• Tidak ada hasil yang ditemukan

8 Pustaka 2012 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "8 Pustaka 2012 2"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pustaka

Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an

Tematik: Spiritualitas dan Akhlak, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf

Al-Qur’an Kementerian Agama RI, 2010, xxx + 522 halaman.

Spiritualitas adalah nilai-nilai luhur dan suci yang dimiliki seseorang, dan bersumber dari kalbu, yang menunjukkan ketinggian jiwa (rohani) seseorang. Istilah spiritualitas mengandung beberapa pengertian, baik secara kebahasaan maupun secara terminologi. Secara kebahasaan ia berasal dari spirit yang berarti roh, jiwa, semangat atau keagamaan. Jadi, spiritualitas secara kebahasaan bisa diartikan sebagai segala aspek yang berkaitan dengan jiwa, semangat dan keagamaan yang mempengaruhi kualitas hidup dan kehidupan seseorang. Namun spiritualitas dalam buku ini adalah dimensi batin (esoteric dimension) atau jiwa agama dalam kehidupan manusia modern di abad global, meliputi kualitas iman, kualitas jiwa, kualitas mental, kualitas kecerdasan emosi dan kualitas kecerdasan spiritual yang bersumber dari keyakinan agama sebagai seorang muslim.

Spiritual dapat dilihat dari empat ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik. Ranah kognitif meliputi konseptual-teoretis, yakni pengertian, pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran Islam. Ranah konatif meliputi kebutalan tekad, kemauan, dorongan dan motivasi yang kuat untuk melaksanakan konsep iman, kesucian jiwa, kesehatan mental, kecerdasan emosi dan kecerdasan priritual. Dalam pada itu, ranah psikomotorik merupakan keterampilan menerapkan konsep iman, kesu-cian jiwa, kualitas mental, kualitas kecerdasan emosi dan kualitas kecer-dasan spiritual dalam tataran kehidupan praktis, yakni dalam personal komunikasi manusia secara vertikal dengan Tuhan dan pada tataran interaksi sosialnya secara horizontal dengan sesama manusia.

Adapun urgensi spiritualitas (jiwa agama) dalam kehidupan modern meliputi 3 (tiga) hal. Pertama, menghadapi metarialisme dengan menghi-dupkan jiwa agama. Hal ini menegaskan tentang apa itu kebahagiaan. Bahwa tingginya kebahagiaan tidak dilihat dari seberapa banyak materi yang seseorang miliki. Salah satu konsep kebahagiaan yang ditawarkan Islam adalah melalui perjuangan terus-menerus sepanjang hayat untuk

tazkiyatun nafs, membersihkan jiwa dari kekufuran, kemusyrikan,

kemu-nafikan, kezaliman dan perbuatan keji (dosa-dosa besar) seperti disebut-kan Allah pada Q.S. Al-‘Alā/87: 14-19.

(2)

kemis-kinan tidak menggoyahkan keyakemis-kinan agamanya; [2] kemiskemis-kinan itu melahirkan etos kerja dan kesabaran dalam berusaha, dalam pengertian gigih, ulet, dan bertahan, serta tekun dan teliti dalam membedakan usaha yang halal dan haram; [3] kemiskinan itu tidak menghalanginya untuk tekun dalam beribadah; serta [4] dalam kemiskinan itu ada kepedulian dan tanggung jawab kepada sesama orang miskin dan nilai-nilai kemanusiaan untuk membangun harkat dan martabat umat manusia.

Kedua, menyadarkan manusia kepada fitrahnya bahwa manusia

secara universal tergantung dan sangat membutuhkan Allah. Manusia membutuhkah Allah dalam penciptaannya; dalam membekali diri mereka dengan berbagai daya, anggota tubuh dan panca indra; dalam menjamin ketersediaan sumber-sumber makanan, rezeki dan kenikmatan lahir dan batin; dalam menolak berbagai bencana; mendidik dan mengembangkan dirinya; mengorientasikan dirinya menjadi manusia yang ber-Tuhan, mencintai Tuhannya, serta menggerakkan dirinya untuk beribadah hanya kepada-Nya; untuk menemukan makna hidup dalam segala keadaan, baik sadar maupun tidak sadar.

