i
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I)
Oleh:
Lisna Nety Herawati
NIM: 107046102396
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ii
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I)
Oleh:
Lisna Nety Herawati
NIM: 107046102396
Pembimbing
Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP 195505051982031012
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayat-Nya
kepada kita semua, karena hanya atas karunia-Nya skripsi yang berjudul “Preferensi dan
Keputusan Masyarakat Kecamatan Karawaci dalam Menyalurkan Zakat” ini dapat terselesaikan,
dan juga kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW dengan kata “iqra” Beliau telah
membawa semua ummatnya ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan serta dorongan dari
semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM,
dan juga selaku dosen pembimbing, yang telah mencurahkan pengetahuan dan
pengalamannya selama masa bimbingan.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag. dan Bapak Mu’min Roup, S.Ag.,MA., Ketua dan Sekretaris
Program Studi Muamalat yang telah memberikan tuntunan dan arahannya selama ini.
3. LINMAS Kota Tangerang dan Kecamatan Karawaci yang telah memberikan kesempatan
untuk melakukan penelitian di Kecamatan Karawaci.
4. Pimpinan Perpustakaan Utama maupun Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah
memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan.
5. Ayahanda Ahmad Bajuri Djamal dan Ibunda Ida Farida yang telah memberikan semua
kasih sayang dan doanya dengan tulus. Kakanda Redi Kurniawan, Ananda Husniawan,
Hasanudin, Awaludin, dan Adinda Robiatul Adawiyah yang telah terlibat dalam proses
v
8. Rekan-rekan Perbankan Syariah angkatan 2007 kelas A yang telah membantu selama
proses perkuliahan.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan
kontribusi kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis.
Menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran penulis harapkan dari
pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Jakarta, 25 Mei 2011
vi
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
D. Review Studi Terdahulu ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II TINJAUAN TEORI A. Preferensi ... 16
B. Zakat ... 23
C. Tempat Pembayaran Zakat ... 26
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian ... 35
B. Jenis Penelitian ... 35
C. Jenis dan Sumber Data ... 36
D. Metode Pengumpulan Data ... 36
E. Metode Pengambilan Sampel ... 38
F. Metode Analisis Data ... 40
vii
C. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 49
D. Preferensi Masyarakat dalam Menyalurkan Zakat ... 56
E. Keputusan Masyarakat dalam Menyalurkan Zakat ... 65
F. Uji Regresi Sederhana ... 70
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80
viii
1.2 Perbedaan Antar Kajian Terdahulu dengan Penulis Teliti ... 12
4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44
4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 44
4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 45
4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 46
4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan Bulanan ... 46
4.6 Pemilihan Tempat Penyaluran Zakat ... 47
4.7 Uji Validitas Pertanyaan Preferensi Masyarakat Dalam Menyalurkan Zakat ... 49
4.8 Uji Validitas Ulang Preferensi Masyarakat Dalam Menyalurkan Zakat ... 51
4.9 Uji Reliabilitas Preferensi Masyarakat ... 52
4.10 Uji Validitas Pertanyaan Keputusan Masyarakat Dalam Menyalurkan Zakat ... 53
4.11 Uji Validitas Ulang Keputusan Masyarakat Dalam Menyalurkan Zakat ... 54
4.12 Uji Reliabilitas Keputusan Masyarakat ... 55
4.13 Preferensi Masyarakat Terhadap Lokasi Pembayaran Zakat Dekat Dengan Tempat Tinggal ... 56
4.14 Preferensi Masyarakat Terhadap Angkutan Umum Menuju Lokasi Pembayaran Zakat Mudah Diperoleh ... 57
4.15 Preferensi Masyarakat Terhadap Tempat Pembayaran Zakat Tidak Rumit Birokrasinya ... 57
ix
... 59
4.19 Preferensi Masyarakat Terhadap Informasi Perihal Zakat Yang Senantiasa Disampaikan
Dengan Baik ... 60
4.20 Preferensi Masyarakat Terhadap Pelayanan Di Tempat Pembayaran Zakat Cepat 61
4.21 Preferensi Masyarakat Terhadap Lingkungan Tempat Pembayaran Zakat Bersih 62
4.22 Preferensi Masyarakat Terhadap Tersedianya Fasilitas Yang Memadai Di Lokasi
Pembayaran Zakat ... 62
4.23 Preferensi Masyarakat Terhadap Pengelola Zakat Memiliki Sikap Amanah ... 63
4.24 Preferensi Masyarakat Terhadap Transparansi Pada Laporan Penyaluran Zakat ... 64
4.25 Ketelitian Muzakki Dalam Membayar Zakat ... 65
4.26 Kepercayaan Muzakki Terhadap Pengelola Zakat ... 65
4.27 Gaya Hidup Menentukan Keputusan Pemilihan Tempat Pembayaran Zakat ... 66
4.28 Adat atau Tradisi Menentukan Keputusan Pemilihan Tempat Pembayaran Zakat 67
4.29 Efisien Waktu dan Tenaga Menentukan Keputusan Pemilihan Tempat Pembayaran Zakat
... 67
4.30 Profesi Menentukan Keputusan Pemilihan Tempat Pembayaran Zakat ... 68
4.31 Lokasi Dekat Menentukan Keputusan Pemilihan Tempat Pembyaran Zakat ... 69
4.32 Akuntabilitas Dari Pengelola Zakat Menentukan Keputusan Pemilihan Tempat
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zakat merupakan salah satu nilai instrumental dalam ekonomi Islam.
Karena, selain memiliki nilai hubungan yang bersifat vertikal juga horisontal.
Bersifat vertikal adalah zakat dimaksudkan hubungan ibadah antara manusia
dengan Allah. Sedangkan horisontal maksudnya adalah hubungan antara manusia
dengan manusia yang lain atau dengan lingkungan masyarakatnya. Dengan
adanya wajib zakat bagi yang mampu, maka diharapkan akan ada kepedulian dari
kaum yang dianggap “mampu” untuk membantu para saudaranya yang masih di
bawah kemiskinan sehingga akan membantu mengurangi jumlah masyarakat
yang di bawah garis kemiskinan di Indonesia.
Dilihat dari aspek sejarah pemberlakuan syariat zakat diterapkan secara
efektif pada tahun ke-2 H1. Eksistensi zakat pada masa itu adalah sebagai ibadah
bagi muzakki dan sumber pendapatan Negara dalam pengelolaannya, Nabi
terlibat secara langsung memberikan contoh dan petunjuk pelaksanaan.
Pengumpulan zakat di zaman Rasulullah Saw dan yang kemudian diteruskan
oleh para sahabatnya, dilakukan dengan cara para petugas mengambil zakat dari
para muzakki, atau muzakki sendiri secara langsung menyerahkan zakatnya pada
1
Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha (Jakarta: Centre for Enterpreneurship Development, 2005), h. 28.
mustahiq yang tergabung dalam ashnaf tsamaniyah (delapan golongan yang
berhak menerima zakat)2.
Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di Indonesia mengalami pertumbuhan
pesat dalam dekade terakhir. Pertumbuhan pesat OPZ secara umum ditopang
oleh kinerja yang mengesankan sehingga kepercayaan publik terus meningkat.
Legitimasi sosial yang tinggi ini pada gilirannya kemudian mendorong
pertumbuhan OPZ secara signifikan. Manajemen organisasi yang
modern-profesional, inovasi pendayagunaan zakat secara efektif-produktif, dan dengan
didukung transparansi yang memadai melalui disclosure informasi keuangan dan
operasional, nampak menjadi faktor utama yang membentuk kepercayaan publik
ini.
