• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Koleksi Buku Pada Perpustakaan Pusat Universitas Medan Area (UMA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Koleksi Buku Pada Perpustakaan Pusat Universitas Medan Area (UMA)"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 1.Gambar Instrument Kromatografi Gas

Seperangkat instrument kromatografi gas Shimadzu 2010

(3)

Lampiran 2. Gambar Perangkat Pendukung Lainnya

Neraca Analitik Ultra Turax

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan,M.,1993. TEKNIK KROMATOGRAFI. Yogyakarta :Penerbit AND Agromedia,2011. BERTANAM JERUK DI DALAM POT DAN DI KEBUN. Jakarta : PT Agromedia Pustaka

Baehaki,1993. INSEKTISIDA PENGENDALIAN HAMA TANAMAN. Bandung:Penerbit Angkasa

Djojosumarto,P.,2009. TEKNIK APLIKASI PESTISIDA PERTANIAN. Lampung : Penerbit kanius

Hasibuan, R., 2015. Insektisida Organik Sintetik dan Biorasional. Yogyakarta : Plantaxia

Komisi Pestisida, 2004. PEDOMAN PENGUJIAN RESIDU PESTISIDA DALAM HASIL PERTANIAN. Jakarta : Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan Direktorat Perlindungan Tanaman Rohman, A., 2009. KROATOGRAFI UNTUK ANALISIS OBAT.

Yogyakarta:Graha Ilmu

SNI., 2008. BATAS MAKSIMUM RESIDU PESTISIDA PADA HASIL PERTANIAN. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional

Soelarno,B. BUDI DAYA JERUK BEBAS PENYAKIT. Yogyakarta : Penerbit Kansius

Sudarsono, H., 2015. PENGANTAR PENGENDALIAN HAMA TANAMAN. Yogyakarta : Plantaxia

Tetty,y.,2011. BERTANAM JERUK DI DALAM POT DAN DI KEBUN. Jakarta: PT Agromedia Pustaka

(5)

BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat

Nama Alat Merk Alat

1. Kromatografi gas menggunakan detektor Rtx-1 MS Shimadzu

2. Rotary evaporator IKA KV600

3. Ultra turax IKA

4. Neraca analitik Mettler Toledo

5. Mikropipet 100-1000µl Eppendorf

6. Test Tube Iwaki

7. Syringe Hamilton

8. Labu Bulat Pyrex

9. Bulb

10.Pipet Volume Iwaki

11.Alat-alat gelas lain Iwaki

3.2 Bahan-Bahan

1. Profenofos 98,2%

2. Metidation 99,5%

(6)

4. Fention 95,5 %

5. Jeruk

6. Aseton

7. Diklorometana

8. Petroleum eter

9. Toluena

10.Air pencuci

3.3Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan larutan baku profenofos

1. Ditimbang bahan aktif profenofos sebanyak 32,05 mg

2. Diencerkan profenofos dalam labu takar 25 ml dengan aseton sampai garis

batas,dikocok hingga homogen

3. Diperoleh larutan baku profenofos 1,2590mg/

4. Dilakukan pengenceran kembali dengan isooktana sehingga diperoleh konsentrasi larutan baku profenofos 0,9820

ml

ng/ 3.3.2 Perlakuan terhadap jeruk

µL

1. Sampel buah jeruk dicuci dengan rendaman sabun pencuci buah

- Sebanyak 100 gram sampel dimasukkan kedalam wadah berisi

larutan pencuci buah 1000 ml, kemudian dicuci selama 5 menit

3.3.3 Ekstraksi

1. Dipotong sampel jeruk sampai kecil-kecil

2. Ditimbang sebanyak ±15 gram

(7)

5. Ditambahkan masing-masing beaker glass dengan larutan baku profenofos 0,9820 ng/

4. Ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama ± 1 jam µl

5. Ditambahkan 30 ml aseton,30 ml diklorometana,30 ml petroleum eter

6. Dihaluskan menggunakan alat ultra turax

7. Didiamkan sampai filtrat dan endapan terpisah

8. Dipipet filtrat sebanyak 25 ml,dimasukkan kedalam labu bulat

9. Dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada suhu penangas air 50o

10.Dilarutkan residu yang diperoleh dengan 5 ml aseton : toluena (10 : 90) C

sampai hampir kering

11.Diinjeksikan 1µ l kedalam alat kromatografi gas

3.3.4 Analisis kualitatif

Kondisi Kromatografi gas :

- Kromatografi gas : Shimadzu 2010,dilengkapi dengan detektor

penangkap elektron

- Kolom : Rtx 1 MS

- Gas pembawa : Gas Helium dan Nitrogen

- Temperatur injeksi : 230o

- Temperatur kolom : 190 C o

- Temperatur detektor : 230 C o

(8)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil yang diperoleh dari analisis kandungan residu pestisida dalam sampel jeruk

dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Hasil analisa kadar residu pestisida pada Jeruk

Sampel 1

Metidation 0,9939 ng/µ l

Klorporifos 1,0190 ng/µ l Propenofos 0,9820

(9)

No Nama/Asal

Fention 1,0244

ng/µ l

Propenofos 0,9820

(10)

4.2 Reaksi Percobaan

-

4.3Perhitungan

4.3.1 Pada Bahan Aktif

Rumus Standarisasi Pada Bahan Aktif

STD (mg/ml) = berat sampel (mg )

volume labu takar (ml )x

kemurnian 100

Rumus Pengenceran Larutan Standar :

V1. N1 = V2. N2

4.3.1.1Metidation

99,5% tertimbang 0,0273 g (27,3 mg)

27,3 25 x

99,5

100 = 1,0865 mg/ml→ 1086,5 ng/µl

1. Pengenceran 100 ng/µ l dalam labu takar 25 ml

V1. N1 = V2. N2

V1. 1086,5 = 25.10O

V1 =

2500 1086,5

= 2,3 ml

Maka,

2,3 . 1086,5 = 25. N2

N2 =

(11)

= 99,958 ng/µl

2. Pengenceran 10 ng/µ l dalam labu takar 25 ml

V1. N1 = V2. N2

V1. 99,958 = 25.10

V1 =

250 99,958

= 2,5 ml

Maka,

2,5 . 99,958 = 25. N2

N2 =

2,5.99,958 25

= 9,9958 ng/µl

3. Pengenceran 1 ng/µl dalam labu takar 10 ml

V1N1 = V2N2

V1. 9,9958 = 10.1

V1 =

10 9,9958

= 1,0 ml

Maka,

(12)

1,0.9,9958 = 10. N2

N2 = 1,0.9,9958 10

= 0,9995 ng/µl

4.3.1.2 Klorpirifos

98,8% tertimbang 0,0268 g (26,8 mg)

