• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERITAAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PENGADILAN ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERITAAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PENGADILAN ANAK"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERITAAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

PENGADILAN ANAK

CUT ARISTA

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak adalah Kebijakan legislatif yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya penanganan kasus pidana yang dilakukan oleh anak dan juga sebagai upaya perlindungan terhadap anak sebagai pelaku dan juga sebagai korban dari tindak pidana. Salah satu hak asasi anak yang wajib dilindungi ketika sedang berhadapan dengan hukum adalah hak untuk di jaga kerahasiaan identitasnya agar tidak diketahui oleh banyak publik. Media massa mempunyai peranan yang penting dalam menjaga rahasia identitas anak sebagai pelaku tindak pidana. Pemberitaan dalam media massa terhadap anak yang melakukan tindak pidana dewasa ini sering disebutkan identitas si pelaku. Hal ini terjadi dikarenakan tidak sedikit para wartawan yang tidak mengerti tentang hukum perlindungan anak. Ketentuan mengenai perlindungan identitas anak saat ini masih sebatas konseptual saja karena implementasi di lapangan masih banyak terjadi pelanggaran. Ketidaktahuan aparat dan para awak media mengenai perlindungan hukum terhadap identitas anak dari pemberitaan menjadi salah satu faktor masih minimnya perlindungan hukum terhadap identitas anak dari pemberitaan. Sehubungan dengan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tentang: (1) Bagaimana upaya perlindungan hukum terhadap identitas anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa? (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam melindungi identitas anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa?

(2)

identitas anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :Upaya perlindungan hukum yang dilakukan untuk melindungi identitas anak sebagai pelaku tindak pidana pertama-tama harus dimulai dengan melakukan reformasi hukum dalam hal kebijakan legislatif khususnya mengenai Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak karena dalam undang-undang ini tidak diatur secara tegas mengenai sanksi yang diberikan apabila terjadi pelanggaran terhadap hak-hak anak yaitu dalam Pasal 42 ayat (3) mengenai proses penyidikan dan Pasal 8 ayat (1) dan (5) mengenai proses persidangan. Masyarakat juga memiliki tugas yang penting dalam upaya melindungi identitas anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan yang dilakukan oleh media massa. Anak pelaku tindak pidana memiliki hak untuk dilindungi identitasnya oleh aparat penegak hukum khususnya oleh penyidik dan hakim seperti yang diatur dalam Undang-undang pengadilan anak dengan melakukan tindakan sesuai undang-undang. Dewan Pers dan KPI memiliki peran untuk memantau dan menangani pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh wartawan dan perusahan media massa. Oleh karena itu diperlukan suatu pemahaman bagi wartawan dan pengelola media massa agar tidak terjadi peliputan berita yang melanggar peraturan undang-undang. Kelalaian yang dilakukan oleh wartawan dan perusahaan media massa disebakan karena kurangnya pemahaman mereka tentang peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan identitas anak.

Adapun saran yang diberikan penulis terhadap perlindungan identitas anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa yaitu Reformasi hukum dibidang substansi hukum merupakan langkah utama yang harus dilakukan demi melindungi hak anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa Pihak wartawan dan media massa diharapkan lebih memahami dan patuh terhadap peraturan perundang-undangan dan juga Kode etik Jurnalistik demi terlindunginya kepentingan dan hak-hak anak serta demi masa depan si anak.

(3)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERITAAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

PENGADILAN ANAK (Skripsi)

CUT ARISTA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini makin banyak kasus kejahatan yang dilakukan terhadap anak atau bahkan melibatkan anak itu sendiri, akibatnya dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak itu sendiri. Sekarang ini juga tidak sedikit anak yang berperilaku menyimpang, Perbuatan-perbuatan ini dilakukan karena adanya pengaruh faktor lingkungan yang kurang baik yang menjadi penyebab terjadinya kenakalan anak.

Pelanggaran yang sering dilakukan oleh anak antara lain pencurian, penganiayaan, perbuatan cabul, perkelahian. Perbuatan-perbuatan ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum, Jenis karakteristik perbuatan tersebut adalah perbuatan atau tindak pidana yang biasa dilakukan oleh orang dewasa.

(5)

anak yang menjadi korban dan pelaku tindak pidana wajib dilindungi hak asasinya.

Salah satu hak asasi anak yang wajib dilindungi ketika sedang berhadapan dengan hukum adalah hak untuk di jaga kerahasiaan identitasnya agar tidak diketahui oleh banyak publik. Media massa mempunyai peranan yang penting dalam menjaga rahasia identitas anak sebagai pelaku tindak pidana. Pemberitaan dalam media massa terhadap anak yang melakukan tindak pidana dewasa ini sering disebutkan identitas si pelaku. Hal ini terjadi dikarenakan tidak sedikit para wartawan yang tidak mengerti tentang hukum perlindungan anak.

Banyaknya pemberitaan mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh anak adalah hasil dari para jurnalis dalam mencari berita yang terjadi di masyarakat dan kemudian di olah menjadi suatu inforrmasi yang ditujukan kepada masyarakat, Akan tetapi mereka tidak banyak yang mengetahui tentang kerahasiaan identitas anak yang wajib dijaga seperti yang di atur dalam undang-undang.

Pemberitaan mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang sering dipublikasikan di media elektronik dan media cetak sering menyebutkan identitas anak secara lengkap seperti nama dan wajah pelaku,bahkan gambar pelaku tidak di sensor sehingga masyarakat dapat melihat dengan jelas wajah anak sebagai pelaku dan korban tindak pidana.

