HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN TINGKAT MATURITAS SEKSUAL PADA REMAJA LAKI-LAKI
TESIS
RIZKY ADRIANSYAH 077103018 / IKA
HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN TINGKAT MATURITAS SEKSUAL PADA REMAJA LAKI-LAKI
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik - Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak (M. Ked-Ped) pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
RIZKY ADRIANSYAH 077103018 / IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Tingkat Maturitas Seksual pada Remaja Laki-laki Nama : Rizky Adriansyah
Nomor Induk Mahasiswa : 077103018
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui, Komisi Pembimbing
dr. H. Hakimi, Sp.A(K) Ketua
dr. Muhammad Ali, Sp.A(K) Anggota
Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS
Prof. dr. H. Munar Lubis, Sp.A(K) dr. H. Zainuddin Amir, SpP (K)
HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN TINGKAT MATURITAS SEKSUAL PADA REMAJA LAKI-LAKI
TESIS
Telah diuji pada Tanggal :
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : dr. Hakimi, Sp.A(K)
Anggota : 1. dr. Muhammad Ali, Sp.A(K)
2. Prof. dr. Habibah Hanum Nasution, Sp.PD, K-Psi 3. dr. Ridwan M. Daulay, Sp.A(K)
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya serta atas ridhaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dan
merupakan tugas akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu
Kesehatan Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua
pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama dr. Hakimi, Sp.A(K) dan dr. Muhammad Ali, SpA(K)
yang memberikan bimbingan, bantuan, serta saran-saran yang sangat
berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
2. dr. Ridwan M. Daulay, Sp.A(K), selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FK USU yang telah memberikan bantuan dan
masukan dalam pelaksanaaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
3. Prof. dr. Munar Lubis, Sp.A(K), selaku Ketua Program Magister
USU yang telah banyak memberikan nasehat dan bimbingan kepada
penulis hingga selesainya penulisan tesis ini.
4. dr. Melda Deliana, Sp.A(K) dan dr. Siska Mayasari Lubis, Sp.A, selaku
staf di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU
yang telah memberikan bimbingan dan sumbangan pemikiran
sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.
5. Rektor USU, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM),
Sp.A(K), dan mantan Rektor USU, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis,
DTM&H, Sp.A(K), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk mengikuti pendidikan Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu
Kesehatan Anak dan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)
Ilmu Kesehatan Anak di FK USU.
6. Dekan Fakultas Kedokteran USU, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD,
K-GEH, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu
Kesehatan Anak dan PPDS Ilmu Kesehatan Anak di FK USU.
7. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan Direktur RSUD Dr. Pirngadi
Medan yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
mengikuti pendidikan selama di rumah sakit.
melaksanakan penelitian di Kecamatan Secanggang, Kabupaten
Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
9. Bupati Langkat, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, dan Camat Kecamatan
Secanggang beserta jajarannya, yang telah memberikan izin dan
bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian.
10. Teman-teman seangkatan yang tidak mungkin bisa saya lupakan, dr.
Inke Nadya D. Lubis, M.Ked(Ped), dr. Karina Sugih Arto, dr. Badai
Buana Nasution, dr. Ade Rahmat Yudiyanto, dr. Fahrul Azmi Tanjung,
dr. Sevina Marisya, dr. Olga Rasiyanti Siregar, dr. Suprapto, dr. Fereza
Amelia, dr. Widyastuti, dr. Poppy Riflizawani, dr.Fastralina, dr.Schenny
Regina Lubis, dan dr. Naomi Riahta yang selalu saling menjaga
silaturahmi dan mendukung dalam suka dan duka, terima kasih atas
dukungan dan bantuannya selama ini.
11. Seluruh teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU, serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.
Teristimewa untuk istri tercinta Nismah Panjaitan, ST, MT, serta
ananda tersayang, Naila Sahfa Rizky dan Fatimah Alwia Rizky, terima kasih
atas doa, pengertian, cinta dan kasih sayang, dukungan serta pengorbanan
pendidikan. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat,
rezeki, dan karuniaNya untuk kita semua.
Kepada ibunda Gusna Herawaty (Almh) yang telah memberikan kasih
sayang, motivasi, dan semangat untuk terus belajar. Kepada ayahanda M.
Arminsyah, abang dr. Eko Bastiansyah, kakak Silvia Syahputri, S.Sos, dan
adik Mutiasyahara, serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan,
memberikan dorongan, motivasi, bantuan moril dan materil selama penulis
mengikuti pendidikan ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kasih
sayang dan karuniaNya kepada kita semua dan segala budi baik yang telah
diberikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah yang Maha Kuasa.
Kepada Kakanda dr.Jose Rizal Jurnalis, SpOT, Presidium Medical
Emergency Rescue Committee (MER-C) beserta seluruh pengurus dan
relawan MER-C, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan, yang
telah memberikan pembelajaran tentang semangat, motivasi, dan keikhlasan
kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan magister dan
menjalankan pendidikan dokter spesialis anak di FK USU.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin. Wassalamualaikum Wr. Wb.
