• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng

Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama dibudidayakan oleh petani tambak dan ikan ini juga merupakan jenis ikan ekonomis penting di Indonesia. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam familia Chanidae (bersama enam genus tambahan dilaporkan pernah ada namun sudah punah). Menurut Saanin (1984) ikan bandeng ini memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Kelas : Actinopterygii Ordo : Gonorynchiformes Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos Forsskal

Ikan bandeng hidup diperairan pantai, muara sungai,hamparan hutan bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng dewasa biasanya berada diperairan litoral. Pada musim pemijaham induk ikan bandeng sering dijumpai berkelompok pada jarak tidak terlalu jauh dari pantai dengan karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan kedalaman antara 10-30 m

Secara eksternal ikan bandeng mempunyai bentuk kepala mengecil dibandingkan lebar dan panjang badannya, matanya tertutup oleh selaput lendir (adipose). Sisik ikan banding yang masih hidup berwarna perak, mengkilap pada seluruh tubuhnya. Pada bagian punggungnya berwarna kehitaman atau hijau kekuningan atau kadang-kadang albino, dan bagian perutnya berwarna perak serta mempunyai sisik lateral dari bagian depan sampai sirip ekor. Pada ikan bandeng ukuran juvenil dan dewasa jumlah sirip dorsal II :12-14, anal II: 8 atau 9, sirip dada I: 15-16, sirip bawah I:10 atau 11 dan mempunyai sisik lateral dari bagian depan sampai caudal antara 75-85, dan tulang belakang berjumlah 44 ruas

(2)

Pestisida dan Insektisida Malathion

Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti membunuh. (Tarumingkeng 1992). Dalam praktek, pestisida digunakan bersama-sama dengan bahan lain misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya, air pengencer, tepung untuk mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya, bubuk yang dicampur sebagai pengencer (dalam formulasi dust), atraktan (misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, bahan yang bersifat sinergis untuk penambah daya racun, dsb.

Secara khusus pestisida digunakan untuk memberantas atau mencegah: a) hama dan penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian; b) rumpu- rumputan; c) hama liar pada hewan piaraan atau ternak ; d) hama air; e) binatang atau jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; f) organisme penyebab penyakit pada manusia dan binatang; g) mematikan daun dan menecegah pertumbuhan tanaman yang tidak tergolong jenis pupuk (Komisi Pestisida 1997).

Insektisida adalah semua bahan campuran bahan yang digunakan untuk membunuh, mengendalikan mencegah, menolak atau mengurangi serangga (Hadi 2006). Ada bermacam-macam golongan insektisida yang berasal dari bahan sintetik yaitu golongan Organoklorin, Organofosfat, Karbamat dan Sintetik Piretroid.

Organofosfat merupaka insektisida yang mengandung fosfat dalam susunan kimianya (Magallona 1980). Awal penemuan insektisida ini terjadi pada masa perang dunia II dalam rangka penelitian “gas saraf” untuk kepentingan perang. Malathion termasuk golongan organofosfat yang banyak digunakan dalam program pengendalian serangga.

Ciri khas Malathion adalah mempunyai kemampuan melumpuhkan serangga dengan cepat, toksisitasnya terhadap mamalia relatif rendah, dan terhadap vetebrata kurang stabil, korosif, barbau, dan memeiliki rantai karbon yang pendek. Juga bekerja sebagai racun perut, sebagai racun kontak (contact

(3)

poison) dan racun inhasi. Insektisida organofosfat merupakan racun saraf yang bekerja dengan cara menghambat kolinestrase (ChE) yang mengakibatkan serangga sasaran mengalami kelumpuhan dan akhirnya mati.

Malathion adalah bahan teknis pestisida yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan nyamuk A. aegypti, nyamuk culex quin quefasciatus dan nyamuk Anopheles sp di dalam dan di luar ruangan. Malathion termasuk golongan organofosfat parasimpatomimetrik, yang berarti berikatan irreversible dengan enzim kolinesterase pada sistem saraf serangga. Akibatnya, otot tubuh serangga mengalami kejang, kemudia lumpuh, dan akhirnya mati. Malathion digunakan dengan cara pengasapan (Kasumbogo 2004).

Adapaun spesifikasi Malathion adalah sebagai berikut: Nama Dagang : Malathion

Golongan : Organofosfat

Rumus Molekul : C10H19O6PS

Kandungan bahan aktif : Malathion 95%

2

Dosis aplikasi : 50 ml/liter solar No.Reg Komisi Pestisida : RL – 1246/ I - 2002/ T Sifat fisik : Cairan jernih

Warna : Kecoklatan

Aplikasi : Thermal Fogging, Cold Fogging

Serangga sasaran : A. Aegypti, Culex sp., Anopheles sp.