Ketiga, menghidupkan budaya penghormatan terhadap nilai

kemanu-siaan. Al-Qur’an menjelaskan hal tersebut pada Q.S. al-Isra’/17:70. Penghormatan dan perlindungan terhadap manusia dan nilai-nilai kema-nusiaan universal itu harus diwujudkan dengan langkah-langkah strategis antara lain [1] menumbuhkan keinsafan di kalangan umat Islam bahwa Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa (Q.S. al-¦ujurāt/49:13); [2] melakukan penyadaran untuk menghentikan berbagai bentuk tindak kekerasan dan kejahatan kemanusiaan hanya karena perbedaan paham keagamaan maupun aliran politik (Q.S. al-Mumtahanah/60:8-9); [3] menumbuhkan kesadaran umat manusia, bangsa-bangsa, dan para pemimpin negara untuk bersama-sama mencintai kehidupan dan menjaga kelangsungan hidup umat manusia (Q.S. al-Mā`idah/5:32).

Buku ini merupakan salah satu seri dari buku Tafsir Tematik yang diterbitkan pada tahun 2010 oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Kementerian Agama RI. Terdiri dari 12 bab, yaitu Unsur-unsur Personal Manusia; Takwa dan Pendekatan Diri kepada Allah; Penyucian Kalbu; Maksiat dan Dosa; Tobat; Ikhlas dan Rida; Sabar; Tawakal; Zuhud dan Qana’ah; Syukur; Gerakan Spiritual dalam Dunia Islam; dan Spiritual dan Tantangan Era Global.[]

(3)

Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an

Tematik: Kerja dan Ketenagakerjaan, Jakarta: Lajnah Pentashihan

Mushaf Al-Qur’an, 2010, xxx + 532 halaman.

Tafsir ini terdiri atas 15 bab membahas tidak kurang dari lima pokok masalah. Setelah Bab I sebagai pendahuluan, maka pokok masalah pertama yang dibahas ialah dasar-dasar kerja dan ketenagakerjaan, dengan mulai membahas tentang kerja dan urgensinya pada Bab II yang antara lain meliputi pengertian kerja, tujuan kerja, yaitu pelaksanaan ibadah, mencari nafkah, dan memenuhi kebutuhan yang layak. Kemudian tentang urgensi kerja, antara lain menjaga kelangsungan hidup, meningkatkan kualitas hidup dan memenuhi tuntunan agama.

Dalam masalah ini dibahas pula kewirausahaan dan membangun etos kerja, masing-masing pada Bab III dan Bab IV. Dalam pokok masalah ini akan dibahas pula kewirausahaan dan membangun etos kerja, masing-masing pada Bab III dan Bab IV. Kewirausahaan merupakan bidang kerja yang sangat diutamakan karena mengolah sumber-sumber alam seperti pertanian, perkebunan, kelautan, pertambangan, energi dan juga sumber daya manusia seperti pendidikan, latihan keterampilan, dan sebagainya. Sedangkan etos kerja membahas motivasi kerja, produktivitas kerja, dan kepeloporan atau keteladanan kerja.

Pokok masalah kedua ialah ketenagakerjaan dan unsur-unsurnya yang dibahas pada Bab V. Pada bab ini antara lain dianalisis unsur-unsur ketenagakerjaan, mulai dari pengertian ketenagakerjaan, pengusaha dan pekerja, masa kerja, perjanjian kerja, upah kerja, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pesangon serta hak pensiun bagi pekerja. Dalam pokok masalah ini juga dibahas etika pengusaha dan pekerja pada Bab VI, kewajiban pengusaha/majikan pada Bab VII dan hak pengusaha/majikan pada Bab VIII. Pembahasan etika pengusaha dan pekerja meliputi pertanggungjawaban pekerja dan pengusaha, perlunya sifat-sifat amanah dan jujur, profesionalisme, adil, loyal, dan lain-lain.

