• Tidak ada hasil yang ditemukan

Substitusi Dedak Padi Dengan Pod Kakao(Theobroma cacao L) Dipermentasi Dengan Rhizopus SP, Saccharomyces SP, Lactobacilus SP Terhadap Performans Ternak Babi Perternakan Larance Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Substitusi Dedak Padi Dengan Pod Kakao(Theobroma cacao L) Dipermentasi Dengan Rhizopus SP, Saccharomyces SP, Lactobacilus SP Terhadap Performans Ternak Babi Perternakan Larance Jantan"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

70

LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulasi ransum yang diberikan selama penelitian

Bahan pakan

Perlakuan 1 (%) 2 (%) 3 (%) 4 (%) 5 (%)

Tepung Jagung 50 50 50 50 50

Tepung Ikan 1 1 1 1 1

Dedak Padi 17,5 15 12,5 10 7,5

Pod Kakao 7,5 10 12,5 15 17,5

Molases 4 4 4 4 4

CP 152 20 20 20 20 20

Total 100 100 100 100 100

Lampiran 2. Jumlah kandungan nutrisi dalam tiap perlakuan

(2)

1 2 3 4 5

Lampiran 3. Data suhu kandang selama penelitian

(3)

66

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.

Amiroenas, D.E. 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet Dengan Bahan Serat Biomassa Pod Coklat (Theobrama cacao l.,) untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Aregheore, E.M. 2000. Crop Residues and Agroindustrial by Product in Four Pacific Island Countries: Availability, Utilization and Potencial Valuein Ruminant Nutrition. Asian – aust. J.of Anim.Sci.13 (suplement B): 266-269.

Aritonang, D. 1993. Perencanaan dan Pengelolaan Usaha.Penebar swadaya. Jakarta.

Baharuddin, W. 2007. Mengelola Kulit buah Kakao menjadi Bahan Pakan Ternak.

Balai Penelitian Ternak Ciawi (BPT). 1997. Rekomendasi penggunaan kulit kakao sebagai pakan alternatif.

Bogart, R. 1977. Scientific Farm Animal Production Burgers Publishing Co. Minneapolis. Minnesota. Disitasi dari Jurnal Ilmu Ternak. 2011. Sauland Sinaga dan Sri Martini.

Brata, B. 1997. Selesksi dan Penggunaan Galur Trichoderma Harzianum untuk Meningkatkan Mutu Isi Rumen Serta Pengaruhnya Terhadap Performans Ayam Broiler. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Disitasi dari Jurnal Sains Peternakan Indonesia. 2006. Siwitri K, Bieng Brata, dan Roslin Lubantoruan.

Campbel, J.R. and Lasley. 1985. The Science of Animal That Served Mankind. 3th ed. Tata Mc Grow Hill Publishing Company Limited. New Delhi PP 390-392. Disitasi dari Jurnal Ilmu Ternak. 2011. Sauland Sinaga. Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara. 2007. Populasi Ternak Babi per

Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2002-2006.

(4)

Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara/Plantation Office of Sumatera Utara Province. 2011. Luas Tanaman dan Produksi Coklat (Theobroma cacao L) Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten di Sumatera Utara Tahun 2010.

Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Ensminger, M.E. 1991. Feeds and Nutrition. Second Edition. The Ensminger Publising Company. USA.

Ewan, C.V., Moor and A Seo. 1992. Isoflavon Aglycones and Volatiles Compound in Soybeans, Effect of Soaking Treatment., Journal Food Science, 57,677-682.

Ginting, N. 2010. Compost Centre. Guidelines, Training On Compost : A TakakuraMethod.Sumatera Utara University Campus. Medan.

Guntoro, S. dan I-M. Rai Yasa. 2005. Penggunaan Limbah Kakao Fermentasi. Untuk Pakan Ayam Buras Petelur. Pustlibang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. J, Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Juli 2005. 8(2). Disitasi dari Karya Tulis Ilmiah. 2011. Ria Puspita Sari.

Handajani, H. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Malang.

Hanafiah, K.A. 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Raja Gravindo Persada. Jakarta.

Hardjo, S.N.S. Indrasti dan B Tajuddin. 1989. Biokonveksi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pagan dan Gizi IPB. Bogor.

Hartadi, H, Reksohardiprodjo, S, dan Tillman, A, D,. 1997. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Johnson, 1976. The Health of Pigs. Longman Scientific and Tehnical. England. Kidder, D.E. dan M. J. Manners. 1978. Digestionin The Pig. Scientehnica. Bristol Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU. 2000.

Medan.

Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong. 2011. Galang. Sumatera Utara. Lay, B.W dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers. Jakarta.

Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan II, PT. Pembangunan. Jakarta.

(5)

68

Nasrullah dan A. Ella, 1993. Limbah Pertanian dan Prospeknya Sebagai Sumber Pakan Ternak di Sulawesi Selatan. Makalah. Ujung Pandang. Disitasi dari Karya Tulis Ilmiah. 2011. Ria Puspita Sari.

North, M.O. 1984. Commercial Chicken Production Manual. Third Edition. The Avi Publishing company inc, Westport. Connecticut.

National Research Council. 1979. Nutrient Requirement Of Domestic Animals. National Academy Press. Washington DC.

National Research Council. 1998. Nutrient Requirement Of Swine. Tenth Revised Edition. National Academy Press. Washington DC.

Parrakasi, A. 1985. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung. Parrakasi, A. 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

”, [ diakses pada tanggal 1

Desember 2012 pukul 07.00 wib]. Medan.

“Saccharomyces sp”. [ diakses pada tanggal 1 Desember 2012 pukul 07.00 wib]. Medan.

“Lactobacillus sp”. [ diakses pada tanggal 1 Desember 2012 pukul 11.00 wib]. Medan.

Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart and Winston. Texas.

Pond, W. G. dan J. H. Maner. 1974. Swine Production in Temperature and Tropical Environmnets. W. H. Freeman and Company. San Francisco. Disitasi dari Jurnal Ilmu Ternak, 2010, Vol, 10. No 2, 95-100 oleh Sauland Sinaga.

Rasyaf, M., 1989. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasyaf, M., 1992. Seputar ayam Kampung. Kanisius. Yogyakarta.

Siagian, P. H. 1999. Manajemen Ternak Babi. Diktat Kuliah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sihombing, D.T.H. 1984. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(6)

Sihombing, D.T.H. 2006. Petunjuk Praktis Beternak Babi. Fakultas Peternakan, IPB. Edisi Kedua. Bogor.

Sinaga, S., 2010. Peternakan Babi Kereman di Kretek Wonosobo. Artikel. http://blogs.unpad.ac.id/SaulandSinaga. [Diakses tanggal 22 Maret 2012].

Tanaka, K,. T. Tomita, H, Martojo dan D. T. H. Sihombing 1980. Morphological and Genetical Ivestigation on He Ancestries Of Domestic Animal in

Indonesia ith Special Reference to the Native Pigs. Report to the Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Tarka, S.M., B.L. Zoumas and G. A. Trout. 1998. Examination of Effect Cacao Shell with Theobromin in Lamb. Nutrition report International. Disitasi dari Penelitian dan Pengadian Masyarakat. 2009, oleh Nuraini dan Maria Endo Mahata.

Widayati, E dan R. E. Widalestari, Y. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana. Surabaya

Williamson G. And W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan oleh : IGN Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Winarno, F. S. 1983. Enzim Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.

Winarno, F, G dan S. Fardiaz. 1979. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa. Bandung

(7)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Jalan Galang, Kampung Baru, Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dimulai dari bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua puluh ekor ternak babi peranakan Landrace jantan lepas sapih umur dua bulan yang sudah dikatrasi sebagai objek yang akan diteliti, dedak pod kakao fermentasi, dedak padi, jagung, konsentrat CP 152, tepung ikan sebagai bahan pakan. Air tebu, ragi tempe, ragi tape, biokult sebagai fermentator pembuatan inokulan cair serta obat-obatan seperti obat cacing Therammicyn dan Pestifa dan air minum.

