12 2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan yang mampu menarik
perhatian karyawan atau bawahan agar mengikuti aturan dalam organisasi. Pemimpin
mengajak karyawan atau bawahan untuk melaksanakan tugas yang sudah
direncanakan secara matang oleh organisasi atau kelompok. Menurut peneliti, dalam
kepemimpinan ini para karyawan atau bawahan dapat bekerja dengan mengikuti
peraturan pada organisasi dan membuat struktur organisasi sebagai jabatan yang
ditunjuk oleh pemimpin. Kegiatan yang diperintahkan oleh pemimpin secepat
mungkin diselesaikan sesuai harapan demi tercapainya tujuan yang sama dengan
mengedepankan pelayanan kepada konsumen atau masyarakat. Penulis masih
memberikan pengertian kepemimpinan menurut Kartono :“Kepemimpinan ialah satu
bentuk dominasi yang didasari oleh kapabilitas/kemampuan pribadi, yaitu mampu
mendorong dan mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan
bersama (Kartono, 2013:187)”.
Kepemimpinan menurut Kartini Kartono pada intinya yang didasari dengan
kapabilitas atau kemampuan pribadi. Hal ini dapat didasarkan bahwa seorang
pemimpin yang berkemampuan mengajak bawahan atau masyarakat untuk mencapai
hasil tujuan yang tercapai dengan sebuah kesuksesan sebagai kunci dalam
berorganisasi. Kemampuan pribadi yang dimiliki oleh seorang pemimpin bisa dilihat
dari ketegasan dalam mengambil keputusan, menerapkan kedisiplinan, perilaku yang
mempunyai pikiran akal sehat serta memiliki rasa tanggung jawab besar terhadap
organisasi atau kelompok. Pandangan arti kepemimpinan dari Kartini Kartono tidak
jauh berbeda dengan pendapat Gunadi Getol dalam buku Management Miracle
Series: Accepted Leader.
“Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi sekelompok orang yang memiliki kebutuhan yang sama dan mengarahkan mereka agar mereka bersedia melakukan pekerjaan sesuai dengan pengarahannya dan pada akhirnya mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (Getol,2012:2)”.
Peran seorang pemimpin adalah faktor utama dalam menggerakkan bawahan
atau masyarakat agar bersedia melakukan pekerjaan yang sudah diarahkan dari atasan
atau pemimpin. Kepemimpinan mempunyai kapabilitas demi tercapainya tujuan dan
aktivitas yang memiliki kebutuhan yang sama serta dijadikan visi misi untuk
mencapai tujuan. Pekerjaan yang diberikan dari atasan adalah perintah yang harus
diselesaikan sesuai yang diharapkan. Peneliti juga memberikan pengertian
kepemimpinan dari ahli lain. “Kepemimpinan merupakan suatu yang dinamis,
penting dan memiliki kompleksitas tinggi (Sedarmayanti, 2013:113)”.
Seni kepemimpinan adalah nilai jual yang dimiliki perilaku pemimpin.
Pemimpin memberikan motivasi kepada bawahan agar mempunyai rasa
Pemimpin harus memberikan penghargaan atau reward sebagai tanda bahwa
karyawan atau bawahan tersebut sangat disiplin dalam bekerja dan mematuhi
peraturan dalam organisasi atau kelompok. Seni kepemimpinan juga mencakup
keseimbangan antara pelaksanaan tugas rutin dengan kegiatan-kegiatan inovatif dan
kreatif dalam wujud penerapan sistem kerja baru, perbaikan dan revisi.
“Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.
(Sutarto, 2012:25)
Kepemimpinan merupakan faktor utama dalam sebuah organisasi yang dapat
menggerakkan bawahan, memengaruhi bawahan untuk mencapai tujuan yang telah
direncanakan oleh seorang pemimpin, kemudian mengawasi dalam setiap kinerja
bawahannya. Sebuah organisasi akan merasakan sukses atau tidaknya dalam
melaksanakan tujuannya dan pemimpinlah yang menjadi koordinator dan motivator
yang akan membawa organisasi pada puncak keberhasilan.
2.1.2 Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti yang dilihat oleh pemimpin. Tercapainya visi dan misi dari suatu organisasi
akan ditentukan oleh gaya kepemimpinan seorang pemimpin di dalam organisasi
tersebut. Pemimpin sebagai lokomotif yang akan diikuti oleh para bawahannya.
Gaya kepemimpinan seseorang akan identik dengan tipe kepemimpinan orang
yang bersangkutan. Adapun tipe-tipe pemimpin sebagai berikut :
1) Otokratik, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Menuntut ketaatan penuh dari para bawahan,
b. Dalam menegakkan disiplin menunjukkan kekakuan, c. Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi,
d. Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan.
2) Paternalistik, yaitu seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat : a. Kuatnya ikatan primordial,
b. Extended familysystem,
c. Kehidupan masyarakat yang komunalistik,
d. Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat, e. Masih dimungkinkan hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota
masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya. 3) Kharismatik, mempunyai karakakteristik yaitu:
a. Daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar,
b. Seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara mengapa orang tertentu itu dikagumi.
4) Laissez faire, mengidentifikasikan karakteristik sebagai berikut: a. Pendelegasian wewenang secara ekstensif,
b. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya secara langsung, c. Status quo organisasional tidak terganggu,
d. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimum.
5) Demokraktik, gaya ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Selalu mengusahakan adanya pendelegasian wewenang yang praktis dan realistik tanpa kehilangan kendali organisasional,
b. Para bawahan dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peransertanya dalam proses pengambilan keputusan,
c. Dalam proses pergerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia,
d. Ia senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik-kritik dari bawahannya,
f. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripada dia sendiri,
g. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. (Siagian, 2010:31)
Berbicara mengenai gaya sesungguhnya berbicara mengenai “modalitas” dalam
kepemimpinan. Modalitas dapat diartikan sebagai pemimpin yang mendalami
cara-cara yang disenangi dan digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk
menjalankan kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan seseorang akan identik dengan
tipe kepemimpinan orang yang bersangkutan. Seseorang yang menduduki jabatan
pimpinan mempunyai kapasitas untuk membaca situasi yang dihadapinya secara tepat
dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan tuntutan situasi yang
dihadapinya, meskipun penyesuaian itu mungkin hanya bersifat sementara.
Menurut Miftah Thoha ada empat gaya dasar kepemimpinan yang biasa dipakai
dalam pengambilan keputusan.
1 Instruksi, gaya pemimpin tipe ini dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu mereka tentang apa, bagaimana, bilamana, dan dimana melaksanakan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin.
2 Konsultasi, perilaku pemimpin ini tinggi pengarahan dan tinggi dukungan. Pemimpin masih banyak memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan keputusan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatnya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung. Meskipun dukungan ditingkatkan, pengendalian (control) atas pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.
4 Delegasi, perilaku pemimpin ini rendah dukungan dan rendah pengarahan atas tugas yang diberikan kepada bawahan. Bawahanlah yang memiliki kontrol untuk memutuskan tentang bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan kesempatan yang luas bagi bawahan untuk melaksanakan pertunjukan mereka sendiri karena mereka memiliki kemampuan dan keyakinan untuk memikul tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri. Gaya kepemimpinan delegasi banyak terdapat pada struktural pemerintahan.
