PEMBERDAYAAN MASYARAKAT OLEH LSM MITRA BENTALA DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DESA PULAU PAHAWANG MELALUI PEMBENTUKAN UNIT USAHA MITRA
WISATA By Gustia Soraya
Paradigma baru dalam manajemen pembangunan saat ini dikenal dengan sebutan
good governance. Good governance ini akan tercapai apabila kualitas interaksi yang terjadi antara komponen governance yaitu Negara (state), sector swasta (privat sector) dan organisasi kemasyarakatan (civil society organization) dapat terwujud. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai sala satu bentuk civil society yang kuat memiliki kontribusi penting dalam agenda arah dan agenda pembangunan melalui pemberdayaan kepada masyarakat pada tingkat
“grassroots”, sehingga mampu mengajak kelompok-kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan pemberdayaan masyarakat oleh LSM Mitra Bentala dalam pengembangan ekowisata di Desa Pulau Pahawang dengan tidak adanya kerangka kerja pada unit usaha Mitra Wisata sekaligus memberikan rekomendasi kerangka kerja yang tepat bagi Mitra Wisata.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ialah wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi. Data dianalisis menggunakan pendekatan Logical Framework Approach (logframe), dari hasil analisis tersebut diperoleh 11 (sebelas) permasalahan yang kemudian dianalisis kembali melalui Matriks Logframe guna menemukan penyelesaiannya. Selanjutnya diperoleh beberapa kegiatan program yang dapat dilakukan, diantaranya yaitu : pembuatan struktur kepengurusan, pelatihan manajemen keuangan, pelatihan manajemen program, legitimasi pengelolaan ekowisata, pendanaan (pelatihan fundraising), pelatihan manajemen lembaga, pelatihan mengeni ekosistem laut dan pesisir, pelatihan SAR (Search and Resque), pelatihan manajemen wisata, pelatihan pembuatan souvenir, pelatihan pembibitan mangrove, pelatihan pembuatan dan pengelolaan makanan khas, pe;atihan transplantasi terumbu karang, pertemuan rutin (diskusi antarpihak terkait) dan penggabungan rencana strategis antarpihak terkait. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat mengatasi permasalahan yang ada jika pelaksanaannya turut didukung oleh sinerginya berbagai pihak terkait, dalam hal ini yakni LSM Mitra Bentala, Dinas Pariwisata Kabupaten Pesawaran, aparatur desa dan juga peran akademisi kampus.
ABSTRACT
COMMUNITY EMPOWERMENT BY NON-GOVERNMENTAL ORGANIZATIONS MITRA BENTALA IN THE DEVELOPMENT OF
THE ECOTOURISM IN THE PAHAWANG ISLAND VILLAGE THROUGH BUSINESS UNITS MITRA WISATA
By Gustia Soraya
The new paradigm in the management of development today is known as good governance. Good governance will be achieved if the quality of the interactions that occur among the components of governance, such as the State , private sector and civil society organizations can be realized. Non-governmental Organization (NGO) as one form of strong civil society has an important contribution for the agenda of the direction and development through the empowerment of the people at the "grassroots", which has ability to encourage groups community in participating for development. This study aimed to describe and analyze implementation of community empowerment by non-governmental organizations Mitra Bentala in the development of ecotourism in the Pahawang Island Village absence of a framework on business units Mitra Wisata, and also provide recommendations appropriate frameworks Mitra Wisata.
This research used descriptive research with qualitative approach. Data collection techniques used interview, documentation and observation. Data were analyzed by Logical Framework Approach (logframe), the results of the analysis obtained 11 (eleven) problems which analyzed again through Logframe matrix in order to find the solution. Furthermore gained some programs to do, such as: the manufacture of the management structure, the financial management training, the management program training, the ecotourism management legitimacy, the financing (fundraising training), management institute training, the marine and coastal ecosystems training, SAR training (Search and Rescue), travel management training, manufacture of souvenirs training, mangrove nursery training, food specialties training, coral transplantation training, regular meetings (discussions between the parties related) and the strategic incorporation plan between the parties concerned. The activities can overcome the existing problems if the implementation is also supported by the synergy of various stakeholders, such as the Mitra Bentala, Pesawaran Tourism District, village officials and also
the campus academics.
DESA PULAU PAHAWANG MELALUI PEMBENTUKAN
UNIT USAHA MITRA WISATA
Oleh
Gustia Soraya
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA ILMU ADMINISTRASI NEGARA
Pada
Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kalianda pada tanggal 9 Agustus 1991, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Shobirin dan Ibu Suryati.
Taman Kanak-Kanak Dharma Wanita merupakan pendidikan formal pertama yang diselesaikan penulis pada tahun 1997 sebelum melanjutkan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Taman Pendidikan Islam Kalianda Lampung Selatan diselesaikan pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kalianda Lampung Selatan diselesaikan pada tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kalianda Lampung Selatan diselesaikan pada tahun 2009.
MOTO
Tabunganku ialah pendidikan anak-anakku
(Suryati)
Do it now. Sometimes ‘later’ becomes ‘never’
(Anonymous)
Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya,
karena dia tidak hidup di zamanmu
PERSEMBAHAN
Syukurku kepada Allah SWT, atas segala rahmat, nikmat dan kekuatan yang kurasakan sepanjang hidupku
Dengan segenap hati kupersembahkan karya kecilku ini kepada :
Orang tuaku tercinta “SHOBIRIN dan SURYATI” yang telah membesarkan, mendo’akan dalam setiap sujudnya dan mendidik anak
-anaknya dengan penuh kasih sayang dan keihklasan.
Adik-adikku tersayang serta seluruh keluarga besarku, yang selalu membuatku merindukan rumah
Keluarga besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillah, yang utama kepada Allah SWT, tercurah segala puji dan syukur karena atas segala kehendak dan kekuasaanNya, penyususnan skripsi ini dapat penulis selesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Selama penyusunan skripsi tentang kerangka kerja LSM mitra bentala dalam pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan ekowisata di desa pulau pahawang, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan masukan dari berbagai pihak.
Terwujudnya skripsi ini, telah melibatkan berbagai pihak yang telah dengan rela membantu dan mendukung terselesaikannya skripsi ini. Sehingga penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Dian Kagungan, M.H selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Fery Triatmojo S.AN., M.PA selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, arahan serta saran dalam proses penyusunan skripsi ini hingga akhir.
3. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si selaku Ketua Jurusan dan Dosen Pembahas yang telah memebrikan arahan, masukan dan saran yang bermanfaat bagi penulis untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini.
studi.
6. Ibu Nur, selaku staf administrasi jurusan yang dengan sabar memberikan pelayanan yang maksimal bagi penulis dan juga jurusan.
7. Bapak Efendi Suyanto selaki Kasi bidang Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pesawaran, atas kesediaannya meluangkan waktu, bantuan berupa informasi dan data-data serta saran yang sangat membantu penulis dalam penyelasaian skripsi ini.
8. Bang Abi, selaku Direktur Eksekutif LSM Mitra Bentala yang telah bersedia meluangkan waktunya serta mendukung penulis dengan memberikan berbagai informasi serta data-data yang diperlukan.
9. Bang Buyung Ridwan, selaku Direktur Mitra wisata, yang selalu sabar menjadi partner penulis selama di lokasi penelitian dalam kurun waktu yang cukup lama, terimakasih banyak atas waktunya, dukungannya selama proses observasi di lapangan.
10.Segenap pengurus LSM Mitra Bentala yang telah banyak membantu dan berdiskusi dengan penulis demi kelancaran penelitian ini.