Bab VII membahas kewajiban pengusaha dan majikan, meliputi penyediaan tempat kerja, memberikan suasana nyaman, keselamatan dan keamanan pekerja, pemberian upah, tunjangan sosial, pesangon, dan lain-lain. Sedangkan Bab VIII membahas hak pengusaha atau majikan, seperti mendapatkan keuntungan, menggunakan tenaga kerja yang baik, profe-sional, dan dapat dipercaya, serta sifat-sifat disiplin dan loyalitas pekerja dalam melaksanakan pekerjaan mereka.

(4)

pekerjaannya dan loyalitas pada atasan serta kolegial dengan sesama pekerja. Bab X membahas tentang hak pekerja atau buruh, meliputi perlindungan yang layak, mendapatkan upah yang sesuai, memperoleh kenyamanan dalam bekerja, keamanan dan keselamatan kerja, mendapat-kan pesangon jika harus meninggalmendapat-kan pekerjaannya, jaminan asuransi kerja, dan memperoleh pendidikan dan pelatihan kerja untuk peningkatan karier dan jenjang yang lebih tinggi.

Pokok masalah keempat yaitu sistem perjanjian atau kontrak kerja dan kewajiban pemerintah sebagai regulator, meliputi pembahasan tentang perjanjian kerja dalam Bab XI dan kewajiban pemerintah pada Bab XII. Pembahasan tentang perjanjian kerja meliputi penentuan upah kerja, ketentuan jenis pekerjaan, ketentuan masa kerja, dan pemberian jaminan sosial. Sedangkan bab berikutnya, yaitu Bab XII, membahas kewajiban pemerintah di bidang kerja dan ketenagakerjaan seperti pen-ciptaan lapangan kerja, membuat undang-undang dan ketentuan-keten-tuan peraturan lainnya, menyelesaikan persengketaan, mengembangkan kualitas tenaga kerja, dan memberikan perlindungan tenaga kerja, sampai pada masalah trafficking, buruh migran, dan pekerja di bawah umur.

Pokok masalah kelima yaitu penggunaan tenaga kerja tertentu seperti tenaga kerja perempuan, anak-anak, dan orang-orang cacat atau disabi-litas. Pembahasan tentang penggunaan tenaga kerja perempuan pada Bab XIII dengan judul “Perempuan dan Ketenagakerjaan” antara lain membi-carakan pandangan Al-Qur'an terhadap perempuan pekerja, faktor-faktor pendorong perempuan bekerja, dampak positif dan negatif perempuan bekerja, dan kedudukan wanita dalam rumah tangga, yang berkewajiban mencari nafkah, dan hasil dari wanita bekerja. Pembahasan tenaga kerja anak-anak pada Bab XIV dengan judul “Anak dan Ketenagakerjaan” antara lain meliputi pandangan Al-Qur'an terhadap anak pekerja, faktor yang menjadi pendorong anak bekerja, dampak anak bekerja dan perlindungan terhadap anak berkerja. Terakhir, yaitu Bab XV, membahas tentang disabilitas dan ketenagakerjaan, yaitu pengertian disabilitas dan pandangan Al-Qur'an terhadap disabilitas dan ketenagakerjaan.

Semua pembahasan dan analisis didasarkan pada petunjuk ayat-ayat Al-Qur'an, hadis Nabi Muhammad, dan kenyataan hidup yang harus diha-dapi secara riil, kemudian didiskusikan dalam forum tim Tafsir Tematik dengan memperhatikan pendapat para ulama tafsir, hadis, fikih, dan ilmu-ilmu agama Islam lainnya, serta para ahli di bidang perburuhan dan ketenagakerjaan. Tentu juga memperhatikan faktor sejarah, bagaimana keadaan pada masa Nabi, masa sahabat, dan perkembangan peradaban Islam dalam lintasan sejarah.

