• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Karakter Fisiologis Dan Sifat Aliran Lateks Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Karakter Fisiologis Dan Sifat Aliran Lateks Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KARAKTER FISIOLOGIS DAN SIFAT ALIRAN LATEKS

KLON KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300

SKRIPSI

Oleh:

FAUZI KURNIA

050307023/PEMULIAAN TANAMAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

STUDI KARAKTER FISIOLOGIS DAN SIFAT ALIRAN LATEKS

KLON KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300

SKRIPSI

Oleh:

FAUZI KURNIA

050307023/PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Di Setujui Oleh:

Ketua Komisi Pembimbing (Ir. Yusuf Husni)

NIP : 19560821 1198603 1 001

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

Disetujui Oleh:

(Dr. Ir. Lollie Agustina. P. Putri, MSi) Anggota Komisi Pembimbing

NIP : 19670821 199301 2 001

Disetujui Oleh:

(Dra. Sekar Woelan, MP) Komisi Pembimbing Lapangan

(3)

ABSTRACT

Character study of physiological and the flow of clones rubber latex (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR 300 series. The purpose of the experimental was to determine the physiological character and the flow of latex rubber on IRR 300 series clones. The experimental uses Augmented Randomize Block Design with treatment of 24 clones and three replications. The treatment consist of IRR 300, IRR 301, IRR 302, IRR 303, IRR 304, IRR 305, IRR 306, IRR 307, IRR 308, IRR 309, IRR 310 , IRR 311, IRR 313, IRR 314, IRR 315, IRR 316, IRR 317, IRR 318, IRR 319, IRR 321, IRR 323, and BPM 24, PB 260, RRIC 100 clone as a comparators. The data were analyzed using ANOVA. The result showed that treatment of clones of physiological (sucrose, thiol, and inorganic phosphate) in general showed a significant influence with a third clone

comparators. This treatment of the flow of latex clone (production index, plugging index, the flow velocity of latex) showed significant effect with the three clones comparators except at long observation tapping grooves. In the observation of growth (girth and thick skin) generally are not significantly different from the third clone comparators. In the observation of skin anatomy (number of rows of latex vessels and vessel diameter latex is generally not significantly different from the third clone comparators. Treatment clones on the observation of production in general significantly different from the third clone comparators. Treatment clones on dry rubber content of the observations are not significantly different from the three clones comparators.

(4)

ABSTRAK

Studi karakter fisiologis dan sifat aliran lateks klon karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR seri 300. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui karakter fisiologis dan sifat aliran lateks pada klon karet IRR seri 300. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Augmented dengan 24 perlakuan klon dan tiga ulangan. Perlakuan klon terdiri IRR 300, IRR 301, IRR 302, IRR 303, IRR 304, IRR 305, IRR 306, IRR 307, IRR 308, IRR 309, IRR 310, IRR 311, IRR 313, IRR 314, IRR 315, IRR 316, IRR 317, IRR 318, IRR 319, IRR 321, IRR 323, dan BPM 24, PB 260, RRIC 100 sebagai klon pembanding. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan klon terhadap sifat fisiologis (sukrosa, tiol, dan fosfat anorganik) secara umum menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dengan ketiga klon pembanding. Perlakuan klon terhadap sifat aliran lateks (indeks produksi, indeks penyumbatan, kecepatan aliran lateks) menunjukkan pengaruh yang nyata dengan ketiga klon pembanding kecuali pada pengamatan panjang alur sadap. Pada pengamatan pertumbuhan (lilit batang dan tebal kulit) secara umum tidak berbeda nyata dengan ketiga klon pembanding. Pada pengamatan anatomi kulit (jumlah baris pembuluh lateks dan diameter pembuluh lateks secara umum tidak berbeda nyata dengan ketiga klon pembanding. Perlakuan klon pada pengamatan produksi secara umum berbeda nyata dengan ketiga klon pembanding. Perlakuan klon pada pengamatan kadar karet kering tidak berbeda nyata dengan ketiga klon pembanding.

(5)

DAFTAR ISI

Pengambilan Sampel Kulit ... 18

(6)

Anatomi Kulit ... 18

Pengukuran Kadar Sukrosa ... 19

Pengukuran Kadar Tiol ... 20

Pengukuran Kadar Fosfat Anorganik ... 20

Pengamatan Parameter ... 20

Sifat Fisiologi ... 20

Sukrosa (mM) ... 20

Tiol (mM) ... 21

Fosfat Anorganik (mM) ... 21

Aliran Lateks ... 21

Indeks Produksi ... 21

Indeks Penyumbatan ... 21

Panjang Alur Sadap ... 21

Kecepatan Aliran Lateks ... 21

Pertumbuhan ... 22

Lilit Batang (cm) ... 22

Tebal Kulit (mm)... 22

Anatomi Kulit ... 22

Jumlah Baris Pembuluh Lateks (buah) ... 22

Diameter Pembuluh Lateks (mikron) ... 22

Produksi (g/p/s) ... 23

Kadar Karet Kering (%) ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... ... 24

Pembahasan ... ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ... 45

Saran ... ... 46

DAFTAR PUSTAKA

(7)

DAFTAR TABEL

1. ... K ondisi Tanaman ... 17 2. ... H

asil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter

Sukrosa (mM) ... 24 3. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi Dan Yang Belum Pada Parameter

Tiol (mM) ... 26 4. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter

Fosfat Anorganik (mM) ... 27 5. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter

Indeks Produksi ... 29 6. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter

Indeks Penyumbatan ... 30 7. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter

Panjang Alur Sadap ... 32 8. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter

Kecepatan Aliran Lateks ... 34 9. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter

Lilit Batang (cm) ... 35 10. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter

Tebal Kulit (mm) ... 37 11. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter

Jumlah Baris Pembuluh Lateks (buah) ... 38 12. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter

Diameter Pembuluh Lateks (micron) ... 40 13. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter

Produksi (g/p/s) ... 41 14. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Bagan Penelitian ... 49

2. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 50

3. Data Pengamatan Sukrosa (mM) ... 51

4. Hasil Rataan Klon Pembanding Pada Pengamatan Sukrosa (mM) ... 51

5. Analisis Ragam Sukrosa (mM) ... 52

6. Data Pengamatan Tiol (mM) ... 53

7. Hasil Rataan Klon Pembanding Pada Pengamatan Tiol (mM) ... 53

8. Analisis Ragam Tiol (mM) ... 54

9. Data Pengamatan Fosfat (mM) ... 55

10. Hasil Rataan Klon Pembanding Pada Pengamatan Fosfat (mM) ... 55

11. Analisis Ragam Fosfat (mM) ... 56

12. Data Pengamatan Indeks Produksi ... 57

13. Hasil Rataan Klon Pembanding Pada Pengamatan Indeks Produksi ... 57

14. Analisis Ragam Indeks Produksi ... 58

15. Data Pengamatan Indeks Penyumbatan ... 59

16. Hasil Rataan Klon Pembanding Pada Pengamatan Indeks Penyumbatan .... 59

17. Analisis Ragam Indeks Penyumbatan ... 60

18. Data Pengamatan Panjang Alur Sadap ... 61

19. Hasil Rataan Klon Pembanding Pada Pengamatan Panjang Alur Sadap ... 61

20. Analisis Ragam Panjang Alur Sadap ... 62

21. Data Pengamatan Kecepatan Aliran Lateks ... 63

22. Hasil Rataan Klon Pembanding Pada Pengamatan Kecepatan Aliran Lateks ... 63

23. Analisis Ragam Kecepatan Aliran Lateks ... 64

24. Data Pengamatan Lilit Batang (cm) ... 65

25. Hasil Rataan Klon Pembanding Pada Pengamatan Lilit Batang (cm) ... 65

26. Analisis Ragam Lilit Batang (cm) ... 66

27. Data Pengamatan Tebal Kulit (mm) ... 67

28. Hasil Rataan Klon Pembanding Pada Pengamatan Tebal Kulit (mm) ... 67

29. Analisis Ragam Tebal Kulit (mm) ... 68

30. Data Pengamatan Jumlah Baris Pembuluh Lateks (buah) ... 69

31. Hasil Rataan Klon Pembanding Pada Pengamatan Jumlah Baris Pembuluh Lateks (buah) ... 69

32. Analisis Ragam Jumlah Baris Pembuluh Lateks (buah) ... 70

33. Data Pengamaatan Diameter Pembuluh Lateks (mikron) ... 71

34. Hasil Rataan Klon Pembanding Pada Pengamatan Diameter Pembuluh Lateks (mikron) ... 71

35. Analisis Ragam Diameter Pembuluh Lateks (mikron) ... 72

36. Data Pengamatan Produksi (g/p/s) ... 73

37. Hasil Rataan Klon Pembanding Pada Pengamatan Produksi (g/p/s) ... 73

38. Analisis Ragam Produksi (g/p/s) ... 74

39. Data Pengamatan Kadar Karet Kering (%) ... 75

(9)
(10)

ABSTRACT

Character study of physiological and the flow of clones rubber latex (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR 300 series. The purpose of the experimental was to determine the physiological character and the flow of latex rubber on IRR 300 series clones. The experimental uses Augmented Randomize Block Design with treatment of 24 clones and three replications. The treatment consist of IRR 300, IRR 301, IRR 302, IRR 303, IRR 304, IRR 305, IRR 306, IRR 307, IRR 308, IRR 309, IRR 310 , IRR 311, IRR 313, IRR 314, IRR 315, IRR 316, IRR 317, IRR 318, IRR 319, IRR 321, IRR 323, and BPM 24, PB 260, RRIC 100 clone as a comparators. The data were analyzed using ANOVA. The result showed that treatment of clones of physiological (sucrose, thiol, and inorganic phosphate) in general showed a significant influence with a third clone

comparators. This treatment of the flow of latex clone (production index, plugging index, the flow velocity of latex) showed significant effect with the three clones comparators except at long observation tapping grooves. In the observation of growth (girth and thick skin) generally are not significantly different from the third clone comparators. In the observation of skin anatomy (number of rows of latex vessels and vessel diameter latex is generally not significantly different from the third clone comparators. Treatment clones on the observation of production in general significantly different from the third clone comparators. Treatment clones on dry rubber content of the observations are not significantly different from the three clones comparators.

