PERBANDINGAN FENOLOGI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL
KACANG HIJAU PADA PERTANAMAN AWAL MUSIM HUJAN
Herdina Pratiwi, A.A. Rahmianna, dan A. Taufiq Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jalan Raya Kendalpayak KM 8 KP 66 Malang 65101 Telp. 0341-801468
e-mail: herdina_p@yahoo.com ABSTRAK
Berbagai varietas unggul kacang hijau yang telah dilepas memiliki karakter yang berbeda-beda. Sebagian masyarakat belum mengetahui varietas unggul nasional, sehingga mereka masih menggunakan varietas lokal. Percobaan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang keragaan fenologi beberapa varietas unggul. Penelitian dilaksanakan di KP Muneng pada bulan Oktober 2011−Januari 2012, menggunakan rancangan acak kelompok lengkap, empat ulangan, dengan faktor tunggal varietas. Varietas yang digunakan adalah Vima 1, Sriti, Murai, Kutilang, dan Fore Belu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur masak polong tercepat ditunjukkan oleh varietas Vima 1 dan Kutilang, yaitu 55 hari, sedangkan Fore Belu memiliki umur polong masak 65 hari. Hasil tertinggi dicapai oleh varietas Kutilang yaitu 2,48 t/ha sedangkan terendah pada Fore Belu yaitu 1,34 t/ha. Hasil varietas Vima 1, Sriti, Murai dan Kutilang di atas 2 t/ha. Sifat indeterminit Fore Belu menyebabkan pertumbuhan generatifnya lebih lambat dibanding varietas yang lain.
Kata kunci: kacang hijau, fenologi, daya hasil
ABSTRACT
Phenological comparation of mungbean varieties grown in early wet season. All mungbean released varieties have different characters. Some communities do not recognize the presence of national varieties, so they still using the local variety. This experiment aimed to provide information on phenological performance of several varieties. The research was carried out at Muneng Experimental Station from October 2011-January 2012. A complete randomize block design with single factor and four replicates was applied. There were five varieties (Vima-1, Sriti, Murai, Kutilang and Fore Belu) as treatment. The results showed that maturity date of Vima-1 and Kutilang was the fastest (at 55 days after sowing, DAS), while Fore Belu had the longest maturity date by 65 DAS. The highest seed yield was achieved by Kutilang that was 2.48 t ha-1, while Fore Belu had the lowest seed yield by 1.34 t ha-1. Varieties of Vima-1, Sriti,
Murai and Kutilang achieved seed yield more than 2 t ha-1. Fore Belu variety had indeterminate
growth and therefore its generative growth is slower than other varieties.
Key words: mungbean, phenology, seed yield
PENDAHULUAN
Kacang hijau memiliki kelebihan agronomis maupun ekonomis seperti lebih adaptif pada lahan suboptimal, cara budi daya yang mudah, lebih sedikit mengalami serangan hama dan penyakit, umur panen lebih pendek (55−66 hari), harga jual tinggi dan stabil, dan dapat dikonsumsi dengan cara pengolahan yang mudah (Sumarno 1993).
Kacang hijau merupakan salah satu komoditas yang mendukung diversifikasi pangan. Kandungan gizi yang cukup tinggi terutama karbohidrat dapat dijadikan sebagai bahan pengganti sumber karbohidrat dari beras.
Permintaan terhadap komoditas kacang hijau termasuk stabil karena penggunaannya kontinu setiap hari dan sepanjang tahun. Namun tingginya permintaan tidak didukung oleh produksi yang ada. Dari tahun ke tahun produksi kacang hijau tetap, malah cen-derung turun. Dari tahun 2005 sampai 2008 produktivitas kacang hijau berkisar antara 1,008−1,072 t/ha dengan produksi nasional per tahun 298.000–322.000 ton (BPS 2010). Rendahnya hasil kacang hijau dapat disebabkan oleh rendahnya indeks panen, sifat indeterminit dari beberapa varietas, dan rendahnya fiksasi nitrogen (Maqsood et al. 1999).
Penggunaan varietas unggul merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil. Namun tidak semua daerah sudah mengenal varietas unggul sehingga masih meng-gunakan varietas lokal. Salah satu varietas lokal yang masih sering dipakai adalah lokal Belu di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Petani di Belu sudah menanam kacang hijau selama bertahun-tahun. Benu (2010) melaporkan bahwa meskipun varietas lokal Belu telah dilepas sebagai varietas unggul nasional pada tahun 2005 dengan nama Fore Belu, namun petani lokal tidak mengetahui perbedaan produksi antara Fore Belu dengan varietas unggul nasional lainnya seperti Vima 1, Murai dan Sriti. Selain itu, varietas lokal tetap ditanam petani untuk konsumsi sendiri (Badal et al. 2007). Produktivitas Fore Belu sangat fluktuatif mengikuti perubahan lingkungan iklim makro maupun mikro. Produktivitas Fore Belu masih lebih rendah dibandingkan dengan varietas unggul Sriti, Murai dan Vima 1 (Benu 2010).