11.Bang Ivan Bonang, selaku pembimbing skripsi ekstra, dengan penuh kesabaran dan suka rela meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 12.Bapak Kamaluddin selaku Kepala Desa Pulau Pahawang dan bapak
Selamet Riyadi selaku Sekretaris Desa Pulau Pahawang. Terimakasih banyak atas waktunya, informasi serta dukungannya guna menyelesaikan skripsi ini.
penuh kasih sayang dan keihklasan.
15.Adik-adikku tersayang, Siti Pratiwi dan Ibram Sabrani, keluarga besarku di Kalianda, Datuk Muh, Uwo Rohana, Ngah Solida, Mak Uda Roziah, Mak Su Isnani, Wak Syamsul, Om pur, bang Tama, bang Tomi (Alm), Dinda dan khususnya Cik Wati. Kalian selalu membuatku merasa bahwa rumah adalah obat dari segala peyakit.
16.Sahabat-sahabat seperjuangan semasa SMA yang selalu bertanya dan mendesak “kapan wisuda?” (Annisa, Rika, Orin)
17.Keluarga kecil “geng Liar” : Arde (Kom 07), Juharis (Kom 08) Yuditiduy (Ane 08). Terimakasih atas kebersamaannya selama ini.
18.Keluarga Besar UKMF PA CAKRAWALA. BZ, om Mario, Eko, gumpil, bg uban, Aria, Nur, Wulan, Fredy, Wilson, Weny, Susi, Toman, buna, serut, cemung, nyenyes, iprit, Febry, Teddy, Wahyu, Ridho, iqbal dkk. 19.Saudara-saudara seperjuangan Adm. Negara 2009 khususnya Listi
Nainggolan, Martha Tobing, Riyanti, Nova Melasari, Ratna Setya Ningrum dan juga Martina Neviana. Terimakasih sudah menjadi sahabat sekaligus saudara yang selalu mendukung hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Serta keluarga besar Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka semua dan semoga karya sederhana ini dapat menjadi suatu bacaan yang bermanfaat. Amin.
Bandarlampung, Juni 2015 Penulis,
DAFTAR ISI
DAFAR ISI
DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu ... 9
B. Tinjauan Tentang Manajemen Strategis ... 13
1. Pengertian Strategi ... 13
2. Manajemen Strategis ... 16
3. Manfaa tManajemen Strategis ... 16
4. Manajemen Strategi melalui Logical Framework Approach (LFA) ... 17
C. Tinjauan Tentang Pemberdayaan Masyarakat ... 21
1. Pengertian Pemberdayaan ... 21
2. Pemberdayaan Masyarakat ... 23
D. Tinjauan Tentang Kepariwisataan dan Ekowisata ... 25
1. Pengertian Pariwisata ... 25
2. Konsep Ekowisata ... 27
E. Kerangka Pikir Penelitian ... 30
III. METODE PENELITIAN A. Tipe dan Pendekatan Penelitian ... 33
B. Fokus Penelitian ... 34
C. Lokasi Penelitian ... 36
IV. GAMBARAN UMUM
A. Profil LSM Mitra Bentala ... 54
B. Profil Desa Pulau Pahawang ... 68
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat oleh LSM Mitra Bentala dalam pengembangan ekowisata di desa Pulau Pahawang dengan tidak adanya kerangka kerja pada unit usaha MitraWisata ... 73
1. Pemberdayaan Masyaraka tmelalui Unit Usaha Mitra Bentala ... 75
A. Upaya HarusTerarah ... 76
B. Program Harus Mengikutsertakan Masyarakat ... 82
C. Menggunakan Pendekatan Kelompok ... 89
B. Kerangka kerja Mitra Wisata yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan ekowisata di Desa Pulau Pahawang ... 96
1. Analisis Stakeholder ... 96
2. Analisis Permasalahan ... 98
3. Analisis Tujuan/Hasil... 107
4. Analisis Strategi melalui Matriks Logframe ... 109
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 120
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.BaganKerangkaPikirPenelitian……….………32
Gambar 2.Analisis Data Model Interaktifdari Miles danHuberman……….………….41
Gambar 3.Pohon Masalah……….……..42
Gambar 4.Pengelompokkan Masalah………...105
Gambar 5.Pohon Masalah……….106
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.Ringkasan Penelitian Terdahulu………...……12
Tabel 2.Kegiatan wisata pantai dan bahari yang dapat dikembangkan………...30
Tabel 3.DaftarInformanWawancara………..…...38
Tabel 4.Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian………...39
Tabel 5.Analisis Stakeholder……….…….41
Tabel 6.Matriks Logframe……….…...45
Tabel 7.Catatan perkembangan Pulau Pahawang dan partisipasi Mitra Bentala…………....78
Tabel 8.Pelaku ekowisata Desa Pulau Pahawang………...…86
Tabel 9.Rencana Strategis kepariwisataan Mitra Bentalat ahun 2014-2017………..…….…91
Tabel 10.Rencana Strategis kepariwisataan Mitra Bentala tahun 2014-2017………..……...98
Tabel 10.Analisis Stakeholder………...……100
Tabel 11.Kategorisasi hasil wawancara………...…..101
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional di banyak negara berkembang pada umumnya ditekankan
pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang paling terasa adalah
keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka
dapat dikatakan bahwa keberhasilan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan
menjadi tolak ukur keberhasilan maupun kegagalan pembangunan. Meningkatnya
tuntutan masyarakat akan hasil pembangunan mendorong adanya perubahan
paradigma pembangunan. Manajemen pemerintahan bergeser dari tertutup
menjadi terbuka, pembangunan tidak lagi berorientasi pada perencanaan
pemerintah pusat, tetapi lebih mengakar pada kebutuhan nyata masayarakat di
daerah dengan memposisikan ruang partisipasi lebih terbuka dalam proses
pembangunan. Paradigma baru dalam manajemen pembangunan saat ini dikenal
dengan sebutan good governance. Dalam konteks good governance ini, agent of development tidak hanya pemerintah saja, tetapi juga citizen dan sektor swasta yang turut berperan di dalamnya. Konteks citizen di sini, masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat yang terorganisir (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Pembangunan yang berkelanjutan memiliki keterkaitan erat dengan pemberdayaan
masyarakat di mana penbangunan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama
suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan ekologis yang dinamis. Maka
selayaknya pembangunan masyarakat dijadikan sebagai sebuah strategi dalam
pembangunan. Hingga saat ini pun sejumlah kebijakan pemerintah dalam hal
penanggulangan kemiskinan yang berbentuk pembangunan masyarakat terus
digulirkan dari masa ke masa mulai dari Inpres Desa Tertinggal (IDT), Jaring
Pengaman Sosial (JPS), Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal
(P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), PNPM hingga BLSM dan
lain-lain. Namun program-program tersebut terkesan kurang efektif dalam
pelaksanaannya dan cenderung sentralistik. Lain halnya dengan LSM/NGO, yang
dalam konteks good governance turut serta mengambil bagian dalam penentuan arah dan agenda pembangunan, dinilai mampu melakukan pemberdayaan kepada
masyarakat dalam hal penanggulangan kemiskinan. Selain sifat dasarnya yang
mandiri, LSM sebagai organisasi non-politik ini mempunyai peranan mendukung
dan memberdayakan masyarakat pada tingkat “grassroots”, yang sangat esensial
dalam rangka penanggulangan kemiskinan.
