• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Sebagai Upaya Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aspek Hukum Penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Sebagai Upaya Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK HUKUM PENERAPAN PASAL 74 UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN

DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

100200091

KUSUMA AMBARWATI

Departemen Hukum Ekonomi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

(2)

ASPEK HUKUM PENERAPAN PASAL 74 UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN

DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

100200091

KUSUMA AMBARWATI

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

NIP. 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum.

PEMBIMBING I : PEMBIMBING II :

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.

NIP. 195603291986011001 NIP. 197002012002122001

Dr. T. Keizeirina Devi A., S.H., C.N., M.Hum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

(3)

Aspek Hukum Penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai Upaya Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.1 Dr. T. Keizeirina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum.2

Kusuma Ambarwati3

ABSTRAK

Penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan wujud kontribusi perusahaan melalui anggaran yang telah ditetapkan dengan tujuan pembangunan ekonomi berkelanjutan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran baik dalam masyarakat maupun lingkungan sekitarnya.

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode penelitian nomatif, sedangkan teknik pengumpulan data diperoleh melalui buku-buku, peraturan perundang-undangan, surat kabar, internet, serta karya tulis lain yang terkait dengan judul skripsi ini.

Peraturan yang tumpang tindih akhirnya membawa keragu-raguan apakah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan bersifat philanthropy atau mandatory, walaupun sanksi secara tegas telah disebutkan di samping adanya ketentuan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa menjaga kelestarian lingkungan adalah tanggung jawab mutlak dari setiap orang, sehingga perbuatan apapun yang membawa penurunan maupun pencemaran terhadap lingkungan tidak dapat dibenarkan.

1

Dosen Pembimbing Program Sarjana Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara 2

Dosen Pembimbing Program Sarjana Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara 3

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya bisa menyelesaikan skripsi ini sehingga syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana hukum dapat terlaksana.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan.

Saya juga menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H.,M.Sc.,(CTM).,Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan sekaligus dosen penasihat akademik. Terima kasih atas saran-saran yang telah diberikan.

3. Ibu Windha, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing I. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas saran-saran, bimbingan, arahan, maupun dukungan yang telah diberikan.

6. Ibu Dr. T. Keizeirina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., selaku dosen pembimbing II. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas saran-saran, bimbingan, arahan, maupun dukungan yang telah diberikan.

7. Seluruh dosen pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Terima kasih atas ilmu, pendidikan, maupun pengajaran yang telah diberikan. Semoga dapat bermanfaat di kemudian hari.

(5)

9. Yang terkasih, saudari-saudari saya Retno Wulandari, Listyarini Widyaningrum, dan Pramudita Rianti yang telah bersedia mendengar segala keluh kesah saya selama ini. Dukungan dan nasihat yang telah diberikan sungguh menginspirasi. Kalian tidak tergantikan di hati saya.

10.Dua bidadari kecil saya, Talitha Nadhira dan Shabira Kansa, yang selalu membawa keceriaan, kebahagiaan, dan tawa setiap saat. Kalian berdua adalah obat terbaik di masa-masa sulit saya.

11.Yang tersayang, Chairiah Ella Sari Siregar. Terima kasih sudah menjadi rekan yang baik selama empat tahun terakhir. Kerja sama dalam masa perkuliahan yang telah kita lewati bersama sungguh mengesankan.

12.Teman-teman terbaik saya, Mifta Holis Nasution, Anrinanda Lubis, Solatiah Nasution, Rizky Fauzan Purba, Ramadan, Sakafa Guraba. Kebersamaan yang telah kita lalui semasa perkuliahan akan menjadi salah satu kenangan termanis. Kalian luar biasa!

13.Teman-teman belajar saya, Mentari Hagayna Pelawi, Deniyanti, Steffy, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama ini. Semoga kesuksesan dapat kita rengkuh bersama. 14.Keluarga Besar Badan Ta’mirul Mushola Aladdinsyah, S.H., Windy Sri Wahyuni, Arija,

Natasha, Wildayanti, Elly Syahfitri, Dwi Susilawati, dan Syahariska Dina. Tidak lupa pula adik-adik saya Sarah, Dinda, Nurliza, Sabrina, dan Lailan.

15.Seluruh rekan-rekan mahasiswa/i seperjuangan stambuk 2010 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah banyak memberikan bantuan.

16.Seluruh pihak yang telah membantu baik selama masa perkuliahan maupun penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2014 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ... 1

B. Perumusan Masalah ... ... 10

C. Tujuan Penelitian ... ... 10

D. Manfaat Penelitian ... ... 11

E. Keaslian Penelitian ... ... 12

F. Tinjauan Kepustakan ... ... 13

G. Metode Penelitian ... ... 17

H. Sistematika Penelitian ... ... 21

BAB II PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA A. Pengertian Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia ... 24

B. Sejarah dan Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia .... 31

C. Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia ... 39

D. Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia ... 45

BAB III TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ATAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA A. Pengaturan tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ... 53

B. Pengaturan tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 60

C. Sanksi atas Perusahaan yang Tidak Melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 69

(7)

TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI BIDANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

A. Gambaran dan Profil PT Inalum ... 75 B. Dampak Kegiatan Usaha PT Inalum terhadap Lingkungan ... 81

C. Penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada PT Inalum ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 92 B. Saran ... 95

(8)

Aspek Hukum Penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai Upaya Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.1 Dr. T. Keizeirina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum.2

Kusuma Ambarwati3

ABSTRAK

Penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan wujud kontribusi perusahaan melalui anggaran yang telah ditetapkan dengan tujuan pembangunan ekonomi berkelanjutan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran baik dalam masyarakat maupun lingkungan sekitarnya.

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode penelitian nomatif, sedangkan teknik pengumpulan data diperoleh melalui buku-buku, peraturan perundang-undangan, surat kabar, internet, serta karya tulis lain yang terkait dengan judul skripsi ini.

Peraturan yang tumpang tindih akhirnya membawa keragu-raguan apakah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan bersifat philanthropy atau mandatory, walaupun sanksi secara tegas telah disebutkan di samping adanya ketentuan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa menjaga kelestarian lingkungan adalah tanggung jawab mutlak dari setiap orang, sehingga perbuatan apapun yang membawa penurunan maupun pencemaran terhadap lingkungan tidak dapat dibenarkan.