Alat

(8)

menggiling pod kakao fermentasi, mesin pengaduk bahan pakan (mixer), terpal plastik untuk alat menjemur pakan.

Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 5 ulangan. Perlakuan yang diteliti adalah:

Ulangan yang didapat berasal dari rumus:

t(n-1)≥15

P1 = Pakan dengan 7,5% dedak pod kakao fermentasi dan 17,5% dedak padi dalam formula.

P2 = Pakan dengan 10% dedak pod kakao fermentasi dan 15% dedak padi dalam formula.

Pakan dengan 15% dedak pod kakao fermentasi dan 10% dedak padi dalam formula.

(9)

49

Sehingga kombinasi perlakuan yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

P44 P33 P12 P22 P11 P32 P21 P42 P34 P43

P54 P13 P24 P52 P23 P53 P41 P51 P14 P31

Model matematika percobaan yang digunakan adalah:

iYij = µ + γi + εij

Dimana:

i = 1, 2, 3,...i = perlakuan

j = 1, 2, 3,...i = ulangan

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j

µ = nilai tengah umum γi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j.

(10)

Parameter penelitian

1. Konsumsi pakan (gr/ekor/hari)

Konsumsi pakan dihitung setiap minggu berdasarkan selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah sisa pakan. Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Konsumsi pakan = ransum awal – ransum sisa.

2. Konversi pakan = Konversi pakan dihitung dengan cara membandingkan banyak jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap minggunya berdasarkan pengukuran dikandang dan nilai yang diperoleh

Dapat dirumuskan sebagai berikut:

Konversi Pakan = x 100%

3. Pertambahan bobot badan (gr/ekor/hari)

Pertambahan bobot badan dihitung setiap minggu berdasarkan selisih antara penimbangan bobot badan akhir dengan penimbangan bobot badan awal.

Dengan rumus sebagai berikut:

Pertambahan Bobot Badan (PBB) = bobot badan akhir – bobot badan awal.

Pelaksanaan penelitian 1. Persiapan kandang

Konsumsi Pakan

(11)

51

Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu membuat kandang sebanyak 20 unit/plot dengan masing-masing kandang memiliki ukuran 1,25 m x 1,25 m yang terbuat dari kayu sisa olahan pabrik. Kandang babi dan tempat pakan yang terbuat dari bak plastik serta tempat minum berupa ember plastik disucihamakan terlebih dahulu dengan menggunakan desinfektan. Bola lampu sebagai alat penerangan kandang dipersiapkan.

2. Penentuan Ternak

Penelitian ini menggunakan ternak 20 ekor babi peranakan Landrace jantan lepas sapih umur 2 bulan yang sudah dikatrasi. Pemilihan umur sangat penting karena menggingat ternak pada umur lepas sapih adalah umur produktif pada ternak.

3. Pembuatan inokulan cair menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur air tebu (gula merah), ragi tape, ragi tempe, dan biokult.

Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon air mineral

Dimasukkan air tebu sebanyak 1,5 liter

Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram

Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram

(12)

Gambar 1. Skema pembuatan inokulan cair

Semuanya dimasukkan ke dalam galon air mineral, bagian atas galon di tutup dengan kantongan plastik ukuran 1 Kg, diikat dengan tali pengikat dan dibiarkan selama 3 hari. Manfaat penutupan dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi keadaan mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik terjadi proses pengelembungan, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair.

4. Pembuatan pod kakao fermentasi

Pembuatan pod kakao fermentasi menggunakan beberapa bahan antara lain kulit buah kakao, inokulan cair, dedak halus. Alat yang digunakan yaitu terpal plastik untuk alas fermentasi. Pod kakao yang sudah dicacah dalam ukuran kecil diserakkan di atas terpal, kemudian di siram dengan inokulan cair secara merata kemudian seluruh material disiram dengan dedak halus sampai merata dengan cara membolak-balik dengan menggunakan sekop atau garpu. Kemudian ditutup dengan selimut/tikar bekas/sabut kelapa bekas agar panas yang terbentuk dan mempercepat proses fermentasi. Dibiarkan selama 5 hari, pod kako yang sudah rapuh sudah bisa di keringkan. Pembuatan dedak pod kakao dilakukan dengan menggunakan mesin pembuat dedak/grinder. Setelah

Diaduk seluruh bahan sampai merata

(13)

53

menjadi dedak disimpan di tempat yang kering dan tidak lembab, tidak lepas pembuatan dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :

a. Premixing yaitu mencampurkan komponen bahan yang digunakan dalam bentuk inokulan cair.

b. Mixing yaitu mencampurkan semua komponen bahan pakan yang akan digunakan.

c. Drying yaitu pengeringan bahan pakan dengan cara penjemuran.

Gambar 2. Skema pembuatan pod kakao fermentasi. Pembuatan inokulan cair

Pencampuran 500kg pod kakao dengan inokulan cair + dedak padi 15% dari

bahan

Campuran kulit dengan inokulan cair ditutup dengan selimut sabuk kelapa selama 5 hari

Diukur suhunya dengan termometer ruang

Pod kakao fermentasi di jemur sampai kering

(14)

5. Pengacakan Babi

Penelitian ini menggunakan ternak 20 ekor babi peranakan Landrace jantan lepas sapih umur 2 bulan yang sudah dikatrasi. Penempatan ternak babi dilakukan dengan sistem pengacakan dengan tidak membedakan bobot badan. Sebelumnya dilakukan penimbangan bobot badan awal babi.

6. Pemeliharaan babi peranakan Landrace jantan

Pakan yang sudah diformulasi berupa kombinasi antara pod kakao fermentasi dengan dedak padi diberikan selama 12 minggu. Babi peranakan Landrace jantan ditempatkan pada kandang, setiap kandang terdiri dari satu ekor babi. Setiap perlakuan terdiri dari 4 ekor babi sebagai ulangan.

7. Pemberian pakan dan air minum

Pakan perlakuan diberikan secara ad libitum. Pakan yang diberikan disesuaikan dengan perlakuan. Sisa pakan yang diberikan ditimbang keesokan harinya untuk mengetahui konsumsi pakan ternak tersebut. Sebelum dilakukan penelitian diberikan waktu untuk beradaptasi dengan pakan perlakuan secara terjadwal selama 2 minggu. Pemberian air minum juga dilakukan secara ad libitum. Air minum diganti setiap hari sekaligus dilakukan pemandian terhadap ternak dan tempat air minumnya dicuci dengan air bersih. Ternak babi dimandikan dua kali sehari.

8. Pemberian obat - obatan

Ternak babi pertama masuk kandang diberikan obat cacing selama masa adaptasi, sedangkan obat lain diberikan sesuai kondisi ternak.

(15)

55

(16)

Hasil penelitian diperoleh dari konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum babi peranakan Landrace jantan yang diperoleh dari minggu pertama sampai minggu ke dua belas.

Konsumsi pakan

Konsumsi pakan adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah pakan yang diberikan pada ternak. Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Konsumsi pakan = jumlah pakan yang diberikan (gr/ekor/hari) – pakan sisa (gr/ekor/hari).

Pakan yang diberikan selama penelitian ini adalah pakan hasil formulasi yang disesuaikan dengan perlakuan, pakan dan air minum yang diberikan secara ad-libitum. Hasil pengamatan selama penelitian mengenai pengaruh pemberian pod kakao fermentasi dengan dedak padi terhadap konsumsi pakan per hari pada babi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan konsumsi pakan ternak babi peranakan Landrace jantan selama penelitian (gr/ekor/hari).