Berdasarkan Laporan Tahunan BAZNAS 2008, hingga akhir tahun 2007
dana ZISWAF nasional yang berhasil dikumpulkan mencapai 361 milyar rupiah.
Jumlah ini sedikit menurun dibandingkan penerimaan tahun sebelumnya. Akan
tetapi, sesungguhnya pertumbuhan tahunan penghimpunan dana ZISWAF
sepanjang periode 2002 – 2007 cukup besar dengan pertumbuhan rata-rata
tahunan sebesar 44%. Pertumbuhan tertinggi terjadi dari tahun 2004 ke tahun
2005, yang bertepatan dengan periode terjadinya berbagai bencana nasional di
tanah air antara lain gempa bumi dan tsunami di Aceh. Solidaritas yang tinggi
2
sebesar 97%. Bahkan untuk BAZNAS, dana perolehan di tahun 2005 naik
sepuluh kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.3
Tabel 1.1 Pengumpulan Dana ZISWAF Nasional, 2004-2007
Sumber : Diolah dari Laporan Tahunan BAZNAS 2008
Namun demikian, potensi dana zakat yang sangat besar, masih belum
tergali secara optimal dan belum mampu mengangkat kesejahteraan kelompok
miskin di negeri ini dan keluar dari jurang kemiskinan. Selain masalah dalam
perilaku penderma yang masih amat karikatif, yaitu berorientasi jangka pendek
dan interpersonal, masalah utama lainnya adalah masih rendahnya kapasitas dan
skala usaha OPZ. Meski OPZ besar mampu menunjukkan kinerja yang
mengesankan, namun sebagian besar OPZ masih memiliki kapasitas yang rendah
dan skala usaha yang minim. Hal ini berimplikasi pada rendahnya kinerja
3
Yusuf Wibisono dkk, Menggagas Arsitektur Zakat Indonesia (Ciputat: Indonesia Magnificence of Zakat, 2010), h. 31.
NAMA
LEMBAGA
Penerimaan ZISWAF (Ribuan Rupiah)
2002 2003 2004 2005 2006 2007
BAZNAS 921.048 2.700.073 3.322.092 31.406.810 28.316.016 26.900.629
BAZDA 11.589.000 14.177.132 18.412.132 30.301.714 114.406.553 102.629.312
LAZ 55.680.209 68.405.946 128.354.888 233.986.019 230.613.161 219.412.453
publik pada OPZ.4
Kehadiran UU No. 38/1999 telah mendorong jumlah OPZ meningkat
pesat. Sejak keluarnya UU ini, lembaga-lembaga amil zakat tumbuh bak
cendawan di musim hujan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hingga kini
setidaknya terdapat BAZNAS dan 18 LAZ tingkat nasional, 33 BAZ tingkat
provinsi, dan 429 BAZ tingkat kecamatan, Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
berbasis instansi dan perusahaan, hingga amil-amil tradisional-individual
berbasis masjid dan pesantren. Euforia reformasi pasca jatuhnya rezim orde baru
dan kelonggaran yang diberikan UU ini, memberi kontribusi besar bagi
kemunculan OPZ-OPZ ini.5
Disatu sisi, jumlah OPZ yang besar ini positif karena dunia filantropi
Islam kemudian menggeliat menjadi sangat dinamis karena adanya iklim
persaingan. Namun di sisi lain, kecenderungan ini menjadi berpotensi
menimbulkan masalah, terutama terkait tata kelola dan kepercayaan masyarakat,
karena tumbuhnya ribuan lembaga amil ini tidak diikuti dengan keberadaan
koordinasi dan sinergi antar OPZ dalam pengelolaan zakat karena ketiadaan
rencana strategis yang mengintegrasikan OPZ dalam satu kesatuan gerak yang
terpadu. Hal ini membuat aktivitas penghimpunan dan pendayagunaan zakat
berjalan secara tidak efisien dengan efektivitas yang tidak optimal. Sebagai
4
Yusuf Wibisono dkk, Menggagas Arsitektur Zakat Indonesia, h. 175.
5
sendiri tanpa sinergi dan dengan skala yang terbatas. Tak jarang pula, karena
lemahnya koordinasi, di satu wilayah penerima manfaat terdapat beberapa
program sejenis dengan sasaran mustahik yang relatif sama.
Jumlah OPZ yang sangat banyak ini secara jelas juga mengindikasikan
inefisiensi dunia zakat nasional terkait penghimpunan dana zakat yang relatif
masih kecil, yang hingga kini masih di bawah Rp 1 trilyun per tahun. OPZ besar
menunjukkan efisiensi yang tinggi, yang terlihat dari rasio biaya operasional
yang rendah terhadap penghimpunan dana. Namun secara keseluruhan,
pengelolaan zakat tidak efisien karena mayoritas OPZ beroperasi pada skala
usaha yang terlalu kecil. Jika kita tidak memperhitungkan BAZ tingkat
kecamatan, dan dengan asumsi jumlah LAZ daerah sekitar 25 OPZ, maka jumlah
OPZ nasional saat ini diperkirakan lebih dari 500 OPZ. Dengan asumsi sana
zakat terhimpun sekitar Rp 1 trilyun per tahun, maka setiap OPZ rata-rata hanya
mengelola dana sekitar Rp 2 milyar.6
Terlepas dari potensi masyarakat membayar zakat yang cukup besar,
hingga kini sebagian besar masyarakat belum membayar zakat melalui lembaga.
Studi PIRAC (2007) menunjukkan bahwa dari 55% populasi muslim Indonesia
yang menjadi muzakki, hanya 7,2% dari muzakki yang membayar zakat melalui
lembaga. Hal ini secara jelas menunjukkan masih rendahnya tingkat kepercayaan
masyarakat pada OPZ dan belum terbangunnya pemahaman di masyarakat
6
berhasilguna.7
Secara empiris, permasalahan dalam pengelolaan zakat oleh pemerintah
dapat dianggap masalah kepercayaan publik. Di sebagian besar negara Muslim
kontemporer, birokrasi secara umum dipersepsikan korup dan lemah, sehingga
kepercayaan publik terhadap pemerintah cenderung rendah. Hal ini melemahkan
upaya penghimpunan zakat oleh institusi pemerintah. Sehingga dapat dikatakan
bahwa kinerja penghimpunan dan pendayagunaan dana zakat lebih banyak
ditentukan oleh legitimasi dan reputasi lembaga pengumpul, bukan oleh
sentralisasi kelembagaan oleh pemerintah.
Dalam pengelolaan zakat, rencana strategis merupakan suatu unsur yang
tidak dipisahkan. Ada beberapa alasan tentang hal itu. Pertama adalah
kepercayaan. Didalam masyarakat kita, kepercayaan menjadi barang asing dan
mahal. Kepercayaan tidak bisa diukur dengan kata-kata, apalagi dari orang yang
dikatakan dapat dipercaya. Kepercayaan akan muncul jika orang lain yang
menyampaikan. Oleh sebab itu, kepercayaan butuh lama untuk diraih.
Orang-orang yang mengelola zakat adalah salah satu kuncinya. Lembaga zakat akan
dipercaya jika pengelolaannya benar-benar sesuai dengan kemauan masyarakat,
yakni lembaga yang jujur, amanah dan profesional.
