Fery Purnomo
ABSTRAK
PENYELENGGARAAN IZIN PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
Fery Purnomo
Bisnis menara makin berkembang sejak keluarnya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi, dan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Sesuai ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengendalian Menara Telekomunikasi menyatakan bahwa menara telekomunikasi dapat beroperasi setelah memiliki izin operasional dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Lampung Timur berdasarkan rekomendasi dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lampung Timur. Pada kenyataannya, masih ada menara telekomunikasi yang belum memiliki izin. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dalam bentuk skripsi dengan permasalahan: 1) Bagaimanakah penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur? 2) Bagaimanakah pengawasan terhadap penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian akan diolah dengan langkah-langkah, yaitu klasifikasi data, editing, dan sistematisasi. Data yang diolah dianalisis secara kualitatif. Penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.
Fery Purnomo
Ketentuan pembangunan menara telekomunikasi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 23 Tahun 2011 menentukan bahwa pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi di seluruh wilayah wajib mengacu pada Rencana Induk Menara Telekomunikasi Terpadu di daerah dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Izin yang berkaitan dengan menara telekomunikasi adalah IMB Menara dan Izin Operasional Menara Telekomunikasi Terpadu. 2) Pengawasan terhadap penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Lampung Timur dimulai sejak pengajuan izin, pelaksanaan izin hingga izin tersebut itu habis masa berlakunya. Pengawasan sebelum izin tersebut diterbitkan sangat berkaitan dengan kelengkapan persyaratan permohonan izin. Pengawasan yang dilakukan setelah izin diberikan bertujuan untuk mengevaluasi apakah izin yang telah diberikan oleh pemerintah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan izin yang diberikan. Segala bentuk pelanggaran terhadap izin ini akan dikenakan sanksi berupa sanksi administrasi. Sanksi administrasi ini juga diperuntukkan bagi menara telekomunikasi yang tidak memiliki izin. Sanksi administrasi bagi yang memiliki izin terdiri peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali, pembekuan izin dan pencabutan izin. Sedangkan sanksi administrasi bagi yang tidak berizin atau tidak memiliki IMB Menara dan izin operasional menara telekomunikasi terpadu adalah pembongkaran menara telekomunikasi. Pembongkaran tersebut dilakukan setelah diberikan peringatan tertulis sebanyak sebanyak 3 (tiga) kali.
Dalam Penelitian ini disarankan: 1) Sebaiknya pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi dengan melibatkan peran serta masyarakat dengan membuat kotak pengaduan yang ditempatkan di lokasi tertentu, misalnya kantor desa dan kantor kecamatan. 2) Sebaiknya bagi pemilik menara telekomunikasi yang tidak berizin tidak hanya diberikan sanksi administrasi berupa pembongkaran menara, namun diwajibkan pula untuk membayar denda.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15
September 1989, yang merupakan putra ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Ir. H. Triyono Arifin, M.M. dan Ibu Hj. Sudarmi. Penulis menyelesaikan studi di TK PGRI
Bandar Lampung pada tahun 1995, SD Negeri 1 Sukarame lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan studi di SMP Al-Kautsar lulus pada
tahun 2004, kemudian melanjutkan studi di SMA Negeri 12 Bandar Lampung lulus pada tahun 2007.
Penulis tahun 2007 diterima dan terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Informatika STT PLN lulus tahun 2012 Jakarta. Kemudian penulis pada tahun 2008 diterima
dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Penulis pada tahun 2011 mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Panjang
MOTO
“Disiplin dalam bertugas, dewasa dalam bertindak, dinamis dalam kegiatan.”
PERSEMBAHAN
Puji syukur ku ucapkan ke hadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam tak
hentinya kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Ku persembahkan karya skripsi ini untuk:
Mama dan Papa, serta kakak dan adik-adikku tercinta yang telah senantiasa
memberikan dukungan dan motivasi, serta kasih sayang yang tak terhingga, sehingga penulis berhasil menyelesaikan perkuliahan ini.
Teman-teman seperjuangan selama masa kuliah yang telah
banyak membantu, baik dalam suka maupun duka.