(11)

ABSTRAK

Studi karakter fisiologis dan sifat aliran lateks klon karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR seri 300. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui karakter fisiologis dan sifat aliran lateks pada klon karet IRR seri 300. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Augmented dengan 24 perlakuan klon dan tiga ulangan. Perlakuan klon terdiri IRR 300, IRR 301, IRR 302, IRR 303, IRR 304, IRR 305, IRR 306, IRR 307, IRR 308, IRR 309, IRR 310, IRR 311, IRR 313, IRR 314, IRR 315, IRR 316, IRR 317, IRR 318, IRR 319, IRR 321, IRR 323, dan BPM 24, PB 260, RRIC 100 sebagai klon pembanding. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan klon terhadap sifat fisiologis (sukrosa, tiol, dan fosfat anorganik) secara umum menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dengan ketiga klon pembanding. Perlakuan klon terhadap sifat aliran lateks (indeks produksi, indeks penyumbatan, kecepatan aliran lateks) menunjukkan pengaruh yang nyata dengan ketiga klon pembanding kecuali pada pengamatan panjang alur sadap. Pada pengamatan pertumbuhan (lilit batang dan tebal kulit) secara umum tidak berbeda nyata dengan ketiga klon pembanding. Pada pengamatan anatomi kulit (jumlah baris pembuluh lateks dan diameter pembuluh lateks secara umum tidak berbeda nyata dengan ketiga klon pembanding. Perlakuan klon pada pengamatan produksi secara umum berbeda nyata dengan ketiga klon pembanding. Perlakuan klon pada pengamatan kadar karet kering tidak berbeda nyata dengan ketiga klon pembanding.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perekonomian di Indonesia salah satunya dihasilkan dari pengembangan

kebun karet. Fungsi dari perkebunan karet tidak hanya sebagai sumber devisa,

sumber bahan baku industri, sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

tetapi sekaligus berperan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Selama tiga dekade ini pengembangan karet di Indonesia mengalami

pertumbuhan yang sangat pesat. Di awal tahun 1968, luas areal karet baru 2,2 juta

ha dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 3,2 juta ha atau meningkat menjadi

sekitar 50%. Hampir 85% pengusahaan karet diusahakan oleh rakyat dan sisanya

oleh perkebunan besar. Dari luasan tersebut, produksi yang dihasilkan mencapai

sebesar 2,2 juta ton dengan produktifitas rata-rata sebesar 840 kg/ha/tahun

(Ditjenbun, 2007).

Pengamatan produksi dan pertumbuhan selama umur ekonomis yang saat

ini diterapkan menyebabkan daur pemuliaan karet menjadi sangat panjang yakni

30 tahun per siklus. Masalah lamanya daur seleksi merupakan hambatan utama

terhadap kemajuan hasil pemuliaan karet. Kemajuan pemuliaan dalam 4 siklus

yang telah dilalui di Indonesia (90 tahun) telah berhasil meningkatkan

produktifitas tanaman karet dari 500 kg menjadi 3000 kg/ ha/ tahun

(Azwar, 1993).

Dalam sejarah perkembangan karet alam, pada mulanya perhatian hanya

ditujukan untuk menghasilkan karet sebesar-besarnya. Setelah penggunaan lateks

(13)

menyangkut komposisi, sifat dan mekanisme aliran lateks

(Gills dan Suharto, 1976).

Beberapa peneliti mencoba untuk memanfaatkan teknologi baru seperti

pengujian plot promosi untuk memperpendek siklus pemuliaan tanaman karet

(Tan, 1987). Upaya memperpendek siklus seleksi tanaman karet terus dilakukan

yaitu dengan mencari beberapa komponen produksi yang berkaitan dengan

produksi lateks. Menurut Narayanan, et al., (1973) bahwa pembuluh lateks, tebal

kulit batang dan lingkar batang saling berhubungan dan mempunyai peranan yang

besar terhadap pendugaaan produksi.

Kemajuan bidang fisiologis dan biokimia membentuk lateks oleh tanaman

karet pada saat itu telah memungkinkan menentukan karakteristik tanaman muda

yang bakal memilki produktifitas tinggi (Jacob et al., 1989). Apabila parameter

fisiologi dan biokimia itu dirumuskan secara tepat dan dilaksanakan dengan

akurat, maka profil dari klon dapat digambarkan pada potensi produksinya

diketahui secara dini (Bricard dan Nicolas, 1989).

Belakangan ini peneliti menemukan peluang untuk membedakan

karakteristik fisiologi lateks dari jenis klon yang berbeda secara mantap tetap

banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan umur tanaman (Jacob et al, 1989).

Klon IRR (Indonesian Rubber Research) seri 300 merupakan hasil seleksi

Pusat Penelitian Karet, khususnya Balai Penelitian Sungei Putih. Perakitan klon

tersebut dilakukan pada tahun 1991 di Kebun Persilangan Balai Penelitian Sungei

Putih dengan pohon yang diperpendek. Jumlah persilangan yang dilakukan untuk

menghasilkan klon IRR seri 300 sebanyak 25 388 bunga betina dan sebanyak 397

(14)

dan produksi. Genotipe-genotipe yang terseleksi tersebut akan digunakan sebagai

materi genetik klon IRR seri 300 (Azwar et al, 1998).

Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan suatu pengkajian terhadap

karakter fisiologis dan sifat aliran klon karet pada IRR seri 300. Pada penelitian

ini digunakan 24 genotipe.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui karakter fisiologis dan sifat aliran lateks pada klon

karet IRR seri 300.

Hipotesis

Ada variasi karakter fisiologis dan aliran lateks diantara klon karet

IRR seri 300.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut (Setiawan dan Andoko, 2005) dalam taksonomi tumbuhan,

tanaman karet termasuk dalam kelas dicotyledonae, ordo euphorbiales, famili

euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis daerah tropis yang ditanami

karet yakni terletak pada 150 LU-100 LS, dengan suhu harian yang diinginkan

rata-rata 250 C-300

Tanaman karet tumbuh dengan baik di daerah tropis. Daerah yang cocok

untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15° LS dan 15° LU. Bila ditanam di

luar zone tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya

pun lebih lambat. Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada

ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut. Makin tinggi letak tempat

pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya lebih rendah. Ketinggian lebih dari

600 meter dari permukaan laut tidak cocok lagi untuk tanaman karet

C (Nazaruddin dan Paimin, 1992).

Secara garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim

sebagai berikut : suhu rata-rata harian 28° C (dengan kisaran 25-35o C) dan curah

hujan tahunan rata-rata antara 2.500 – 4.000 mm dengan hari hujan mencapai 150

(16)

mempengaruhi kegiatan penyadapan. Daerah yang sering mengalami hujan pada

pagi hari produksinya akan kurang. Keadaan daerah di Indonesia yang cocok

untuk pertanaman karet adalah daerah-daerah Indonesia bagian barat, yaitu

Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sebab iklimnya lebih basah

Tanah

Tanaman karet tidak terlalu menuntut kesuburan tanah yang tinggi, bisa

saja ditanami di lahan yang kurang subur dibandingkan dengan tanaman

perkebunan lainnya (kopi, kakao, teh, tembakau), tanaman karet adalah tanaman

yang paling toleran terhadap tanah yang kesuburannya rendah. Untuk membantu

pertumbuhan dapat dilakukan dengan penambahan pupuk

(Nazaruddin dan Paimin, 1992).

Berbagai jenis tanah mempunyai sifat yang berbeda baik dalam sifat fisik

maupun kesuburan kimiawi dan keadaan lingkungannya. Budidaya tanaman karet

mengandalkan perawatan tertentu untuk pengusahaan secara komersil selain dari

iklim juga bentuk wilayah/ fisiografi keadaan tanah dan lingkungannya

(Rasjidin, 1989).