(4)

Malathion adalah insektisida OP yang telah terdaftar untuk digunakan di Amerika Serikat sejak 1956. Telah digunakan dalam pertanian, perumahan, area rekreasi publik, dan program pengendalian vektor pada kesehatan masyarakat. Salah satu insektisida OP yang paling awal dikembangkan. Untuk pengendalian nyamuk, malathion diterapkan sebagai ultra-low volume (ULV) semprot, baik oleh truk-atau pesawat-mount penyemprot pada tingkat maksimum £ 0,23 (atau sekitar 2,5 fluida ons) bahan aktif per hektar, yang meminimalkan risiko eksposur dan orang-orang dan lingkungan.

Malathion produk yang digunakan dalam pengendalian vektor meliputi: Fyfanon ULV (untuk dewasa) dan Fyfanon 8. Emulsion (untuk larva). Rekomendasi ODFW Penggunaan malathion, seperti adulticides lain, apakah organophosphate atau lainnya, adalah non-spesifik. Sebagai ultra low volume (ULV) semprot dengan konsentrasi yang relatif rendah pestisida dalam semprot, itu dirancang untuk meminimalkan risiko arthropoda non-target dan hewan lainnya.

Keberadaan Pestisida Di Lingkungan Perairan

Masuknya pestisida ke lingkungan perairan dapat terjadi melalui berbagai jalur, antara lain pemakaian langsung, buangan limbah industri, limpasan dari persawahan, flushing, penimbunan aerosol dan partikulat, melalui curah hujan serta panguapan antar udara dan air (Connel dan Miller 1995). Di dalam lingkungan, pestisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan kemudian berpindah ke tempat lain melalui air (sungai), angin dan berbagai jasad hidup yang berpindah tempat (Tarumingkeng 1992). Komponen-komponen lingkungan seperti unsur-unsur hayati, suhu, air atau udara kemudian mengubah bahan aktif pestisida melalui proses kimiawi atau biokimiawi menjadi bahan lain yang masih beracun atau bahan yang toksisitasnya telah hilang sama sekali. Penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan cara disemprot, ditabur, dioles dan lain-lain. Umumnya pestisida digunakan secara disemprot. Setelah dilakukannya penyemprotan pestisida akan dapat berada di lingkungan udara, tanah air, tumbuhan dan manusia ( Soemirat 2003) .

(5)

Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada di dalam tanah dapat terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air penerima, berupa sungai dan sumur. Beberapa penelitian mengenai kualitas air yang menekankan pada aspek pestisida ditemukan residu pestisida di irigasi daerah Sukapura Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, pestisida golongan organofosfat jenis metamidofos, fenitrotion, dan satu jenis dari golongan organoklorin yaitu alpha – BHC ( Mulyatna 1993). Hal ini tentunya berbahaya karena residu pestisida tersebut dapat masuk ke dalam tanaman pertanian misalnya padi yang menggunakan air irigasi tersebut. Dan di samping itu juga dapat merusak ekosistem perairan.

Toksisitas Insektisida

Insektisida banyak digunakan oleh para petani karena sangat efektif membasmi hama, oleh adanya racun yang dapat menghambat aktivitas impuls saraf. Pestisida ini sering digunakan karena penggunaannya yang dekat sebelum atau sesudah panen produk pertanian, sehingga dapat menyebabkan asupan terhadap bahan makanan. Potensi adanya sejumlah besar pestisida masuk ke perairan bisa secara langsung seperti kegiatan membasmi nyamuk, organisme yang tidak diinginkan, dan serangga lainnya, atau tidak langsung terutama yang berasal dari saluran lahan pertanian (Rompas 2010).

Semua jenis insektisida baik organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid adalah racun saraf. Hal ini dapat terjadi pada saraf perifer dan /atau pada sistem saraf pusat melalui mekanisme yang berbeda. Jenis insektisida organofosfat dan karbamat disebut sebagai insektisida antikolinesterase karena keduanya mempunyai efek yang sama dalam system saraf (perifer dan pusat), walaupun masing-masing mempunyai ikatan dan struktur kima yang berbeda (Soemirat 2003). Toksisitas insektisida terhadap organisme tertentu juga dinyatakan dalam nilai Lethal Dose (LD50), yaitu, menunjukan dosis racun yang

dapat mematikan 50 persen dari populasi hewan percobaan. Insektisida ini dapat diklasifikasikan atas dasar LD50.