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P1 928,33 -- 1.362,26 815,71 3.106,31 1.035,44 P2 1.512,74 1.144,88 1.494,29 1.425,00 5.576,90 1.394,23 P3 1.438,21 1.521,67 1.319,88 762,14 5.041,90 1.260,48 P4 1.060,83 702,50 838,33 1.521,79 4.123,45 1.030,86 P5 894,29 1.537,62 1.081,90 829,40 4.343,21 1.085,80 Total 5.942,86 4.980,95 6.188,10 5.452,38 2.2191,79

(17)

Berdasarkan Tabel 11, konsumsi ransum harian ternak babi peranakan Landrace jantan rata-rata secara keseluruhan adalah 1.180,91 gr/ekor/hari. Konsumsi ransum hasil penelitian ini sesuai dengan konsumsi ransum yang dianjurkan oleh NRC (1998) yang menyatakan konsumsi ransum pada babi stater 950 – 1425 gr/ekor/hari, dengan rata-rata 1250 gr/ekor/hari.

(18)

dengan 15,% dedak padi, kemudian berturut-turut mengalami penurunan konsumsi pada P3 yaitu pemberian 12,5% kakao fermentasi dengan 12,5% dedak padi, pada P5 yaitu pemberian 17,5% kakao fermentasi dengan 7,5% dedak padi, pada P1 yaitu pemberian 7,5% kakao fermentasi dengan 17,5% dedak padi, dan pada perlakuan P4 yaitu pemberian 15% kakao fermentasi dengan 10% dedak padi yang lebih selektif dan lebih lama waktu makannya ditambah lagi faktor pakan penelitian diberikan dalam bentuk tepung (smash) kering.

Dari data yang diperoleh selama penelitian di dapatkan salah satu faktor lain yang mempengaruhi konsumsi pakan yaitu suhu. Hasil pengukuran suhu kandang yang diukur dengan thermometer ruang diperoleh suhu 23-38°C. Bila dibandingkan dengan pernyataan dari Sihombing (2006) yang menyatakan temperatur yang cocok adalah 20-27°C. Semakin rendah temperatur atau suhu lingkungan, babi akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dan sebagian besar energi pakan dialihkan menjadi produksi panas tubuh dan akan diubah untuk produksi daging. Bila temperatur atau suhu lingkungan tinggi, konsumsi pakan babi akan menurun, konsumsi air minum akan meningkat, dan akan terjadi perubahan tingkah laku. Perolehan suhu kandang yang terlalu tinggi yaitu 23-38°C menyebabkan konsumsi babi akan menurun, konsumsi air meningkat dan perubahan tingkah laku yang mengarah pada stres dan kematian.

(19)

59

Hasil analisa sidik ragam menunjukan bahwa pemberian pod kakao fermentasi yang difermentasikan dengan Rhizoups sp, Sacharomyces sp dan Lactobacillus sp menunjukan pengaruh berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan babi peranakan Landrace jantan. Kondisi ini disebabkan oleh kandungan energi dan protein pada setiap ransum perlakuan adalah sama, sehingga kebutuhan energi dan protein untuk babi periode stater terpenuhi dari setiap ransum perlakuan. Hal ini didukung oleh North (1984), yang menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh keseimbangan energi dan protein yang tersedia dalam ransum.

Tabel 12 . Uji Beda Nyata (BNT) konsumsi pakan.

Perlakuan Rataan Notasi

P2 1.394,23 A

P3 1.260,48 A

P5 1.085,80 B

P1 1.035,44 B

P4 1.030,86 B

(20)

perlakuan P3 yaitu pemberian 12,5% kakao fermentasi dengan 12,5% dedak padi dalam ransum menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata.

Dari data konsumsi keseluruhan di atas terdapat perbedaan ditiap perlakuannya. Semakin tinggi level penggunaan substitusi pod kakao fermentasi dengan dedak padi di dalam pakan maka terjadi penurunan tingkat konsumsi sebaliknya semakin rendah level penggunaan kulit kakao fermentasi dalam pakan yang digunakan semakin besar konsumsi pakan pada ternak.

Konversi pakan

Konversi pakan dihitung dengan cara membandingkan banyak jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap minggunya berdasarkan pengukuran di kandang dan nilai yang diperoleh.

Hasil pengamatan selama penelitian mengenai pengaruh perlakuan terhadap konversi pakan babi umur 2 bulan atau periode stater dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan konversi pakan babi peranakan Landrace jantan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

1 4,38 - 4,09 4,93 13,40 4,47

2 4,29 3,46 4,27 4,31 16,33 4,08

3 3,87 3,12 3,56 4,45 15,00 3,75

4 5,01 4,50 3,35 4,25 17,11 4,28

5 5,37 4,18 3,40 4,80 17,75 4,44

Total 22,92 15,26 18,68 22,73 79,59

Rataan 4,20

(21)

61

fermentasi dengan 17,5% dedak padi sebesar 4,47, perlakuan P2 yaitu pemberian 10% kakao fermentasi dengan 15% dedak padi sebesar 4,08%, perlakuan P3 yaitu pemberian 12,5% kakao fermentasi dengan 12,5% dedak padi sebesar 3,75, perlakuan P4 yaitu pemberian 15% kakao fermentasi dengan 10% dedak padi sebesar 4,28, dan perlakuan P5 yaitu pemberian 17,5% kakao fermentasi dengan 7,5% dedak padi sebesar 4,44. Dan total rataan konversi pakan babi peranakan Landrace jantan sebesar 4,20. Konversi ransum harian hasil penelitian tersebut sesuai dengan yang dianjurkan oleh NRC (1998) yakni 3,68 – 4,21. Ada beberapa data konversi pakan dari setiap perlakuan yang menunjukan diatas batasan 4,21 yaitu pada perlakuan P1 sebesar 4,47, perlakuan P5 sebesar 4,44, dan perlakuan P4 sebesar 4,28 sedangkan perlakuan P2 sebesar 4,08 dan perlakuan P3 sebesar 3,75 termasuk nilai konversi yang baik. Hal ini disebabkan oleh ketidakmurnian keturunan atau kurangnya pencatatan dari ternak babi peranakan Landrace yang diteliti, sehingga efisiensi penggunaan ransum tidak sebaik Landrace murni.

Tabel 14 . Uji Beda Nyata (BNT) konversi pakan.

Perlakuan Rataan Notasi

P1 4,47 A

P5 4,44 A

P4 4,28 A

P2 4,08 A

P3 3,75 B

(22)

pakan babi Landrace jantan. Perlakuan P1 pemberian 7,5% kakao fermentasi dengan 17,5% dedak padi dalam ransum, perlakuan P2 yaitu pemberian 10% kakao fermentasi dengan 15% dedak padi dalam ransum, perlakuan P4 yaitu pemberian 15% kakao fermentasi dengan 10% dedak padi dalam ransum, perlakuan P5 yaitu pemberian 17,5% kakao fermentasi dengan 7,5% dedak padi dengan menunjukan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada perlakuan P3 yaitu pemberian 12,5% kakao fermentasi dengan 12,5% dedak padi dalam ransum. Hal ini menunjukan bahwa pod kakao fermentasi memberikan pengaruh baik terhadap konversi pakan.

Pertambahan bobot badan

Pertambahan bobot badan dihitung setiap minggu berdasarkan selisih antara penimbangan bobot badan akhir dengan penimbangan bobot badan awal.

Dengan rumus sebagai berikut:

Pertambahan Bobot Badan (gr/ekor/hari) = bobot badan akhir – bobot badan awal.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian mengenai pengaruh perlakuan substitusi pod kakao fermentasi dengan dedak padi pada peranakan babi Landrace jantan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rataan pertambahan bobot badan babi peranakan Landrace jantan (gr/ekor/hari).