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul ”Penyelenggaraan Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Di Kabupaten
Lampung Timur” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah banyak
memberikan saran dan masukan yang bermanfaat guna penulisan dan penyelesaian skripsi ini;
2. Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang telah banyak
memberikan saran dan masukan yang bermanfaat guna perbaikan skripsi ini; 3. Bapak Elman Eddy Patra, S.H., M.H. selaku Pembahas I yang telah banyak
memberikan saran dan masukan yang bermanfaat guna perbaikan skripsi ini; 4. Bapak Agus Triyono, S.H., M.H. selaku Pembahas II yang telah memberikan
saran yang bermanfaat guna perbaikan skripsi ini;
6. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara;
7. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku dan Sekretaris Bagian Hukum
Administrasi Negara;
8. Bapak Deni Ardiansyah selaku Kasi PDE dan Komunikasi Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lampung Timur yang telah bersedia membantu memberikan informasi berkaitan dengan penulisan skripsi ini;
9. Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan wawasan dan cakrawala pengetahuan ilmu hukum yang sangat berguna bagi
pengembangan wawasan penulis dan seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan bantuannya;
10.Mama dan Papa tersayang yang selalu sabar mengasuh,,memberi perhatian
mendidik dan membesarkan hingga menjadi seorang Sarjana Hukum yang insya Allah berguna bagi nusa, bangsa, agama dan keluarga. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada Mama dan Papa
hingga akhir kelak;
11.Teteh Fika, adikku Keiko, sahabat sahabat terbaik teman mengejar mimpi dan
juga saudaraku dalam suka dan duka Kak Doel, Mauki Fernandes, Balank, Kudil, Ucang, Iman, Om Bagong, Doy Markodoy, Otoy, Gugun Mulya, Ikrar, Lukman, Gias Rey, Dwi Lambe, Aun, Surya Alung, Papi Romi, dan semua
12.Terimakasih Arum Kanti untuk semua doa, semangat dan cintanya yang tidak
pernah bosan untuk selalu memberikan dukungannya agar skripsi ini cepat terselesaikan, walaupun sedikit tersendat sendat;
13.Teman-teman seperjuangan perkuliahan di Fakultas Hukum khususnya sahabat terbaik mengejar semuanya walau susah payah Ersyad Bafadhal
terimakasih untuk semuanya. Iyay Billy, Ferdian, Roy alung, Rio Nico, dan semua teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah mengisi hari dan banyak membantu baik dalam suka maupun duka semasa
perkuliahan.
Akhir kata, Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Bandar Lampung, 04 Februari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ... 1
1. 1 Latar Belakang ... 1
1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 4
1. 2. 1 Permasalahan ... 4
1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian ... 5
1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5
1. 3. 1 Tujuan Penelitian ... 5
1. 3. 2 KegunaanPenelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2. 1 Perizinan ... 7
2. 1. 1 Pengertian Izin ... 7
2. 1. 2 Sifat Izin ... 8
2. 1. 3 Asas-Asas Umum Prosedur Penerbitan Izin ... 10
2. 1. 4 Izin Sebagai Bentuk Ketetapan ... 10
2. 1. 5 Tujuan Izin ... 11
2. 1. 6 Waktu Penyelesaian dan Biaya Perizinan ... 12
2. 2 Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi ... 14
2. 3 Komunikasi dan Telekomunikasi ... 15
2. 3. 1 Pengertian Komunikasi ... 15
2. 3. 2 Pengertian Telekomunikasi ... 16
2. 3. 3 Sistem Telekomunikasi ... 17
2. 3. 4 Jaringan Telekomunikasi ... 18
2. 3. 5 Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi ... 19
2. 3. 6 Hak dan Kewajiban Penyelenggara Jasa Telekomunikasi ... 20
2. 4 Pengawasan ... 21
2. 4. 1 Pengertian Pengawasan ... 21
2. 4. 2 Fungsi dan Tujuan Pengawasan ... 22
2. 4. 3 Macam-Macam atau Jenis Pengawasan ... 24
III. METODE PENELITIAN ... 26
3. 1 Pendekatan Masalah ... 26
3. 2 Sumber Data ... 26
3. 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 27
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31
4. 1 Penyelenggaraan Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Di Kabupaten Lampung Timur ... 31 4. 2 Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Izin Pembangunan
Menara Telekomunikasi Di Kabupaten Lampung Timur ... 47
V. PENUTUP ... 53
5. 1 Kesimpulan ... 53 5. 2 Saran ... 55
1
I. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi di Indonesia sampai dengan saat ini
berkembang dengan pesat seiring dengan penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang informasi dan komunikasi, sehingga mampu
menciptakan alat-alat yang mendukung perkembangan teknologi informasi. Perkembangan tersebut, mulai dari sistem komunikasi sampai dengan alat komunikasi yang searah maupun dua arah (interaktif). Sebagai negara yang
sedang berkembang, Indonesia selalu mengadaptasi berbagai teknologi informasi hingga akhirnya tiba di suatu masa di mana penggunaan internet mulai menjadi kebutuhan.
Sebelum berkembangnya teknologi, orang-orang Indonesia harus menempuh jarak yang jauh untuk mengantarkan sebuah surat atau pesan kepada orang lain, tetapi lain dengan zaman sekarang dan perkembangan itu sendiri di Indonesia dimulai
dengan Satelit Palapa yang memudahkan arus komunikasi dan teknologi, yakni telepon, fax dan lain-lain. Setelah itu perkembangan dilanjutkan dengan
2
Perkembangan media telekomunikasi yang terus tumbuh dan berkembang pesat
menjadi pendorong pertumbuhan industri menara telekomunikasi di Indonesia. Operator seluler dan operator penyedia jasa internet membutuhkan jumlah menara
transmisi (penyalur) yang cukup banyak untuk menyediakan kapasitas yang besar bagi layanan telekomunikasi yang canggih dan dapat mencapai wilayah yang luas.
Saat ini terdapat sekitar 54 ribu menara telekomunikasi yang beroperasi di Indonesia dengan nilai investasi Rp 81,3 triliun, jumlah ini dapat terus bertambah tergantung dengan jumlah kebutuhan.