Tanah yang pH nya mendekati normal cocok untuk ditanami karet. Derajat

keasaman yang paling cocok adalah 5-6. Batas optimum toleransi pH tanah bagi

tanaman karet adalah 4-8. Tanah yang agak masam masih lebih baik dari pada

(17)

Lateks dan Pembentukannya

Lateks adalah cairan putih dari pohon karet yang diambil dari tanaman

pada proses penyadapan. Lateks berguna bagi tanaman sebagai bahan pengawet

(preservative). Lateks dibentuk dalam pembuluh lateks. Pembuluh ini terdiri dari

2 macam. Pertama pembuluh lateks yang berasal dari 1 sel yang kemudian

bercabang-cabang membentuk suatu pembuluh seperti amuba. Pembuluh lateks

seperti ini disebut pembuluh lateks simple, misalnya terdapat pada biji. Kedua

pembuluh lateks yang berasal dari deretan sel-sel dimana dinding-dinding sel

kearah tegak lurus masing-masing melebur membentuk suatu pembuluh.

Pembuluh lateks ini disebut pembuluh kompoun dan inilah yang terdapat pada

tanaman karet yaitu pada kulit lunak dan kulit keras (Lukman, 1984).

Pembuluh Lateks

Pembuluh lateks mengandung pembuluh dengan dinding yang permanen

dan elastis. Sebelum melakukan penyadapan tekanan didalam pembuluh lateks

tinggi. Pengaliran lateks disebabkan karena tekanan dalam pembuluh serta

pergerakan cairan lateks akibat perbedaan konsentrasi setelah pohon disadap.

Pada mikroskop elektron dapat dilihat partikel lateks yang rusak akan

mengeluarkan lateks (Southorn, 1961).

Jika penampang melintang tanaman karet dipelajari, bagian tengah

terdapat jaringan kayu (xylem) yang dilapisi oleh kambium. Pada bagian luar

dijumpai kulit lunak yang menyusul kulit keras pada kulit luar sel gabus sebagai

lapisan terakhir. Di dalam kulit lunak tersebut terdapat sederetan pembuluh tapis

(18)

Menurut Southorn (1961), lateks merupakan suatu sistem pembuluh

berupa pipa saluran di dalam jaringan floem yang halus dari karet. Pembuluh ini

berada dekat dengan kambium, pertama-tama membentuk sel tunggal lalu

membentuk suatu jaringan pembuluh melalui anatomisis. Gills dan Suharto (1976)

menyatakan bahwa semakin dekat dengan kambium maka aliran pembuluh

semakin kecil dengan ukuran 30 mikron.

Baik ketebalan asli maupun jumlah baris pembuluh lateks yang ada di

dalam semakin meningkat dan bertambahnya usia tanaman. Jumlah baris

pembuluh lateks pada prinsipnya merupakan cirri khas suatu klon tetapi

perkembangannya tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman yang

dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kepadatan tanaman dan status hara dan juga

oleh klon (Webster dan Baulkwill, 1989).

Struktur Lateks

Lateks merupakan suatu sistem koloid yang bermuatan negatif berupa

serum yang berisi protein anionik yang membentuk suatu badan yang dikelilingi

oleh membran (lutoid) yang merupakan suatu sistem koloid kedua yang

mengandung asam yang kebanyakan cation serum (Southorn dan Yip, 1968).

Menurut Subronto dan Napitupulu (1978), menayatakan bahwa lateks

mengalir karena adanya proses pengenceran sebelum disadap tugor tanaman

adalah tinggi akan tetapi setelah disadap menjadi penurunan tugor terutama dalam

sel pembuluh lateks. Semakin tinggi tugor antara sel sekitar pembuluh maka

proses pengenceran semakin lama.

Dijkman (1951), melaporkan bahwa lateks yang keluar dari organ muda

(19)

kulit batang tanaman yang berumur 5-10 tahun, tetapi proses penggumpalan lateks

lebih lama terjadi pada lateks yang keluar dari organ muda, sebab partikel dari

organ ini sangat sedikit dan viskositas lateksnya lebih rendah.

Aliran Lateks

Pembuluh lateks adalah sel-sel hidup yang mengandung larutan seperti

gula, protein dan garam mineral yang dapat menyimpan air dari jaringan yang

berada disekitarnya. Ketika tanaman karet disadap lateks berhenti beberapa saat.

Adapun faktor yang berhubungan dengan aliran lateks, yaitu :

Fisiologi Aliran Lateks

Sifat-sifat fisiologi aliran lateks antara lain dicirikan oleh indeks

penyumbatan, kecepatan aliran lateks, indeks produksi, kadar karet kering, total

solud konten serta anatomi kulit yang meliputi jumlah, diameter dan kerapatan

pembuluh lateks (Rasjidin, 1989).

Proses Pengaliran Lateks

Apabila suatu alur sadap dibuka maka keluarlah lateks oleh tekanan dari

dalam. Pengurangan terjadi secara berlanjutan sepanjang pembuluh lateks

sehingga mengalirnya lateks menuju bagian yang dipotong. Pada saat yang sama

akibat menurunnya tekanan dalam sel pembuluh lateks maka mengalirlah air ke

dalam pembuluh dari sel sekelilingnya sehingga mengencerkan lateks

(Rasjidin, 1989).

Daerah Aliran Lateks

Penelitian fisiologi tentang luasnya daerah pengaliran lateks yang secara

efektif turut serta mengalirkan lateks selama penyadapan dilakukan oleh Frey

(20)

daerah aliran lateks hampir seluruhnya terdapat dibawah alur sadap hanya

sebagian kecil dari samping alur sadap, luasnya tergantung kapasitas produksi

pohon yang berproduksi tinggi daerah pengaliran pengaliran vertikal mencapai

171 cm (Rasjidin, 1989).

Indeks Penyumbatan

Indeks penyumbatan dan panjang alur sadap sewaktu penyadapan juga

menentukan pola aliran lateks. Semakin panjang alur sadapan, indeks

penyumbatan semakin kecil sehingga lateks yang mengalir lebih lama. Sebaliknya

semakin pendek alur sadap, indeks penyumbatan semakin besar. Sebab utama

terjadinya penyumbatan pembuluh lateks adalah pecahnya butir lutoid yang

terdapat dalam lateks akibat gesekan yang terjadi ketika lateks mengalir.

Terjadinya penyempitan pada pembuluh lateks kemungkinan dapat mengganggu

aliran lateks sehingga menyebabkan pola aliran lateks untuk setiap klon berbeda

(Boerhendy, 1988).

Indeks penyumbatan merupakan sifat khas yang tidak dipengaruhi oleh

umur tanaman, tetapi sedikit dipengaruhi oleh faktor lingkungan akibat terjadinya

variasi produksi antara pohon dan variasi harian (Subronto dan Napitupulu, 1978).

Kecepatan Aliran Lateks

Pengamatan kecepatan aliran lateks dimaksudkan untuk mengetahui pola

aliran lateks. Pada awalnya aliran lateks mengalir cepat, kemudian lambat dan

akhirnya berhenti. Lambat cepatnya aliran lateks sewaktu disadap berpengaruh

terhadap tinggi rendahnya produksi. Semakin cepat dan lama lateks mengalir,

maka hasil lateksnya semakin tinggi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan,

(21)

memungkinkan disebabkan oleh banyaknya pembuluh lateks yang terpotong.

Selain itu, komposisi pembuluh lateks juga berbeda. Berdasarkan hasil itu maka

pola aliran lateks berbeda untuk setiap klon sehingga hasil juga berbeda

(Boerhendy, 1988).

Subronto dan Harris (1977), menyatakan bahwa kecepatan aliran akan

menggambarkan aliran lateks per satuan waktu per panjang alur sadap yang

dilalui. Kecepatan aliran lateks berkorelasi positif dengan produksi.

Indeks Produksi

Indeks produksi merupakan suatu perbandingan antara produksi dengan

lilit batang yang menggambarkan kemampuan berproduksi tanaman. Indeks ini

juga menggambarkan produksi kulit. Indeks produksi dipengaruhi faktor anatomis

dan fisiologis tanaman. Oleh sebab itu, indeks produksi nilainya dipengaruhi oleh

umur tanaman (Subronto dan Napitulu, 1979).

Subronto dan Napitupulu (1978) menyatakan, indeks produksi dari

tanaman yang distimulan umumnya lebih besar dari pada tanaman yang tidak

distimulan, tetapi cenderung menurun pada tahun berikutnya. Hal ini terjadi

karena produksi tanaman distimulan tinggi sedangkan lilit batangnya relatif kecil.

Sebelumnya Napitupulu (1977) menjelaskan, bahwa rata-rata indeks produksi

lebih tinggi dihasilkan oleh intensitas penyadapan ½ S d/3.

Kadar Karet Kering

Kadar karet kering cenderung lebih tinggi pada tanaman yang memiliki

lilit batang yang kecil dibanding dengan tanaman yang memiliki lilit batang lebih

(22)

Kadar karet kering yang tinggi terutama disebabkan oleh viskositas lateks

yang tinggi, yang menyebabkan proses penyumbatan berjalan lebih cepat dan

lateks yang dihasilkan menurun (Subronto dan Harris, 1977).