Beberapa LSM baik berskala lokal maupun nasional senantiasa aktif melakukan
pendampingan dan pemberdayaan di berbagai bidang, seperti pendampingan di
bidang politik, pendidikan, ,lingkungan hidup dan lain-lain. Gencarnya isu-isu
konservasi lingkungan memunculkan dukungan dari berbagai pihak (Pemerintah,
LSM, Masyarakat dan Stakeholder lainnya). Dukungan dari pemerintah dapat berbentuk Peraturan Perundangan yang telah disusun untuk menunjang upaya
konservasi, yakni antara lain :
a. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
b. UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
Sedangkan dukungan dari LSM berbentuk pendampingan masyarakat berupa
fasilitator, penggagas, pemberi arahan dan masukan. Seperti yang dilakukan oleh
LSM WALHI (Wahana Lingkungan Hidup), LSM CIKAL, LSM WATALA,
LSM Mitra Bentala dan lain-lain. LSM-LSM tersebut bergerak di bidang
lingkungan hidup yang mempunyaiconcerndi bidangnya masing-masing.
LSM Mitra Bentala merupakan salah satu LSM yang concern dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Terbentuknya LSM Mitra Bentala karena
adanya kesamaan rasa keprihatinan terhadap kondisi SDA wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil di Provinsi Lampung yang mulai terancam keberadaannya.
Kekayaan sumber daya alam yang tersebar dibeberapa wilayah di Lampung tidak
diimbangi dengan pengelolaan yang berorientasi pada keseimbangan dan
keberlanjutan pemanfaatannya, menyebabkan degradasi lingkungan kawasan
pesisir laut, dan pulau-pulau kecil. Seperti halnya yang terjadi di Pulau Pahawang
yang merupakan gugusan pulau di sekitar Teluk Pidada, Kabupaten Pesawaran
Provinsi Lampung.
Pulau Pahawang merupakan sasaran lokasi program pemberdayaan masyarakat
oleh LSM Mitra Bentala melalui konservasi hutan mangrove yang pada tahun
1990-an sempat rusak parah akibat perbuatan masyarakatnya sendiri. Kayunya
ditebang untuk bahan bakar dan dikirim ke Pulau Jawa. Akarnya juga dirusak
karena penduduk mencari cacing pakan ikan di bawah akar mangrove sehingga
mengganggu habitatnya. Selain itu penangkapan ikan melalui pengeboman pun
Pahawang menjadi rusak. Kejadian tersebut menarik minat LSM Mitra Bentala
untuk melakukan pendampingan pada masyarakat Pulau Pahawang dalam
mengkonservasi puluhan hektar hutan mangrove di sana. Perlahan namun pasti
kondisi kebaharian Pulau Pahawang mulai membaik. Tidak sampai di situ saja,
upaya peningkatan ekonomi masyarakat lokal melalui pemanfaatan mangrove pun
mulai berjalan. Masyarakat Pulau Pahawang sudah melakukan produksi makanan
berupa kripik mangrove dan minuman berupa sirup dari bahan dasar daun dan
buah mangrove.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Septriana (2012:142-143)
di tahun 2010 adalah di mana strategi peningkatan ekonomi melalui pemanfaatan
mangrove mulai dijalankan, termasuk melakukan produksi makanan dan minuman
melalui pemanfaatan daun dan buah mangrove. Namun setelah dua tahun lebih
kegiatan produksi makanan dan minuman belum menunjukkan adanya
peningkatan ekonomi secara maksimal. Dengan pendapatan rata-rata Rp.600.000
perbulan di tahun 2011-2012 yang sebelumnya tidak jauh berbeda yakni rata-rata
Rp.550.000 perbulan di tahun 2010, dapat dikatakan pendapatan masyarakat
Pahawang masih berada di bawah kebutuhan hidup standar yang telah ditetapkan
Provinsi Lampung yang saat itu berkisar Rp.975.000 perbulan. Hal tersebut
dikarenakan belum maksimalnya pemasaran produk-produk hasil pemanfaatan
mangrove karena adanya permasalahan waktu dan biaya mengingat lokasi Pulau
Pahawang yang cukup jauh dari daratan.
Kondisi kebaharian yang saat ini sudah membaik dimanfaatkan sebagai
pengalihan mata pencaharia penduduk lokal dengan merambah ke sektor swasta
mangrove tersebut. dengan memanfaatkan kawasan hutan mangrove seluas 30
hektar sebagai destinasi ekowisata, LSM Mitra Bentala membentuk suatu unit
usaha yang khusus bergerak di sektor parwisata. Unit usaha yang dinamai Mitra
Wisata ini dibentuk untuk mendampingi sekelompok masyarakat lokal dalam
menjadikan destinasi ini menjadi favorit wisatawan, minimal dari lokal.
Keunggulan Pahawang tidak hanya terletak pada luas hutan mangrovenya saja,
Pulau Pahawang juga memiliki pemandangan pulau dan bawah laut yang sangat
indah.
Pengembangan pariwisata mempunyai peranan penting dan strategis dalam
pembangunan, sebagaimana tujuan kepariwisataan Indonesia yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang
diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan serta mengatasi pengangguran.
Peranan pariwisata semakin terasa dilihat dari kunjungan wisatawan mancanegara
yang menunjukkan trend naik dalam beberapa dasawarsa. Tahun 1969, Indonesia
hanya dikunjungi oleh 86.067 wisman, kemudian meningkat menjadi 2.051.686
tahun 1990, dan 5.064.217 tahun 2000 (Santosa dalam Pitana dan Gayatri
2005:3-4).
Tetapi industri pariwisata tidak selalu terus menerus membawa dampak positif
seperti penghasil devisa, membuka lapangan kerja serta meningkatkan
perekonomian. Sejalan dengan itu juga menimbulkan berbagai dampak negatif
seperti pergeseran nilai-nilai sosial budaya maupun pencemaran lingkungan fisik
dan biotis. Isu dampak negatif inilah yang menyebabkan pergeseran konsep
dengan istilah ekowisata. Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata
khusus yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumber daya
pariwisata. Dewasa ini ekowisata memiliki potensi yang besar untuk
berkembang. Hal tersebut didukung oleh laporan World Travel Tourism Council
(WTTC) tahun 2000, pertumbuhan rata-rata ekowisata sampai 10 persen per tahun
atau lebih tinggi dari pariwisata umumnya yang sebesar 4,6 % per tahun.
Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat diprediksi bahwa pengembangan
ekowisata merupakan jawaban dari masalah lingkungan dan di sisi lain sangat
menunjang pembangunan ekonomi, terutama ekonomi penduduk lokal yang
menjadi konsentrat LSM Mitra Bentala dalam memberdayakan masyarakat di
Pulau Pahawang. Program kerja merupakan salah satu tolak ukur kapasitas suatu
lembaga atau organisasi. Guna mengoptimalkan berjalannya program kerja yang
dalam penelitian ini ialah program pemberdayaan masyarakat oleh LSM Mitra
Bentala melalui pengembangan ekowisata maka diperlukannya kerangka program
kerja strategis yang disusun secara sistematis dan logis.
Kemampuan menyusun kerangka program kerja yang baik mutlak diperlukan
untuk memastikan bahwa program dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
lembaga mengacu dan selalu bertujuan untuk mencapai visi dengan melalui misi
yang telah ditetapkan. Selain itu, dengan adanya kerangka program kerja strategis
yang disusun secara sistematis dan logis, akan membantu mempermudah
lembaga dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pencapaian program
(Konsil LSM Indonesia, 2012:2).