(6)

Beberapa metode pengujian toksisitas telah dilakukan untuk mengetahui tingkat respon suatu organisme terhadap suatu pestisida, sebagai cara untuk menetapkan daya racun dan pengaruh bahan kimia terhadap suatu organisme hidup (EPA, 1985). APHA, AWWA dan WPCF (1985) menggolongkan uji toksisitas berdasarkan waktu, yaitu : a) jangka pendek (24-96 jam), b) jangka menengah (10-30 hari), dan c) jangka panjang (sebagian atau seluruh siklus hidup suatu organisme). Abel (1989) dan CEA (1992) membedakan pengaruh bahan toksik, termasuk pestisida, terhadap organisme ke dalam empat kategori, yaitu : 1). Toksisitas letal, yaitu daya racun yang menyebabkan kematian pada organisme uji; 2) toksisitas subletal, yaitu daya racun tidak menyebabkan kematian secara langsung pada organisme, tetapi menyebabkan gangguan pertumbuhan, reproduksi, kebiasaan makan dan pada akhirnya akan mengalami kematian; 3) toksisitas akut, yaitu daya racun yang bereaksi dalam waktu yang relatif singkat dan cepat, hanya dalam beberap hari; 4) toksisitas kronis, yaitu daya racun yang bereaksi pada periode yang lebih lama, yang berlangsung dalam beberapa minggu atau bulan.

Penyerapan, Eliminasi dan Persistensi Pestisida

Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam akukultur dapat terurai dengan cepat di dalam air, sebagai contoh ; diclorvos (pestisida) pada air laut waktu paruhnya berkisar antara 100-200 jam tergantung pH air laut.

Bioakumulasi adalah pengambilan bahan kimia (biasanya yang tidak esensial) dari lingkungan melalui beberapa atau semua jalur yang memungkinkan (respirasi, pakan, kulit) dari beberapa sumber dalam lingkungan akuatik (air, suspense, koloid atau partikulat organic karbon, sedimen, organisme lain) dimana bahan kimia tersebut tersedia. Sedangkan eliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan transformasi metabolik.

Respon farmakodinamik oleh organismedapat menyerap suatu zat asing merupakan suatu fungsi konsentrasi steady- state dari bahan aktif secara biologi

(7)

pada jaringan sasaran yang diperkirakan dalam keseimbangan dengan sirkulasi secara teratur. Perubahan konsentrasi secara teratur ditetapkan melalui laju absorpsi relative dan eliminasi, dimana laju absorpsi dipengaruhi oleh jalur pengambilannya (Wallace 1992).

Pengambilan pestisida oleh hewan air dapat melalui: a) pengambilan pakan yang terkontaminasi, b) pengambilan air yang melewati membrane insang, c) difusi kutikula, dan d) penyerapan langsung dari sedimen (Connel dan Miller 1995). Pestisida disebarkan ke jaringan tubuh melalui system peredaran darah dan limpa dalam hewan bertulang belakang. Pada serangga pergerakan pestisida dapat melalui hemolimfa melewati membran.

Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan terlarut secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan. Secara khusus biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu material dari air ke dalam ikan (Manahan 1992). Rasio antara konsentrasi dalam jaringan organisme dengan konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor (BCF). BCF merupakan suatu istilah untuk menggambarkan kadar suatu bahan kimia yang dapat terkonsentrasi dalam suatu jaringan organisme pada suatu lingkungan perairan sebagai hasil pemaparan bahan kimia tersebut dalam air. Nilai BCF pada kondisi steady-state selama fase penyerapan adalah tingkat konsentrasi dalam suatu atau beberapa jaringan organisme perairan yang terpapar dibagi dengan rata-rata konsentrasi bahan kimia dalam air selama pengujian (Rand and Petrocelli 1985 dalam Pong-Masak 2003). Sedangkan keadaan steady-state adalah suatu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan didepurasi per satuan waktu seimbang pada suatu konsentarsi bahan yang diberikan dalam air.

Waktu paruh merupakan suatu ukuran terhadap persistensi suatu bahan kimia. Waktu paruh suatu substansi adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu substansi untuk meurunkan setengah dari konsentrasi awalnya. Secara umum semakin lama waktu paruh maka semakin berpotensi berpindah karena akan berada dalam lingkungan dalam waktu yang lama. Walaupun demikian waktu paruh bukanlah suatu factor yang mutlak, dimana tekstur tanah, suhu, kandungan

(8)

oksigen, populasi mikroorganisme, pH tanah, photodegradasi dan faktor lain dapat menyebabkan waktu paruh bervariasi pada suatu substansi (Schnoor, 1992).