Lilit Batang

Pendugaan produksi pohon karet dapat dilakukan dengan mengukur

besarnya lilit batang dan tebal kulit yang dipakai untuk mengetahui kemampuan

produksi maksimum untuk menghasilkan lateks sebanyak mungkin. Maka besar

lilit batang dan tebal kulitnya diharapkan produksinya semakin tinggi.

Pertumbuhan lilit batang tiap tahun sebelum penyadapan berkisar antara

6,52–10,44 cm dengan nilai rata-rata 9,08/ tahun. Pertambahan lilit batang

sesudah tanaman disadap berkisar 1,82-6,64 cm/ tahun dengan nilai rata-rata

3,04 cm/ tahun (Danimihardja, 1988).

Tebal Kulit

Pertumbuhan tebal kulit merupakan karakteristik pada klon tertentu,

namun tebalnya kulit dapat terpengaruh oleh faktor lingkungan. Dalam seleksi

tebal kulit dinilai dengan memperbandingkan dengan tebal kulit klon. Pada

umumnya kulit yang tipis karena kemungkinan terjadinya luka ketika penyadapan

lebih kecil (Lukman, 1983).

Anatomi Kulit

Kulit perawan atau asli dapat dibedakan 3 lapisan konsentrasi yaitu lunak

yang paling dekat dengan kambium terdiri dari silinder-silinder laticiper yang

lebih tipis. Lapisan kedua adalah kulit keras juga mengandung tabung-tabung

pembuluh floem dan laticifer tetapi keduanya tidak teratur dan tidak berfungsi

(23)

periderm terdiri dari penutup luar sel gabus (fellogen) yang membentuk sel-sel

gabus pada sisi bagian luar dan feloderm yaitu suatu jaringan yang mirip dengan

perenchym korteks pada sisi bagian dalam (Webster dan Baulkwill, 1989).

Sepotong kulit bagian dalamnya yang dekat dengan kambium adalah

floem, blast merupakan kulit lunak yang utamanya terdiri dari baris-baris sel yang

hampir vertikal dengan dinding-dinding melintang berperforasi (tabung-tabung

ayakan) yang mengantarkan bahan-bahan makanan, sel-sel bulat yang lebih kecil

(parenchym) yang tersusun terutama berkaitan dengan simpanan bahan makanan,

dan baris-baris pembuluh lateks yang merupakan sel-sel penunjang hampir

vertikal dimana dinding melintang tak beraturan (Edgar, 1958).

Kulit bentukan baru lebih tipis dari kulit semula, disebabkan berkurangnya

lapisan-lapisan gabus kulit dan tidak adanya sel-sel batu. Oleh karena itu sebagian

lebih besar dari pembuluh-pembulu lateks fungsional pada kulit bentukan baru

dan ini bertanggung jawab terhadap hasil yang lebih tinggi yang ada kalanya

dapat diperoleh dari kulit bentukan baru. Sebagian kasus, ini dapat mengakibatkan

pengeringan prematur bila bentukan baru disadap, disebabkan menipisnya

(24)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun Percobaan Pusat Penelitian Karet

Sungai Putih, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang dengan ketinggian

54 m dpl. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan

bulan Juni 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman klon karet

IRR seri 300 umur 11 tahun terdiri dari 24 klon, larutan FAA (campuran dari 10

ml Formalin 37-40% + 5 ml Acetic Acid + 70 ml Ethanol absolut dan 15 ml

aquadest), KOH 15%, HNO3

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cork borrer, magnetic

stirrer, pisau silet, object glass, cover glass, mikroskop, mikro pipet, pisau sadap,

ember plastik, gelas ukur, timbangan Metler, alat tulis dan alat-alat lainnya yang

dapat membantu penelitian ini.

32,5 %, Alkohol 70%, Sudan III, Acetol, Glyserin,

H2SO4, TCA 2,5%, larutan standar Pi (KH2PO4 10 mM), Ammoniak

heptamolibdat 10 g, DTNB 79,3 g, EDTA 148,8 g, Tris 05 ml, Glutation reduce

(25)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

Augmented dengan 24 perlakuan klon dan 3 ulangan.

Perlakuan terdiri dari klon-klon sebagai berikut :

K1 = IRR 300 K6 = IRR 305 K11 = IRR 310 K16 = IRR 316

K2 = IRR 301 K7 = IRR 306 K12 = IRR 311 K17 = IRR 317

K3 = IRR 302 K8 = IRR 307 K13 = IRR 313 K18 = IRR 318

K4 = IRR 303 K9 = IRR 308 K14 = IRR 314 K19 = IRR 319

K5 = IRR 304 K10 = IRR 309 K15 = IRR 315 K20 = IRR 321

K21 = IRR 323 K22 = RRIC 100 (Klon Pembanding)

K23 = PB 260 (Klon Pembanding) K24 = BPM 24 (Klon Pembanding)

Jumlah ulangan : 3 ulangan (5 tanaman/ ulangan)

Jumlah plot : 24 plot

Jarak tanam : 5 x 4 meter

Luas Percobaan : ± 1,5 ha

Jumlah tanaman/plot : 15 tanaman ( ½ S d/3)

Jumlah sampel/plot : 15 tanaman

Jumlah seluruh tanaman : 360 tanaman.

Analisis Data

Data hasil penelitian di analisis dengan sidik ragam dengan model linear

aditif sebagai berikut:

Yij = µ + ρi+ τj + ε

i=1,2,3 j=1,2,3,. . .,24

(26)

Dimana:

Yij

µ = Efek nilai tengah

= Hasil pengamatan blok ke- i dan perlakuan ke- j

ρi

τ

= Efek dari blok ke- i

j ε

= Efek dari perlakuan klon pembanding pada taraf ke- j

ij

Nilai rataan hasil di koreksi dari pengaruh blok (rj) dengan rumus : = Efek error pada blok ke- i dan taraf ke-j.

rj = Bj

Dimana :

– M

Bj

M = rataan umum klon pembanding

= rataan semua varietas check dalam blok ke-j (klon pembanding)

Dengan syarat Σrj

Untuk membandingkan nilai rata-rata hasil digunakan standard error yang

diperoleh dari analisis sidik ragam klon pembanding : = 0

SY KTG(b+1)(c+1)/bc

Dimana : b = jumlah blok

c = jumlah klon pembanding (Sutjihno, 2002).

Untuk melihat hubungan antar parameter yang diamati, maka dilakukan

pengujian berdasarkan analisa korelasi sebagai berikut :

n xiyi – (Σxi) (Σyi)/n

√(Σx2

– (Σx)2(Σy2 – (Σy)2 n n

(27)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Areal

Penelitian ini merupakan penelitian lanjut dari penelitian sebelumnya.

Oleh karena itu areal yang digunakan adalah areal yang telah ada sebelumnya.

Populasi yang digunakan tanaman okulasi hasil dari IRR seri 300 di Pusat

Penelitian Karet Sungei Putih.

Sensus Tanaman

Untuk mengetahui jumlah populasi yang ada, maka dilakukan sensus

tanaman yang meliputi jumlah tanaman yang ada dan yang diamati, tanaman

kerdil dan terserang penyakit.

Penentuan Batas Plot

Penentuan batas plot dilakukan sebelum melaksanakan penelitian.

Tujuannya agar lebih memudahkan dalam masing-masing plot. Batas antara satu

plot dengan plot yang lain diberi tanda nomor plot.

Kondisi Tanaman

Pengamatan kondisi tanaman dilakukan melalui sensus tanaman, yaitu

dengan mengamati keadaan tanaman dilapangan satu persatu dalam setiap progeni

untuk mengetahui keadaan tanaman yang tumbuh normal, kerdil, tunggul, patah

batang dan titik tanam tinggal lubang.

Untuk mengetahui keadaan tanaman yang hidup normal dapat dilihat pada

(28)
(29)

Tabel 1. Diatas menjelaskan bahwa tidak semua tanaman yang ada

dilapangan tumbuh normal. Jumlah keseluruhan tanaman yang normal adalah

297 tanaman (82,5%). Yang terbanyak berasal dari IRR 314, IRR 313, IRR 305

(4,2%), dan yang paling sedikit berasal dari IRR 318 (1,9%). Sedangkan tanaman

yang tidak normal seperti kerdil, mati kulit, tunggul dan patah batang jumlahnya

63 tanaman (17,5%).

Pengambilan Sampel Kulit

Pengambilan sampel kulit dilakukan dari 3 tanaman per plot. Sampel kulit

yang diambil sebanyak 3 buah per plot pada ketinggian 150 cm dari pertautan

okulasi dengan menggunakan cork borrer.

Pelaksanaan di Laboratorium

Anatomi Kulit

a. Sampel kulit yang diambil, langsung dimasukkan ke dalam larutan tambahan

FAA (Formalin Acetic Acid) yang telah disiapkan. Larutan FAA adalah

campuran dari 10 ml Formalin 37-40% + 5 ml Acetic Acid + 70 ml Ethanol

absolut dan 15 ml akuades.

b. Contoh kulit yang telah difiksasi tersebut selanjutnya dibawa ke laboratorium

dan dipindahkan ke dalam larutan KOH 15% selama 1 jam. Larutan KOH

berguna untuk mematikan sel-sel gabus atau melarutkan lateks yang masih

melekat pada kulit.

c. Dari dalam larutan KOH 15 % contoh kulit dipindahkan lagi kedalam larutan

(30)

d. Selanjutnya dipindahkan ke dalam larutan alkohol 70% selama 15 menit untuk

membersihkan sisa-sisa larutan HNO3

e. Agar preparat yang dihasilkan baik dan jelas, contoh kulit yang direndam

dalam larutan pewarna yang terdiri dari 0,5 g Sudan III + 50 ml Alkohol 70%

+ 50 ml Acetol. Campuran zat pewarna ini diaduk merata dengan alat

Magnetic Stirer, lalu disaring.

yang masih tertinggal pada kulit.