26,8 25 x

98,8

100 = 1,0591 mg/ml→ 1059,1 ng/µl

1. Pengenceran 100 ng/µ l dalam labu takar 25 ml

V1. N1 = V2. N2

V1. 1059,1 = 25.100

V1 =

2500

1059,1= 2,3 ml

Maka,

2,3 . 1059,1 = 25. N2

N2 =

2,3.1059,1 25

= 97,4372 ng/µl

2. Pengenceran 10 ng/µ l dalam labu takar 25 ml

(13)

V1. 97,4372 = 25.10

V1=

250 97,4372

= 2,5 ml

Maka,

2,5 . 97,4372 = 25. N2

N2 =

2,5.97,4372 25

= 9,7437 ng/µl

3. Pengenceran 1 ng/µl dalam labu takar 10 ml

V1N1 = V2N2

V1. 9,7437 = 10.1

V1 = 10 9,7437

= 1,0 ml

V1N1 = V2N2

1,0.9,7437 = 10. N2

N2 = 1,0.9,7437 10

= 0,9743 ng/µl

4.3.1.3 Propenofos

(14)

23,3 25 x

96,9

100 = 0,9031 mg/ml→ 903,1 ng/µl

1. Pengenceran 100 ng/µ l dalam labu takar 25 ml

V1. N1 = V2. N2

2. Pengenceran 10 ng/µ l dalam labu takar 25 ml

(15)

V1 = 10 9,7534

= 1,0 ml

Maka,

V1N1 = V2N2

1,0.9,7534 = 10. N2

N2 =1,0.9,7534 10

= 0,9753 ng/µl

4.3.2 Sampel

Rumus Kadar Pestisida Dalam Sampel :

Csampel (mg/kg

) =

Area sampel

Rata−rata area standar x C.Standar (ng⁄µl) x V.Inj (µl) x

FP (µl )

V .Inj Std (µl ) x FK W (gr )

Rumus rata-rata area Standar :

Rata−rata area standar = Area standar (simplo) + Area Standar (duplo) 2

Rumus Rata-rata Kadar Pestisida Dalam Sampel :

Cratarata(mg/kg) = Csampel (simplo ) + Csampel (duplo ) 2

(16)

C.standar = Konsentrasi standar

4.3.2.1 Jeruk manis dari Desa Marubun Kecamatan Purba Kabupaten

(17)

Rata−rata area standar = 597776 + 505458

4.3.2.2 Jeruk manis dari Desa Tigarunggu Kecamatan Purba Kabupaten

Simalungun

(18)
(19)

Csimplo =

Rata – rata area standar = 543751 +592382

(20)

4.3. Pembahasan

Dari data Hasil Percobaan diatas diperoleh bahwa jeruk manis dari Desa Marubun

Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun terkandung bahan aktif profenofos

sebanyak 0,476 mg/kg dan jeruk manis dari Desa Tigarunggu kecamatan Purba

Kabupaten Simalungun tewrkandung senyawa klorpiripfos. Dari kedua sampel

yang paling berbahaya itu adalah sampel yang bereasal dari desa Tigarunggu

karena terdeteksi sebanyak empat bahan aktif dan hanya senyawa klorpirifos yang

melampaui batas ambang pemakaian residu.

Hal ini disebabkan oleh pemakaian pestisida dengan dosis tinggi dan

penyemprotan yang terlalu sering yaitu sekali dalam satu minggu. Sementara pada

umumnya pemilik kebun jeruk lainnya di desa tersebut menyemprot jeruk mereka

sebanyak sekali dalam dua minggu.

Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa jeruk manis tesebut belum

layak konsumsi. Dan jika dikonsumsi ada baiknya dilakukan pencucian terlebih

dahulu dengan air bersih, air mengalir atau dengan menggunakan produk

pembersih buah seperti mama lime. Hal tersebut dapat mengurangi bahkan

menghilangkan residu pestisida yang terkandung pada jeruk manis terebut.

Sehingga dapat mengurangi dampak negatif seperti timbulnya keracunan atau efek

(21)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa jeruk manis dari Desa Marubun Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun terkandung bahan aktif profenofos

sebanyak 0,5187 mg/kg, dan belum melampaui Batas Maksimum Residu (BMR)

pestisida pada jeruk manis yaitu Profenosos 1 mg/kg dan jeruk manis dari desa

Tigarunggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun terkandung bahan aktif

Klorfiripos 0,0932 3 mg/kg dan belum melampaui Batas Maksimum Residu

(BMR) pestisida pasa jeruk manis yaitu Klorfiripos 1 mg/kg Sehingga jeruk

manisini masih bisa dikonsumsi karena bahan aktif yang terkandung tidak terlalu

tinggi dan bahan aktif lainnya juga tidak terkandung pada kedua jeruk manis

tersebut. Untuk masing – masing bahan aktif lainnya tidak terdeteksi pada sampel

dan memenuhi batas maksimum residu pestisida yang ditetapkan oleh Departemen

pertanian Republik Indonesia yaitu Metidation 0,12 mg/kg, Klorfiripos 1mg/kg,

Fention 2 mg/kg dan Profenosos 1 mg/kg.

Dengan demikian ini masih layak kosumsi dan tidak akan menimbulkan

efek yang sangat berbahaya jika dikonsumsi akan tetapi akan menimbulkan efek

yang akan menimbulkan penyakit serius di kemudian hari setelah konsumsi jeruk

ini seara berkesinambungan tanpa melakukan proses pencucian atau perendaman

terlebih dahulu dengan air bersih atau dengan menggunakan produk pembersih

(22)

5.2 Saran

Untuk memperkecil bahkan menghilangkan kandungan pestisida pada hasil

tanaman diharapkan untuk terlebih dahulu mencucinya dengan menggunakana air

bersih atau produk pencuci buah. Untuk lebih aman lagi carilah produk hasil

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

Pada umumnya pengertian pestisida sangatlah luas sekali karena meliputi

produk-produk yang digunakan di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan,

peternakan/kesehatan hewan, perikanan, dan kesehatan masyarakat. Dalam

pembahasan kali ini akan dijelaskan tentang pestisida yang digunakan dalam

bidang pertanian (termasuk kehutanan dan perkebunan), lebih khusus lagi

pestisida-pestisida yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu

tanaman/tumbuhan (OPT).

Pestisida (Inggris: pesticide) secara harfiah pestisida berarti pembunuh

hama (pest: hama; cide: membunuh). Menurut pasal 1 (a) Peraturan Pemerintah

Republik indonesia Nomor 7 tahun 1937 tentang Pengawasan atas Peredaran,

Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida; Pestisida adalah semua zat kimia atau

bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk :

1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang

merusak tanaman,bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian

2. Memberantas rerumputan

3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan

4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

tanaman tidak termasuk pupuk

5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan

(24)

6. Memberantas atau mencegah hama-hama air

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang atau jasad-jasad renik

dalam rumah tangga,bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan

8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan

penggunaan pada tanaman,tanah atau air (Djojosumatro,2000).

