• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Rakyat dan Agroforestry. maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Rakyat dan Agroforestry. maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Rakyat dan Agroforestry

Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan usahatani semusim, peternakan, barang dan jasa, serta rekreasi alam (Awang, dkk, 2002).

Hutan rakyat merupakan salah satu model pengelolaan sumberdaya alam yang berdasarkan inisiatif masyarakat. Hutan rakyat di Indonesia pada umumnya dikembangkan pada lahan milik masyarakat. Di Indonesia, hutan rakyat banyak yang berhasil dikembangkan oleh masyarakat sendiri. Demikian pula halnya dengan sumbangan produksi kayu dari hutan rakyat di banyak tempat menunjukkan signifikan yang nyata, seperti di Jawa. Dalam hutan rakyat biasanya ditanami jenis-jenis jati, mahoni, buah-buahan, nangka, kelapa dan sengon. Bentuk dan pola hutan rakyat di Indonesia antara lain hutan rakyat sengon, hutan rakyat jati, hutan rakyat suren di Bukit Tinggi (disebut Parak ) dan hutan adat campuran (Fahmi, dkk, 2003).

Dalam pengelolaan hutan rakyat dikenal juga istilah usaha tani rakyat yaitu menanam tanaman kayu-kayuan bercampur dengan tanaman lain di tanah milik, namun yang menjadi tanaman pokok adalah tanaman kayu-kayuan guna meningkatkan kesuburan tanah dan lebih disukai oleh masyarakat. Pembangunan hutan rakyat secara swadaya merupakn alternatif yang dipilih untuk mengatasi

(2)

masalah sosial ekonomi dan lingkungan hidup, selain itu dampak positif yang lain adalah terpeliharanya sumberdaya alam (konservasi tanah dan air) sehingga meningkatkan daya dukung lahan bagi penduduk dan ikut serta dalam pengelolaan daerah aliran sungai, mengurangi terjadinya kerusakan hutan akibat penebangan liar dan penyerobotan tanah. Kombinasi berbagai jenis tanaman memungkinkan pemetikan hasil secara terus menerus dan memungkinkan terbentuknya stratifikasi tajuk sehingga mencegah erosi tanah dan hempasan air hutan (Arief, 2001).

Pola pengelolaan hutan rakyat cukup bervariasi, dengan model

agroforestry dengan pola campuran antara tanaman pangan, tanaman

buah-buahan, tanaman keras, tanaman perkebunan, palawija, tanaman obat-obatan dan lain-lain. Dengan demikian sistem hutan rakyat telah secara nyata menggambarkan model-model ekosistem sumberdaya alam yang stabil bagi alamnya sendiri dan stabil pula untuk kepentingan sosial dan ekonomi rakyat pedesaan (Awang, dkk, 2002).

Pengertian Agroforestry

Konsepsi agroforestry dirintis oleh suatu tim dari Canadian International Development Centre, yang bertugas untuk mengindentifikasi prioritas-prioritas pembangunan di bidang kehutanan di negara-negara berkembang dalam tahun 1970-an. Oleh tim ini dilaporkan bahwa hutan-hutan di negara tersebut belum cukup dimanfaatkan. Penelitian yang dilakukan dibidang kehutanan sebagian besar hanya ditujukan kepada dua aspek produksi kayu, yaitu eksploitasi secara selektif di hutan alam dan tanaman hutan secara terbatas. Menurut tim, kegiatan-kegiatan tersebut perlu dilanjutkan, namun perlu ada perhatian pula terhadap

(3)

masalah-masalah yang selama ini diabaikan, yaitu sistem produksi kayu bersamaan dengan komoditi pertanian, dan /atau peternakan, serta merehabilitasi lahan-lahan kritis. Di lain pihak ditemukan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada pengrusakan lingkungan, yang seakan-akan tidak dapat dikendalikan lagi. Kecenderungan pengrusakan lingkungan ini perlu dicegah dengan sungguh-sungguh, dengan cara pengelolaan lahan yang dapat mengawetkan lingkungan fisik secara efektif, tetapi sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan sandang bagi manusia (Anonimus, 2001).

Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan

lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palm, bambu, dan sebagainya) ditanam bersamaan dengan tanaman pertaian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan di dalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan (Nair, 1989).

Agroforestry atau wanatani atau agrohutani merupakan istilah kolektif

untuk beberapa praktek penggunaan lahan, dimana tumbuhan parennial berkayu ditanam secara sengaja pada sebidang lahan bersama-sama dengan tanaman semusim dan atau ternak, baik dalam tatanan spesial dalam waktu yang bersamaan ataupun sekuensial (Arief, 2001).