(6)

dirinya sehingga berdampak pada psikologis. Mereka menjadi malu bahkan ada yang sampai trauma untuk berinteraksi dengan orang lain akibat adanya pemberitaan mengenai dirinya. Mengenai kerahasiaan identitas anak sudah banyak diatur dalam undang-undang seperti yang diatur dalam pasal 17 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu : “Setiap

anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan

dengan hukum berhak dirahasiakan identitasnya.”

Identitas anak sebagai pelaku berupa nama, alamat dan keluarga si anak tidak boleh dipublikasikan dalam media massa, bahkan mengenai perlindungan identitas anak lebih jelas lagi di atur dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 1997

pasal 42 ayat (3) tentang Pengadilan Anak yaitu “Proses penyidikan terhadap

perkara anak nakal wajib dirahasiakan.” Ini berarti bahwa di dalam proses penyidikan, penyidik anak harus merahasiakan semua tindakan yang dilakukan dalam rangka penyidikan terhadap anak termasuk rmenjaga identitas anak pelaku tindak pidana agar tidak diketahui oleh publik. Dalam hal ini dimaksudkan untuk merahasiakan identitas pelaku dari masyarakat banyak terutama membatasi para wartawan dalam melakukan publikasi terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

(7)

mengejar rating media elektronik sehingga mereka tidak memperhatikan bahwa ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan identitas anak.

Seperti contoh kasus yang terjadi di Palu Sulawesi Tengah tentang AAL, remaja 15 tahun yang dituduh mencuri sepasang sandal jepit milik seorang anggota kepolisian di Palu Sulawesi Tengah. AAL yang dituduh mencuri sandal milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah divonis bersalah oleh Hakim Pengadilan Negeri Palu. AAL tidak mendapatkan hukuman kurungan tetapi dikembalikan ke orangtua.

Kasus AAL yang di anggap janggal membuat media massa tertarik untuk memberitakannya, penyidik yang di anggap tidak melakukan penyidikan sesuai prosedur sehingga menyebabkan AAL divonis bersalah, padahal bukti yang ditemukan berbeda sewaktu disidangkan. AAL dipaksa untuk mengaku mencuri pada saat proses penyidikan. Hal-hal yang dianggap janggal dan aneh ini kemudian mendapatkan dukungan dari masyarakat dengan mendirikan posko

“1000 Sandal” yang nantinya akan diserahkan kepada aparat penegak hukum sebagai bentuk protes dari masyarakat.. Kasus AAL sangat ramai diberitakan oleh media massa, akibatnya AAL menjadi malu untuk diberitakan, dia selalu menutupi wajahnya karena malu. Hal ini dapat menimbulkan dampak buruk bagi pelaku akibat banyaknya media massa yang memberitakan kasusnya.

(8)

terhadap identitas anak dari pemberitaan menjadi salah satu faktor masih minimnya perlindungan hukum terhadap identitas anak dari pemberitaan.

Kebijakan legislatif dalam membuat Undang-undang Pengadilan anak khususnya yang mengatur tentang kerahasiaan identitas anak masih jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat khususnya bagi para pelaku atau korban dan keluarga dalam perkara anak. Tidak adanya pengaturan mengenai sanksi bagi pelanggaran tersebut membuat pemberitaan mengenai perkara anak menjadi marak dan sering terjadi di masyarakat yang akhirnya menimbulkan dampak buruk terhadap psikologis anak.

Jadi dapat dibayangkan bagaimana terpinggirkannya hak-hak anak khususnya mengenai kerahasiaan identitas anak dalam proses peradilan pidana anak, padahal sebagaimana diketahui bersama bahwa anak adalah generasi penerus bangsa , hitam atau putihnya nasib bangsa, maju atau maju mundurnya bangsa ini tergantung pada anak. Kesalahan penanganan terhadap anak, baik yang normal

maupun bermasalah merupakan “dosa masa depan “ yang akan ditanggung dan

dipertanggungjawabkan oleh orang dewasa, khususnya para pemimpin atau para aparat penegak hukum yang lalai melakukan penanganan terhadap anak dengan baik (Tri Andrisman 2011 : 1)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Pemberitaan Anak

Sebagai Pelaku Tindak Pidana di Tinjau Dari Undang-undang Pengadilan

(9)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan uaraian diatas, maka permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah upaya perlindungan hukum terhadap identitas anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa?

2. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam melindungi identitas anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan ini adalah pembahasan secara yuridis tentang upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak serta mengkaji hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam melindungi identitas anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan di media massa.

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana upaya perlindungan terhadap identitas anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan media massa.

(10)

2. Kegunaan Penelitian a. Secara teoritis,

Penulisan ini diharapkan untuk memperluas pengetahuan penulis dibidang ilmu hukum pidana khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap identitas anak dari pemberitaan oleh media massa.

b. Secara praktis,

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada aparat penegak hukum dan perusahaan media massa mengenai perlindungan hukum terhadap identitas anak sebagai pelaku tindak pidana.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah kerangka-kerangka yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang relevan untuk penelitian. (Soerjono Soekanto 1986:24).