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

1 211,90 - 333,33 165,48 710,71 236,90

(23)

63

5 166,67 367,86 317,86 172,62 1025,00 256,25 Total 1314,29 1342,86 1621,43 1198,81 5477,38

Rataan 285,71

Pada Tabel 15 di atas menunjukan rataan pertambahan bobot badan babi peranakan Landrace jantan pada perlakuan P1 yaitu pemberian 7,5% kakao fermentasi dengan 17,5% dedak padi sebesar 236,90 (gr/ekor/hari), perlakuan P2 yaitu pemberian 10% kakao fermentasi dengan 15% dedak padi sebesar 341,07 (gr/ekor/hari), perlakuan P3 yaitu pemberian 12,5% kakao fermentasi dengan 12,5% dedak padi sebesar 350,30 (gr/ekor/hari), perlakuan P4 yaitu pemberian 15% kakao fermentasi dengan 10% dedak padi sebesar 244,05 (gr/ekor/hari), dan perlakuan P5 yaitu pemberian 17,5% kakao fermentasi dengan 7,5% dedak padi sebesar 256,65 (gr/ekor/hari). Dengan total rataan keseluruhan pertambahan bobot badan sebesar 285,71 (gr/ekor/hari). Pertambahan bobot badan yang diperoleh dari hasil penelitian nilainya masih lebih rendah bila dibandingkan dengan rekomendasi oleh NRC (1998), yang menyatakan nilai pertambahan bobot badan babi stater sebesar 450 - 575 gr/ekor/hari. Bangsa babi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peranakan Landrace jantan yang diperoleh dari hasil persilangan. Sehingga laju pertumbuhannya tidak sebaik bangsa babi Landrace murni.

(24)

kakao fermentasi yang difermentasikan dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp.

Tabel 16. Uji Beda Nyata (BNT) menunjukan pertambahan bobot badan.

Perlakuan Rataan Notasi

P3 350,30 A

P2 341,07 A

P5 256,25 B

P4 244,05 B

P1 236,90 B

(25)

65

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pod kakao (Theobroma cacao L) yang difermentasi dengan Rhizopus sp, Saccromyces sp dan Lactobacillus sp merupakan bahan pakan ternak yang baik. Pod kakao dapat digunakan sebagai substitusi dedak padi dalam ransum dengan keberadaan dedak padi dalam ransum ternak babi sebesar 25% dapat digantikan sebanyak 50% oleh pod kakao fermentasi.

Saran

(26)

Karakteristik Babi

Semua babi memiliki karakteristik yang sama kedudukannya dalam sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga: Gnatostomata (mempunyai rahang), Kelas: Mamalia (menyusui), Ordo: Artiodactyla (berjari/berkuku genap), Genus: Sus, Species: Sus scrofa, Sus vittatus/Sus strozzli, Sus cristatus, Sus leucomystax, Sus celebensis, Susverrucosus, Susbarbatus (Sihombing, 1997).

Babi adalah ternak monogastric dan bersifat prolific (banyak anak tiap kelahiran), pertumbuhannya cepat dan dalam umur enam bulan sudah dapat dipasarkan. Selain itu ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa pertanian dan restoran menjadi daging (Ensminger, 1991).

(27)

23

Sifat-sifat fisik yang tampak pada babi adalah warna tubuh, besar dan gemuk serta cepat dewasa. Sifat fisik berdasarkan warna bulu digolongkan menjadi 5, yakni: putih, hitam, coklat atau kemerah-merahan, berselempang (belted) dan bercak-bercak (spotted). Sifat fisik yang tampak pada babi berdasarkan besar dan kegemukan dapat dibagi menjadi 2, yakni: tipe babi besar yaitu bila babi besar dan lambat dewasa (cold blood atau tipe rainbow), dan tipe babi kecil yaitu bila babi kecil dan cepat dewasa digolongkan dalam babi berdarah panas (hot blood atau chuffy). Sedangkan sifat fisik yang tampak pada babi berdasarkan kecepatan dewasa artinya penggolongan babi dalam laju kecepatan babi untuk mencapai tahap dewasa (Tanaka dkk., 1980).

Babi Landrace

(28)

Potensi Ternak Babi

Peternakan babi disamping sebagai sarana untuk menghasilkan protein hewani, juga merupakan sarana untuk mendatangkan keuntungan bagi pengusaha. Hal ini karena ternak babi dapat mengubah atau memanfaatkan sisa makanan yang sudah tidak digunakan oleh manusia menjadi daging dan lemak yang mempunyai nilai gizi tinggi (Pond dan Manner, 1974).

Tabel 1. Populasi ternak kecil menurut jenis tahun 2001-2010 di Provinsi Sumatera Utara

Tahun / Year

Jenis Ternak/Kind of Livestock

Kambing/Goat Domba/Sheep Babi/Pig

(1) (2) (3) (4)

2001 703 393 199 312 807 375

2002 707 965 215 217 828 043

2003 712 566 232 391 849 240

2004 717 196 250 935 870 980

2005 640 500 271 314 809 705

2006 643 860 275 844 822 790

2007 759 965 287 021 802 776

2008 618 394 268 291 733 864

2009 625 815 270 420 653 150

2010 744 535 317 777 742 670

(29)

25

Dibanding dengan ternak lain, dalam usaha ternak babi ditemukan beberapa sifat yang menarik dan menguntungkan seperti di bawah ini:

- Babi bentuk merupakan tabungan hidup yang mudah diatur untuk memberi pendapatan secara teratur.

- Pertumbuhannya cepat antara 0,5 – 0,7 kg per hari.

- Ternak ini prolifik tinggi karena beranak banyak (6 – 12 ekor tiap kelahiran) dan melahirkan dua kali setahun.

- Kemampuan mengembalikan modal tinggi. - Proporsi karkasnya tinggi antara 65-80%.

- Dapat dipelihara dengan intensif modal sehingga biaya tenaga kerja kecil. - Adaptasinya terhadap berbagi tipe usaha tani responsif.

Dapat meningkatkan daya guna hasil ikutan dan limbah agroindustri, limbah berguna untuk pupuk, sumber energi biogas dan media pertumbuhan mikroba penghasil pakan ternak dan ikan (Aritonang, 1993).

Tujuan utama dari produsen ternak babi adalah mengusahakan agar diperoleh keuntungan yang memuaskan dari penjualan stok bibit, babi sapihan, melestarikan tradisi keluarga, memenuhi suatu corak kehidupan desa dan berpartisipasi aktif dalam pengadaan pangan nasional (Johnson, 1976).

(30)

8 Toba Samosir 89.705 91.948 94.302 45.731 52.994 Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara (2007).

Konsumsi pakan babi

Rekomendasi dari NRC (1998) menyatakan bahwa konsumsi ransum harian babi periode starter adalah 950-1425 gr/hari atau dengan rata-rata 1250 gr.

Tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh keseimbangan dari energi dan protein yang tersedia (North, 1984).

Ternak babi membutuhkan ransum yang imbangan nutrisinya baik atau sempurna, untuk memperoleh reproduksi dan produksi daging yang optimal. Ternak babi membutuhkan energi, protein, mineral, vitamin dan air. Setiap zat mempunyai fungsi dan kaitan spesifik di dalam tubuh. Kekurangan atau ketidakseimbangan zat-zat makanan dapat memperlambat pertumbuhan dan berdampak pada performans. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum yaitu cara pemberian pakan, aroma pakan, kondisi lingkungan atau suhu kandang, ketersedian air minum, jumlah ternak dan kesehatan ternak (Sihombing, 1997).

(31)

27

Umur fase produksi Macam ransum Konsumsi (kg/ekor/hari)

Air minum (l/ekor/hari)

1-4 minggu Susu pengganti 0.02-0.05 0.25-0.5

4-8 mnggu Pre Starter 0.5-0.75 0.75-2.0

Bunting Bibit 3.00-4.50 15.0-20.0

Induk laktasi Bibit 2.00-2.50 7.0-9.0

Sumber: Sinaga (2010).

Pengaruh temperatur lingkungan terhadap performans babi menunjukan bahwa temperatur yang cocok adalah 20-27°C. Semakin rendah temperatur atau suhu lingkungan, babi akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dan sebagian besar energi pakan dialihkan menjadi produksi panas tubuh dan akan diubah untuk produksi daging. Bila temperatur atau suhu lingkungan tinggi, konsumsi pakan babi akan menurun, konsumsi air minum akan meningkat dan terjadi perubahan tingkah laku mengakibatkan stres atau kematian (Sihombing, 2006).

Hasil fermentasi dapat meningkatkan palatabilitas ransum, sehingga konsumsi ransum dapat meningkat (Brata, 1997).