(5)

bekerja mempersiapkan diri menghadapi kehidupan abadi di akhirat juga memelihara kehidupan dunia yang baik sesuai dengan tuntunan agama, sebagaimana firman Allah dalam Surah al-Qa¡a¡/20: 77, al-An‘ām/6:135, at-Taubah/9: 105 dan lain-lain. Selain itu, yang juga menjadi sasaran buku ini ialah menyampaikan beberapa analisis dan kritik terhadap keadaan sekarang, terutama dunia kerja dan ketenagakerjaan yang terjadi di kalangan umat Islam khususnya maupun pada bangsa Indonesia pada umumnya. Akhirnya, buku ini ingin mengingatkan umat Islam yang menurut tuntunan Al-Qur'an harus dapat menjadi contoh bagi umat-umat lain, karena Allah memang telah mendesain umat Islam menjadi khairu

ummah, sebaik-baik umat, untuk menjadi teladan bagi umat-umat

manu-sia yang lain sebagaimana firman Allah dalam Surah Āli ‘Imrān/3: 110.[]

***

Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Keniscayaan Hari

Akhir, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kementerian

Agama, 2010, xxx + 502 halaman.

Dalam buku ini dikupas tuntas rahasia, makna dan nilai-nilai edu-kasi di balik istilah-istilah yang digunakan Al-Qur'an dalam menggam-barkan hari akhirat, seperti yaum al-ākhir, yaum ad-dīn, yaum al-qiyāmah, yaum al-¥isāb, yaum al-ma¥syar, yaum talāq, yaum

at-tanād, yaum al-mī‘ād, dan lain sebagainya. Pemahaman terhadap

istilah-istilah ini merupakan suatu keharusan bagi seorang muslim. Sebab hanya dengan tingkat kognitif yang luas dan mendalam tentang istilah-istilah yang disebutkan Al-Qur'an tentang hari akhirat, keyakinan tentang keniscayaan hari akhir itu akan mengakar pada jiwa seorang muslim. Keraguan atau skeptis terhadap akhirat mungkin saja pernah dialami oleh salah seorang di antara kita, tetapi keadaan itu segera akan lenyap dengan membaca dan memahami pesan Al-Qur'an secara dialogis, yakni dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ketika kita membaca Al-Qur'an. Kita bertanya, Al-Qur'an menjawab.

(6)

setelah sangkakala ditiup dua kali dalam ukuran detik. Tiupan pertama untuk mematikan seluruh makhluk hidup kecuali yang dikehendaki Allah kelangsungan hidupnya; sedangkan tiupan kedua untuk membangkitkan manusia dari alam kubur menuju ma¥syar.

Menurut Al-Qur'an, ma¥syar bukan hanya tempat berkumpul, tetapi juga tempat manusia mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup di dunia di hadapan Allah. Melalui evaluasi dan timbangan amal (mīzān) prinsip keadilan dan persamaan manusia di hadapan Allah dite-gakkan, lalu manusia diberi keputusan di antara dua, celaka (syaqāwah) atau bahagia (sa‘ādah) tanpa ada kezaliman sedikit pun. Saat itu manusia sangat membutuhkan pertolongan (syafā‘ah), namun pemegang otoritas mutlak tentang syafā‘ah pada hari kiamat berada sepenuhnya di tangan Allah dan di tangan orang-orang yang mendapat lisensi (izin) dari Allah, terutama pada diri Rasulullah saw. Syafā‘ah pada intinya adalah doa yang dipanjatkan oleh Rasulullah saw untuk keselamatan kaum beriman dari neraka yang pada salah satu bab buku ini dijelaskan bentuk-bentuk siksaannya dari perspektif Al-Qur'an. Sementara itu, Al-Qur'an membim-bing umat manusia supaya terbebaskan dari azab neraka, sekaligus mendapat surga yang merupakan manifestasi dari keridaan Allah yang besar dan kemenangan agung yang diperuntukkan bagi kaum beriman.[]

***

Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an Tematik: Pendidikan, Pembangunan Karakter dan Pengembangan

Sumber Daya Manusia, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,

2010, xxx + 428 halaman.

