhadap Degradasi Sukrosa... 45

Hubungan Gas Hold-up Terhadap Degradasi Sukrosa ... 48

Pencegahan Degradasi Sukrosa Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi ... 49

Perubahan Konsentrasi Sukrosa ... 51

Pembentukan Gula Pereduksi ... 52

Perubahan pH Nira dan Pembentukan Asam-asam Organik... 54

Kelayakan Teknis Penggunaan RVB pada Industri Gula ... 56

SIMPULAN DAN SARAN ... 58

Simpulan ... 58

Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jam henti giling beberapa pabrik gula tahun 2006 di lingkungan

PTPN IX ... 2

2. Kandungan gula dan zat bukan gula dalam nira ... 6

3. Kandungan senyawa bukan gula dalam nira ... 9

4. Kemanisan relatif beberapa pemanis ... 11

5. Faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatis... 18

(15)

DAFTAR GAMBAR

5. Pegaruh tekanan dan suhu terhadap waktu paruh Kluyveromyces lactis lactase ... 22

6. Reaktor venturi bersirkulasi ... 23

7. Profil tekanan sepanjang venturi... 24

8. Mekanisme pembentukan gelembung gas ... 25

9. Pembentukan gelembung gas pada laju alir cairan 2 m3/jam dan kecepatan aliran gas 1,29 x 10-4 m3/det... 26

15. Hubungan kecepatan aliran gas dengan gas hold-up pada diameter nozel 5 mm... 38

16. Hubungan kecepatan aliran gas dengan gas hold-up pada diameter nozel 6 mm... 40

17. Hubungan kecepatan aliran gas dengan gas hold-up pada diameter nozel 8 mm... 42

18. Jenis rejim aliran yang terbentuk dalam reaktor venturi bersirkulasi berdasarkan hubungan rasio kecepatan aliran gas dan cairan dengan bilangan weber ... 44

19. Hubungan gas hold-up dengan konsentrasi sukrosa pada rejim aliran yang berbeda ... 47

20. Hubungan gas hold-up dengan konsentrasi sukrosa ... 48

21. Konsentrasi sukrosa sisa setelah perlakuan... 49

22. Laju penghambatan degradasi sukrosa menggunakan reaktor venturi bersirkulasi dan reaktor tangki berpengaduk ... 50

23. Hubungan ∆[sukrosa] dengan penghambatan dan tanpa penghambatan ... 51

24. Pembentukan gula pereduksi pada nira... 53

25. Perubahan pH nira... 55

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur analisis sampel gula ... 63

2. Geometri reaktor, sifat fisik cairan nira dan gas ... 66

3. Data gas hold-up dan konsentrasi sukrosa ... 67

4. Data perubahan konsentrasi sukrosa, pH dan pesentase asam ... 68

(17)

DAFTAR GLOSARI

hl = tinggi cairan nira sebelum diberikan gas nitrogen, mm

hm = tinggi cairan nira setelah diberikan gas nitrogen, mm

hm = tinggi efektif kolom, m K = konstanta reaksi, mmol/l Km = konstanta Michaelis-menten LM = panjang leher venturi, m

Pb = tekanan bagian keluaran pompa, N/m2

Ql = laju alir cairan, l/min atau m3/det Qg = laju alir gas, l/min atau m3/det Ug = kecepatan aliran gas, m/det Ul = kecepatan aliran cairan, m/det

Ug/Ul = nisbah kecepatan aliran gas dan cairan V = kecepatan reaksi, mmol/ min

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan gula secara nasional diperkirakan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan industri pengolahan makanan dan minuman. Indonesia sebagai negara berpenduduk besar amat berpotensi menjadi salah satu konsumen gula terbesar di dunia. Kebutuhan gula nasional Indonesia sebesar 3,2 juta ton pertahun sementara produksi dalam negeri sekitar 2 juta ton (Mardianto 2005). Ketergantungan pada impor gula dapat mengancam kemandirian Indonesia, selain dapat menguras devisa negara yang diperlukan untuk pembangunan. Kondisi ini menunjukkan Indonesia harus meningkatkan produksi gula tebu dengan memperbaiki faktor-faktor yang terkait dengan penurunan produktivitas gula.

Menurut Sekretariat Dewan Gula Indonesia (2004), rendemen gula dalam kurun waktu 1993-2004 rata-rata 7,24% dengan produktivitas 5,12 ton/hektar, keadaan ini jauh lebih rendah dibandingkan 10 tahun sebelumnya (1983 sampai 1992) yang mencapai rendemen 9,8%. Kondisi ini disebabkan oleh produktivitas lahan yang terus menurun. Kemunduran produksi gula nasional juga disebabkan oleh kondisi pabrik gula yang telah tua. Sekitar 68% jumlah pabrik gula yang ada telah berumur 75 tahun lebih serta kurang mendapat perawatan yang memadai (Mardianto 2005). Hal ini menyebabkan tingkat efisiensi menurun, sehingga perlu dilakukan revitalisasi dan perbaikan teknologi proses produksi pabrik gula.

(19)

Tabel 1 Jam henti giling beberapa pabrik gula tahun 2006 di lingkungan PTPN IX

Degradasi sukrosa dalam proses pengolahan nira tebu menjadi gula dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu reaksi enzimatis, reaksi mikrobiologis dan kondisi proses yang secara tidak langsung mempercepat reaksi enzimatis dan mikrobiologi, seperti pH dan suhu. Kerusakan sukrosa pada saat down time dan selama pengolahan dapat diminimalkan dengan menghambat aktivitas enzim dan mikroba yang menyebabkan terjadinya hidrolisis sukrosa. Penghambatan dapat dilakukan dengan menggunakan inhibitor atau mengkondisikan proses seperti dengan pengaturan pH dan suhu.

Aktivitas enzim dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa inhibitor dan aktivator, pH dan jenis pelarut yang terdapat pada lingkungan, kekuatan ion dan suhu (Hartoto & Sailah 1992). Dengan mempelajari pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap enzim, dapat dipelajari sifat-sifat enzim secara khusus. Sebagai contoh, dengan mengkombinasikan konsentrasi substrat dan produk dapat dipelajari mekanisme reaksi enzimatis, yaitu bagaimana tahap terjadinya pengikatan substrat oleh enzim maupun pelepasan produknya. Pengetahuan mengenai pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap enzim diperlukan pula dalam menentukan suatu media atau lingkungan buatan yang dapat memaksimumkan, atau meniadakan/menghambat aktivitas enzim (Suhartono 1989).

(20)

dihambat oleh substrat (sukrosa) dan produk (fruktrosa dan glukosa). Reaksi ini termasuk reaksi inhibisi model non-kompetitif (Filho dan Ribero 1999). Substrat sukrosa dapat menghambat reaksi invertase pada konsentrasi 80% (b/v), sedangkan penghambatan oleh produk glukosa dan fruktosa masing-masing sebesar 27% dan 37% (Vorstex dan Frederik 1998). Akumulasi glukosa dan fruktosa dalam pengolahan gula tidak dikehendaki, karena gula pereduksi dapat menghambat proses kristalisasi sukrosa, sehingga penghambatan dengan produk (glukosa dan fruktosa) tidak diinginkan.

Penghambatan inversi sukrosa dalam nira tebu secara kimia dapat juga dilakukan dengan penambahan inhibitor dalam nira. Beberapa jenis garam terutama HgCl2, FeCl2, CuCl2 dan CdCl2 dapat menghambat aktivitas enzim

invertase (Rahman et al. 2004). Mikroba dalam nira seperti Leuconostoc mesenteroides dapat mengkonversi sukrosa menjadi fruktosa dan dekstran. Mikroba juga dapat menyebabkan pembentukan asam-asam organik, sehingga pH nira turun. Nilai pH yang rendah dan keberadaan asam-asam organik memicu terjadinya degradasi sukrosa lebih lanjut. Kerusakan sukrosa akibat mikroba dapat dilakukan dengan cara penambahan bahan antimikroba. Penambahan bahan-bahan pengawet seperti garam-garam klorida dan bahan-bahan antimikroba dalam nira tebu dapat menimbulkan permasalahan isu kesehatan, sehingga perlu dicari suatu teknik penghambatan yang aman bagi kesehatan dengan biaya yang lebih ekonomis.