(32)

mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas ternak terhadap ransum yang diberikan, namun semuanya itu tergantung daripada kandungan zat bahan makanan yang terkandung dalam ransum, salah satunya dengan penambahan zat aditif yang diharapkan ternak mencapai produktivitas yang tinggi. Feed Additive dapat digunakan untuk memperbaiki aroma ransum dan meningkatkan konsumsi ransum, selain itu mampu mengoptimalkan daya serap makanan oleh usus halus akibat rangsangan feed additive terhadap organ pencernaan tertentu pada ternak. Bentuk feed additive yang dipergunakan dapat berasal dari bahan kimia sintetis ataupun ekstraksi tanaman seperti curcuminoid dimana tujuannya adalah untuk memperoleh konsumsi ransum yang optimal (Prasetyo, 2011).

Tabel 4. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak babi (%) Berat

Pertumbuhan Dan Pertambahan Bobot Badan Ternak Babi

NRC (1998), yang menyatakan nilai pertambahan bobot badan babi stater (8 minggu sampai dengan 12 minggu) sebesar 450 - 575 gr/ekor/hari.

(33)

29

Menurut Tillman et al.,(1991) pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-lahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan akhirnya perperlahan-lahan-perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid.

Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembangan adalah berhubungan dengan adanya perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa. Proses pertumbuhan pada ternak dimulai sejak awal terjadinya pembuahan sampai dengan anak lahir, dilanjutkan hingga menjadi dewasa (Parakkasi, 1995).

Parakkasi (1985) menyatakan bahwa dalam pertumbuhan seekor hewan ada 2 hal yang terjadi: 1) Bobot badannya meningkat mencapai bobot badan dewasa yang disebut pertumbuhan dan 2) Terjadinya perubahan konfirmasi dan bentuk tubuh serta berbagai fungsi dan kesanggupannya untuk melakukan sesuatu menjadi wujud penuh yang disebut perkembangan.

Pengaruh temperatur lingkungan terhadap performans babi menunjukkan bahwa temperatur yang cocok adalah 20-27°C. Semakin rendah temperatur atau suhu lingkungan, babi akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dan sebagian besar energi pakan dialihkan menjadi produksi panas tubuh dan akan diubah untuk produksi daging. Bila temperatur atau suhu lingkungan tinggi, konsumsi pakan babi akan menurun, konsumsi air minum akan meningkat, dan terjadi perubahan tingkah laku mengakibatkan stres atau kematian (Sihombing, 2006).

(34)

Konversi ransum adalah jumlah konsumsi ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg pertambahan bobot badan atau kemampuan ternak mengubah pakan kedalam bentuk pertambahan bobot badan (PBB), dengan demikian makin rendah angka konversi akan semakin efisien dalam penggunaan ransum (Bogart, 1977)

NRC (1998) memberikan rekomendasi angka konversi yang diharapkan dari berbagai tipe babi sebagai berikut: 0,368 – 0,421. Bila ratio itu kecil berarti pertambahan berat badan memuaskan ternak atau babi makan tidak banyak. Konversi inilah yang sebaiknya digunakan sebagai pegangan produksi, karena sekaligus melibatkan berat badan dan konsumsi ransum.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi konversi pakan oleh ternak babi yaitu (1) pakan yang zat-zat gizinya tidak seimbang, (2) pakan berjamur, (3) kondisi lingkungan, (4) tingkat penyakit dan cacingan (Sihombing, 2006).

Efisiensi penggunaan makanan merupakan pertambahan berat badan yang dihasilkan setiap satuan ransum yang dikonsumsi. Efisiensi penggunaan makanan tergantung pada (1) kebutuhan ternak akan energi dan protein untuk pertumbuhan, hidup pokok atau fungsi lain, (2) kemampuan ternak mencerna makanan, (3) jumlah makanan yang hilang melalui proses metabolisme dan (4) tipe makanan yang dikonsumsi (Campbell dan Lasley, 1985).

Sistem Pencernaan Babi

(35)

31

makanan dalam tubuh dan mengeluarkan bahan sisa pencernaan. Alat pencernaan makanan digolongkan menjadi dua yaitu: saluran makanan atau corong dan alat-alat pelengkap pencerna makanan. Saluran makanan (tractus alimentarius) memanjang mulai dari bibir, sampai anus yang terdiri dari urutan: mulut, tenggorokan, esofagus, lambung, usus halus, dan usus besar. Sedangkan alat-alat pelengkap yang membantu pencernaan makanan ialah gigi, lidah, kelenjar ludah, empedu pada hati dan pancreas (Kidder dan Manners, 1978).

Meskipun babi tidak memiliki lambung majemuk seperti yang terdapat pada sapi atau sekum besar seperti yang terdapat pada kuda, namun usus besarnya dapat menampung dua kali lipat kapasitas usus besar domba dan usus besar inilah yang membantu pencernaan hijauan pada ternak babi meskipun sangat terbatas (Pond dan Hopt, 1978).

Menurut Parakkasi (1990), sistem pencernaan didefinisikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan makanan. Sihombing (1997), menyatakan secara sederhana bahwa alat pencernaan merupakan alat yang berfungsi sebagai jalan makanan dalam tubuh dan mengeluarkan bahan sisa pencernaan. Selanjutnya dikatakan bahwa pencernaan atau zat-zat makanan pada ternak babi terutama dilakukan secara enzimatik. Walaupun demikian saluran gastro-intestinal berisi berbagai mikroorganisme sejak 24 jam setelah lahir.

(36)

Alat pelengkap lain yang dapat membantu pada pencernaan makanan adalah gigi, lidah, kelenjar ludah (air ludah), empedu pada hati dan pankreas. Menurut Whittemore (1987), sistem pencernaan yang sederhana menyebabkan ternak babi secara alamiah terbatas dalam memanfaatkan ransum yang berserat tinggi.

Saluran pencernaan ternak babi dimulai dari rongga mulut, lalu masuk ke esofagus selanjutnya menuju ke lambung lalu masuk ke usus halus. Usus halus merupakan bagian terbesar dari pencernaan dan penyerapan dari zat-zat makanan kemudian masuk ke usus besar. Pembusukan terjadi dalam usus besar yang menghasilkan gas metan, selanjutnya dikeluarkan melalui anus dalam bentuk feses (Sihombing, 1997).

Ransum

Ransum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk 24 jam (Anggorodi, 1994). Suatu ransum seimbang menyediakan semua zat makanan

yang dibutuhkan untuk memberi makan ternak selama 24 jam. Konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh berat badan dan umur ternak. Konsumsi ransum akan semakin meningkat dengan meningkatnya berat badan ternak. Jumlah ransum yang dikonsumsi juga akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak.

Potensi Kulit Buah/Pod kakao

(37)

33

Kingdom: Plantae (tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh), Super Divisi: Spermatophyta (menghasilkan biji), Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil), Sub Kelas: Dilleniidae, Ordo: Malvales, Famili: Genus:Theobroma cacao L (Plantamor, 2011).

Indonesia memiliki areal perkebunan yang sangat luas. Luas areal perkebunan Indonesia mencapai 16 juta hektar. Salah satunya adalah perkebunan kakao mencapai yang mencapai 1.167.000 ha (Guntoro, 2006). Selama lima tahun terakhir ini produksi kakao meningkat sebesar 7,14% tahun atau 49.200 ton pada tahun 2004 (Baharuddin, 2007). Jika proporsi limbah mencapai 74% dari produksi, maka limbah kulit kakao mencapai 36.408 ton per tahun. Hal ini merupakan suatu potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.