1

Dosen Pembimbing Program Sarjana Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara 2

Dosen Pembimbing Program Sarjana Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara 3

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis lingkungan hidup merupakan tantangan yang sangat besar pada abad ini. Tantangan ini didapati berlaku terutama di negara-negara yang sedang membangun, karena adanya berbagai aktivitas pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan umat manusia yang sering pula membawa dampak terhadap perubahan lingkungan. Aktivitas pembangunan yang tidak disertai dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang baik akan mengakibatkan malapetaka kepada umat manusia. Dengan demikian, konsep pengawasan, pengelolaan dan pelaksanaan undang-undang lingkungan hidup merupakan kunci utama terhadap pencapaian kelestarian lingkungan.4

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan daya dukung alam, diantaranya kerusakan dalam (internal) dan kerusakan luar (external). Kerusakan dalam adalah kerusakan yang dibuat oleh alam itu sendiri. Kerusakan jenis ini sangat sukar dicegah karena merupakan proses alami yang sukar diduga, seperti letusan gunung berapi yang dapat merusak lingkungan, gempa bumi yang mengakibatkan runtuhnya lapisan tanah, kebakaran hutan karena proses alami pada musim kemarau, banjir besar, gelombang laut yang tinggi dan badai. Kerusakan luar adalah kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pengelolaan alam dalam usaha peningkatan kualitas hidup. Kerusakan luar ini pada umumnya disebabkan oleh aktivitas pabrik yang mengeluarkan limbah atau membuka sumber daya alam yang tidak memperhatikan lingkungan hidup. Beberapa contoh penyebab kerusakan daya dukung alam yang disebabkan oleh faktor

4

(10)

luar, seperti pencemaran udara yang berasal dari limbah pabrik dan kendaraan bermotor, pencemaran air yang berasal dari limbah industri, pencemaran tanah yang disebabkan oleh limbah padat dan zat kimia dan pertambangan untuk mendapatkan sumber mineral dari perut bumi. Karena kerusakan faktor luar ini pada umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia, maka manusia juga harus bertanggung jawab dalam menghindari kerusakan ini.5

Lothar Guilding, dalam tulisannya yang berjudul Public Participation in Environmental Decision Making mengemukakan beberapa dasar bagi partisipasi

masyarakat untuk melakukan tindakan perlindungan lingkungan, yakni dalam hal seperti berikut:

Masyarakat merupakan sumber daya yang penting bagi tujuan pengelolaan lingkungan. Bukan saja diharapkan sebagai sumber daya yang bisa didayagunakan untuk pembinaan lingkungan, tetapi lebih daripada itu komponen masyarakat juga bisa memberikan alternatif penting bagi lingkungan hidup seutuhnya.

6

1. Memberi informasi kepada pemerintah;

2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan; 3. Membantu perlindungan hukum;

4. Mendemokratisasikan pengambilan keputusan.

Selain kewajiban tersebut, ada pula hak masyarakat untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik sebagaimana diatur di dalam Pasl 28H ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:

5

Ibid., hlm. 5

6

(11)

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan.”7

Oleh karena pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan yang meliputi kebijaksanaan, penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup maka pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat.

Sebagai konsekuensi dari hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tersebut adalah adanya kewajiban bagi setiap orang untuk memelihara lingkungan hidup guna mencegah dan menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan.

8

Hal tersebut kemudian dipertegas pengaturannya di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Hak masyarakat dalam memperoleh lingkungan hidup yang baik dirumuskan dalam Pasal 65 UUPPLH, yaitu:9

(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.

(2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

(3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

(4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7

Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

8

Alvi Syahrin, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, (Medan: PT. Sofmedia, 2009), hlm. 58

9

(12)

(5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan peraturan menteri.

Dari aturan-aturan hukum tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa masyarakat memiliki hak akan kehidupan sosial yang baik dan atas lingkungan hidup yang sehat. Hak yang dimiliki masyarakat ini haruslah dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan dan pelaku usaha dalam menjalankan roda perekonomian perusahaannya.10 Namun disamping hak, UUPPLH juga mengatur tentang kewajiban terhadap pemeliharaan lingkungan hidup bagi setiap orang sebagaimana telah dirumuskan dalam Pasal 67 bahwa:11

Selanjutnya bagi perusahaan ataupun pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usaha, kewajiban terhadap pemeliharaan lingkungan hidup diatur dalam dalam Pasal 68 yang berbunyi:

“Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup.”

12

a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;

“Setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan berkewajiban:

b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup;

10

Sahara Beby, 2010, Corporate Social Responsibility (CSR) menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Tesis Master Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Medan hlm. 3

11

Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009

12

(13)

c. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/ atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis sudah tentu adalah meningkatkan keuntungan. Namun bisnis yang dijalankan dengan melanggar prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai etika cenderung tidak produktif dan menimbulkan inefisiensi. Manajemen yang tidak memperhatikan dan tidak menerapkan nilai-nilai moral, hanya berorientasi pada laba (tujuan) jangka pendek, tidak akan mampu survive dalam jangka panjang. Dengan meningkatnya peran swasta antara lain melalui pasar bebas, privatisasi dan globalisasi maka swasta semakin luas berinteraksi dan bertanggung jawab serta memiliki tanggung jawab sosial dengan masyarakat dan pihak lain.

Pada saat banyak perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan dan kerusakan lingkungan dapat terjadi. Karena itu muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negatif ini. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Corporate Social Responsibility (CSR). Banyak penelitian yang menemukan terdapat hubungan positif antara tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) dengan kinerja keuangan, walaupun dampaknya dalam

jangka panjang. Penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai cost, melaikan investasi perusahaan.13

Yang menarik, sebagai sebuah konsep yang makin populer, CSR ternyata belum memiliki definisi yang tunggal. The World Business Council for Sustainable Development

(WBCSD) misalnya, lembaga internasional yang berdiri tahun 1995 dan beranggotakan

lebih dari 120 multinational company yang berasal lebih dari 30 negara itu, dalam publikasinya Making Good Business Sense mendefinisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan, sebagai “Continuing commitment by business to behave ethically and

13

(14)

contribute to economic development while improving the quality of life of workforce and

their families as well as of the local community and society at large.” Dalam bahasa

bebas kurang lebih maksudnya adalah komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.14

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

CSR sendiri pengaturannya dirumuskan di dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yakni:

(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.15

Jika dipandang baik dari segi moral maupun hakikat kegiatan bisnis itu sendiri, tidak benar kalau para manajer hanya punya tanggung jawab dan kewajiban moral kepada para pemegang saham. Sebagai manusia dan sebagai manajer sekaligus mereka mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral sekian banyak orang dan pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan dan operasi bisnis perusahaan yang dipimpinnya. Mereka mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral untuk memperhatikan hak dan kepentingan

14

Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibiity, (Gresik: Fasco Publishing, 2007), hlm. 7

15

(15)

karyawan, konsumen, pemasok, penyalur, masyarakat setempat, dan seterusnya. Singkatnya, tanggung jawab dan kewajiban moral mereka tidak hanya tertuju kepada

shareholders tetapi juga stakeholders pada umumnya.16

Namun dalam kerangka pemikiran Theodore Levitt ada kecenderungan untuk memisahkan tanggung jawab sosial dari tanggung jawab ekonomis. Perusahaan dalam pandangan ini memang mempunyai tanggung jawab tetapi hanya terbatas pada tanggung jawab ekonomis. Isi dari tanggung jawab ekonomis perusahaan adalah memperbesar usahanya serta berusaha mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya. Sebaliknya, tanggung jawab sosial hanyalah urusan negara karena negara dibentuk oleh masyarakat untuk menjalankan fungsi-fungsi sosial masyarakat. Persoalan yang timbul dengan pemisahan ini adalah bahwa tanggung jawab ekonomis ini bisa mendatangkan konsekuensi-konsekuensi yang dari segi sosial sangat merugikan masyarakat.17