Pertumbuhan di sektor telekomunikasi berkembang sangat pesat. Sekarang,
hampir semua orang mempunyai telepon genggam. Saat ini, di Indonesia ada sekitar 170 juta nomor telepon, hampir 95 persen diantaranya telepon seluler. Tak
mengherankan jika pertumbuhan menara telekomunikasi juga cukup tinggi dan berkembang pesat. Sebagai contoh, Excelcomindo kini memiliki 19.349 unit base transceiver station (BTS) atau menara telekomunikasi, naik dari tahun
sebelumnya 16.729 unit. Data Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi menunjukkan, pada 2008 menara telekomunikasi di Indonesia
sudah sekitar 45 ribu unit, dengan jumlah BTS mencapai lebih dari 71 ribu.
Bisnis menara makin berkembang sejak keluarnya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi, dan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam
Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Pedoman Pembangunan dan
3
Sejak dua aturan itu muncul, selain operator, banyak perusahaan independen yang
menyewakan menara bersama. Perusahaan independen tersebut antara lain Indonesian Tower, Tower Bersama Group, Protelindo, Komet Konsorsium, Bali
Telecom, Pandu Sarana Global, Telcentec Indonesia, Wahana Lintas Sentral Telekomunikasi dan Deltacomsel Indonesia.
Setiap pembangunan, penyelenggaraan, pengoperasian menara telekomunikasi
harus memperoleh izin dari pemerintah kabupaten, diantaranya izin pengusahaan, izin prinsip, izin lokasi, mendirikan menara, izin gangguan, rekomendasi operasional menara. Izin-izin tersebut telah dijabarkan dalam peraturan daerah
yang didukung oleh peraturan bupati, serta petunjuk pelaksana teknis dari masing-masing satuan kerja yang membidanginya.
Izin tersebut adalah Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler. Izin
Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler merupakan izin yang diberikan untuk kegiatan pendirian bangunan menara telekomunikasi seluler. Dasar Hukum adalah Peraturan Menteri Kominfo Nomor 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang
Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.
Pada kenyataannya, masih ada menara telekomunikasi yang belum memiliki izin, misalnya di Kabupaten Lampung Timur. Berdasarkan data dari Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lampung Timur, jumlah menara atau menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur telah
4
(http://www.rakyatlampung.co.id/new/kabupaten/lampung-timur/dewan
desak-eksekutif-tertibkan-menara.html, tanggal 08 Maret 2012, diakses tanggal 26 Juni 2012).
Sesuai ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengendalian Menara Telekomunikasi menyatakan bahwa menara telekomunikasi dapat beroperasi setelah memiliki izin operasional dari Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Lampung Timur berdasarkan rekomendasi dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lampung Timur. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai perizinan pembangunan menara telekomunikasi yang diberi judul: “Penyelenggaraan Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi
Di Kabupaten Lampung Timur”.
1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
1. 2. 1 Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur?
5
1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah kajian bidang Hukum Administrasi Negara pada umumnya dan Hukum Perizinan pada khususnya mengenai
penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur dan
dilakukan pada tahun 2012.
1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. 3. 1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, maka tujuan dari penelitian ini, adalah:
a. Mengetahui penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur.
b. Mengetahui pengawasan penyelenggaraan izin pembangunan menara
telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur.
1. 3. 2 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini, yaitu:
a. Kegunaan teoritis, yaitu berguna sebagai upaya pengembangan ilmu hukum di bidang Hukum Administrasi Negara, khususnya Hukum Perizinan yang berkaitan dengan penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi
di Kabupaten Lampung Timur.
b. Kegunaan praktis, yaitu masukan terhadap pemerintah Kabupaten Lampung
6
telekomunikasi, serta sebagai sumber informasi bagi para pengaji ilmu hukum
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Perizinan
2. 1. 1 Pengertian Izin
Izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Izin secara khusus adalah suatu persetujuan penguasa untuk dalam keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan, sedangkan secara garis besar perizinan adalah prosedur atau tata cara yang mengatur hubungan masyarakat dengan negara dalam hal adanya masyarakat yang
memohon izin.
Prinsip izin terkait dalam hukum publik oleh karena berkaitan dengan perundang-undangan pengecualiannya apabila ada aspek perdata yang berupa persetujuan
seperti halnya dalam pemberian izin khusus. Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan perundang-undangan.
Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, izin merupakan suatu persetujuan
dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan (izin
8
dalam izin dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu
kecuali diizinkan, artinya kemungkinan untuk seseorang atau suatu pihak tertutup kecuali diizinkan oleh pemerintah. Dengan demikian, pemerintah mengikatkan
perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang bersangkutan.
Izin menurut Bagir Manan, yaitu merupakan persetujuan dari penguasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menguraikan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. Izin khusus yaitu persetujuan terlihat adanya kombinasi antara hukum publik dengan hukum privat, dengan kata
lain izin khusus adalah penyimpangan dari sesuatu yang dilarang.
2. 1. 2 Sifat Izin
Pada dasarnya izin merupakan keputusan pejabat/badan tata usaha negara yang
berwenang, yang isi substansinya mempunyai sifat sebagai berikut: a. izin bersifat bebas
Izin bersifat bebas adalah izin sebagai Keputusan Tata Usaha Negara yang
penerbitannya tidak terikat pada aturan dan hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam izin memiliki kebebasan yang besar dalam memutuskan
pemberian izin.
b. izin bersifat terikat
Izin bersifat terikat adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang
9
pada kadar sejauhmana peraturan perundang-undangan mengaturnya. Izin yang
bersifat terikat antara lain, yaitu IMB, izin HO, izin usaha industri dan lain-lain.