(38)

Tabel 5. Luas Tanaman dan Produksi Coklat (Theobroma cacao L) Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten di Sumatera Utara Tahun 2010

Kabupaten

12. Deli Serdang 2.075,70 5.477,70 259,50 7.812,90 6.317,74

13. Langkat 391,00 2.277,00 - 2.668,00 1.852,00

14. Nias Selatan 1.469,00 2.367,25 96,00 3.932,25 1.834,80 15. Humbang

Hasundutan 1.108,60 470,00 18,00 1.596,60 318,38 16. Pakpak Bharat 54,00 129,00 74,00 257,00 51,90

17. Samosir 161,90 76,25 1,25 239,40 57,77

18. Serdang Bedagai 359,60 1.305,00 54,00 1.718,60 1.116,98

(39)

35

Jumlah/Total 2010*) 16.976,53 39.822,77 2.571,60 59.370,90 36.289,78 2009 19.744,94 42.618,26 3.727,75 66.090,95 38.249,11 2008 18.906,73 39.667,74 1.646,75 60.221,22 36.042,11 2007 15.786,30 38.098,73 2.543,45 56.428,48 35.313,82 Sumber/Source : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara/Plantation Office of

Sumatera Utara Province. (2011).

Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman kakao (Theobroma cacao L). Buah coklat yang terdiri dari 74% kulit buah, 2 % plasenta, dan 24% biji. Hasil analisa proksimat mengandung 22% Protein dan 3-9% lemak (Nasrullah dan A.Ella, 1993).

(40)

kakao yang difermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah :

Tabel 6. Kandungan gizi dedak kulit buah kakao.

Bahan Pakan Sumber : Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2011).

Upaya peningkatan kualitas dan gizi pakan hasil samping pertanian atau perkebunan yang berkualitas rendah, merupakan upaya strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan penggunaan pod kakao sebagai produk bahan pakan pada ternak perlu ditingkatkan kualitasnya dan salah satunya dengan cara fermentasi.

Konsentrat

Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup tinggi yaitu PK ≥18%. Pada ternak yang digemukan semakin banyak konsentrat dalam pakan akan semakin baik dengan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15% BK pakan. Oleh karena itu, banyaknya pemberian pakan konsentrat dalam formula pakan harus terbatas agar tidak terlalu gemuk (Siregar, 2003).

(41)

37

Molases

Molases merupakan hasil ikutan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak pada aroma dan rasanya, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa memperbaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996). Kandungan nilai gizi molases dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan nilai gizi molases.

Kandungan nilai gizi molases Kandungan (%)

Bahan kering 67,50

Protein kasar 3-4

Lemak kasar 0,08

Serat kasar 0,38

TDN 81,00

Sumber: Laboratorium Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000).

Dedak Padi

(42)

Tabel 8. Kandungan nilai gizi dedak padi

Kandungan nilai gizi dedak padi Nilai gizi (%)

Bahan kering 89.1

Protein kasar 13.8

Serat kasar 8.0

Lemak Kasar 8.2

TDN 64.3

Sumber : Tillman., et al(1991)

Tepung Ikan

Tepung ikan digunakan sebagai sumber protein mengandung asam-asam amino yang lengkap dan berimbang, sumber kalsium, vitamin, dan mineral lainya. Karena kandungan gizinya yang hampir sempurna inilah, tepung ikan mempunyai harga yang relatif mahal. Tepung ikan masih terus digunakan untuk menyeimbangkan kebutuhan asam amino (Rasyaf, 1989).

Tabel 9. Kandungan nutrisi tepung ikan

Nutrisi Kandungan (%)

Energi Metabolisme 2820 Kkal/kg

Sumber : Hartadi.,et al.(1997).

Tepung Jagung

(43)

39

diberikan pada babi dalam bentuk butir utuh, digiling, dicampur dengan bahan lain (Sihombing, 2006). Kandungan nutrisi tepung jagung tertera pada Tabel 10.

Tabel 10. Kandungan nutrisi tepung jagung.

Uraian Kandungan Nutrisi

(44)

babi berbeda. Temperatur yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mengganggu kehidupan babi, sebab babi akan bertumbuh baik di lingkungan zone termonetralnya, yakni berkisar antara 20-26° C (Sihombing, 2006).

Syarat faktor- faktor fisik bangunan kandang untuk daerah tropis :

1). Bahan bangunan yang tahan lama, relatif murah dan berdaya pantul tinggi terhadap sinar

2). Berkemampuan rendah menyimpan beban panas yang berasal dari tubuh ternak

3). Landaian (slope) atap cukup, biasanya 30-45° sehingga ternak terlindung baik terhadap panas sinar, hujan dan angin

4). Luas ruangan bagi ternak cukup memadai

5). Terjamin sirkulasi udara yang baik, sehingga udara tak sehat keluar dan udara segar masuk

6). Langit-langit bangunan cukup tinggi sesuai kebutuhan

7). Arah memanjang (poros) bangunan kandang adalah timur-barat, berbeda dari arah bangunan di daerah beriklim subtropis ataupun beriklim dingin

(Sihombing, 1997).

Fermentasi

(45)

41

dengan menggunakan mikroorganisme tertentu (Soeratmo, 1988). Melalui proses fermentasi, nilai gizi limbah kulit buah kakao dapat ditingkatkan, sehingga layak untuk pakan penguat kambing, sapi, bahkan untuk ransum babi dan ayam. Manfaat fermentasi antara lain yaitu meningkatkan kandungan protein, menurunkan kandungan serat kasar, menurunkan kandungan anti nutrisi (zat lignin pada kulit kakao).

Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam medium cair (Hardjo et al., 1989).

Menurut Winarno et al., (1980) fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pakan tersebut, dimana bahan pakan yang mengalami fermentasi biasanya nilai gizi menjadi lebih baik dari asalnya disebabkan karena mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna.

(46)

Inokulan Cair

Tujuan pembuatan inokulan cair adalah untuk membiakkan mikroorganisme yang mampu mendegradasi karbohidrat serta lemak. Mikroorganisme tempatan yang dipakai adalah, Rhizopus sp dari ragi tempe Saccharomyces sp yang berasal dari ragi tape dan Lactobacillus sp yang berasal dari yoghurt/biokult. Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces sp akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids (VFA) dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam amino.

2. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus sp akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida-polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana, dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.

3. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus sp akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

(Ginting N, 2010).

Mikroorganisme Fermentasi

Rhizhopus sp

(47)

43

juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh ke arah atas dan mengandung ratusan spora. Sporagiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contohnya spesiesnya adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan Hopson, 2006).

Kapang golongan Rhizopus sp sangat berperan penting dalam proses fermentasi tempe, dan memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim β– glukosidase. Selama proses fermentasi kedelai berlangsung menjadi tempe,

isoflavon glukosidase dikonversi menjadi isoflavon aglikon oleh enzim β–glukosidase yang disekresikan oleh mikroorganisme. Isoflavon mempunyai

potensi yang lebih aktif sebagai antioksidan, antihemolisis, antibakteri, anti jamur dan anti kanker (2,3,4), bila dibandingkan dengan senyawa asalnya yaitu isoflavon glukosida. Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh aktivitas enzim β -glukosidase. Enzim ini selain terdapat di dalam kedelai juga diproduksi oleh mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung dan mampu memecah komponen glukosida menjadi aglikon dan gugus gula (Ewan et al., 1992).

(48)

Saccharomyces sp

Saccharomyces sp merupakan genus

kemampuan menguba2. Saccharomyces sp

merupakan mikroorganisme be

kelompok o C dan pH 4,8. Beberapa

kelebihan Saccharomyces sp dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces sp mampu memproduksi ethanol hingga 13.01 %. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida sp dan Trochosporon sp. Pertumbuhan Saccharomyces sp dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambaha optimum untuk fermentasi antara 28-30oC. Beberapa spesies yang termasuk dalam

genus ini diantaranya yait

da

Menurut Lay dan Hastowo (1992), khamir mempunyai peranan penting dalam pembuatan industri makanan. Banyak kegiatan khamir dalam makanan yang dikehendaki untuk dimanfaatkan dalam pembuatan bir, anggur, roti, produk makanan terfermentasi dan sebagai sumber potensial dari protein sel tunggal untuk fortifikasi makanan ternak. Seperti galur atau strain Saccharomyces sp yang hingga saat ini paling banyak digunakan untuk keperluan tersebut.