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk mendewasakan anak, mentransformasi pengeta-huan, keterampilan, dan nilai-nilai sikap agar kehidupannya berubah lebih baik dari sebelumnya. Kata kunci utama dalam pendidikan adalah perubahan (changes) dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari berkinerja kurang baik menjadi lebih baik, dan sebagainya. Pendidikan dimulai sejak manusia lahir, bahkan sebagian pakar saat ini menyatakan bahwa rangsangan-rangsangan kependidikan sudah dapat dilakukan sejak dari dalam rahim, lalu berkelanjutan sepanjang hayat dikandung badan. Pendidikan pada umumnya menghasilkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai-nilai sikap yang lumrah dikatagorikan menjadi kognitif, afektif, dan psikomotorik.

(7)

konstan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Dalam proses interaksi dengan lingkungan itu, baik lingkungan alam maupun personal, peran sensasi dan persepsi sangat dominan. Apa yang ditangkap melalui indera diolah dan disimpan di dalam memori menjadi pengetahuan yang siap untuk dihubung-hubungkan dengan berbagai kejadian yang dialami dalam kehidupan.

Imitasi dengan lingkungan di awal-awal kehidupan sangat berperan mentransformasi pengetahuan, sikap, dan tingkah laku. Anak terampil berbahasa sesuai dengan bahasa ibunya, menyanyi sambil menggoyang-goyangkan kepala, makan dengan tangan kanan, membaca doa sebelum makan terjadi karena imitasi dan bimbingan atau pelatihan, dan begitu seterusnya. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan sendiri tanpa dipelajari terlebih dahulu, seperti menangis, menyusu, tertawa, semua itu digo-longkan sebagai insting yang dibawa sejak lahir, namun hal itu sekadar modal awal kehidupan yang diberikan Allah swt. Menangis atau tertawa memang insting tetapi kapan dan di mana orang menangis atau tertawa diperoleh (dipelajari) dari interaksi dengan lingkungan.

Pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak mulai dari keluarga sebagai sekolah pertama (madrasah al-ūlā), masyarakat, lembaga-lem-baga pendidikan, serta negara (pemerintah). Mendidik berarti memba-ngun karakter untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul lahir batin yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai luhur kehidupan. Pendidikan bersifat berkelanjutan (long-life education) sejak manusia mampu berinteraksi dengan lingkungannya hingga ia wafat. Al-Qur’an menaruh perhatian pada masalah pendidikan, pembangunan karakter, dan pengembangan sumber daya manusia agar kehidupan di bumi senantiasa damai, sejahtera, bermartabat, dan membawa kemasla-hatan bagi seluruh makhluk, termasuk kebahagiaan secara khusus bagi manusia untuk dunia dan akhirat.

Buku ini merupakan seri ke-4 dari Tafsir Tematik yang diterbitkan oleh Kementerian Agama lewat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an pada tahun 2010. Terdiri dari 12 bab yang didahului dengan pendahuluan. Tema-tema yang diusung antara lain Manusia dan sifat-sifatnya; Sisi dalam Diri Manusia; Tugas Utama Manusia; Karakter Utama yang Dibutuhkan; Pendidikan pra-Kelahiran dan Pendidikan Anak Usia Dini; Pendidikan Menghadapi Masa Remaja; Pendidikan Keterampilan; Partisipasi Masyarakat Muslim dalam Pendidikan; Tanggung Jawab Pemerintah dalam Pendidikan; Pengembangan Kualitas Kecerdasan; Pengembangan Kualitas Generasi Muda; serta Ilmu dan Ulama. []

(8)

Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an

Tematik: Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: LPMA

Kementerian Agama, 2010, xxx + 476.