(11)

Menurut Soerjono Soekanto, masalah pokok dari upaya penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor yang mempengaruhinya. Faktor faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak positif ataupun dampak negatifnya terletak pada faktor-faktor tersebut. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Faktor Hukum yaitu Undang-undang

2. Faktor Penegak Hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum

3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Faktor Masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum.(Soerjono Soekanto, 1983 : 5)

Mengenai perlindungan hukum bagi hak-hak anak pada hakikatnya menyangkut secara langsung pengaturan dan peraturan perundang-undangan. Kebijaksanaan, usaha dan kegiatan yang menjamin terwujudnya perlindungan hak-hak anak pertama-tama didasarkan atas pertimbangan bahwa anak-anak adalah golongan yang rawan, yang sangat mudah terpengaruh oleh apapun yang terjadi di sekitarnya (Rika Saraswati, 2009 : 137)

(12)

perlindungan hukum bagi anak adalah dalam hal substansi hukum yaitu undang-undang. Barda Nawawi mengemukakan bahwa kebijakan legislatif merupakan tahapan paling strategis dari upaya pencegahan dan penaggulangan hukum. Oleh karena itu, kesalahan atau kelemahan dalam kebijakan legislatif merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi penghambat upaya pencegahan dan penanggulangan hukum pada tahap aplikasi dan eksekusi (Barda Nawawi Arief, 2001:75)

Anak adalah tunas-tunas bangsa yang akan melanjutkan eksistensi pembangunan nusa dan bangsa. Dengan demikian apabila masalah perlindungan anak di abaikan maka akan menimbulkan berbagai masalah yang dapat mengganggu ketertiban, keamanan dan pembangunan Nasional.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan antara konsep-konsep khusus yang merupakan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang digunakan dalam penulisan atau penelitian atau apa yang diteliti (Soerjono Soekanto 1986:132).

(13)

Adapun istilah serta pengertian yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi: a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,

perubahan,dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab, duduk perkara dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002 : 43)

b. Undang-undang adalah ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan Negara yang dibuat oleh pemerintah (badan eksekutif) disahkan oleh parlemen (badan legislative) ditandatangani oleh kepala Negara (presiden) dan mempunyai kekuatan yang mengikat (Kamus besar bahasa Indonesia 2002 : 1245)

c. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan (Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak)

d. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman atau sanksi pidana (Wirjono Prodjodikoro. 1986 : 55)

e. Pemberitaan adalah proses atau cara perbuatan melaporkan suatu kejadian atau peristiwa yang sedang terjadi.(Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002 : 912) f. Media massa adalah sarana dari saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk

menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas (kamus besar bahasa Indonesia 2002 : 586)

(14)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan memuat uraian keseluruhan yang akan disajikan dengan tujuan agar pembaca dapat dengan mudah memahami dan memperoleh gambaran menyeluruh tentang penelitian ini yang terdiri dari lima bab, yaitu :

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraiakan tentang latar belakang penulisan, dari uraian latar belakang tersebut kemudian disusun pokok yang menjadi permasalahan dalam penulisan selanjutnya serta memberikan batasan-batasan penulisan, selain itu pada bab ini juga memuat tujuan dan kegunaan dari penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat beberapa pengantar dalam pemahaman dan pengertian umum tentang pokok bahasan mengenai pengertian anak pelaku tindak pidana dan batasan umurnya, penyidikan anak, hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana dan perlindungan identitas anak serta media massa dan pengaturan penyiarannya.

III. METODE PENELITIAN

(15)

IV. PEMBAHASAN

Bab ini merupakan penjelasan dan pembahasan tentang permasalahan yang terdapat dalam penulisan ini yaitu batasan-batasan untuk menjadi acuan bagi media massa dalam melakukan pemberitaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana dan upaya-upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam melindungi identitas anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa.

V. PENUTUP

(16)
(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Kejahatan atau perbuatan jahat dapat dikatakan suatu tindak pidana apabila menimbulkan kerugian pada orang lain dan perbuatan itu dapat diancam dengan pidana oleh undang-undang.

Tindak pidana adalah suatu tindakan pidana melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum (P.A.F Lamintang 1996 : 185)

Ada beberapa pengertian dari tindak pidana yang dikemukakan oleh para pakar hukum pidana sejak zaman dahulu hingga sekarang, diantaranya adalah menurut

Van Hamel yang mendefinisikan “ tindak pidana yaitu kelakuan orang yang

dirumuskan dalam wet (undang-undang), yang bersifat melawan hukum, yang

(18)

Menurut Vos, Strafbaarfeit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan undang-undang , jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana.Strafbaarfeitmengandung unsur subjektif dan objektif.

Dari segi subjektif, strafbaarfeit mengandung unsur : 1. Orang yang mampu bertanggungjawab

2. Adanya kesalahan, perbuatan ini harus dilakukan dengan kesalahan, kesalahan ini dapat berhubungan dengan dari perbuatan dan keadaan mana perbuatan itu dilakukan.

Dari segi objektif, strafbaarfeit mengandung unsur : 1. Adalah perbuatan manusia

2. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu

3. Mungkin keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu (seperti dalam pasal

281 KUHP bersifat open baar “ di muka umum”)

Moeljanto juga memberikan rumusan mengenai tindak pidana yaitu suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum , larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Moeljanto juga merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :

1. Perbuatan (manusia)

2. Yang memenuhi rumusan undang-undang (ini merupakan syarat formil) 3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil)

(19)

Dalam konsep KUHP 2008 pengertian tindak pidana telah dirumuskan dalam Pasal 11 ayat (1) sebagai berikut : Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan di ancam dengan pidana.

B. Anak Pelaku Tindak Pidana 1. Pengertian Anak Nakal

Pengertian mengenai anak terdapat pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 1 angka 1 tentang Pengadilan Anak yaitu orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Meski dalam banyak rumusan namun pada prinsipnya, keragaman batasan tersebut mempunyai implikasi yaitu memberikan perlindungan pada anak. Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa dan sebagai salah satu sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuktumbuh dan berkembang dengan wajar, baik secara rohani, jasmani dan juga sosial.

(20)

Pengertian mengenai Anak Nakal diatur juga dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 dalam pasal 1 angka 2 tentang Pengadilan Anak yaitu :

Anak Nakal adalah :

a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Kenakalan anak ini merupakan terjemahan dari Juvenile Delinquency. Istilah Juvenenile berasal dari bahasa latin “Juvenilis”, artinya : anak-anak, anak muda. Sementara istilah Delinquency berasal dari kata latin “Delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, criminal, pelanggar aturan.