Perbedaan antara izin yang bersifat bebas dan terikat adalah penting dalam hal apakah izin dapat ditarik kembali atau dicabut atau tidak. Pada dasarnya izin yang
merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang bebas dapat ditarik kembali atau dicabut, hal ini karena tidak ada persyaratan yang bersifat mengikat bahwa izin
tidak dapat ditarik kembali atau dicabut (Adrian Sutedi, 2008: 174). Pada izin yang bersifat terikat, pembuat undang-undang memformulasikan syarat-syarat izin dapat diberikan dan izin dapat ditarik kembali atau dicabut. Hal yang penting
dalam pembedaan di atas adalah dalam hal menentukan kadar luasnya dasar pengujian oleh hakim tata usaha negara apabila izin tersebut sebagai Keputusan
Tata Usaha Negara apabila digugat.
c. Izin yang bersifat menguntungkan
Izin yang bersifat menguntungkan merupakan izin yang isinya mempunyai sifat menguntungkan bagi yang bersangkutan. Izin yang bersifat menguntungkan isi
nyata keputusan yang memberikan anugerah kepada yang bersangkutan (Adrian Sutedi, 2008: 175), dalam arti yang bersangkutan diberikan hak-hak tertentu atau
pemenuhan tuntutan yang tidak akan ada tanpa keputusan tersebut. Izin yang bersifat menguntungkan, antara lain SIM, SIUP, SITU dan lain-lain.
d. Izin yang bersifat memberatkan
10
merupakan izin yang memberi beban kepada orang lain atau masyarakat
sekitarnya. Izin yang bersifat memberatkan, antara lain pemberian izin kepada perusahaan tertentu.
2. 1. 3 Asas-Asas Umum Prosedur Penerbitan Izin
Asas-asas umum dalam prosedur penerbitan izin terdiri dari permohonan izin dan acara persiapan. Pengajuan permohonan merupakan acara permulaan dari acara
perizinan, permohonan ialah permintaan dari yang berkepentingan akan suatu keputusan. Permohonan harus datang dari pihak yang langsung dengan keputusan. Bila permohonan diajukan oleh pihak lain maka bukan merupakan keputusan tata
usaha negara dan permohonan harus ditolak. Jika dari sudut kepastian hukum dan sehubungan dengan penentuan jangka waktu bagi keputusan atas permohonan,
pada prinsipnya permohonan perlu diajukan secara tertulis kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Perihal penerbitan izin harus diperhatikan juga adalah mengenai persiapan yang teliti terhadap suatu keputusan sebelum diterbitkan. Asas ketelitian dalam hukum
administrasi negara mempunyai peran yang penting. Persiapan yang teliti suatu keputusan, termasuk di dalamnya adalah musyawarah dengan yang
berkepentingan. Dari segi perlindungan hukum mendengar yang berkepentingan adalah penting. Musyawarah yang berkepentingan terutama berfungsi jika dapat menunjang penetapan fakta yang benar.
2. 1. 4 Izin Sebagai Bentuk Ketetapan
11
kesejahteraan umum. Tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga
ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik yang sampai pada saat ini masih tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugas ini kepada pemerintah
diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan
konkret, yaitu dalam bentuk ketetapan. Sesuai dengan sifatnya, individual dan konkret, ketetapan ini merupakan ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan (Philipus M. Hadjon, 1998: 125). Salah satu
wujud dari ketetapan ini adalah izin.
Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak
dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dari ketetapan itu atau ketetapan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak diperbolehkan (C.J.N. Versteden dalam Adrian Sutedi, 2008: 184). Dengan demikian, izin merupakan
instrumen yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret.
Sebagai ketetapan, izin itu dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya.
2. 1. 5 Tujuan Perizinan
Melalui izin, pemerintah terlibat dalam kegiatan warganegara. Dalam hal ini,
pemerintah mengarahkan warganya melalui instrumen yuridis berupa izin. Kadangkala kebijakan pemerintah untuk terlibat dalam kegiatan masyarakat,
12
setelah izin diproses, masih dilakukan pengawasan, pemegang izin diwajibkan
meyampaikan laporan secara berkala dan sebagainya. Pemerintah melakukan pengendalian terhadap kegiatan masyarakat dengan melakukan instrumen
perizinan. Izin dapat dimaksudkan untuk mencapai berbagai tujuan tertentu. Menurut Spelt dan ten Berge, motif-motif untuk menggunakan sistem izin dapat
berupa keinginan mengarahkan (mengendalikan atau sturen) aktivitas-aktivitas tertentu, hendak membagi benda-benda yang sedikit, dan mengarahkan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas. Secara lengkap tujuan dari izin
adalah sebagai berikut:
a. Mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu;
b. Mencegah bahaya terhadap lingkungan; c. Keinginan melindungai obyek-obyek tertentu; d. Membagi benda-benda yang sedikit;
e. Menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas lainnya.
Menurut Spelt dan ten Berge, pada umumnya sistem ini terdiri atas larangan, persetujuan yang merupakan dasar perkecualian (izin) dan ketentuan-ketentuan
yang berhubungan dengan izin, yaitu sebagai berikut: a. Larangan;
b. Persetujuan yang merupakan dasar pengecualian (izin); dan
c. Ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin.