Menurut Tarumingkeng (1992) dinamika pestisida dalam ekosistem lingkungan dikenal istilah residu. istilah residu tidak sinonim dengan arti deposit. Deposit ialah bahan kimia pestisida yang terdapat pada suatu permukaan pada saat segera setelah penyemprotan atau aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah bahan kimia pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan implikasi penuaan (aging), perubahan (alteration) atau kedua-duanya. Residu dapat hilang atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian, pelapukan (weathering), degradasi enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang sedikit (skala ppm), pestisida dalam tanaman hilang sama sekali karena proses pertumbuhan tanaman itu sendiri.

Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida mengikuti hukum kinetika pertama, yakni derajat/kecepatan menghilangnya pestisida berhubungan dengan banyaknya pestisida yang diaplikasi (deposit). Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua tahapan reaksi, yakni proses menghilangnya residu berlangsung cepat (proses desipasi), atau sebaliknya proses menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi). Terjadinya dua proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida yang ditranslokasikan dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kurang merusak sehingga terjadi proses penyimpanan (residu persisten). Kemungkinan lain adalah pestisida akan bereaksi dan mengalami degradasi sehingga hilangnya residu berlangsung cepat.

Insektisida organofosfat yang diaplikasikan langsung dalam budidaya perairan dapat menghilang dengan sangat cepat dari kolom air melalui penguraian ke dalam fase sedimen atau melalui penguapan, fotodegradasi, hidrolisis, dan degradasi microbial. Waktu paruh dalam perairan alami umumnya lebih pendek yaitu kurang dari 2 hari (Chambers and Levi 1992). Keberadaa malathion di lingkungan perairan anaerob tampaknya menjadi singkat, pada sebuah studi

(9)

menghasilkanwaktu paruh 2,5 hari (sedimen pH 7,8, pH air 8.7). Sedangkan degradasi aerobik pada air mengalir dan air tergenang sangat tergantung pada kondisi fisik dan biokimia lokal. Degradasi terjadi melalui jalur biodegradasi dan hidrolisis dan tergantung pada tipe tanah dan pH. Satu studi mencatat bahwa di dalam air sungai, 75% dan 90% dari malathion telah terdegradasi masing-masing dalam satu minggu dan dua minggu. Studi lain menemukan bahwa paruh malathion bervariasi dari 0,5 hari menjadi 10 hari berdasarkan pH di kolam, danau, sungai dan badan air lainnya (EPA 2004).

Kualitas Air

Toksisitas pestisida dalam air akan meningkat dengan berkurangnya konsentrasi oksigen. Hal ini tejadi karena peningkatan tingkat respirasi, sehingga racun yang terpapar pada tubuh ikan akan semakin besar (Mason 1992). Penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentarsi karbondioksida dapat menyebabkan stres pada ikan sehingga ketahanan ikan terhadap pestisida akan menurun, akibatnya akan mempengaruhi toksisitas pestisida terhadap ikan (Arianti 2002). Rendahnya oksigen terlarut dalam tubu ikan akan meningkatkan toksisitas pestisida terhadap ikan. Boyd (1990) mengemukakan bahwa keberadaan amonia akan mereduksi masuknya oksigen ke dalam tubuh ikan, hal ini disebabkan insangnya yang rusak.

Referensi

Dokumen terkait

: Jemaat Tuhan, mari kita mengikrarkan iman kita bersama-sama dengan saudara-saudara calon Baptisan Kudus Dewasa & Pengakuan Percaya (SIDI), dalam persekutuan jemaat

Sebaga Sebagaii contoh, untuk menyusun anggaran rugi-laba (anggaran operasional) diperlukan anggaran sediaan contoh, untuk menyusun anggaran rugi-laba (anggaran operasional)

Dari semua kegiatan tersebut, membuat karya tulis ilmiah paling banyak dilakukan oleh pustakawan ahli, terutama pada jenjang Pustakawan Madya (Tabel 4), bahkan 2 orang Pustakawan

di Kebun Raya Bogor memakan 48 jenis tumbuhan yang sebagian besar (74,38%) merupakan tumbuhan hutan dan bagian yang dimakan adalah buah dan daun (Suyanto 2001). Meskipun demikian,

Pengendalian perubahan penggunaan lahan di dalam kawasan TNGMb diarahkan untuk dapat meningkatkan luas tutupan hutan, sedangkan pengendalian perubahan penggunaan

 Nitrogen pilot cylinder = Actuator utama untuk membuka aliran karbondioksida dengan memanfaatkan gas nitrogen dengan tekanan 65 bar membuka aliran karbondioksida dar tabung.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh cara budidaya organik dan non-organik padi terhadap mutu gabah, mutu giling, mutu tanak dan kandungan nutrisi

Efek tektonik memberikan perubahan di permukaan bumi dan memberikan dampak berubahnya lingkungan yang dicirikan oleh suatu evolusi cekungan dan tinggian