Penggunaan racun yang tidak tepat tentu dapat menimbulkan hal – hal yang

tidak diinginkan, seperti seperti jasad pengganggu yang akan diberantas tidak mati

karena salah jenis pestisida yang digunakan. Oleh sebab itu sebelum

menggunakan pestisida, harus dipilih jenis dan merek dagang pestisida yang

sesuai dengan hama dan penyakit tanaman, formulasi yang sesuai dengan

peralatan yang tersedia, alat apa yang digunakan, bagaimana menggunakan

pestisida secara efektif dan efisien, dan bagaimana cara mengaplikasikan

pestisida tersebut untuk memberantas jasad pengganggu.

Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting dalam

penggunaan pestisida. Formulasi pestisida yang bagaimana yang harus kita pilih,

apakah cairan, butiran, atau bentuk lainnya. Kalau dilihat dari bahaya pelayangan

di udara, pestisida berbentuk butiran paling sedikit kemungkinannya untuk

melayang. Pestisida yang bebentuk cairan, bahaya pelampung. Disamping itu

pertimbangan lain dalam memilih formulasi pestisida adalah alat yang akan

digunakan untuk menyebarkan pestisida tersebut (Widianto,1999)

Penggelompokan pestisida menurut jenis organisme pengganggu tanaman

(25)

Tabel 2.1: Penggelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT Sasaranya Pestisida OPT sasaran Contoh

Insektisida

Hama : serangga

Hama : tungau

Hama : siput

Hama : tikus

Penyakit : jamur

Penyakit : bakteri

Penyakit: nematoda

Gulma (tumbuhan

Penggangu)

Sumber : Djojosumatro (2000) 2.1.2 Insektisida

Salah satu contoh dar pestisida adalah insektisida, Insektisida juga dapat meracuni

dan membahayakan makhluk hidup lainnya, yang meliputi serangga bermanfaat

(benefical insect), hewan peliharaan dan manusia.

Secara umum, insektisida adalah bahan kimia beracun yang dapat

digunakan untuk mengendalikan dan membasmi serangga hama yang menyerang

(26)

Dilihat dari cara kerjanya,insektisida dibedakan atas peracun fisik,

peracun protoplasma,dan peracun pernapasan:

a) Insektisida peracun fisik akan menyebabkan dehidrasi,yaitu keluarnya

cairan tubuh dari dalam tubuh serangga

b) Insektisida peracun protoplasma dapat mengendapkan protein dalam tubuh

serangga

c) Insektisida peracun pernapasan dapat menghambat aktifitas enzim

pernapasan (Wudianto,1997).

Insektisida terdiri dari beberapa golongan yaitu, (1) golongan benzoilurea,

(2) golongan karbamat, (3) golongan organoklorin, (4) golongan organofosfat, dan

(5) golongan piretroid. Sebagian besar golongan benzoilurea merupakan

insektisida dengan atom fluor dan memiliki berat molekul tinggi, contoh:

diflubenzuron, heksabenzuron. Contoh insektisida golongan karbamat adalah

adicarb, karbaril, karbofuran.

Insektisida golongan organoklorin memiliki tiga karakteristik analog DDT,

isomer benzen heksaklorida (BHC), dan ikatan sikodiena, karena presistensi dan

toksisitasnya, sebagian besar organoklorin dilarang penggunaanya, contoh

golongan ini yaitu aldrin, dieldrin, metosiklor. Insektisida golongan organofosfat

adalah senyawa hidrokarbon yang terdiri dari satu atau lebih atom fosfor pada

molekulnya, contoh : diazinon, metidation, profenofos. Dan golongan piretroid

adalah piretrin sintetis, contohnya sipetmetrin, deltametrin, permentrin

(27)

2.1.3 Insektisida Organofosfat

Insektisida organofosfat atau lebih dikenal senyawa OP pada saat inii hampir

mencapai lebih dari 50% dari yang terdaftar. OP adalah insektisida penghambat

cholinesterase dan bekerja melalui perut, racun kontak, sistematik atau

fumigasi.Spektrum dari insektisida ini bermacam-macam seperti Parathion dan

TEPP berspektrum luas, sedangkan Malathion dan Ronel merupakan insektisida

selektif. Senyawa OP berupa aril atau alifatik (Baehaki, 1993).

Insektisida organofosfat dikembangkan di jerman pada masa Perang Dunia

II sebagai pengganti insektisida nikotin yang saat itu merupakan insektisida

pertama untuk pengendalian kumbang kentang colorado (leptinotarsa

decemlineata). Penemuan sifat insektisida dari kelompok organofosfat berkaitan

erat dengan penelitian jenis-jenis gas syaraf seperti sarin, soman, dan tabun

(Sudarsono,2015).

Organofosfat adalah nama umum ester dari asam fosfat. Insektisida

organofosfat adalah insektisida yang mengandung unsur fosfat, dihasilkan dari

asam fosforik, dikenal sebagai insektisida yang paling toksik diantara jenis

insektisida organik sintetik lainnya dan juga yang paling sering menyebabkan

keracunan pada manusia. Indikator yang digunakan untuk menilai efek peracunan

insektisida adalah nilai LD50 (Lethal Dose) 50% yang menunjukkan banyaknya

binatang-uji. Dalam aplikasinya, nilai LD50 dapat dibagi menjadi : LD50 akut oral

(termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai LD50 yang tinggi (diatas

1000) menunjukkan pestisida bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia.

Namun sebaliknya, nilai LD50 yang rendah (dibawah 100) menunjukkan bahwa

(28)

(termakan) dan LD50

Tabel 2.2 Toksisitas Insektisida Organofosfat Terhadap (mg/kg of body weight)

Secara Oral Maupun Dermal

akut dermal (terserap kulit) insektisida organophosfat dapat

dilihat pada Tabel 2.2

Nama Umum Rat oral LD 50

(mg/kg of body weight)

Rabbit dermal LD 50

(mg/kg of body weight)

Acephate 1,030 - 1,447 >10,250

Azinphos-methyl 4 150 – 200 (rat)

Chlorpyrifos 96 – 270 2,000

Diazinon 1,250 2,020

Dimethoate 235 400

Disulfoton 2 – 12 3.6 – 15.9

Ethoprop 61.5 2.4

Fenamiphos 10,6 – 24,8 71.5 – 75.7

Malathion 5,500 >2,000

Methamidophos

13 (female only) 25 – 44

122

Methidathion 200

Methyl parathion 6 45

Naled 191 360

Oxydemeton-methyl 50 1,350

Phorate 2 – 4 20 – 30 (guinea pig)

Phosmet 147 – 316 >4,640

(29)

Organofosfat dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan tergantung

dari kombinasi unsur oksigen, karbon, sulfur, dan nitrogen. Namun, dalam

perkembangannya dan untuk lebih menyederhanakannya, insektisida organofosfat

dikelompokkan hanya menjadi 3 grup yaitu :

1. Derivat alifatik

2. Derivat fenil

3. Derivat heterosiklik (Hasibuhuan,2015)

2.1.3.1 Profenofos

Profenofos merupakan insektisida yang berspektrum luas sehingga dapat

mengendalikan berbagai jenis hama. Profenofos merupakan insektisida yang

berdaya racun sedang dengan nilai LD50 oral akut 358-502 mg/kg. Profenofos

bersifat insektisida dan akarisida. Insektisida profenofos telah dikembangkan

secara luas dan dipasarkan dengan berbagai merk dagang seperti : Prahar,

Romifos, Sanofos, Polycron, Selecron, cga 15324, Fornofos, Curacon. Rumus

kimia insektisida profenofos tertera pada gambar berikut (Hasibuhuan,2015).