Catatan : pemindahan kulit dari larutan ke dalam larutan yang lain terlebih

dahulu harus dibilas di bawah air mengalir selama 5 menit dan dikeringkan

dengan kertas penghisap.

f. Preparat dibuat setelah contoh kulit yang telah diberi perlakuan diiris setipis

mungkin, yakni dengan menyayat kulit secara membujur dan melintang.

Kemudian sayatan tersebut diletakkan pada objec glass yang sebelumnya telah

ditetesi glyserin dan ditutup dengan cover glass. Selanjutnya pengamatan

dilakukan dengan menggunakan mikroskop.

Pengukuran Kadar Sukrosa

a. Sampel diambil ± 150 µL dan ditambah TCA 2,5 % hingga volume total

500 µL.

b. Ditambah peraksi Anthrone 3 ml (Anthrone 0,1 g ditambahkan ke dalam

larutan sulfat 100 ml) dan divortex.

c. Dipanaskan dengan merendam pada air mendidih selama 15 menit, lalu

didinginkan dengan merendam dalam air.

(31)

Pengukuran Kadar Tiol

Larutan Standar Glutation :

Stok I (10 mM) : Glutation reduce 47,9 mg + 15,58 TCA 2,5%.

Stok II (1 mM) : Stok I 1 ml + 9 ml TCA 2,5% (GSH 1 mM).

a. Sampel diambil ± 1,5 ml dan ditambah TCA 2,5 % hingga volume 1,5 ml

kemudian ditambahkan pereaksi DTNB 10 mM 75 µL (DTNB 79,3 g +

EDTA 148,8 g + Tris 0,5 M 5ml dan Akuades 5 ml diaduk da pH ditepatkan

6,5 dengan TCA 2,5% dan volume ditepatkan 20 ml).

b. Ditambah 1,5 ml Bufer Tris 0,5 (30,3 g Tris dilarutkan dalam 500 M Akuades)

dan divortex.

c. Didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit.

d. Absorbansi diukur pada λ 412 nm.

Pengukuran Kadar Fosfat Anorganik (Pi)

a. Sampel diambil ± 0,3 ml dan ditambah TCA 2,5% hingga volume 1,5 ml

(faktor pengenceran 1,5 : 0,3 ml).

b. Ditambah 1 ml pereaksi campur (FeSO4 5 g + 50 ml Aquades + larutan stok

Molibdat 10 ml dan ditera hingga 100 ml) dan divortex.

c. Didiamkan 10 menit pada suhu kamar.

d. Kemudian absorbansi diukur pada λ 750 nm.

Pengamatan Parameter

1. Sifat Fisiologi

Sukrosa (mM)

Sukrosa juga dapat diamati dengan jumlah pengamatan sebanyak 1 kali

(32)

Tiol (mM)

Tiol dapat diamati dengan jumlah pengamatan sebanyak 1 kali selama

pengamatan dilakukan.

Fosfat Anorganik (mM)

Fosfat anorganik (Pi) juga dapat diamati dengan jumlah pengamatan

sebanyak 1 kali selama pengamatan dilakukan.

2. Aliran Lateks

Indeks Produksi

Indeks produksi dapat dilakukan dan diamati dengan jumlah pengamatan

sebanyak 1 kali dalam 1 bulan. Rumus yang digunakan adalah :

IPr =

x

100

Indeks Penyumbatan

Pengamatan indeks penyumbatan dilakukan 1 kali dalam 1 bulan

pengamatan sebelum dilakukan stimulan. Adapun rumus yang digunakan adalah :

IP =

x

100

Panjang Alur Sadap

Panjang alur sadap diperoleh dari alat jarum tusuk, dimana jarak jarum

1 dengan lainnya 1 cm. Kalau 10 jarum maka panjang alur sadapnya 10 cm.

Pengamatan ini dilakukan 1 kali selama pengamatan.

Kecepatan Aliran Lateks

Pengamatan kecepatan aliran lateks dilakukan sebanyak 1 kali dalam

(33)

KA = x 50

3. Pertumbuhan

Lilit Batang (cm)

Lilit batang diukur 1 kali selama penelitian dan dilakukan pada awal

pengamatan pada ketinggian 50 cm diatas pertautan okulasi.

Tebal Kulit (mm)

Pengamatan tebal kulit dilakukan 1 kali selama pengamatan setelah

dilakukan penyadapan terlebih dahulu.

Anatomi Kulit

Jumlah Baris Pembuluh Lateks (buah)

Perhitungan jumlah baris pembuluh lateks dilakukan dengan cara

pembuatan preparat setipis mungkin secara membujur. Perhitungan dilakukan

dibawah mikroskop dengan pembesaran 4x10.

Diameter Pembuluh Lateks (mikron)

Diameter pembuluh lateks diamati dengan cara pembuatan preparatnya

setipis mungkin secara melintang. Diamati dibawah mikroskop dengan

pembesaran 4x10. Pengukuran dilakukan dengan 2 arah yang saling tegak lurus

kemudian dirata-ratakan dan dikali dengan 2,5 (skala pengukuran lensa okuler

mikroskop).

(34)

Produksi adalah produksi lateks yang dihasilkan oleh tanaman pada hari

pengamatan dalam gr/ pohon/ sadap. Pengamatan ini dilakukan 1 kali dalam

3 hari.

Kadar Karet Kering (%)

Kadar karet kering diamati 1 kali dalam 1 bulan. Adapun rumus yang

digunakan adalah :

KKK = x 100 %

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sifat Fisiologi

Pengamatan Sukrosa (mM)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 2. Dapat diketahui bahwa pada parameter pengamatan sukrosa secara

umum menunjukkan perbedaan yang nyata dengan ketiga klon pembanding. Ada

yang menunjukkan perbedaan ke arah yang lebih tinggi dan berbeda nyata seperti

(35)

IRR 309, IRR 307, IRR 319, IRR 323, dan IRR 305 jika dibandingkan dengan

klon PB 260, dan yang menunjukkan perbedaan yang nyata tetapi ke arah yang

lebih rendah terlihat pada klon IRR 315, IRR 308, IRR 313, IRR 311, IRR 316

dan IRR 302. Seperti klon IRR 311, IRR 316 dan IRR 318 tidak berbeda nyata

dengan klon PB 260, klon IRR 300 dan IRR 301 , menunjukkan perbedaan yang

tidak nyata dengan klon pembanding BPM 24.

Adapun klon yang telah di uji memiliki sukrosa paling tinggi adalah

klon IRR 319 (3,17), sedangkan sukrosa yang paling rendah adalah klon IRR 315

(0,60). Nilai rataan klon pembanding dapat dilihat pada Lampiran 4.

Hal ini menjelaskan bahwa adanya variasi yang dimiliki dari klon-klon

IRR seri 300 dan klon pembanding RRIC 100, BPM 24, dan PB 260. Apabila

suatu tanaman memiliki kandungan sukrosa yang tinggi maka lateks yang

dihasilkan semakin banyak atau sebaliknya. Karena sukrosa merupakan bahan

dasar untuk pembentukkan lateks.

Berdasarkan hasil nilai evaluasi sukrosa pada umumnya rendah. Hasil

penelitian Sumarmadji, dkk (2006), menyatakan bahwa kadar sukrosa rendah

(< 5 mM) memberikan indikasi penggunaan bahan asimilat menjadi lateks sangat

intensif atau dapat dikatakan tanaman mengalami lelah fisiologi dengan

kemampuan produksi semakin menurun.

Tabel 2. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Sukrosa (mM)

Klon

Hasil koreksi

(36)

IRR 304 2.11 2.14 1.09* 0.32* 0.61* Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

* = berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

Pengamatan Tiol (mM)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 3. Dapat diketahui bahwa pada parameter pengamatan tiol secara umum

menunjukkan perbedaan yang nyata dengan ketiga klon pembanding. Ada yang

menunjukkan perbedaan ke arah yang lebih tinggi seperti klon IRR 300, IRR 318,

IRR 306, IRR 309, IRR 307 dan klon lain yang bernilai positif dan yang

menunjukkan perbedaan yang nyata tetapi ke arah yang lebih rendah seperti

terlihat pada klon IRR 317, IRR 315, IRR 303, dan IRR 301. Adapun klon yang

telah di uji memiliki tiol yang paling tinggi adalah klon IRR 323 (0,50),

sedangkan yang paling rendah terdapat pada IRR 303 (0,18). Nilai rataan dari

klon pembanding dapat dilihat pada Lampiran 7. Dari beberapa klon yang diamati

terdapat beberapa klon yang menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan

(37)

dengan klon RRIC 100 dan klon IRR 308, IRR 310, IRR 302 dan IRR 306 tidak

berbeda nyata dengan klon BPM 24 sebagai klon pembanding.