Fungsi Agroforestry

Fungsi agroforestry ditinjau dari aspek biofisik dan lingkungan pada skala bentang lahan (skala meso) adalah kemampuannya untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, khususnya

(4)

terhadap kesesuaian lahan antara lain: (a) Memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah; (b) Mempertahankan fungsi hidrologi kawasan; (c) Mempertahankan cadangan karbon; (d) Mengurangi emisi gas rumah kaca; dan (e) mempertahankan keanekaragaman hayati (Lahjie, 2004).

Fungsi agroforestry terhadap aspek sosial, budaya dan ekonomi antara lain:(a) Kaitannya dengan aspek tenurial, agroforestry memiliki potensi di masa kini dan masa yang akan datang sebagai solusi dalam memecahkan konflik menyangkut lahan negara (misal pada hutan lindung; contoh pada kasus HL. Sungai Wain di Balikpapan, Kalimantan Timur) yang dikuasai oleh para petani penggarap; (b) Upaya melestarikan identitas kultural masyarakat, pemahaman akan nilai-nilai kultural dari suatu aktivitas produksi hingga peran berbagai jenis pohon atau tanaman lainnya di lingkungan masyarakat lokal dalam rangka keberhasilan pemilihan desain dan kombinasi jenis pada bentuk-bentuk

agroforestry modern yang akan diperkenalkan atau dikembangkan di suatu

tempat, (c) Kaitannya dengan kelembagaan lokal, dengan praktek agroforestry lokal tidak hanya melestarikan fungsi dari kepala adat, tetapi juga norma, sanksi, nilai, dan kepercayaan (unsur-unsur dari kelembagaan) tradisional yang berlaku di lingkungan suatu komunitas; (d) Kaitannya dalam pelestarian pengetahuan tradisional, salah satu ciri dari agroforestry tradisional adalah diversitas komponen terutama hayati yang tinggi (polyculture). Sebagian dari tanaman tersebut sengaja ditanam atau dipelihara dari permudaan alam guna memperoleh manfaat dari beberapa bagian tanaman sebagai bahan baku pengobatan. Meskipun hampir di seluruh kecamatan di Indonesia sudah tersedia Puskesmas atau Puskesmas Pembantu (Pusban), tetapi masyarakat masih banyak yang

(5)

memanfaatkan lingkungannya sebagai ‘tabib’ bilamana mereka sakit. Sebagai contoh pada masyarakat Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung di Kalimantan Timur mengenal berbagai macam tumbuhan obat, di antaranya tanaman berkayu yang tumbuh dalam sistem kebun pekarangan dan kebun hutan mereka (budidaya

lembo); (e) Menyediakan lapangan kerja, sistem agroforestry membutuhkan

tenaga kerja yang tersebar merata sepanjang tahun selama bertahun-tahun (Widianto, dkk, 2003).

Klasifikasi Sistem Agroforestry

Berbagai tipe agroforestry telah banyak diinventarisir dan dikembangkangkan dengan bentuk yang beragam tergantung kondisi wilayah, lokasi dan tujuan agroforestry itu sendiri. Namun demikian, keragaman

agroforestry tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat dasar utama, yaitu:

(1) Berdasarkan strukturnya (Structural Basis) yang berarti penggolongan dilihat dari komposisi komponen-komponen penyusunnya (tanaman pertanian, hutan, pakan, dan/atau ternak). Agroforestry dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Agrisilvikultur (Agrisilvicultural Systems)

Sistem agroforestry yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian (atau tanaman non-kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree

crops) dan tanaman non-kayu dari jenis tanaman semusim (annual crops). b. Silvopastura (Silvopastural Systems)

Sistem agroforestry yang meliputi komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (atau binatang ternak/pasture).

(6)

Kedua komponen dalam silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu yang sama (misal: penanaman rumput hijauan ternak di bawah tegakan pinus, atau yang lebih ekstrim lagi adalah sistem ‘cut and carry’ pada pola pagar hidup/living fences of fodder hedges and shrubs; atau pohon pakan serbaguna/multipurpose fodder trees pada lahan pertanian yang disebut ‘protein bank’).

c. Agrosilvopastura (Agrosilvopastural Systems)

Merupakan pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Contoh: berbagai bentuk kebun pekarangan (home-gardens), kebun hutan (forest-gardens), ataupun kebun desa

(village-forest-gardens), seperti sistem Parak di Maninjau (Sumatera Barat) atau Lembo dan Tembawang di Kalimantan.

(Sardjono, dkk, 2003).