Hasil kacang hijau ditentukan oleh karakteristik masing-masing varietas, lingkungan, dan teknik budi daya yang biasanya ditunjukkan pada satuan unit area tanam, bukan satuan tanaman (Kuo 1998). Chauhan et al. (2010) menyatakan bahwa hasil kacang tanah terkait dengan pengelolaan sumber daya lingkungan seperti radiasi matahari, air tanah, dan nutrisi untuk produksi biomas. Keseluruhan dari faktor yang terlibat dalam pertumbuhan tanaman, baik lingkungan maupun genetik, menghasilkan penampilan tanaman yang disebut fenologi. Menurut Atwell (1999), keseimbangan antara pertum-buhan vegetatif dan reproduktif sangat penting dalam menentukan tujuan akhir.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keragaan atau fenologi beberapa varietas unggul kacang hijau pada penanaman di awal musim hujan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di KP Muneng pada bulan Oktober 2011−Januari 2012. Pene-litian diirancang secara acak kelompok lengkap, empat ulangan, dengan faktor tunggal varietas. Varietas yang digunakan adalah Vima 1, Sriti, Murai, Kutilang, dan Fore Belu.
Benih ditanam pada lahan sawah yang telah diolah/dipersiapkan dengan baik. Masing-masing perlakuan menempati bedeng berukuran 4 m x 6 m dan digunakan 20 bedeng. Antarbedeng dibuat selokan dengan lebar 25 cm dan dalam 25−30 cm. Penanaman dilakukan dengan cara memasukkan benih ke dalam lubang tanam yang dibuat dengan tugal pada kondisi tanah kering. Jarak tanam adalah 40 cm di antara baris x 10 cm di dalam baris dan jumlah benih yang ditanam adalah 3−4 biji per lubang.
Tanaman dipupuk dengan 250 kg Phonska/ha, seluruhnya diberikan pada saat tanam. Setelah pemupukan, dilakukan pengairan pada seluruh plot secara merata. Setelah tana-man tumbuh, ditentukan petak panen/ubinan seluas 2 m x 5 m. Penyiangan gulma dilakukan pada umur 18 hari setelah tanam, pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara rutin pada vase vegetatif, pembentukan bunga, pembentukan polong, dan peng-isian polong. Panen dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kemasakan polong
pada petak panen seluas 10 m2. Apabila 50% jumlah polong sudah berwarna hitam maka polong dipanen. Panen dilakukan secara bertahap untuk varietas Sriti, Murai, Kutilang dan Fore Belu, sedangkan varietas Vima 1 panen hanya dilakukan satu kali.
Variabel yang diamati adalah fenologi tanaman meliputi 50% daya tumbuh, 50% berbunga, 50% polong masak dan indeks klorofil pada umur 40 hari, tinggi tanaman dan jumlah cabang pada saat panen. Pengamatan komponen hasil meliputi jumlah polong masak, bobot polong masak, hasil biji, dan bobot 100 biji.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Tanaman
Curah hujan selama percobaan tercatat 339 mm, curah hujan tertinggi terjadi pada rentang umur 11−20 hari. Hujan sering turun pada saat fase pemasakan polong. Suhu udara berkisar antara 23,5−29,9oC dan kelembaban relatif udara 33,6−81,6%. Secara keseluruhan daya tumbuh tanaman cukup baik, berkisar antara 85−98% (Tabel 1). Umur berbunga kacang hijau pada penelitian ini berkisar antara 36−38 hari. Tanaman yang memiliki umur berbunga paling cepat (36 hari) adalah varietas Vima 1, sedangkan umur berbunga paling lambat terdapat pada varietas Fore Belu (38 hari). Umur berbunga mempengaruhi umur polong masak varietas. Varietas Vima 1 dengan umur berbunga lebih pendek juga memiliki umur polong masak lebih cepat (Tabel 1). Varietas yang memiliki umur pendek lebih cepat mengakhiri pertumbuhan vegetatif dan beralih ke pertumbuhan generatif.
Tabel 1. Keragaan tanaman lima varietas kacang hijau. Muneng, Oktober 2011−Januari 2012.
Varietas Daya berkecambah (%) 3 HST Hari 50% berkecambah Hari 50% berbunga Hari 50% polong masak
Vima 1 98,3a 3a 36c 55c
Sriti 90,7a 3a 37abc 59b
Murai 84,7a 3a 38ab 59b
Kutilang 88,4a 3a 37bc 55c
Fore Belu 91,1a 3a 38a 65a
Angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
Tabel 2. Tinggi tanaman dan jumlah cabang lima varietas kacang hijau. Muneng, Oktober 2011−Januari 2012.