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Tesis ii
Lembar Pernyataan iii
Lembar Penetapan Panitia Penguji iv
Ucapan Terima Kasih v
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Singkatan dan Tanda xiii
Abstrak xv 2.4 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pubertas 7 2.5 Hubungan IMT dan Waktu Pubertas 9
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 13 3.6 Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) 14
3.7 Etika Penelitian 14
BAB 4 Hasil 19 4.1. Data Demografik dan Karakteristik Subjek 19 4.2. Hubungan IMT dan Tingkat Maturitas Seksual 20
BAB 5 Pembahasan 22
5.1. Karakteristik Subjek Penelitian 22 5.2. Hubungan IMT dan Tingkat Maturitas Seksual 25
BAB 6 Kesimpulan dan Saran 29
BAB 7 Ringkasan 30
Daftar Pustaka 32
Lampiran
1. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 34 2. Lembar Naskah Penjelasan kepada Orang tua 35 3. Persetujuan Komisi Etik Penelitian 36
4. Blanko Penelitian 37
5. Grafik CDC tahun 2000 38
6. Data Penelitian 39
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tahap perkembangan pubertas pada anak laki-laki
Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Perkembangan tanda seks sekunder pada remaja laki-laki
Gambar 2.2. Berbagai faktor yang mempengaruhi waktu pubertas
Gambar 2.3. Perubahan fisik laki-laki menurut Marshal dan Tanner
Gambar 2.4. Pengaruh lingkungan terhadap batas usia pubertas
Gambar 2.5. Kerangka konseptual
Gambar 3.1. Prader Orchidometer
Gambar 4.1. Hubungan IMT dengan panjang penis
DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA
r : koefisien korelasi Pearson
P : tingkat kemaknaan
BMI : Body Mass Index
BW : Body Weight
BH : Body Height
dkk : dan kawan-kawan
GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone
FSH : Folikel Stimulating Hormone
LH : Luteinizing Hormone
HPA : Hipothalamus-Pituitary-Gonadal Axis
♂ : laki-laki
< : lebih kecil > : lebih besar
< : lebih kecil sama dengan > : lebih besar sama dengan ml : milliliter
yr : year
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
n : besar sampel
Zα : deviat baku normal untuk α Zβ : deviat baku normal untuk β PSP : Persetujuan Setelah Penjelasan
m : meter
CDC : Center for Disease Control
IK : Interval Kepercayaan FK : Fakultas Kedokteran
USU : Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar Belakang. Beberapa penelitian sebelumnya merekomendasikan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara perubahan komposisi tubuh dan tahap perkembangan pubertas. Sampai saat ini belum diketahui bagaimana hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki di Indonesia.
Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki.
Metode. Suatu studi cross sectional untuk menilai hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki berusia 9 sampai 14 tahun. Penelitian dilaksanakan selama Agustus 2009 di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Tingkat maturitas seksual dinilai berdasarkan pengukuran panjang penis dan volume testis.
Hasil. Seratus delapan orang (64.7%) memenuhi kriteria yang terdiri dari 64 orang siswa Sekolah Dasar dan 44 orang siswa Sekolah Menengah Pertama. Rerata usia 11.69 tahun (SD 1.62); Berat Badan 35.16 kg (SD 8.48); Tinggi Badan 1,41 m (SD 0.11); IMT 17.47 kg/m2 (SD 2.34); panjang penis 4.46 cm (SD 1.25); dan volume testis 3.58 ml (SD 1.20). Hubungan IMT dengan panjang penis menunjukkan nilai koefisien korelasi Pearson (r)= -0.25; P= 0.06. Hubungan IMT dengan volume testis menunjukkan r= -0.21; P=0.09. Kesimpulan. Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki.
ABSTRACT
Background. The previous studies was recommended to make the next study about the relationship between the change of body composition and the development of puberty. In recent study, no known how the relationship between Body Mass Index (BMI) and sexual maturity stage of adolescent boys in Indonesia.
Objective. To investigate the relationship between BMI and sexual maturity stage of adolescent boys.
Methods. A cross sectional study was performed to determine the relationship between BMI and sexual maturity stage of adolescent boys 9 to 14 year old. This study was conducted on August 2009 in Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Sexual maturity stage was determined the measurement of penile lenght and testical volume. Results. One hundred and eight (64.7%) participants were eligible which consist of 64 students of primary schools and 44 students of junior high schools. The mean of age 11.69 year old (SD 1.62); Body Weight 35.16 kg (SD 8.48); Body Height 1.41 m (SD 0.11); BMI 17.47 kg/m2 (SD 2.34); penile lenght 4.46 cm (SD 1.25); and testical volume 3.58 ml (SD 1.20). The relationship between BMI and penile length was showed by level of Pearson correlation coefficient (r) = -0.25; P = 0.06. The relationship between BMI and testis volume was showed by level of r = -0.21; P = 0.09.
Conclusion. There was no significant relationship between BMI and sexual maturity stage of adolescent boys.
ABSTRAK
Latar Belakang. Beberapa penelitian sebelumnya merekomendasikan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara perubahan komposisi tubuh dan tahap perkembangan pubertas. Sampai saat ini belum diketahui bagaimana hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki di Indonesia.
Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki.
Metode. Suatu studi cross sectional untuk menilai hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki berusia 9 sampai 14 tahun. Penelitian dilaksanakan selama Agustus 2009 di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Tingkat maturitas seksual dinilai berdasarkan pengukuran panjang penis dan volume testis.