(49)

45

secara sinergetik, dimana umumnya terdapat spesies-spesies dari genus Aspergillus yang dapat menyederhanakan amilum, Saccharomyces sp, Candida sp,dan Hansenula sp yang dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam zat organik lainnya serta bakteri (Acetobacter sp) yang menumpang untuk mengubah alkohol menjadi asam cuka (Dwidjoseputro, 1994).

Lactobacillus sp

Lactobacillus sp adalah

atau

menguba

ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat ditemukan di dalam

dan merupakan sebagian kecil dariLactobacillus

sp memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah

memiliki Lactobacillus sp sering digunakan

untuk industri pembuata

hewan, seperti

yang merupakan kultur simbiotik antara

berkembang di Laktobasili, terutama

da

(50)
(51)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu tujuan usaha peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat, sehingga permasalahan kekurangan gizi masyarakat akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber protein hewani yaitu susu, telur dan daging yang berasal dari ternak. Daging merupakan salah satu kebutuhan dasar pangan masyarakat. Daging mempunyai peranan yang besar dalam penyedian protein hewani asal ternak dibandingkan dengan produk telur dan susu. Kebutuhan protein hewani cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat.

Pada umumnya, konsumsi daging masyarakat terutama golongan berpenghasilan rendah yang merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia masih sedikit dan jauh dari kebutuhan gizi. Karena itu usaha penyedian daging yang memadai dan terjangkau oleh seluruh masyarakat sangat penting sekali. Untuk meningkatkan usaha perbaikan gizi masyarakat perlu kiranya lebih dianekaragamkan penyediaan jenis-jenis ternak potong yang menghasilkan daging.

(52)

terkecuali daging babi yang tidak dapat dikonsumsi terkecuali oleh masyarakat kaum non muslim.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, kebutuhan protein hewani yang belum bisa terpenuhi ternyata juga disebabkan belum memadainya produksi di bidang peternakan. Salah satu komoditi peternakan yang layak untuk ditingkatkan pengusahaannya adalah usaha ternak babi.

Usaha ternak babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan antara lain laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak per kelahiran (litter size) yang tinggi, efisiensi ransum yang baik (75 – 80%) dan persentase karkas yang tinggi (65 – 80%) (Siagian, 1999). Selain itu, babi juga mampu memanfaatkan sisa-sisa makanan atau limbah pertanian menjadi daging yang bermutu tinggi. Karakteristik reproduksinya unik bila dibandingkan dengan ternak sapi, kambing, domba dan kuda, karena babi merupakan hewan yang memiliki sifat prolifik yaitu jumlah perkelahiran yang tinggi (10 – 14 ekor/kelahiran), serta jarak antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya pendek. Dari segi nutrisi kandungan lemaknya lebih tinggi, sehingga nilai energinya pun lebih tinggi.

(53)

Disamping itu, penyusunan komposisi ransum dengan level yang tepat dan seoptimal mungkin harus dilakukan, sehingga diperoleh ransum yang baik dan seimbang sesuai dengan kebutuhan ternak. Bahan pakan yang komersil dapat dicarikan substitusinya. Bahan pakan yang disubstitusi adalah dedak padi. Dedak padi merupakan bahan pakan ternak yang umum dipergunakan dalam pembuatan pakan ternak. Penggunaan dedak padi dalam pakan ternak terus meningkat, hal ini dikarenakan hampir semua ternak menggunakannya dalam campuran pakan sehingga berdampak terhadap kenaikan harga dedak padi. Ketersedian dedak padi juga hanya banyak ditemukan disaat musim panen padi. Oleh karena itu, perlu dicarikan alternatif lain sebagai pengganti dedak padi. Pencarian bahan pakan alternatif pengganti dedak padi ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek ketersediaan, kualitas, harga, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

(54)

rakyat. Hal inilah yang sekaligus berdampak mampu memberikan nilai tambah pendapatan rumah tangga peternak di daerah pedesaan.

Kulit kakao atau pod kakao ini memang memiliki kelemahan untuk dijadikan bahan makanan ternak, hal ini dikarenakan pada pod kakao mengandung serat kasar dan zat anti nutrisi berupa lignin dan theobromin yang tinggi Theobromin merupakan alkaloid tidak berbahaya yang dapat dirusak dengan pemanasan atau pengeringan, tetapi pemberian pakan yang mengandung theobromin secara terus-menerus dapat menurunkan pertumbuhan ternak (Tarka et al., 1998). Namun dengan menggunakan teknologi sederhana seperti fermentasi maka kandungan nutrisinya dapat diperbaiki dan zat anti nutrisinya dapat diturunkan.

(55)

kandungan protein, menurunkan kandungan serat kasar dan zat anti nutrisi pod kakao (zat lignin dan theobromin) (Ginting N, 2010).

Fakta ini yang mendasari prospek potensial mendukung konsep integrasi perkebunan kakao-ternak babi. Prospek penanganan limbah pod kakao sebagai bahan pakan ternak babi perlu dikaji lebih lanjut. Juga diperlukan sosialisasi pemanfaatan pod kakao sebagai bahan baku pakan ternak yang mendukung upaya pemanfaatan limbah hasil pertanian.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan potensi pod kakao (Theobroma cacao L) yang difermentasikan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp sebagai substitusi dedak padi terhadap konsumsi pakan, konversi pakan dan pertambahan bobot badan ternak babi peranakan Landrace jantan lepas sapih umur 2-5 bulan.

Kegunaan Penelitian

(56)

Hipotesis Penelitian

(57)

ABSTRAK

Dalam keadaan beroperasi, suatu sistem tenaga listrik sering mangalami gangguan yang dapat mengakibatkan terganggunya penyaluran tenaga listrik ke konsumen dan lebih sering terjadi pada saluran transmisi. Gangguan tersebut umumnya bersumber dari petir. Terganggunya penyaluran tenaga listrik ini dapat disebabkan adanya kegagalan perisaian dan backflashover pada menara transmisi. Kegagalan suatu sistem perisaian dapat diketahui dengan menggunakan metode elektro geometris dan backflashover dengan metode teori gelombang berjalan.

(58)

RHIZOPUS SP, SACCHAROMYCES SP, LACTOBACILLUS SP

TERHADAP PERFORMANS TERNAK BABI PERANAKAN

LANDRACE

JANTAN

SKRIPSI

BORNOK VENANTIUS P

070306031

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

(59)

SUBSTITUSI DEDAK PADI DENGAN POD KAKAO

(THEOBROMA CACAO L)

DIFERMENTASI DENGAN

RHIZOPUS SP, SACCHAROMYCES SP, LACTOBACILLUS SP

TERHADAP PERFORMANS TERNAK BABI PERANAKAN

LANDRACE

JANTAN

SKRIPSI

Oleh:

BORNOK VENANTIUS P

070306031

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

(60)

RHIZOPUS SP, SACCHAROMYCES SP, LACTOBACILLUS SP

TERHADAP PERFORMANS TERNAK BABI PERANAKAN

LANDRACE

JANTAN

SKRIPSI

Oleh :

BORNOK VENANTIUS P

070306031/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(61)

Judul : Substitusi dedak padi dengan pod kakao (Theobroma cacao L) difermentasi dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp, Lactobacillus sp terhadap performans ternak babi peranakan Landrace jantan.

Nama : Bornok Venantius P

NIM : 070306031

Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc Ir. Iskandar Sembiring, MM

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ristika Handarini, MP Ketua Program Studi Peternakan

(62)

BORNOK VENANTIUS P: Substitusi Dedak Padi dengan Pod Kakao (Theobroma cacao L) Difermentasi dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp, Lactobacillus sp terhadap Performans Ternak Babi Peranakan Landrace Jantan. Dibimbing oleh NURZAINAH GINTING dan ISKANDAR SEMBIRING.