2. 1. 6 Waktu Penyelesaian dan Biaya Perizinan
Waktu penyelesaian izin harus ditentukan oleh instansi yang bersangkutan. Waktu
13
penyelesaian pelayanan. Dimensi waktu selalu melekat pada proses perizinan
karena adanya tata cara yang harus ditempuh seseorang dalam mengurus izin tersebut, dengan demikian regulasi dan deregulasi harus memenuhi kriteria
berikut (Adrian Sutedi, 2008: 187): a. disebutkan dengan jelas;
b. waktu yang ditetapkan sesingkat mungkin; dan
c. diinformasikan secara luas bersama-sama dengan prosedur dan persyaratan.
Biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses
pemberian izin. Penetapan besaran biaya pelayanan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Rincian biaya harus jelas untuk setiap perizinan, khususnya yang memerlukan tindakan seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan;
b. Ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan atau dan memperhatikan prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Adrian Sutedi,
2008: 187).
Pembiayaan menjadi hal yang mendasar dari pengurusan perizinan. Namun perizinan sebagai bagian dari kebijakan pemerintah untuk mengatur aktivitas masyarakat sudah seharusnya memenuhi sifat-sifat sebagai pelayanan publik.
Dengan demikian, meskipun terdapat pembiayaan, sesungguhnya bukan untuk alat budgetaire negara. Oleh karena itu, biaya perizinan harus memenuhi
14
a. disebutkan dengan jelas; b. mengikuti standar nasional;
c. tidak ada pengenaan biaya lebih dari sekali untuk setiap obyek (syarat) tertentu;
d. perhitungan didasarkan pada tingkat real cost (biaya yang sebenarnya); dan
e. besarnya biaya diinformasikan secara luas.
2. 2 Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi
Dasar Hukum Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi adalah Peraturan Bersama Mendagri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan
Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun 2009 Nomor 07/PRT/M/2009 dan Nomor 19/PER/M.KOMINFO/03/2009 tentang
Pedoman dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Menara komunikasi merupakan salah satu infrastruktur pendukung yang utama dalam menyelenggarakan telekomunikasi yang vital dan memerlukan ketersediaan lahan,
bangunan dan ruang udara harus memperhatikan efisiensi, keamanan lingkungan dan estetika lingkungan. Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi diberikan kepadaperorangan atau badan hukum yang menyelenggarakan:
1. Penyelenggara telekumunikasi; dan 2. Penyedia menara dan kontraktor menara.
Persyaratan Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi, yaitu sebagai berikut:
a. Surat Permohonan;
b. Izin Pemanfaatan tata ruang;
c. Foto copy KTP Pemohon/penanggungjawab; d. Rekomendasi dari Lanud;
e. Izin Mendirikan bangunan; f. Izin Gangguan (HO);
g. Surat keterangan penguasaan tanah atau sertifikat atau surat sewa tanah dan akta jual beli;
15
i. Persetujuan tetangga atau lingkungan beserta foto copy KTP (legalisir); j. Rekomendasi dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Kabupaten Lampung Timur;
k. Melampirkan Informasi tentang menara yang meliputi:
a) Struktur menara;
b) Rangka struktur menara;
c) Pondasi menara
d) Ketinggian menara;
e) Tempat/space penempatan antena dan perangkat telekomunikasi untuk penggunaan bersama.
Sesuai ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengendalian Menara Telekomunikasi menyatakan menara atau menara telekomunikasi dapat beroperasi setelah mengantongi izin operasional dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) berdasarkan rekomendasi dari Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Kabupaten Lampung Timur.
2. 3 Komunikasi dan Telekomunikasi
2. 3. 1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis yang artinya sama. Sehingga
komunikasi berarti saling berusaha mengadakan suatu kesamaan (commonness) dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa kita sedang berusaha memberikan
informasi atau pendapat kepada orang lain. Oleh karena itu, dalam proses komunikasi diperlukan tiga komponen:
a. Pengirim (komunikator) sebagai sumber;
b. Pesan (informasi); dan
16
2. 3. 2 Pengertian Telekomunikasi
Telekomunikasi adalah sejenis komunikasi elektronik yang menggunakan perangkat-perangkat telekomunikasi. Telekomunikasi berasal dari kata tele, yang
artinya jauh dan komunikasi adalah penyampaian informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang lainnya. Telekomunikasi adalah penyampaian
informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang lainnya yang berjarak jauh, sehingga definisi sesungguhnya dari telekomunikasi adalah penyampaian informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang
lainnya dengan mempergunakan bantuan peralatan khusus, contohnya telepon, televisi dan lain sebagainya.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
mengemukakan definisi atau pengertian telekomunikasi, bahwa telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio atau
sistem elektromagnetis lainnya, sedangkan alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
Terlihat di sini bahwa hubungan itu tidak harus jauh (meskipun ada perkataan
tele) dekat pun bisa. Tidak harus berupa peralatan khusus (listrik) lainnya pun bisa contohnya asap, bendera, genderang dan laen sebagainya. Selain itu, harus pula dapat dibedakan antara telekomunikasi dengan komunikasi walaupun keduanya
saling berhubungan. Masalah-masalah yang timbul pada telekomunikasi yaitu: a. Masalah terminal;
17
c. Bagaimana menyambungkan terminal-terminal tersebut dan bagaimana
mengontrol atau mengendalikan penyambungan dari terminal-terminal tersebut.