(Thoha, 2012:66-68)
Keempat gaya dasar kepemimpinan yang dijelaskan oleh Miftah Thoha adalah
gaya yang biasa diterapkan dalam kehidupan berorganisasi. Gaya kepemimpinan
yang bertipe instruksi mungkin tidak bisa memahami sifat dan tingkah karyawan
dengan seksama, bila pemimpin hanya menginstruksikan kepada bawahan keakraban
atasan dan bawahan sangat kurang. Pemimpin seharusnya memperhatikan pekerjaan
karyawan atau bawahan dan saling berkomunikasi untuk meningkatkan stabilitas
kerja di organisasi tersebut. Gaya kepemimpinan yang bertipe konsultasi
menggunakan cara komunikasi dalam satu ruangan demi untuk pembuatan keputusan
dan pemberian tugas kepada masing-masing bawahan dengan menampung
masukan-masukan dari bawahan. Gaya kepemimpinan partisipasi, dimana seorang pemimpin
membantu dengan memberi dukungan akan tetapi sangat rendah dalam pengarahan.
Satu tipe kepemimpinan delegasi yang selalu mewakilkan pada bawahan dalam
melaksanakan tugasnya.
Kartini Kartono membagi tipe kepemimpinan sebagai berikut :
1 Tipe Karismatik 2 Tipe Paternalistis 3 Tipe Militeristis
6 Tipe Populistis
7 Tipe Administratif dan Eksekutif 8 Tipe Demokratis
(Kartono, 2013:80-86)
Tipe-tipe kepemimpinan tersebut memiliki kekuatan dimana pada tipe
kepemimpinan karismatik merupakan tipe yang memiliki kekuatan energi sebagai
daya tarik untuk mempengaruhi orang lain serta memiliki keberanian dalam
melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab yang tinggi. Berbeda dengan
tipe karismatik, tipe kepemimpinan paternalistis sering dianggap sebagai tipe
kepemimpinan yang kebapak-an. Kepemimpinan yang seperti kebapak-an ini
bersikap terlalu melindungi. Ada juga tipe kepemimpinan militeristis yang
merupakan tipe yang lebih banyak memerintah kepada bawahan dengan keras secara
otoriter dan kaku tetapi tipe ini seringkali bijaksana dalam memerintah terhadap
bawahan.
Tipe kepemimpinan otokratis merupakan kekuasaan pada diri seorang
pemimpin yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpin ini tidak pernah memberikan
informasi dalam pelaksanaan tugas kebijakan tanpa berkonsultasi dengan
bawahannya. Tipe kepemimpinan laissez faire ini merupakan tipe yang hampir sama
dengan tipe otokratik dimana seorang pemimpin sama sekali tidak memimpin dalam
sebuah organisasi. Tipe kepemimpinan populistis ini sangat berpegang teguh pada
nilai-nilai masyarakat yang tradisional. Kepemimpinan populistis kurang
mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang-hutang luar negeri (asing).
eksekutif yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif.
Tipe kepemimpinan ini mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan
pembangunan. Tipe kepemimpinan demokratis ini merupakan organisasi yang
segenap bagian-bagiannya berjalan lancar, sekalipun pemimpin tersebut tidak ada di
kantor. Otoritas sepenuhnya didelegasikan ke bawah dan masing-masing orang
menyadari tugas serta kewajibannya sehingga mereka merasa senang-puas pasti dan
aman menyandang setiap tugas kewajibannya.
Tipe kepemimpinan juga dapat dikatakan sebagai seni dimana dalam perilaku
pemimpin secara aktif menunjuk bawahan agar melaksanakan tugasnya. Sifat
pemimpin tergantung pada situasi di tempat kerjanya dan sifat pemimpin tidak boleh
pilih-pilih kepada bawahan, pemimpin harus adil dalam pekerjaan pada organisasi.
Sikap pemimpin pada bawahan dengan memberikan dorongan, motivasi serta
penghargaan ataureward.
Sedarmayanti mengungkapkan gaya kepemimpinan adalah perilaku dan
strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan sifat, sikap yang sering
diterapkan pemimpin ketika mencoba memengaruhi kinerja bawahannya. Gaya
kepemimpinan merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan menurut Hasibuan sebagai berikut :
a) Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaannya hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.
Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi para bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.
c) Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan kekuasaan.
(Hasibuan, 2013:172)
Ketiga tipe kepemimpinan itu dilaksanakan dalam sebuah kepentingan
pemimpin. Kepentingan yang dimaksud adalah dalam pelaksanaan tugas, hubungan
kerja sama dan hasil yang dicapai. Pelaksanaan dari ketiga pola tersebut sebaiknya
diterapkan secara bersama-sama karena bila dilakukan secara bersama-sama maka
akan tercapai tugas yang diperintahkan oleh pemimpin. Ketiga tipe kepemimpinan
diatas dalam praktiknya dapat dikatakan saling mengisi satu sama lain, ketiga tipe
kepemimpinan bisa disesuaikan dengan keadaan situasi yang akan menghasilkan
kepemimpinan yang terlihat efektif.
Menurut Sutarto, gaya kepemimpinan adalah gaya bersikap dan bertindak
pemimpin akan nampak dari cara melakukan sesuatu pekerjaan, antara lain akan
nampak dari ;
1. Cara memberikan perintah; 2. Cara memberikan tugas; 3. Cara berkomunikasi; 4. Cara membuat keputusan; 5. Cara mendorong semangat; 6. Cara memberikan bimbingan, dan 7. Cara mengawasi pekerjaan
Pemimpin memiliki gaya sikap yang bertindak dalam penyelesaian tujuan
tertentu. Sikap ini merupakan sebagai pelaksanaan dalam suatu pekerjaan dengan
memberikan tugas dan memerintah kepada bawahan. Hal tersebut dapat disikapi
dengan sebuah komunikasi yang harus terjaga agar mampu menegakkan kedisiplinan
dan menegur kesalahan bawahan.
Definisi gaya kepemimpinan dari berbagai para ahli dapat diuraikan secara
ringkas bahwa, gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau pola tindakan dalam
peranan pemimpin yang mempunyai tingkah laku dan karakteristik masing-masing
dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas pada bawahannya serta
mempengaruhi bawahan/karyawan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Dalam gaya kepemimpinan dapat mengarahkan bawahan agar mengikuti aturan yang
berada pada organisasi. Setiap gaya kepemimpinan tidak dapat dirubah dengan
sebuah paksaan, tetapi merupakan situasi untuk mengubah perilakunya dimana saat
akan diperlukan dalam suatu tujuan atau kegiatan tertentu untuk mengubah
perilakunya sesuai situasi.
Pemimpin yang mempunyai perilaku untuk mengajak bawahan mengikutinya
adalah gaya yang dimiliki oleh masing-masing pemimpin. Tingkah laku seorang
pemimpin dapat diketahui hanya dengan mengetahui kepribadiannya. Apabila
bawahan atau karyawan selalu memperhatikan tingkah laku pemimpin, mungkin
dapat diketahui bahwa pemimpin tersebut mempunyai gaya kepemimpinan yang
berbeda bila dibandingkan dengan pemimpin yang sebelumnya. Seorang pemimpin
mengarahkan pada bawahan atau juga pada rakyatnya untuk terus mengikuti
perkembangan dunia politik dengan memberikan pembelajaran pendidikan politik
agar tidak buta dalam perpolitikan.