(2) Berdasarkan masa perkembangannya, agroforestry dapat dibedakan menjadi : a. Agroforestry tradisional/klasik yaitu setiap sistem pertanian, di mana pohon-pohonan baik yang berasal dari penanaman atau pemeliharaan tegakan/tanaman yang telah ada menjadi bagian terpadu, sosial-ekonomi dan ekologis dari keseluruhan sistem (agroecosystem).

b. Agroforestry modern umumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Contoh: berbagai model tumpangsari (baik yang dilaksanakan oleh Perhutani di hutan jati di Jawa atau yang coba diperkenalkan oleh beberapa pengusaha Hutan Tanaman Industri/HPHTI di luar Jawa).

(7)

(3) Berdasarkan sistem produksi, agroforestry dibedakan menjadi :

a. Agroforestry berbasis hutan adalah bentuk agroforestry yang diawali dengan pembukaan sebagian areal hutan dan/atau belukar untuk aktivitas pertanian (agroforest).

b. Agroforestry berbasis pada pertanian yaitu produk utama tanaman pertanian dan atau peternakan tergantung sistem produksi pertanian dominan di daerah tersebut. Komponen kehutanan merupakan elemen pendukung bagi peningkatan produktivitas dan/atau sustainabilitas.

c. Agroforestry berbasis pada keluarga adalah agroforestry yang dikembangkan di areal pekarangan rumah (homestead agroforestry).

(Sardjono, dkk, 2003).

(4) Berdasarkan orientasi ekonomi, agroforestry dibedakan atas :

a. Agroforestry komersial (Commercial Agroforestry) yaitu pengelolaannya dimaksudkan untuk menghasilkan produk bernilai ekonomis tinggi melebihi sistem monokultur.

b. Agroforestry subsisten (Subsistence Agroforestry) yaitu agroforestry yang dikelola dengan tanpa mempertimbangkan input dan output, berbasis tenaga keluarga dan umumnya merupakan dampak dari sistem perladangan berpindah.

c. Agroforestry semi komersial (Semi-Commercial Agroforestry) yaitu sistem agroforestry yang memiliki sifat di antara komersil dan subsisten dengan tingkat pengelolaan dan pencapaian produksi medium dan tetap mempetimbangkan input meski pada tingkat yang tidak maksimal.

(8)

Keuntungan dan Kelemahan Sistem Agroforestry

Penerapan sistem agroforestry mendatangkan keuntungan dan kelemahan yang berpengaruh pada ekologi atau lingkungan, ekonomi dan sosial. Keuntungan secara ekologi dapat berupa :

1. Secara ekologis agronomis, sistem agroforestry ternyata dapat menunujukkan banyak manfaat yang tidak dijumpai pada sistem pertanaman lainnya. Apabila pada lahan miring penggunaan sistem

agroforestry, maka secara umum pohon-pohon akan menyediakan struktur

permanen di atas dan di bawah tanah bagi sistem pertanaman. Dengan cara ini, pergerakan air dan tanah akan dihambat dan kehilangan akibat erosi tanah dapat berkurang banyak

2. Sistem agroforestry juga mampu memberikan dampak posotif terhadap kesuburan tanah, terutama jika menggunakan pohon dan perdu dari jenis legume yang menyediakan mekanisme penyediaan nitrogen melalui fiksasi bioligis

3. Sisem agroforestry mempengaruhi populasi invertebrata dan mikroorganisme, sehingga mampu berperan lebih banyak dalam agroekosistem

4. Agroforestry juga merupakan salah satu sarana pentung untuk merehabilitasi lahan kritis, terutama di daerah hulu DAS

(Arief, 2001).

Secara ekonomis, agroforestry memberikan keuntungan yang cukup berarti bagi petani, masyarakat, daerah atau negara. Keuntungan-keuntungan ini dapat meliputi :

(9)

1. Peningkatan kesinambungan hasil-hasil pangan, pakan ternak, kayu bakar, pupuk dan kayu pertukangan

2. Mengurangi terjadinya kegagalan total tanaman pertanian yang biasanya terjadi pada tanaman jenis tunggal atau sistem monokultur

3. Meningkatkan jumlah pendapatan pertanian karena peningkatan produktifitas dan kesinambungan produksi.

Selain manfaat ekonomi, juga terdapat manfaat-manfaat sosial melalui peningkatan hasil produksi pohon dan tanaman serta peningkatan kelestarian hasil-hasil. Manfaat-manfaat ini meliputi :

1. Peningkatan standar kehidupan di pedesaan melalui penyediaan lapangan kerja berkelanjutan dan pendapatan yang lebih tinggi

2. Peningkatan gizi dan kesehatan karena meningkatnya kualitas dan keanekaragaman hasil dan pangan

3. Stabilisasi dan peningkatan pada masyarakat dataran tinggi dengan menghapuskan kebutuhan untuk memindahkan ladang dalam kegiatan pertanian.