Berdasarkan riset yang telah dilaksanakan peneliti ditemukan bahwa dari awal
kerangka kerja yang diterbitkan khusus oleh Mitra Wisata. Mengingat betapa
pentingnya keberadaan kerangka kerja program tersebut sebagaimana yang telah
dijabarkan di atas maka diperlukannya suatu penelitian guna menyusun kerangka
program kerja yang strategis dalam upaya optimalisasi pemberdayaan masyarakat
melalui pengembangan ekowisata di desa Pulau Pahawang.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan pemberdayaan masyarakat oleh LSM Mitra
Bentala dalam pengembangan ekowisata di desa Pulau Pahawang dengan
tidak adanya kerangka kerjapada unit usaha MitraWisata ?
2. Bagaimana kerangka kerja Mitra Wisata yang tepat dalam
pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan ekowisata di desa
Pulau Pahawang ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat oleh LSM Mitra Bentala dalam pengembangan ekowisata di
desa Pulau Pahawang dengan tidak adanya kerangka kerja pada unit usaha
Mitra Wisata
2. Untuk menganalisis sekaligus memberikan rekomendasi kerangka kerja
Mitra Wisata yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat melalui
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
ilmiah bagi Ilmu Adminsitrasi Negara khususnya mengenai kajian
manajemen strategi dan pengembangan potensi pariwisata.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan
atau referensi bagi pihak lain yang melakukan penelitian sejenis. Secara
khusus penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangan
pemikiran bagi pemerintah setempat dan LSM Mitra Bentala khususnya
dalam mengembangkan potensi kebaharian berbasis ekowisata guna
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan telah mengilhami penelitian ini, baik
sebagai referensi, pembanding maupun sebagai dasar pemilihan topik penelitian.
Diantaranya yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan Eva Septriana (2012), dengan tujuan penelitian
untuk mendeskripsikan dan menganalisis strategi LSM Mitra Bentala
dalam pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pengelolaan kawasan
hutan mangrove Pulau Pahawang serta kendala-kendala yang dihadapinya.
Data diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.
Hasilnya adalah strategi LSM Mitra Bentala yang terdiri dari upaya
pelestarian hutan mangrove Pulau Pahawang, peningkatan kapasitas
kelembagaan BPDPM, peningkatan ekonomi melalui pemanfaatan
mangrove dirasa kurang maksimal karena pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan hanya berfokus pada upaya pencapaian kelestarian hutan
mangrovenya saja, sedangkan pencapaian kesejahteraan masyarakat belum
tercapai secara optimal. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya sebagian
besar pendapatan masyarakat yang masih terbilang rendah yaitu berkisar
Rp.600.000,- perbulan, jauh dibawah standar kebutuhan hidup layak
tersebut disebabkan faktor internal organisasi sendiri yaitu minimnya
kualitas SDM organisasi serta masalah pendanaan, sedangkan dari faktor
eksternal yaitu kurangnya responsf pemerintah terhadap potensi pulau dan
pengelolaan hutan, kondisi SDM lokal dan fasilitas kegiatan yang kurang
memadai. Penelitian ini mengilhami peneliti untuk melakukan penelitian
lanjutan mengenai pemberdayaan masyarakat yang terfokus pada
peningkatan ekonomi masyarakatnya.
2. Penelitian selanjutnya tentang strategi pengembangan ekowisata di Pulau
Sebesi Kabupaten Lampung Selatan oleh Helmi Ady (2010). Penelitian ini
bertujuan mengekspolrasi potensi pariwisata alam (ekowisata) di Pulau
Sebesi secara komprehensif melalui proses partisipatif, dengan
memperhatikan sensitivitas ekosistem, potensi sumberdaya alam, dan
optimalisasi peranserta masyarakat dalam upaya penyusunan strategi
pengembangan dengan pola pengembangan keberlanjutan (suistainable development). Pendekatan yang digunakan adalah analisis melalui Matriks SWOT dan dilanjutkan dengan menentukan faktor kunci analisis SWOT
melalui In-dept interview serta perhitungan Quantitative Strategic Planing Matrix (QSPM) untuk penentuan skala prioritas pelaksanaan strategisnya, serta melalui Focus Group Discussion (FGD). Hasil dari pengumpulan dan pengolahan data diperoleh masing-masing 5 (lima) elemen faktor kunci, 8
(delapan) elemen alternative strategi, dan 5 (lima) elemen alternative
strategi terpilih dengan urutan prioritas utama dalam pelaksanaannya
setelah dihitung dengan QSPM adalah sebagai berikut: (1) Kerjasama
promosi, peningkatan kualitas SDM, penelitian dan pelesatarian alam
(Skor 6,85), (2) Mengemas lebih atraktif atraksi wisata dengan
mengedepankan Reputasi Gunung Krakatau (Skor 6,7), (3) Optimalisasi
penggunaan IT untuk merebut pasar (Skor 6,7), (4) Kooperatif dengan
pihak pesaing melalui penawaran produk wisata alam yang berbeda (Skor
6,45), (5) Koordinasi dan kerjasama semua pihak dalam penyelesaian
konflik tanah dan menjaga keamanan bersama (Skor 5,8). Penelitian
inipun turut mengilhami penulis melakukan penelitian sejenis yakni
tentang pengembangan ekowisata, akan tetapi melalui pendekatan yang
berbeda, yaitu analisis melalui matriks Logframe (kerangka kerja).
3. Selain penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas, terdapat pula
penelitian tentang peranan LSM Mitra Bentala sebagai pendamping dalam
upaya mensejahterakan masyarakat di wilayah pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang dilakukan oleh Fanie Wirha Kesuma (2008). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dampak dan hasil dari proses pendampingan
masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup
masyarakatnya. Pendekatan yang digunakan ialah analisis peran (LSM),
dengan hasil dari penelitian ini adalah (1) Proses pendampingan
masyarakat yang dilakukan oleh LSM Mitra Bentala memberikan
pengaruh positif yang sangat besar dalam perubahan pola piker dan pola
kehidupan masyarakat yang berkaitan erat dengan lingkungannya; (2)
Adanya sebuah perubahan cara pandang masyarakat tentang bagaimana
memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam pesisir secara adil, bijak
terhindar dari bencana ekologis yang akan merugikan manusia.
Selanjutnya penelitian inipun turut mengilhami penulis dalam proses
pemilihan topik penelitian, di mana LSM Mitra bentala mempunyai peran
yang kuat dalam pendampingan masyarakat Pulau Pahawang dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya melalui
program-program yang digulirkan, maka organisasi tersebut harus mampu
menyusun kerangka program kerja yang strategis guna memastikan
program-program tersebut mengacu dan selalu bertujuan untuk mencapai
visi dan juga mempermudah dalam melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap pencapaian program.
Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu
serta melalui
Focus Group Discussion
(FGD).
pasar (Skor 6,7), (4) Kooperatif dengan pihak pesaing melalui penawaran produk wisata alam yang berbeda (Skor 6,45), (5) Koordinasi dan kerjasama perubahan pola piker dan pola kehidupan masyarakat yang sumber daya alam pesisir secara adil, bijak dan juga
memperhatikan keseimbangan ekosistem lingkungan agar terhindar dari bencana ekologis yang akan merugikan manusia
B.Tinjauan Tentang Manajemen Strategis 1. Pengertian Strategi
Strategi penting dipahami oleh setiap eksekutif, manajer, kepala atau ketua,
direktur, pejabat senior dan junior, pejabat tinggi, menengah, dan rendah. Hal ini
harus dihayati karena strategi dilaksanakan oleh setiap orang pada setiap tingkat,
bukan hanya oleh pejabat tingkat tinggi.