Gambar 1. Rumus struktur Profenofos

Insektisida profenofos ini diaplikasikan pada tanaman kapas, mangga,

manggis, kubis, sayuran buah seperti tomat dan cabai, dan kacang. Di Indonesia,

(30)

cabai merah di Indonesia diaplikasikan dengan konsentrasi penyemprotan

0,025-0,15 kg ai/hL dengan waktu aplikasi sesuai kebutuhan (Irie,2007).

Sifat-sifat kimia senyawa profenofos dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3 Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Profenofos

Kriteria Hasil

Kemurnian Minimum 91,4%

Bentuk Cair

Warna Coklat terang

Bau Bau lemak,seperti bawang yang

dimasak

Kelarutan dalam pelarut organik

pada suhu 25o

n-heksan : larut sempurna

C n-oktanol : larut sempurna

toluena : larut sempurna

etanol : larut sempurna

diklorometana : larut sempur na

etil asetat : larut sempurna

aseton : larut sempurna

metanol : larut sempurna

Sumber : Irie (2007)

2.1.3.2 Khlorpirifos

Bahan aktif khlorpirifos diperdagangkan sebagai Drusban� dan

(31)

Gambar 2. Rumus struktur Khlorpirifos

Khlorpirifos berupa kristal putih dikembangkan oleh Dow Chemical

Company 1996. Insektisida ini dipergunakan untuk mengendalikan Atherigona

exigua, spodoptera mauritia, Agromyza phaseoli, Agrotis sp, dan lain lain.

Formulasi yang diperdagangkan yaitu Drusban 20 EC mengandung 200 gr

khlorpirifos/l, Drusban 15/5E mengandung 150 gr khlorpirifos dan 50 gr BPMC/l

dan Basmidan 200EC mengandung 200 gr khlorpirifos/l.

Sifat-sifat fisik dan kimia senyawa khlorpirifos dapat dilihat pada Tabel

2.4 berikut :

Tabel 2.4 Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Klorpirifos

Kriteria Hasil

Kemurnian Minimum 85 %

Bentuk Butiran Kristal

Warna Putih hingga kecoklatan

Bau Merkaptan lembut

Kelarutan dalam pelarut organik dan

anorganik pada suhu 20o

Acetone >400 g/L

C Dichloromethane >400 g/L

Ethyl Acetate >400 g/L Methanol 250 g/100mL Toluene >400 g/L n-Hexane >400 g/L Air 1.05 ppm (w/v)

(32)

2.1.3.3 Metidation

Metidation merupakan insektisida dan akarisida OP sebagai racun kntak.

Insektisida ini dikembangkan untuk mengendalikan Parlatoria proteus, aphis

tavaresii, empoasca sp, phaedonia inclusa, setora nitens, coccus viridis,

pseudococcus citri dan lain – lainnya. Formulasi yang diperdagangkan di

Indonesia yaitu Supracide 40EC mengandung 420 gr metidation/l.

Metidation ini berupa Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible

concentrates) Pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di

belakang nama dagang diikuti oleb singkatan ES (emulsifiable solution), WSC

(water soluble concentrate). B (emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di muka

singkatan tersebut tercantum angka yang menunjukkan besarnya persentase bahan

aktif. Bila angka tersebut lebih dari 90 persen berarti pestisida tersebut tergolong

murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu bahan

aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida golongan ini disebut bentuk cairan

emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan

membentuk emulsi.

Metidation ini diperdagangkan sebagai Supracide dengan struktur kimia sebagai

berikut :

O

P

S

R= (C

2

H

5

O)

2

(33)

Sifat-sifat fisik dan kimia senyawa metidation dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut

ini:

Tabel 2.5 Sifat fisika dan kimia Senyawa Metidation

Kriteria Hasil

Nama kimia O,O-dimetil-S-(2-metoksi-1,3,4- thiadiazol-5(4H)-onyl-(4)-metil)-ditiopospat

Kemurnian minimum 95 % Bentuk Butiran Kristal bubuk

Warna Putih

Bau Merkaptan lembut

Titik lebur 39-400 C

Tekanan uap 1.0 x 10−6

mm Hg pada 200C

Massa jenis 1.495 g/cm3

pada 200C

Kelarutan pada air 240 ppm = 0.024% pada 200

C,tidak larut pada metanol, aseton, benzena

Kestabilan relatif stabil pada pH netral dan unsur yang bersifat Asam lemah, tidak ada perubahan selama 3 hari didalam penyangga pospat atau dalam larutan HCl 0,01 N. Kestabilan pada unsur alkali sangat rendah

Sumber : Irien,2007

2.1.3.4 Fention

Bahan aktif fention diperdagangkan sebagai LebaycidR, Baytex, Entex,

Tiguvon, Mercaptophos, Queletox, dan Baycid. Yang memiliki struktur kimia

sebagai berikut :

(34)

Fention adalah fosfat organik insektisida dan akarisida mempunyai aktivitas

residu yang panjang, merupakan racun perut dan racun kontak. Insektisida ini

berupa cairan tidak berwarna, bila digunakan menurut anjuran tidak menimbulkan

fitotoksik, zat ini dikembangkan oleh Bayer A.G. German tahun 1962. Insektisida

fention dapat digunakan untuk mengendalikan Helopeltis sp., plusia chalcites,

empoasca sp, ulat sinanangkeup paralebeda plagifera, dan lain – lain. Formulasi

yang diperdagangkan yaitu Lebaycid 550EC mengandung 540 gr fention/l dan

Lebaycid 1000ULV mengandung 1.011 gr fention/l.

Sifat fisik dan kimia senyawa fention dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut :

Tabel 2.6 Sifat fisik dan kimia fention

Kriteria Hasil

Nama kimia O,O-Dimethyl O

-[3-methyl-4-(methylsulfanyl)phenyl] phosphorothioate Rumus Kimia C10H15O3PS

Kemurnian

2

minimum 95-98%

Bentuk Butiran Kristal bubuk

Warna Putih

Bau Merkaptan lembut

1,25 g/cm³

Titik didih 87 °C (189 °F; 360 K) at 0.01 mmHg

Massa jenis 278.33 g/mol

Kelarutan Kelarutan dalam minyak gliserida, metanol, etanol, eter, aseton, dan sebagian besar pelarut organik, hidrokarbon terutama chlorinated

(35)

2.1.4 Residu Pestisida

Masalah residu pestisida pada hasil pertanian merupakan isu penting dan

mendapat perhatian serius baik secara nasional maupun internasional. Bahan

pangan dapat menjadi tidak aman untuk dikonsumsi apabila tercemar oleh

pestisida terutama dengan adanya residu pestisida pada komoditas pangan.