Beberapa seminar internasional memberikan perumusan mengenai pengertian

Juvenile Delinquency(dalam Romli Artasasmita, 1983: 22) sebagai berikut : 1. Semua perbuatan yang bagi orang dewasa merupakan kejahatan, bagi

anak-anak merupakan delinquency. Jadi semua tindakan yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya,dan sebagainya.

2. Semua perbuatan yang merupakan penyelewengan dari norma kelompok atau masyarakat tertentu yang menimbulkan keonaran dalam masyarakat

itu, misalnya berdansa rock’n roll, bolos dari sekolah.

3. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial, termasuk gelandangan, pengemis dan lain-lain.

2. Faktor Penyebab Kenakalan Anak

(21)

ekstern (di luar diri anak). Berikut ini Romli Atmasasmita mengemukakan pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan anak yaitu ; 1. Faktor Intern :

a. Faktor intelegensia b. Faktor usia

c. Faktor kelamin

d. Faktor kedudukan anak dalam keluarga 2. Faktor Ekstern

a. Faktor rumah tangga

b. Faktor pendidikan dan sekolah c. Faktor pergaulan anak

d. Faktor media massa

Anak-anak nakal (delinkuen) mempunyai karakteristik umum yang sangat berbeda dengan anak-anak normal (non-delinkuen). Perbedaan itu dapat ditinjau dari segi : a. Struktur intelektualnya

b. Konstitusi fisik dan psikis c. Ciri karakteristik individual

Batasan umur anak yang dapat dijatuhi hukuman dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut :

1. Batasan umur tingkatan pertama, yaitu anak yang berumur antara 0–8 tahun 2. Batasan umur tingkatan kedua , yaitu anak yang berumur antara 8–12 tahun 3. Batasan umur tingkatan ketiga, yaitu anak yang berumur antara 12–18 tahun 4. Batasan umur tingkatan keempat, yaitu anak yang berumur antara 18 – 21

tahun. (Tri Andrisman, 2011 : 65)

3. Penyidikan Anak Pelaku Tindak Pidana

(22)

lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia ( Pasal 41 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ). Penyidik yang terlibat dalam proses peradilan anak disebut penyidik anak.

Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik Anak adalah sebagai berikut :

a. Telah berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa;

b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak

Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, tugas penyidikan dapat dibebankan kepada :

a. Penyidik yang melakukan tugas penyidikan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa;

b. Penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Menurut ketentuan pasal 43 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 bahwa penangkapan Anak Nakal pada dasarnya masih diperlukan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Namun demikian yang perlu diperhatikan dalam masalah penangkapan Anak Nakal adalah kapan dan bilamana penangkapan itu dimungkinkan oleh undang-undang.

(23)

dilakuakn tanpa surat perintah dengan catatan harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada pejabat yang berwenang yaitu penyidik.

Penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan, namun penahanan terhadap anak harus pula memperhatikan kepentingan anak yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental maupun sosial anak dan kepentingan masyarakat. Tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan anak dari pengaruh-pengaruh buruk yang dapat diserap melalui konteks cultural dengan tahanan lain.

Pemeriksaan atau penyidikan yang dilakukan terhadap anak nakal, Penyidik harus memperhatikan hal-hal seperti yang diatur dalam pasal 42 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 sebagai berikut :

(1) Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan

(2) Dalam melakukan penyidikan terhadap Anak Nakal, Penyidik wajib meminta Pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya.

(3) Proses penyidikan terhadap perkara anak nakal wajib dirahasiakan.

(24)

harus melakukan proses penyidikan anak nakal sesuai dengan pasal 42 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perkara anak nakal tertuang dalam Surat Edaran Mahkmah Agung No.3 tahun 1959 dan Surat Edaran Pengadilan Tinggi Jakarta berisi tentang :

a. Perkara anak yang disidangkan : 1. Terpisah dari orang tua

2. Pada hari tertentu saja oleh hakim tertentu yang diajukan oleh ketua pengadilan negeri masing-masing

b. Hakim, Jaksa, dan Polisi dalam siding anak tidak boleh memakai toga / pakaian dinasnya masing-masing.

c. Sidang pelaku bersifat tertutup, wartawan tidak diperbolehkan hadir dan putusannya diucapkan dalam siding tertutup, publikasi pun dilarang.

d. Orang tua / wali / penanggung jawab anak harus hadir agar hakim dapat mengetahui juga keadaan yang meliputi anak, misalnya keadaan rumah, bahan mana yang perlu untuk pertimbangan hakim dalam memutuskan penempatan anak.

e. Sejak dari penyidikan oleh kepolisian telah diambil langkah-langkah pengkhususan, misalnya :

1. Pemeriksaan dilakukan oleh bagian tersendiri yang terpisah dari bagian orang dewasa

2. Tempat penahanan terpisah pula dari tempat penahanan orang dewasa. f. Oleh Kejaksaan telah pula ditunjuk Jaksa Khusus sebagai penuntut untuk

(25)

g. Dalam sidang perkara anak diikutsertakan seorang social worker probation officer yaitu pekerja sosial dibidang kehakiman Republik Indonesia. Tenaga teknis tersebut di daerah dilaksanakan oleh petugas BAPAS.

Undang-undang Pengadilan Anak mengatur baik mengenai pidana dan tindakan (hukum pidana materiil), ketentuan beracara dari tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan (hukum pidana formil) maupun tata cara penempatan dan pembinaan anak dalam lembaga maupun non-lembaga setelah dijumpai putusan hakim (hukum pelaksanaan pidana). Kesemua ketentuan yang ada dalam Undang-undang Pengadilan Anak berbeda dengan ketentuan pidana yang ada selama ini, yaitu KUHP dan KUHAP.