Hasil. Seratus delapan orang (64.7%) memenuhi kriteria yang terdiri dari 64 orang siswa Sekolah Dasar dan 44 orang siswa Sekolah Menengah Pertama. Rerata usia 11.69 tahun (SD 1.62); Berat Badan 35.16 kg (SD 8.48); Tinggi Badan 1,41 m (SD 0.11); IMT 17.47 kg/m2 (SD 2.34); panjang penis 4.46 cm (SD 1.25); dan volume testis 3.58 ml (SD 1.20). Hubungan IMT dengan panjang penis menunjukkan nilai koefisien korelasi Pearson (r)= -0.25; P= 0.06. Hubungan IMT dengan volume testis menunjukkan r= -0.21; P=0.09. Kesimpulan. Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki.
ABSTRACT
Background. The previous studies was recommended to make the next study about the relationship between the change of body composition and the development of puberty. In recent study, no known how the relationship between Body Mass Index (BMI) and sexual maturity stage of adolescent boys in Indonesia.
Objective. To investigate the relationship between BMI and sexual maturity stage of adolescent boys.
Methods. A cross sectional study was performed to determine the relationship between BMI and sexual maturity stage of adolescent boys 9 to 14 year old. This study was conducted on August 2009 in Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Sexual maturity stage was determined the measurement of penile lenght and testical volume. Results. One hundred and eight (64.7%) participants were eligible which consist of 64 students of primary schools and 44 students of junior high schools. The mean of age 11.69 year old (SD 1.62); Body Weight 35.16 kg (SD 8.48); Body Height 1.41 m (SD 0.11); BMI 17.47 kg/m2 (SD 2.34); penile lenght 4.46 cm (SD 1.25); and testical volume 3.58 ml (SD 1.20). The relationship between BMI and penile length was showed by level of Pearson correlation coefficient (r) = -0.25; P = 0.06. The relationship between BMI and testis volume was showed by level of r = -0.21; P = 0.09.
Conclusion. There was no significant relationship between BMI and sexual maturity stage of adolescent boys.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pubertas merupakan masa ketika anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan munculnya tanda-tanda seks sekunder. Pada laki-laki, hal ini ditandai dengan munculnya tanda-tanda seks sekunder berupa perkembangan genital saat berusia 9 sampai 14 tahun. Selain dipengaruhi usia dan jenis kelamin, pubertas juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ras, genetik, nutrisi, penyakit kronis, lingkungan, sosial ekonomi, dan psikologis.1,2 Penelitian sebelumnya menyatakan ada perbedaan bermakna usia pubertas pada remaja laki-laki di perkotaan dan pedesaan. Hal ini disebabkan oleh faktor nutrisi yang lebih baik pada remaja di perkotaan.3
Hubungan antara komposisi tubuh, perkembangan pubertas, dan faktor lingkungan belum diketahui jelas. Beberapa studi menyatakan adanya hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan maturitas seksual pada perempuan, namun sangat sedikit data yang
menyatakan hubungan tersebut pada laki-laki.4 Masih diperlukan
penelitian lebih lanjut hubungan antara perubahan komposisi tubuh,
maturitas seksual, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.5 Sampai
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki ?
1.3. Hipotesis
Ada hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki.
1.4. Tujuan
Untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki.
1.5. Manfaat
1. Di bidang akademik/ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang endokrinologi, khususnya tentang hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki.
2. Di bidang pelayanan masyarakat : meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya implementasi penilaian IMT dan tingkat maturitas seksual pada pemeriksaan fisik remaja laki-laki. 3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan data awal
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Pubertas merupakan suatu periode perkembangan transisi dari anak menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas pada laki-laki adalah pertumbuhan testis, kemudian diikuti oleh munculnya rambut pubis dan pertambahan panjang penis (Gambar 2.1). Munculnya tanda-tanda seks sekunder ini akan segera diikuti dengan perubahan komposisi tubuh serta maturasi tulang yang cepat, kemudian diakhiri dengan penyatuan epifisis dan perawakan akhir dewasa.1,6-8
Gambar 2.1. Perkembangan tanda seks sekunder pada remaja laki-laki6
Sekitar 2.5% dari populasi akan memulai pubertas di luar kisaran usia pubertas normal, sehingga perlu dievaluasi apakah hal tersebut menunjukkan pubertas dini atau pubertas terlambat. Pubertas dini pada laki-laki adalah ditemukannya tanda pubertas sebelum usia 9 tahun. Sedangkan pubertas terlambat adalah belum ditemukannya tanda pubertas sampai usia 14 tahun. 7-10
2.2. Perubahan Hormonal dan Awitan Pubertas
Awal pubertas memerlukan peningkatan pelepasan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) secara pulsatil dari hipotalamus.