Penghambatan aktivitas enzim secara fisik dapat dilakukan dengan menggunakan gelembung gas inert (nitrogen). Penghambatan dilakukan dengan cara memberikan gelembung-gelembung gas nitrogen ke dalam enzim dengan menggunakan reaktor bubble column, sehingga terbentuk gas-liquid interfaces. Penghambatan dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas, waktu dan luas antarmuka gas-cairan (Causette et al. 1998). Perlakuan tekanan dan temperatur tinggi juga dapat menghambat aktivitas reaksi enzimatis (Cavaille & Combes 1998). Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan perlakuan tekanan tinggi, seperti penggunaan karbon dioksida bertekanan tinggi (Watanabe et al. 2003).

(21)

Gas akan berdifusi pada antarmuka substrat, sehingga menghambat reaksi enzim-substrat (Kulys 2003). Penghambatan enzim dengan gelembung gas inert dapat dilakukan dalam suatu reaktor yang mampu mendistribusikan fase gas secara efektif ke dalam fase cairan, dengan memberikan luas antarmuka gas-cair yang besar.

Reaktor bubble column tidak dapat menghasilkan luas antarmuka gas-cairan yang besar, hal ini menyebabkan penghambatan dengradasi sukrosa tidak efektif. Luas antarmuka gas-cairan yang besar dapat diperoleh dengan menggunakan reaktor venturi bersirkulasi (Zahradnik 1997). Luas antarmuka yang besar dihasilkan oleh gelembung-gelembung gas yang kecil. Geometri venturi menghasilkan laju geser (shear rate) yang tinggi sehingga dapat menghasilkan gelembung gas berukuran kecil. Pembentukan gelembung gas dipengaruhi oleh laju alir cairan, kecepatan aliran gas, ukuran nozel serta geometri venturi yang digunakan. Penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu dipengaruhi oleh fraksi gas dalam cairan (gas hold-up) dan ukuran dari gelembung gas.

Nira akan didistribusikan melalui venturi dan gas akan ikut terbawa ke dalam venturi karena adanya perbedaan tekanan. Kontak antara gas dan nira akan terjadi secara efektif dalam venturi yang dilanjutkan dalam tabung reaktor. Penentuan laju alir nira tebu dan kecepataan gas nitrogen yang optimal untuk pembentukan gelembung gas perlu dipelajari. Selain itu pemilihan kondisi proses yang optimal menggunakan reaktor venturi bersirkulasi juga dibutuhkan untuk aplikasi proses penghambatan kerusakan sukrosa dalam nira tebu.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu teknik proses penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu menggunakan gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi (RVB). Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

(22)

2. Mendapatkan hubungan pengaruh gas hold-up dan rejim aliran yang terbentuk dalam sistem reaktor venturi bersirkulasi terhadap konsentrasi sukrosa dalam nira tebu

3. Menghasilkan teknik penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu menggunakan reaktor venturi bersirkulasi

Ruang Lingkup Penelitian

Studi penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu ini dibatasi dengan lingkup bahasan pada (1) karakterisasi nira tebu (2) melakukan inkubasi nira tebu dalam reaktor venturi bersirkulasi dengan laju alir nira tebu 25 l/min, 20 l/min dan 15 l/min dengan kecepatan aliran gas nitrogen 0,02 m/det sampai 0,6 m/det. Variasi antara laju alir nira tebu dan kecepatan aliran gas nitrogen dilakukan untuk mendapatkan pengaruh laju alir cairan nira dan kecepatan aliran gas nitrogen terhadap gas hold-up dan pengaruh gas hold-up pada rejim aliran dalam venturi terhadap konsentrasi sukrosa nira tebu (3) melakukan inkubasi nira tebu dalam reaktor venturi bersirkulasi dengan laju alir nira 25 l/min, kecepatan aliran gas nitrogen 0,6 m/det, tekanan reaktor 0,5 kg/cm2 dan suhu 70 oC untuk menentukan penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu menggunakan gelembung gas nitrogen dan (4) melakukan analisis kelayakan teknologi penggunaan reaktor venturi bersirkulasi untuk penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini terutama ditujukan untuk penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu pada saat pengolahan. Secara khusus keluaran penelitian ini diharapkan dapat :

1. Mendapatkan suatu teknologi penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu di industri gula.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakterisasi Nira Tebu

Setelah ditebang tebu harus secepat mungkin diangkut ke pabrik untuk segera digiling. Kualitas nira akan menurun karena proses respirasi berjalan terus atau terjadi penguraian sukrosa. Hasil dari proses ekstraksi tebu diperoleh cairan yang biasa disebut nira.

Nira tebu merupakan cairan yang mengandung sukrosa yaitu karbohidrat yang tergolong disakarida dan terdiri dari dua komponen monosakarida, D-glukosa dan D-fruktrosa. Tebu selain mengandung sukrosa dan berbagai gula pereduksi juga mengandung serat, zat bukan gula dan air. Dalam proses pembuatan gula putih dari tebu, sukrosa harus dipisahkan dari zat dan ikatan bukan gula dalam serangkaian tahapan proses produksi. Nira tebu dengan kandungan sukrosa 14% memiliki densitas pada 20 oC sebesar 1053,873 kg/m3 dengan viskositas rata-rata 15,43 cp (Pancoast 1980). Nira mengandung gula dan zat bukan gula seperti disajikan dalam dalam Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan gula dan zat bukan gula dalam nira

No. Komponen Persentase (% tebu)

(24)

1. Bahan kasar yang terdispersi (lebih besar dari 0,0001 mm) yang berupa tanah, ampas tebu (serat). Jumlah bahan tersebut dapat mencapai 5 persen dari berat nira dan dapat dihilangkan dengan penyaringan.

2. Bahan koloid (butir antara 0,0001 – 0,000.001 mm) yang berupa butiran tanah, lilin, lemak, protein, getah (gum), pektin, tanin dan zat warna. Jumlah bahan tersebut adalah 0,05 sampai 0,30 persen, bahan tersebut dapat merangsang pertumbuhan mikroba.

3. Molekul dan ion yang terdispersi (butir lebih kecil dari 0,000.001 mm), yaitu gula dan unsur yang terdapat dalam abu.

Penyimpanan tebu juga mempengaruhi pengurangan sukrosa dalam nira. Tebu yang disimpan dalam ruangan dan ditumpuk akan menyebabkan suhu dalam tumpukan naik yang mengakibatkan inversi sukrosa dan merangsang pertumbuhan mikroba. Pengangkutan yang jaraknya terlalu jauh dari pabrik dan sinar matahari juga menyebabkan turunnya kadar sukrosa.

Nira merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak karena kontaminasi dengan mikroba. Kerusakan nira sebenarnya sudah dimulai sejak awal penggilingan tebu. Infeksi mikroba ke dalam nira terjadi akibat kontak antara batang tebu dengan pisau atau tanah. Mikroba yang terbanyak menyerang tebu adalah Leuconostoc mesenteroides yang berasal dari tanah.

Sukrosa terhidrolisis dengan adanya mikroba yang menghasilkan asam atau enzim dalam nira, sehingga terjadi pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (gula invert). Proses hidrolisis sukrosa dengan katalis invertase disajikan dalam Persamaan 1. Pada tebu inversi sukrosa maksimal terjadi pada pH 7,2 dan suhu 60 oC (Rahman et al. 2004).

C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6 ... Persamaan (1)

Sukrosa Glukosa Fruktosa

Selanjutnya glukosa dan fruktosa hasil inversi akan terfermentasi oleh khamir Saccharomyces ellipsoides menghasilkan alkohol seperti disajikan pada Persamaan 2. fermentasi terutama terjadi karena adanya enzim zimase yang dikeluarkan oleh khamir. Fermentasi berjalan baik pada suhu 30 oC sampai 35 oC dengan konsentrasi gula pereduksi antara 5 % sampai 20 %. (Wijandi 1985).

C6H12O6 + Saccharomyces ellipsoides 2C2H5OH + CO2 ...Persamaan (2)

(25)

Persamaan 3 menyajikan reaksi oksidasi etanol oleh bakteri Acetobacter aceti menjadi asam asetat.

C2H5OH + O2 + Acetobacter aceti CH3COOH + H2O ...Persamaan (3)

Etanol asam asetat

Gula invert dapat juga terfermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri Bacillus lactis acidi pada suhu 45 oC sampai 55 oC selama 3 sampai 6 hari. Reaksi-reaksi diatas dapat menyebabkan kadar sukrosa menurun dan kadar asam meningkat sehingga pH cenderung menurun.