Sampai saat ini, tidak sedikit muncul Badan Amil zakat, yang berada
ditingkat pusat, wilayah, daerah dan bahkan ditingkat desa, baik yang dibentuk
7
seringkali zakat kurang mencapai sasaran dan hasilnya pun tidak maksimal
dikarenakan dalam pengelolaannya tidak terorganisir dengan baik. Masyarakat
seringkali menyalurkan zakatnya secara langsung tanpa melalui lembaga amil,
dengan alasan dapat tersalurkan secara langsung. Problem penting yang sedang
dihadapi lembaga penerima zakat adalah bahwa para muzakki lebih suka
menyerahkan zakatnya kepada mustahiq secara langsung. Mereka merasa
nyaman melakukan itu karena mereka langsung memberikan kepada yang
berhak. Jika diserahkan kepada lembaga, mereka ragu akan ketersalurannya.
Namun dengan cara seperti itu justru tidak akan membantu kaum miskin, karena
lebih bersifat konsumtif sehingga berapapun uang yang dizakatkan akan tidak
bermanfaat banyak karena tidak produktif.8
Melihat pemaparan di atas mengenai pembayaran zakat, masyarakat
masih belum percaya dengan pengelolaan zakat oleh pemerintah, dan mereka
lebih senang langsung membayar ke mustahiq, hal ini bisa dipengaruhi oleh
beberapa hal. Maka dari itu, peneliti berusaha meneliti kecenderungan
masyarakat dalam membayar zakat dan faktor-faktor apa saja yang menetukan
keputusan mereka dalam membayar zakat, dengan judul PREFERENSI DAN
KEPUTUSAN MASYARAKAT KECAMATAN KARAWACI DALAM
MENYALURKAN ZAKAT.
8
Mengingat sangat luasnya pembahasan ini, maka penulis merasa perlu
untuk memberikan batasan dan perumusan masalah terhadap objek yang dikaji,
adapun masalah yang dibatasi adalah sebagai berikut:
1. Penelitian pada pembayaran zakat langsung ke mustahiq, Lembaga Amil Zakat
Swasta/Amil Masjid, Badan Amil Zakat.
2. Penelitian di 5 Kelurahan di Kecamatan Karawaci:
a. Kelurahan Margasari,
b. Kelurahan Bugel,
c. Kelurahan Sumur Pacing,
d. Kelurahan Cimone,
e. Kelurahan Pabuaran.
Dan mengenai rumusan masalah penulis mengarahkan persoalan antara lain
sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa yang menentukan preferensi masyarakat dalam
menyalurkan zakat?
2. Faktor-faktor apa yang menentukan keputusan masyarakat dalam
menyalurkan zakat?
3. Apakah preferensi berpengaruh terhadap keputusan masyarakat dalam
Sejalan dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
maka penulisan skripsi ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor yang menentukan preferensi masyarakat dalam
menyalurkan zakat.
2. Menganalisis faktor-faktor yang menentukan keputusan masyarakat dalam
menyalurkan zakat.
3. Mengetahui pengaruh preferensi dengan keputusan masyarakat dalam
menyalurkan zakat.
Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini diantaranya dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Manfaat akademis
Penulisan skripsi diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa
bahan bacaan perpustakaan di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, khususnya di Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan
Perbankan Syari’ah.
2. Manfaat praktis
Penulisan skripsi juga diharapkan dapat memberikan sumbangan yang
berarti bagi lembaga amil zakat, dan badan amil zakat mengenai preferensi
zakat maupun badan amil zakat.
3. Masyarakat umum
Penulisan skripsi ini juga bertujuan agar masyarakat mempunyai
wawasan yang luas mengenai tempat penyaluran zakat, agar kita tidak
berpikir karikatif, yaitu berorientasi jangka pendek dan interpersonal. Lalu
dapat memilah dan memilih tempat penyaluran zakat yang profesional,
sehingga dana zakat yang tersalurkan bersifat produktif bukan konsumtif.
4. Review Studi Terdahulu
Tinjauan penulis terhadap kajian terdahulu dalam konteks topik yang
diangkat penelitian ini, dapat dikemukakan sebagai berikut:
Judul : Preferensi Muzakki Dalam Menyaluran Zakat Penelitian Di
Kel. Merjosari Kec. Lowok Waru Kota Malang.
Penulis : M. Fatta Antariksa
Tahun : 2009
Tempat : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Kesimpulan : Preferensi muzakki terhadap lembaga amil zakat bentukan
masyarakat (Takmir Masjid). Preferensi muzakki terhadap
badan amil zakat ini karena praktis, kedekatan jarak antara
yang tidak mengerti (awam) akan syariat zakat serta bagaimana
harta zakat disalurkan. Preferensi Muzakki terhadap BAZ
bentukan pemerintah, kepercayan pada lembaga ini seringkali
dilakukan oleh Muzakki yang berprofesi sebagai pegawai
pemerintah serta menganggap bahawa lembaga yang di dalam
naungan hukum itu lebih profesional. Preferensi Muzakki
secara langsung tipologi yang ketiga ini seringkalli dilakukan
oleh tokoh agama, ustadz dan sebagian masyarakat Merjosari
yang mengerti tentang syariat zakat dan bagaimana
menyalurkannya. Pengumpulan data dalam skripsi ini
menggunakan wawancara, analisis datanya menggunakan
editing, classifying, verifying, interpretasi dan concluding.
Berdasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap beberapa sumber
kepustakaan, yang membedakan antara penelitian yang terdahulu dengan yang
Perbedaan Antar Kajian Terdahulu dengan Penulis Teliti
Peneliti/ Universitas M. Fatta Antariksa/ UIN
Maulana Malik Ibrahim
Malang
Penulis
Lisna Nety Herawati/
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Judul Penelitian Preferensi Muzakki
Dalam Menyaluran Zakat
(Studi Analisis di Kel.
Merjosari Kec. Lowok
Waru Kota Malang)
Preferensi dan
Keputusan Masyarakat
Kecamatan Karawaci
Dalam Menyalurkan
Zakat
Objek Penelitian Masyarakat (muzakki) Masyarakat (muzakki)
Tempat Penelitian Kel. Merjosari Kec.
Lowok Waru Kota
Malang
5 Kelurahan di
Kecamatan Karawaci
Kota Tangerang
Tahun Penelitian 2009 2011
Metode Analisis
Data
Editing, classifying,
verifying, interpretasi
dan concluding
Regresi sederhana
Metode
Pengumpulan Data
Wawancara kepada 15
responden
Kuesioner/angket
berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah ada. Dimana dalam penelitian kali
ini diberi judul “Preferensi dan Keputusan Masyarakat Kecamatan Karawaci
Dalam Menyalurkan Zakat” meneliti bagaimana kecenderungan muzakki dalam
menyalurkan zakat, studi kasus di Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, lalu
Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan beberapa
sub bab. Agar mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang
tertulis, berikut ini sistematika penulisannya secara lengkap:
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Review Studi Terdahulu, dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI
Terdiri dari: Preferensi, Zakat dan Tempat Pembayaran Zakat.