Hal ini menjelaskan bahwa adanya variasi yang dimiliki dari klon-klon

IRR seri 300 dan klon pembanding RRIC 100, BPM 24, dan PB 260. Berdasarkan

hasil nilai evaluasi tiol pada umumnya rendah. Hasil penelitian Sumarmadji, dkk

(2006), menyatakan bahwa kadar sukrosa rendah (< 5 mM) memberikan indikasi

penggunaan bahan asimilat menjadi lateks sangat intensif atau dapat dikatakan

tanaman mengalami lelah fisiologi dengan kemampuan produksi semakin

menurun. Demikian juga ditunjukkan dengan kadar tiol yang umumnya rendah

(38)

Tabel 3. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

* = berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

Pengamatan Fosfat (mM)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 4. Dapat diketahui bahwa pada parameter pengamatan fosfat secara umum

menunjukkan perbedaan yang nyata dengan ketiga klon pembanding. Ada yang

menunjukkan perbedaan ke arah yang lebih tinggi seperti klon IRR 300 jika

dibandingkan dengan klon PB 260, dan yang menunjukkan perbedaan yang nyata

tetapi ke arah yang lebih rendah terlihat pada seluruh klon kecuali IRR 300.

Adapun klon yang telah di uji yang memiliki fosfat paling tinggi adalah klon

(39)

Nilai rataan dari klon pembanding dapat dilihat pada lampiran 10. Dari beberapa

klon yang diamati terdapat beberapa klon yang menunjukkan perbedaan yang

tidak nyata dengan klon pembanding BPM 24 seperti pada klon IRR 311, IRR 314

dan IRR 302.

Hal ini diduga muatan negatif fosfat akan membantu dalam menstabilkan

partikel karet sehingga koagulasi lateks akan terjadi lebih lambat dan lateks akan

lebih lama mengalir. Selain itu diduga bahwa pada tanaman dengan kadar fosfat

tinggi akan mampu mendukung berlangsungnya proses metabolisme terutama

yang berkaitan dengan biosintesis lateks.

Tabel 4. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Fosfat (mM)

Klon

Hasil koreksi Rataan dikurang dengan klon pembanding belum sesudah PB 260 RRIC 100 BPM 24 Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

(40)

2. Aliran Indeks

Indeks Produksi

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 5. Dapat diketahui bahwa pada parameter indeks produksi menunjukkan

perbedaan yang nyata ke arah yang lebih tinggi dengan klon pembanding hampir

pada semua klon yang diuji kecuali pada klon IRR 319 dan IRR 311, jika

dibandingkan dengan klon PB 260 sebagai klon pembanding. Jika dibandingkan

dengan klon RRIC 100 dan BPM 24 terdapat beberapa klon yang memiliki

perbedaan yang nyata pada parameter indeks produksi, dan perbedaan tersebut

terjadi ke arah yang lebih tinggi atau positif, yaitu pada klon IRR 318, IRR 308,

IRR 310, IRR 309 IRR 313, IRR 323, IRR 305, IRR 316 dan IRR 302. Selain

klon tersebut seluruhnya menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan klon

pembanding. Indeks produksi tertinggi terdapat pada klon IRR 309 (86,62) dan

yang terendah terdapat pada klon IRR 311 (61,08). Nilai rataan dari klon

pembanding pada parameter indeks produksi dapat dilihat pada Lampiran 13.

Hal ini menjelaskan bahwa adanya variasi yang dimiliki dari klon-klon

IRR seri 300 dan klon pembanding RRIC 100, BPM 24, dan PB 260. Perbedaan

indeks produksi dalam penelitian ini disebabkan oleh perbedaan volume lateks

yang dihasilkan tanaman. Klon ideal adalah klon yang memiliki indeks produksi

yang tinggi seperti pada klon IRR 309 (86,62). Indeks ini juga menggambarkan

produksi kulit. Indeks produksi dipengaruhi faktor anatomis dan fisiologis

tanaman. Oleh sebab itu, indeks produksi nilainya dipengaruhi oleh umur tanaman

(41)

Tabel 5. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Indeks Produksi

Klon

Hasil koreksi Rataan dikurang dengan klon pembanding belum sesudah PB 260 RRIC 100 BPM 24 Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

* = berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

Indeks Penyumbatan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 6. Dapat diketahui bahwa pada parameter pengamatan indeks penyumbatan

menunjukkan perbedaan yang nyata dengan ketiga klon pembanding pada klon

IRR 317, IRR 308, IRR 310 dan IRR 316. Dari klon yang diuji, indeks

penyumbatan yang paling rendah dijumpai pada klon IRR 318 (7,54), tetapi nilai

ini tidak berbeda nyata dengan klon pembanding. Nilai rataan dari klon

pembanding pada parameter indeks penyumbatan dapat dilihat pada Lampiran 16.

(42)

Hasil pengamatan terdahulu yang dilakukan oleh Boatman (1966),

Sothorn dan Gomez (1970), menunjukkan proses penyumbatan tidak sama untuk

setiap klon, sehingga indeks penyumbatan dapat digunakan sebagai ciri spesifik

dari masing-masing klon.

Milford et al (1969), membuktikan bahwa produksi sangat efektif

dihasilkan oleh tanaman yang memiliki indeks penyumbatan yang rendah.

Menurut Ho (1975), klon yang demikian akan memperlihatkan waktu aliran yang

lebih lama dan ini merupakan ciri spesifik yang dimiliki oleh klon-klon tertentu.

Tabel 6. Tabel Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Indeks Penyumbatan

Klon

Hasil koreksi Rataan dikurang dengan klon pembanding belum sesudah PB 260 RRIC 100 BPM 24 Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

(43)

Panjang Alur Sadap

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 7. Dapat diketahui bahwa pada parameter panjang alur sadap menunjukkan

perbedaan yang nyata dengan klon pembanding yaitu pada klon IRR 318 dan

IRR 319 berbeda nyata dengan klon PB 260, klon IRR 309 dan IRR 302 berbeda

nyata dengan klon RRIC 100 dan klon IRR 318 menunjukkan perbedaan yang

nyata dengan klon BPM 24. Selain klon tersebut seluruhnya menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata dengan klon pembanding. Panjang alur sadap tertinggi

terdapat pada klon IRR 318 (46,63 cm) dan yang terendah terdapat pada klon

IRR 302 (31,93 cm). Nilai rataan dari klon pembanding pada parameter

panjang alur sadap dapat dilihat pada Lampiran 19.

Hal ini menjelaskan bahwa adanya variasi yang dimiliki dari klon-klon

IRR seri 300 dan klon pembanding RRIC 100, BPM 24, dan PB 260. Hal ini

berarti bahwa semakin panjang alur sadap, maka semakin banyak jumlah

pembuluh lateks yang terpotong dan sebaliknya indeks penyumbatan semakin

kecil dan aliran lateksnya akan semakin lama mengalir

(Subronto dan Harris, 1977).

Adapun klon yang ideal adalah klon yang memiliki lilit batang besar

(44)

Tabel 7. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

* = berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

Kecepatan Aliran Lateks

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 8. Dapat diketahui bahwa pada parameter kecepatan aliran lateks

menunjukkan perbedaan yang nyata dengan ketiga klon pembanding yaitu pada

klon IRR 315, IRR 314, IRR 309, IRR 311, IRR 321, IRR 316 dan IRR 302

menunjukkan perbedaan ke arah yang lebih baik sedangkan klon IRR 306

menunjukkan perbedaan ke arah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan klon

PB 260. Dari klon yang diuji , kecepatan aliran lateks yang paling tinggi dijumpai

(45)

pembanding. Sedangkan kecepatan aliran lateks yang paling rendah dijumpai

pada klon IRR 306 (6,06 g/mnt/cm) dan nilai ini tidak berbeda nyata jika

dibandingkan dengan klon RRIC 100. Nilai rataan dari klon pembanding pada

parameter kecepatan aliran lateks dapat dilihat pada Lampiran 22.

Kecepatan aliran lateks menunjukkan per satuan waktu per panjang alur

sadap yang dilalui. Artinya semakin cepat dan lama lateks mengalir maka

produksi semakin tinggi (Subronto dan Harris, 1977). Lambat cepatnya aliran

lateks sewaktu disadap berpengaruh terhadap tinggi rendahnya produksi. Semakin

cepat dan lama lateks mengalir, maka hasil lateksnya semakin tinggi. Dari hasil

penelitian yang telah dilakukan, ternyata pola aliran lateks itu berbeda-beda setiap

klon. Perbedaan aliran lateks ini memungkinkan disebabkan oleh banyaknya

pembuluh lateks yang terpotong. Selain itu, komposisi pembuluh lateks juga

berbeda. Berdasarkan hasil itu maka pola aliran lateks berbeda untuk setiap klon

(46)

Tabel 8. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

* = berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

3. Pertumbuhan

Lilit Batang

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 9. Dapat diketahui bahwa klon dengan lilit batang terbesar dijumpai pada

klon IRR 300, namun nilai ini tidak berbeda nyata dengan klon pembanding PB

260 dan RRIC 100 tetapi berbeda nyata dengan klon pembanding BPM 24.