Menurut Wijandi (1985), bakteri yang dapat tumbuh pada nira tebu dapat digolongkan :

1. Bakteri pembentuk lendir “gum”, terutama Leuconostoc mesenteroides dan sedikit Leuconostoc dextranicum serta Betacoccus arabinosaceus yang menghasilkan dekstran dari glukosa. Dekstran adalah polisakarida yang terdiri dari glukosa dan merupakan lendir gum. Bakteri tersebut sangat baik pertumbuhannya pada pH 7-8 dan suhu kamar. Selain itu Bacillus subtilis, Bacillus mesentericus, Bacillus vulgatus dan Bacillus levaniformans juga menghasilkan levan yang berupa lendir gum, tetapi lebih sedikit jika dibandingkan dengan Leuconostoc sp. Lendir gum yang terbentuk dalam nira tebu dapat menimbulkan beberapa masalah seperti:

- Penyumbatan pada pipa, saringan dan pompa pengolahan gula

- Kesalahan pada penilaian polarisasi karena dekstran mempunyai rotasi spesifik antara 195-200

- Dekstran akan meningkatkan viskositas larutan, sehingga hasil kristalisasinya rendah

- Asam yang ditimbulkan bakteri akan menyebabkan terjadinya inversi sukrosa

2. Bakteri aerob pembentuk spora, yaitu Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus megatherium, Bacillus aterrimus dan Bacillus mesentericus.

3. Bakteri aerob tidak membentuk spora, yaitu spesies Micrococcus seperti Flavobacterium, Achomabacterium dan Escherichia.

(26)

suhu pemurnian nira. Pada pH yang rendah sukrosa akan terinversi menjadi glukosa dan fruktosa.

Selain komponen gula dan asam-asam organik terdapat komponen lain dalam nira yang mempengaruhi proses pembuatan gula. Komponen tersebut harus dihilangkan, terutama dalam proses pemurnian karena komponen-komponen tersebut dapat mempengaruhi proses kristalisasi serta produk yang dihasilkan, misalnya warna gula yang merah. Komposisi senyawa zat bukan gula dalam nira dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan senyawa bukan gula dalam nira

No. Bahan bukan gula Jumlah (%)

Protein sederhana (albuminosa dan peptosa) Asam amino (glisin, asam aspartat)

Asam amida (asparagin, glutamin) Asam organik (tidak termasuk amino) Akotinat, oksalat, suksinat, glikolat, malat Zat warna

Khlorofil, anthocyanin, saccharetin, tannin Lilin, lemak dan sabun

Lilin tebu

Garam anorganik

(27)

Komponen Nira Tebu

Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai bahan makanan, karena gula mudah dicerna dalam tubuh sebagai sumber kalori. Selain sebagai bahan makanan gula juga digunakan sebagai bahan pengawet dan bahan percampur obat-obatan. Gula termasuk golongan karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut dalam air serta mempunyai sifat aktif optis yang dijadikan ciri khas untuk mengenal setiap gula.

Sukrosa

Sukrosa merupakan disakarida yang mempunyai rumus kimia C12H22O11,

dan terdiri dari dua komponen monosakarida yaitu D-glukosa dan D-fruktosa. Sukrosa terbentuk dari karbohidrat dari hasil proses asimilasi pada tanaman. Sukrosa merupakan senyawa kimia yang paling banyak tersebar diseluruh bagian tanaman dan terdapat dalam cairan dari tanaman. Pada beberapa jenis tanaman seperti tebu, sukrosa disimpan dalam jumlah yang tinggi pada bagian batang.

Sukrosa mempunyai nilai ekonomis karena kemurnian dan rasa manisnya. Sukrosa digunakan sebagai bahan makanan dan minuman atau digunakan dalam industri makanan dan farmasi. Sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia, penggunaan sukrosa terus meningkat seiring peningkatan jumlah populasi manusia dan perkembangan peradaban manusia. Gula kristal mengandung 99,9% sukrosa. Kemanisan relatif sukrosa dibandingkan dengan jenis pemanis lainnya disajikan pada Tabel 4.

(28)

Tabel 4 Kemanisan relatif beberapa pemanis

Pemanis Kemanisan relatif Pemanis Kemanisn relatif

Sukrosa

Molekul sukrosa mempunyai atom karbon yang tidak simetris, sehingga larutan sukrosa dapat memutar bidang polarisasi cahaya. Sukrosa dapat terhidrolisis dengan adanya ion hidrogen atau suatu ”ferment” (ragi) tertentu menjadi D-glukosa dan D-frkutrosa. Bila sukrosa murni dengan rotasi 100 oS dihidrolisa, maka rotasi bidang polarisasi cahaya menjadi -33 oS atau rotasi spesifik sukrosa dari +66o,5 ’(dekstro) menjadi -37 oS’ (levo). Perubahan rotasi spesifik dari kanan (dekstro) pada sukrosa menjadi kekiri (levo) dari campuran monosakarida akibat hidrolisa dinamakan inversi. Campuran glukosa dan D-fruktosa dalam jumlah yang sama disebut gula invert.

Larutan sukrosa dengan adanya ion OH- dan pemanasan, akan terjadi dekomposisi serta terbentuk furfural, 5-hidroksil-metil-2-furfural, metil glioksil, gliseraldehida, diaksiaseton, aseton, asam asetat, asam trioksiglutarat, asam trioksibutirat, asam laktat, asam format dan CO2. Larutan sukrosa yang diberi

kapur dan pH 12, bila dipanaskan selama 1 jam akan terjadi kehilangan sukrosa sebanyak 0,5 persen. Penguraian sukrosa biasanya diikuti dengan pembentukan sedikit suatu campuran yang dapat dikenal, tetapi memberikan warna coklat tua yang nyata sekali. Pembentukan warna coklat tua ini dikenal dengan reaksi browning. Makin tinggi jumlah dekomposisi sukrosa makin nyata warnanya.

(29)

inversi. Dekomposisi sukrosa yang paling rendah terjadi pada pH 9, karena konsentarsi H+ (penyebab inversi) dan konsentrasi OH- (penyebab terbentuknya asam dan warna) sangat rendah sekali. Kehilangan sukrosa pada pH 9 dan tekanan normal kurang lebih sebanyak 0,05 persen.

Sukrosa yang dipanaskan dibawah titik cair akan mengalami dekomposisi yang lambat, tetapi bila panasnya lebih tinggi lagi dekomposisi akan semakin cepat. Pada pemanasan di bawah suhu titik cair terjadi dekomposisi sukrosa menjadi D-glukosa dan D-fruktosan (D-fruktosa + 1 H2O) bila campuran tersebut

dilarutkan dalam air, maka D-fruktosan akan menjadi D-fruktosa.

Dekomposisi sukrosa juga dapat terjadi oleh asam mineral kuat seperti asam sulfat dan asam klorida. Sukrosa dengan hidrogen peroksida menghasilkan O2,

H2, CO2, asam format serta asam dan aldehid lainya. Sukrosa dapat tereduksi

dengan adanya katalis metal menghasilkan D-manitol, D-sorbitol, gliserol, propilen glikol, etilen glikol, dan senyawa lainya.

Enzim yang dihasilkan oleh khamir dapat menghidrolisis sukrosa menjadi D-glukosa dan D-fruktosa. Reaksi hidrolisis sukrosa disajikan pada Gambar 1. Hidrolisis sukrosa dengan enzim antara lain oleh α-glukopianosidase (α -glukosidase) dan ß-fruktrofuranosidase (ß-D-fruktosidase, invertase) akan menghasilkan gula invert dan kemudian difermentasikan menjadi alkohol, asam laktat, asam butirat dan asam asetat oleh ragi dan bakteri yang sesuai. Sukrosa dapat terdekomposisi oleh bakteri, khamir dan kapang. Aktivitasnya tergantung dari kemurnian sukrosa, suhu dan aw (water activity).

Gambar 1 Reaksi hidrolisis sukrosa.

(30)

mempengaruhi bentuk dan keadaan kristal. Titik cair sukrosa antara 185 oC sampai 186 oC. Kristal sukrosa murni tidak berwarna dan transparan. Kelarutan sukrosa dalam air dipengaruhi oleh suhu dan zat lain yang terlarut seperti garam-garam organik. Makin tinggi suhu dan jumlah garam-garam dalam air, makin tinggi pula jumlah sukrosa yang larut.