2.1.3 Ciri-Ciri dan Indikator-Indikator Kepemimpinan
Menurut Siagian, indikator-indikator kepemimpinan yang dapat dilihat sebagai
berikut:
a. Iklim saling mempercayai
b. Penghargaan terhadap ide bawahan
c. Memperhitungkan perasaan para bawahan
d. Perhatian pada kenyamanan kerja bagi para bawahan e. Perhatian pada kesejahteraan bawahan
f. Pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan proporsional
g. Memperhitungkan faktor kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dipercayakan padanya
(Siagian, 2010:121-122)
Keenam indikator dari Siagian merupakan faktor efektivitas dalam dunia
kepemimpinan yang dipengaruhi oleh perilaku yang menyebabkan para bawahan
senang datang kepadanya untuk menyampaikan berbagai masalah yang dihadapi.
Indikator dari Siagian sangat berguna untuk dipelajari sampai sejauh mana sikap
seorang pemimpin yang dapat membawa perubahan kepada bawahan dengan
menghitung dari sebuah kepuasan kerja dalam penyelesaian tugasnya. Perilaku
pemimpin dapat diketahui bila bawahan atau masyarakat dapat memahami sikap
seorang pemimpin dalam bekerja.
Teknik kepemimpinan dapat juga dirumuskan sebagai cara bertindaknya
mewujudkan kepemimpinannya. Kartono memasukkan ke dalam kategori teknik
kepemimpinan ini antara lain:
1. Etika profesi pemimpin dan etiket. 2. Kebutuhan dan motivasi (manusia). 3. Dinamika kelompok.
4. Komunikasi.
5. Kemampuan pengambilan keputusan.
6. Keterampilan berdiskusi dan “permainan” lainnya. (Kartono, 2013:95)
Teknik kepemimpinan ini dapat memberikan sebuah perilaku kepemimpinan ke
dalam sebuah etika profesi yang memiliki sebuah motivasi kepada bawahan. Sikap
pemimpin membentuk kelompok dengan komunikasi yang merupakan alat bantu
dalam setiap percakapan organisasi. Pemimpin mempunyai kemampuan dalam
pengambilan keputusan yang tepat sebagai langkah pada tujuan utama yang
dikerjakan oleh organisasi. Seorang pemimpin dipastikan mempunyai kelebihan
dalam keterampilan diskusi dengan menciptakan suasana kerja yang terlihat kondusif.
Teori mengenai ciri-ciri pendekatan perilaku kepemimpinan dikemukakan oleh
Sutarto yaitu :
a. Memperhatikan kebutuhan bawahan atau memberikan motivasi b. Menciptakan suasana saling percaya dan saling harga menghargai c. Simpati terhadap bawahan dan memiliki sikap bersahabat
d. Menumbuhkan peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan
e. Lebih mengutamakan pengarahan diri, mendisiplinkan diri dan mengontrol diri
(Sutarto, 1998:68)
Kelima ciri pendekatan perilaku kepemimpinan ini merupakan suatu sikap yang
terpenting dalam membentuk seorang pemimpin yang dapat menciptakan sebuah
diberi motivasi bekerja. Pendekatan ini dapat menjadikan sikap pemimpin diketahui
oleh bawahan atau masyarakat dan membuat organisasi menjadi sahabat serta
simpati. Seorang pemimpin memiliki peran dalam memenuhi suatu kebutuhan
bawahan dalam pengambilan keputusan. Pemahaman dalam pendekatan perilaku
kepemimpinan ini dapat diakui bagi setiap organisasi atau kelompok, karena
pendekatan ini merupakan bagian dari sebuah keberhasilan organisasi dalam
pelaksanaan tugas dan tujuan yang akan dicapai oleh kerja sama tim..
2.1.4 Teori KepemimpinanPath Goal
TeoriPath Goal ini adalah salah satu pendekatan yang paling diyakini saat ini.
Robert House mengembangkan suatu model kontijensi kepemimpinan dengan
menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada
inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi. Teori ini
memiliki dasar bahwa tugas pemimpin adalah untuk membantu anggotanya demi
mencapai tujuan mereka serta memberikan arahan dan dukungan atau keduanya yang
dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau
organisasi secara keseluruhan.
Istilah Path Goal menyiratkan para pemimpin yang efektif menjelaskan jalur dari para pengikutnya terhadap tujuan kerja mereka dan membuat pekerjaan menjadi lebih mudah dengan mengurangi hambatan-hambatan dalam pekerjaan. (Robbins dalam buku perilaku organisasi Penerjemah : Ratna Saraswati dan Febriella Sirait 2015:256)
Teori Path-Goal ini menjelaskan inti teori ini adalah tugas pemimpin untuk
mencapai satu tujuan tertentu. Teori ini berdampak pada suatu perilaku pemimpin
yang memberikan motivasi pada bawahan, memberikan suatu kepuasan dalam
bekerja dan melihat kinerjanya untuk mencapai tujuan. Hal ini untuk menunjukkan
jalan guna membantu bawahan untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan demi
mencapai tujuan kerja.
Model kepemimpinan Path Goal berusaha meramalkan efektivitas
kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif
karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan
kepuasan pengikutnya. Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan
dapat memberi kemudahan kepada bawahan untuk melaksanakan tugas dengan
menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai
hasil yang mereka inginkan.
Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan
perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal)
dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan
dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang
mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai bernilai tinggi. Model Path-Goal
juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu
bawahan bagaimana cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Untuk membentuk fungsi-fungsinya tersebut, pemimpin dapat mengambil
berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan
1. Kepemimpinan Pengarah (Directive Leadership)
Pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2. Kepemimpinan Pendukung (Supportive Leadership)
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3. Kepemimpinan Partisipatif (Participative Leadership)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement-Oriented Leadership) Gaya kepemimpinan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut. (Robbins, 2015:256)
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas dan dengan
memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin
harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan
mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka
pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan
kerja yang efektif.
2.1.5 Definisi Sosialisasi
Kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak jauh dalam sebuah
dalam lingkup masyarakat luas. Sosialisasi ini bukan hanya dalam lingkup
masyarakat, sebelum bersosialisasi pada masyarakat luas, dalam bentuk konteks
keluarga yang berada dalam satu rumahpun perlu adanya sosialisasi. Keluarga
merupakan langkah awal mula kehidupan kita berlangsung. Seorang ayah dan ibu
yang memimpin keluarga secara proses melakukan sosialisasi untuk mendidik
anaknya dalam bersosialisasi yang baik dengan benar. Beberapa para pakar sosiologi
memberikan sebuah definisi tentang sosialisasi.
“Sosialisasi mencakup proses yang berkaitan dengan kegiatan individu-individu untuk mempelajari tertib sosial lingkungannya, dan menyerasikan pola interaksi yang terwujud dalam konformitas, nonkonformitas, penghindaran diri, dan konflik”.(Soekanto, 1985:71)
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa dalam sosialisasi individu belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pembelajaran dalam lingkungannya dapat
membentuk sebuah karakter atau sikap yang dapat merubah interaksi sosial menjadi
lebih baik. Penyesuaian diri dalam lingkungan sosialnya dapat dijadikan sebagai
pentingnya bersosialisasi yang dapat membentuk sebuah kelompok, komunitas atau
organisasi yang diakibatkan dari faktor sosialisasi. Proses sosialisasi adalah proses
membimbing individu ke dalam dunia sosial (Nasution, 1999:126). Proses sosialisasi
ini dapat memberikan arahan kepada individu dengan kehidupan bermasyarakat
secara luas. Seorang individu yang dibimbing ke dalam dunia sosial merupakan
pengajaran dari seorang guru yang memberikan suatu ilmu untuk kehidupan. Ada
“Sosialisasi ialah proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berfikir kelompoknya, agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya”.