Sedangkan untuk Hukum Pelaksanaan Pidana telah ada Undang-undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang isinya telah memperbaharui system pembinaan yang ada selama ini, baik itu terhadap orang dewasa maupun anak. ( Tri Andrisman, 2006 : 31)

4. Perlindungan Hukum Anak

Perlindungan hukum anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak ( fundamental right and freedoms of children ) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.

(26)

didasarkan atas pertimbangan bahwa anak-anak adalah golongan yang rawan, yang sangat mudah terpengaruh oleh apapun yang terjadi disekitarnya (Rika Saraswati, 2009 : 137 ).

Secara yuridis usaha pemberian perlindungan hak-hak anak oleh dunia internasional telah dimulai sejak Deklarasi PBB Tahun 1959 tentang hak-hak anak dan terakhir Konvensi Hak Anak (Convention of The Right of The child) tahun 1989 yang kemudian dituangkan dalam Resolusi PBB tanggal 5 Desember 1989. Konvensi ini berisi tentang penegasan hak-hak anak, perlindungan anak oleh Negara, dan peran serta berbagai pihak (Negara, masyarakat dan swasta) dalam menjamin perlindungan anak.

Dalam kaitannya dengan persoalan perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia, UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa Negara memberikan perlindungan kepada fakir miskin dan anak terlantar, ketentuan UUD 1945 tersebut kemudian dijabarkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan antara lain :

a. Perlindungan Hukum Anak Dalam UU No.6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial

(27)

Pasal 4 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1974 menyatakan : Bantuan sosial kepada Negara baik secara perorangan maupun dalam kelompok yang mengalami kehilangan peranan sosial atau menjadi korban akibat bencana-bencana, baik sosial maupun alamiah atau peristiwa-peristiwa lain.

Bimbingan, pembinaan dan rehabilitasi sosial, termasu di dalam penyaluran kedalam masyarakat, kepada warga Negara baik perorangan maupun dalam kelompok, yang terganggu kemampuannya untuk mempertahankan hidup, yang terlantar atau yang tersesat. Pengembangan dan penyuluhan sosial untuk meningkatkan peradapan, perikemanusiaan dan kegotongroyongan.

b. Perlindungan Hukum Anak Dalam UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Mengenai hak-hak anak diatur dalam Pasal 2 Undang-undang No.4 Tahun 1979 sebagai berikut :

(1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

(2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan Negara yang baik dan berguna. (3) Anak berhak atas pemeliharaandan perlindungan baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan

(4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

c. Perlindungan HukumAnak Dalam UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(28)

komprehensif. Undang-undang meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak sesuai dengan ketentuan hak asasi manusia yang termuat dalam UUD 1945, serta prinsip-prinsip dasr konfrensi perserikatan bangsa-bangsa tentang hak anak yang meliputi :

a. Non-diskriminasi

b. Kepentingan yang terbaik bagi anak

c. Penghargaan terhadap pendapat anak ( Pasal 2 UU No.23 Tahun 2002 ) (Tri Andrisman, 2011 : 27)

Mengenai hak dan kewajiban anak diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 19, yang pada intinya sebagai berikut :

1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 4) 2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan (Pasal 5)

3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua (Pasal 6)

4. Setiap anak berhak mengetahui orangtuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orangtuanya sendiri. Namun tidak menutup kemungkinan untuk diasuh oleh pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 7)

5. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial (Pasal 8)

6. Setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali, atau pihak lain maupun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :

a. Diskriminasi

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun sosial; c. Penelantaran;

d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. Ketidakadilan;

f. Perlakuan salah lainnya (Pasal 13);

7. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

(29)

d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsure kekerasan; e. Pelibatan dalam peperangan.

8. Setiap anak yang menjadi korban, pelaku kekerasan atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan (Pasal 17 ayat 2)

d. Perlindungan Hukum Anak Dalam UU No. 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

Undang-undang ini mengatur bagaimana anak pelaku tindak pidana di adili di pengadilan, sehingga di dalam proses pengadialn anak hak-hak anak yang telah diatur oleh undang-undang menjadi acuan bagi aparat penegak hukum untuk mengadili anak pelaku tindak pidana.

Mengenai tata cara proses pengadilan anak berdasarkan UU No.3 Tahun1997 antara lain sebagai berikut :

1. Hakim memeriksa perkara anak dalam siding tertutup (Pasal 8 ayat 1) 2. Dalam hal tertentu dan dipandang perlu pemeriksaan perkara anak

sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan dalam siding terbuka (Pasal 8 ayat 2)

3. Dalam sidang yang dilakukan secara tertutup hanya dapt dihadiri oleh anak yang bersangkutan beserta orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasehat hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 8 ayat 3) 4. Pemberitaan mengenai perkara anak mulai sejak penyidikan sampai saat

sebelum pengucapan putusan pengadialn menggunakan singkatan dari nama anak, orang tua, wali, atau orang tua asuhnya (Pasal 8 ayat 5) 5. Putusan pengadilan dalam memeriksa perkara anak sebagaimana

dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan dalam sidang terbuka untuk umum ( Pasal 8 ayat 6)

6. Penyidik anak wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan (pasal 42 ayat 1)

7. Dalam melakukan penyidikan terhadap Anak Nakal, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dpaat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya. (Pasal 42 ayat 2)

(30)

Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak berisi tentang ketentuan-ketentuan yang mengatur hukm pidana formil, hukum pidana materiil dah hukum pelaksanaan pidana yand harus dijalankan sesuai dengan ketentuan undang-undang tersebut.