(Lahjie, 2004).

Selain keuntungan tersebut di atas, sistem agroforestry juga memiliki kelemahan-kelemahan, baik secara ekologi atau lingkungan, maupun secara sosial ekonomi. Kelemahan dari aspek lingkungan antara lain : (1) Kemungkinan terjadinya persaingan sinar matahari, air tanah dan hara antara tanaman pohon (hutan) dengan tanaman pertanian/pangan dan pakan ; (2) Kerusakan tanaman pangan pada saat dilakukan pemanenan tanaman pohon (terutama saat penebangan kayu); (3) Tanaman pohon secara potensial dapat menjadi inang bagi

(10)

hama dan penyakit tanaman pertanian; dan (4) Relatif lamanya regenerasi tanaman pohon menyebabkan penyempitan lahan untuk tanaman pangan sejalan dengan semakin besarnya tanaman pohon. Kelemahan dari segi sosial ekonomi antara lain: (1) Terbatasnya tenaga kerja yang berminat di bidang pertanian, khisusnya dalam membangun sistem agroforestry; (2) Terjadinya persaingan antara tanaman pohon dengan tanaman pangan yang dapat menurunkan hasil tanaman pangan (sumber gizi keluarga) dibandingkan pada penanaman dengan sistem monokultur; (3) Waktu yang cukup lama untuk menunggu panen tanaman pohon dapat mengurangi produksi sistem agroforestry tersebut; (4) Sistem

agroforestry diakui lebih kompleks sehingga lebih sulit diterapkan apalagi dengan

pengetahuan petani yang terbatas dibandingkan pada sistem pertanian monokultur yang biasa digunakan; dan (5) Keengganan sebagian besar petani untuk menggantikan tanaman pertanian/pangan dengan tanaman pohon atau sebaliknya, yang lebih bernilai ekonomis (Chundawat and Gautam, 1993).

Dengan tingkat pengetahuan yang memadai, sebenarnya kelemahan-kelemahan sistem agroforestry tersebut di atas dapat dikendalikan atau seluruhnya dengan jalan : (1) Penggunaan pohon kacang-kacangan atau tanaman berbuah polong yang sedikit dalam menghambat sinar matahari, sehingga kebutuhan cahaya untuk tanaman pangan dapat terpenuhi; (2) Pemilihan tanaman pohon dengan sistem perakaran yang dalam sehingga mengurangi persaingan hara dan air dengan tanaman pangan di sekitar permukaan atau tanah lapisan atas; (3) Jarak tanaman pohon yang dibuat lebih besar, sehingga mengurangi persaingan cahaya matahari, hara dan air tanah dengan tanaman pangan

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar 11 atap yang awal mulanya berada di dalam secara otomatis akan bergerak keluar atau menutup ketika cuaca mendung, Sehingga ketika turun hujan,

Dalam kajian ini, pengkaji telah menggunakan temubual separa berstruktur iaitu orang yang ditemubual oleh pengkaji hanya menjawab soalan-soalan yang disediakan

CBUBO UJSPTJOBTF NBLB VKJ QFOHIBNCBUBO UJSPTJOBTF EJMBLVLBO QBEB NJOHHV LF o 4FUFMBI QFOZJNQBOBO NJOHHV OJMBJ QFSTFO QFOHIBNCBUBO UJSPTJOBTF EBSJ LFEVB LSJN NFOHBMBNJ QFOVSVOBO

Unit penangkapan pelagis besar yang ada di Kabupaten Aceh Jaya baik dilihat dari waktu penangkapan, alat bantu penangkapan, kapal maupun produksi hasil tangkapan sangat

Rumusan daripada analisis keseluruhan menunjukkan bahawa faktor tertinggi yang mendorong masyarakat Baba dan Nyonya di Bandar Melaka menceburi bidang keusahawanan

Wilayah Maluku merupakan salah satu daerah di timur Indonesia yang memiliki potensi tsunami yang cukup tinggi, ini dibuktikan dengan lebih dari 25 kejadian tsunami yang terekam di

Hasil penelitian ini berupa deskripsi dari sistem pengukuran besaran gerak lurus berbasis personal komputer menggunakan sensor optocoupler yang telah dibuat. Deskripsi

Hasil penelitian yang dilakukan penulis, tahap penghargaan resep, tahap pembayaran dan penomoran, serta tahap pengecekan dan penyerahan obat membutuhkan waktu yang lebih