Bila larutan sukrosa jenuh diuapkan airnya atau didinginkan, maka akan diperoleh larutan sukrosa yang sangat jenuh. Larutan sukrosa sangat jenuh tersebut dapat berubah kestabilannya. Bahan bukan sukrosa yang diadsorpsi permukaaan kristal akan menghambat proses pertumbuhan kristal.

Penambahan konsentrasi gula akan menambah viskositas larutan. Kenaikan suhu larutan akan menyebabkan penurunan viskositasnya. Bahan bukan sukrosa dalam larutan akan menyebabkan peningkatan atau penurunan viskositas larutan. Contohnya pembentukan gum oleh bakteri menyebabkan peningkatan viskositas larutan nira.

Nira tebu mengandung senyawa yang mempunyai tegangan permukaan yang aktif, sedangkan larutan gula yang tidak murni mempunyai tegangan permukaan yang lebih rendah dari pada air. Makin tinggi konsentrasi sukrosa dalam larutan akan makin tinggi tegangan permukaannya.

Glukosa

Glukosa adalah karbohidrat dengan rumus kimia C6H12O6 yang termasuk

monosakharida heksosa atau aldoheksosa. Glukosa terdapat dalam bentuk L-glukosa dan D-L-glukosa. L-L-glukosa tidak terdapat di alam secara bebas. D-L-glukosa merupakan gula yang banyak terdapat dari alam dalam keadaan bebas misalnya dalam jaringan binatang dan dalam nira dari tanaman, dan dalam bentuk ikatan antara lain dalam glukosida tanaman, disakharida, trisakharida, selulosa, pati dan lain-lain.

(31)

Kelarutan glukosa pada suhu rendah lebih kecil dari pada kelarutan sukrosa. Garam atau asam yang terdapat dalam larutan akan mempercepat kelarutan glukosa, karena asam akan mempercepat reaksi mutarosasi atau isomerisasi yaitu reaksi kesetimbangan antara bentuk α- dan β-.

Jumlah persen glukosa dalam larutan dapat diperoleh dari rotasi optiknya. Rotasi tetap dari glukosa anhidrat yaitu +52,5o, glukosa hidrat +48,2o ([α]D).

Rotasi yang tinggi dapat mencapai +106o dan terendah +22,5o.

Glukosa mempunyai sifat pereduksi, karena memiliki gugus keton atau aldehid dalam molekulnya. Sifat pereduksi ini digunakan untuk menetapkan adanya glukosa dan gula pereduksi lainnya. Penetapan ini didasarkan reduksi garam logam dalam larutan basa. Pada umumnya penetapan sifat dan jumlah gula reduksi dilakukan dengan menggunakan larutan garam CuSO4.5H2O dalam

basa dengan katalis asam sitrat atau tartarat. Setiap gula memiliki daya reduksi yang berlainan, sehingga jumlah larutan garam yang digunakan juga berbeda.

Glukosa difermentasikan menjadi alkohol oleh beberapa spesies Saccharomyces, Mucor, Torula dan Mycoderma, (Wijandi 1985), seperti disajikan pada Persamaan 4.

C6H12O6 Æ CH3CH2OH + 2 CO2 ...Persamaan (4)

Dari 100 bagian glukosa akan terbentuk 51,11 bagian alkohol dan 48,89 bagian karbondioksida. Fermentasi ini berjalan baik pada suhu 30oC sampai 35 oC dengan konsentrasi glukosa 5 sampai 20 persen. Glukosa juga akan terfermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri Bacillus lactic acidi pada suhu 45 oC sampai 55 oC selama 3 atau 6 hari. Persamaan 5 menyajikan reaksi pembentukan asam butirat oleh bakteri Clostridium butyricum dalam larutan glukosa.

C6H12O6 Æ CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2 ...Persamaan (5)

Suhu yang baik untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 35 oC sampai 40 oC. Glukosa juga dapat terfementasikan menjadi asam glukonat, asam sitrat, asam oksalat dan ester, dengan adanya beberapa jenis bakteri.

Fruktosa

Fruktosa merupakan karbohidrat dengan rumus kimia C6H12O6 yang

(32)

dialam, tetapi D-fruktosa merupakan gula yang terdapat dalam keadaan bebas maupun dalam bentuk ikatan. D-fruktosa terdapat banyak dialam dalam bentuk bebas misalnya dalam nira tanaman dari buah, batang dan bunga. D-fruktosa dan D-glukosa biasanya terdapat hampir sama banyaknya dalam tanaman, karena keduanya kebanyakan hasil inversi sukrosa oleh enzim.

Fruktosa mengkristal dalam bentuk D-fruktopiranosa yang dapat berupa kristal anhidrat dan kristal hidrat. Kristal fruktosa berbentuk jarum dengan titik cair 95 oC sampai 100 oC. Fruktosa dapat larut baik dalam air dingin, tetapi sedikit larut dalam alkohol.

Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu

Degradasi sukrosa dalam nira tebu dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba melalui proses fermentasi. Salah satu jenis mikroba yang menyebabkan degradasi sukrosa dalam nira tebu adalah Leuconostoc mesenteroides yang menghasilkan enzim yang mendegradasi sukrosa menjadi fruktrosa dan dekstran. Dekstran dihasikan oleh enzim dextransucrase dalam nira, yang dapat menghambat kristalisasi sukrosa.

Jenis mikroba lain dalam nira tebu adalah Flavobacterium ngenes, Brevibacterium sulferes, Flavobacterium devoras, Candida pulchemma,

bactobacillus arabinosus, Saccharomyces lactis dan Saccharococcus sacchari yang dapat membentuk glikoprotein dalam batang tebu (Legaz et al. 2000). Degradasi sukrosa dalam nira tebu ditandai dengan rasa asam, berbuih dan berlendir.

Beberapa mikroba dalam nira, seperti Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces carisbergensis dapat menghasilkan enzim invertase. Invertase dapat menyebabkan reaksi inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Invertase dalam tanaman tebu dapat berupa invertase netral (neutral invertase), invertase asam vakuola (vacuolar acid invertase), invertase asam yang terikat pada dinding sel (cell-wall bound acid invertase) dan invertase asam apoplastik terlarut (apoplastic soluble acid invertase) (Vorster & Botha 1998).

(33)

dalam nira tebu disajikan pada Persamaan 1 sampai 3. Mikroba dalam nira yang menghasilkan enzim invertase menyebabkan reaksi hidrolisis sukrosa menjadi gula pereduksi. Pada reaksi selanjutnya, gula pereduksi hasil reaksi hidrolisis dikonsumsi oleh mikroba dan difermentasi menjadi alkohol dan selanjutnya dioksidasi menjadi asam asetat. Asam yang terbentuk menyebabkan terjadi hidrolisis sukrosa lebih lanjut. Reaksi inversi merupakan reaksi hidrolisis irreversible yang menghasilkan satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Reaksi inversi dipercepat dengan adanya panas.

Reaksi Enzimatis

Enzim adalah suatu biokatalis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia. Enzim mengandung protein dan berperan dalam berbagai reaksi yang terjadi dalam benda hidup. Pada reaksi substrat dengan katalis, enzim mula-mula akan terbentuk kompleks antara enzim dan substrat. Substrat tersebut terikat pada lokasi aktif yang dimiliki enzim. Hal tersebut mengakibatkan ikatan-ikatan di dalam substrat pecah dan sebagai akibatnya terbentuk produk baru, sedangkan enzim dilepaskan kembali untuk selanjutnya berikatan dengan substrat lain. Mekanisme reaksi substrat membentuk produk dengan katalisis enzim disajikan dalam Gambar 2 (Hartoto & Sailah 1992).

+

Enzim Substrat Kompleks Enzim – Substrat

+

Enzim Produk Gambar 2 Ikatan enzim-substrat pada pembentukan produk.

Sebagai biokatalisator enzim dapat dipakai berulang-ulang dan dalam banyak hal beberapa molekul enzim saja yang diperlukan untuk mengkatalisis sejumlah substrat. Molekul enzim berikatan dengan substrat dalam waktu singkat,

(34)

dan mengubahnya menjadi produk dan melepaskannya. Setelah bebas dari produk, enzim dapat digunakan lagi untuk mengikat molekul substrat yang lain.