Varietas Tinggi tanaman pada 60 HST Jumlah cabang per tanaman
Vima 1 75,55 c 1 b
Sriti 103,75 b 1 b
Murai 83,20 c 1 b
Kutilang 85,60 c 1 b
Fore Belu 170,20 a 2 a
Angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
Perbedaan fenologi juga terlihat pada tinggi tanaman. Varietas Fore Belu tumbuh paling tinggi (170 cm), sedangkan yang paling rendah adalah varietas Vima 1 dan tidak berbeda nyata dengan varietas Murai dan Kutilang. Tinggi tanaman varietas Fore Belu hampir dua kali varietas yang lain (Tabel 2). Varietas Fore Belu memiliki tipe indeterminit (Kepmentan 2005), sedangkan Vima 1, Sriti, Murai dan Kutilang memiliki tipe tumbuh
determinit (Balitkabi 2011). Sifat indeterminit ditandai oleh terus tumbuhnya bagian vege-tatif tanaman setelah berbunga sehingga ketika varietas yang lain mengakhiri pertumbuh-an vegetatifnya untuk pembentukpertumbuh-an bunga, varietas Fore Belu masih terus tumbuh. Tinggi tanaman berpengaruh terhadap munculnya cabang, dimana rata-rata tanaman kacang hijau memiliki satu cabang, kecuali varietas Fore Belu yang mempunyai dua cabang.
Hasil Tanaman
Tidak ada perbedaan nyata populasi tanaman di antara kelima varietas sehingga populasi tanaman tidak berpengaruh terhadap perbedaan hasil biji. Viabilitas benih yang tinggi membuat seluruh tanaman dapat tumbuh dengan baik. Perbedaan yang nyata ter-lihat pada jumlah dan bobot polong tua, hasil biji, dan bobot 100 biji. Hasil biji tertinggi dicapai oleh Kutilang (2,48 t/ha), diikuti oleh Murai (2,35 t/ha). Tingginya hasil varietas Kutilang tidak dipengaruhi oleh jumlah polong tua karena jumlah polong tua Kutilang lebih kecil dibandingkan dengan varietas Murai, namun dipengaruhi oleh bobot 100 biji (ukuran biji). Hal tersebut dimungkinkan oleh tingginya tingkat kebernasan polong (nisbah bobot biji/bobot polong). Varietas Vima 1, Sriti, Murai, dan Kutilang memiliki rata-rata hasil di atas 2 t/ha, sedangkan Fore Belu hanya 1,10 t/ha. Rendahnya hasil Fore Belu dapat disebabkan oleh rendahnya jumlah polong tua. Pertumbuhan indeterminit pada tanaman legume seperti halnya Fore Belu menyebabkan pertumbuhan bagian sink tidak maksimal sementara bagian source juga masih terus tumbuh (Atwell et al. 1999).
Tabel 3. Jumlah tanaman dipanen, hasil dan komponen hasil lima varietas kacang hijau. Muneng, Oktober 2011−Januari 2012.
Varietas Jumlah tanaman dipanen/ha Jumlah polong tua /ha Bobot polong tua (t/ha) Hasil biji (t/ha) 100 biji Bobot (g) Nisbah bobot biji/ bobot polong (%) Vima 1 491.250a 4.023.250 c 2,62 b 2,04 c 5,57 c 79,7 Sriti 453.500a 4.880.500 b 3,58 a 2,16 bc 6,35 b 58,5 Murai 452.250a 6.028.000 a 3,51 a 2,35 ab 5,26 c 65,9 Kutilang 413.000a 5.196.500 b 3,56 a 2,48 a 7,19 a 69,6
Fore Belu 452.250a 2.880.000 d 1,34 c 1,10 d 5,52 c 82,7
Angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT. Korelasi Antarkarakter
Umur berbunga dan umur polong masak kelima varietas nyata berkorelasi positif dengan tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah polong tua, namun berkorelasi negatif dengan hasil biji (Tabel 4).
Sesuai dengan penelitian Hakim (2006), semakin dalam umur varietas, maka semakin tinggi tanaman, semakin banyak cabang, namun daya hasilnya makin rendah. Menurut Mondal et al (2011), genotipe kacang hijau yang berdaya hasil tinggi mempunyai jumlah polong lebih banyak dan ukuran polong dan biji berkisar dari medium sampai kecil. Dalam penelitian ini bobot 100 biji tidak dipengaruhi oleh karakter yang ada, yang berarti ukuran biji merupakan sifat yang dimiliki secara genetik oleh kacang hijau.