Rataan nilai klon pembanding dapat dilihat pada Lampiran 25. Dari semua klon

yang diamati, lilit batang yang terkecil terdapat pada IRR 309 dan IRR 313, dan

(47)

dengan klon pembanding PB 260 dan RRIC 100 tetapi tidak berbeda nyata dengan

klon BPM 24. Berdasarkan hasil ini dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa jika lilit

batang dijadikan sebagai acuan untuk penentuan permulaan sadap maka ada

kemungkinan klon-klon selain IRR 309 dan klon IRR 313 akan memiliki umur

untuk dapat disadap sama dengan klon PB 260 dan RRIC 100.

Pertumbuhan lilit batang akan mempengaruhi produksi tanaman karet,

dimana semakin besar lilit batang maka jumlah pembuluh, diameter dan kerapatan

kulitnya banyak, sehingga menghasilkan produksi yang tinggi

(Danimihardja, 1988).

Tabel 9. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Lilit Batang (cm) Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

(48)

Tebal Kulit

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 10. Dapat diketahui bahwa pada parameter tebal kulit menunjukkan

perbedaan yang nyata ke arah yang lebih tinggi dengan klon pembanding yaitu

pada IRR 307, sedangkan IRR 317, IRR 305 dan IRR 321 menunjukkan

perbedaan ke arah yang lebih kecil jika dibandingkan dengan klon PB 260 sebagai

klon pembanding. Jika dibandingkan dengan klon RRIC 100 terdapat beberapa

klon yang memiliki perbedaan yang nyata pada parameter tebal kulit, dan

perbedaan tersebut terjadi ke arah yang kebih kecil, yaitu pada IRR 304, IRR 317,

IRR 306, IRR 309 IRR 305, IRR 321 dan IRR 302. Dan jika dibandingkan dengan

klon BPM 24 terdapat beberapa klon yang memiliki perbedaan yang nyata pada

parameter tebal kulit, dan perbedaan tersebut juga terjadi ke arah yang lebih kecil,

yaitu pada klon IRR 304, IRR 317, IRR 305, IRR 321 dan IRR 302. Selain klon

tersebut seluruhnya menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan klon

pembanding. Tebal kulit terbesar terdapat pada IRR 316 (8,67) dan yang terendah

terdapat pada IRR 317 (5,90). Nilai rataan dari klon pembanding pada parameter

indeks penyumbatan dapat dilihat pada Lampiran 28.

Hal ini menjelaskan bahwa adanya variasi yang dimiliki dari klon-klon

IRR seri 300 dan klon pembanding RRIC 100, BPM 24, dan PB 260.

Pertumbuhan tebal kulit merupakan karakteristik spesifik pada klon tertentu.

Tebalnya kulit dapat dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi pada umumnya kulit

yang tipis karena kemungkinan terjadinya luka-luka ketika penyadapan dilakukan.

Tujuan melakukan evaluasi ketebalan kulit adalah untuk mendapatkan tanaman

(49)

lateksnya juga banyak. Tanaman yang mempunyai kulit yang terlalu tipis tidak

diinginkan karena ketika terjadi penyadapan dapat melukai kambium.

Tabel 10. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Tebal Kulit (mm)

Klon

Hasil koreksi Rataan dikurang dengan klon pembanding belum sesudah PB 260 RRIC 100 BPM 24 Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

* = berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

Anatomi Kulit

Jumlah Baris Pembuluh Lateks (buah)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 11. Dapat diketahui bahwa klon dengan jumlah baris pembuluh terbanyak

dijumpai pada klon IRR 315, dan nilai ini berbeda nyata dengan klon pembanding

PB 260, RRIC 100 dan BPM 24. Rataan nilai klon pembanding dapat dilihat pada

(50)

terdapat pada klon IRR 303 yang nilainya lebih rendah dengan ketiga klon

pembanding namun belum menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan ketiga

klon pembanding.

Menurut Webster dan Baulkwill (1989), menyatakan bahwa baik

ketebalan asli maupun jumlah baris pembuluh lateks yang ada didalam semakin

meningkat dengan bertambahnya usia tanaman. Jumlah baris pembuluh lateks

pada prinsipnya merupakan ciri khas suatu klon tetapi perkembangannya

tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh

faktor-faktor seperti kepadatan tanaman dan status hara dan juga oleh klon.

Tabel 11. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Jumlah Baris Pembuluh Lateks (buah)

Klon

Hasil koreksi Rataan dikurang dengan klon pembanding Belum sesudah PB 260 RRIC 100 BPM 24 Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

(51)

Diameter Pembuluh Lateks (mikron)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 12. Dapat diketahui bahwa pada parameter diameter pembuluh secara

umum menunjukkan nilai yang lebih rendah dengan klon pembanding PB 260

kecuali klon IRR 308, IRR 317 dan IRR 314, walaupun nilai dari ketiga klon ini

juga menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan klon pembanding. Nilai

klon pembanding dapat dilihat pada Lampiran 34. Terdapat perbedaan yang nyata

antara klon yang diuji dengan klon RRIC 100 sebagai klon pembanding yaitu

pada klon IRR 318, IRR 304, IRR 317 dan IRR 314. Sedangkan jika

dibandingkan dengan klon BPM 24 terdapat perbedaan yang nyata ke arah yang

lebih kecil (nilai negatif) yaitu pada klon IRR 305 dan IRR 321.

Hal ini disebabkan karena pembuluh semakin dekat dengan kambium

maka aliran pembuluh semakin kecil. Diketahui bahwa pembuluh lateks

membentuk struktur, dimana pembuluh yang muda berada dekat dengan kambium

(52)

Tabel 12. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Diameter Pembuluh Lateks (mikron)

Klon

Hasil koreksi Rataan dikurang dengan klon pembanding belum sesudah PB 260 RRIC 100 BPM 24 Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

* = berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

4. Produksi (gr/p/s)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 13. Dapat diketahui bahwa pada parameter produksi menunjukkan

perbedaan yang nyata ke arah yang lebih tinggi dengan klon pembanding pada

beberapa klon yang diuji, seperti pada klon IRR 300, IRR 317, IRR 315, IRR 308,

IRR 314, IRR 310, IRR 307, IRR 316, jika dibandingkan dengan klon PB 260

sebagai klon pembanding. Jika dibandingkan dengan klon RRIC 100 terdapat

beberapa klon yang memiliki perbedaan yang nyata pada parameter produksi, dan

perbedaan tersebut terjadi ke arah yang lebih tinggi, yaitu pada klon IRR 300,

(53)

dibandingkan dengan klon BPM 24 terdapat beberapa klon yang memiliki

perbedaan yang nyata pada parameter produksi, dan perbedaan tersebut juga

terjadi ke arah yang lebih tinggi, yaitu pada klon klon IRR 300, IRR 315,

IRR 308, IRR 310 dan IRR 316. Produksi tertinggi terdapat pada klon IRR 300

(56,04) dan yang terendah terdapat pada klon IRR 313 (43,19). Nilai rataan dari

klon pembanding pada parameter produksi dapat dilihat pada Lampiran 37.

Tabel 13. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Produksi (gr/p/s)

Klon

Hasil koreksi Rataan dikurang dengan klon pembanding belum sesudah PB 260 RRIC 100 BPM 24 Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

(54)

Kadar Karet Kering (%)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diuji secara statistik pada

Tabel 14. Dapat diketahui bahwa pada parameter kadar karet kering secara

umum menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan klon pembanding pada

beberapa klon yang diuji, kecuali pada klon IRR 318 jika dibandingkan dengan

klon PB 260. Jika dibandingkan dengan klon RRIC 100 terdapat beberapa klon

yang memiliki perbedaan yang nyata pada parameter kadar karet kering , dan

perbedaan tersebut terjadi kearah yang lebih tinggi, yaitu pada klon IRR 300,

IRR, 318, IRR 304, IRR 315, IRR 310, IRR 309, IRR 313, IRR 307dan IRR 311.

Sedangkan jika dibandingkan dengan klon BPM 24 secara umum memiliki

perbedaan yang tidak nyata pada parameter kadar karet kering, kecuali pada klon

IRR 316 yang memiliki kadar karet kering yang lebih rendah dengan klon

pembanding. Kadar karet kering tertinggi terdapat pada klon IRR 318 (36,02) dan

yang terendah terdapat pada klon IRR 316 (31,72). Nilai rataan dari klon

pembanding pada parameter kadar karet kering dapat dilihat pada Lampiran 40.

Subronto dan Harris (1977), menyatakan kadar karet kering yang tinggi

terutama disebabkan oleh viskositas lateks yang tinggi yang menyebabkan proses

(55)

Tabel 14. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Ket: tn=tidak berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

* = berbeda nyata dengan klon pembanding pada taraf 5%

Korelasi Antar Parameter

Untuk melihat korelasi antar parameter berikut dibawah ini disajikan Tabel korelasi antar parameter sifat fisiologis dan sifat aliran lateks terhadap produksi.