Enzim sebagai biokatalis mempunyai beberapa sifat yang khas seperti: 1. Merupakan katalis sejati yang tidak dipengaruhi oleh reaksi kimia yang

dikatalisisnya

2. Enzim dapat aktif walaupun dalam jumlah yang sedikit

3. Walaupun enzim mempercepat reaksi secara keseluruhan, tetapi tidak mempengaruhi kesetimbangan reaksi

4. Aksi katalisisnya bersifat spesifik

Enzim adalah protein, maka sifat protein juga berlaku pada enzim. Suhu yang terlalu tinggi akan merusak struktur tiga dimensi enzim dan aktivitasnya. Tekanan osmosis dan pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi juga akan mengurangi bahkan mengubah fungsi enzim. Enzim terdiri dari struktur asam amino yang tersusun dalam bentuk tiga dimensi yang kompleks, dan dari struktur tersebut hanya sebagian kecil yang berfungsi interaksi dengan substrat. Bagian kecil dari molekul enzim yang berinteraksi dengan substrat disebut sisi aktif enzim. Sebelum membentuk produk (P), enzim (E) berikatan dengan substrat (S) pada sisi aktifnya, membentuk kompleks enzim substrat (ES), seperti disajikan pada Persamaan 6.

E + S ↔ ES → E + P ...Persamaan (6) Sisi aktif enzim hanyalah beberapa rangkaian asam amino diantara ratusan asam amino yang terdapat dalam konfigurasi enzim.

Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim

(35)

Tabel 5 Faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatis Faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi

No

Pengaruh suhu pada reaksi enzimatis merupakan suatu fenomena yang kompleks. Pengaruh suhu terhadap aktivitas reaksi enzimatis disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim.

(36)

enzim dan substrat, sehingga berpeluang untuk terjadinya ikatan enzim-substrat. Pada suhu di atas To, protein enzim mengalami perubahan konformasi. Pada suhu tinggi substrat juga mengalami perubahan konformasi, sehingga gugus reaktifnya mengalami hambatan dalam memasuki sisi aktif enzim. Fungsi enzim adalah menurunkan energi aktivasi, sehingga reaksi antar reaktan dapat terjadi pada suhu yang lebih rendah.

Pembentukan kompleks enzim substrat (ES) membatasi kecepatan reaksi enzimatis, artinya kecepatan maksimum reaksi enzimatis dicapai pada tingkat konsentrasi substrat yang sudah mampu mengubah seluruh enzim menjadi kompleks enzim-substrat (ES) pada keadaan lingkungan yang memungkinkan. Dalam reaksi enzimatis molekul-molekul enzim (E) dan kompleks (ES) selalu berada pada kesetimbangan dinamis, artinya pada suatu waktu enzim (E) berubah menjadi kompleks (ES) dan pada waktu yang sama komplek (ES) terurai kembali menjadi molekul enzim (E) yang bebas sambil menghasilkan produk (P).

Reaksi enzimatis juga dipengaruhi oleh pH medium tempat reaksi terjadi. Pada umumnya enzim aktif pada pH netral, tetapi kisaran keaktifan enzim dapat mencapai pH 5 sampai 9, atau pada konsentrasi ion hidrogen antara 10-9 sampai 10-5 m. Biasanya asam amino yang terdapat pada sisi aktif dan berpartisipasi dalam reaksi pengikatan antara enzim dan substrat merupakan asam amino dengan pH netral. Asam amino yang mempunyai pH jauh lebih rendah atau lebih besar dari 7 seperti aspartat dan lisin biasanya tidak berperan secara langsung pada reaksi katalisa substrat dan enzim.

Menurut Suhartono (1989), reaksi enzimatis dipengaruhi kestabilan ikatan-ikatan yang ada pada molekul enzim, yaitu ikatan-ikatan hidrogen antara atom-atom H, N dan S pada molekul asam amino penyusun. Kestabilan ikatan juga dipengaruhi oleh ikatan van der Waals, interaksi hidrofobik, dan gaya tarik-menarik listrik antara muatan yang berbeda. Kestabilan molekul enzim, dengan sendirinya mempengaruhi pengikatan enzim dan substrat, dengan demikian kecepatan reaksi enzimatis dipengaruhi oleh kekuatan ion dan kostanta dielektrik larutan dimana enzim bekerja.

(37)

Penghambatan Reaksi Enzimatis

Jenis penghambatan enzim ada dua, yaitu reversibel dan irreversibel. Penghambatan reversibel adalah penghambatan aktivitas enzim yang dapat dikembalikan dan inhibitor berpartisipasi dalam pembentukan kesetimbangan reversibel dengan enzim atau kompleks enzim-substrat. Pada penghambatan irreversibel enzim menjadi tidak aktif secara permanen karena adanya komponen yang dapat memodifikasi gugus fungsional secara kovalen dan permanen. Mempelajari inhibitor enzim dapat diperoleh informasi tentang mekanisme dan katalisis enzim, spesifik enzim terhadap substrat, sifat-sifat fungsional sisi aktif enzim dan partisipasi gugus fungsional tertentu dalam mempertahankan konformasi sisi aktif enzim.

Ikatan inhibitor dengan enzim dapat mengubah kemampuan enzim dalam mengikat substrat dan karenanya mengubah kemampuan daya katalisator enzim. Hal tersebut disebabkan karena struktur enzim yang sudah berikatan dengan inhibitor mengalami perubahan fisik dan kimia sehingga aktivitasnya berbeda. Penghambatan aktivitas enzim ada tiga jenis, yaitu penghambatan kompetitif, non kompetitif dan unkompetitif. Inhibitor kompetitif umumnya mempunyai struktur yang serupa dengan substratnya, struktur yang serupa ini menyebabkannya dapat berikatan dengan sisi aktif pada enzim. Penghambatan oleh inhibitor kompetitif dapat diatasi dengan menambahkan konsentrasi substrat yang memperbesar peluang bagi substrat untuk berikatan dengan sisi aktif pada enzim.

(38)

penghambatan unkompetitif, dimana inhibitornya adalah substrat pada tingkat konsentrasi tinggi. Pada keadaan ini molekul substrat berinteraksi dengan senyawa kompleks enzim-substrat (ES) membentuk enzim-substrat-substrat (ESS) yang bersifat tidak produktif dan tidak dapat membentuk produk dan tidak terurai.

Pengaruh Suhu Dan Tekanan Terhadap Aktivitas Enzim Invertase

Pengaruh suhu pada reaksi enzimatis merupakan suatu fenomena yang kompleks. Peningkatan suhu akan mempercepat reaksi enzim karena bertambahnya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi dan rotasi enzim dan substrat, sehingga memperbesar peluang keduanya bereaksi. Tetapi pada suhu yang tinggi protein enzim mengalami perubahan konformasi yang bersifat detrimental. Pada suhu tinggi, substrat juga mengalami perubahan konformasi sehingga gugus aktifnya tidak lagi memasuki sisi aktif enzim, atau mengalami penghambatan.

Tanaman tebu mengandung beberapa jenis enzim, salah satunya adalah enzim invertase yang berperan dalam reaksi inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Invertase pada tebu termasuk jenis glikoprotein dengan kadar gula 7,29% (Rahman et al. 2004). Invertase memiliki kisaran pH yang cukup besar yaitu pH 3,5 sampai 5,5 dan optimum pada pH 4,5. Aktivitas invertase meningkat dengan peningkatan suhu sampai 60 oC, dan turun pada suhu diatas 60 oC. Pengaruh suhu terhadap aktivitas relatif invertase nira tebu selengkapnya disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4 Pengaruh suhu terhadap aktivitas relatif enzim invertase pada gula tebu Rahman et al. (2004).

Ak

tiv

itas relatif

(un

it/ml)

(39)

Secara umum enzim lebih aktif pada suhu yang lebih rendah. Perubahan suhu akan mempengaruhi reaksi enzimatis dengan berbagai cara selain kestabilan enzim, yaitu perubahan kelarutan gas, pH buffer, afinitas enzim oleh aktivator atau inhibitor, ionisasi gugus prototropik sistem, kecepatan pemecahan kompleks enzim-substrat serta derajat asosiasi enzim. Sistem enzim-substrat melibatkan sejumlah reaksi kesetimbangan yang akan berubah dengan berubahnya suhu (Hartoto & Sailah 1992).