BAB III METODE PENELITIAN
Terdiri dari: Lokasi Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Metode
Pengumpulan Data, Metode Pengambilan Sampel, Metode
Pengolahan dan Analisis Data, Definisi Operasional Variabel.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Terdiri dari: Karakteristik Responden, Alasan-alasan
Responden, Uji Validitas dan Reliabilitas, Preferensi
Masyarakat Dalam Menyalurkan Zakat, Keputusan Masyarakat
Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari hasil
penelitian, dan berisi saran-saran yang sesuai dengan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Preferensi
1. Pengertian Preferensi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia preferensi adalah hak untuk
didahulukan dan diutamakan dari pada yang lain; prioritas; pilihan;
kecenderungan; kesukaan.1
Dalam penjelasan lain, Preferensi adalah seperangkat objek yang
dinilai sesuai atau mendekati kesesuaian dengan persyaratan yang
dikehendaki oleh konsumen. Konsep utamanya adalah menggunakan gambar
secara geometrik.2 Preferensi juga didefinisikan sebagai sebuah konsep,
yang digunakan pada ilmu sosial, khususnya ekonomi. Ini mengasumsikan
pilihan ralitas atau imajiner antara alternatif-alternatif dan kemungkinan dari
pemeringkatan alternatif tersebut, berdasarkan kesenangan, kepuasaan,
gratifikasi, pemenuhan, kegunaan yang ada. Lebih luas lagi, bisa dilihat
sebagai sumber dari motivasi. Di ilmu kognitif, preferensi individual
memungkinkan pemilihan tujuan/goal.3
1
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1100. 2Titis Shinta Dhewi, “Analisis Penentuan Posisi Merek Mobil Jenis City Car Berdasarkan Persepsi dan Preferensi Konsumen di Kota Malang”, Jurnal Ekonomi dan Manajemen, Oktober, 2005.
3Pengertian Preferensi, artikel diakses pada 18 April dari http://id.wikipedia.org/wiki/Preferensi
Tujuan pemasaran suatu perusahaan adalah memenuhi dan melayani
kebutuhan serta keinginan konsumen, namun untuk mengetahui keinginan
dan kebutuhan konsumen tidaklah mudah. Oleh karenanya untuk mengetahui
keinginan dan kebutuhan yang mereka inginkan salah satunya dengan
memahami keinginan, persepsi, dan preferensi serta perilaku pelanggan yang
menjadi sasaran mereka.
Group referensi adalah aspek lingkungan sosial mikro bagi
konsumen. Interaksi sosial dengan group referensi sering terjadi secara
langsung dan bertatap muka, yang mana dapat memberikan pengaruh
langsung pada tanggapan afeksi, kognisi, dan perilaku pada strategi
pemasaran. Group referensi melibatkan satu atau lebih orang yang dijadikan
sebagai dasar pembanding atau titik referensi dalam membentuk tanggapan
afeksi dan kognisi serta menyatakan perilaku seseorang.
Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi,
dimana pengertian sensasi adalah aktifitas merasakan atau penyebab
keadaaan emosi yang menggembirakan. Sensasi dapat didefinisikan juga
sebagai tanggapan yang cepat dari indra penerima kita terhadap stimuli dasar
seperti cahaya, warna, dan suara. Dengan adanya itu maka akan timbul
2. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh:4
a. Faktor Budaya
Budaya adalah penyebab dasar keinginan dan perilaku konsumen.
Perilaku manusia sebagian besar merupakan hasil proses belajar.
Sewaktu tumbuh dalam suatu masyarakat seorang anak belajar
mengenai nilai persepsi, keinginan dan perilaku dasar dari keluarga dan
lembaga penting lainnya.
Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari
keinginan dan perilaku seseorang. Budaya dapat didefinisikan sebagai
kreativitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang
sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya. Kebudayaan
merupakan suatu hal yang kompleks yang meliputi ilmu pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, adat, kebiasaan, dan norma yang berlaku pada
masyarakat.5
Pemasar selalu berusaha mengenali pergeseran budaya untuk
menemukan produk baru yang diinginkan, misalnya meningkatnya
keinginan akan waktu luang menyebabkan semakin tingginya
permintaan akan produk dan jasa yang praktis, seperti adanya fasilitas
ATM dalam perbankan.
4Philip Kotler dan Gary Amstrong, Dasar-Dasar Pemasaran Terjemahan, (Jakarta: PT. Indeks, 2004), h. 200.
5
b. Faktor Sosial
Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti
kelompok kecil, keluarga, peran sosial dan status yang melingkupi
konsumen tersebut.
Kelompok adalah orang-orang di sekeliling kita, baik secara
langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi sikap dan perilaku.6
Kelompok referensi memiliki pengaruh langsung maupun tidak
langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Diantaranya adalah
kelompok primer seperti keluarga, teman, tetangga dan teman sejawat.
Sedangkan kelompok sekunder cenderung pada interaksi yang kurang
berkesinambungan.
c. Faktor Pribadi
Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik
pribadi seperti:
1) Umur dan tahap siklus hidup
Perilaku seseorang dibentuk oleh tahapan siklus hidup
keluarga. Orang dewasa biasanya mengalami perubahan tertentu
ketika mereka menjalani hidupnya.
6
2) Pekerjaan, misalnya pegawai pemerintah, kebanyakan mereka
mendukung segala bentuk usaha pemerintah demi kesejahteraan
rakyat, tak terkecuali tentang pengaturan zakat.
3) Situasi ekonomi
Yang dimaksud dengan keadaan ekonomi seseorang terdiri dari
pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan, dan hartanya.
4) Gaya hidup
Gaya hidup seseorang secara keseluruhan yang berinteraksi
dengan lingkungan, juga mencerminkan sesuatu di balik kelas sosial
seseorang.
5) Kepribadian dan konsep diri.
Kepribadian merupakan karakteristik psikologis yang berbeda
dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan
yang relatif konsisten.
d. Faktor Sikap dan Keyakinan
Sikap didefinisikan sebagai suatu penilaian seseorang terhadap suka
atau tidak suka, perasaan emosional dimana tindakannya lebih cenderung
pada objek atau ide. Sikap dapat pula diartikan sebagai kesiapan
seseorang dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitas. Sikap sangat
mempengaruhi keyakinan, keyakinan berpengaruh pada perilaku
konsumen. Dimana sikap dan keyakinan sangat berpengaruh dalam
3. Proses Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan melibatkan pilihan diantara dua atau
lebih alternatif tindakan (perilaku). Pengambilan keputusan konsumen
merupakan proses kombinasi pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau
lebih alternatif, dan memilih salah satu diantaranya.
Proses keputusan pemilihan pembayaran zakat terdiri dari kejadian
berikut ini yakni:
Berdasarkan gambar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
Muzakki yang merasa nyaman atau puas akan terus melakukan pembayaran
zakat dengan cara tersebut karena mereka telah mempercayai cara
pembayaran zakat yang mereka pilih, begitupun sebaliknya muzakki yang
tidak puas akan menghentikan pembayaran zakat melalui cara yang
bersangkutan.
4. Macam-macam preferensi
a. Preferensi Individu
Preferensi atas sekumpulan benda atau jasa apa saja itu terang saja
bisa berbeda-beda. Walaupun berbeda-beda, di mata para ekonom
(utamanya ekonom neoklasik) dasar keputusan manusia atas
pilihan-pilihan yang berbeda itu, adalah sama. Mengenali Cara
Pembayaran
Pencarian Informasi
Evaluasi alternatif
Keputusan memilih
Maksudnya, saat harus bikin atau ambil keputusan, manusia, entah
tua atau muda, entah lelaki atau perempuan, entah mukim di kota atau di
desa, manusia hanya mengacu pada dirinya sendiri.
b. Preferensi Sosial
Kerjasama bersyarat itu patut digolongkan sebagai preferensi
sosial. Pokok yang disebut belakangan ini terkait dengan bagaimana
orang menyusun urutan atau ranking untuk dirinya sendiri dan untuk
orang lain, saat berhadapan dengan urusan pembagian materi yang
berbeda-beda. Dalam bahasa sehari-hari, ini soal bagi-membagi sesuatu
untuk diri seeorang dan untuk orang lain.