Di dalam telekomunikasi terlebih dahulu harus mengenal prinsip dasar dari
telekomunikasi. Prinsip ini yaitu mengenai dua buah terminal yang dihubungkan oleh saluran transmisi.
2. 3. 3 Sistem Telekomunikasi
Sistem telekomunikasi terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak yang mamancarkan informasi dari satu tempat ke tempat lain. Sistem ini dapat
memancarkan teks, data, grafik, suara, dokumen, atau video. Komponen utama suatu sistem telekomunikasi meliputi hal-hal berikut:
a. Perangkat keras semua jenis komputer (Desktop, Server, Mainframe) dan
pengolah komunikasi (modems atau komputer kecil yang digunakan untuk komunikasi).
b. Media komunikasi media fisik, dimana sinyal elektronik dialirkan,
termasuk media tanpa kawat (digunakan dengan cell phone dan satelit). c. Jaringan komunikasi jalur antar komputer dan alat komunikasi perangkat
lunak komunikasi perangkat lunak yang mengendalikan sistem telekomunikasi dan keseluruhan proses transmisi.
d. Penyedia komunikasi data suatu perusahaan yang menyediakan jasa atau
layanan komunikasi data.
e. Protokol komunikasi aturan untuk mengirimkan informasi pada sistem
18
videconferencing, e-mail, reproduksi, dan perpindahan data secara
elektronik. Untuk memancarkan dan menerima informasi, suatu sistem telekomunikasi harus melaksanakan sejumlah fungsi terpisah yang
transparant kepada pengguna.
2. 3. 4 Jaringan Telekomunikasi
Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan
kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan telekomunikasi.
Penyelenggaraan telekomunikasi harus dilaksanakan oleh penyelenggara telekomunikasi. Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi meliputi:
a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi; b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi; c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu: a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); c. Badan Usaha Swasta; atau
19
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf c dapat dilakukan oleh: a. perseorangan;
b. instansi pemerintah; atau
c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
d. penyelenggara jasa telekomunikasi.
Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan/atau menyediakan jaringan telekomunikasi. Penyelenggara jaringan
telekomunikasi dalam membangun jaringan telekomunikasi wajib memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggara jaringan
telekomunikasi dalam membangun dan/atau menyediakan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis. Ketentuan mengenai Rencana Dasar Teknis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
2. 3. 5 Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin terselenggaranya
telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya. Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki dan disediakannya. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi
20
jaringan telekomunikasi wajib mendapatkan izin penyelenggaraan jasa
telekomunikasi dari menteri.
2. 3. 6 Hak dan Kewajiban Penyelenggara Jasa Telekomunikasi
Dalam Rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan
telekomunikasi, berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi pihak penyelenggara jaringan telekomunikasi mempunyai hak
dan kewajiban sebagai berikut:
a. Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai pemerintah.
b. Pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari
instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang
menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.
d. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip:
a. Peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan
b. Pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan
21
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi, untuk menyelenggarakan jaringan telekomunikasi, pemohon wajib mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Menteri. Dalam Pasal
57 Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, dalam mengajukan permohonan izin pemohon wajib memenuhi
persyaratan:
a. Berbentuk badan hukum Indonesia yang bergerak dalam bidang telekomunikasi;
b. Mempunyai kemampuan sumber dana dan sumber daya manusia di bidang telekomunikasi.
Sedangkan tata cara pengajuan izin diatur dengan keputusan menteri. Pemberian
izin untuk penyelenggara jaringan telekomunikasi dilakukan melalui evaluasi atau seleksi. Persyaratan permohonan izin terdiri atas:
a. Profil perusahaan;
b. Rencana pembangunan jaringan atau jasa; c. Rencana usaha.
2. 4 Pengawasan
2. 4. 1 Pengertian Pengawasan
Pengawasan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting agar pekerjaan
maupun tugas yang dibebankan kepada aparat pelaksana terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan (Nurmayani, 2009: 81). Hal ini sesuai dengan pendapat
22
pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin
agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Sondang P. Siagian, 1980: 135).
Menurut Sujamto, pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak (Sujamto, 1983:
17). Pengertian pengawasan tersebut menekankan pada suatu proses pengawasan yang berjalan secara sistematis sesuai dengan tahap-tahap yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Soekarno K. yang menyatakan bahwa
pengawasan adalah proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana (dalam Nurmayani, 2009:
82). Hal ini dipertegas kembali oleh T. Hani Handoko yang menyatakan bahwa pengawasan adalah proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai (T. Hani Handoko, 1984: 354).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, penulis sepaham dengan
pengertian pengawasan yang diungkapkan oleh Sondang P. Siagian karena pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
2. 4. 2 Fungsi dan Tujuan Pengawasan
23
mempertebal rasa tanggung jawab untuk mencegah penyimpangan dan
memperbaiki kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan (Nurmayani, 2009: 82).
Hakekatnya setiap kebijaksanaan yang dilakukan oleh pimpinan suatu badan mempunyai fungsi tertentu yang diharapkan dapat terlaksana, sejalan dengan
tujuan kebijaksaan tersebut. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan pengawasan pada suatu lingkungan kerja atau suatu organisasi tertentu.