Gonadostat hipotalamus secara progresif menjadi kurang peka oleh efek supresi steroid seks terhadap sekresi gonadotropin. Akibatnya
kadar Folikel Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone
(LH) meningkat yang selanjutnya akan menstimulasi gonad sehingga
tercapai keadaan homeostatik baru dari
Hipothalamus-Pituitary-Gonadal Axis (HPA).1,10
Berbagai faktor dan penyakit tertentu dapat mempengaruhi waktu pubertas akibat gangguan keseimbangan dari HPA seperti pada Gambar 2.2.11
Gambar 2.2. Berbagai faktor yang mempengaruhi waktu pubertas11
2.3. Perubahan Fisik pada Masa Pubertas
menggambarkan tahap perkembangan pubertas pada anak laki-laki seperti terlihat pada tabel 2.1.6,12
Selama masa pubertas tinggi badan anak laki-laki akan bertambah rata-rata sekitar 28 cm. Namun pacu tumbuh pada anak laki-laki kira-kira dua tahun lebih lambat dibanding anak perempuan. Secara garis besar perubahan fisik di masa pubertas pada anak laki-laki digambarkan oleh Marshall dan Tanner (Gambar 2.3).6,12
Selain maturasi dari tanda-tanda seks sekunder, masa pubertas juga ditandai dengan perubahan yang dramatis dari komposisi tubuh. Massa otot mulai meningkat selama awal pubertas, baik pada anak laki-laki maupun perempuan, namun hal ini juga dipengaruhi faktor lingkungan dan aktivitas fisik. Pada anak laki-laki, peningkatan IMT
Tabel 2.1. Tahap perkembangan pubertas pada anak laki-laki.6,12
Tahap Genitalia Rambut Pubis
Tahap1 Prapubertas, panjang penis < 2.5 cm Prapubertas, tak ada rambut pubis Volume testis <4 mL
Tahap2 Panjang penis >2.5 cm, dan Jarang, sedikit pigmentasi & agak Skrotum menipis dan agak kemerahan ikal, terutama pada pangkal penis Pembesaran testis ( volume > 4 mL)
Tahap3 Pertumbuhan penis dalam & panjang Tebal, ikal, hingga ke mons pubis serta pertumbuhan lanjut dari testis
Tahap4 Penis membesar, testis memmbesar Bentuk dewasa, tetapi belum melu dengan warna kulit skrotum makin gelap as ke bagian tengah pubisgelap Tahap5 Bentuk dan ukuran dewasa Bentuk dewasa, meluas ke tengah
Gambar 2.3. Perubahan fisik laki-laki menurut Marshall dan Tanner.6,12
2.4. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pubertas
Di samping faktor genetik, faktor lingkungan seperti nutrisi dan stres juga berperan dalam awitan pubertas. Pada keadaan malnutrisi dapat
dijumpai pubertas yang terlambat.7 Herman-Giddens, dkk di Amerika
Serikat mendapatkan awitan pubertas yang lebih dini dibandingkan data normal yang dibuat dua dekade sebelumnya. Hal ini dihubungkan
dengan meningkatnya prevalensi overweight dan obesitas pada
Berbagai stres seperti penyakit akut ataupun kronis dapat menekan HPA. Latihan fisik dan kompetisi olahraga yang intensif seperti senam dapat mengakibatkan stres fisik dan psikologis yang
berhubungan dengan keterlambatan pubertas.7,11,14 Keadaan ini
disebabkan oleh faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap hipotalamus. (Gambar 2.4).15
Gambar 2.4. Pengaruh lingkungan terhadap batas usia pubertas.15
terhadap cahaya, musim, dan bahan kimia yang mengganggu sistem endokrin juga dikatakan dapat mempengaruhi awitan pubertas.14,15
2.5. Hubungan IMT dan Waktu Pubertas
Beberapa penelitian pada remaja menunjukkan adanya hubungan IMT dengan waktu pubertas. Marshall menduga bahwa hubungan antara komposisi tubuh dengan pubertas juga terjadi pada laki-laki.16 Namun masih banyak yang belum diketahui bagaimana hubungan antara komposisi tubuh dengan waktu pubertas. Ada peningkatan prevalensi obesitas dan pubertas dini pada remaja laki-laki dan perempuan selama lima dekade terakhir di Amerika Serikat. Hal ini diduga adanya
pengaruh hormon leptin terhadap HPA.4
Pengaruh hormon leptin terhadap IMT diduga terjadi pada saat tahap 2 dari perkembangan pubertas. Pada perempuan kadar leptin meningkat (r=0.47 dan P<0.0001), sedangkan pada laki-laki terjadi penurunan kadar leptin (r=-0.34 dan P<0.0001). Hal ini mempengaruhi IMT remaja perempuan yang relatif lebih tinggi daripada laki-laki terutama pada saat berusia 12 tahun. Penurunan kadar leptin juga berhubungan dengan peningkatan kadar testosteron pada laki-laki (r=-0.43 dan P<0.0001).17
2.5. Kerangka Konseptual
Gambar 2.5. Kerangka konseptual
: variabel yang diteliti
Waktu pubertas Tingkat maturitas seksual Volume testis Panjang penis
Rambut pubis, kumis, dan
aksila
Usia tulang
Hypothalamus – Pituitary – Gonadal Axis
(GnRH, FSH, LH, Testosteron)
Growth Axis (Stress, Cahaya, Bahan Kimia)
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Desain
Penelitian ini merupakan studi cross sectional untuk menilai hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki.
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dilaksanakan selama Agustus 2009.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi target adalah remaja laki-laki berusia 9 sampai 14 tahun. Populasi terjangkau adalah populasi target yang sedang menjalani pendidikan SD dan SMP di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara selama Agustus 2009. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria.