Bahaya residu pestisida yang dapat membahayakan kesehatan konsumen meliputi:

timbulnya reaksi alergis, keracunan dan karsinogenik (Hasibuhuan,2015).

Residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya yang

terdapat pada atau dalam jaringan manusia, hewan, tumbuhan, air, udara atau

tanah (Deptan,2007). Beberapa yang mengidentifikasikan batas residu, digunakan

untuk memprediksi pemasukan residu pestisida. Batas maksimum residu (BMR)

adalah salah satu indeks konsentrasi maksimum dari residu pestisida (ditetapkan

dalam mg/kg) yang direkomendasikan sebagai batasan yang diijinkan secara legal

pada komoditas makanan dan daging hewan.

Apabila pelaksanaan pengujian residu pestisida mengikuti pedoman

tersebut secara tepat dan cermat, maka hasil pengujian yang diperoleh merupakan

hasil pengujian yang memiliki validitas dan reabilitas yang tinggi. Dengan

demikian keputusan diambil berdasarkan hasil pengujian tersebut akan merupakan

suatu keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, sehingga

pelaksanaan SKB (Surat Keputusan Bersama) dari Menteri Kesehatan dan

Menteri Pertanian tersebut dapat berjalan dengan efekktif dan efisien. Data BMR

pestisida berdasarkan FAO dan WHO (2010) dan Deptan dapat dilihat pada Tabel

(36)

Tabel 2.7 Batas Maksimum Residu Pestisida golongan organofosfat pada Makanan

No Nama/Jenis Pestisida Komoditas/Bahan

Makanan BMR (mg/kg) 1 Fention Anggur 0,5

Apel 2 Beras 0,1 Jeruk 2 Jus jeruk 0,2 2 Klorporipos Anggur 1

Apel 1 Beras 0,1 Jamur 0,05 Jeruk 1 3 Metidation Advokat 0,2

Anggur 0,2 Apel 0,5 Jagung 0,13 Jeruk 0,12 4 Profenofos Tomat 10

Kentang 0,05 Cabai 5 Manggis 10 Jeruk 1

Sumber : FAO dan WHO (2010); Deptan (2009)

Selain BMR, Acceptable Daily Intake (ADI) atau batas yang dapat

(37)

dievaluasi. Berdasarkan FAO dan WHO, ADI untuk profenofos adalah 0-0,03

mg/kg berat badan (FAO dan WHO,2010)

2.1.5 Analisis Residu Pestisida dengan Menggunakan alat Kromatografi Gas

Cair atau Gas Liquid Chromatography (GLC)

Analisis residu pestisida dapat dilakukan dengan berbagai metode dan alat antara

lain Kromatografi Cair, Elektroporesis Kapiler, Metode Bioteknologi, dan

Kromatografi Gas, dimana dari semua metode yang disebutkan Kromatografi Gas

Cairan atau yang sering disebut dengan Gas Liquid Chromatography (GLC)

merupakan teknik penentuan yang paling sering digunakan untuk analisis

pestisida terutama pestisida golongan organofosfat. Dengan menggunakan

kromatografi gas, pestisida dapat dideteksi pada tingkat konsentrasi yang sangat

rendah dengan selektivitas yang tinggi, hal tersebut disebabkan oleh detektor

selektif GC seperti electron-capture detector (ECD), flame photometric detector

(FPD), dan nitrogen phosphorus detector (NPD). Metode ini cepat dan

menyediakan resolusi yang baik untuk penentuan residu multikomponen, dan

penggunaan dengan sensitivitas yang tinggi dan detektor yang spesifik, residu

diukur dengan perbandingan presisi dan akurasi yang tinggi (Mc Nair,1998).

Kromatografi gas (KG) merupakan teknik instrumental yang dikenalkan

pertama kali pada tahun 1950-an. KG merupakan metode yang dinamis untuk

pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan

senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Perkembangan teknologi

yang signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah

menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta indentifikasi senyawa menjadi

(38)

Analisis dengan Kromatografi Gas Cair atau GLC tidak selalu mudah

untuk menghasilkan kromatogram yang baik. Banyak faktor yang harus dipilih

secara tepat, seperti pemilihan ase stasioner, penentuan suhu kolom dan kecepatan

aliran gas pembawa, disamping kecermatan preparasi sampel, pembuatan kolom

dan conditioningnya. Hal – hal yang seterusnya akan diuraikan dalam naskah ini

akan dapat dipakai untuk membantu memecahkan masalah – maslah yang

dihadapi dalam menoperasikan alat GLC.

2.1.6 Susunan Alat dan Cara Operasinya

Keuntungan penggunn GLC selain kecepatan dan variasi penggunaannya yang

luas, juga karena dengan cara ni hanya dibutuhkan jumlah sampel relatif snagat

kecil. Meskipun dengan sampel yang sangat kecil, komponen yang jumlahnya

banyak dalam bentuk kromatogram yang dapat memberikan informasi tidak hanya

kuantitasnya, tetapi jugab identitasnya. Selain berbeda dengan kromatografi lain,

kolom yang digunakan dalam GLC secara kontinyu dapat mengalami regenerasi,

sehingga praktis dapat digunakan dalam waktu yang tidak terbatas asalkan

persyaratan yang diminta selalu dapat dipenuhi.

Tidak seperti pada kromattografi cairan, kromatografi gas cairan

merupakan sistem yang tertutup. Komponen dasarnya terdiri dari tangki gas

pembawa, pengatur tekanan/aliran gas, injektor, kolom, detektor, oven pemanas,

amplifier, dan rekorder. Untuk masing – masing penjelasannya dapat diuraikan

sebagai berikut ini.

1. Gas Pembawa

Gas yang umum digunakan adalah Helium (He), Nitrogen, Hidrogen dan Argon.

(39)

berbahaya kecuali gas hidrogen yang mudah terbakar. Oleh karena itu, harus hati

– hati bila menggunakan hidrogen, terutama harus dijagag jangan sampai ada

kebocoran. Karena gas pembawa terssebut tidak reaktif, interaksi antara senyawa

– senyawa dalam sampel denga gas pembawa tidak terjadi.

Gas pembawa yang dipakai harus sesuai dengan jenis detektornya,

misalnya Thermal Conductivity Detector cocok bila digunakan gas Hidrogen dan

Helium. Selain itu gas pembawa juga harus mempunyai kemurnian yang tinggi,

karena kontaminasi dalam jumlah yang kecilpun dapat menyebakan noise pada

signal yang dikirimkan oleh detektor, sehingga dapat memberikan garis dasar

yang tidak baik/tidak lurus.