Ditinjau dari etimologinya pengertian ”strategi” bersumber dari kata Yunani
Klasik, yakni “strategos” (jendral), yang pada dasarnya diambil dari pilahan kata
-kata Yunani untuk “pasukan” dan “memimpin”. Penggunaan kata kerja Yunani
dan pemusnahan musuh-musuh dengan menggunakan cara yang efektif
berlandaskan sarana-sarana yang dimiliki” (Bracker dalam Heene, 2010:53)
Terdapat beberapa pengertian Strategi menurut Henry Mintzberg (Supratikno dkk,
2005:3) diantaranya:
1. Rencana : Suatu petunjuk, suatu tuntutan atau tindakan yang akan
dilakukan, sesuatu yang memberi arah bagi tindakan-tindakan di masa
depan.
2. Pola : Perilaku yang konsisiten antarwaktu
3. Posisi : Penentuan posisi dalam konteks persaingan
4. Perspektif : Bagaimana suatu organisasi menjalankan kegiatannya.
5. Permainan : Kumpulan maneuver untuk “menjinakkan”pihak lawan atau
suatu cara yang dilakukan untuk mengecoh pemain
Menurut pemahaman McNichols dalam Salusu (2008:101) strategi ialah suatu
seni menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai
sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi
yang paling menguntungkan. Griffin (2004:226) menawarkan definisi yang lebih
sederhana lagi, yaitu rencana yang komprehensif untuk mencapai tujuan
organisasi.
Shirley (1978) dalam Salusu (2008:99), menyebutkan faktor-faktor yang
menentukan strategi adalah peluang ekstern, kendala-kendala ekstern, kapabilitas
intern dan nilai-nilai perorangan dari pejabat-pejabat teras.
Salusu (2008:99) mengambil kesimpulan bahwa strategi umumnya sepakat
1. Tujuan dan sasaran, organizational goals adalah keinginan yang hendak dicapai di waktu yang akan datang, yang digambarkan secara umum dan
relatif tidak mengenal batas waktu, sedangkan organizational objectives
adalah pernyataan yang sudah mengarah pada kegiatan untuk mencapai
goals, lebih terikat dengan waktu, dapat di ukur dan dapat dijumlah/di hitung.
2. Lingkungan, sasaran organisasi senantiasa berhubungan dengan
lingkungan, dimana bisa terjadi bahwa lingkungan mampu mengubah
sasaran. Sebaliknya sasaran organisasi dapat mengontrol lingkungan.
3. Kemampuan internal, kemampuan internal oleh Shirley dalam Salusu
(2004:100), digambarkan sebagai apa yang dapat dibuat karena kegiatan
akan terpusat pada kekuatan.
4. Kompetisi, hal ini diperlukan dalam merumuskan strategi.
5. Pembuat strategi, hal ini menunjukkan siapa yang kompeten membuat
strategi.
6. Komunikasi, melalui komunikasi yang baik, strategi bisa berhasil, karena
dengan komunikasi kita dapat mengetahui alam kehidupan sekitar kita dan
bagaimana pihak lain mengetahui kita.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi
merupaka suatu pola perencanaan yang komprehensip berdasarkan
2. Manajemen Strategis
Manajemen strategik sebaiknya tidak dipahami sebagai “tugas”, tetapi dipahami
sebagai suatu “disiplin”. Dengan demikian, manajemen strtegik bukan tugas
sekelompok orang dalam organisasi, melainkan sebagai suatu metode berfikir
yang sebaiknya dimiliki oleh setiap karyawan organisasi. Alex Miller (1998)
dalam Supratikno (2005:11).
Menurut Griffin (2004:226) bahwa manajemen strategis merupakan proses
manajemen yang komprehensif dan berkelanjutan yang ditujukan untuk
memformulasikan dan mengimplementasikan strategi yang efektif, hal ini
merupakan sebuah cara untuk menanggapi peluang dan tantangan bisnis.
Miller (1998) dalam Supratikno dkk (2005:11) menekankan lima ciri utama
manajemen strategik, yaitu:
1. Manajemen strategik mengintegrasikan berbagai macam fungsi dalam
organ.isasi
2. Manajemen straegik berkiblat terhadap tujuan organisasi secara
menyeluruh.
3. Manajemen strategic mempertimbangkan kepentingan berbagai petaruh
(stakeholders).
4. Manajemen strategic berkaitan dengan horison waktu yang beragam.
5. Manajemen strategic berurusan dengan efisisensi dan efektivitas.
3. Manfaat Manajemen Strategis
If you fail to plan, you plan to fail (jika Anda gagal merencanakan, maka anda merencanakan untuk gagal). Demikian halnya dalam manajemen strategic, dika
terperangkap dalam rutinitas dan terjebak dalam keputusan-keputusan yang hanya
bermanfaat dalam jangka pendek.
David dalam Supratikno dkk (2005:12) menyebut sekurang-kurangnya lima
manfaat manajemen strategik.
1. Manajemen strategi melatih setiap orang dan organisasi untuk berfikir
secara antisipatif dan proaktif.
2. Proses penyusunan manajemen strategi mendorong terjadinya komunikasi
yang sangat dibutuhkan dalam organisasi.
3. Mendorong lahirnya komitmen manajerial
4. Proses tersebut melahirkan pemberdayaan staf.
5. Organisasi yang menerapkan manajemen strategi, menunjukkan kinerja
4. Manajemen Strategi melalui Logical Framework Approach (LFA)
Pendekatan Kerangka Logis (Logical Framework Approach) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Logframe merupakan panduan (kerang kapikir) untuk
menentukan dan menggambarkan suatu ringkasan mengenai rancangan atau
desain program pembangunan dalam bentuk matrik dengan memperhatikan
sumber pembuktian (alat verivikasi), indikator dan sejumlah asumsi. Kerangka
kerja logis juga menunjukkan tingkatan tujuan dan hasil yang hendak dicapai
(Sumpeno, 2011:186). Diperjelas oleh Alan Wasch (2002:2) The Logical Framework Approach (LFA) is a tool – or rather an open set of tools – for project design and management. Its purpose is to provide a clear, rational framework for
planning the envisomed activities and determining how to measure a project’s
manajemen yang meliputi perencanaan, penilaian, monitoring dan evaluasi.
Karena itu sangat tepat jika dikatakan bahwa logframe merupakan management tools.
Penyusunan logframe membutuhkan beberapa kegiatan analisis, seperti analisis
stakeholder, analisis problem, analisis tujuan, dan analisis strategi. .
a. Analisis Stakeholder
Analisis stakeholder perlu dilakukan mengingat semua program dipengaruhi oleh
stakeholder yang memiliki beragam kepentingan, potensial, kekurangan, dan
karakteristik lainnya. Stakeholder utama adalah stakeholder yang berpengaruh
langsung terhadap kegiatan, stakeholder sekunder adalah stakeholder yang
berpengaruh tidak langsung terhadap program/project, sedangkan stakeholder
tersier adalah stakeholder yang tidak terkait dengan program tetapi akan
dipengaruhi dampak dari program/project. Mereka memiliki peran yang sangat
penting dalam proses perencanaan dan implementasi program. Banyak
pengalaman program yang gagal karena tidak mempertimbangkan kelompok
stakeholder yang berpengaruh di masyarakat. Karena itu, amatlah penting untuk
melakukan analisis terhadap stakeholder sebagai bagian dalam proses
perencanaan.