Pod kakao fermentasi dapat digunakan sebagai pakan alternatif penganti dedak padi karena kapasitasnya dapat memperbaiki performans selama pertumbuhan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan potensi pod kakao fermentasi sebagai substitusi dedak padi terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi pakan. Penelitian dilakukan pada bulan April – Juni 2012 di Jalan Galang, Kampung Baru, Desa Pasar Melintang, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, menggunakan 20 ekor ternak babi peranakan Landrace jantan dengan rataan bobot badan awal 8,64 ± 5,88 kg dan rancangan acak lengkap yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang dilakukan terdiri atas lima jenis ransum yaitu P1 =7,5% kakao fermentasi dan 17,5% dedak padi, P2 = 10% kakao fermentasi dan 15% dedak padi, P3 = 12,5% kakao fermentasi dan 12,5% dedak padi, P4 = 15% kakao fermentasi dan 10% dedak padi, dan P5 = 17,5% kakao fermentasi dan 7,5% dedak padi. Parameter yang diamati konsumsi pakan, pertambahan bobot badan babi (PBB), dan konversi pakan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pod kakao yang merupakan hasil limbah pertanian dapat digunakan sebagai substitusi dedak padi pada ransum babi dengan memberikan hasil yang baik terhadap konsumsi pakan (g/ekor/hari) P1; P2; P3; P4, dan P5 sebesar 1.035,44; 1.394,23; 1.260,48; 1.030,86; dan 1.085,80, pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) P1; P2; P3; P4, dan P5 sebesar (236,90; 341,07; 350,30; 244,05 dan 256,03 konversi pakan P1; P2; P3; P4, dan P5 sebesar 4,47; 4,08; 3,75; 4,28; and 4,44Pod kakao fermentasi merupakan bahan pakan ternak yang baik. Pod kakao dapat digunakan sebagai substitusi dedak padi dalam ransum dengan keberadaan dedak padi dalam ransum ternak babi sebesar 25% dapat digantikan dengan 12,5% dedak padi dan 12,5% pod kakao fermentasi dalam ransum.

(63)

ABSTRACT

BORNOK VENANTIUS P: Substitution of rice bran with cacao pods fermented by Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp to performance of male croosbred Landrace swine. Under the supervision by NURZAINNAH GINTING and ISKANDAR SEMBIRING.

Cacao pods fermented can be used as an alternative feed a substitution of rice bran for its capacity to improve performance during growth. The objective of this research was to prove potention of cacao pods fermented, which can be seen from consumption, average daily gain (ADG) and conversion ratio. The research was performed in April 2012- June 2012 at Galang road, Kampung Baru, Pasar Melintang Village, Lubuk Pakam city, District Deli Serdang, North Sumatera, using 20 weaning male swine with initial body weight 8,64 ± 5,88 kg and was using completely randomized design (CRD) by five treatments and four replications.. The treatment is done consists of five types of rations that P1 =7,5% cacao pods fermented and 17,5% rice bran, P2 = 10% cacao pods fermented and 15% rice bran, P3 = 12,5% cacao pods fermented and 12,5% rice bran, P4 = 15% cacao pods fermented and 10% rice bran, dan P5 = 17,5% cacao pods fermented and 7,5% rice bran. Parameters measured were consumption, average daily gain (ADG) and conversion ratio.

The result of this research showed that given of cacao pods fermented by Rhizopus sp, Saccharomyces sp, Lactobacillus sp had the different result to feed consumtion(g/head/day) P1; P2; P3; P4, and P5 for 1.035,44; 1.394,23; 1.260,48; 1.030,86; and 1.085,80, Average Daily Gain (ADG) (g/head/day) P1; P2; P3; P4, and P5 for (236,90; 341,07; 350,30; 244,05 and 256,03), and Conversion Ratio P1; P2; P3; P4, and P5 for 4,47; 4,08; 3,75; 4,28; and 4,44 The pod cacao which are fermented is a good feed. The pod cacao can be used as a substitution of bran in feed, this bran in feed of swine is about 25%, can be replaced about 12,5% cacao pods fermented and 12,5% rice bran in rations.

(64)

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 24 April 1989 dari ayah Banuara Parhusip dan Ibu Herdina Hasibuan. Penulis merupakan putra pertama

dari empat bersaudara.

Penulis lulus dari SMU NEGERI 1 LUBUK PAKAM pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Ilmu Produksi Ternak, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam ekstrauniversitas sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET) dan anggota Ikatan Mahasiswa Katolik (IMK) USU.

(65)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Substitusi Dedak Padi Dengan Pod Kakao (Theobrema cacao L) Difermentasi Dengan Rhizopus sp, Saccromyces sp, Lactobacillus sp Terhadap Performans Ternak Babi Peranakan Landrace Jantan”.

Pada kesempatan kali ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Penulis yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM selaku anggota komisi pembimbing dan kepada dosen penguji Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc dan Bapak Usman Budi, S.Pt, M.Si yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Peternakan Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan sat per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

(66)

DAFTAR ISI

Pertumbuhan Dan Pertambahan Bobot Badan Ternak Babi ... 12

Konversi Pakan Dan Evisiensi Pakan ... 13

Sistem Pencernanaan Babi ... 14

(67)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

Bahan ... 28

Alat ... 28

Metode Penelitian ... 29

Parameter Penelitian ... 30

Pelaksanaan Penelitian ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan ... 36

Konversi Pakan ... 40

Pertambahan Bobot Badan ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(68)

DAFTAR TABEL

No. ... Hal. 1. Populasi ternak kecil menurut jenis tahun 2001-2010 di Provinsi Sumatera

Utara ... 8

2. Populasi ternak babi per kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara tahun 2002-2006 ... 9

3. Konsumsi ransum dan air minum babi menurut umur/periode ... 10

4. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak babi (%) ... 11

5. Luas tanaman dan produksi coklat (Theobroma cacao L) tanaman perkebunan rakyat menurut kabupaten di Sumatera Utara tahun 2010 ... 17

6. Kandungan zat gizi dedak kulit buah kakao ... 18

7. Kandungan zat gizi molases ... 19

8. Kandungan zat gizi dedak padi ... 20

9. Kandungan zat gizi tepung ikan ... 20

10. Kandungan zat gizi tepung jagung ... 21

11. Rataan konsumsi pakan ternak babi peranakan Landrace jantan selama penelitian (gr/ekor/hari) ... 36

12. Uji BNT konsumsi pakan ... 39

13. Rataan konversi pakan ternak babi peranakan Landrace Jantan selama penelitian. ... 40

14.UJI BNT konversi pakan ... 41

15.Rataan pertambahan bobot badan peranakan Landrace jantan selama penelitian ... 42

Gambar

Gambar 1. Skema pembuatan inokulan cair
Gambar 2. Skema pembuatan pod kakao fermentasi.
Tabel 11. Rataan konsumsi pakan ternak babi peranakan Landrace jantan selama
Tabel 12 . Uji Beda Nyata (BNT) konsumsi pakan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PEMBERIAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DAN KOMPOS KULIT BUAH KAKAO PADA PERTUMBUHAN BIBIT.. KAKAO ( Theobroma cacao

PENGARUH PERENDAMAN KECAMBAH KAKAO DALAM AIR KELAPA DAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PERTUMBUHAN BlBlT KAKAO.. (Theobroma cacao

LEVEL OPTIMAL PENGGUNAAN KULIT BlJl KAKAO (Theobroma cacao L) DALAM RANSUM.. SAP1

Skripsi Efek Senyawa Polifenol Ekstrak Biji Kakao ( Theobroma cacao L) terhadap Pertumbuhan Bakteri Lactobacillus acidophilus telah diuji dan disahkan oleh

Tikus Wistar Jantan Model Fraktur Tulang (Studi Potensi Ekstrak Etanol Kakao. (Theobroma

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah Kakao ( Theobroma cacao L.) memiliki aktivitas imunostimulan dengan dosis terbaik 500 mg/200 g

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi sediaan mikrokapsul antosianin dari kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) dengan metode koaservasi kompleks, sehingga

Skripsi Efek Senyawa Polifenol Ekstrak Biji Kakao (Theobroma cacao L) terhadap Pertumbuhan Bakteri Lactobacillus acidophilus telah diuji dan disahkan oleh Fakultas