Ibarat sebuah keluarga yang punya anak banyak, perilaku self
interested hanya satu dari sekian anggota keluarga. Bukan satu-satunya.
Dalam keluarga itu, tidak semua orang egois. Ada orang yang altruistik,
yang membantu orang tanpa syarat, tak peduli apapun tindakan atau
tanggapan orang lain itu atas bantuannya. Ada pula sosok yang resiprokal,
yang bekerjasama saat orang lain bekerjasama, dan menghukum mereka
yang tdak bekerjasama walaupun ia mesti merugi gara-gara ongkos
B. Zakat
1. Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu
al-barakatu ‘keberkahan’, al-namaa ‘pertumbuhan dan perkembangan’, ath
-thaharatu ‘kesucian’, dan ash-shalahu ‘keberesan’. Sedangkan secara istilah,
meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang sedikit berbeda
antara satu dan lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat
itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT
mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak
menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan dengan
pengertian menurut istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta
yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan
bertambah, suci dan baik.7 Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam surah
at-Taubah: 103
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S. At-Taubah: 103)
7
2. Syarat Wajib Mengeluarkan Zakat
Pembayar zakat (muzakki) adalah mereka yang mengakui zakat
sebagai kewajiban dan membayarkannya pada waktu dan jumlah yang telah
ditentukan.8
Menurut para ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai
oleh seorang muslim. Syarat-syarat itu adalah9:
a. Pemilikan yang pasti, artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang
punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekusaan menikmati hasilnya;
b. Berkembang, artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan
sunnatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau usaha manusia;
c. Melebihi kebutuhan pokok, artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu
melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya
untuk hidup wajar sebagai manusia;
d. Bersih dari hutang, artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih
dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang
kepada sesama manusia;
e. Mencapai nisab, artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan
zakatnya;
8
Yasin Ibrahim al-Syaikh, Kitab Zakat: Hukum: Tata Cara dan Sejarah (Bandung: Marja, 2008), h. 31. 9
f. Mencapai haul, artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat,
biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen.
3. Manfaat dan Hikmah Zakat
Zakat mengandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan
mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki),
penerimanya (mustahiq), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi
masyarakat keseluruhan. Hikmah dan manfaat tersebut antara lain tersimpul
sebagai berikut:10
a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri
nikmat-Nya menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,
menghilangkan sifat kikir, membersihkan dan mengembangkan harta yang
dimiliki.
b. Zakat merupakan hak mustahiq, maka zakat berfungsi untuk menolong,
membantu dan membina mereka, terutama fakir miskin, ke arah
kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak.
c. Sebagai pilar amal bersama antara orang-orang kaya yang berkecukupan
hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk
berjihad di jalan Allah.
10
d. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah,
pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi.
e. Zakat untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu
bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan
bagian dari hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik
dan benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
f. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu
instrumen pemerataan pendapatan.
g. Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman
untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran
Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja san berusaha sehingga
memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi kebutuhan
hidup diri dan keluarganya, juga berlomba-lomba menjadi muzakki.
C. Tempat Pembayaran Zakat
Model penyaluran zakat itu ada dua. Pertama, diserahkan secara langsung,
dari muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) ke mustahiq (Pihak yang berhak
menerima zakat) tanpa perantara. Kedua, diserahkan melaui lembaga zakat baik
milik pemerintah (BAZ) atau pengelola swasta (LAZ). Jadi, muzakki tidak
1. Penyaluran Secara Langsung.
Penyerahan secara langsung adalah muzakki menyerahkan zakatnya
langsung kepada mustahiq (orang yang berhak menerima). Pada prinsipnya,
dibenarkan oleh Syari’at Islam apabila seseorang yang berzakat langsung
memberikan sendiri zakatnya kepada para mustahiq dengan syarat mustahiq
sejalan dengan Firman Allah swt dalam surat at-Taubah: 60.
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. At-Taubah 60)
Akan tetapi, sejalan dengan firman Allah tersebut, tentu akan lebih
utama jika zakat itu disalurkan lewat amil zakat yang amanah, bertanggung
jawab, dan terpercaya. Ini dimaksudkan agar distribusi zakat tepat sasaran
sekaligus menghindari penumpukan zakat pada mustahiq tertentu yang kita
kenal sementara mustahiq lainnya karena kita tidak mengenalnya tidak
mendapatkan haknya.11
11
Adapun golongan penerima zakat adalah sebagai berikut:12
a. Fakir ialah orang yang tidak berharta dan tidak mempunyai mata
pencaharian/penghasilan atau usaha tetap guna mencukupi kebutuhan
hidupnya (nafkah), sedangkan yang menanggung atau menjaminnya tidak
ada.
b. Miskin ialah orang-orang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya,
meskipun ia mempunyai pekerjaan atau usaha tetap, tetapi hasil usaha itu
belum dapat mencukupi kebutuhannya, dan orang yang menanggung atau
menjamin juga tidak ada.
c. Amil ialah orang atau lembaga atau badan yang bertugas mengurus zakat
baik menerima, menyalurkan atau mengelola zakat.
d. Muallaf ialah orang yang diharapkan kecenderungan hati dan keyakinannya
untuk beriman atau tetap beriman kepada Allah dan mencegah agar mereka
tidak berbuat jahat bahkan diharapkan mereka akan membela atau
menolong kaum muslimin.
e. Riqab ialah budak yang sedang berusaha membebaskan dirinya dari
majikannya. Perkembangan pengertian budak ialah golongan atau bangsa
yang sedang membebaskan diri dari eksploitasi pihak lain.
f. Gharim ialah orang yang karena kesulitan hidupnya terlilit hutang sehingga
tidak dapat membayar hutangnya. Pengertian ini berkembang pada orang
12
yang dinyatakan pailit dalam usahanya sehingga ia dalam kesulitan
memenuhi keperluan hidupnya di samping kewajiban hutang yang harus
dibayar.
g. Sabilillah ialah orang yang dalam segala usaha untuk kejayaan agama
Islam. Oleh karena itu sabilillah dapat diartikan pula sebagai usaha
perorangan atau badan yang bertujuan untuk kepentingan kejayaan agama
atau kepentingan umum.
h. Ibnu Sabil ialah orang yang kehabisan ongkos dalam perjalanan (bukan
maksiat), baik karena tidak mencukupi, atau karena kehilangan atau
dirampas.
2. Penyaluran Melalui Lembaga
a. Lembaga Zakat Milik Negara (BAZ)
Di era reformasi, pemerintah berupaya menyempurnakan sistem
pengelolaan zakat di tanah air agar potensi zakat dapat dimanfaatkan untuk
memperbaiki kondisi sosial ekonomi bangsa yang terpuruk akibat resesi
ekonomi dunia dan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia. Untuk itulah
pada tahun 1999, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah
menerbitkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat,
kemudian diikuti Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat, serta keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat
Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis
pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh
pemerintah yang terdiri dari masyarakat dan unsur pemerintah untuk tingkat
kewilayahan dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dikelola oleh masyarakat
yang terhimpun dalam berbagai ormas (Organisasi Masyarakat) Islam, yayasan,
dan institusi lainnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 dijelaskan prinsip
pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggung jawab yang dilakukan
oleh masyarakat bersama pemerintah. Pemerintah dalam hal ini berkewajiban
memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki,
mustahiq, dan pengelola zakat. Sebagai konsekuensi Undang-Undang,
pemerintah (tingkat pusat sampai tingkat daerah) wajib menfasilitasi
tebentuknya lembaga pengelolaan zakat, yaitu Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) untuk tingkat pusat dan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) untuk
tingkat daerah. BAZNAS dibentuk berdasarkan Kepres no. 8/2001, tanggal 17
Januari 2001. Ruang lingkup BAZNAS berskala nasional yaitu Unit
Pengumpulan Zakat (UPS) di Departemen, BUMN, Konsulat Jendral dan
Badan Usaha Milik Swasta berskala nasional, sedangkan BAZDA ruang
lingkup kerjanya diwilayah propinsi tersebut.
Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dibentuk dengan Keputusan
Gubernur yang susunan kepengurusannya diusulkan Kepala Kantor Wilayah
Departemen Agama Provinsi dan berkedudukan di Ibukota Provinsi. Sedangkan
Bupati/ Walikota yang susunan kepengurusannya diusulkan Kepala Kantor
Wilayah Departemen Agama Kabupaten/ Kota dan berkedudukan di Ibukota
Kabupaten/ Kota. Dan Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan dibentuk dengan
Keputusan Camat yang susunan kepengurusannya diusulkan Kepala Kantor
Wilayah Departemen Kecamatan dan berkedudukan di Ibukota Kecamatan.
Sesuai Undang-Undang pengelolaan zakat, hubungan BAZNAS dengan Badan
Amil Zakat lain bersifat kordinatif, konsultatif, dan informatif. BAZNAS dan
dan bazda-bazda bekerja sama dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ), baik yang
bersifat nasional maupun daerah.
Dengan demikian, maka Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat telah melahirkan paradigma baru pengelolaan zakat yang
antara lain mengatur bahwa pengelolaan zakat dilakukan oleh satu wadah, yaitu
Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah bersama masyarakat
dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat
yang terhimpun dalam ormas maupun yayasan-yayasan. Dengan lahirnya
paradigma baru ini, maka semua Badan Amil Zakat harus segera menyesuaikan
diri dengan amanat Undang-Undang yakni pembentukannya berdasarkan
kewilayahan pemerintah Negara mulai dari tingkat nasional, provinsi,
kabupatan/kota dan kecamatam. Sedangkan untuk desa/ kelurahan, masjid,
lembaga pendidikan dan lain-lain dibentuk dibentuk unit pengumpulan zakat.13
13
Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat, apalagi yang memiliki
kekuatan hukum formal, akan memiliki beberapa keuntungan14, antara lain:
1) Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat;
2) Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila
berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki.
3) Untuk mencapai efisien dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam
penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu
tempat;
4) Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan
pemerintahan yang Islami.
Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-undang No.
38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama
(KMA) No. 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 38 tahun
1999 dan Keputusan Direktut Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan
Haji No. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Dalam
Bab II Pasal 5 undang-undang tersebut dikemukakan bahwa pengelolaan zakat
bertujuan:
1) Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai
dengan tuntutan agama.
2) Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
14
3) Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
b. Lembaga Zakat Swasta (LAZ)
1) Organisasi Sosial
Lembaga Zakat Swasta (LAZ) merupakan lembaga pengelola zakat
yang dibentuk oleh oleh masyarakat sehingga tidak memilki afiliansi dengan
BAZ. BAZ dan LAZ masing-masing berdiri sendiri dalam pengelolaan
zakat.15
2) Organisasi Masyarakat
Selain organisasi sosial yang membentuk lembaga zakat, organisasi
agama pun juga membentuk kepanitiaan ( kelembagaan) dalam pengelolaan
zakat, salah satunya adalah lembaga takmir masjid. Takmir Masjid yang
sering dijumpai di masyarakat Indonesia adalah merupakan organisasi
keislaman yang bertempat di Masjid yang berfungsi untuk menjaga,
melindungi, melestarikan, dakwah, serta menampung segala
keluhan-keluhan (masalah keagamaan) masyarakat tak terkecuali dalam menampung
I’tikad baik dari penduduk dalam mengeluarkan zakat, seperti mengatur
sirkulasi atau penyaluran zakat terhadap mustahiq secara merata dan adil.
15
Terdapat beberapa alasan mengapa kita membayar zakat melalui amil
zakat:16
a) Amil berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara para pembayar zakat
(muzakki) dan masyarakat yang menerima zakat (mustahik). Hal ini penting
mengingat Islam sangat menganjurkan menjaga martabat dan harga diri para
mustahik selain tentunya mendorong para muzakki untuk lebih ikhlas
beramal.
b) Amil membantu secara proaktif mengingatkan muzakki untuk menunaikan
kewajiban zakat-nya sekaligus membantu menghitung berapa jumlah
kewajiban zakat para muzakki.
c) Amil akan bisa lebih dalam, cermat, lengkap dan teliti dalam
mengidentifikasi dan mengklasifikasi mustahik agar penyaluran dan
pendayagunaan zakat direalisasikan secara baik dan efektif.
d) Dibutuhkan amil agar muzakki tak merasa masih memiliki zakatnya.
e) Muzakki memang bukan amil. Muzakki yang menempatkan dirinya sebagai
amil cenderung menempatkan mustahik sebagai obyek sehingga
mustahik-lah yang kemudian ‘dipaksa’ mengantri pembagian zakat, bukan sang
muzakki yang menyambangi para mustahik.
16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Karawaci, Luas Kecamatan Karawaci
adalah 13,475 Km2, Jumlah Penduduk : 141.832 Jiwa, Kepadatan Penduduk :
10.521,66 Jiwa/Km2, Masyarakat Kota Tangerang bersifat heterogen dengan jenis
mata pencaharian yang bervariasi. Sebagian besar penduduk mempunyai mata
pencaharian di sektor industri 43,88%, perdagangan 30,5% dan jasa 25,62%.
Jumlah fasilitas pendidikan di daerah Kecamatan Karawaci TK 17, SD 65, SMP
14, dan SMA 14. Fasilitas kesehatan Rumah Sakit 1, Puskesmas 4, Rumah Sakit
Bersalin 2, Poliklinik 12. Jumlah Kelurahan ada 16 yaitu Kelurahan Pasar Baru,
Kelurahan Sumur Pacing, Kelurahan Pabuaran Tumpeng, Kelurahan Pabuaran,
Kelurahan Bojong Jaya, Kelurahan Gerendeng, Kelurahan Karawaci Baru,
Kelurahan Bugel, Kelurahan Koang Jaya, Kelurahan Nusa Jaya, Kelurahan
Margasari, Kelurahan Sukajadi, Kelurahan Karawaci, Kelurahan Cimone,
Kelurahan Nambo Jaya, dan Kelurahan Cimone Jaya.1
B. Jenis Penelitian
Penelitian mengenai preferensi dan keputusan masyarakat dalam
menyalurkan zakat ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
dilakukan untuk mengetahui dan menggambarkan karakteristik dari
1
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang 2005
variabel dalam suatu situasi.2 Tujuan dari penelitian deskriptif adalah memberikan
kepada peneliti sebuah riwayat atau untuk menggambarkan aspek-aspek yang
relevan dengan fenomena perhatian dari perspektif seseorang, organisasi, orientasi
industri, atau lainnya.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber yang
diteliti. Data dikumpulkan dengan cara peneliti menyebar kuesioner sebanyak
100 buah kepada masyarakat di 5 Kelurahan (Margasari, Bugel, Cimone,
Sumur Pacing, dan Pabuaran) pada Kecamatan Karawaci Kota Tangerang,
penentuan muzakki dibantu oleh aparat dan amil setempat.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak tertentu yang
berhubungan dengan penelitian. Data diperoleh dengan cara:
a. Jumlah penduduk sumber dari Badan Pusat Statistik Kota Tangerang data
diambil melalui Kesbang LINMAS Kota Tangerang dan Kecamatan
Karawaci.
b. Studi kepustakaan, yaitu metode pengumpulan data dengan membaca
literature yang berhubungan dengan obyek penelitian.