b. Analisis Permasalahan
Analisis problem dilakukan untuk mengidentifikasi problem kunci, tantangan dan
kesempatan, serta hubungan sebab-akibat. Analisis problem ini sangat penting
mengingat pengembangan program umumnya dalam rangka mengatasi masalah
bukan sekedar gejala, sehingga desain program yang dibangun dapat
menyelesaikan masalah.
c. Analisis Tujuan/Hasil
Analisis tujuan dilakukan untuk mengembangkan tujuan program berdasarkan
problem yang sudah diidentifikasi serta menentukan cara untuk menyelesaikan
problem tersebut. Alat yang sering digunakan untuk analisis tujuan adalah „pohon
tujuan‟ yang strukturnya sama persis dengan „pohon masalah‟, tinggal mengubah
pernyataan problem (negatif) di pohon problem menjadi pernyataan tujuan
(positif) di pohon tujuan.
d. Analisis Strategi melalui Matriks Logframe
Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, maka dibangunlah matriks logframe yang
merupakan rangkuman dari tujuan program, strategi mencapai tujuan, asumsi
yang digunakan dan bagaimana output dan outcome dimonitor. Logframe matriks terdiri dari 4 elemen dasar yaitu
1. Hubungan antara Goals, Objectives, Intermediate Result, Outputs dan
Activities
2. Indikator
3. Verifikasi indikator
4. Asumsi dan resiko yang perlu diindetifikasi pada tahap penyusunan
Manfaat Kerangka Kerja Logis (Logical framework Approach)
Kerangka kerja logis dapat memberikan suatu informasi mengenai program secara
umum terkait dengan tujuan dan dampak yang dimungkinkan sebagai hasil
pelaksanaan program. Bagitim perencana dapat menjelaskan secara logis program
dan mempertimbangkan berbagai asumsi yang berpengaruh terhadap pencapaian
tujuan. Manfaat lain penggunaan kerangkakerja logis diantaranya:
a. Menjelaskan tujuan pembangunan yang dilaksanakan (Goal, srategic objectives).
b. Mengetahui hasil yang hendak dicapai dari pelaksanaan program
pembangunan (intermediate result dan output).
c. Menentukan bagaimana program pembangunan akan dilaksanakan untuk
mencapai hasilyang diharapkan (kegiatan dan program yang harus
dilaksanakan).
d. Memahami faktor-faktor apa saja yang berada di luar pengendalian yang
berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan program pembangunan yang
perlu dikendalikan demi tercapainya tujuan (asumsi penting).
e. Menjamin keberhasilan program dapat dinilai secara objektif
(indikator-indikator).
f. Mengetahui bagaimana sumber data diperoleh untuk kepentingan penilaian
danpengukuran keberhasilan program yang dilaksanakan (sumber
pembuktian).
g. Mengetahui berapa sarana dan biaya yang dibutuhkan untuk mencapai
Selain pertimbangan manfaat di atas, dipilihnya pendekatan lerangka logis dengan
instrumen matriks logframe dalam perumusan kerangka kerja mengenai
pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan ekowisata di Pulau Pahawang
didasari oleh pertimbangan: Metode LFA paling sering digunakan pada organisasi
nirlaba, di mana metode program ini secara sistematis membantu pola berfikir
dalam menyusun program, baik itu berupa program pemberdayaan maupun
penghimpunan dana.
C. Tinjauan Tentang Pemberdayaan Masyarakat 1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayan berasal dari Bahasa Inggris yaitu empowerment dan empower. Sedangkan Kamus Webster dan Oxford English Dictionary menyebutkan kata
empower mengandung (2) makna yaitu (1) to give ability to or enable yaitu : upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan. (2) to give power or authority to yaitu memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas kepihak lain. (Prijono dan Pranaka dalam Septriana,
2012:29).
Dubois dan Miley (1977) dalam Wrihatnolo dan Nugroho (2007:93)
mengemukakan bahwa dasar-dasar pemberdayaan antara lain :
1. Pemberdayaan adalah proses kerjasama antara klien dan pelaksana kerja
secara bersama-sama yang bersifat mutual benefi.
2. Proses pemberdayaan memandang sistem klien sebagai komponen dan
kemampuan yang memberikan jalan ke sumber penghasilan dan
memberikan kesempatan.
4. Kompetensi diperolah atau diperbaiki melalui pengalaman hidup,
pengalaman khusus yang kuat dari pada keadaan yang menyatakan apa
yang dilakukan.
5. Pemberdayaan meliputi jalan ke sumber-sumber penghasilan dan kapasitas
untuk menggunakan sumber-sumber pendapatan tersebut dengan cara
efektif.
6. Proses pemberdayaan adalah masalah yang dinamis, sinergis, pernah
berubah, dan evolusioner yang selalu memiliki banyak solusi.
7. Pemberdayaan adalah pencapaian melalui struktur-struktur paralel dari
perseorangan dan perkembangan masyarakat.
Sullivan dan Kisthardt, Solomon, Rapaport, Swift dan Levin (Dalam Suharto,
2005 : 69-70) mengemukakan beberapa prinsip pemberdayaan menurut prespektif
pekerjaan sosial, diantaranya yaitu :
1. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Karenanya pekerja sosial dan
masyarakat harus bekerjasama sebagai partner.
2. Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek
yang kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan
kesempatan-kesempatan.
3. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang
dapat mempengaruhi perubahan.
4. Kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup,
khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada
5. Solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus harus beragam dan
menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada
situasi masalah tersebut.
6. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang
penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta
kemampuan mengendalikan seseorang.
7. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri,
tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri.
8. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena
pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi perubahan.
9. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber tersebut secara
efektif.
10.Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif,
permasalahan selalu memiliki beragam solusi.
Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai
proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk
pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial.
2. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang
merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru
(Chambers dalam Winarni 1998:73). Konsep ini lebih luas dari semata-mata
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses kemiskinan lebih lanjut (safety net). Sedangkan ciri-ciri pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka pemberdayaan (Moelyarto,
1993:26) yaitu:
1. Prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat harus diletakkan pada masyarakat sendiri.
2. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan
memobilisasikan sumber-sumber yang ada untuk mencukupi
kebutuhannya.
3. Mentoleransi variasi lokal, sehingga sifatnya amat fleksibel dan
menyesuaikan dengan kondisi lokal.
4. Menekankan pada proses social learning.
5. Proses pembentukan jaringan antara birokrasi dan LSM, satuan-satuan
organisasi tradisional yang mandiri.
Berdasarkan ciri pendekatan tersebut, maka pemberdayaan masyarakat harus
melakukan pendekatan sebagai berikut:
1. Upaya harus terarah (targetted). Ini secara populer disebut pemihakan dan ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang
dirancang untuk mengatasi masalah sesuai dengan kebutuhannya.
2. Program harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh
masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang
akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni supaya bantuan tersebut
kebutuhan mereka. Selain itu sekaligus meningkatkan kemampuan
masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, mengelola,
melaksanakan dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan
ekonominya.
3. Menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri
masyarakat miskin kesulitan dalam memecahkan masalah yang dihadapi,
dan juga lingkup bantuan menjadi terlalu luas jika penanganannya
dilakukan secara individu. Karena itu pendekatan kelompok adalah yang
paling efektif, dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.
Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat,
memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah
kehidupan yang lebih baik secara seimbang (Winarni,1998:76).
D. Tinjauan Tentang Kepariwisataan dan Ekowisata 1. Pengertian Pariwisata
Sebagai suatu aktivitas yang begitu besar pengaruhnya terhadap kehidupan
manusia, pariwisata telah banyak menarik minat akademisi dari berbagai disiplin
ilmu untuk mengkajinya, Jovicic (1997, dalam Pitana dan Putu,2005:6).