2. Injektor

Injektor yang digunakan sama seperti pada kromatografi yang lainnya, injektor

tersebut haruslah dipanaskan terlebih dahulu agar sampel yang berupa cairan

dapat menguap. Selain itu desain injektor harus sedemikian, sehingga sampel

yang telah menguap tersebut dapat langsung masuk kolom dengan perantaraan gas

pembawa. Pada beberapa alat, sampel tersebut dapat diinjeksikan langsung ke

dalam kolom (on column injection), terutama untuk menghindari kelemahan tadi.

Hal ini juga lebih disukai khususnya untuk sampel yang titik didihnya tidak terlalu

tinggi.

3. Kolom

Ada dua jenis kolom, yaitu kolom dengan isian (packed column) dan kolom pipa

terbuka (open tubular column). Kolom isian merupakan suatu pipa yang diisi

bahan penyangga padat yang permukaanya dilapisi dengan cairan (fase stasioner)

(40)

stasionernya melapisi permukaan dinding kolom. Oleh karena itu gas pembawa

dapat mengalir tanpa terjadi penurunan tekanan dan hal inilah yang

memungkinkan kolom jenis ini dapat dipakai lebih panjang. Panjang kolom isisan

biasanya hanya antara 0,7 sampai 2 m, sedangkan kolom pipa terbuka dapat

bervariasi antara 30 sampai 300 m.

4. Penyangga Padat

Zat padat penyangga (solid support) mempunyai fungsi agar fase cair atau fase

stasioner dapat terdistribusi dengan rata pada permukaan yang luas. Penyangga

padat tersebut harus tidak reaktif agar tidak terjadi adsorbsi pada senyawa –

senyawa yang dipisahkan. Selain itu harus mempunyai ukuran yang seragam,

tidak mudah pecah karena tekanan, tahan terhadap suhu tinggi, dan mempunyai

permukaan yang luas.

Penyangga padat umumnya dibuat dari tanah diatome, yang tersusun dari

senyaw silikat yang porous. Tanah diatome, yang tersusun dari senyaw silikat

yang porous. Penyangga padat yang dihasilkan dengan cara ini disebut

Chromosorb-P, karena warnanya jingga (pink). Bahan tersebut mempunyai

permukaan kira – kira 4 �2/g dan masih aktif pada senyawa polar.

5. Fase Stasioner (Liquid Phase)

Fase cairan (Liquid phase) disebut juga fase stasioner. Pad waktu sekarnag fase

cairan yang terdapat dalam perdagangan banyak sekali. Hal ini menyebabkan

bertambahnya kemampuan GLC sebagai alat pemisah dan alat analisis. Pemisahan

fase caiiran biasanya didasarkna atas pedoman like dissolves like. Hal ini berarti

bahwa fase stasioner yang bersifat polar cocok untuk sampel yang bersifat polar

(41)

Pada umumnya fase stasioner yang nonpolar bersifat nonselektif. Hal ini

berarti bahwa bila tidak terdapat daya tarik menarik antara senyawa yang

dainalisis dengan fase stasioner, volatilitas senyawa tersebut terutama akan

ditentukan oleh tekanan uapnya. Sebaliknya dalam fase stasioner yanh bersifat

polar, volatilitasnya sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi antara senyawa

yang dianalisis dengan fase stasioner.

6. Detektor

Komponen zat – zat yang terrdapat dalam sampel yang telah dipisahkan oleh

kolom harus dapat di deteksi dan akhirnya digambarkan dalam bentuk

kromatogram. Mengingat bahwa masing – masing komponen tersebut dalam

konsentrasi yang sangat rendah dalam gas pembawa, detektor harus mempunyai

kepekaan yang sangat tinggi.

Berdasarkan jenis respon yang diberikan, detektor dapat digolongkan

menjadi detektor integral dan detektor diferensial. Pada detektor integral besarnya

signal bersifat kumulatif, sedangkan pada detektor diferensial besarnya signal

bersifat individual dari masing – masing komponen senyawa yang melalui

detektor tersebut.

Detektor dapat juga dibedakan menjadi detektor yang bersifat destruktif,

bila senyawa yang dideteksi menjadi rusak seperti Flame Ionization Detektor

(FID). Sebaliknya senyawa tersebut tidak rusak pada waktu dideteksi seperrti pada

(42)

2.2 Jeruk

Jeruk merupakan buah unggulan yang memiliki berbagai jenis. Di

Indonesia, ada tiga jenis jeruk unggul yang dikomersialkan, yaitu jeruk besar

(citrus maxima Merr), jeruk keprok, dan jeruk siem (Citrus nobilis var

microcarpa). Dari ketiga jenis tersebut telah dihasilkan banyak varietas jeruk

keunggulan yang mampu menyaingi jeruk impor. Hingga kini, ada 41 varietas

jeruk yang sudah dilepas oleh pemerintah melalui Mentri Pertanian

RI.(Agromedia,2011).

2.2.1 Sejarah Perkembangan Jeruk

Tanaman jeruk (Citrus sp. ) adalah tanaman tahunan berasal dari Asia

Tenggara, terutama Cina. Sejak ratusan tahun yang lampau, tanaman ini sudah

terdapat di Indonesia, sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di

pekarangan. Di Indonesia jeruk merupakan komoditas buah-buahan terpenting

ketiga setelah pisang dan mangga bila dilihat dari luas pertanaman dan jumlah

produksi per tahun (Soelarno,1996).

2.2.1.1 Klasifikasi dan Kualitas/Kandungan Gizi

Dalam sistem klasifikasi, tanaman jeruk manis dapat digolongkan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

(43)

Sub divisio : Angiospermae

Clasis : Dicotyledoneae

Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

Spesies : Citrus sp. (Soelarno,1996)

Varietas jeruk pada umumnya haruslah memiliki standar pemakaian yang

sesuai dengan peraturan yang berlaku. Para konsumen pasti akan memilih varietas

buah jeruk yang bebas penyakit dan memiliki kandungan gizi yang baik serta

memiliki harga yang terjangkau.

Kandungan gizi dari varietas jeruk itu sendiri dapat dilihat dari

karakteristik jeruk pada umumnya, yaitu berdasarkan sifat fisik buah (ukuran,

warna dan rasa) dan sifat kimia (kandungan gula total, kandungan asam dan

vitamin C). Beberapa sifat fisik dan sifat kimia dapat dilihat pada Tabel 2.8 dan

tabel 2.9.

Sifat fisik buah varietas jeruk pada saat dipetik sangat erat hubungannya

dengan kualitas buah sementara karakteristik buah varietas jeruk pada saat dipetik

itu sangat erat hubungannya dengan kandungan giji buah. Untuk sifat fisiknya

(44)

Tabel 2.8 Sifat fisik buah varietas jeruk pada saat dipetik (physical

characteristic of each variety atticking time).