3.4. Besar Sampel
(Zα + Zβ) 2 n = --- + 3
0.5 ln[(1+r)/(1-r)]
Zα = 1.96; Zβ = 1.84; r = koefisien korelasi = 0.3.19
Berdasarkan rumus di atas, maka besar sampel adalah 85 orang.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi :
- Remaja laki-laki berusia 9 sampai 14 tahun - Mendapat informed consent dari orang tua Kriteria eksklusi :
- Mendapat steroid jangka panjang - Mendapat kemoterapi atau radioterapi
- Mendapat obat-obat hormonal (growth hormone, testosteron) - Gizi kurang (IMT < persentil ke-5)
- Penyakit kronis (tirotoksikosis, gagal jantung, anemia kronis) - Kelainan dismorfik atau proporsi tubuh abnormal
3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) / Informed Consent
Subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua untuk dilakukan penilaian IMT dan tingkat maturitas seksual. Formulir persetujuan setelah penjelasan dan naskah penjelasan terlampir.
3.7. Etika Penelitian
Izin dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran USU.
3.8. Cara Kerja
3.8.1. Alokasi Subjek
Pemilihan sekolah ditetapkan secara purposive sampling. Sedangkan subjek penelitian dikumpulkan dengan melakukan consecutive sampling.
3.8.2. Pengukuran
1. Melakukan survei dan pendataan awal terhadap SD dan SMP di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
2. Mengukur Tinggi Badan (TB) dengan menggunakan microtoa 2 m yang terbuat dari metal dengan tingkat
3. Mengukur Berat Badan (BB) dengan menggunakan
timbangan merk Camry dengan tingkat ketepatan 0.5 kg.
Subjek ditimbang tanpa menggunakan alas kaki dan hanya memakai pakaian sekolah sehari-hari saja.
4. Melakukan penilaian IMT yaitu BB (dalam kg) dibagi TB2
(dalam m2), kemudian memetakannya pada grafik Center for
Disease Control (CDC) tahun 2000 untuk IMT pada laki-laki
usia 2 sampai 20 tahun.
5. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik berdasarkan blanko penelitian dan pengambilan sampel dengan menilai kriteria inklusi dan eksklusi.
6. Melakukan penilaian tingkat maturitas seksual dengan mengukur panjang penis dan volume testis.
7. Panjang penis diukur dengan bantuan alat spatula kayu yang merupakan rerata dari pengukuran tiga kali dari jarak simfisis pubis ke ujung glans penis dalam satuan cm.
Gambar 3.1. Prader Orchidometer
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
IMT Numerik
Status nutrisi Nominal
Variabel tergantung Skala
Tingkat maturitas seksual
3.10. Definisi Operasional
1. Remaja laki-laki adalah anak laki-laki berusia 9 sampai 14 tahun yang sedang menjalani pendidikan tingkat SD dan SMP.
2. IMT adalah BB (dalam kg) dibagi TB2 (dalam m2).
3. Status nutrisi adalah penilaian IMT terdiri dari obesitas (obese), gizi lebih (overweight), gizi normal (normoweight), gizi kurang (underweight).
a. Obesitas adalah nilai IMT lebih dari persentil ke-95 berdasarkan grafik CDC tahun 2000 untuk IMT pada laki-laki usia 2 sampai 20 tahun.
b. Gizi Lebih adalah nilai IMT antara persentil ke-85 sampai ke-95 berdasarkan grafik CDC tahun 2000 untuk IMT pada laki-laki usia 2 sampai 20 tahun.
c. Gizi normal adalah nilai IMT antara persentil ke-5 sampai ke-85 berdasarkan grafik CDC tahun 2000 untuk IMT pada laki-laki usia 2 sampai 20 tahun.
d. Gizi kurang adalah nilai IMT kurang dari persentil ke-5 berdasarkan grafik CDC tahun 2000 untuk IMT pada laki-laki usia 2 sampai 20 tahun.
5. Panjang penis adalah rerata dari jarak antara simpisis pubis sampai ujung glans penis dalam satuan cm yang diukur sebanyak tiga kali.
6. Volume testis adalah hasil dari pengukuran besar testis dengan menggunakan Orchidometer dalam satuan mL.
3.11. Pengolahan dan Analisis Data
BAB 4. HASIL
4.1. Data Demografik dan Karakteristik Subyek
Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 050707 Desa Telaga Jernih, SMP Swasta Maju, dan SMP Swasta Muhammadyah I, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Luas
wilayah Kecamatan Secanggang adalah 223.27 km2 yang terdiri dari
15 desa / kelurahan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005, Kecamatan Secanggang memiliki jumlah penduduk 63 820 jiwa. Kecamatan Secanggang memiliki 32 SD dengan jumlah siswa 6 079
orang dan 4 SMP dengan jumlah siswa 374 orang.22
Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek penelitian (n=108)
Variabel Rerata (SD) 95%IK Usia (tahun) 11.7 (1.62) 11.4 – 12.0