D. Metode Pengumpulan Data
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner (angket), yaitu
tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab.
2
Dalam penyusunan kuesioner ini penulis menggunakan Likert Scale, di
mana responden menyatakan tingkat setuju atau tidak setuju mengenai berbagai
pernyataan mengenai perilaku, objek, orang, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomenal sosial. Dengan skala likert, maka variabel
yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel yang kemudian dijadikan
sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pertanyaan atau pernyataan.3
Skala Likert dikembangkan oleh Rensis Likert dan memiliki kategori 1
sampai dengan 5 dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.4 Untuk keperluan
analisis kuantitatif, maka jawaban itu diberi nilai:
Sangat setuju diberi nilai : 5
Setuju diberi nilai : 4
Netral diberi nilai : 3
Tidak setuju : 2
Sangat tidak setuju : 1
Dengan menggunakan ukuran yang mempunyai interval tersebut sudah
memungkinkan untuk mengukur tingkatan preferensi masyarakat dari yang paling
rendah sampai yang paling tinggi.
Pengambilan data pun dengan cara dokumenter berupa data-data yang telah
dipublikasikan oleh Kecamatan Karawaci.
3
Mudrajad Kuncoro, Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 178.
4
E.Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel
nonprobabilitas sampling (sampling non peluang). Dengan metode ini artinya
masyarakat Kecamatan Karawaci memiliki peluang yang tidak sama untuk
dijadikan sampel sehingga hanya masyarakat yang telah ditentukan yang menjadi
sampel dalam penelitian ini. Jumlah masyarakat sebagai respon yang diamati
sebanyak 100 orang untuk memudahkan dalam analisis dengan asumsi
kenormalan, dan pembatasan sampel karena penulis menggunakan metode
purposive sampling.
Sampel yang diambil berasal dari 5 kelurahan (20 responden dari
Kelurahan Margasari, 20 responden dari Kelurahan Bugel, 20 responden dari
Kelurahan Cimone, 20 responden dari Kelurahan Sumur Pacing, dan 20 responden
dari Kelurahan Pabuaran) di Kecamatan Karawaci, pemilihan kelurahan
berdasarkan sistem acak, responden adalah yang biasa melakukan pembayaran
zakat di BAZ, amil zakat masjid, atau yang langsung ke mustahiq. Oleh karena itu,
metode yang paling memungkinkan adalah dengan metode purposive sampling,
artinya teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (umumnya
disesuaikan dengan tujuan dan masalah penelitian). Elemen populasi yang dipilih
sebagai sampel dibatasi pada elemen-elemen yang dapat memberikan informasi
berdasarkan pertimbangan tersebut.5
5
Pertimbangan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
1. Responden merupakan muzakki yang membayar zakat baik langsung ke
mustahiq, LAZ swasta, atau Badan Amil Zakat. Informasi data muzakki
dibantu oleh amil daerah setempat.
2. Responden mudah ditemui dan bersedia diwawancarai serta diminta
penjelasan terkait dengan pertanyaan yang diberikan.
3. Keterbatasan dalam pengambilan sampel yang berhubungan dengan
waktu, tenaga, biaya, dan lain-lain.
4. Usia antara 25 – 60 tahun, yaitu bahwa masyarakat kelas donatur pada
umumnya adalah kelas usia dewasa yang telah bekerja atau memiliki
sumber penghasilan.6
5. Berpenghasilan menengah ke atas (berkisar ≥ Rp 3.000.000/bulan), yaitu
bahwa masyarakat donatur adalah kelas masyarakat berpenghasilan
menengah ke atas, karena untuk beramal dengan mengeluarkan zakat,
maka mereka harus memiliki penghasilan atau kekayaan minimal telah
mencapai nishab. Jadi masyarakat donatur adalah masyarakat
berpenghasilan menengah ke atas.7
6
Direktorat Pemberdayaan Zakat, Manajemen Pengelolaan Zakat (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), h. 85.
F. Metode Analisis Data
1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas adalah suatu penelitian dikatakan valid bila instrumen yang
digunakan dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas isi adalah
validitas yang mempertanyakan bagaimana kesesuaian antara instrument
dengan tujuan yang diteliti.8 Valid menunjukan derajat ketepatan antara data
yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dapat dikumpulkan
peneliti. Untuk uji validitas penulis menggunakan tingkat signifikansi sebesar
5% yakni > 0,284 dengan melihat corrected item-total correlation.
Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan, ketepatan, ketelitian sebuah
instrument. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu pengukura
yang mampu memberikan hasil ukur (reliabel). Konsep reabilitas adalah
sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.9 Suatu instrumen
dikatakan reliabel bila tingkat signifikansi ≥ 0,284 (5%), pengujian reliabel
juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode alpha cronbach, dimana
batasan reliabilitas sudah ditentukan:
a. Koefisien alpha mendekati 1 sangat baik
b. Koefisien alpha di atas 0,8 baik
c. Koefisien alpha di bawah 0,6 tidak baik/tidak reliabel
8
Burhan Nurgiyantoro, Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu Sosial (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004) h. 337.
9
2. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan tentatif yang merupakan dugaan
mengenai apa saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk
memahaminya10. Hipotesa dari penelitian ini adalah:
Ho : Tidak ada pengaruh antara preferensi (X) dan keputusan
masyarakat dalam menyalurkan zakat (Y)
Ha : Ada pengaruh antara preferensi (X) dan keputusan masyarakat
dalam menyalurkan zakat (Y).
3. Regresi sederhana
Regresi linier sederhana mengestimasikan besarnya
koefisien-koefisien yang dihasilkan dari persamaan yang bersifat linier, yang
melibatkan satu variabel bebas sebagai alat prediksi besarnya nilai
variabel terikat. Metode yang digunakan dalam regresi sederhana kali
ini adalah dengan melihat nilai siginifikansi level (sig). Jika nilai sig <
0,05 maka Ho ditolak.
10
G. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Independent (preferensi)
a. Lokasi adalah posisi tempat pembayaran zakat.
b. Birokrasi adalah Organisasi yang memiliki aturan dan prosedur ketat
sehingga cenderung kurang fleksibel. Ciri lainnya adalah biasanya terdapat
banyak formulir yang harus dilengkapi dan pendelegasian wewenang harus
dilakukan sesuai dengan hirarki kekuasaan.11
c. Mekanisme maksudnya proses pembayaran zakat.
d. Fasilitas adalah prasarana atau wahana untuk melakukan atau
mempermudah sesuatu. Fasilitas bisa pula dianggap sebagai suatu alat.
fasilitas biasanya dihubungkan dalam pemenuhan suatu prasarana umum
yang terdapat dalam suatu perusahaan-perusahaan ataupun organisasi
tertentu.12
e. Amanat adalah dapat dipercaya, dalam hal ini maksudnya pengelola zakat
dapat dipercaya baik dari segi penyalurannya maupun pencatatannya.