C. Media Massa

1. Pengertian Media Massa

Media sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari bagi masyarakat, sehiungga sangat sulit dibayangkan apabila hidup tanpa adanya media. Pada hakikatnya media adalah perpanjangan lidah dan tangan yang berjasa meningkatkan kapasitas manusia untuk mengembangkan struktur sosialnya. Media massa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan berita kepada masyarakat luas mengenai suatu peristiwa yang terjadi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Media massa adalah merupakan sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas (Kamus besar bahasa Indonesia 2002 : 586)

Banyak media massa yang menghiasi sistem komunikasi massa di kalangan masyarakat, di antaranya :

a. Media cetak, seperti Koran, majalah, tabloid, bulletin, dan lain-lain. b. Broadcast (siaran), seperti televisi, radio, film, dan lain-lain

c. Media luar rumah, seperti poster, pameran,baliho dan lain-lain. d. Kartu pos khusus, bias langsung mencapai audiensi tertentu

(31)

(www.google.co.id / id.shvoong.com/social….media…/217350 -pengertian-media-massa/-90k) di unduh : hari Sabtu tanggal 31 Desember 2011, pukul 15.30

Media massa merupakan salah satu sarana untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian seni dan symbol tapi juga dalam pengertian pengembangan tatacara, mode, gaya hidup dan norma-norma (Dennis McQuil, 1987 : 1).

Bagi masyarakat media massa memiliki berbagai fungsi atau peran sosial, antara lain :

a. Fungsi Pengawasan Media adalah fungsi yang khusus menyediakan informasi dan peringatan kepada masyarakat tentang apa saja di lingkungan mereka. b. Fungsi Interpretasi adalah fungsi media yang menjadi sarana memproses,

mrnginterpretasidan mengkorelasikan seluruh pengetahuan atau hal yang diketahui oleh manusia.

c. Fungsi Transmisi nilai adalah fungsi media untuk menyebarkan ide, gagasan dari generasi satu ke generasi yang lain.

d. Fungsi Hiburan adalah fungsi media untuk menghibur manusia. (cyberions.blogspot.com/2010/fungsi-media-massa.html) di unduh : hari Sabtu tanggal 31 Desember 2011, pukul 15.30

(32)

2. Pemberitaan Oleh Media Massa

Berita merupakan laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televise, atau media online internet.

Untuk melakukan pemberitaan, media massa menggunakan jurnalis atau wartawan untuk mendapatkan fakta-fakta terkini yang terjadi di suatu tempat. Setelah mendapatkan berita, jurnalis atau wartawan mengolah dan memprosesnya menjadi menarik dan actual kemudian di informasikan kepada masyarakat luas melalui media massa, hal ini yang kemudian disebut dengan pemberitaan.

Wartawan atau jurnalis berpedoman kepada kode etik jurnalis yang berlaku baik yang dibuat oleh Dewan Pers maupun yang dibuat oleh Organisasi wartawan. Pemberitaan doleh media massa berpedoman pada Undang-undang No.40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Undang-undang No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Kode Etik Penyiaran.

Penyelenggaraan penyiaran dalam media massa di awasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Keberadaan KPI sebagai regulator penyiaran sangat diharapkan. Sebagai representasi dari masyarakat, KPI menjamin hak-hak rakyat untuk mendapatkan berita secara bebas dan adil serta menjamin kemandirian dan keterlibatan masyarakat dalam mengelola lembaga-lembaga penyiaran.

(33)

Pasal 7

(1) Komisi Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (4) disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI.

(2) KPI sebagai lembaga Negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran.

(3) KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk ditingkat pusat dan KPI daerah dibentuk ditingkat provinsi.

(4) Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya, KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi. Pasal 8

KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran.

(1) Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang :

a. Menetapkan standar program siaran

b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran

serta standar program siaran.

d. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program penyiaran.

e. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran dan masyarakat.

(2) KPI mempunyai tugas dan kewajiban :

a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asassi manusia;

b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran ;

c. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industry terkait;

d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata seimbang; e. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta

kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran; dan

f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasari pada metode sistematika dan pemikiran-pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu bersama dengan bagaimana cara menganalisisnya. Dalam membahas permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan dengan dua cara, yakni pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yurudis empiris guna memperoleh suatu hasil penelitian yang benar dan objektif.

Pendekatan yuridis normatif (Library Reaserch) dilakukan dengan menganalisa, dan menelaah berbagai peraturan perundang-undangan serta dokumen yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini. Pendekatan ini dilakukan dengan harapan memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

(35)

B. Sumber dan Jenis Data

Data dapat dibedakan berdasarkan sumbernya, yakni antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat atau yang terjadi di lapangan serta data yang diperoleh dari berbagai bahan pustaka (Soerjono Soekanto, 1986). Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber pada dua jenis, yaitu :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari penelitian di lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang teliti, yakni dilakukan wawancara dan observasi dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan masalah penelitian ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan berbagai literature yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, meliputi

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, antara lain:

1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 4. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

(36)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat dibantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi, petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, biasanya berupa kamus hukum ensiklopedia, buku literature, hasil karya ilmiah, website.

C. Penentuan Populasi Dan Sampel

Populasi adalah seluruh objek, seluruh individu, seluruh gejala atau seluruh kejadian termasuk waktu, tempat, gejala-gejala, pola sikap, tingkah laku, dan sebagainya yang mempunyai cirri karakter yang sama dan merupakan unit satuan yang di teliti (Bahder Johan Nasution, 2008 : 145). Yang di jadikan populasi penelitian ini adalah Lembaga Swadaya Masyarakat, Penyidik Kepolisian, Dosen fakultas Hukum Universitas Lampung.

Sampel adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi (Masri Sangaribuan, 1987 : 142). Dalam menentukan sampel, metode yang digunakan adalahpurposive sampling yaitu suatu metode pengambilan sampling yang dalam penentuan dan pengambilan sample berdasarkan atas pertimbangan dan tujuan penulis yang telah ditetapkan.