Penelitian pengaruh tekanan terhadap penghambatan enzim pernah dilakukan oleh Cavaille dan Dider (1998), perlakuan tekanan dilakukan pada suhu kamar (25 ± 1 o

C) pada enzim laktase dan invertase. Peningkatan tekanan yang tinggi di atas 50 Mpa yang diikuti dengan peningkatan suhu akan menurunkan waktu paruh dari aktivitas enzim, seperti disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Pegaruh tekanan dan suhu terhadap waktu paruh Kluyveromyces lactis lactase (Cavaille & Combes 1998).

Penggunaan Reaktor Venturi Bersirkulasi Untuk Penghambatan Degradasi Sukrosa

Peranan inhibitor sangat besar pengaruhnya terhadap aktivitas enzim. Pengetahuan tentang inhibitor akan memberi informasi tentang mekanisme dan katalisis enzim, spesifik enzim terhadap substrat, dan sifat-sifat fungsional pada lokasi aktif enzim (Hartoto & Sailah 1992).

Waktu

p

ar

uh

(40)

Penghambatan enzim menggunakan gelembung gas inert (nitrogen) pernah dilakukan oleh Causset et al. (1998), dengan larutan lysozyme. Penghambatan dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen dalam larutan enzim menggunakan suatu reaktor bubble column. Pengaruh pembentukan gelembung gas terhadap penghambatan aktivitas enzim dilihat dari korelasi kecepatan aliran gas dengan aktivitas enzim. Penghambatan dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas nitrogen dan ukuran gelembung gas yang terbentuk. Fase cair tetap berada dalam reaktor, sedangkan fase gas di alirkan dari bagian bawah kolom. Intentitas kontak zat cair dan gas ditentukan oleh kecepatan aliran gas dan lamanya waktu tinggal gas dalam cairan. Intentas kontak zat cair (larutan enzim) dan gas inert dapat ditingkatkan jika reaktor yang digunakan dilengkapi dengan venturi sebagai distributor cairan dan sirkulasi cairan ekternal yang memperbesar kuantitas pembentukan gelembung gas. Intentas kontak dan kuantitas pembentukan gelembung dapat ditingkatkan dengan penggunaan sistem reaktor venturi bersirkulasi. Reaktor ini dilengkapi dengan venturi yang mampu menghasilkan luas antarmuka gas-cair yang besar.

Rangkaian reaktor venturi bersirkulasi (RVB) secara sederhana disajikan dalam Gambar 6. Reaktor venturi bersirkulasi merupakan sistem reakor yang cocok untuk reaksi gas-cair. Pada reaktor ini perpindahan massa antarmuka gas dan cair lebih besar.

(41)

Reaktor ini terdiri dari tangki, sistem sirkulasi cairan eksternal, dan venturi atau ejektor sebagai distributor gas. Sistem reaktor ini mampu menghasilkan luas antar muka gas-cair yang besar. Geometri venturi menghasilkan laju geser (shear rate) yang tinggi sehingga dapat meningkatkan perpindahan massa dengan menghasilkan gelembung-gelembung gas berukuran kecil.

Penghambatan aktivitas enzim invertase dengan reaktor venturi bersirkulasi dilakukan dengan menggunakan gelembung gas nitrogen. Gas inert berkontak dengan larutan nira tebu dalam venturi dan reaktor. Cairan berkecepatan tinggi berdifusi dengan gas bertekanan dalam venturi. Penghambatan terjadi karena dispersi gelembung-gelembung gas nitrogen dalam larutan nira tebu membentuk lapisan antarmuka substrat nira dan gas nitrogen, enzim dengan gas nitrogen atau antara mikroba dan gas nitrogen.

Prinsip dispersi gas dalam venturi adalah cairan yang keluar dari nozel akan dipercepat menjadi jet yang menyebabkan momentum cairan memasuki leher venturi atau tabung percampuran. Sepanjang venturi terjadi perubahan tekanan, sehingga cairan akan diekspansi di dalam nozel. Ekspansi cairan menyebabkan energi cairan diubah menjadi energi kinetik, sehingga cairan mengalami percepatan dan tekanannya menjadi lebih rendah pada saat keluar dari nozel. Perbedaan tekanan ini menyebabkan gas terisap dan bercampur dengan cairan di dalam leher venturi. Energi kinetik campuran gas cairan berubah kembali menjadi energi tekanan di dalam leher dan difuser. Profil perubahan tekanan sepanjang venturi disajikan pada Gambar 7. ∆PN merupakan beda tekanan cairan keluar

nozel dan ∆PG adalah beda tekanan campuran fase gas-cairan dalam leher venturi

dan bagian draft tube.

Gambar 7 Profil perubahan tekanan sepanjang venturi.

∆PG

∆PN

(42)

Venturi dirancang untuk membuat gesekan dinding minimum dan mencegah pemisahan lapisan batas. Sudut pada bagian divergen dibuat kecil untuk mencegah pemisahan, sehingga bagian ini relatif lebih panjang. Bagian konvergen biasanya dibulatkan dan bisa saja pendek, karena pemisahan lapisan batas tidak terjadi dalam bagian konvergen. Tujuan penggunaan bagian konvergen pada venturi adalah untuk meningkatkan kecepatan aliran fluida dan menurunkan tekanan. Bentuk aliran dalam venturi berhubungan dengan luas penampang venturi, geometri venturi dan kecepatan aliran fluida yang melewatinya (McCabe et al. 1985).

Beda tekanan dalam venturi menunjukkan kemampuan hisap gas dan muatan jet cairan yang dihasilkan oleh nozel. Beda tekanan dalam venturi menunjukkan peningkatan tekanan gas karena gas dikompresi. Muatan jet cairan yang dihasilkan oleh nozel dan peningkatan tekanan gas dalam venturi mempengaruhi pembentukan gelembung, karena energi dispasi dalam venturi merupakan energi kinetik cairan yang dihasilkan nozel dikurangi energi yang digunakan untuk mengkompresi gas.

Jet cairan yang dihasilkan nozel menekan permukaan cairan ke dalam badan cairan, keadaan ini dipertahankan sampai jet terselimuti oleh gas. Skema pembentukan selimut jet disajikan pada Gambar 8. Pemecahan selimut jet ini menghasilkan gelembung berukuran kecil yang mengalir dalam gerombolan gelembung yang berbentuk cone. Aliran ini mencapai dinding ruang percampuran (leher venturi) sehingga olakan percampuran menjadi lebih sempurna.

(43)

Gas dan cairan bercampur secara intensif di dalam leher ejektor pada daerah mixing shock, dimana gas terdispersi dengan baik sebagai gelembung-gelembung yang sangat kecil. Campuran gas-cairan mengalir meninggalkan ejektor dan masuk ke dalam tangki. Di dalam tangki gas dan cairan mengalami dispersi gelembung-gelembung gas sekunder. Dispersi gas yang terjadi dalam ejektor dan tangki menghasilkan intetitas kontak antarmuka yang tinggi sehingga meningkatkan laju perpindahan massa. Contoh gelembung gas yang terbentuk dalam reaktor venturi bersirkulasi untuk sistem udara-air pada laju alir cairan 2 m3/jam dan laju aliran gas 1,29 x 10-4 m3/det disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Pembentukan gelembung gas pada laju alir cairan 2 m3/jam dan laju aliran gas 1,29 x 10-4 m3/det (Fadavi & Chisti 2005).

Koefisien perpindahan massa gas-cairan dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas dan laju alir cairan. Koefisien perpindahan massa juga dipengaruhi oleh geometri dari ejektor atau venturi, yang mempengaruhi laju energi dispasi dalam ejektor atau venturi. Parameter geometri tersebut sebaiknya berada dalam batasan seperti disajikan pada Persamaan 7 sampai Persamaan 9 agar ejektor atau venturi mempunyai kinerja yang efisien (Zahradnik et al. 1997):

- dM/dN = 1,5 – 5,4 ...Persamaan 7

- LM/dM = 5 – 8 ...Persamaan 8

- LD/dM = 8 – 12 ...Persamaan 9

(44)

Gambar 10 Bentuk dan ukuran geometri venturi.