Hukum Islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman manusia atas nas Al-Qur'an dan Sunah untuk mengatur kehidupan manusia yang berlaku secara universal―kompatibel pada setiap zamān (waktu) dan makān (ruang) manusia. Universalitas hukum Islam ini sebagai turunan langsung dari hakikat Islam sebagai agama universal, yakni agama yang substansi ajarannya tidak dibatasi oleh ruang dan waktu manusia, melainkan berlaku bagi semua orang Islam di mana pun, kapan pun, dan kebangsaan apa pun.

Seperti diketahui, istilah “Hukum Islam” merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemahan dari al-fiqh al-islāmī, atau yang dalam konteks tertentu disebut sebagai asy-syarī‘ah al-islāmiyyah. Istilah ini, dalam literatur Barat, dikenal dengan idiom Islamic Law, yang secara harfiah berarti hukum Islam. Penjelasan terhadap kata Islamic Law

ditemukan melalui definisi yang lebih padat, yaitu “keseluruhan khi¯āb

Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya.” Dari definisi ini tampak bahwa hukum Islam itu mendekati pengertian syariat Islam.

Dalam Al-Qur'an dan Sunah, istilah al-¥ukm al-islāmī memang tidak dijumpai. Al-Qur'an dan Sunah sama-sama memakai istilah asy-syarī‘ah, yang dalam penjabarannya kemudian lahir istilah al-fiqh

(Indonesia: fikih). Pada titik inilah kita berpendapat bahwa hukum Islam adalah “seperangkat norma hukum dari Islam sebagai agama, yang berasal dari wahyu Allah, Sunah rasul-Nya, dan ijtihad para ulil-amri.” Wahyu Allah yang tertuang dalam Al-Qur'an memuat hukum Islam yang utama (asy-syarī‘ah). Kata asy-syarī‘ah kemudian dijelaskan, diberi contoh, dan dirinci oleh Rasulullah dengan ijtihad-ijtihadnya yang berwujud Sunah. Adapun al-fiqh adalah proses pemahaman terhadap

asy-syarī‘ah, yang tidak terlepas dari situasi dan kondisi sosial masyarakat.

Sebagai sumber pertama hukum Islam, Al-Qur'an memuat ajaran-ajaran hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana, hukum tata negara, hukum acara, hukum perburuhan, hukum ekonomi, hukum sosial, dan hukum internasional. Ketentuan-ketentuan hukum yang termuat dalam Al-Qur'an tersebut dilengkapi, dirinci, dan dijelaskan dengan Sunah Rasul, dan dikembangkan dengan ijtihad ulama, keputusan pemerintah, dan ijtihad hakim dalam ranah yurisprudensi.

(9)

dilarang bersikap tidak adil karena motivasi emosional yang positif, misalnya rasa sayang atau belas kasihan kepada suatu kelompok masya-rakat atau negara tertentu. Ringkasnya, etika hubungan muamalah dalam Islam menuntut setiap pihak menjadi saksi yang adil tanpa dipengaruhi oleh suatu perasaan apa pun atau karena perbedaan apa pun, kecuali kebenaran.

Buku ini mencoba mengelaborasi topik-topik yang berkaitan dengan tema tersebut di atas secara lebih dalam, melalui kurang lebih tiga belas subtema spesifik, yaitu: [1] Hukum dan Penegakannya, [2] Sumber dan Ruang Lingkup Hukum Islam, [3] Bentuk-bentuk Hukuman, [4] Prinsip-prinsip Keadilan, [5] Keadilan dalam Penegakan Hukum, [6] Keadilan dalam Kehidupan, [7] Keadilan dalam Rekrutmen Aparat, [8] Hak Asasi Manusia dan Ruang Lingkupnya [9] Penegakan dan Perlindungan HAM, [10] Pidana Islam dan HAM, [11] Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban, dan [12] Kebebasan Beragama dan Hak Asasi Manusia. []

***

Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Ilmi:

Air dalam Prespektif Al-Qur’an dan Sains, Jakarta: Lajnah Pentashihan

Mushaf Al-Qur’an, Kementerian Agama, Syawal 1432 H/September 2011, 144 halaman.