(37)

1. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung = 1 orang 2. Anggota Polisi Polresta Bandar Lampung = 1 orang

3. Direktur LSM LAdA = 1 orang

4. Pemimpin Redaksi Radar Lampung = 1 orang 5. Anggota PWI Cabang Lampung = 2 orang +

Jumlah = 6 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperlukan dalam penulisan penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip berbagai literatur, media masa dan informasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

b. Studi Lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer. Adapun cara mengumpulkan data primer dilakukan dengan metode wawancara terpimpin, yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu dan dilakukan secara langsung dengan responden sebelumnya (Abdulkadir Muhammad, 2004 : 151)

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul baik yang diperoleh dari studi kepustakaan, studi lapangan melalui wawancara, maka diolah dengan cara sebagai berikut :

(38)

b. Klasifikasi, yaitu mengklasifikasikan jawaban para responden menurut jenisnya, klasifikasi ini dilakukan dengan kode tertentu agar memudahkan dalam menganalisis data.

c. Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap-tiap pokok bahasan secara sistematis.

E. Analisis Data

(39)
(40)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pelaksanaan perlindungan dan juga faktor penghambat terhadap perlindungan identitas anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

(41)

anak pelaku tindak pidana sesuai Kode Etik Jurnalistik dan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk melindungi hak-hak anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa.

2. Faktor penghambat dalam upaya melindungi hak anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa adalah tidak diaturnya sanksi yang tegas dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak terhadap pelanggaran kerahasiaan identitas anak pelaku tindak pidana. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap perlindungan identitas anak pelaku tindak pidana untuk dirahasiakan serta ketidakpahaman para jurnalis terhadap perlindungan hak anak pelaku tindak pidana khususnya mengenai kerahasiaan identitas anak pelaku tindak pidana.

B. Saran

Adapun saran yang diberikan penulis terhadap perlindungan identitas anak pelaku tindak pidana dari pemberitaan oleh media massa yaitu :

(42)

media massa sangat diharapkan untuk memantau perkembangan pemberitaan kasus anak yang diliput.

(43)

HALAMAN JUDUL ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP MOTTO

PERSEMBAHAN SANWACANA DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7

E. Sistimatika Penulisan... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana ... 13

B. Anak Pelaku Tindak Pidana ... 15

(44)

B. Sumber dan Jenis Data... 31

C. Penentuan populasi dan Sampel ... 32

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33

E. Analisis Data... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden... 35

B. Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dari Pemberitaan Oleh Media massa ... 37

C. Faktor Penghambat Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana Dari Pemberitaan Oleh Media Massa ... 53

V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA

(45)

Buku :

Andrisman, Tri. 2011, Buku Ajar Hukum Peradilan Anak. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung

Atmasasmita, Romli. 1983.Problem Kenakalan Anak-anak / Remaja. Armico. Bandung

Budyatna, Muhammad. 2006.Jurnalistik Teori dan Praktek. Rosda. Bandung Barda Nawawi, Arif.2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan. Eresco. Bandung

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2002.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Jakarta

Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. 2007. Bandar Lampung. Unila Press.

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga.2002, Balai Pustaka. Jakarta Mc Quail, Denis. 1987.Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Jakarta

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung

Nasution, Bahder Johan. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Mandar Maju. Bandung

P.A.F, Lamintang. 1984.Dasar-Dasar Hukum Pidana. Sinar Baru. Bandung Prodjodikoro, Wirjono.1986.Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Eresco.

Bandung

Saraswati, Rika. 2009.Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1989.Metode Penelitian Survai.

(46)

Soekanto, Soerjono.1986.Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia. Suparmono, Gatot. 2007.Hukum Acara Pengadilan Anak. Djambatan. Jakarta Sudarto. 1990.Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto. Semarang

Wahyono, Agung dan Rahayu Siti, 1993. Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta

Undang-Undang

UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers

UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

Internet

(cyberions.blogspot.com/2010/fungsi-media-massa.html) di unduh : hari Sabtu tanggal 31 Desember 2011, pukul 15.30

( www.google.co.id/ id.shvoong.com/social….media…/217350 -pengertian-media-massa/-90k) di unduh : hari Sabtu tanggal 31 Desember 2011, pukul 15.30 (http://dk-insufa.info/en/demokrasi-dan-ham/112 -aji-serukan-jurnalisme-dengan-perspektif-anak.diunduh hari Minggu, 8 April 2012 pukul 13:16)

(47)

Oleh

CUT ARISTA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(48)

Nama Mahasiswa :

Cut Arista

No. Pokok Mahasiswa : 0852011058

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Eko Raharjo, S.H., M.H NIP 19610406 198903 1 003

Tri Andrisman, S.H., M.H NIP 19611231 198903 1 023

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(49)

1. Tim Penguji

Ketua/Penguji :Eko Raharjo, S.H., M.H ...

Sekretaris :Tri Andrisman, S.H., M.H ...

Penguji Utama :Diah Gustiniati, S.H., M.H ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S NIP 19621109 198703 1 003

(50)

Penulis dilahirkan di Kalirejo pada tanggal 28 Januari 1990 merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak alm Widodo Waluyo dan Ibu Sumarsih.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal pada sekolah Taman Kanak-kanak di TK Al Hidayah Kalirejo pada tahun 1996, pada tahun 2002 penulis menamatkan Sekolah Dasar di SDN 01 Kalirejo, Menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 01 Kalirejo pada tahun 2005, dan pada tahun 2008 menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Muhammadiyah Pringsewu.