(Susanto, 1983:12)
Sosialisasi dapat membantu seorang individu melalui tahap pembelajaran dari
berbagai kalangan yang mempunyai keahlian tertentu serta dapat menyesuaikan diri
dengan kalangan masyarakat yang beraneka ragam budaya. Individu akan berfikir
dalam kelompok tertentu agar tidak salah bersosialisasi dan berperan sebagai
masyarakat yang bisa saling membantu sesama masyarakat. Berdasarkan pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian sosialisasi merupakan suatu proses
interaksi sosial yang dapat mengarahkan dan membimbing individu untuk
menyesuaikan diri dengan kelompok atau lingkungannya.
2.1.6 Proses Sosialisasi
Sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah
perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang
bertanggung jawab dan efektif (Yusuf, 2004:123). Perkembangan sosial anak dapat
dikembangkan dan dibimbing oleh keluarga yang dapat memberikan suatu
pembelajaran interaksi sosial di lingkungan sekitar. Interaksi sosial tersebut dapat
memperkenalkan diri kepada masyarakat tentang berbagai aspek kehidupan sosial
bermasyarakat. Proses membimbing yang dilakukan oleh orangtua tersebut disebut
proses sosialisasi.
1. Tentang proses, yaitu suatu transmisi pengetahuan, sikap, nilai, norma, dan perilaku esensial.
2. Tentang tujuan, yaitu sesuatu yang diperlukan agar mampu berpartisipasi efektif dalam masyarakat. (Damsar, 2011:66)
Proses sosialisasi merupakan suatu sikap yang mempunyai tujuan dalam
partisipasi masyarakat dan dapat membangun sebuah karakter yang membuat bangsa
menjadi maju. Tujuan sosialisasi ini untuk mengikuti suatu interaksi sosial yang
memberikan suatu hal penting yang perlu diperhatikan pada semua perubahan dalam
kehidupan manusia. Proses sosialisasi dapat merubah kehidupan sosial yang
terkadang mampu membawa dampak hal yang positif dan yang negatif.
Proses sosialisasi memiliki kegiatan-kegiatan yang mencakup ke dalam
beberapa bagian diantaranya:
1. Belajar (learning)
Belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman yang lalu. Proses belajar individu berlangsung sepanjang hayat, yaitu belajar dari individu itu lahir sampai ke liang lahat.
2. Penyesuaian Diri dengan Lingkungan
Penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengubah diri sesuai dengan lingkungannya, atau sebaliknya mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dirinya.Penyesuaian diri individu terbagi dua yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan fisik yang sering disebut dengan istilah adaptasi, dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial yang disebut adjustment.
(Khairuddin, 2002:65)
Kegiatan dalam proses sosialisasi harus dilakukan secara disiplin dalam belajar.
Suatu individu akan menjadi orang yang pintar dan cerdas merupakan dari suatu
pemikiran dalam belajar. Pembelajaran yang diberikan kepada individu merupakan
modal utama dan bekal untuk melanjutkan hidup yang lebih baik. Individu belajar
berpakaian, cara makan, dan lain-lain. Segala sesuatu yang dipelajari individu
mula-mula dipelajari dari orang lain di sekitarnya terutama anggota keluarga. Secara sadar
individu menerima apa yang diajarkan oleh orang di sekitarnya, misal seorang ibu
mengajarkan anaknya berbahasa dan bagaimana cara makan yang benar. Secara tidak
sadar, individu belajar dari mendapatkan informasi dalam berbagai situasi dengan
memperhatikan tingkah laku orang lain, menonton televisi, mendengar percakapan
orang lain, dan sebagainya. Ketika dalam lingkungan tertentu, individu juga harus
beradaptasi dengan sekitarnya agar tidak salah dalam memilih teman.
Berhasil atau tidaknya proses penyesuaian diri, ada empat kriteria yang harus
digunakan yaitu:
a. Kepuasan psikis
Penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan kepuasan psikis, sedangkan yang gagal akan menimbulkan rasa tidak puas.
b. Efisiensi kerja
Penyesuaian diri yang berhasil akan nampak dalam kerja/kegiatan yang efisien, sedangkan yang gagal akan nampak dalam kerja/kegiatan yang tidak efisien. Misal, murid yang gagal dalam pelajaran di sekolah.
c. Gejala-gejala fisik
Penyesuaian diri yang gagal akan nampak dalam gejala-gejala fisik seperti: pusing kepala, sakit perut, dan gangguan pencernaan.
d. Penerimaan sosial
Penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan reaksi setuju dari masyarakat, sedangkan yang gagal akan mendapatkan reaksi tidak setuju masyarakat.
(Khairuddin, 2002:68)
Kriteria yang ditentukan dalam penyesuaian diri terdapat dalam psikis yang
berarti bahwa dalam individu dapat merasakan sebuah perasaan puas atau tidak puas.
Efisiensi merupakan suatu tindakan pekerjaan yang harus dapat diselesaikan oleh
gejala-gejala fisik bila merasa tidak nyaman dalam suatu pekerjaan. Seorang individu
akan menimbulkan rasa simpati dan empati terhadap teman dengan menerima
keadaan sosial ada apanya dengan tidak memandang hal-hal tertentu. Interaksi sosial
merupakan suatu cara komunikasi yang mampu memberikan adaptasi kepada
lingkungannya.
Proses penyesuaian diri individu khususnya remaja dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal.
Faktor internal yaitu meliputi :
a. Motif-motif sosial, motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat.
b. Konsep diri, yaitu cara seseorang memandang dirinya sendiri, baik mencakup aspek fisik, psikologis, sosial maupun kepribadian.
c. Persepsi, yaitu pengamatan dan penilaian seseorang terhadap obyek, peristiwa dan realitas kehidupan, baik itu melalui proses kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang obyek tersebut.
d. Sikap remaja, yaitu kecenderungan seseorang untuk beraksi kearah hal-hal yang positif atau negatif.
e. Intelegensi dan minat. f. Kepribadian.
(Hariyadi, 2003:143)
Keenam faktor internal diatas dapat dijelaskan bahwa sebuah motif yang
memberikan suatu dorongan untuk membuat sebuah konsep pada diri sendiri atau
pada seseorang untuk memiliki sebuah persepsi yang berbeda dari hasil pengamatan
dan penilaian terhadap apa yang sedang terjadi. Sikap remaja memiliki
kecenderungan kearah hal yang positif maupun negative sebab intelegensi dan minat
dapat melahirkan sebuah faktor eksternal yang mempengaruhi proses penyesuaian
diri remaja yaitu:
a. Keluarga dan pola asuh, meliputi pola demokratis, permisive (kebebasan), dan otoriter.
b. Kondisi sekolah, yaitu antara kondisi yang sehat dan tidak sehat. c. Kelompok sebaya, yaitu merupakan teman sepermainan.
d. Prasangka sosial, yaitu adanya kecenderungan sebagian masyarakat yang menaruh prasangka terhadap kehidupan remaja.
e. Faktor hukum dan norma sosial, yang dimaksudkan di sini adalah pelaksanaan tegaknya hukum dan norma-norma dalam masyarakat.