Rejim aliran yang terbentuk dalam ejektor atau venturi dapat dikelompokkan dalam empat aliran, yaitu:

1. Aliran slug

Aliran slug terjadi jika kecepatan aliran cairan dan gas rendah, dimana dispersi gas terjadi dalam ruang percampuran. Aliran ini menghasilkan gelembung gas yang berukuran lebih besar dari leher ejektor.

2. Aliran anular

Pada aliran ini terbentuk anulus dalam leher ejektor. Fase cair mengalir dalam anulus, sedangkan fase gas mengalir pada sumbu ejektor. Aliran ini terjadi pada kecepatan aliran cairan rendah tetapi kecepatan aliran gas cukup besar.

3. Aliran gelembung

Pada aliran gelembung dispersi gas terjadi dalam leher ejektor. Aliran ini terjadi jika kecepatan aliran cairan lebih tinggi dari pada kecepatan aliran cairan pada aliran slug tetapi kecepatan aliran gas cukup rendah. Pembentukan gelembung-gelembung berukuran sangat kecil dalam fase cair secara terus menerus merupakan ciri khas aliran gelembung.

LN

dM

LM

LD

(45)

4. Aliran jet

Aliran jet terbentuk jika dispersi fase gas atau percampuran terjadi dalam difuser atau draft tube. Pada rejim ini fase cair didorong sedemikian kuat melewati ruang percampur sehingga dispersi terjadi dalam difuser.

Rejim aliran mempengaruhi distribusi ukuran gelembung. Bentuk gelembung pada berbagai jenis rejim aliran disajikan pada Gambar 11. Pada aliran slug dan anular peningkatan nisbah kecepatan aliran gas dan cairan menyebabkan distribusi ukuran gelembung bervariasi lebih lebar, yaitu kurang dari 1 mm sampai dengan 20 mm. Pada aliran gelembung dan jet peningkatan kecepatan aliran fase cair akan memperpendek distribusi ukuran gelembung, sedangkan perubahan nisbah kecepatan aliran gas dan cairan tidak mempengaruhinya. Pada bilangan Froude antara 10 dan 70, gelembung berukuran kurang dari 5 mm, sedangkan pada bilangan Froude diatas 70, gelembung berukuran sekitar 1 mm sampai 2 mm (Otake et al. 1981).

Gambar 11 Pola gelembung aliran pada berbagai rejim aliran.

(46)

terus-menerus. Difusi dapat juga terjadi karena gradien tekanan, gradien suhu, atau difusi yang disebabkan oleh gaya dari luar yang disebut difusi paksa (Mc Cabe et al. 1985).

Difusi antar fase gas dan fase cairan dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika fluida, serta kecepatan aliran dan posisi di dalam arus aliran. Difusi fase gas dalam cairan terjadi pada lapisan antarmuka antar kedua fase itu dan difusi hanya terjadi pada fase gas yang berpindah dari atau ke antarmuka campuran cairan-gas. Perpindahan massa dari fase gas dalam cairan yang demikian disebut difusi satu arah. Laju perpindahan massa dapat ditingkatkan jika aliran yang terjadi adalah aliran turbulen, dimana aliran ini membantu meningkatkan dispersi gas dalam cairan sehingga memberikan antarmuka yang lebih besar. Perpindahan massa ke antarmuka fluida sering bersifat unsteady-state dengan gradien konsentrasi yang selalu berubah. Perpindahan massa biasanya terjadi di dalam suatu lapisan batas (boundary layer) yang tipis didekat permukaan dimana alirannya laminar. Gradien kecepatan aliran pada lapisan batas tersebut linier dan kecepatan aliran pada permukaan adalah nol. Konsentrasi fase gas dan cairan pada lapisan batas tidak sama, walaupun kedua fase tersebut diasumsikan barada dalam kesetimbangan pada lapisan batas.

Reaktor venturi bersirkulasi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan reaktor berpengaduk. Berikut beberapa kelebihan penggunaan reaktor tersebut untuk penghambatan enzim dengan penggunaan gelembung gas inert. 1. Menghasilkan dispersi gelembung-gelembung gas yang baik ke dalam cairan 2. Menghasilkan luas antar muka gas-cairan yang lebih besar, sehingga koefisien

perpindahan massa gas-cairan lebih besar 3. Tidak membutuhkan pengadukan dan baffle

4. Dapat menggunakan penukar panas (heat Exchanger) di luar reaktor

(47)

Dispersi cairan yang terjadi dalam tangki utama menyebabkan perpindahan massa lebih lanjut dalam tangki utama ini. Daya yang diberikan oleh muatan jet kedua fase dari venturi tidak mempunyai pengaruh terhadap luas antar muka spesifik. Hal ini menujukkan bahwa perpindahan massa dalam tangki hanya dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas, sehingga bagian tangki utama sama dengan bubble column.

(48)

METODE PENELITIAN

Faktor utama yang mempengaruhi penghambatan degradasi sukrosa menggunakan reaktor venturi bersirkulasi adalah jumlah fraksi gas dalam cairan (gas hold-up) dan ukuran gelembung. Ukuran gelembung gas yang kecil akan memperluas antarmuka gas-cairan. Ukuran gelembung gas yang kecil dan gas hold-up yang besar dapat diperoleh dengan menggunakan suatu sistem reaktor venturi bersirkulasi. Reaktor ini mampu menghasilkan luas antarmuka yang besar dalam bentuk gelembung-gelembung gas yang kecil dan banyak. Gas hold-up dipengaruhi oleh laju alir cairan dan kecepatan aliran gas dalam venturi.

Pengaruh laju alir cairan dan kecepatan aliran gas terhadap gas hold-up dilakukan pada ukuran nozel yang berbeda dan pada berbagai laju alir cairan dan kecepatan aliran gas. Berdasarkan hubungan gas hold-up dan kecepatan aliran gas maka diperoleh informasi faktor yang mempengaruhi luas antarmuka gas-cairan. Rejim aliran yang terbentuk dalam venturi dibedakan berdasarkan hubungan antara nisbah kecepatan aliran gas dan cairan terhadap bilangan weber. Pengaruh gas hold-up terhadap degradasi sukrosa ditentukan berdasarkan perubahan konsentrasi sukrosa dalam reaktor venturi bersirkulasi.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioindustri Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Analisa sampel dilakukan di laboratorium Bioindustri Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB dan Laboratorium Instrumentasi Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2006 sampai dengan Januari 2007.

Alat dan Bahan Penelitian

(49)

digunakan dialirkan dari tabung gas yang dilengkapi dengan regulator tekanan. Reaktor juga dilengkapi dengan regulator pengukur tekanan dan sebuah safety valve untuk menjaga kelebihan tekanan. Rangkaian peralatan penelitian ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12 Rangkaian peralatan penelitian

Selain itu alat analisa sampel yang digunakan adalah refraktrometer (Digital DE ABBE ”WYA-1S”), polarimeter dan HPLC (detector indeks refraksi model R-40). Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tebu yang berasal dari kebun petani dari daerah Ciampea, Bogor.

Bahan analisa yang dipakai adalah 3,5-dinitrosalisilat, NaOH, NaK-Tartarat, fenol, Na-metabisulfit, HCl, CaCO3, glukosa, fruktosa, sukrosa dan bahan-bahan

pembantu lainnya.

Tahapan Penelitian

(50)

rejim aliran dalam venturi terhadap konsentrasi sukrosa, (4) penentuan degradasi sukrosa dalam nira tebu menggunakan gelembung gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi. Tahapan penelitian selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13 Diagram alir penelitian.

Karakterisasi Nira Awal

Pada tahapan ini dilakukan identifikasi terhadap nira tebu awal. Karakterisasi tehadap nira ini meliputi pengukuran kandungan sukrosa, gula invert (glukosa dan fruktosa), total asam organik dan pH nira. Kadar sukrosa dan gula pereduksi (glukosa dan fruktrosa) diukur menggunakan HPLC, total asam diukur dengan metode titrasi dan nilai pH diukur dengan alat pH-meter. Prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran 1.