Motivasi mencari laba bisa menghambat keinginan untuk membangun masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Sejauh ini kebijakan pemerintah untuk mendorong dan mewajibkan perusahaan swasta untuk menjalankan tanggung jawab sosial ini tidak begitu jelas dan tegas, ditambahkan pula banyak program yang sudah dilaksanakan tersebut tidak berkelanjutan.18

Menurut fakta ini, maka perlu satu tindakan dalam usaha penyelamatan lingkungan hidup. Usaha ini harus dimulai dari diri sendiri. Setiap individu harus memberikan sumbangan dalam penyelamatan lingkungan demi kelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian, maka sebagai warga masyarakat dunia harus lebih peka terhadap lingkungan. Namun demikian, tidak dapat dinafikan bahwa ada dampak yang tersirat di hati masyarakat bahwa perusakan lingkungan hidup itu hampir sama dengan industrialisasi,

16

Erni R. Erawan, Op.cit., hlm. 28

17

Neni Sri Imayati, Hukum Bisnis: Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi, (Jakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 217-218

18

(16)

sehingga tanggung jawab sangat diperlukan untuk mengatasinya. Sudah menjadi tugas setiap individu untuk mengingatkan masyarakat bahwa setiap tindakan yang mencemari lingkungan dengan zat kimia berbahaya perlu memperlakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan baik.

Pengelolaan dari berbagai pabrik dan industri perlu diteruskan, bahkan harus ditingkatkan untuk kesejahteraan masyarakat, akan tetapi proses pengeluaran dari pabrik harus senantiasa menekan dampak lingkungan sekecil mungkin. Pemikiran global terhadap lingkungan hidup harus menjadi motto setiap pihak produsen dalam menjalankan usaha. Pengelolaan lingkungan hidup bukan hanya tanggung jawab institusi tertentu atau tanggung jawab individu, akan tetapi merupakan tanggung jawab masyarakat.19

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan, diantaranya:

1. Bagaimana pengaturan tentang pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia?

2. Bagaimana tanggung jawab perusahaan atas pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia?

3. Bagaimana penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup?

C. Tujuan Penelitian

19

(17)

Dari rumusan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini antara lain:

1. Untuk menjelaskan pengaturan tentang pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. 2. Untuk mendeskripsikan tanggung jawab perusahaan atas pengelolaan lingkungan

hidup di Indonesia.

3. Untuk menganalisis penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis, diantaranya:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut lagi bagi para akademisi maupun masyarakat umum serta diharapkan dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perusahaan secara khusus di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

(18)

b. Memberikan informasi bagi para pelaku usaha maupun praktisi bisnis terkait agar dapat memahami tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan suatu perusahaan serta dapat turut mengimplementasikan kewajiban-kewajibannya sebagai pelaku usaha sesuai dengan yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.

c. Menyediakan bahan kajian dan referensi bagi para akademisi maupun masyarakat umum agar bertambah ilmu dan wawasannya terkait dengan peranan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

E. Keaslian Penulisan

Pembahasan skripsi ini yang berjudul : “Aspek Hukum Penerapan Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai Upaya Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, pada dasarnya mengangkat substansi permasalahan yang sudah pernah dibahas, yakni mengenai implementasi CSR. Namun penulisan skripsi ini mengkhususkan pembahasan kepada pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia serta peranan perusahaan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam Pasal 74 UUPT dan diatur pula di dalam UUPPLH.

(19)

yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas, sedangkan skripsi ini mengkhususkan pembahasan kepada aspek hukum dari tanggung jawab sosial perusahaan sebagai bagian dari upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Apabila ternyata terdapat permasalahan dan judul yang sama di kemudian hari, maka skripsi ini akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Upaya Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Upaya Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Pengertian perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sendiri yakni: “upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.”20

UUPPLH juga meletakkan atau menciptakan kewajiban-kewajiban hukum bagi setiap orang dalam pengelolaan lingkungan hidup. UUPPLH menciptakan kewajiban-kewajiban sebagai berikut:21

20

Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009

21

(20)

a) Kewajiban memelihara kelestarian dan fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup (Pasal 67); b) Kewajiban bagi pelaku usaha untuk memberikan informasi yang terkait

dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka dan tepat waktu (Pasal 68 butir b);

c) Kewajiban bagi pelaku usaha untuk menjaga keberlanjutan lingkungan hidup (Pasal 68 butir c);

d) Kewajiban bagi pelaku usaha untuk menaati ketentuan baku mutu lingkungan hidup (Pasal 68 butir c).

Ketidakmampuan atau kegagalan untuk memenuhi kewajiban tanpa alasan-alasan yang secara objektif menurut hukum dapat diterima, tentu dapat mengakibatkan lahirnya pertanggungjawaban hukum dalam lapangan hukum perdata maupun hukum pidana bagi subjek hukum yang tidak mampu atau gagal memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut.

2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan

Dalam khasanah pustaka, ada banyak terma yang sejatinya mirip, misalnya corporate responsibility, corporate citizenship, responsible business, sustainable

responsible business (SRB), atau corporate social performance. Sekalipun tidak ada

pengertian yang sama, tetapi secara konseptual terma-terma tersebut menunjuk pada arti pentingnya perusahaan sebagai entitas hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat untuk ikut serta memajukan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dan didanai oleh perusahaan.22

22

(21)

Beberapa konsep tentang corporate social responsibility dapat dijelaskan dengan merunut pendapat-pendapat dari beberapa ahli yang didasari oleh beberapa penelitian terhadap kegiatan perusahaan. Salah satu konsep menyebutkan tentang corporate social responsibility adalah komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi

secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dn keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas menjadi inti dari CSR, dijelaskan bahwa anggota komunitas yang lebih luas termasuk di dalamnya adalah karyawan perusahaan, anggota keluarga karyawan serta komunitas yang menjadi lingkungan sosial dari perusahaan itu sendiri.

Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), dinyatakan bahwa corporate social responsibility adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi bekelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas setempat (lokal) dan komunitas secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Dari pernyataan ini, terlihat adanya usaha untuk ikut terlibat dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan sehingga dengan demikian kemandirian sebuah komunitas menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah usaha.

(22)

sekaligus memelihara. Atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif .23

Perusahaan akan merasa kesulitan jika masih menggunakan paradigma lama, yaitu mengejar keuntungan yang setinggi-tingginya tanpa mempedulikan kondisi masyarakat sekitar, karena ini akan memicu kecemburuan sosial dari masyarakat sekitar. Padahal perusahaan dapat menggali potensi masyarakat lokal untuk dijadikan modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Keberlanjutan dalam bidang ekonomi, lingkungan, dan sosial dapat dilakukan oleh perusahaan sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).24

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility, adapun manfaat yang dapat diperoleh dari suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR antara lain:25

a. Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (increased sales and market share) b. Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strengthened brand positioning) c. Meningkatkan citra perusahaan (enhanched corporate image and clout)

d. Meningkatkan kemampuan untuk menarik, memotivasi dan mempertahankan pegawai (increased ability to attract, motivate, and retains employees)

e. Menurunkan biaya operasi (decreasing operating cosi)

f. Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analis keuangan (increased appeal to investors and financial analysts).