BB (kg) 35.2 (8.48) 33.5 – 36.8
TB (m) 1.4 (0.11) 1.39 – 1.43
IMT (kg/m2) 17.5 (2.34) 17.0 – 17.9 Panjang Penis (cm) 4.5 (1.25) 4.2 – 4.7 Volume Testis (mL) 3.6 (1.20) 3.4 – 3.8
Skala Tanner n %
- G1 P1 89 82.4
- G2 P1 19 17.6
4.2. Hubungan IMT dengan Tingkat Maturitas Seksual
Hubungan IMT dengan panjang penis seperti terlihat pada gambar 4.1. Sedangkan hubungan IMT dengan volume testis seperti terlihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2. Hubungan IMT dengan volume testis
Pada gambar 4.1 didapat koefisien korelasi Pearson (r) = –0.25 dan tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara IMT dengan panjang penis (P = 0.06). Sedangkan pada gambar 4.2 didapat r = –0.21 dan tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara IMT dengan
volume testis (P = 0.09). Hubungan IMT berdasarkan perbedaan
obesitas/gizi lebih dengan gizi normal terhadap tingkat maturitas seksual seperti terlihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2.Perbedaan tingkat maturitas seksual pada obesitas dan gizi normal
Variabel
Rerata (SD)
Obesitas/Gizi Lebih Gizi Normal (n=12) (n=96)
P
Panjang Penis 2.6 (1.48) 4.4 (1.00) 0.0001 Volume Testis 1.7 (1.21) 3.2 (1.17) 0.0001
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Ada beberapa pengelompokan remaja berdasarkan usia dan tingkat maturitas seksualnya. Pada umumnya remaja dibagi atas tiga kelompok yakni remaja dini (10 sampai 13 tahun) dengan skala Tanner tahap 1 sampai 2, remaja pertengahan (14 sampai 16 tahun) dengan skala Tanner tahap 3 sampai 5, dan remaja lakhir (17 sampai 20
tahun) dengan skala Tanner tahap 5.6 Batasan usia remaja juga
bervariasi. Pada umumnya didefinisikan remaja apabila telah mencapai usia 10 sampai 18 tahun untuk anak perempuan dan 12 sampai 20 tahun untuk anak laki-laki. Sedangkan literatur lainnya mendefinisikan remaja bila anak telah mencapai usia 10 sampai 19 tahun.23 Usia dimulainya pubertas sendiri pada anak laki-laki adalah
antara 9 sampai 14 tahun.1,8,10-12 Pada penelitian ini, dilakukan
penilaian tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki berusia 9 sampai 14 tahun. Berdasarkan hasil penelitian ini didapat rerata usia adalah 11.7 tahun dan 82.4% belum mengalami pubertas.
di beberapa negara menunjukkan bahwa penilaian IMT merupakan pengukuran yang paling baik untuk menilai persentase lemak tubuh dan hubungan berat badan dengan tinggi badan.4,26-28 Penilaian IMT untuk menilai komposisi tubuh juga lebih baik daripada penilaian tebal lipatan kulit,29 indeks Rohrer (kg/m3),30 dan menggunakan alat non invasif.31 Berdasarkan suatu studi longitudinal pada anak laki-laki dan perempuan berusia 8 sampai 18 tahun, perubahan IMT dapat
merefleksikan perubahan komposisi tubuh.32 American Academy of
Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemantauan IMT untuk
mencegah kejadian obesitas pada anak dan remaja.33
Pada penelitian kami rerata IMT pada anak laki-laki berusia 9
sampai 14 tahun adalah 17.5 kg/m2. Penelitian ini hanya bersifat
retrospektif sehingga tidak dapat menilai perubahan IMT yang merupakan gambaran dari perubahan komposisi tubuh. Berdasarkan hasil, dijumpai 48 orang menderita gizi kurang (IMT < persentil ke-5), 96 orang menderita gizi cukup (IMT antara persentil ke-5 dan ke-85), 6 orang menderita gizi lebih (IMT antara persentil ke-85 dan ke-95), dan 6 orang menderita obesitas (IMT > persentil ke-95).
dilakukan pengukuran terhadap panjang penis, volume testis, dan rambut pubis. Awal pubertas dimulai pada skala Tanner tahap 2, dimana dijumpai panjang penis > 2.5 cm, skrotum menipis dan agak kemerahan, volume testis > 4 mL, dan dijumpai rambut pubis yang jarang terutama pada pangkal penis yang dimulai saat berusia 9 sampai 14 tahun.6,10-12 Dalam penelitian ini, tingkat maturitas seksual dinilai berdasarkan panjang penis dan volume testis. Penilaian skrotum dan rambut pubis tidak dilakukan karena bersifat subyektif.
Pada penelitian ini alat yang digunakan untuk mengukur volume testis adalah Prader Orchidometer. Alat ini memiliki korelasi yang cukup kuat dengan menggunakan ultrasonografi dalam menentukan volume testis.34,35 Selain dipengaruhi oleh IMT, volume testis juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan.36 Hasil yang didapatkan dari
penelitian ini adalah rerata volume testis sebesar 3.6 mL.