Tabel 15. Korelasi Antar Parameter

(56)

Pr - r Tabel N = 21 λ 0,05 = 0, 433

Keterangan : PAS = Panjang Alur Sadap, IP = Indeks Penyumbatan,

KA = Kecepatan Aliran Lateks, IPr = Indeks Produksi, S = Sukrosa, T = Tiol,

F = Fosfat, Pr = Produksi.

Dari hasil analisa korelasi pada Tabel 15, memperlihatkan bahwa

sifat fisiologis (sukrosa, tiol, dan fosfat) dan aliran lateks (panjang alur sadap,

indeks penyumbatan, kecepatan aliran lateks dan indeks produksi) menunjukkan

pengaruh yang tidak nyata terhadap produksi. Tetapi menunjukkan nilai positif

kecuali pada parameter sukrosa dan tiol yang memiliki nilai negatif terhadap

produksi. Hal ini merupakan bahwa kadar sukrosa rendah (< 5 mM) memberikan

indikasi penggunaan bahan asimilat menjadi lateks sangat intensif atau dapat

dikatakan tanaman mengalami lelah fisiologi dengan kemampuan produksi

semakin menurun. Demikian juga ditunjukkan dengan kadar tiol yang umumnya

(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian karakteristik sifat fisiologis lateks berdasarkan

pengamatan kadar sukrosa, tiol, dan fosfat anorganik secara umum

klon IRR seri 300 menunjukkan perbedaan yang nyata dengan ketiga klon

pembanding.

2. Pada karakteristik sifat aliran lateks berdasarkan parameter indeks produksi

dan kecepatan aliran lateks secara umum menunjukkan adanya perbedaan

yang nyata dengan ketiga klon pembanding.

3. Pada karakteristik pertumbuhan pada parameter jumlah pembuluh lateks klon

IRR 315 adalah klon terbaik yang menunjukkan perbedaan yang nyata dengan

ketiga klon pembanding.

4. Pada pengamatan produksi menunjukkan bahwa adanya variasi diantara klon

IRR seri 300 seperti IRR 300, IRR 303, IRR 305, IRR 306, IRR 309, IRR 310,

IRR 311, IRR 313, IRR 315, IRR 316, IRR 321 yang menunjukkan perbedaan

yang nyata dengan ketiga klon pembanding.

5. Adapun pada korelasi antar parameter yaitu produksi dengan karakteristik

sifat fisiologis (sukrosa, tiol, dan fosfat anorganik) dan sifat aliran lateks

(indeks produksi, indeks penyumbatan, panjang alur sadap, dan kecepatan

(58)

Saran

Klon IRR 315, IRR 318, IRR 319, IRR 302, dan IRR 309 merupakan klon

harapan untuk dapat dibudidayakan dalam skala terbatas untuk melihat potensi

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, R., 1993. Analisis Konstribusi Klon Unggul Terhadap Peningkatan Produktifitas Perkebunan Karet. Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Tanaman (PERIPI), Jakarta.

Azwar, R dan A. Daslin, 1993. Performance of 1974. Multilateral Exchange Klons Advarious Location in Indonesia, Jakarta.

Azwar, R., S. Woelan, A. Daslin, dan I. Suhendry,1998. Klon Harapan Seri IRR. Pros. Lok. Nas. Pemuliaan Karet 1998 dan Diskusi Nasional Prospek Karet Alam Abad 21. Pusat Penelitian Karet.

Boerhendy, I., 1988. Efek Okulasi Tajuk Terhadap Beberapa Sifat Anatomis dan Fisiologi Tanaman Karet. Balai Perkebunan Rakyat. BPP Sembawa.

Bricard, P., dan D. Nicolas, 1989. Possibility of The Use of Phisiological Parameters of Lateks in Early Selection. In d’ Auzac, J., J.L. Jacob and H. Chrestin, Florida.

Danimihardja, S., 1988. Hasil Pengujian Pendahuluan Klon Seri BPPB. Balai Perkebunan Rakyat. BPP Sembawa.

Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan), 2007. Indonesia Miliki Perkebunan Karet Terluas di Duni

Djikman, M. J., 1951. Hevea. Thirthy Years of Research. University of Miammi Press, Coral Gobles Florida.

Edgar, A. T., 1958. Manual of Rubber Planting. The Incorporated Society of Planters, Kuala Lumpur.

Gills, G. E. Van dan H. Suharto, 1976. Aliran Lateks Komposisi dan Sifat Lateks. Menara Perkebunan.

Http:// www.binaukm.com, 2010. Persyaratan Tumbuh Tanaman Karet Dalam Budidaya Tanaman Karet

Jacob, J. L., J. C. Prevot and R.G.O. Kekwick, 1989. General Metabolish of Hevea brasiliensis. In d’ Auzac, J., J.L. Jacob and H. Chrestin. Physiologi of Rubber Tree Lateks. CRC Press, Florida.

. Diakses Pada Tanggal 18 Oktober 2010.

Lukman, 1980. Pembukaan Sadapan dan Stimulasi Sehubungan dengan Besarnya Lilit Batang. BPP Medan.

(60)

, 1984. Pembentukan Lateks dan Hubungannya dengan Penyadapan. Warta Perkaretan. BPP Sungai Putih.

Narayanan, R., Ho, C. Y., and Chen, K. T., 1973. Clonal Nursery Studies in Hevea III. Correlation Betwen Yield, Structural Characteristic, Latecs Constituent and Plugging Indecs. J. Rubb. Res. Ins., Malaysia.

Nazaruddin dan Paimin, 1992. Budidaya dan Pengolahan Karet. Strategi Tahun 2000. Penebar Swadaya, Jakarta.

Perries,O. S., and D. M. Fernando., 1983. A Hand Book of Rubber Culture and Processing. Rubber Research Institute of Srilanka.

Rasjidin, 1989. Bercocok Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) FP-UISU, Medan.

Setiawan, D. H., dan A. Andoko, 2005. Petunjuk Lengkap Budaya Karet. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Southorn, W. A., 1961. Micropy of Hevea Lateks. Proc. Nat. rub. Res. Conf., Malaysia.

Southorn, W. A., and E. Yip, 1968. Lateks Flow Studies III. Elektrostatis Consideration in The Colloidals Stability of Fresh Hevea Lateks. Rubb. Res. Inst., Malaysia.

Subronto dan A. Harris, 1977. Indeks Aliran Sebagai Parameter Fisiologi Penduga Produksi Lateks. BPP Medan.

Subronto dan L. A. Napitupulu, 1978. Pengujian Klon Dengan Menggunakan Parameter Fisiologis Untuk Menkasir Kemampuan Produksi. BPP Medan.

Sumarmadji, Karyudi, dan THS Siregar, 2006. Rekomendasi System Eksploitasi Pada Klon Quick Dan Slow Stater Serta Penggunaan Irisan Ganda Untuk Meningkatkan Produktifitas Tanaman Karet. Pros. Lok. Nas. Bududaya Tanaman Karet 2006. Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet.

Sutjihno, 2002. Rancangan Augmented RCB. Balitbio, Bogor.

Tan, A. 1987. Strategies in Ruber Tree Breeding. In Cambel, A. I. Abbots, A. J. Attan, R. R. Improvement of Vegetative Propagated Plants, Academic Press London.

Gambar

Tabel 1. Kondisi Tanaman
Tabel 2. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter   Sukrosa (mM) Rataan dikurang dengan klon
Tabel 3. Dapat diketahui bahwa pada parameter  pengamatan tiol secara umum
Tabel 3. Hasil Rataan Yang Telah Dikoreksi dan Yang Belum Pada Parameter Tiol (mM) Rataan dikurang dengan klon
+7

Referensi

Dokumen terkait

perlakuan macam entres yang tidak berbeda nyata pada luas daun diduga karena. tanaman karet yang dgunakan berasal dari klon

• Menanam klon yang resisten sesuai dengan anjuran Pusat Penelitian Karet dan mengganti tanaman yang rentan dengan klon yag resisten terhadap penyakit gugur daun, antara lain

benih karet pada percobaan jenis mata entres pada beberapa klon 3 variabel berbeda nyata yaitu variabel presentase tunas yang tumbuh, variabel tinggi tunas hasil

Optimasi Produksi Klon Karet Melalui Sistem Eksploitasi Berdasarkan Metabolisme Lateks.. Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan

Aktivitas Enzim Peroksidase (POD) Lateks dan Analisis Kulit Karet Klon PB 260 dan RRIM 921 Yang Diberi Antidepresant. Pemilihan

Pemberian stimulan pada keenam klon tanaman karet menurunkan KKK pada semua klon dengan tingkat penurunan nilai yang berbeda (Gambar 2).. Secara umum klon IRR 406 memiliki

SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN BEBERAPA TETUA BETINA DAN JANTAN TANAMAN KARET ( Hevea brassiliensis Muell. Arg.) SEBAGAI KLON.. UNGGUL PENGHASIL LATEKS DAN

karet pada percobaan jenis mata entres pada beberapa klon 3 variabel berbeda nyata yaitu variabel presentase tunas yang tumbuh, variabel tinggi tunas hasil