(Hariyadi, 2003:143)
Hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal pada penyesuaian diri
dapat dilihat dari keluarga yang merupakan langkah awal dalam pembentukan
karakter dengan memberikan pembelajaran kepada seorang anak. Pembelajaran
tersebut tidak hanya dari keluarga, namun keluarga menitipkan anaknya di sekolah
untuk memahami etika dan ilmu-ilmu yang didapat dari guru. Seorang anak akan
memiliki teman sebaya yang banyak dan mampu berinteraksi sosial dengan mereka
dan mencoba untuk beradaptasi dengan baik.
2.1.7 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Sosialisasi
Individu akan berkembang menjadi makhluk sosial melalui proses sosialisasi.
Dalam proses ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi, ada lima faktor yaitu:
1. Sifat dasar, yaitu merupakan keseluruhan potensi-potensi yang diwarisi oleh seseorang dari ayah dan ibunya.
3. Perbedaan individual, meliputi perbedaan dalam ciri-ciri fisik (bentuk badan, warna kulit, warna mata, dan lain-lain), ciri-ciri fisiologis (berfungsinya sistem endokrin), ciri-ciri mental dan emosional, ciri personal dan sosial.
4. Lingkungan, meliputi lingkungan alam (keadaan tanah, iklim, flora dan fauna), kebudayaan, manusia lain dan masyarakat di sekitar individu. 5. Motivasi, yaitu kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang
menggerakkan individu untuk berbuat. (Ahmadi, 2004:158)
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi tersebut berasal dari luar
dan dalam diri individu. Faktor yang berasal dari dalam diri individu yaitu sifat dasar,
perbedaan individual, dan motivasi. Sedangkan faktor yang berasal dari luar individu
yaitu lingkungan prenatal, dan lingkungan sekitar. Keadaan tersebut harus bisa
diterima oleh seorang individu apabila dalam faktor-faktor tersebut tidak memiliki
suatu tingkatan yang berbeda. Hal ini dapat kita tentukan dengan kepercayaan dalam
diri kita masing-masing.
2.1.8 Pemilihan Umum
Pemilihan umum atau Pemilu merupakan suatu proses dalam memilih
jabatan-jabatan untuk politik dimana dapat dipilih langsung oleh masyarakat secara
demokrasi. Pemilihan umum tersebut dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang
memilih badan legislatif, kepala daerah hingga dalam pemilihan presiden dan wakil
presiden yang setiap penyelenggaraan diadakan selama 5 tahun, pembatasan untuk
menjabat seperti yang penulis kemukakan pada sebelumnya bahwa para pemimpin
hanya diperbolehkan mengikuti selama dua periode setelah itu maka tidak bisa
pengertian Pemilihan Umum pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD berbunyi pada
Pasal 1 Ayat 1:
“Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”
Pengertian Pemilu yang didasarkan oleh UU No 8 Tahun 2012 tersebut
merupakan sarana pelaksanaan yang harus disatukan dengan berpartisipasi dalam
kehidupan politik. Tujuan diadakannya Pemilu adalah untuk memiliki seorang
pemimpin yang mampu membawa perubahan kedalam kehidupan yang menganut
berdasarkan pancasila serta UUD 1945. Pada UU No 8 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD ini lebih menegaskan kepada calon
Pemilu yang diharuskan untuk bersikap jujur dan adil serta dipilih secara langsung
dan umum oleh Warga Negara Indonesia yang sudah mencukupi umur. Didorong
dengan budaya politik, pendidikan politik dan partisipasi politik untuk meningkatkan
jumlah angka golput dalam pemilihan umum. Adapun pengertian Pemilu dalam
pemilihan presiden dan wakil presiden dalam UU nomor 42 tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pada pasal 1 ayat 1.
“Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, selanjutnya disebut Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Penjelasan dalam UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD bahwa bagi calon yang
mengikutisertakan sebagai calon Pemilu diharapkan harus berdasarkan Pancasila dan
UUD RI 45 dengan berpikiran yang nasional tanpa memikirkan kepribadiannya. UU
No 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD pada bab
2 pasal 4 ayat 2 menyebutkan beberapa tahapan penyelenggaraan Pemilu yang
meliputi :
a. Perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu;
b. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar Pemilih; c. Pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu;
d. Penetapan Peserta Pemilu;
e. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilih;
f. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota;
g. Masa kampanye Pemilu; h. Masa Tenang;
i. Pemungutan dan penghitungan suara; j. Penetapan hasil Pemilu;
k. Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Setelah menjelaskan poin-poin penting dalam tahapan penyelenggaran Pemilu.
Penulis secara singkat menjelaskan bahwa tahapan tersebut adalah suatu bagian yang
sebelum Pemilu dilaksanakan oleh tim penyelenggara. Hal tersebut tim
penyelenggara harus menyusun dari rencana atau program yang akan dilaksanakan
hingga membuat sebuah janji agar wakil rakyat mampu menjalankan tugas. Tim
penyelenggara mengarahkan tujuan, pokok dan fungsinya sebagai wakil rakyat yang
membawa perubahan demi kesejahteraan rakyat. Tim penyelenggara tidak hanya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tentang Penyelenggara Pemilu dalam pasal 2
mengenai asas penyelenggara Pemilu yang berpedoman pada asas :
a. Mandiri; b. Jujur; c. Adil;
d. Kepastian hukum; e. Tertib;
f. Kepentingan umum; g. Keterbukaan; h. Proporsionalitas; i. Profesionalitas; j. Akuntabilitas; k. Efisiensi; dan l. Efektivitas
Peneliti menjelaskan bahwa asas-asas penyelenggara Pemilu itu diharapkan
bagi para peserta atau calon Pemilu memiliki asas yang disebutkan diatas.
Penyelenggara Pemilu harus mematuhi aturan dalam setiap kebijakan yang dibuat
oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan menerima keputusan dari kebijakan itu.
Asas penyelenggaraan Pemilu ini adalah sebuah pedoman yang bisa dikatakan adalah
penting untuk mematuhi asas tersebut. UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD dalam pasal 246 dimana partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu, isi pasal tersebut sebagai berikut :
(1) Pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat.
(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi Pemilu, pendidikan politik bagi Pemilih, survey atau jajak pendapat tentang Pemilu, dan penghitungan cepat hasil Pemilu, dengan ketentuan:
a. Tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan Peserta Pemilu;
b. Tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilu;
d. Mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilu yang aman, damai, tertib, dan lancar.
Peneliti menjelaskan bahwa setiap masyarakat yang sudah menginjak umur
diatas 17 tahun diperbolehkan untuk keikutsertaan dalam kegiatan politik. Warga
mengikuti Pemilu secara konsep sudah disosialisasikan oleh penyelenggara Pemilu.
Sosialisasi politik ini dipermudah dengan memberikan pendidikan politik, mengikuti
kegiatan politik sehingga dapat disebut sebagai partisipasi politik masyarakat yang
mampu meningkatkan keamanan dalam suasana Pemilu.
2.1.9 Pemilih Pemula
Dasar hukum dimana pemilih pemula untuk menjadi pemilih dalam Pemilu di
Kota Cimahi adalah sesuai pasal 1 ayat 25 UU no. 8 tahun 2012 tentang pemilihan
umum, adalah:
“Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih”.Dan Pasal 19 ayat 2, “Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada pasal 19 ayat 1 didaftar oleh penyelenggara Pemilu dalam daftar pemilih”.
Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa pemilih pemula sudah
berumur 17 tahun ke atas. Pemilih pemula sudah terdaftar dalam daftar pemilih oleh
penyelenggara Pemilu.