Panjang penis diukur berdasarkan rerata dari tiga kali pengukuran jarak antara simpisis pubis dengan ujung glans penis. Pemeriksaan panjang penis juga disarankan untuk memperhatikan
apakah penis dalam keadaan flaksid atau ereksi.37 Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa adanya variasi panjang penis normal
5.2. Hubungan IMT dengan Tingkat Maturitas Seksual
Beberapa faktor nonhormonal telah diketahui dapat mempengaruhi perkembangan seksual. IMT merupakan salah satu faktor yang paling banyak diteliti oleh para ahli terhadap maturitas seksual. Namun hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas seksual juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, ras, genetik, nutrisi, penyakit kronis, dan lingkungan.1,2,13,14,39
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki dengan melakukan uji korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan IMT dengan panjang penis dan volume testis memiliki korelasi negatif yang lemah. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang juga menyatakan adanya korelasi negatif yang
lemah antara IMT dengan usia pubertas pada anak laki-laki.19
Sedangkan studi lain mendapatkan hubungan antara IMT dengan maturitas seksual memiliki korelasi yang lebih baik pada remaja laki-laki kulit hitam dibandingkan kulit putih.40
Peningkatan prevalens obesitas juga diikuti dengan banyaknya kasus abnormalitas pubertas. Pada perempuan, obesitas meningkatkan terjadinya pubertas dini, sedangkan pada laki-laki,
obesitas lebih meningkatkan terjadinya pubertas terlambat.4 Studi
dengan obesitas merupakan faktor protektif terhadap terjadinya pubertas dini (OR 0.40, 95%IK 0.20;0.82). Sedangkan pada anak perempuan dengan obesitas merupakan faktor risiko terhadap terjadinya pubertas dini (OR 1.96, 95%IK 1.11;3.47).41
Pada penelitian ini remaja laki-laki dengan obesitas dan gizi lebih memiliki tingkat maturitas seksual yang lebih rendah dibandingkan remaja laki-laki yang mengalami gizi normal. Namun diperlukan jumlah subyek dengan obesitas dan gizi lebih yang lebih besar untuk menunjukkan pengaruh obesitas dan gizi lebih terhadap keterlambatan pubertas. Dalam hal ini juga diperlukan penelitian yang bersifat prospektif untuk menilai pengaruh perubahan komposisi tubuh terhadap perkembangan maturitas seksual.
Beberapa keterbatasan penelitian lainnya yakni tehnik pengambilan sampel dan pemilihan sekolah tidak menggunakan random sampling, tidak dilakukan pemeriksaan kadar hormon seks
BAB 6. KESIMPULAN, DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dijumpai korelasi negatif yang lemah dan tidak bermakna antara IMT dengan tingkat maturitas seksual pada remaja laki-laki. Namun ada perbedaan yang bermakna dari tingkat maturitas seksual antara kelompok obesitas/gizi lebih dengan gizi normal pada remaja laki-laki.
6.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Garilbadi L. Physiology of puberty. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson text book of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelpia : Saunders Corporation, 2008. h. 2308.
2. Euling SY, Selevan SG, Pescovitz OH, Skakkebaek NE. Role of envi-ronmental factors in the timing of puberty. Pediatrics. 2008; 121:167–71. 3. Rahmawati L, Deliana M, Siregar CD. Hakimi. Perbedaan usia awitan
pubertas pada anak laki-laki di perkotaan dan pedesaan. Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter Anak Indonesia, Batam, 12-14 Juli 2004.
4. Kaplowitz PB. Link between body fat and the timing puberty. Pediatrics. 2008; 121:208–17.
5. Louis GM, Gray LE, Marcus M, Ojeda SR, Pescovitz OH, Witchel SF, dkk. Environmental factors and puberty timing : expert panel research needs. Pediatrics. 2008; 121:192–207.
6. Marcell AV. Adolescence. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson text book of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelpia : Saunders Corporation, 2008. h.60–5.
7. Abbassi V. Growth and normal puberty. Pediatrics. 1998; 102:507–11. 8. Pulungan AB, Marzuki NS. Pertumbuhan di masa pubertas. Dalam :
Pulungan AB, Hendarto A, Hegar B, Oswari H. Nutrition growth-development. Edisi ke-1. Jakarta : IDAI, 2006. h.11–25.
9. Golub MS, Collman GW, Foster PM, Kimmel CA, Meyts ER, Reiter EO, dkk. Public health implications of altered puberty timing. Pediatrics. 2008; 121:218–30.
10. Dattani MT, Hindmarsh PC. Normal and abnormal puberty. Dalam : Brook CG, Clayton PE, Brown RS, penyunting. Clinical pediatric endocrinology. Edisi ke-5. Massachusetts : Blackwell Publishing, 2005. h.183–201.
11. Ebling FJ. The neuroendocrine timing of puberty. Reproduction. 2005; 129:675–83.
12. Styne D. Puberty. Dalam : Greenspan FS, Gardner DG, penyunting. A lange medical book : Basic and clinical endocrinology. Edisi ke-17. San Fransisco : McGraw-Hill Companies, 2004. h.628–35.
13. Herman-Giddens ME, Slora EJ, Wasserman RC, Bourdony CJ, Bhapkar
MV, Koch GG, dkk. Secondary sexual characteristics and menses in young girls seen in office practice : A study from pediatric research in
office setting network. Pediatrics. 1997; 99:505–12.
15. Parent AS, Teilmann G, Juul A, Skkakkebaek NE, Toppari J, Bourguignon JP. The timing of normal puberty and the age limits of sexual precocity: Variations around the world, secular trends, and changes after migration. Endocr Rev. 2003; 24:668–93.
16. Marshall WA. The relationship of puberty to other maturity indicators and body composition in man. J Reprod Fert. 1978; 52:437–43.
17. Blum WF, Englaro P, Hanitsch S, Juul A, Hertel NT, Muller J, dkk. Plasma leptin levels in healthy children and adolescents: Dependence on body mass index, body fat mass, gender, pubertal stage, and testosterone. J Clin Endocrinol Metab. 1997; 82:2904–10.
18. Garcia-Mayor R, Andrade MA, Rios M, Lage M, Dieguez C, Casanueva F. Serum Leptin in normal children : Relationship to age, gender, body mass index, pituitary-gonadal hormones, and pubertal stage. J Clin Endocrinol Metab. 1997; 82:2849–55.