Pengawasan yang dilaksanakan mempunyai fungsi sesuai dengan tujuannya. Mengenai hal ini, Soerwarno Handayanigrat menyatakan 4 (empat) hal yang terkait dengan fungsi pengawasan, yaitu:
a. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaannya;
b. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan;
c. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, kelalaian, dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan;
d. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami hambatan-hambatan dan pemborosan (dalam Nurmayani, 2009: 82).
Pengawasan yang dilakukan adalah bermaksud untuk mendukung kelancaran
pelaksanaan kegiatan sehingga dapat terwujud daya guna, hasil guna, dan tepat guna sesuai rencana dan sejalan dengan itu, untuk mencegah secara dini
kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan. Dengan demikian pada prinsipnya pengawasan itu sangat penting dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga pengawasan itu diadakan dengan maksud sebagai berikut:
24
b. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dengan melihat
kelemahan-kelemahan, kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalan dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau
timbulnya kesalahan baru;
c. Mengetahui apakah penggunaan fasilitas pendukung kegiatan telah sesuai
dengan rencana atau terarah pada sasaran;
d. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam perencanaan semula;
e. Mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan dapatkah diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut sehingga mendapatkan efisiensi yang besar.
Menurut Sujamto, pengawasan diadakan dengan tujuan untuk mengetahui dan
menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas dan pekerjaan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak (Sujamto, 1986: 115). Suatu pengawasan yang dilakukan oleh suatu pimpinan dari suatu lingkungan kerja
tertentu mempunyai tujuan yang diharapkan tercapai. Soekarno K. mengungkapkan beberapa hal pokok mengenai tujuan pengawasan, yaitu:
a. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan telah sesuai dengan rencana; b. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu yang dilaksanakan sesuai dengan
instruksi-instruksi dan asas-asas yang telah ditetapkan;
c. Untuk mengetahui mengetahui kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan yang mungkin timbul dalam pelaksaan pekerjaan;
d. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan secara efisien;
e. Untuk mengetahui jalan keluar, jika ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan ke arah perbaikan (Soekarno, 1989: 146).
2. 4. 3 Macam-Macam atau Jenis Pengawasan
25
1. Pengawasan ditinjau dari segi cara pelaksanaannya
Pengawasan apabila ditinjau dari segi cara pelaksanaanya dibedakan atas pengawasan langsung dan Pengawasan tidak langsung. Pengawasan langsung
adalah pangawasan yang dilakukan dengan cara mendatangi atau melakukan pemeriksaan di tempat terhadap obyek yang diawasi. Pemeriksaan setempat ini
dapat berupa pemeriksaan administratif atau pemeriksaan fisik di lapangan. Kegiatan secara langsung melihat pelaksanaan kegiatan ini bukan saja dilakukan oleh perangkat pengawas akan tetapi perlu lagi dilakukan oleh pimpinan yang
bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Dengan demikian dapat melihat bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan dan bila dianggap perlu dapat memberikan
petunjuk-petunjuk dan instruksi maupun keputusan-keputusan yang secara langsung menyangkut dan mempengaruhi jalannya pekerjaan.
Pengawasan tidak langsung adalah kebalikan dari pengawasan langsung, yang dilakukan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau obyek yang
diawasi. Pengawasan ini dilakukan dengan mempelajari dan menganalisa dokumen yang menyangkut obyek yang diawasi yang disampaikan oleh pelaksana
atau pun sumber lain. Pengawasan tidak langsung selain dilakukan melalui laporan tertulis tersebut di atas, juga dapat dilakukan dengan mempergunakan bahan yang berupa laporan lisan.
2. Pengawasan ditinjau dari segi hubungan antara subyek pengawasan dan obyek yang diawasi.
26
organisasi itu sendiri. Artinya bahwa subyek pengawas yaitu pengawas berasal
dari dalam susunan organisasi obyek yang diawasi. Pada dasarnya pengawasan ini harus dilakukan oleh setiap pimpinan akan tetapi dapat saja dibantu oleh setiap
pimpinan unit sesuai dengan tugas masing-masing. Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri, artinya bahan
subyek pengawasan berasal dari luar susunan organisasi yang diawasi dan mempunyai sistem tanggung jawab tersendiri.
3. Pengawasan ditinjau dari segi waktu pelaksanaan pekerjaan
Pengawasan yang ditinjau dari segi waktu pelaksanaan pekerjaan dibagi atas
pengawasan preventif dan pengawasan represif. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pekerjaan mulai dilaksanakan, misalnya
dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lainnya. Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan
tersebut dilaksanakan, hal ini diketahui melalui audit dengan pemerikasaaan terhadap pelaksanaan pekerjaan di tempat dan meminta laporan pelaksanaan
27
III. METODE PENELITIAN
3. 1 Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan penelitian hukum
yuridis empiris, yaitu penelitian hukum yang obyek kajiannya meliputi ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta penerapannya pada peristiwa hukum, yaitu
mengenai penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur.