23

Bambang Rudito,Melia Famola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia,

(Bandung:Rekayasa Sains), 2007, hlm. 209

24

Erni R. Erawan, Op.ci.t, hlm.110

25

(23)

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yang dilakukan didasarkan pada bahan hukum sekunder, yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan hukum ekonomi dan bisnis, khususnya pengaturan terhadap aspek hukum implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (CSR) terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu juga diambil dari bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini.

Penelitian bertujuan menemukan landasan-landasan yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum ekonomi dan bisnis, khususnya yang terkait dengan aspek hukum implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (CSR) terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ialah penelitian bersifat deskriptis analitis. Deskriptif analitis merupakan metode yang digunakan untuk memaparkan suatu fakta hukum yang telah ada kemudian diberikan data sedetail mungkin terhadap fakta hukum tersebut sebagai objek penelitian sehingga dapat digali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(24)

3. Data Penelitian

Penulisan skripsi ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mengumpulkan data dan memperoleh konsep-konsep, teori-teori, serta informasi-informasi data pemikiran konseptual dari peneliti sebelumnya, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun karya ilmiah lainnya.

Data penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari: a. Bahan hukum primer, yang terdiri dari:

1) Norma atau kaidah dasar; 2) Peraturan Dasar;

3) Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perseroan terbatas dan lingkungan hidup beserta peraturan perundang-undangan lainnya.

b. Bahan hukum sekunder, seperti hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

(25)

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis, buku-buku,

majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

5. Teknik Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan diterima dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang aspek hukum implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pada bagian akhir, data yang berupa peraturan perundang-undangan diterima dan dianalisis secara induktif kualitatif yang diselaraskan dengan hasil dari data pendukung sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang aan menjawab seluruh pokok pemasalahan dalam penelitian ini.

H. Sistematika Penelitian

(26)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan dimana pada bab ii dipaparkan hal-hal yang umum sebagai langkah awal dari penulisan skripsi. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI

INDONESIA

Pada bab ini dipaparkan pembahasan mengenai pengertian, sejarah, tujuan, dan implementasi dari pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.

BAB III TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN ATAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

(27)

bagi perusahaan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosialnya.

BAB IV PENERAPAN PASAL 74 UNDANG-UNDANG

NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI BIDANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Pada bab ini dipaparkan gambaran umum tentang salah satu perusahaan yang kegiatan usahanya membawa dampak pada lingkungan hidup serta penerapan tanggung jawab sosial dari perusahaan yang dimaksud di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(28)

BAB II

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

A. Pengertian Pengelolaan Lingkungan Hidup

Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan millieu atau dalam bahasa Perancis disebut dengan l’environment.26

Dalam kamus lingkungan yang disusun Michael Allaby, lingkungan hidup itu diartikan sebagai: the physical, chemical and biotic condition surrounding and organism. S.J. McNaughton dan Larry L. Wolf mengartikannya dengan semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisme. Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto, seorang ahli ilmu lingkungan (ekologi) terkemuka mendefinisikannya sebagai berikut: Lingkungan adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Sedangkan Prof. Dr. St. Munadjat Danusaputro, SH, ahli hukum lingkungan terkemuka dan Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas Padjajaran mengartikan lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.27

Pengertian lingkungan hidup juga dirumuskan di dalam Pasal 1 angka 1 UUPPLH, bahwa: “Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu

26

N.H.T. Siahaan, Op.cit., hlm. 4

27

(29)

sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.”28

Berdasarkan beberapa definisi mengenai lingkungan hidup yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diuraikan unsur-unsur yang terdapat di dalam pengertian lingkungan hidup secara terperinci, antara lain:29

1. Kesatuan Ruang

Maksud kesatuan ruang, yang berarti ruang adalah suatu bagian tempat berbagai komponen lingkungan hidup bisa menempati dan melakukan proses interaksi di antara berbagai komponen lingkungan hidup tersebut. Jadi, ruang merupakan suatu tempat berlangsungnya ekosistem, misalnya ekosistem pantai, ekosistem hutan. Ruang atau tempat yang mengitari berbagai komponen lingkungan hidup yang merupakan suatu ekosistem satu sama lain pada hakikatnya berwujud pada satu kesatuan ruang.

2. Semua Benda

Benda dapat dikatakan juga sebagai materi atau zat. Materi atau zat merupakan segala sesuatu yang berada pada suatu tempat dan pada suatu waktu. Pendapat kuno mengatakan suatu benda terdiri atas empat macam materi asal (zat asal), yaitu api, air, tanah, dan udara. Dalam perkembangan sekarang empat materi tersebut tidak dapat lagi disebut zat tunggal (zat asal). Perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi, materi adalah apa saja yang mempunyai massa dan menempati suatu ruang baik yang berbentuk padat, cair, dan gas. Materi ada yang dapat dilihat dan dipegang seperti kayu, kertas, batu, makanan, pakaian. Ada materi yang bisa dilihat, tetapi tidak

28

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009

29

Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan: Tinjauan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997,

(30)

bisa dipegang seperti air, ada pula materi yang tidak dapat dilihat dan dipegang seperti udara, memang udara tidak dapat dilihat dan dipegang, tetapi memerlukan tempat.

3. Daya

Daya atau yang disebut juga dengan energi atau tenaga merupakan sesuatu yang memberi kemampuan untuk menjalankan kerja atau dengan kata lain energi atau tenaga adalah kemampuan untuk melakukan kerja. alam lingkungan hidup penuh dengan energi yang berwujud seperti energi cahaya, energi panas, energi magnet, energi listrik, energi gerak, energi kimia, dan lain-lain.

4. Keadaan

Keadaan disebut juga dengan situasi dan kondisi. Keadaan memiliki berbagai ragam yang satu sama lainnya ada yang membantu berlangsungnya proses kehidupan lingkungan, ada yang merangsang makhluk hidup untuk melakukan sesuatu, ada juga yang mengganggu berprosesnya interaksi lingkungan dengan baik. Sebagai contoh misalnya kucing atau musang dalam waktu gelap bukannya tidak bisa melihat justru lebih mempertajam matanya untuk mencari mangsa atau makanannya. Dalam keadaan berisik, pada umumnya orang sulit untuk tidur nyenyak atau pulas. Dalam keadaan miskin masyarakat cenderung merusak lingkungannya.

5. Makhluk Hidup (termasuk manusia dan perilakunya)

(31)

hidup sangat penting, tetapi makhluk hidup seperti itu tidaklah merusak dan menemari lingkungan, lain halnya dengan manusia.

Selain definisi lingkungan hidup, disebutkan juga di dalam UUPPLH mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 1 angka 2 UUPPLH merumuskan bahwa: “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pengawasan, dan penegakan hukum.”30

Dalam pengelolaan lingkungan hidup ditegaskan pula kewenangan negara, yaitu hak menguasai dan mengatur oleh negara dalam pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak memberikan wewenang untuk mengatur peruntukan, pengembangan, penggunaan, penggunaan kembali (daur ulang), penyediaan, pengelolaan dan pengawasan melalui perbuatan hukum dan mengatur pajak serta retribusi lingkungan. Oleh karena itu, wawasan dalam menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah wawasan nusantara, karena kondisi obyektif geografi nusantara yang terdiri dari ribuan pulau yang tersebar dan terbentang di khatulistiwa serta terletak pada posisi silang yang sangat strategis, memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara lain.31

Menurut Munadjat, wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa dan negara Indonesia tentang diri dan lingkungannya, yang (nyatanya) sarwa-nusantara (bersifat serba nusantara). Wawasan nusantara memandang perwujudan Indonesia sebagai satu kesatuan utuh menyeluruh, baik dari aspek fisik alamiah maupun dari aspek sosial politik ialah citra lingkungan hidup nusantara.32

30

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009

31

Sodikin, Op.cit., hlm. 26

32

(32)

Kekayaan sumber daya alam yang terdapat di dalam lingkungan hidup manusia dapat menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat apabila dikelola, diolah dan dimanfaatkan dengan baik dan benar. Hal ini sesuai dengan perintah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:33

Dengan demikian, hal-hal yang berkenaan dengan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat harus diutamakan, tidak terkecuali pengelolaan lingkungan hidup maupun pemanfaatan sumber daya alam yang harus dilakukan secara efektif dan efisien karena menurut Otto Soemarwoto, sumber daya lingkungan mempunyai daya regenerasi dan asimilasi yang terbatas. Selama eksploitasi atau permintaan pelayanan ada di bawah batas daya regenerasi atau asimilasi, sumber daya terbarui itu dapat digunakan secara lestari. Akan tetapi, apabila batas itu dilampaui, sumber daya itu akan mengalami kerusakan dan fungsi sumber daya itu sebagai faktor produksi dan konsumsi atau sarana pelayanan akan mengalami gangguan.

“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

34

Lingkungan mempunyai keterbatasan dalam melakukan proses kehidupannya. Keterbatasan dan kemampuannya untuk menanggulangi proses keseimbangannya itu, lazim disebut dengan daya dukung lingkungan. Menurut Otto Soemarwoto, daya dukung terlanjutkan ditentukan oleh dua faktor, baik faktor biofisik maupun faktor sosial-budaya-ekonomi. Kedua faktor ini saling mempengaruhi. Faktor biofisik penting untuk menentukan daya dukung yang terlanjutkan, yaitu proses ekologi yang merupakan sistem

33

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945

34

(33)

pendukung kehidupan dan keanekaragaman jenis yang merupakan sumber daya gen. Misalnya, hutan adalah salah satu faktor ekologi dalam sistem pendukung kehidupan. Hutan melakukan proses fotosintesis yang budaya juga mempunyai peranan yang sangat penting, bahkan menentukan dalam daya dukung terlanjutkan.35

Bertitik tolak dari pendapat Otto Soemarwoto, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam realitasnya lingkungan merupakan sumber daya yang memiliki kemampuan dalam melakukan regenerasi pada dirinya, apalagi terhadap sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Oleh karena itu, dalam menata lingkungan sebagai sumber daya, maka yang perlu dilakukan adalah agar melakukan pengelolaan dengan bijaksana.

Lebih jauh Otto Soemarwoto mengatakan bahwa sumber daya lingkungan milik umum sering dapat digunakan untuk berbagai macam peruntukan secara simultan, tanpa suatu peruntukan mengurangi manfaat yang dapat diambil dari peruntukan lain sumber daya yang sama itu. Misalnya, air sungai dapat digunakan sekaligus untuk melakukan proses produksi dalam pabrik, mengangkut limbah, pelayaran sungai, produksi ikan, dan keperluan rumah tangga.

36

B. Sejarah Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia

Di tingkat internasional, Deklarasi Stockholm 1972 dianggap sebagai tonggak pemisah antara rezim hukum internasional klasik dan rezim hukum lingkungan modern. Artinya, karena konvensi-konvensi internasional, putusan-putusan pengadilan internasional sebelum Deklarasi Stockholm 1972 dipandang sebagai rezim hukum internasional klasik, sedangkan konvensi-konvensi internasional dan putusan-putusan

35

Ibid., hlm. 3

36

(34)

Pengadilan Internasional setelah Deklarasi Stockholm dipandang sebagai rezim hukum lingkungan modern.37

Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Lingkungan Hidup di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan Deklarasi Stockholm tahun 1972 yang memuat 26 prinsip dan 109 dukungan. Hal ini seiring dengan keadaan dan kepentingan negara Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia perlu turut bertanggung jawab dan berkewajiban terhadap pelestarian dan pengembangan lingkungan hidup, baik secara nasional maupun internasional. Bagi Indonesia, yang mempunyai sumber daya alam yang cukup luas, keprihatinan terhadap kelestarian hidup sudah disesuaikan dan dicantukan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat.” Landasan ini merupakan komponen-komponen dasar untuk menyusun dan merumuskan peraturan dan perundangan lingkungan hidup di Indonesia. Atas dasar itu, proses pembuatan peraturan perundangan tentang lingkungan hidup di Indonesia dimulai dari prinsip-prinsip dalam Deklarasi Stockholm khususnya prinsip 17, 21, 22 dan sekaligus merupakan nafas atau landasan dalam penyusunan keinstitusian perundangan untuk pelestarian alam.38

Tepat sepuluh tahun setelah berlangsungnya Konferensi Lingkungan Hidup Sedunia (UNCHE, United Nations Conference on the Human Environment, 1972, Stockholm), negara kita berhasil merumuskan satu produk perundangan penting di bidang lingkungan hidup.39

Perkembangan selanjutnya, pada 11 Maret 1982, diundangkan sebuah produk hukum mengenai pengelolaan lingkungan hidup, dengan nama Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, sering

37

Takdir Rahmadi, Op. cit., hlm. 45

38

Djanius Djamin, Op. cit., hlm. 40-41

39

(35)

disingkat dengan UUPLH. Dengan hadirnya Undang-Undang Lingkungan ini, terbukalah lembaran baru bagi kebijaksanaan lingkungan hidup di Indonesia guna terciptanya pengendalian kondisi lingkungan yang memiliki harmoni yang baik dengan dimensi-dimensi pembangunan.40

Undang-undang ini kita nilai begitu penting karena Undang-undang ini lahir dalam situasi sebagai berikut:41

1. Saat negara kita sedang giatnya melancarkan pembangunan dengan pesat di semua segi kehidupan. Dalam kenyataan, segi apapun yang akan diambil untuk tujuan membangun, Undang-undang ini akan selalu berhadapan dengan aspek ekologi lingkungan hidup. Pembangunan ialah hasil proses dari sumber daya (alam, lingkungan hidup, manusia).

2. UUPLH adalah Undang-undang pokok yang merupakan dasar peraturan pelaksanaan bagi semua sektor yang menyangkut lingkungan hidup. Undang-undang ini berfungsi sebagai ketentuan payung (umbrella provision) bagi peraturan-peraturan lingkungan hidup yang sudah ada (lex lata) maupun bagi pengaturan lebih lanjut (lex feranda) atas lingkungan hidup.

3. Corak ekologis negara kita sangat spesifik. Negara kita merupakan wilayah berkepulauan (Nusantara) yang terdiri dari dua pertiga wilayah laut, yaitu terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, serta dua lautan raksasa yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Negara kita memiliki sumber alam yang kaya raya dan dihuni oleh penduduk dengan berbagai corak ragam suku, budaya, agama, tingkatan sosial ekonomi, dan lain-lain.

40

N.H.T. Siahaan, Op. cit., hlm. 34

41

(36)

Adapun dasar-dasar pemikiran yang diberikan oleh UUPLH ini adalah konsep perpaduan prinsip-prinsip pembangunan dan lingkungan serta ekologi yang lazim disebut dengan Prinsip Ecodevelopment, yang dinyatakan sebagai berikut:42

1. Lingkungan hidup Indonesia adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita kembangkan berdasarkan asas keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi; dalam hubungan manusia dengan manusia; dalam hubungannya dengan alam lingkungan; dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun dalam kehidupan lahiriah serta kebahagiaan batiniah.

2. Sumber daya alam yang dapat digunakan untuk menuju kesejahteraan harus dilestarikan kemampuan ekosistem secara serasi dan seimbang dengan cara bijaksana, terpadu, dan menyeluruh dengan memperhitungkan generasi kini dan mendatang. 3. Pengelolaan lingkungan berasaskan kemampuan lingkungan yang serasi dan

seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan.

4. Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang dapat tercapai kehidupan optimal. UULH 1982 memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menandai lahirnya suatu bidang hukum baru, yakni hukum lingkungan karena ketentuan-ketentuan itu mengandung konsep-konsep yang sebelumnya tidak dikenal dalam bidang hukum. Di samping itu, ketentuan-ketentuan UULH 1982 memberikan landasan bagi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup.43

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup telah menandakan awal pengembangan perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup Indonesia sebagai bagian integrasi dari upaya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam kurun waktu lebih dari satu dasawarsa sejak diundangkannya

42

Ibid., hlm. 153

43

(37)

undang tersebut, kesadaran lingkungan hidup masyarakat telah meningkat dengan pesat, yang ditandai antara lain oleh makin banyaknya di bidang lingkungan hidup selain swadaya masyarakat. Terlihat pula peningkatan kepeloporan masyarakat dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup, sehingga masyarakat tidak hanya sekedar berperan serta, tetapi juga mampu berperan serta secara nyata.44

Asas-asas hukum yang diadopsi UUPLH 1982 dirasakan banyak membawa kemajuan dalam pembangunan lingkungan. Prinsip dan pola pembinaan lingkungan hidup sedemikian majunya untuk diintroduksikan ke dalam pembangunan nasional dan hendaknya diakui bahwa pengenalan asas-asas itu ke dalam sistem hukum guna memulihkan prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan tidak kalah dengan negara lain. Hanya saja tentunya harus diakui bahwa dalam aspek-aspek pelaksanaannya, negara kita tidak bisa banyak berbicara mengenai hal itu, karena mengenai segala sesuatu tentang pelaksanaan asas (konsistensi), kita selalu serba tertinggal dengan negara lain.45

Sejak pengundangan UULH 1982, kualitas hidup di Indonesia ternyata tidak semakin baik dan banyak kasus hukum lingkungan hidup tidak dapat terselesaikan dengan baik. Para pengambil kebijakan di pemerintah, khususnya di lingkungan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan BAPEDAL, berpandangan bahwa kegagalan dari kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia akibat dari kelemahan penegakan hukum UULH 1982. Dan kelemahan penegakan hukum itu bersumber dari UULH 1982 itu sendiri.46

Perkembangan global mengenai isu lingkungan, terutama setelah berlangsungnya Earth Summit di Rio de Jainero, 1992, yang lebih dikenal dengan KTT Rio telah menjadi

salah satu alasan mengapa UUPLH 1982 harus direvisi, karena bila melihat hasil-hasil yang dicapai dalam KTT Rio, terlihat bahwa dengan UUPLH 1982 tidak banyak hal yang

44

Sodikin, Op.cit., hlm.19

45

N.H.T. Siahaan, Op. cit., hlm. 154 46

(38)

dapat kita lakukan dalam rangka membuat kebijakan pembangunan lingkungan sesuai dengan majunya prinsip-prinsip yang telah diadopsi dalam KTT Rio.47

Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan yang juga disebut sebagai The Earth Charter merupakan “soft-law agreements”, yang memuat 27 prinsip48

UUPLH baru atau UU No. 23 Tahun 1997 memuat berbagai peraturan sebagai respons terhadap berbagai kebutuhan yang berkembang yag tidak mampu diatasi melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982. Demikian juga Undang-undang baru ini dimaksudkan untuk menyerap nilai-nilai yang bersifat keterbukaan, paradigma pengawasan masyarakat, asas pengelolaan dan kekuasaan negara berbasis kepentingan kemudian ditambah dengan banyaknya perkembangan mengenai konsep dan pemikiran mengenai masalah lingkungan, serta dengan mengingat hasil-hasil yang dicapai masyarakat dunia melalui KTT Rio tahun 1992, dirasakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 sudah tidak banyak lagi menjangkau perkembangan-perkembangan yang ada sehingga perlu ditinjau dengan membuat penggantinya. Untuk itulah lima tahun kemudian setelah berlangsungnya KTT Rio, dibuat UUPLH yang baru sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, diundangkan tanggal 19 September 1997 melalui Lembaran Negara No. 68 Tahun 1997.

47

Op. cit., hlm. 154 48

Beberapa prinsip tersebut menjadi unsur penting konsep pembangunan berkelanjutan, diantaranya: a. prinsip kedaulatan dan tanggung jawab negara (prinsip 2);

b. prinsip antargenerasi (prinsip 3);

c. prinsip keadilan intragenerasi (prinsip 5 dan 6);

d. prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan (prinsip 4); e. prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda (prinsip 7);

f. prinsip tindakan pencegahan (prinsip 11);

g. prinsip bekerja sama dan bertetangga baik dan kerja sama internasional (prinsip 18, 19, dan 27) h. prinsip keberhati-hatian (prinsip 13);

i. prinsip pencemaran membayar (prinsip 16);

(39)

umum (bottom-up), akses publik terhadap manfaat sumber daya alam, dan keadilan lingkungan (environmental jusice).49

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 ini memuat norma-norma hukum lingkungan hidup. Selain itu, Undang-undang ini menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan semua peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang lingkungan hidup yang berlaku, yaiu peraturan perundang-undangan mengenai perairan, pertambangan dan energi, kehutanan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, industri, permukiman, penataan ruang, tata guna tanah, dan lain-lain.50

UULH 1997 tetap memuat konsep-kosep yang semula dituangkan dalam UULH 1982, misalnya kewenangan negara, hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, perizinan, AMDAL, penyelesaian sengketa dan sanksi pidana. Selain itu, UULH 1997 memuat konsep-konsep atau hal-hal yang sebelumnya tidak diatur dalam UULH 1982. Misalnya, di bidang hak masyarakat, UULH 1997 mengakui hak masyarakat untuk mendapatkan informasi. Di bidang instrumen pengelolaan lingkungan, UULH 1997 mengatur penerapan audit lingkungan. Di bidang penyelesaian sengketa, UULH 1997 mengatur penyelesaian sengketa melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan atas dasar kebebasan memilih para pihak. Di bidang sanksi pidana, UULH 1997 memberlakukan delik formil di samping materil dan delik korporasi.51

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 memang belum beperan maksimal sebagai dasar menangani masalah lingkungan dalam hubungannya dengan pembangunan. Demikian pula dengan konsep-konsep yang dicapai dalam Deklarasi Rio, belum banyak yang diserap sebagai instrumen hukum dan kebijakan menata lingkungan. Namun dari

49

N.H.T. Siahaan, Op. cit., hlm. 35

50

Sodikin, Op.cit., hlm.

51

(40)

segi landasan hukum, Undang-undang ini dapat dikatakan sudah cukup lebih baik dari Undang-undang sebelumnya.52

Perkembangan terbaru adalah pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN Tahun 2009 No. 140) yang menggantikan UULH 1997. Setidaknya ada empat alasan mengapa UULH 1997 perlu untuk digantikan oleh undang-undang yang baru. Pertama, UUD 1945 setelah perubahan secara tegas menyatakan bahwa perkembangan ekonomi nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Kedua, kebijakan otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah termasuk di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ketiga, pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup. Ketiga alasan ini belum ditampung dalam UULH 1997. Keempat, UULH 1997 sebagaimana UULH 1982 memiliki celah-celah kewenangan penegakan hukum administratif yang dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan kewenangan penyidikan penyidik pejabat pegawai negara sipil sehingga perlu penguatan dengan mengundangkan sebuah undang-undang baru guna peningkatan penegakan hukum.53

C. Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 menyebutkan tujuan pengelolaan lingkungan hidup:54

52

N.H.T. Siahaan, Op. cit, hlm. 36

53

Op. cit, hlm. 51-52

54

(41)

“Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.”

Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, disebutkan tujuan pengelolaan lingkungan hidup di dalam Pasal 3, yang berbunyi:55

a. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

“Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:

b. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;

c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;

d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup; f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa

depan;

g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;

h. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan

j. Mengantisipasi isu lingkungan global.”

Tujuan lingkungan hidup seperti yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tersebut adalah adanya kata-kata pembangunan berwawasan lingkungan. Maksud pembangunan berwawasan lingkungan adalah melaksanakan pembangunan dengan memperhatikan kepentingan lingkungan atau dengan kata lain pembangunan tanpa merusak lingkungan, sehingga akan berguna bagi generasi kini dan generasi mendatang.56

55

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009

56

(42)

Pembangunan adalah upaya-upaya yang diarahkan untuk memperoleh taraf hidup yang lebih baik. Upaya-upaya untuk memperoleh kesejahteraan atau taraf hidup yang lebih baik merupakan hak semua orang di mana pun berada. Khususnya di negara-negara berkembang, pembangunan merupakan pilihan penting dilakukan guna terciptanya kesejahteraan penduduknya. Upaya di bidang pertanian dilakukan secara ekstentifikasi dan intensifikasi. Lahan diperluas dan pupuk ditingkatkan jumlah maupun mutunya melalui sistem teknologi. Sarana-sarana infrastruktur ditingkatkan seperti jalan, pembangunan irigasi, waduk dan transportasi. Sektor industri dibuka, bukan saja sebagai sarana pendukung bagi pembangunan pertanian, tetapi juga untuk mendapatkan produk manufaktur yang dibutuhkan. Industri selain meningkatkan pendapatan juga berperan untuk menyerap tenaga kerja.

Dengan demikian pembangunan merupakan sarana bagi pencapaian taraf kesejahteraan manusia. Namun demikian, setiap pembangunan tidak terlepas dari adanya dampak yang merugikan, terutama kepada lingkungan. Lingkungan menjadi semakin rusak berupa pencemaran, dan kerusakan sumber-sumber hayati seperti penipisan cadangan hutan (deforestization), punahnya bermacam-macam biota, baik spesies binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Di samping itu, terjadi pula berbagai penyakit sebagai akibat dari pencemaran industri.57

Untuk mengatasi dampak dari pembangunan tersebut, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 mensyaratkan adanya paradigma atau arah baru untuk meningkatkan kualitas hidup bagi rakyat melalui perubahan-perubahan yang didukung oleh seluruh unsur pelaku dan sumber daya alam yang diperlukan, sehingga berkembanglah gagasan tentang sustainable development.58

57

N.H.T Siahaan 2, Op.cit., hlm. 19 58

(43)

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan salah satu isu yang sangat penting yang menjadi dasar pembicaraan di KTT Rio. Pengertian dari sustainable development adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa

mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya. Definisi ini diberikan oleh World Commission on Environment and Development (Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan) sebagaimana tersaji dalam laporan Komisi yang terkenal dengan Komisi Brundtland yang terumuskan berupa: 59

Sustainable development pada dasarnya sama dengan prinsip Ecodevelopment,

dimaknakan sebagai pembangunan dengan tidak mengorbankan kepentingan lingkungan atau senantiasa memperhatikan aspek lingkungan (Prinsip 1 dan 2 Deklarasi Stockholm).

Ecodevelopment diartikan dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang

kemudian diakomodir dalam sistem kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia,

“If it meets the needs of the present without compromising the ability of future

generation to meet their own needs.”

60

diartikan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.61

Guna mengubah orientasi dari penekanan (priority) pembangunan (pertumbuhan ekonomi), maka dalam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) terdapat penekanan yang sama terhadap aspek pembangunan ekonomi dan aspek lingkungan. Lebih dari itu, karena tujuan pembangunan berkelanjutan adalah

59

Op.cit., hlm. 147 60

N.H.T. Siahaan, Op.cit., hlm. 10 61

(44)

kesejahteraan masyarakat, diintegralkanlah aspek sosial budaya, sehingga pembangunan berkelanjutan mengandung tiga aspek: ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya.62

Istilah pembangunan berkelanjutan kini telah menjadi konsep yang bersifat subtle infiltration, mulai dari perjanjian-perjanjian internasional, dalam implementasi nasional,

dan peraturan perundang-undangan. Susan Smith mengartikan sustainable development sebagai meningkatkan mutu hidup generasi kini dengan mencadangkan modal/sumber alam bagi generasi mendatang. Menurutnya, dengan cara ini dapat dicapai empat hal:63 1. Pemeliharaan hasil-hasil yang dicapai secara berkelanjutan atas sumber daya yang

dapat diperbarui;

2. Melestarikan dan menggantikan sumber alam yang bersifat jenuh (exhaustible resources);

3. Pemeliharaan sistem-sistem pendukung ekologis; dan 4. Pemeliharaan atas keanekaragaman hayati.

Sekalipun demikian, kritik terhadap pembangunan berkelanjutan dilontarkan sehubungan dengan berbagai interpretasi yang berbeda-beda terhadapnya. Pihak developmentalism menyoroti pembangunan berkelanjutan sebagai jawaban atas pola

kecenderungan yang lebih mengedepankan pembangunan dalam segala hal, yang kemudian menjadi suatu paham tersendiri untuk menyelesaikan segala faktor-faktor keterbelakangan.64

Pembangunan berkelanjutan ternyata memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut dikemukakan oleh A. Sony Keraf, ahli etika yang kemudian menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup (1999-2001). Hal yang pertama, tidak ada sebuah titik kurun waktu yang jelas dan terukur sebagai sasaran pembangunan berkelanjutan. Konsep Pembangunan Berkelanjutan hanya merupakan komitmen, sedangkan realisasinya sulit

62

N.H.T. Siahaan 2, Op.cit., hlm. 23 63

Ibid., hlm. 147-148 64

(45)

diukur dari segi waktu (kapan bisa tercapai). Kedua, paradigma pembangunan berkelanjutan didasarkan kepada cara pandang yang sangat antroposentris, yakni cara pandang bahwa alam hanya sekedar alat pemenuhan kebutuhan material yang tertunda. Ketiga, asumsi bahwa manusia bisa menentukan daya dukung ekosistem lokal dan regional. Mengasumsikan manusia berkemampuan untuk mengetahui batas alam dan mengeksploitasi sumber-sumber alam itu di dalam batas-batas daya dukung tadi. Padahal manusia tidak menyadari bahwa alam memiliki kekayaan dan kompleksitas yang begitu rumit jauh melampaui kekayaan iptek hasil karya manusia. Keempat, paradigma pembangunan berkelanjutan justru bertumpu pada ideologi materialisme yang tidak diuji secara kritis, tetapi diterima begitu saja sebagai benar. Hal yang dilematis di sini adalah semua negara justru dianjurkan untuk mengikuti jalan salah yang ditempuh negara-negara industri, yang terpacu oleh semangat materialisme. Hal yang patut dikoreksi oleh pembangunan berkelanjutan justru mengulangi kesalahan yang sama.65

Konsep pemikiran dalam hubungan antara pembangunan dengan lingkungan, muncul pula secara lebih jauh dengan konsep “berkelanjutan ekologi.” Sonny Keraf berpendapat bahwa keberlanjutan ekologi mengandung perhatian penting kepada aspek-aspek lingkungan tetapi dengan tetap menjamin kualitas kehidupan ekonomi dan sosial budaya. Konsep ini berbeda dengan konsep pembangunan berkelanjutan, yakni paradigma yang dianut adalah perhatian pada pembangunan ekonomi sambil menekankan kepentingan proporsional atas aspek lingkungan dan aspek sosial budaya.66

D. Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia

Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan guna mempertahankan kehidupan dan mencapai kesejahteraannya. Istilah

65

Ibid., hlm. 14-15 66

(46)

“pengelolaan”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar “kelola”, dan selanjutnya dalam kata kerja mengelola, yang artinya: mengendalikan, menyelenggarakan (pemerintahan dan sebagainya); menjalankan, mengurus (perusahaan, proyek, dan sebagainya).67

Jika dilihat dari pengertian di atas, maka kegiatan yang meliputi pengelolaan dapat dikelompokkan menjadi:68

1. Proses, cara, perbuatan mengelola;

2. Proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain; 3. Proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi;

4. Proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.

Keberlanjutan pembangunan di suatu daerah atau negara ditentukan oleh kemampuan daerah atau negara tersebut dalam mengelola lingkungan hidupnya. Pendekatan pengelolaan lingkungan dilakukan dengan menata sistem pengelolaannya. Sebab berbicara mengenai pengelolaan, sangat berkaitan dengan pendekatan manajemen. Pendekatan manajemen bertumpu pada kemampuan menata sistem yang berada pada sistem tersebut. Hal inilah yang dapat ditangkap dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 ke Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 ini berkaitan pula dengan filosofi dari masing-masing Undang-undang tersebut.

Pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982, filosofinya bertumpu pada “hukum lingkungan sebagai payung” dalam artian bahwa semua bidang dapat membentuk peraturan lingkungan sendiri. Sementara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 adalah bagaimana melakukan manajemen terhadap lingkungan tersebut, atau dengan kata lain bahwa lingkungan tersebut dapat dikelola dengan melakukan pendekatan manajemen.

67

N.H.T. Siahaan, Op.cit., hlm. 85 68

(47)

Pendekatan manajemen lingkungan mengutamakan kemampuan manusia dalam mengelola lingkungannya, sehingga pandangan tersebut harus diubah dengan melakukan sebuah pendekatan yang lazim disebut dengan “ramah lingkungan”. Ramah lingkungan menurut Otto Soemarwoto, haruslah juga bersifat mendukung pembangunan ekonomi. Betapa pun, kita masih miskin dan kehidupan sebagian besar rakyat kita belumlah layak. Dengan lain perkataan, sikap dan kelakuan prolingkungan hidup tidak boleh bersifat antipembangunan ekonomi.69

Di samping itu, diatur pula pengertian pengelolaan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang diikuti dengan kata “perlindungan”, yang mana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan.70

Namun dalam hal pengelolaan lingkungan hidup, ada beberapa hal penting yang harus diingat. Pertama, hukum lingkungan menjadi dasar dan pedoman dari segala pengelolaan lingkungan hidup. Aspek pengelolaan lingkungan hidup memiliki segi dan cakupan yang sangat luas seperti pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan, penetapan perencanaan tata ruang, menetapkan sistem zona dan baku mutu lingkungan, kebijakan pembuatan/penerapan AMDAL (Analisis mengenai Dampak Lingkungan), perizinan, penegakan hukum (law enforcement), pendayagunaan dan pemberdayaan

69

Supriadi, Op.cit., hlm. 32-33 70

(48)

masyarakat, penanggulangan kerusakan lingkungan dan bencana alam, dan sebagainya. Keseluruhan aspek-aspek demikian diatur oleh hukum lingkungan guna tercapainya keberlanjutan lingkungan bagi kesejahteraan manusia.

Kedua, kekuasaan untuk mengelola lingkungan dan semua sumber daya alam berpusat di tangan negara. Hal ini disadari di samping sebagai konsekuensi dari kedaulatan negara atas teritorialnya (tanah, udara, air, dan segala yang dikandungnya) juga sebagai konsekuensi dari perlunya ada suatu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab berupa kewajiban terhadap sosial dan lingkungan sekitar (yang selanjutnya disebut dengan CSR)

Nurasiah Harahap : Analisis Hukum Tanggung Jawab Perseroan Terbatas Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2003 USU Repository © 2008... Nurasiah Harahap : Analisis Hukum Tanggung

solusi yang diterapkan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan oleh PT. Deltomed

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui sinkronisasi peraturan perundang undangan terkait perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan yang melakukan

Apa yang menjadi dasar penormaan tanggung jawab sosial dan lingkungan ( TJSL ) perusahaan dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ;

Dan tidak semua perseroan terbatas yang wajib melakukan tanggung sosial dan lingkungan, menurut Bab V UUPT 2007 yang wajib melakukan tanggung jawab sosial

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan menurut Undang-undang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 3, adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan

Ketentuan ini mengatur tata cara yang hams ditempuh untuk mengalihkan kepada perseroan hak dan atau tanggung jawab yang timbul dari perbuatan hukum pendiri yang dibuat