Karakterisasi nira awal

Penentuan degradasi sukrosa nira tebu menggunakan gelembung gas nitrogen dalam

reaktor venturi bersirkulasi Mulai

Selesai

Penentuan pengaruh laju alir cairan dan kecepatan aliran gas nitrogen terhadap gas hold-up

(51)

Penentuan Pengaruh Laju Alir Cairan dan Kecepatan Aliran Gas Terhadap Gas Hold-up

Penentuan pengaruh laju alir cairan dan kecepatan aliran gas terhadap gas hold-up dilakukan pada suhu 70 oC. Pemilihan suhu tersebut didasarkan pada studi literatur tentang suhu optimal aktivitas relatif enzim invertase dari nira tebu yaitu 60 oC (Rahman et al. 2004). Selama inkubasi dilakukan pengujian terhadap kandungan sukrosa dan gula pereduksi. Suhu optimal yang diperoleh digunakan untuk penentuan pengaruh faktor laju alir cairan nira, kecepatan aliran gas nitrogen dan ukuran nozel terhadap penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu menggunakan reaktor venturi bersirkulasi.

Pengaruh laju alir cairan nira dan kecepatan aliran gas terhadap pembentukan gas hold up dilakukan dengan inkubasi larutan nira dalam reaktor venturi bersirkulasi. Laju alir cairan nira yang digunakan adalah 25 l/min, 20 l/min dan 15 l/min, dengan kecepatan aliran gas nitrogen 0,02 m/det sampai 0,6 m/det pada berbagai ukuran nozel 5 mm, 6 mm dan 8 mm. Pemilihan ukuran nozel ini didasarkan pada studi literatur tentang hidrodinamika pembentukan gas hold-up dalam bubble coloumn (Shirsat et al. 2003).

Gambar 14 Pengukuran gas hold-up.

Pengukuran terhadap pembentukan gas hold-up berdasarkan atas perubahan tinggi cairan nira dalam reaktor seperti disajikan pada Gambar 14. Tinggi cairan bersih (hl) merupakan tinggi larutan nira tebu sebelum dialirkan gas nitrogen, tinggi cairan nira dalam campuran gas nitrogen (hm) adalah tinggi larutan nira

(52)

tebu pada saat pemberian gas nitrogen. Fraksi gas (αg) dalam cairan (gas

hold-up) dihitung dengan menggunakan Persamaan 10. αg =

Penentuan Pengaruh Gas hold-up dan Rejim Aliran Venturi Terhadap Degradasi Sukrosa

Pengaruh gas hold-up dan rejim aliran venturi terhadap degradasi sukrosa dilakukan dengan inkubasi larutan nira dalam reaktor venturi bersirkulasi. Laju alir cairan nira yang digunakan adalah 25 l/min, 20 l/min dan 15 l/min, dengan kecepatan aliran gas nitrogen 0,02 m/det, 0,1 m/det dan 0,6 m/det pada ukuran nozel 5 mm, 6 mm dan 8 mm. Penelitian dilakukan dengan waktu kontak gas dan cairan selama 90 menit.

Pengukuran gas hold-up menggunakan Persamaan 11. Rejim aliran dalam venturi ditentukan dengan grafik hubungan nisbah antara kecepatan aliran gas dan cairan terhadap bilangan weber. Setiap perlakuan dianalisa konsentrasi sukrosa sisa. Konsentrasi sukrosa dikelompokkan berdasarkan rejim aliran yang terjadi dan dibuat grafik hubungan konsentrasi sukrosa sisa dengan gas hold-up untuk setiap rejim aliran. Selain konsentrasi sukrosa juga dilakukan pengukuran gula invert, pH dan total asam yang terbentuk. Prosedur analisa yang digunakan disajikan pada Lampiran 1.

Penentuan Degradasi Sukrosa Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi

(53)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai karakteristik nira, hubungan pengaruh laju alir nira dan kecepatan aliran gas terhadap gas hold-up serta pengaruh gas hold-up dan rejim aliran dalam venturi terhadap degradasi sukrosa menggunakan gelembung gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi. Bab ini juga akan membahas degradasi sukrosa nira tebu menggunakan gelembung gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi yang dilanjutkan dengan analisa awal kelayakan teknis penggunaan reaktor venturi bersirkulasi untuk penghambatan degradasi sukrosa pada pengolahan gula.

Karakteristik Nira Tebu

Tebu yang diperoleh dari kebun dibersihkan dari daun-daun kering dan kotoran-kotoran yang melekat sebelum digiling. Penggilingan dilakukan tanpa penambahan air imbibisi sehingga nira yang diperoleh memiliki konsentrasi yang tinggi.

Nira yang baru digiling masih mengandung sejumlah pengotor, seperti tanah, ampas, kotoran tersuspensi seperti senyawa-senyawa organik, protein, lilin, getah dan bahan anorganik lainnya. Nira yang baru digiling berwarna coklat dan kuning kehijauan serta memiliki aroma yang khas. Warna nira berasal dari pigmen batang tebu dan kotoran-kotoran yang ikut terbawa bersama batang tebu saat penggilingan dilakukan. Nira yang telah di giling selanjutnya di saring dari kotoran-kotoran kasar. Hasil karakterisasi nira disajikan dalam Tabel 6.

(54)

Tabel 6 Karakteristik nira

Komposisi nira Parameter

Hasil karakterisasi Literatur *) 1. Nilai pH

2. Kandungan sukrosa (%) 3. Kandungan gula pereduksi (%)

- glukosa - fruktosa

4. Kandungan zat anorganik (%) 5. Kandungan zat organik (%)

Pada proses pengolahan gula, kadar gula pereduksi yang tinggi akan menyebabkan perkembangan pertumbuhan mikroba yang mendegradasi sukrosa dan menghambat proses kristalisasi sukrosa sehingga menurunkan rendemen gula. Pertumbuhan mikroba seperti bakteri pembentuk lendir (gum) terutama Leuconostoc mesenteroides dapat menyebabkan penyumbatan sistem perpipaan dan pompa pada proses pengolahan gula.

Karakterisasi nira lainnya adalah pH. Nilai pH nira pada penelitian adalah 5,4 yang menunjukkan nira tebu berada dalam keadaan asam. Menurut Moerdikusumo (1993) keasaman nira antara pH 5,5 – 6,0.

Hubungan Laju Alir Nira dan Kecepatan Aliran Gas Nitrogen Terhadap Gas hold-up

(55)

Sebagai distributor cairan digunakan nozel dengan ukuran 5 mm, 6 mm dan 8 mm. Volume gas yang masuk dalam reaktor diukur menggunakan flowmeter gas. Tekanan reaktor diatur konstan pada 0,5 kg/cm2 menggunakan valve pengatur tekanan pada bagian atas reaktor.

Hubungan antara kecepatan aliran gas dan gas hold-up pada reaktor venturi bersirkulasi dengan ukuran nozel 5 mm disajikan pada Gambar 15. Pada laju alir 15 l/min, gas hold-up menurun seiring dengan peningkatan kecepatan aliran gas yaitu dari 0,02 m/det sampai 0,6 m/det. Penurunan gas hold-up tersebut menunjukkan fraksi gas dalam cairan berkurang dengan bertambahnya kecepatan aliran gas. Pada laju alir cairan nira rendah, energi kinetik yang dibangkitkan tidak mampu mendispersi gas nitrogen dengan baik dalam cairan nira. Energi tekanan cairan yang rendah menghasilkan beda tekanan kecil sehingga gas tidak terhisap sempurna ke dalam leher venturi.

0,00 0,02 0,04 0,06

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

Kec. gas (m/dt)

Ga

s

h

o

ld

-u

p

Gambar 15 Hubungan kecepatan aliran gas dengan gas hold-up pada diameter nozel 5 mm dan laju alir nira 25, 20 dan 15 l/min.

Gambar

Tabel 2  Kandungan  gula dan zat bukan gula dalam nira
Tabel 3  Kandungan senyawa bukan gula  dalam nira
Tabel   4  Kemanisan relatif beberapa pemanis
Gambar 1  Reaksi hidrolisis sukrosa.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rancangan percobaan yang digunakan yaitu (1) memplotkan hubungan antara laju cairan terhadap gas entrainment pada laju gas konstan, (2) memplotkan hubungan antara laju cairan

Selain itu, peningkatan laju alir cairan dapat pula meningkatkan proses pencampuran gas CO 2 dan larutan gula yang telah ditambah susu kapur untuk membentuk

Telah dilakukan pengujian intensitas emisi optik plasma nitrogen dengan variasi laju alir gas nitrogen yang dibangkitkan oleh sumber plasma gelombang mikro 2,45 GHz dengan metoda

Percobaan dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan kolom sembur, dengan variasi laju alir cairan dan gas, konsentrasi toluen dalam udara sebagai model gas produser dan