f. Transparansi maksudnya sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua
proses-proses pengelolaan zakat, dari pertanyaan-pertanyaan publik
tentang berbagai kebijakan dan pengelolaan zakat, pelaporan maupun
penyebaran informasi pengelola zakat di dalam kegiatan melayani.13
11
Pengertian Birokrasi, artikel di akses pada 4 Mei 2011 pada http://id.wikipedia.org/wiki/Birokrasi
12
Pengertian Fasilitas, artikel ini diakses 4 Mei 2011 pada http://id.wikipedia.org/wiki/Fasilitas
13
2. Variabel Dependent (keputusan)
a. Kepercayaan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia
merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai
kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan
seseorang tidak selalu benar atau, keyakinan semata bukanlah jaminan
kebenaran.14
b. Gaya hidup, maksudnya seseorang secara keseluruhan yang berinteraksi
dengan lingkungan, juga mencerminkan sesuatu di balik kelas sosial
seseorang.
c. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan,
norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di
suatu daerah.15
d. Profesi Pekerjaan, misalnya pegawai pemerintah, kebanyakan mereka
mendukung segala bentuk usaha pemerintah demi kesejahteraan rakyat, tak
terkecuali tentang pengaturan zakat.
e. Akuntabilitas (tanggung jawab) maksudnya kewajiban pengelola zakat
untuk tanggap atas kebutuhan publik dan kemampuan publik untuk
meminta pertanggungjawaban pengelola zakat.16
14
Pengertian Kepercayaan, artikel diakses pada 4 Mei 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kepercayaan
15
Pengertian Adat, artikel diakses pada 4 Mei 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Adat_istiadat
16
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Setelah kuesioner disebarkan kepada 100 orang responden maka
dilakukanlah identifikasi terhadap responden yang menjadi sampel sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persen
Pria 67 67
Wanita 33 33
Total 100 100
Dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa responden berdasarkan jenis kelamin
didominasi oleh pria sebesar 67 muzakki atau 67% sedangkan wanita 33 muzakki
[image:53.612.112.543.53.458.2]33%.
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persen
25-34 tahun 43 43
35-44 tahun 38 38
45-54 tahun 19 19
Total 100 100
Pada tabel 4.2 responden berdasarkan usia didominasi pada usia 25-34
tahun sebesar 43 muzakki atau 43%, disusul dengan muzakki dengan usia 35-44
tahun sebesar 38 muzakki atau 38%, dan terakhir muzakki dengan usia 45-54
[image:54.612.139.537.68.447.2]tahun sebesar 19 muzakki atau 19%.
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persen
Tidak Sekolah - -
SD/ Sederajat 1 1
SMP/Sederajat 4 4
SMA/Sederajat 27 27
Perguruan Tinggi 68 68
Total 100 100
Melihat tabel 4.3 bahwa responden berdasarkan tingkat pendidikan
didominasi pada tingkat pendidikan perguruan tinggi sebesar 68 muzakki atau
68%, disusul muzakki pada tingkat pendidikan SMA/sederajat sebesar 27
muzakki atau 27%, lalu muzakki pada tingkat pendidikan SMP/sederajat sebesar 4
muzakki atau 4%, dan muzakki pada tingkat pendidikan SD/sederajat 1 muzakki
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Persen
Wiraswasta 20 20
Pegawai 79 79
Petani - -
Buruh - -
Lainnya (Ibu Rumah Tangga) 1 1
Total 100 100
Berdasarkan tabel 4.4 yang terlihat pekerjaan muzakki didominasi oleh
pegawai sebesar 79 muzakki atau 79%, disusul muzakki yang bekerja sebagai
wiraswasta sebesar 20 muzakki atau 20%, dan muzakki pada pekerjaan yang lain
[image:55.612.141.540.55.407.2]yakni sebaga ibu rumah tangga sebesar 1 muzakki atau 1%.
Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan Bulanan
Penghasilan Frekuensi Persen
Rp 3.000.000 – Rp 4.000.000 77 77
Rp 4.000.001 – Rp 5.000.000 22 22
≥ Rp 5.000.001,- 1 1
Total 100 100
Pada tabel 4.5 responden berdasarkan penghasilan per-bulan didominasi
pada muzakki dengan penghasilan Rp 3.000.000 – Rp 4.000.000,-/bulan sebesar
5.000.000,- sebesar 22 muzakki atau 22%, dan muzakki yang berpenghasilan ≥
[image:56.612.140.539.55.403.2]Rp 5.000.001,- sebesar 1 muzakki atau 1%.
Tabel 4.6 Pemilihan Tempat Penyaluran Zakat
Tempat Penyaluran Zakat Frekuensi Persen
Mustahiq 33 33
LAZ Swasta 38 38
Badan Amil Zakat (Pemerintah) 29 29
Total 100 100
Dari tabel 4.6 kita melihat bahwa responden yang memilih tempat
penyaluran zakat didominasi oleh muzakki yang membayar zakat melalui LAZ
Swasta sebesar 38 muzakki atau 38%, disusul muzakki membayar zakat langsung
ke mustahiq sebesar 33 muzakki atau 33%, dan muzakki yang membayar zakat
melalui BAZ sebesar 29 muzakki atau 29%.
B. Alasan-alasan Responden Dalam Memilih Tempat Penyaluran Zakat
Setelah menyebarkan kuesioner dan menanyakan alasan-alasan responden
dalam memilih tempat penyaluran zakatnya jawaban mereka beragam,
1. Alasan responden yang membayar zakat langsung ke mustahiq:
a. Lebih Familiar karena berada di daerah sendiri.
b. Lebih percaya diserahkan langsung, karena sudah jelas orangnya.
c. Lebih gampang dari pada lembaga, karena bayar langsung tidak rumit.
d. Lebih enak langsung ke orangnya karena tahu bahwa zakat itu
benar-benar sampai pada yang berhak.
e. Lebih dekat dengan rumah.
2. Alasan responden yang membayar zakat melalui LAZ swasta
a. Sudah menjadi tradisi
b. Jika bayar perorangan dikhawatirkan tumpang tindih dan hanya berpusat
pada beberapa mustahiq saja.
c. Lembaga dari tahun ke tahun membuat responden nyaman.
d. Perhitungan zakatnya lebih jelas.
e. Percaya sama amil karena mereka sudah punya data-data mustahiq, jadi
tidak perlu repot-repot untuk mengurusnya.
3. Alasan responden yang membayar zakat melalui BAZ
a. Profesi sebagai pejabat pemerintah yang mempunyai tuntutan untuk
selalu mendukung segala bentuk usaha pemerintah dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyat.
b. Lebih percaya karena berada dalam naungan hukum.
c. Lebih profesional dalam mengelola zakat.
C. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas Pertanyaan Preferensi Masyarakat Dalam Menyalurkan Zakat
Untuk uji validitas penulis menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%
[image:58.612.115.537.58.620.2]yakni > 0,284 dengan melihat corrected item-total correlation.
Tabel 4.7 Uji Validitas Pertanyaan Preferensi Masyarakat Dalam Menyalurkan
Zakat
Pertanyaan Nilai Total Hubungan
Setiap Pertanyaan
Keterangan
Lokasi dekat Tingkat signifikansi 0,816 Valid
Angkutan umum mudah Tingkat signifikansi 0,506 Valid
Birokrasi tidak rumit Tingkat signifikansi 0,688 Valid
Mekanisme mudah Tingkat signifikansi 0,818 Valid
Layanan sopan dan ramah Tingkat signifikansi 0,313 Valid
Ketelitian dalam pencatatan Tingkat signifikansi 0,877 Valid
Informasi perihal zakat disampaikan dengan baik
Tingkat signifikansi 0,797 Valid
Pelayanan cepat Tingkat signifikansi 0,827 Valid
Tempat rapih Tingkat signifikansi – 0,180 Tidak Valid
Tempat bersih Tingkat signifikansi 0,643 Valid
Fasilitas memadai Tingkat signifikansi 0,699 Valid