Buku ini berusaha menyajikan talaah kandungan beberapa ayat kauniyah tentang air berdasarkan ilmu pengetahuan yang berkembang sampai saat ini. Hal tersebut dilakukan guna melihat hubungan antara yang tertulis secara tekstual di dalam Al-Qur’an dengan kenyataan yang ada di alam sejauh yang dapat dimengerti sampai saat ini.

Pembahasan tentang air, baik dalam proses penciptaan/pembentukan dan sifat-sifatnya sebagai benda alam maupun manfaatnya bagi manusia tampaknya tidak ada pertentangan berarti antara apa yang teramati umat manusia melalui perkembangan sains dengan apa yang termaktub di dalam kitab suci Al-Qur’an.

Di dalam Al-Qur’an, sifat-sifat air secara sederhana berupa peringat-an, perumpamaan dan perintah berperilaku sehingga penafsirannya bisa diikuti oleh siapa pun dengan mudah. Misalkan ketika membahas hujan, proses daur air, diuraikan dengan singkat, amat sederhana, gamblang dan mudah dimengerti, tetapi sekaligus lengkap dan rinci walaupun terpisah-pisah pada beberapa ayat pada surah berlainan. Hal tersebut dikarenakan Al-Qur’an tidak dimaksudkan sebagai buku sains, melainkan sebagai peringatan, pencerahan, petunjuk, yang dapat membimbing manusia pada peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Allah yang Maha Kuasa.

(10)

berangsur-angsur oleh para ilmuwan sepanjang perkembangannya. Perumusan terse-but didukung pula oleh pemahaman-pemahaman yang menyeluruh me-ngenai berbagai disiplin ilmu seperti fisika, kimia dan matematika serta harus pula melibatkan alat-alat pengamat yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan sains itu sendiri.

Persepsi Islam tentang air tidak berbeda dengan persepsi umat manusia pada umumnya. Meskipun air merupakan barang yang dipakai untuk bersuci, tetapi air tidak dianggap sebagai barang suci secara sakral. Dari aspek praktis, air adalah untuk dimanfaatkan dengan cara yang bijak dan tentunya dengan mengedepankan kemaslahatan secara umum. Islam juga mengajarkan umatnya bagaimana berperilaku/berakhlak dalam menghadapi keterbatasan air. Tetapi keterbatasan air tidak menyebabkan umat Islam menjadi sangat ketakutan sehingga menyebabkan dia menjadi tamak dan rakus. Dalam keadaan berlebihan atau kekurangan air, hendak-nya ia menjadi sarana untuk berbuat amal kebajikan.

Islam juga memerintahkan untuk memelihara sumberdaya air. Misal-nya dengan melarang mengotori sumber air dan anjuran menanam pohon. Keduanya tidak secara eksplisit ditegaskan, tetapi apabila umat Islam mengerjakan perintah-perintah Allah swt dan Rasul-Nya akan melahirkan akhlak pemurah, zuhud, jujur, adil, dan sebagainya.

Pada buku ini, pembahasan tentang air dikelompokkan dalam bebe-rapa sub-judul. Dimulai dari eksistensi air pada Bab II, selanjutnya berturut-turut tentang distribusi air; peran dan manfaat air; bencana yang diakibatkan oleh air; serta krisis air yang disertai dengan cara pencegah-annya.[]

***

Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tumbuhan dalam

Perspektif Al-Qur’an dan Sains, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf

Al-Qur’an Kementerian Agama, 2011, 237 halaman.