Tabel 4. Koefisien korelasi fenotipik antarkarakter varietas kacang hijau
Karakter polong Umur masak Tinggi Tan Jumlah cabang/ta n Jumlah polong tua/tan Bobot polong/ tan Bobot biji/tan Bobot 100 biji Hasil biji/ha Umur berbunga 0,732** 0,563** 0,560* 0,580** 0,315 0,376 -0,189 -0,528* Umur polong masak - 0,880** 0,713** 0,695** 0,403 0,568** -0,399 -0,787**
Tinggi tanaman - - 0,693** 0,889** 0,426 0,701** -0,144 -0,807**
Jumlah cabang/tanaman - - - - 0,686** 0,757** -3,502 0,543*
Jumlah polong tua/tan - - - - 0,857** 0,806** -0,461* 0,535*
Bobot polong/tanaman - - - 0,834** -0,392 -0,284
Bobot biji/tanaman - - - -0,172 -0,502*
Bobot 100 biji - - - -0,428
Keterangan: *: berbeda nyata pada batas peluang 0,05 **: berbeda nyata pada batas peluang 0,01
KESIMPULAN
1. Umur polong masak tercepat terdapat pada varietas Vima 1 dan Kutilang yaitu 55 hari, sedangkan yang terpanjang pada Fore Belu yaitu 65 hari.
2. Hasil tertinggi dicapai oleh Kutilang 2,48 t/ha, sedangkan terendah pada Fore Belu 1,10 t/ha. Hasil varietas Kutilang, Vima 1, Murai, dan Kutilang mencapai di atas 2 t/ha.
3. Hasil biji nyata berkorelasi positif dengan jumlah polong tua per tanaman dan nyata berkorelasi negatif dengan umur berbunga, umur polong masak, dan tinggi tanaman. 4. Rendahnya hasil Fore Belu disebabkan oleh tipe pertumbuhan yang indeterminit
sehingga pertumbuhan polong lebih lambat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Project ACIAR No. SMAR/2007/068 “Productivity and Profitability Enhancement of Tropical Pulse in Indonesia and Australia” yang telah mendanai percobaan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Atwell, B.J., P.E. Kriederman, C.G.N. Turnbull. 1999. Plants in Action : Adaption in nature, performance in cultivation. http://plantsinaction.science.uq.edu.au/edtition1. Accessed 1 Juni 2012.
Balitkabi. 2011. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Cetakan ke-6 (revisi). Malang. 180 hlm.
BPS, 2010. Data Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Kacang Hijau Tahun 2005−2009. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badal, P.S., P. Kumar and G. Bisaria. 2007. Determinants of Adoption of Improved Varieties of Mungbean : A Farm Study in Rajasthan. Indian Res. J. Ext. Edu 7(2&3):35−37
Benu, F., R.C.N. Rachaputi, C. Douglas. 2010. The economic performance and management practices of mungbean production system in Belu, West Timor. Proceedings of the 1st Australian
Summer Grains Conference, Gold Coast, Australia, 21st−24th June 2010. Edited paper.
Chauhan , Y.S, C. Douglas. R.C.N Rachaputi, P. Agius, W. Martin, K. King and A. Skerman. . 2010. Physiology of Mungbean and Development of the Mungbean Crop Model. Proceedings of the 1st Australian Summer Grains Conference, Gold Coast, Australia, 21st−24th June 2010. Edited
Hakim, L. 2006. Pemanfaatan keragaman genetic plasma nutfah kacang hijau asal introduksi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25(3):176−180
Kepmentan. 2005. Daftar Keputusan Menteri Pertanian No. SK Mentan No.66/Kpts/SR.120/3/2005 tentang Pelepasan Kacang Hijau Local Belu Sebagai Varietas Unggul dengan nama Fore Belu. http://dokumen.deptan.go.id
Kuo, G. C. 1998. Growth, development, and physiological aspect of mungbean yield. http://libnts. avrdc.org.tw/fulltext_pdf/EAM/1991−2000/eam0114.pdf. Accessed 9 Mei 2011.
Maqsood, M., S.I. Zamir. N. Akbar. M.M. Zaidi. 1999. Comparative Study on Phenology, Growth and Yield of Different Mungbean (Vigna radiata L.) Varieties. Int. J. Agri. Biol. 1(3):116−117 Mondal, M.M.A., M. A. Hakim, Abdul Shukor Juraimi, M.A.K. Azad and M. R. Karim. 2011.
Contribution of Morpho-physiological Attributes in Determining the Yield of Mungbean. Afr. J. Biotechnol 10(60):12897−12904.
Sumarno, 1993. Arti Ekonomis dan Kegunaan Kacang Hijau. hlm 1−11, Dalan T. Adisarwanto et
al.: Kacang Hijau. Monograf Balittan Malang. 127 hlm.