3. 2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. 1. Data primer adalah data yang bersumber dari hasil wawancara dengan
pihak-pihak yang terlibat penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur, yaitu:
a. Deni Ardiansyah, S.E.,M.E selaku Kepala Seksi PDE dan Komunikasi
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lampung Timur; dan
28
a. Bahan hukum primer, yaitu meliputi:
1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi; 2) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Telekomonikasi;
3) Peraturan Menteri Kominfo Nomor 2/PER/M.KOMINFO/3/2008
tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi; dan
4) Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 23 Tahun 2011
tentang Pengendalian Menara Telekomunikasi.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang bersumber dari
buku-buku ilmu hukum dan tulisan-tulisan hukum lainnya.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang bersumber dari kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah, surat kabar dan jurnal
penelitian hukum serta bersumber dari bahan-bahan yang didapat melalui internet.
3. 3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
3. 3. 1 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Studi kepustakaan (library research) atau studi dokumen,
Studi kepustakaan dilakukan peneliti dalam rangka memperoleh data sekunder
29
atau bahan lainnya berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini.
b. Studi lapangan (field research)
Studi lapangan dilakukan dengan teknik wawancara (interview) yang bertujuan untuk mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaan
kepada informan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara, sehingga tanya jawab dan diskusi menjadi lebih terarah sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
3. 3. 2 Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan setelah data yang dibutuhkan terkumpul, baik berupa dari primer maupun data sekunder. Adapun prosedur pengolahan data dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa dan mengoreksi data yang masuk, apakah berguna atau tidak, sehingga data yang terkumpul benar-benar bermanfaat untuk
menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
b. Sistematisasi, yaitu proses penyusunan data menurut sistem yang telah
ditetapkan.
c. Klasifikasi data, yaitu menyusun dan mengelompokkan data berdasarkan jenis data.
3. 4 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara analisis kualitatif, yaitu dengan cara
30
sehingga diperoleh gambaran yang jelas dari jawaban permasalahan yang dibahas
dan kesimpulan atas permasalahan tersebut. Penarikan kesimpulan dari analisis menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara berfikir dalam menarik
53
V. PENUTUP
5. 1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti di bab
sebelumnya atas permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur dilakukan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu bersama dengan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lampung
Timur. Perizinan pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur dilakukan secara terpadu. Ketentuan pembangunan menara telekomunikasi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten
Lampung Timur Nomor 23 Tahun 2011 menentukan bahwa pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi di seluruh wilayah wajib mengacu pada
Rencana Induk Menara Telekomunikasi Terpadu di daerah dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Izin yang berkaitan dengan menara telekomunikasi adalah IMB Menara dan Izin Operasional Menara
Telekomunikasi Terpadu.
2. Pengawasan terhadap penyelenggaraan izin pembangunan menara
54
pemerintah Kabupaten Lampung Timur dilakukan sejak pengajuan izin,
pelaksanaan izin hingga izin tersebut itu habis masa berlakunya. Pengawasan sebelum izin tersebut diterbitkan sangat berkaitan dengan kelengkapan
persyaratan permohonan izin. Pada saat ini merupakan awal dari pengawasan yang dilakukan, tujuannya untuk meneliti apakah persyaratan tersebut telah
lengkap, benar dan asli. Apabila ditemukan adanya persyaratan izin yang tidak lengkap atau tidak benar ataupun dipalsukan, izin tersebut tidak akan dikeluarkan. Pengawasan yang dilakukan setelah izin diberikan bertujuan
untuk mengevaluasi apakah izin yang telah diberikan oleh pemerintah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan izin yang diberikan. Pengawasan ini
dilakukan sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 23 Tahun 2011. Segala bentuk pelanggaran terhadap izin ini akan dikenakan sanksi berupa sanksi administrasi. Sanksi administrasi
ini juga diperuntukkan bagi menara telekomunikasi yang tidak memiliki izin. Sanksi administrasi bagi yang memiliki izin terdiri peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali, pembekuan izin dan pencabutan izin. Sedangkan sanksi
administrasi bagi yang tidak berizin atau tidak memiliki IMB Menara dan izin operasional menara telekomunikasi terpadu adalah pembongkaran menara
55
5. 2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan:
1. Sebaiknya pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi dengan melibatkan peran serta
masyarakat dengan membuat kotak pengaduan yang ditempatkan di lokasi tertentu, misalnya kantor desa dan kantor kecamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Atmosdirjo, S. Prajudi. 1994. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia, Jakarta
Hadjon, Philipus M., 1991. Pengantar Hukum Perizinan. Penerbit Alumni, Bandung
---. 2005. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Muhammad, Abdulkadir. 2008. Metode Penelitian Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.
Muslimin, Amrah. 1980. Beberapa Asas-Asas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi dan Hukum Administrasi Negara. Penerbit Alumni, Bandung
Mustafa, Bacshan. 1985. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Penerbit Alumni, Bandung
Nurmayani. 2009. Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung, Bandar Lampung.
Ridwan H.R. 2002. Hukum Administrasi Negara, Cetakan Pertama, UII Press, Yogyakarta
Sinambela, L.P., 1992. Ilmu dan Budaya, Perkembangan Ilmu Administrasi Negara, Edisi Desember
____________. 2006. Reformasi Pelayanan Publik; Teori Kebijakan dan Implementasi, Bumi Aksara, Jakarta
Sunggono, Bambang. 2003. Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan keenam, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomonikasi
Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi