• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

132 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut :

1. Sistem hukum kewarganegaraan di Indonesia yang saat ini berlaku menganut asas kewarganegaraan tunggal, dan juga asas – asas tersebut terkait dengan beberapa aturan yang lebih tinggi. Undang – Undang yang mengatur tentang kewarganegaraan di Indonesia yang saat ini berlaku ialah Undang – Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, sehingga pengaturan – pengaturan lain yang belum diakomodir didalam Undang – Undang tersebut tidak dapat diterapkan didalam sistem hukum kewarganegaraan Indonesia. Desakan Diaspora Indonesia merupakan suatu fenomena yang sedang dihadapi oleh Indonesia dengan tuntutan dapat diterapkannya dwi kewarganegaraan didalam sistem hukum kewarganegaraan Indonesia secara permanen. Diaspora Indonesia dalam sistem hukum kewarganegaraan Indonesia yang saat ini berlaku tidak dikenal, artinya seseorang yang dalam ketentuan undang – undang telah kehilangan kewarganegaraannya, dianggap sebagai orang asing dalam status dan kedudukannya dalam hukum kewarganegaraan Indonesia. Terkait dengan status para diaspora Indonesia, berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa diaspora Indonesia yang telah kehilangan kewarganegaraan Indonesia, walaupun

(2)

secara batiniyah terikat dengan Indonesia, akan tetapi status hukumnya (yuridis) tetap dianggap sebagai warga negara asing, yang memiliki hak – hak dan kewajiban – kewajiban yang terbatas dalam kehidupan hukum Indonesia. Kemudian kedudukan para diaspora Indonesia berdasarkan sistem kewarganegaraan Indonesia tidak dapat diartikan sebagai seseorang yang dapat menjalankan hak – hak sipil, politik, serta hak – hak konstitusionalnya lainnya sebagaimana hak – hak warga negara Indonesia. Kedudukan diaspora Indonesia tidak mendapatkan hak – hak yang tercantum dalam konstitusi Indonesia, seperti hak untuk duduk didalam pemerintahan, hak yang sama untuk dapat menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.

2. Mengingat asas – asas yang terkandung dalam beberapa aturan hukum di Indonesia yang mensyaratkan bahwa hak tersebut dapat diemban dan didapat oleh seseorang yang secara hukum merupakan penyandang status kewarganegaraan sebagai warga negara Indonesia, maka dari hasil penelitian ini didapat kesimpulan bahwa pemberian dwi kewarganegaraan pada para diapora Indonesia yang telah kehilangan kewarganegaraan Indonesianya dirasa sulit dalam hal status kewarganegaraan gandanya memberikan kedudukan dan status hukum yang sama dengan pemegang kewarganegaraan Indonesia yang tunggal. Melihat hasil penelitian ini, dwi kewarganegaraan mungkin saja dapat diberikan kepada para diaspora Indonesia, akan tetapi formulasi – formulasi peraturan hukum Indoneisa harus segera dilakukan penyesuaian dari asas kewarganegaraan tunggal menjadi dwi kewarganegaraan, serta harus adanya pembatasan – pembatasan hak atas

(3)

pemegang dwi kewarganegaraan. Dari hasil penelitian ini, kendala yang dihadapi dan dirasa cukup rumit ialah merombak serta mengadakan penyesuaian – penyesuaian terhadap beberapa aturan hukum, khususnya pengaturan dalam norma hukum dasar Indonesia, Undang – Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, yang dalam ruh pembuatannya tidak mengenal adanya pemegang hak dwi kewarganegaraan. Dari hasil penelitian ini, Dwi kewarganegaraan di Indonesia bisa saja dilaksanakan, akan tetapi dalam memberikan formulasi harus membatasi hak – hak pemegang dwi kewarganegaraan, sehingga tidak diperlukan lagi perombakan atau penyesuaian terhadap subsistem – subsistem hukum lainnya. Dilain hal, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2013 tentang Pelaksanaan atas undang – undang nomor 6 tahun 2011 Tentang Keimigrasian telah memberikan kemudahan kepada para diaspora Indonesia untuk dapat masuk dan menetap di wilayah Indonesia. Kekurangannya apabila dilihat dari desakan para diaspora Indonesia adalah, para diaspora Indonesia tetap berstatus sebagai warga negara asing.

B. Saran

1. Penambahan aturan tentang dwi kewarganegaraan dalam sistem hukum kewarganegaraan di Indonesia merupakan hal yang cukup berat dikarenakan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang relatif tinggi, dikarenakan beberapa hal yang harus memperhatikan setiap faktor – faktor pengatur kehidupan bernegara lainnya, seperti faktor ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan dan keamanan. Menimbang bahwa

(4)

suatu kewarganegaraan merupakan hal yang sangat fundamental dalam menentukan hak – hak dan kewajiban – kewajiban penyandangnya. Oleh sebab itu, disarankan agar perubahan Undang – Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dilakukan dengan sangat hati – hati, khususnya perihal dwi kewarganegaraan yang akan membawa dampak yang besar terhadap sistem hukum lainnya. Indonesia dapat menerapkan sistem hukum kewarganegaraan seperti di India, yang konsep dasarnya tidak mengenal adanya dwi kewarganegaraan, akan tetapi memberikan fasilitas berupa pengecualian kepada para diasporanya, khususnya eks warga negara, untuk bebas keluar masuk kedalam wilayah India, tidak mempunyai kewajiban untuk melapor kepada instansi terkait, serta tidak dibebani kewajiban sebagaimana kewajiban yang dimiliki orang asing layaknya perpanjangan visa dan pajak. Akan tetapi, hak – hak konstitusionalitasnya terbatas dibandingkan dengan pemegang kewarganegaraan India tunggal. Penulis menyarakan, agar diaspora Indonesia dapat memiliki status dan kedudukan dalam sistem hukum kewarganegaraan Indonesia, upaya revisi Undnag – Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan harus memperhatikan beberapa faktor penting yang menjadikan formulasi batasan – batasan terhadap pemegang dwi kewarganegaraan, seperti halnya seorang pemegang dwi kewarganegaraan Indonesia, tidak dapat melakukan pembelian hak atas tanah berupa hak milik, tidak dapat berpartisipasi dalam pemerintahan negara, dan beberapa hal yang dianggap dengan adanya dwi

(5)

kewarganegaraan, akan membahayakan stabilitas negara dan bangsa, hal tersebut diartikan sebagai upaya preventif negara untuk menjaga stabilitasnya dan mempertahankan kedaulatan untuk mengatur negaranya.

2. Pada prinsipnya, pemberian dwi kewarganegaraan dapat diberikan di Indonesia, akan tetapi pemberian itu tetap menggunakan asas selective policy yang diterapkan Keimigrasian Indonesia dan juga merumuskan beberapa peraturan yang tidak bertentangan dengan subsistem – subsistem hukum lainnya, seperti halnya hanya seseorang yang dapat memberikan manfaat kepada Indonesia yang dapat diberikan, dan dituangkan kedalam sebuah pakta integritas. Persiapan – persiapan infra dan suprastruktur peraturan – peraturan hukum yang terkait dengan status kewarganegaraan seseorang juga harus menjadi perhatian negara dalam memformulasi aturan dwi kewarganegaraan. Melihat kendala dan permasalahan yang ada, penulis menyarankan agar dilakukan pembahasan – pembahasan yang mendetail dalam tiap tahapan – tahapan pembuatan, dari persiapan, pembahasan, hingga pengundangan. Harus pula diformulasikan mengenai ketentuan tentang pencabutan dwi kewarganegaraan apabila pemegang dwi kewarganegaraan tersebut memberikan efek tidak baik bagi ketertiban umum dan dirasa tidak memiliki daya guna bagi negara. Apabila telah dilakukan hal – hal tersebut, dwi kewarganegaraan akan memberikan keuntungan kepada negara, bangsa dan masyarakat. Dan satu hal terpenting, negara tidak

(6)

perlu melakukan perubahan – perubahan terhadap asas – asas kewarganegaraan, khususnya asas kewarganegaraan tunggal, negara hanya perlu memberikan beberapa pengecualian untuk para diasporanya. Penulis mencoba memberikan saran serta rumusan dalam penyusunan rancangan perubahan Undang – Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia, antara lain :

a) Dwi kewarganegaraan tidak dijadikan asas dalam sistem hukum kewarganegaraan Indonesia, artinya Rancangan Perubahan Undang – Undang Kewarganegaraan hanya merumuskan pengecualian terhadap dwi kewarganegaraan, Indonesia tetap berasaskan kewarganegaraan tunggal dan dapat diimplementasikan hanya pada tingkatan Peraturan Pemerintah yang mengacu kepada Rancangan Undang - Undang Kewarganegaraan dan Undang – Undang Keimigrasian yang meliputi pembebasan izin Masuk dan izin tinggal tanpa batas waktu (lifetime) di Indonesia tanpa adanya biaya dan pemeriksaan Keimigrasian; b) Pengaturan mengenai subjek dwi kewarganegaraan yaitu, anak eks

dwi kewarganegaraan terbatas, eks warga negara Indonesia, warga negara Indonesia yang bertempat tinggal diluar negeri dalam kurun waktu seminimal – minimalnya 3 (tiga) tahun dibuktikan dengan izin tinggal yang bersangkutan di negara temoat tinggal;

c) Anak keturunan Indonesia hasil perkawinan campur juga dibatasi hak – haknya layaknya seseorang dewasa yang memegang dwi kewarganegaraan Indonesia. Anak berkewarganegaraan ganda dapat

(7)

dijadikan subjek pemegang dwi kewarganegaraan, tanpa harus menentukan kewarganegaraan terlebih dahulu, sebagaimana saat ini diatur dalam Undang – Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Pembatasan dimaksud antara lain adalah dan tidak diperkenankan untuk memiliki properti hak milik atas tanah/ bangunan, tidak dapat dipilih dalam kedudukan politik, Tentara, Kepolisian dan Pegawai Negeri Sipil dengan pertimbangan bahwa negara memiliki kedaulatan atas penentuan status kewarganegaraan; d) Pemberian dwi kewarganegaraan harus dibatasi terhadap subjek –

subjek eks warga negara Indonesia saja serta anak subjek dwi kewarganegaraan Indonesia, melihat latar belakang bahwa desakan dwi kewarganegaraan Indonesia lahir dari mayoritas Diaspora Indonesia yang mendapatkan kesulitan – kesulitan akses untuk masuk dan tinggal di Indonesia dengan alasan keluarga dan kerinduan terhadap tanah air serta sebagai supporting pengembangan karir pekerjaan di negara tempat tinggal mereka;

e) Melihat latar belakang desakan dwi Kewarganegaraan oleh para Diaspora Indonesia, bahwa desakan – desakan tersebut guna mencapai kepentingan pribadi, kemudian diperluas untuk kepentingan negara Indonesia dengan janji – janji Diaspora Indonesia apabila dwi kewarganegaraan diberikan. Hal – hal tersebut harus dirumuskan dalam rancangan perubahan Undang – Undang Kewarganegaraan sebagai kewajiban – kewajiban pemegang dwi kewarganegaraan

(8)

Indonesia, seperti contohnya alih keterampiran kepada warga negara Indonesia sesuai dengan bidang keahliannya dalam kurun waktu tertentu, membuat pakta integritas tentang kesetian terhadap Republik Indonesia, tidak menjadikan dwi kewarganegaraan sebagai ajang melakukan spionase, memberikan laporan berkala tentang sumbangsih untuk kemajuan Indonesia (khusus non penyatuan keluarga), dan sebagainya;

f) Mengingat bahwa adanya kemungkinan pemegang lebih dari 2 (dua) kewarganegaraan (multipartide), maka dianggap perlu merumuskan sanksi kehilangan kewarganegaraan Indonesianya, seperti contoh : A adalah subjek dwi kewarganegaraan Indonesia dan Belanda, kemudian A mendapatkan dwi kewarganegaraan dari negara lain lagi dikarenakan fasilitasnya sebagai pemegang kewarganegaraan Belanda bisa mendapatkan kewarganegaraan dari negara anggota Uni Eropa (Jerman, Perancis, dan sebagainya);

g) Merumuskan ketentuan tentang tidak adanya tanggungjawab negara terhadap pemegang dwi kewarganegaraan Indonesia, seperti halnya pemenuhan hak – hak atas pendidikan yang layak. tanggungjawab negara hanya terkait keamanan atas keberadaan, diri yang bersangkutan selama berada di wilayah Republik Indonesia, hal ini dimaksud untuk memberikan keadilan terhadap warga negara Indonesia tunggal;

(9)

h) Adanya pengaturan yang diakomodir dalam ketentuan Keimigrasian mengenai bukti Subjek Dwi Kewarganegaraan, misalnya pemberian paspor khusus subjek dwi kewarganegaraan;

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan analisis dengan memperhatikan excess zero dan overdispersi menggunakan regresi ZINB dan model regresi HNB, dimana kedua

bahwa dalam rangka pemanfaatan ruang dan sumberdaya perairan oleh masyarakat hukum adat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan

Fenomenologi memandang komunikasi sebagai pengalaman melalui diri sendiri atau diri orang lain melalui dialog. Tradisi memandang manusia secara aktif

Hasil st udi ini m enunj uk k an bahw a penggunaan inst rum en EDI , capaian pendidik an di I ndonesia m encapai 0,955, sedangk an penggu naan inst rum en MDGs m encapai 0,9

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan. © Klementina

The authors of Paramadina, Fiqih Lintas Agama, p.. receive, Non-Moslems who are not ahl al-kitâb, like Buddhist and Hindu, do not allow to enter to the mosques, even the mosque

[r]