Varietas Berat /

Sumber : Bambang, 1996

Kandungan gizi dari buah jeruk itu sendiri dapat berupa kandungan vitamin, asam,

dan lainnya yang terdapat pada varietas jeruk yang telah dipetik. Dimana pada

umumnya kandungan gizi dari suatu produk pertanian ini lah yang sering

diperhatikan para konsumen. Kandungan gizi yang tinggi biasanya akan lebih

diminati para konsumen. Kandungan gizi tersebut dapat kita lihat pada tabel

(45)

Tabel 2.9 Sifat kimia setiap varietas jeruk saat dipetik (Chemical

Characteristics of each variety at picking time)

Varietas PTT

(46)

2.3.Dampak Negatif Pestisida/Insektisida

Secara umum dampak negatif penggunaan insektisida dapat

dikelompokkan ke dalam dua aspek, yaitu aspek kesehatan dan lingkungan hidup

dan aspek pengendalian hama dalam kegiatan usaha tani.

Dampak terhadap lingkungan hidup dan kesehatan :

a) Jika seseorang mendapat kontak secara terus-menerus dengan insektisida apabila keadaan ini berlangsung dalam waktu yang lama. Penyakit kanker, gangguan pernafasan, gangguan saraf, dan kelainan-kelainan lain dapat muncul setelah waktu yang agak lama

b) Jika seseorang memakan hasil-hasil pertanian yang mengandung residu insektisida. Jika tumpukan residu tersebut tersimpan didalam tubuh manusia maka dalam waktu lama pasti akan menimbulkan kelainan didalam tubuh c) Apabila terjadi limpahan insektisida/pestisida ke lingkungan dalam jumlah

besar, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dapat menewaskan penduduk yang berada disekitarnya

Dampak negatif terhadap lingkungan dan pengelolaan hama :

a) Menekan populasi hama sasaran b) Menimbulkan seleksi hama resisten c) Menghancurkan populasi musuh alami

− Menekan populasi musuh alami secara langsung

− Mereduksi populasi inang atau mangsa dari musuh alami

(47)

d) Menimbulkan resurjensi dan hama sekunder e) Membunuh serangga penyerbuk

f) Mencemari jaringan makanan g) Menyebabkan ekotoksisitas umum

(48)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman tahunan berasal dari Asia Tenggara, terutama

Cina. Sejak ratusan tahun yang lampau, tanaman ini sudah terdapat di Indonesia,

baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di pekarangan. Di Indonesia

jeruk merupakan komoditas buah-buahan terpenting ketiga setelah pisang dan

mangga bila dilihat dari luas pertanaman dan jumlah produksi per tahun

(Soelarno,1996).

Jeruk merupakan buah unggulan yang memiliki berbagai jenis. Di

Indonesia, ada tiga jenis jeruk unggul yang dikomersialkan, yaitu jeruk besar

(citrus maxima Merr), jeruk keprok, dan jeruk siem (Citrus nobilis var

microcarpa). Dari ketiga jenis tersebut telah dihasilkan banyak varietas jeruk

keunggulan yang mampu menyaingi jeruk impor. Hingga kini, ada 41 varietas

jeruk yang sudah dilepas oleh pemerintah melalui Mentri Pertanian RI

(Agromedia,2011).

Produktivitas tanaman jeruk di Indonesia pada tahun 1980 tercatat sebesar

4,4 ton/ha, padahal pada tahun 1983 mencapai 7,6 ton/ha. Keadaan ini sangat jauh

dibandingkan dengan negara-negara maju yang produktivitasnya berkisar antara

40-50 ton/ha. Kemunduran hasil (deklinasi atau degenerasi) tersebut akibat dari

(49)

Huang Lung Bin (Degreening) yang menyebabkan kerugian besar dan kematian

sejumlah besar tanaman jeruk. Oleh sebab itu, perlu diadakan upaya rehabilitasi

dan pengembangan jeruk bebas penyakit.

Proyeksi program rehabilitasi jeruk di Indonesia terdiri dari tiga kegiatan

utama, yaitu: (1) penyediaan bibit jeruk bebas penyakit, (2) penyusunan

pengendalian hama dan penyakit, dan (3) peningkatan teknik budidaya pada setiap

agroklimat wilayah pengembangan.

Profenofos merupakan salah satu pestisida-insektisida golongan organofosfat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tahun 2009 yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian (Deptan), pestisida yang banyak digunakan petani untuk tanaman jeruk adalah pestisida yang berbahan aktif profenofos. Pemakaian pestisida pada sektor pertanian, secara tidak langsung dapat menimbulkan masalah, yaitu dengan adanya residu pestisida pada makanan dan alam sekitarnya, apabila pemakaian tidak mengikuti peraturan yang telah ditetapkan (Syarief dan Hariadi,1993).

Keracunan pestisida organofosfat (OP) dapat terjadi oleh adanya residu yang terdapat pada jeruk. Batas maksimum residu (BMR) yang telah ditetapkan oleh Deptan (2009) untuk pestisida profenofos pada jeruk adalah 5 mg/kg. Keracunan organofosfat terjadi melalui saluran pernafasan, kulit dan saluran pencernaan (Munaf,1997 dan Sartono,2002).

Oleh karena itu untuk mengetahui residu pestisida yang terdapat pada

jeruk terhadap kesehatan konsumen maka dilakukan analisa secara kromatografi

(50)

atau tidak. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

mengangkat masalah ini dalam pembahasan tugas akhir dengan judul “Penentuan

Kandungan Residu Pestisida Organogosfat Pada Jeruk Secara

(51)

1.2 Permasalahan

Setiap tanaman pada pertanian biasanya memiliki kandungan pestisida berbahan

aktif yang tinggi seperti golongan organofosfat contohnya yaitu propenofos,

metidation, klorporipos dan fention khususnya pada tanaman jeruk. Setiap

kandungan residu pestisida itu akan mempengaruhi mutu dan kualitas dari jeruk.

Apakah kandungan residu pestisida diatas yang terdapat pada jeruk sudah layak

konsumsi atau tidak.

1.3 Tujuan

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui kandungan residu pestisida

golongan organofosfat terhadap mutu dan kualitas pada jeruk.