Pasal ini dapat memberikan sebuah pengertian yang dimaksud pemilih. Pemilih
disini merupakan Warga Negara Indonesia yang sudah terdaftar sebagai pemilih oleh
tim penyelenggara Pemilu. Sebagaimana yang sama juga dijelaskan dalam Modul
KPU.
“Pemilih pemula adalah pemilih yang baru pertama kali akan melakukan penggunaan hak pilihnya.Pemilih pemula terdiri dari masyarakat yang telah memenuhi syarat untuk memilih. Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki untuk menjadikan seseorang dapat memilih adalah:
1. Umur sudah 17 tahun; 2. Sudah / pernah kawin; dan
3. Purnawirawan / Sudah tidak lagi menjadi anggota TNI / Kepolisian. (Modul I Pemilih Untuk Pemula, 2010:48)
Penjelasan dalam modul KPU bahwa pemilih pemula yang diatas umur 17
tahun ke atas mempunyai hak sebagai pemilih. Pemilih pemula bisa dikategorikan
sudah pernah menikah atau belum pernah, serta seorang ayah yang jabatan TNI atau
kepolisian sudah pensiun.
2.2 Kerangka Pemikiran
Kepemimpinan dalam organisasi merupakan suatu hal yang diutamakan dalam
ruang lingkup organisasi. Sebuah organisasi tanpa adanya seorang pemimpin, maka
organisasi tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Seorang pemimpin itu mampu
menggerakkan bawahan maka dapat dikatakan bahwa organisasi tersebut berhasil
dalam pencapaian tugasnya. Kepemimpinan dalam organisasi harus disamakan
dengan bawahan yang mempunyai hobi atau keinginan yang sama serta membuat
organisasi. Teori Path Goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang
menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada
inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi. Empat
perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam ModelPath-Goal, (Robbins, dalam
buku Perilaku Organisasi Penerjemah : Ratna Saraswati dan Febriella Sirait
2015:256):
Kepemimpinan Pengarah merupakan perilaku pemimpin yang memberitahukan
kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka. Seorang pemimpin
memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta
memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas
tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan
pengawasan.
Kepemimpinan Pendukung ini merupakan pemimpin yang bersifat ramah dan
dapat menunjukkan kepedulian pada kebutuhan bawahan. Sikap pemimpin ini
memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka,
status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan
hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok.
Kepemimpinan pendukung memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja
bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
Kepemimpinan Partisipatif ini adalah pemimpin yang selalu berkonsultasi
dengan bawahan. Pemimpin seperti ini selalu bermusyawarah atau mengadakan rapat
sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan
motivasi kerja bawahan.
Kepemimpinan Berorientasi Prestasi ini dimana pemimpin menetapkan tujuan
yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin
serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan
tersebut.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka definisi operasional dalam
penelitian ini adalah:
Gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin KPU Kota Cimahi untuk
mempengaruhi orang lain atau bawahannya sehingga orang tersebut mau melakukan
kehendak pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi meskipun secara pribadi hal
tersebut mungkin tidak disenangi.
Gaya kepemimpinan Ketua KPU Kota Cimahi adalah perwujudan tingkah laku
dari Ketua KPU Kota Cimahi sebagai seorang pemimpin, yang menyangkut
kemampuannya dalam memimpin serta gaya kepemimpinannya dalam sosialisasi
Pemilihan Umum Legislatif 2014 di tingkat pemilih pemula.
Kepemimpinan Pengarah (Directive Leadership) dimana seorang Ketua KPU
Kota Cimahi memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka,
dalam hal ini mengenai program sosialisasi Pemilihan Umum Legislatif 2014 di
tingkat pemilih pemula khususnya Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi,
memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta
tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan
pengawasan.
Kepemimpinan Pendukung (Supportive Leadership) ini dimana Ketua KPU
Kota Cimahi bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan.
Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan
mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk
mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota
kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar
terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan
kekecewaan.
Kepemimpinan Partisipatif (Participative Leadership) merupakan sikap Ketua
KPU Kota Cimahi berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan
ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat
meningkatkan motivasi kerja bawahan.
Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement-Oriented Leadership)
merupakan perilaku Ketua KPU Kota Cimahi yang menetapkan tujuan yang
menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta
terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan
tersebut.
Gaya kepemimpinan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang
dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus
Keempat model kepemimpinan di atas merupakan ukuran untuk menilai gaya
kepemimpinan Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Cimahi dalam sosialisasi
pemilihan umum legislatif 2014 di tingkat pemilih pemula. Berdasarkan uraian di atas
dapat dibuat kerangka pemikiran seperti gambar berikut ini:
Gambar 2.1
Model Kerangka Pemikiran
1. Kepemimpinan Pengarah (Directive Leadership) Tujuan program sosialiasi
Kesesuaian jadwal kerja dengan standar kerja
Perencanaan
Pengorganisasian
Pengkoordinasian
Pengawasan
2. Kepemimpinan Pendukung (Supportive Leadership) Kepedulian akan kebutuhan bawahan
Bersikap adil
Menunjukkan rasa simpati dan empati
Dukungan moral
3. Kepemimpinan Partisipatif (Participative Leadership) Komunikasi dengan bawahan
Menerima saran dan ide dari bawahan
Bersikap terbuka terhadap kritik
Memotivasi bawahan
4. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement-Oriented Leadership) Tujuan yang menantang
Mendukung bawahan untuk meningkatkan kinerja
Memberikan reward dan penghargaan kepada bawahan yang berprestasi
Gaya Kepemimpinan Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Cimahi Mensosialisasikan Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 Di
Kalangan Pemilih Pemula Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi
✁ ✂ 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka peneliti menyimpulkan hasil
penelitian sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan directive leadership (pengarah) Ketua Komisi
Pemilihan Umum Kota Cimahi mensosialisasikan Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 di kalangan pemilih pemula masih
ada kelemahan karena masih ada pengaruh dari birokrasi, padahal
seharusnya seorang pemimpin harus mampu merubah perilaku seseorang
pada tujuan yang dicapai tanpa ada pengaruh dari pribadi lain.
2. Gaya kepemimpinan supportive leadership (pendukung) Ketua Komisi
Pemilihan Umum Kota Cimahi mensosialisasikan Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 di kalangan pemilih pemula
belum sesuai dengan yang diharapkan. Ketua KPUD Kota Cimahi harus
berupaya untuk meningkatkan kesatuan dan kekompakkan kelompok
dengan menggunakan gaya kepemimpinan suportif, sehingga bawahan
akan memperoleh kepuasan sosial dikarenakan tidak ada tekanan, tidak
membosankan atau berbahaya dan kepemimpinan suportif akan mengubah
3. Gaya kepemimpinan participative leadership (partisipatif) Ketua Komisi
Pemilihan Umum Kota Cimahi mensosialisasikan Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 di kalangan pemilih pemula tidak
berjalan dengan baik, karena masih banyak pemilih pemula yang sulit
untuk menyadari tentang pentingya menggunakan hak suara dalam Pemilu
yang berpengaruh pada lajunya pembangunan.
4. Gaya kepemimpinan Achievement-Oriented Leadership (berorientasi
prestasi) Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Cimahi mensosialisasikan
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 di kalangan pemilih
pemula belum berjalan dengan optimal. Hal ini ditunjukkan dengan belum
tercapainya target sosialisasi Pemilihan Umum Legislatif 2014 di Tingkat
Pemilih Pemula.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti memberikan saran.