Dalam Al-Qur’an, penyebutan tumbuhan dan hewan disebutkan secara berulang-ulang pada surah yang berbeda. Penyebutan itu mengan-dung berbagai maksud, mulai dari perumpamaan, simbolisasi, kegunaan sebagai obat dan makanan, hingga uraian atas suatu proses ilmu pengetahuan yang berlangsung. Hal yang disebut terakhir ini sangat jarang, bila tidak dikatakan tidak ada sama sekali dalam kitab suci agama lain.

Tumbuhan sering kali disebut sebagai anugerah khusus bagi manusia (Q.S. a¡-¢af/61:12). Pada Surah ‘Abasa/80: 24-32 juga dijelaskan bahwa

(11)

resistensi terhadap berbagai penyakit. Pada ayat lain dijelaskan bahwa Allah menambahkan berbagai rasa pada jenis-jenis tumbuhan itu, sehing-ga tidak lagi menjadi makanan yang ‘sederhana’.

Dari mana tumbuhan didapatkan? Dalam beberapa ayat Al-Qur’an dijelaskan bahwa bertani adalah cara manusia untuk tetap eksis di dunia ini, baik dalam sisi spiritual maupun dalam sisi kemampuannya untuk mendapatkan makanan bagi kehidupannya. Bagitupun Rasulullah menyatakan bahwa apabila seseorang menanam suatu tanaman, kemudian tanaman itu tumbuh baik dan berbuah, dan buah itu dimakan oleh orang lain maupun burung sekalipun, yang demikian itu dinilai sebagai sedekah bagi petani itu.

Dalam hadis lain beliau menyatakan bawa andaikata seseorang memiliki bibit tanaman, dan ia tahu kalau kiamat akan terjadi esok hari, maka ia tidak boleh menunda-nunda untuk menggali tanah dan menanam biji tersebut. Hal di atas menandakan betapa Islam menaruh perhatian yang amat besar terhadap tumbuhan.

Islam memandang semua ciptaan, baik itu tumbuhan maupun hewan melalui dua perspektif. Pertama, sebagai ciptaan yang mempunyai hak untuk hidup dalam usaha mengagungkan Allah dan membuktikan kebi-jaksanaan dan kekuasaan-Nya. Kedua, sebagai faktor yang menunjang pemenuhan kebutuhan makhluk hidup lainnya, utamanya manusia, dalam rangka melaksanakan peran utamanya sebagai pemakmur dan penjaga kelestarian bumi.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kategoriler tartışmaya açıldığında toplumsal cinsiyetin gerçek­ liği de krize girer: Gerçeğin nasıl gerçekdışından aynlacağı belir­ sizleşir. İşte bu

Kehendak soalan : beza tingkah laku / akhlak orang yang berzikir dengan tidak berzikir. Perbezaan orang yang berzikir dengan yang tidak berzikir: Orang yang berzikir Orang yang

PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) membukukan perolehan kontrak baru senilai Rp12.2 triliun per September 2020 atau setara dengan realisasi 45% dari target pada tahun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat Cd (kadmium) pada kerang darah (Anadara granosa) yang terdapat di perairan Tambak Lorok Semarang

Kecuali apabila ditentukan lain oleh Pengekspor Data, Data Pribadi yang ditransfer berhubungan dengan kategori subjek data berikut: pegawai, kontraktor, mitra bisnis atau

Kepada Bapak Camat Cimahi Selatan dan tak lupa juga kepada semua pihak baik Dinas/Instansi/Lembaga Pemerintah maupun Swasta yang telah membantu menyediakan data sampai

 Tutor dan WB menyimpulkan hasil pembelajaran tentang langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menghadapi resiko yang mungkin akan timbul pada usaha yang dikembangkan sesuai

Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran tahfizh Al-Quran adalah pembelajaran yang dilakukan oleh ustadz/ustadzah kepada santri dalam memberikan bimbingan, arahan, sikap,