1.4 Manfaat

Dengan diketahuinya hasil dari kandungan residu pestisida golongan organofosfat

pada jeruk secara kromatografi gas, apakah jeruk tersebut layak dikonsumsi atau

(52)

PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA

ORGANOFOSFAT PADA JERUK SECARA

KROMATOGRAFI GAS

ABSTRAK

(53)

PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA

ORGANOFOSFAT PADA JERUK SECARA

KROMATOGRAFI GAS

ABSTRACT

(54)

PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA

ORGANOFOSFAT PADA JERUK SECARA

KROMATOGRAFI GAS

TUGAS AKHIR

ELVI H. DAMANIK 132401069

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(55)

PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA

ORGANOFOSFAT PADA JERUK SECARA

KROMATOGRAFI GAS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya

ELVI H. DAMANIK 132401069

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(56)

PERSETUJUAN

Judul :Penentuan Kandungan Residu Pestisida Organofosfat Pada Jeruk Secara Kromatografi Gas Kategori : Tugas Akhir

Nama : Elvi Hotida Damanik Nomor Induk Mahasiswa : 132401069

Program Studi : Diploma (D3) Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2016

DisetujuiOleh

Program Studi D3 Kimia FMIPA USU Ketua,

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si NIP: 195512181987012001

Pembimbing,

Drs. Johannes H Simorangkir, MS NIP: 195307141980031004

Diketahui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(57)

PERNYATAAN

PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA

ORGANOFOSFAT PADA JERUK SECARA

KROMATOGRAFI GAS

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2016

(58)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan

Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas

akhir ini dari awal hingga akhir dengan judul ” Penentuan Kandungan Residu

Pestisida Organofosfat Pada Jeruk Secara Kromatografi Gas”

Penyusunan Tugas akhir ini merupakan hasil kerja praktik yang

dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu Dan Residu Pestisida UPT.

PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DAN HOLTIKULTURA DINAS

PERTANIAN PROVINSI SUMATERA UTARA. Tugas akhir ini merupakan

salah satu persyaratan akademik mahasiswa/i untuk memperoleh gelar Ahli

Madya Diploma 3 untuk program studi Kimia Industri di Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Dalam pelaksanaan praktek kerja lapangan dan penyusunan tugas akhir

ini, penulis tidak lepas dari dukungan dan karena adanya bantuan dan bimbingan

serta kerja sama yang yang telah diberikan dari berbagai pihaK. Untuk itu penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis Bapak Sawadin Damanik dan Ibu Tiomas

Saragih yang selalu memberi motivasi, dukungan baik moral ataupun

materi serta dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

(59)

2. Bapak Drs. Johannes H.Simorangkir, M.S. selaku dosen pembimbing

yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan fikiran selama

penyusunan tugas akhir ini.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S. selaku Ketua Departemen Kimia

FMIPA USU

4. Ibu Dra Emma Zaidar M.Si selaku Koordinatur jurusan Kimia Industri

FMIPA USU yang telah banyak membimbing dan membantu kelancaran

studi kami.

5. Bapak Drs.Kerista Sebayang M.S. selaku Dekan FMIPA USU

6. Bapak/Ibu staff pengajar dan pegawai program studi D3 Kimia FMIPA

USU yang telaj banyak membimbing penulis untuk mengikuti proses

belajar mengajar selama perkuliahan berlangsung.

7. Bapak Rukito, Kakak Yulvi dan staff pegawai lainnya yang berada di

Laboratorium Pengujian Mutu Dan Residu Pestisida UPT.

PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DAN HOLTIKULTURA

DINAS PERTANIAN PROVINSI SUMATERA UTARA yang telah

membimbing penulis selama kegiatan praktek kerja lapangan.

8. Seluruh teman seperjuangan mahasiswa/i D3 Kimia FMIPA USU

khususnya kelas B.

9. Sahabat - sahabatku Ajeng, Emif, Citra, Dina, Dinda, Ita, Ina Swarna,

Juliana, dan Sariani

10. Abang David Antonius Silalahi, Theresia Silalahi, Tiurmaida Aritonang,

Jefri Anton Saragih dan Enjel F Sitio yang telah memberikan semangat,

(60)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih banyak

kekurangan. Maka dari itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun, agar dapat digunakan untuk menambah

pengetahuan dan perbaikan atas kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis berharap semoga

karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya pada penulis sendiri.

Medan, Juli 2016

(61)

PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA

ORGANOFOSFAT PADA JERUK SECARA

KROMATOGRAFI GAS

ABSTRAK

(62)

PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA

ORGANOFOSFAT PADA JERUK SECARA

KROMATOGRAFI GAS

ABSTRACT

(63)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

BAB 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Pestisida 5

2.1.1 Pengertian Pestisida 5 2.1.2 Insektisida 7 2.1.3 Insektisida Organofosfat 8 2.1.3.1 Profenofos 10 2.1.3.2 Khlorpirifos 12 2.1.3.3 Metidation 13 2.1.3.4 Fention 14 2.1.4 Residu Pestisida 16 2.1.5 Analisis Residu Pestisida 17

2.2 Jeruk 19

2.2.1 Sejarah Perkembangan jeruk 19 2.2.1.1 Klasifikasi dan Kandungan Gizi 21 2.3 Dampak Negatif Pestisida/Insektisida 22

BAB 3. Metode Penelitian

3.1 Alat 24

3.2 Bahan-bahan 24 3.3 Prosedur Penelitian 25 3.3.1 Pembuatan Larutan Baku Profenofos 25 3.3.2 Perlakuan Terhadap jeruk 25 3.3.3 Ekstraksi 25 3.3.4 Analisis Kualitatif 26

(64)

4.1 Hasil 27

4.2 Reaksi 29

4.3 Perhitungan 29

4.4 Pembahasan 39

BAB 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 42

(65)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Pengelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT Sasaranya 6 2.2 Toksisitas Insektisida Organofosfat Terhadap (mg/kg of

(66)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar

Gambar

Tabel 4.1 Hasil analisa kadar residu pestisida pada Jeruk
Tabel 2.1: Penggelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT Sasaranya
Tabel 2.2 Toksisitas Insektisida Organofosfat Terhadap (mg/kg of body weight)
Gambar 1. Rumus struktur Profenofos
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model detail koleksi aplikasi SLiMS yang ditautkan ke beberapa eksternal resource Linked data merupakan sebuah model yang bisa menjadi alternatif untuk memberikan solusi dalam

Pada penelitian ini upaya yang akan dilakukan untuk mengurangi harmonisa adalah dengan menggunakan filter pasif.. Jenis filter pasif yang akan digunakan adalah jenis

The most influenced factor in the treatment seeking behavior is healthcare service itself by the delay in performing blood examination, bed unavailability for the

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana memodelkan campuran partikel padat dan cair (suspensi) pada wadah penampungan air dengan cara memodelkannya ke dalam

Asam lemak tak jenuh dapat dilakukan lebih dari satu jalur biosintesis (gambar 2.5), tetapi pada kebanyakan organisme yang memiliki mekanisme umum adalah dengan

Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masih perlunya sosialisasi dan pelatihan secara berjenjang kepada para guru sekolah madrasah tentang penggunaan

Hasil penelitianmenunjukkan bahwa karakteristik petani yang mengusahakan lahan pertanian di desa Bantaragung adalah mayoritas memiliki umur 45-64 tahun, dengan

Peningkatan kemampuan kognitif dalam pengenalan konsep bilangan berbantuan media kartu angka bergambar pada anak kelompok B1 melalui penerapan metode bermain berbantuan