19. Lewis CP, Lavy CB, Harrison WJ. Delay in skeletal maturity in Malawian children. J Bone Joint Surg. 2002; 84:732–4.
20. Bundak R, Darendeliler F, Gunoz H, Bas F, Saka N, Neyzi O. Analysis of Puberty and pubertal growth in healthy boys. Eur J Pediatr. 2007; 166:595–600.
21. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta : Sagung Seto, 2008. h.302–31.
22. Website resmi Pemerintah Kabupaten Langkat. Diunduh dari : http://www.langkatkab.go.id [diakses pada Agustus 2009].
23. Pardede N. Masa remaja. Dalam : Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh IG, penyunting. Tumbuh kembang anak dan remaja. Edisi ke-1. Jakarta : Sagung Seto, 2002. h. 138–70.
24. Goldstein A, Haelyon A, Krolik E, Sack J. Comparison of body weight and height of Israeli schoolchildren with the tanner and centers for disease control and prevention growth charts. Pediatrics. 2001; 108:1–4.
25. Maynard LM, Wisemandle W, Roche AF, Chumlea WC, Guo SS, Siervogel RM. Chilhood body composition in relation to body mass index. Pediatrics. 2001; 107:344–50.
26. Ellis KJ. Body composition of a young, multiethnic, male population. Am J Clin Nutr. 1997; 66:1323–31.
27. Ellis KJ, Abrams SA, Wong WW. Monitoring childhood obesity: Assesment of the weight/height2 index. Am J Epidemiol. 1999; 150:939–46.
30. Mei Z, Grummer-strawn LM, Pietrobelli A, Goulding A, Goran MI, Dietz WH. Validity of body mass index compared with other body composition screening indexes for the assessment of body fatness in children and adolescents. Am J Clin Nutr. 2002; 75:978–85.
31. Elberg J, McDuffie JR, Sebring NG, Salaita C, Keil M, Robotham D, dkk. Comparison of methods to assess change in children’s body composition. Am J Clin Nutr. 2004; 80:64–9.
32. Demerath EW, Schubert CM, Maynard LM, Sun SS, Chumlea WC. Pickoff A, dkk. Do changes in body mass index percentile reflect changes in body composition in children? Data from the fels longitudinal study. Pediatrics. 2006; 117:487–95.
33. American Academy of Pediatrics. Policy statement: Prevention of pediatric overweight and obesity. Pediatrics. 2003; 112:424–30.
34. Schiff JD, Lip PS, Goldstein M. Correlation of ultrasonographic and orchidometer measurements of testis volume in adults. BJU International. 2004; 93:1015–7.
35. Paltiel HJ, Diamond DA, Canzio JD, Zurakowski D, Borer JG, Atala A. Testicular volume: comparison of orchidometer and US measurements in dogs. Radiology. 2002; 222:114–9.
36. Ku JH, Kim ME, Jeon YS, Lee NK, Park YH. Factors influencing testicular volume in young men: results of a community-based survey. BJU International. 2002; 90:446–50.
37. Wessels H, Lue TF, McAninch. Penile length in the flaccid and erect states: guidelines for penile augmentation. J Urol. 1996; 156:995–7.
38. Wang CH, Lin WD, Bau DT, Tsai CH, Liu DC, Tsai FJ. Penile length of normal boys in Taiwan. Acta Paediatr Taiwan. 2006; 47:293–6.
39. Kulin HE, Muller J. The biological aspects of puberty. Pediatr Rev. 1996; 17:75–86.
40. Daniels SR, Khoury PR, Morrison JA. The utility of body mass index as a measure of body fatness in children and adolescents : differences by race and gender. Pediatrics. 1997; 99:804–7.
Lampiran 1.
Lembar persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ……….…… Umur ……… tahun
Alamat :………..………
dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan
PERSETUJUAN
untuk dilakukan pemeriksaan tinggi badan, berat badan, dan tingkat maturitas seksual terhadap anak saya :
Nama : ………. Umur ..…… tahun
Alamat Rumah :……...………..
Alamat Sekolah : ………
yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.
Lampiran 2.
Naskah Penjelasan kepada Orangtua
Yth. Bapak / Ibu ………..……….
Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri. Kami dokter Rizky Adriansyah dan kawan-kawan, bertugas di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP HAM Medan. Saat ini kami sedang melaksanakan penelitian tentang tinggi badan, berat badan, dan tingkat maturitas seksual (panjang penis dan besar terstis) anak SD dan SMP di Kecamatan Sicanggang, Kabupaten Langkat dan di Kota Medan. Bersama ini kami mohon izin kepada Bapak/Ibu orang tua dari ___________________ untuk melakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak Bapak / Ibu tersebut..
Jika Bapak / Ibu bersedia agar anaknya dilakukan pemeriksaan tersebut, maka kami mengharapkan Bapak/Ibu bersedia datang ke sekolah pada ______________________________________ untuk menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikian yang dapat kami sampaikan.
Atas perhatian Bapak/Ibu, diucapkan terima kasih.
Mengetahui : Hormat kami,
Kepala Sekolah Tim Peneliti
Lampiran 4.
Anak ke ….. dari ….. bersaudara. Kembar (ya / tidak)
Identitas Orang Tua Ibu Ayah
Riwayat kelainan keturunan dalam keluarga : ya / tidak *)………
ANAMNESIS
Penyakit yang sedang dialami (jika ada) : ……… Penyakit terdahulu yang pernah dialami (jika ada) : ……….
PEMERIKSAAN FISIK