Pariwisata menurut Hunziker dan Krafta dalam J. Spillane (1998:22) bahwa
pariwisata adalah sejumlah hubungan gejala-gejala yang dihasilkan dari
tinggalnya orang-orang, asalkan tinggalnya mereka itu tidak menyebabkan
timbulnya tempat tinggal serta usaha-usaha yang bersifat sementara atau
Sebagaimana dikemukakan oleh Robert Mc. Intos dan Shansi Kant Cupta yang
dikutip oleh Musanef (1996:11) pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan
yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah serta nasyarakat tuan
rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan, serta penunjang lainnya.
Lebih lanjut, Yoeti (1996:115) mengemukakan bahwa pariwisata adalah
keseluruhan dari gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman tempat
tinggal sementara, asalkan pendiaman itu tidak tinggal menetap dan tidak
memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara. Diperkuat oleh
Murphy (1985, dalam Pitana dan Putu,2005:45), pariwisata adalah keseluruhan
dari elemen-elemen terkait (wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan, industri,
dan lain-lain) yang merupakan akibat dari pejalanan wisata ke daerah tujuan
wisata, sepanjang perjalanan tersebut tidak permanen.
Dalam UU No 9 tahun 1990 (Menteri Dalam Negeri, 1990), beberapa istilah yang
berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain :
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut
yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati
objek dan daya tarik wisata.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,
termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha – usaha
yang terkait di bidang tersebut.
4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
5. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa
pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik
wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang
tersebut.
6. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran
wisata.
7. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun
atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setiap kegiatan
maupun perjalanan dapat dikatakan sebagai wisata jika kegiatan maupun
perjalanan tersebut bersifat sementara (tidak menetap), bukan bertujuan untuk
berbisnis atau mengerjakan pekerjaan melainkan hanya untuk rekreasi.
2. Konsep Ekowisata
Ekowisata pertama kali dikenalkan pada tahun 1990 oleh organisasi The Ecotourism Society, sebagai perjalanan ke daerah – daerah yang masih alami yang dapat mengkonservasi lingkungan dan memelihara kesejahteraan masyarakat
setempat (Fandeli, 2002 dalam Adi, 2010:21). Ekowisata merupakan wisata
berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan
sumberdaya alam dan industri kepariwisataan (META, 2002 dalam Rahmawati,
2009:30). Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang
menginginkan daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, disamping budaya dan
kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Ekowisata berkembang karena banyak
dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat
menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999 dalamFandeli dan Muchlison,
2000:126).
Dalam kaitannya dengan ekowisata, From (2004) dalam Damanik dan Weber
(2006) menyusun tiga konsep dasar tentang ekowisata yaitu sebagai berikut :
Pertama, perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Kedua, wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas yang diciptakan dan dikelola oleh masyarakat kawasan wisata. Ketiga, perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal.
Dari definisi tersebut dapat diidentifikasi beberapa prinsip ekowisata (TIES, 2000
dalamDamanik dan Weber, 2006), yaitu sebagai berikut :
1. Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran
lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.
2. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di
destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun
pelaku wisata lainnya.
3. Menawarkan pengalaman–pengalaman positif bagi wisatawan maupun
penduduk lokal.
4. Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan
konservasi melalui kontribusi.
5. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat
lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai –
6. Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di
daerah tujuan wisata.
7. Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti
memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk
menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak asasi, serta tunduk pada
aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam transaksi – transaksi
wisata.
Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu wisata pantai dan wisata bahari. Menurut
Yulianda (2007) dalam Rahmawati (2009:31-32), wisata pantai merupakan
kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat
pantai seperti rekreasi, olahraga dan menikmati pemandangan, sedangkan wisata
bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah laut
dan dinamika air laut. Kegiatan wisata pantai dan bahari yang dapat
dikembangkan disajikan pada Tabel 2 berikut ini :
Tabel 4. Kegiatan wisata pantai dan bahari yang dapat dikembangkan
Wisata Pantai Wisata Bahari
1. Rekreasi pantai 2. Panorama
3. Resort/peristirahatan 4. Berenang, berjemur
5. Olahraga pantai (volley pantai, jalan pantai, lempar cakram, dll)
6. Berperahu 7. Memancing 8. Wisata mangrove
1. Rekreasi pantai dan laut 2. Resort/peristirahatan
5. Wisata ekosistem lamun, wisata nelayan, wisata pulau, wisata pendidikan, wisata pancing
6. Wisata satwa (penyu, duyung, paus, lumbalumba,
E.Kerangka Pikir Penelitian
Pengembangan pariwisata mempunyai peranan penting dan strategis dalam
pembangunan, sebagaimana tujuan kepariwisataan Indonesia yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang
diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan serta mengatasi pengangguran.
Isu-isu konservasi membuat pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada
pariwisata minat khusus atau yang dikenal dengan ekowisata, yang merupakan
salah satu bentuk kegiatan wisata khusus yang menaruh perhatian besar terhadap
kelestarian sumber daya pariwisata. Dewasa ini ekowisata memiliki potensi yang
besar untuk berkembang. Hal tersebut didukung oleh laporan World Travel Tourism Council (WTTC) tahun 2000, pertumbuhan rata-rata ekowisata sampai 10 persen per tahun atau lebih tinggi dari pariwisata umumnya yang sebesar 4,6 %
per tahun. Pemerintah menggulirkan kebijakan guna mendukung hal tersebut
berupa UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, dan juga UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pulau Pahawang memiliki pemandangan pulau dan bawah laut yang sangat indah.
Potensi bawah laut Pulau Pahawang terdapat di beberapa spot menyelam yang
indah untuk dilihat. Menyaksikan keindahan terumbu karang ternyata tidak harus
jauh-jauh ke Bunaken atau Raja Ampat, bahkan ada satu spot yang memiliki
keindangan terumbu karang berupa soft coral yang tidak kalah dengan Pulau Raja
Selain keindahan baharinya, Pulau Pahawang juga merupakan kawasan konservasi
puluhan hektar hutan mangrove. Kawasan hutan mangrove tersebut mulai
dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai destinasi ekowisata. LSM Mitra
Bentala yang selama ini menjalankan program pemberdayaan masyarakat melalui
pendampingan konservasi hutan mangrove turut pula mendampingi sekelompok
masyarakat lokal dalam menjadikan destinasi ini menjadi favorit wisatawan,
minimal dari lokal. Maka tidak dipungkiri lagi bahwa Pulau Pahawang layak
disebut sebagai raksasa ekonomi yang masih tertidur.
LSM pada tingkat daerah, utamanya yang berperan langsung melakukan
pendekatan kepada masyarakat di akar rumput (grassroots) harus memiliki program kerja yang strategis, di mana program kerja merupakan salah satu tolak
ukur kapasitas suatu lembaga atau organisasi, Guna mengoptimalkan berjalannya
program kerja yang dalam penelitian ini ialah program pengembangan ekowisata
oleh LSM Mitra Bentala dengan tujuan pemberdayaan masyarakat maka
diperlukannya kerangka program kerja strategis yang disusun secara sistematis
melalui analisis terhadap stakeholders, permasalahan, tujuan/hasil dan strategi. Untuk memfokuskan dan memudahkan pemahaman dalam penelitian ini, maka
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian
zzz
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif, yaitu di mana penelitian ini
diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian
secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
Secara spesifik, penelitian deskriptif memiliki karkteristik, yaitu (1) bertujuan
untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang dihadapi sekarang, (2) bertujuan
untuk mengumpulkan data atau informasi untuk disusun, dijelaskan, dan dianalisis
(Zuriah, 2009: 14 & 47).