(51)

Tak perlu iri atas kemampuan orang lain,jika mereka

bisa kamu juga bisa. Jangan remehkan dirimu, kamu kuat

dari yang kamu bayangkan

Jangan takut mencoba, kesalahan adalah guru terbaik

jika kamu jujur mengakuinya dan mau belajar darinya

Hal mudah akan terasa sulit jika yang pertama

dipikirkan adalah kata SULIT. Yakinlah bahwa kita

(52)

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas

rahmat dan hidayah-NYA, maka dengan ketulusan dan

kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerih payahku,

aku persembahkan sebuah karya ini kepada :

Untuk kedua orangtuaku,

Bapak alm Widodo Waluyo dan Ibu Sumarsih yang kuhormati,

kusayangi, dan kucintai

Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih

sayang yang tulus serta do a demi keberhasilanku

Untuk keluarga kecilku,

Muhammad Guntur, S.Pi dan Muhammad Samudera Gantari

yang senantiasa menemani hariku dengan keceriaan, cinta

dan kasih sayang.

Seluruh keluarga besarku

Sahabat-sahabat seperjuanganku

law bersaudara ,

Yang selalu hadir menemani hariku dalam suka maupun duka

(53)

Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan segala limpahan rahmat, hidayah, karunia dan ridho-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pemberitaan Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Ditinjau Daru Undang-Undang

Pengadilan Anak”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung serta selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan saran dan masukan-masukan sehingga proses penyelesaian skripsi dapat berjalan dengan baik.

(54)

menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Budi Rizki Husin, S.H., M.H Selaku Dosen Pembahas II, yang telah sudi meluangkan waktu untuk memberikan dukungan, motivasi dan sumbangan pemikiran, sehingga selesainya skripsi ini.

6. Selvi oktaviana, S.H., M.H Selaku Pembimbing Akademik yang telah bersedia membantu dalam proses perkuliahan hingga proses terselesaikannya skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, bimbingan dan bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Bapakku tercinta alm Widodo Waluyo. Terimakasih atas kasih sayang dan waktu untuk kebersamaan bersama keluarga.Kangen banget sama bapak….

9. Ibuku tercinta Sumarsih,Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran,

kasih sayang yang tulus serta do’a demi keberhasilanku. Jaga kesehatan ya

mak…

10. Bapak dan ibu mertuaku, Slamet Sudarsono dan Sri Suwarni, terimakasih atas kasih sayang dan do’a demi keberhasilanku.

(55)

13. Terimakasih untuk Kakakku; Eka Novita, Danang Junianto, Tri Agus Wiyanti. Adikku Pandu suroto yang selalu memberikan dukungan dan semangat untuk keberhasilanku.

14. Seluruh keluarga besarku : mbah belimbing, bude & pakde, bulek & paklek, kakak & adik iparku yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas do’a dan dukungannya.

15. Buat ponakan-ponakanku: icha, adel, shava, bayu, jovan, laras, ninik, dani, danti, ammar, mutia, runi dan aqil. Terimakasih atas keceriaan yang jadi semangat buat tante.

16. Semua temanku di Fakultas Hukum Universitas Lampung Angkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas motivasi dan bantuannya.

17. Sahabat-sahabat Law Bersaudara, Vera Febriana, Suci Kurnia Rosyada, Dhora Carolin, Beki Antika, Inna Windhatria, Ferawati, Tria Anasya Achba,S.H, Harina Hayati,S.H, Adia Nugraha,S.H, M.Taufik Abdaha, Agusman Ibrahim, Adi, Emilsa, Feri Ferdinand, dan M.nizar. Terimakasih atas dukungan, motivasi, kebersamaan, dan persahabatan yang tak akan terlupakan ini.

(56)

20. Almamaterku tercinta yang sudah memberi banyak wawasan dan pengalaman berharga.

Penulis menyadari segala kekurangan dan keterbatasannya penyusunan skripsi ini. Untuk itu atas segala keterbatasan yang ada, maka penulis dengan senang hati menerima segala kritikan dan saran demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala yang diberikan oleh semua pihak dalam penulisan skripsi ini dan semoga skripsi ini akan dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin ...

Bandar Lampung, 2012 Penulis,

Referensi

Dokumen terkait

Faktanya, banyak negara Islam (atau yang mayoritas berpenduduk muslim) di berbagai belahan dunia menganut faham kemodernan ala Barat, yang mewarnai kebijakan-kebijakan perekonomian,

hukum dalam memperoleh organ gigi manusia untuk kepentingan Pendidikan. Masyarakat mengetahui adanya hukum yang mengatur tentang jual beli organ. untuk kepentingan pendidikan.

Kepala Seksi Bina Satuan Linmas atau Kepala Seksi Bina Potensi Masyarakat membuat nota dinas dan konsep surat pemberitahuan Pembinaan dan Pemberdayaan Satuan Linmas atau

Pada grafik gambar 4.10 menunjukan bahwa dengan adanya penambahan pasokan gas HHO kedalam ruang bakar dapat mengurangi kadar reaksi emisi karbon monoksida sebesar 51,97 %

Beberapa tahun kemudian Desa Parakan mendapat bantuan dari pihak PERKIMSIH (Dinas Permukiman Bersih) berupa pembangunan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) setelah

kandungan kadar abu yang terdapat dalam susu segar dari sapi perah yang diberi perlakuan pakan tambahan Moringa oleifera Multinutrient Block adalah sebesar 0.72±0.044%.. Hasil ini

Program Gerak Gempur Bengkel Bersama Industri, Auto Count Sdn Bhd, menggunapakai AutoCount Computerized Accounting diadakan demi meningkatkan kefahaman tentang

Kurangnya aktivitas karena perilaku sedentari menyebabkan individu yang sering menggunakan smartphone berada dalam posisi yang statis sehingga mengalami forward