1 Perlu adanya rapat evaluasi kinerja KPU Kota Cimahi dalam sosialisasi
pemilihan umum legislatif 2014 di tingkat pemilih pemula harus lebih
optimal, maka seorang pemimpin harus memotivasi bawahannya untuk
selalu meningkatkan kinerjanya secara keseluruhan di KPU Kota Cimahi
dengan cara lebih gencar untuk melakukan sosialisasi dan pendekatan
2 Sebaiknya ketua KPU Kota Cimahi harus lebih menjunjung loyalitas baik
ke atas maupun ke bawah dengan lebih memperhitungkan segala yang
dibutuhkan oleh mereka dalam kelangsungan dan kenyamanan situasi
kerja. Ketua KPU Kota Cimahi memenuhi semua yang dibutuhkan oleh
bawahan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing seperti
kebutuhan-kebutuhan untuk mengadakan sosialisasi berupa sarana dan prasarana
ataupun kebutuhan financial.
3 Seharusnya ketua KPU Kota Cimahi dalam melaksanakan sosialisasi
terutama kepada pemilih pemula harus lebih banyak memberikan
kesempatan untuk mengeluarkan pendapat atau masukan-masukan. Para
pemilih pemula diajak untuk bertukar pikiran dalam suasana yang penuh
kekeluargaan sehingga pemilih pemula berani untuk mengeluarkan
pendapat atau ide-ide yang beragam bagi pelaksanaan Pemilu.
✟ Sebaiknya KPU Kota Cimahi mencari cara untuk lebih bisa merangkul
pemilih pemula agar lebih memahami arti politik dan lebih berperan serta
dalam penyelenggaraan Pemilu. Para pemilih pemula dilibatkan langsung
sebagai panitia penyelenggara pemilihan umum, atau diberi tugas panitia
DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TAHUN 2014 DI KALANGAN PEMILIH PEMULA KECAMATAN CIMAHI TENGAH KOTA CIMAHI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana
Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia
Oleh :
YANDIE HERDYANSAH NIM. 41710022
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
x
COVER ………...………... i
LEMBAR PENGESAHAN ………..………. ii
SURAT PERNYATAAN ……….. iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ……… iv
ABSTRAK ………. v
ABSTRACT……….. vi
KATA PENGANTAR ..……….……… vii
DAFTAR ISI ..………...………. x
DAFTAR TABEL……...………... xiv
DAFTAR GAMBAR ...……….. xv
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...…...……….………. 1
1.2 RumusanMasalah ………….….………...……. 9
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian……...…..……….... 9
1.4 Kegunaan Penelitian ..………..………... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 TinjauanPustaka ...………...……….. 12
2.1.1 Definisi Kepemimpinan ...……...………... 12
2.1.2 Gaya Kepemimpinan ……..………..………... 14
2.1.3 Ciri-Ciri dan Indikator-Indikator Kepemimpinan……. 22
2.1.4 Teori KepemimpinanPath Goal…...…………... 24
2.1.5 DefinisiSosialisasi ……… 26
2.1.6Proses Sosialisasi ………... 28
2.1.7 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Sosialisasi ..…….. 32
xi
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 ObjekPenelitian ...………...……….. 43
3.1.1 Gambaran Umum Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kota Cimahi... 43
3.1.1.1 Visi dan Misi KPU Kota Cimahi………….. 43
3.1.1.2 Struktur Organisasi KPU Kota Cimahi……..,, 45
3.1.2 Gambaran Umum Sosialisasi Pemilihan Umum 2014
Di Tingkat Pemilih Pemula di Kecamatan Cimahi
Tengah Kota Cimahi…...………...…...……... 47
3.1.3 Gambaran Umum Pemilih Pemula di Kecamatan
Cimahi Tengah Kota Cimahi……….. 55
3.2 MetodePenelitian ………... 56
3.2.1 Desain Penelitian……...………….…………... 57
3.2.2 Teknik PengumpulanData ..….…………...….……… 57
3.2.3 Teknik PenentuanInforman …..…...……...………... 59
3.2.4 TeknikAnalisa Data ...….………..………... 60
3.2.5 Uji Keabsahan Data ....……..……….…….. 61
3.3 Lokasi dan JadwalPenelitian ………... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 64
4.1 Gaya Kepemimpinan Directive Leadership (Pengarah)
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Cimahi
Mensosialisasikan Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2014 Di
Kalangan Pemilih Pemula Kecamatan Cimahi Tengah
Kota Cimahi………. 70
xii
Tengah Kota Cimahi………....……….. 79
4.1.2 Pengawasan Kerja dalam Kegiatan Sosialisasi
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2014 di Kalangan
Pemilih Pemula Kecamatan Cimahi Tengah Kota
Cimahi……….. ……….………. 91
4.1.3 Pengambilan Keputusan Berkaitan dengan Kegiatan
Sosialisasi Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2014 di
Kalangan Pemilih Pemula .………. 98
4.2 Gaya Kepemimpinan Supportive Leadership (Pendukung)
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Cimahi
Mensosialisasikan Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2014 Di
Kalangan Pemilih Pemula Kecamatan Cimahi Tengah
Kota Cimahi………. 106
4.2.1 Kepedulian Ketua KPU Kota Cimahi Kepada
Bawahan dan Pemilih Pemula ..………. 111
4.2.2 Rasa Simpati Ketua KPU Kota Cimahi Kepada
Bawahan ..……….. 116
4.2.3 Dukungan Moral Ketua KPUD Kota Cimahi Kepada
Bawahan dan Pemilih Pemula………... 121
4.3 Gaya Kepemimpinan Participative Leadership
(Partisipatif) Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Cimahi
xiii
Kota Cimahi………. 130
4.3.1 Komunikasi Ketua KPU Kota Cimahi dengan
Bawahan………... 136
4.3.2 Ketua KPU Kota Cimahi Menerima Saran dan Ide
dari Bawahan atau Pemilih Pemula……….. 139
4.3.3 Ketua KPU Kota Cimahi Bersikap Terbuka Pada
Kritikdari Bawahan atau Pemilih Pemula ...……… 143
4.4 Gaya Kepemimpinan Achievement-Oriented Leadership
(Berorientasi Prestasi) Ketua Komisi Pemilihan Umum
Kota Cimahi Mensosialisasikan Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah
Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2014 Di
Kalangan Pemilih Pemula Kecamatan Cimahi Tengah
Kota Cimahi………. 146
4.4.1 Tujuan yang Menantang dalam Mensosialisasikan
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2014………….. 150
4.4.2 Ketua KPU Kota Cimahi Mendukung Bawahan
Untuk Meningkatkan Kinerja………... 154
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...……… 157
5.2 Saran ………. 158
DAFTAR PUSTAKA ……… 160
160
Ahmadi, Abu. 2004.Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Al-Qattan, Manna Khalil. 1985. Studi Ilmu-ilmu Qur’an, trjm Mudzakir AS, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa.
Arifin, Syamsul. 2012. Leadership: Ilmu dan Seni Kepemimpinan. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Asrinaldi. 2012.Politik Masyarakat Miskin Kota. Yogyakarta: Gava Media.
Bogdan, R.C.,Biklen, S.K. 1982. Qualitative Research For Education: An. Introduction to Theory and Method. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Budiardjo, Miriam. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Damsar. 2011.Pengantar Sosiologi Pendidikan.Jakarta: Kencana.
______. 2013.Pengantar Sosiologi Politik.Yogyakarta: Prenada Media Group.
Gaffar, Janedjri M. 2013.Demokrasi dan Pemilu di Indonesia. Jakarta: Konpress.