Guna mendapatkan data atau keterangan yang bersifat deskriptif tersebut maka
peneliti menggunakan metode pendekatan kualitatif. Menurut Kirk dan Miller
dalam Zuriah (2009:92) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristiwanya. Lebih tegas lagi Bogdan dan
Taylor dalam Moleong (2009:4) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
Penelitian kualitatif pada umumnya berkarakteristik: (1) mempunyai latar
belakang alamiah, (2) bersifat deskriptif, (3) menekankan proses, (4) cenderung
menganalisis data secara induktif, (5) mementingkan peran makna (Zamroni:
1992:81-82). Hubungannya dengan penelitian ini, peneliti menggunakan metode
pendekatan kualitatif dengan berdasarkan pertimbangan berikut: (1) lingkungan
alamiah sebagai sumber data langsung bagi penelitian ini sebagaimana adanya
(alami) tanpa dilakukan perubahan dan intervensi oleh peneliti, (2) peneliti
sebagai instrument penelitian, mengadakan pengamatan, wawancara, dan
pencatatan langsung di lapangan, (3) data-data yang dikumpulkan mayoritas data
deskriptif, tidak mengutamakan angka-angka statistik, tetapi juga tidak menolak
data kuantitatif, (4) penelitian ini mengutamakan proses penyusunan kerangka
kerja dalam upaya pengembangan ekowisata guna memberdayakan mayarakat di
Pulau Pahawang, (5) penelitian ini mencoba untuk menemukan manfaat dan
makna pengembangan pariwisata di wilayah pesisir bagi masyarakat setempat.
Berdasarkan karakteristik dari metodologi penelitian kualitatif di atas dan
penjabaran hungannya dengan penelitian ini , maka penelitian ini dengan judul
Kerangka kerja strategis LSM Mitra Bentala dalam pemberdayaan masyarakat
melalui pengembangan ekowisata di pulau pahawang lebih tepat menggunakan
metodologi penelitian kualitatif.
B. Fokus Penelitan
Penetapan fokus dalam penelitian kualitatif sangat penting. Selain untuk
membatasi studi (membatasi bidang inkuiri), melalui bimbingan dan arahan fokus
dikumpulkan dan data mana pula, yang walaupun menarik, karena tidak relevan,
tidak perlu dimasukkan ke dalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan
(Moleong, 2009:94). Berkaitan dengan penelitian ini, fokus digunakan untuk
mengetahui implementasi kerangka kerja pengembangan ekowisata oleh LSM
Mitra Bentala dalam pemberdayaan masyarakat di Pulau Pahawang serta
menganalisis sekaligus memberikan rekomendasi kerangka kerja strategis dalam
upaya optimalisasi pengembangan ekowisata dalam pemberdayaan masyarakat di
Pulau Pahawang
Maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah :
1. Pelaksanaan program kerja LSM Mitra Bentala dalam pemberdayaan
masyarakat melalui pengembangan ekowisata di desa Pulau Pahawang.
2. Kerangka program kerja yang strategis dalam upaya optimalisasi
pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan ekowisata di desa Pulau
Pahawang, yang dirumuskan melalui beberapa analisis dibawah ini:
a. Analisis Stakeholders yang terkait dengan program pengembangan ekowisata di Pulau Pahawang
b. Analisis permasalahan serta hubungan sebab akibatnya
c. Ananlisis Tujuan/Hasil untuk mengetahui gambaran situasi masa
depan
d. Analisis Strategi yang paling tepat berdasarkan tujuan program
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mitra
Bentala yang beralamat di Jln. Sejahtera Gg. Salak No.07 Rt.21 Lk.2
Kelurahan Sumberejo Sejahtera, Kemiling, Bandarlampung. LSM Mitra
Bentala merupakan Leading Sector atau perintis pemberdayaan masyarakat di
Pulau pahawang yang dimulai sejak tahun 1997 hingga sekarang, dan juga
Desa Pulau Pahawang Kecamatan Marga Punduh Kabupaten Pesawaran.
D.Sumber Data
Sumber utama dalam penelitian ini adalah pertama, kata-kata dan tindakan
atau kegiatan, kedua sumber tertulis dan ketiga foto. Kata-kata dan tindakan
seseorang yang diamati dan diwawancarai dijadikan sumber data utama (data
primer). Data primer dicatat melalui catatan tertulis dan melakukan perekaman
baik dengan tape recorder untuk perekaman kata-kata, maupun dengan kamera
untuk pengambilan foto tindakan atau kegiatan ekowisata di Desa Pulau
Pahawang. Walaupun telah mendapatkan data utama atau primer melalui
wawancara atau observasi partisipasi, dicari juga data sekunder melalui
sumber tertulis berupa dokumen yang didapat seperti laporan, catatan,
arsip-arsip serta bahan tertulis lainnya yang merupakan dokumen yang relevan
dengan tema penelitian dan dapat dijadikan referensi.
E. Teknik Pengumpulan Data
Memperoleh data-data seperti yang di sebutkan di atas, maka dibutuhkan beberapa
teknik dalam mengumpulkannya. Adapun teknik pengumpulan data yang telah
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan jalan
melakukan tanya jawab yang sistematis, di mana terdapat dua pihak yang
masing-masing mempunyai kedudukan yang berbeda. Satu pihak sebagai
orang yang mencari keterangan-keterangan (informan hunter) dan pihak lain sebagai orang yang member keterangan-keterangan (information supplyer), (Sustiawati, 2005:185).
Wawancara dalam penelitian ini merupakan wawancara mendalam.
Bungin (2003:62) menyatakan bahwa wawancara ini bersifat terbuka, di
mana pelaksanaan wawancara tidak hanya sekali atau dua kali, melainkan
berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi. Cek dan recek dilakukan
secara silih berganti dari hasil wawancara ke pengamatan di lapangan, atau
dari informan yang satu ke informan yang lain. Selain itu, Penelitian ini
juga meggunakan teknik wawancara baik secara terstruktur dengan
informan melalui daftar pertanyaan yang diajukan peneliti berdasarkan
panduan wawancara (interview guide), maupun wawancara bebas (tidak berstruktur) bersamaan dengan observasi. Instrumen yang digunakan
Adapun pihak-pihak yang akan menjadi nara sumber dalam wawancara
antara lain:
Tabel Daftar Informan Wawancara
No Nama Informan Jabatan/Keterangan Tanggal wawancara 1 Mashabi Direktur Mitra Bentala 15 Februari 2014
Pukul 08:59
2 Buyung Ridwan Direktur Mitra wisata 04 Februari 2014 Pukul 14:23
3 Kamaludin Kepala Desa Pulau
Pahawng
31 Januari 2014 Pukul 20:17
4 Selamet Riyadi Sekretaris Desa Pulau Pahawang
25 November 2013 Pukul 16:57
5 Efendi Suyanto Kasi ODTW Dinas Pariwisata pemuda dan olahraga Kabupaten
Teknik ini berguna untuk merekam data-data primer yang berupa peristiwa
atau situasi sosial tertentu pada lokasi penelitian yang berhubungan dengan
fokus penelitian. Sedangkan data observasi itu sendiri berupa deskripsi
yang faktual, cermat dan terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan
manusia dan situasi sosial serta konteks dimana kegiatan-kegiatan itu
terjadi (Duadji, 2006:64). Adapun instrumen yang digunakan adalah