Getol, Gunadi. 2012. Management Miracle Series: Accepted Leader.Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
Hariyadi, Sugeng. Dkk. 2003.Psikologi Perkembangan. Semarang: UPT UNNES Press.
Hasibuan, Malayu S.P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan ketujuhbelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Handoko, T. Haini. 2003. Management. Edisi Kedua. Cetakan Kedelepanbelas. Yogyakarta:BPFE-Yogyakarta.
Huntington, Samuel P. dan J. Nelson. 1994. Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta.
161
Abnormal Itu?. Jakarta. Rajawali Pers.
Khairuddin. 2002.Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Liberty.
LincolnandGuba.1985.Naturalistic Inquiry. Sage Publication,. Inc, U.S.A
Luthans, Fred.2006. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Press
Marijan, Kacung. 2012. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru. Jakarta: Kencana.
Mas’oed, Mohtar dan Mac Andrew Colin. 2011. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mayo, Henry B. 1960.An Introduction to Democratic Theory. New York: Oxford University Press.
Mc Closky, Herbert. 1972. Political Participation International Encyclopedia of the Social Science. New York: The Macmillan Company.
Mc Millan,JamesH., andSally Schumacher, 2001 Research in Education, New Jersey: Pearson.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution. 1999.Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi aksara.
Robbins. P. Stephen, 2002, Prinsip-prinsip Perlaku Organisasi. Edisi Kelima, Bandung: Penerbit. Erlangga
_______ (Penerjemah : Ratna Saraswati dan Febriella Sirait). 2015. Perilaku Organisasi {Organizational Behavior) Edisi Keenambelas. Jakarta; Salemba Empat.
162
Demokrasi.Jakarta: Murai Kencana-PT Raja Gravindo Persada.
Sanit, Arbit. 2011. Sistem Politik Indonesia: Kestabilan, Peta Kekuatan Politik dan Pembangunan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sedarmayanti. 2011. Membangun dan Mengembangkan Kepemimpian serta Meningkatkan Kinerja untuk Meraih Keberhasilan. Bandung: Refika Aditama.
_______. 2013. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik). Bandung: Refika Aditama.
Siagian, Sondang P. 2010. Teori dan Praktek Kepemimpian. Jakarta: Rineka Cipta.
Soekanto, Soerjono. 1985, Perspektif Teoritis Studi Hukum Dalam Masyarakat. Jakarta: Rajawali Press.
Soekanto, Soerjono. 2013.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Rajawali Pers.
Susanto. 1992.Pengantar Sosialisasi. Jakarta: Rajawali Press.
Surbakti, Ramlan. 2013.Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.
_______. 2012.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Sutarto. 2012. Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Edisi Revisi. Cetakan Kedelapan. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.
Tampubolon, Biatna. D. 2007. Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan Dan Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Organisasi Yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001. Jurnal Standardisasi. No 9. Hal: 106-115.
163
Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Undang-Undang :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pemilihan Umum Anggota Majelis Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sosialisasi dan Penyampaian Informasi Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Artikel/Dokumen/Jurnal :
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. 2014. Data Kependudukan Kota Cimahi Bulan April-Mei 2014. Kota Cimahi
Harmadi, Sonny Harry B. 2013. Meraih Pemilih Pemula. Kepala Lembaga Demografi FEUI; Ketua Umum Koalisi Kependudukan.
Legowo, Tommy A. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, Good Governance dan Masa Depan Otonomi Daerah. Jurnal Desentralisasi, Vol. 6, No. 4.
Septiyana.Peningkatan Partisipasi Pemilu 2014. KPUD Kota Cimahi.
164
Rujukan Elektronik :
Anonim. 2014. Sosialisasi Pileg 2014 Harus Ditingkatkan. Melalui http://www.pikiran-rakyat.com/node/267697. (10/05/2014)
Anonim. 2014. KPU Cimahi Targetkan Partisipasi 80%. Melalui
http://kabarcerah.com/berita/2228-kpu_cimahi_targetkan_partisipasi_80(10/05/2014)
Anomin. Pemilih Pemula Rentan Golput. Melalui http://www.indopos.co.id/2014/04/pemilih-pemula-rentan-golput.html (15/06/2014)
Anonim. 2014. Pemilih Pemula Jangan Golput. Melalui http://www.radarjogja.co.id/pemilih-pemula-jangan-golput/(19/06/2014)
Anonim. 2013. Jadilah Pemilih Pemula yang Cerdas. Melalui http://www.ayovote.com/jadilah-pemilih-pemula-yang-cerdas/
(19/06/2014)
Astiti, Wirarti dan Ngurah Budi.Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula. Melalui http://tokoh.co.id/Edukasi/pendidikan-politik-bagi-pemilih-pemula.html (19/06/2014)
Bayu. 2013. Pemilih Pemula, Mahasiswa Harus Berpartisipasi Saat Pemilu. Melalui http://www.bunghatta.ac.id/berita/1276/pemilih-pemula-mahasiswa-harus-berpartisipasi-saat.html(16/06/2014)
Frislidia. Pendidikan Politik Tingkatkan Partisipasi Pemilih Pemula. Melalui http://www.antarasumut.com/pendidikan-politik-tingkatkan-partisipasi-pemilih-pemula/(19/06/2014)
Rahardjo, Mudjia. Triangulasi Dalam Penelitian Kualitatif. Melalui http:// mudjiarahardjo.com/artikel/270.html?task=view. (4/5/2014)
St Kartono. 2014. Memotivasi Pemilih Pemula. Yogyakarta : Melalui
165
Wawancara :
Wawancara dengan Handi Dananjaya, Ketua KPU Kota Cimahi, 12 Januari 2015
Wawancara dengan Dani Bastiani, Sekretaris KPUD Kota Cimahi, 13 Januari 2015
Wawancara dengan Septiana, Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Sumber Daya Manusia KPUD Kota Cimahi, 14 Januari 2015
Wawancara dengan Dadan Fadilah Rivai, Divisi Teknis Penyelenggaraan KPUD Kota Cimahi, 15 Januari 2015
Wawancara dengan Gelar Widi Respati, Pelajar SMAN 5 Cimahi, 16 Januari 2015.
Wawancara dengan Ratih Laelasari, Pelajar SMAN 5 Cimahi, 16 Januari 2015.
Wawancara dengan Ricky Gunawan, Pelajar SMAN 1 Cimahi, 16 Januari 2015.
Wawancara dengan Nova Juwita Anggesta, Pelajar SMK Pasundan Putra Cimahi, 19 Januari 2015.
Wawancara dengan Lilis Radiani, Pelajar SMK Pasundan Putra Cimahi, 19 Januari 2015.
1✠6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Yandie Herdyansah
NamaPanggilan : Yandie
Tempat, Tanggal Lahir : Cimahi, 19 Februari 1991
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Telepon : 085-222-111-919
Status : Belum Menikah
Nama Ayah : A. Herly SP, S.Pd
Pekerjaan : Pensiun
Nama Ibu : Entin Cintasari, S.Pd.,M.Si
Pekerjaan : Pensiun
Alamat Orang Tua : Komplek Pemda No, 502 RT. 03 RW. 21
Kelurahan Padasuka Kecamatan Cimahi Tengah
Kota Cimahi
Motto : Foperdise (Fokus, Percaya Diri, Semangat) dan
Selalu Banyak Berdoa
E-mail : 1.ndieluven@gmail.com