• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk mengetahui interaksi antar stakeholder dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk mengetahui interaksi antar stakeholder dalam"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini dikembangkan untuk mengetahui interaksi antar stakeholder dalam pengembangan UMKM mebel kayu di Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri. Industri mebel kayu yang ada di KecamatanWonogiri didominasi oleh Usaha Menengah, Kecil, Mikro (UMKM). Potensi sektor industri kerajinan mebel kayu termasuk dalam komoditi unggulan hingga pemasarannya mampu menembus pasar dunia. Namun, dalam perkembangannya penjualan ekspor mebel kayu justru semakin menurun. Masalah ini menarik untuk dikaji lebih dalam dikarenakan peranan sektor industri mebel kayu di kecamatan Wonogiri sebagian besar dijalankan oleh pelaku UMKM.

Disisi lain, pemerintah telah menyelenggarakan program perencanaan bagi pengembangan industri kecil, namun ternyata belum menunjukkan perubahan berarti. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana interaksi antara pemerintah dengan pihak swasta, komunitas dan masyarakat dalam upaya pengembangan UMKM mebel kayu di Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri.

Kecamatan Wonogiri merupakan salah satu diantara 25 wilayah kecamatanyang ada di Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif, Kecamatan Wonogiri berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar arah utara, arah timur: Kecamatan Ngadirojo, arah barat: Kecamatan Selogiri dan di arah selatan berbatasan dengan Kecamatan Wuryantoro. Kecamatan Wonogiri sendiri terdiri atas 6 Kelurahan dan 9 Desa.

Apabila dilihat secara umum, Kabupaten Wonogiri memiliki beberapa komoditi unggulan. Demikian halnya dengan wilayah Kecamatan Wonogiri. Dari sektor pertanian,

(2)

2 komoditi unggulan Kecamatan Wonogiri adalah ketela pohon yang kemudian diekspor menjadi tepung gaplek. Sedangkan di sektor industri, mebel kayu adalah salah satunya. Pada tahun 2007, pasar furnitur kayu sangat diminati hingga pada pasar internasional. Hal ini dapat dilihat pada perkembangan penjualan komoditi ekspor sebagai berikut:

Tabel 1.1

Tabel Penjualan Barang Ekspor Kab.Wonogiri Tahun 2007

No Komoditi Volume Nilai (000 Rp) Negara Tujuan

1 Jamu 4.711.882 bks 3.789.159 Singapura, Brunai 2 Gaplek 12.079 ton 12.048.252 China

3 Rotan 36.250 pcs 7.549.000 Taiwan, Korea 4 Mebel 15.150 pcs 10.025.349 Denmark, Jerman 5 Janggelan 392 pcs 2.956.000 Taiwan, Korea

Sumber : Data Badan Pusat Statistik Kab. Wonogiri -Wonogiri dalam Angka tahun

2007-2008

Dapat dilihat berdasarkan tabel penjualan barang ekspor diatas, mebel kayu berada pada posisi nilai jual tertinggi kedua di sektor industri, yakni Rp. 10.025.349.000. Kontribusi sektor industri terutama berasal dari mebel kayu penting bagi kabupaten Wonogiri.Hal ini dikarenakan dominasi pelaku usaha mebel kayu merupakan UMKM dengan daya serap tenaga kerja tinggi mayoritas berada di wilayah Kecamatan Wonogiri.Di Kecamatan Wonogiri tercatat terdapat 15 unit usaha menengah mebelair yang tersebar di 2 Kelurahan yakni 5 unit usaha di kelurahan Wonokarto, 10 unit usaha di Kelurahan Purwosari. Namun demikian, pada tahun- tahun berikutnya produksi dan penjualan ekspor mebel kayu justru mengalami penurunan. Terlihat dalam data berikut:

(3)

3 Tabel 1.2

Tabel Penjualan Barang Ekspor Mebelair Kec.Wonogiri

No Tahun Volume Nilai Jual (000 Rp)

1 2007 15.150 pcs 10.025.349.033

2 2008 7.868 pcs 6.688.474.695

3 2009 3.123 pcs 2.318.058.236

4 2010 3.378 pcs 2.942.855.522

5 2011 446 pcs 390.600.000

Sumber: Data Dinas Perindagkop Kab. Wonogiri tahun 2012.

Apabila melihat dari data diatas, permintaan ekspor mebel dari tahun 2007 hingga 2011 mengalami penurunan drastis. Hal ini semestinya perlu mendapat perhatian khusus.. Berdasarkan data survey lapangan, peneliti menemukan fakta empiris bahwa mayoritas pelaku UMKM industri mebel kayu di Kecamatan Wonogiri kesulitan dengan permintaan kuota ekspor yang besar. Kesulitan tersebut dikarenakan faktor akses pada sumber bahan baku dan minimnya kualitas ketrampilan tenaga kerja.

Sementara, berdasarkan data penelitian sebelumnya menyatakan bahwa persoalan yang kerap dijumpai pada UMKM adalah persoalan manajemen yakni berkaitan dengan minimnya SDM, termasuk tingkat pendidikan bepengaruh pada penguasaan teknologi.1 Begitu pula persoalan produksi, seringkali menjadi penghambat dikarenakan akses bahan baku yang terlalu jauh, kendala modal, proses hingga pada output. Selain itu, permasalahan iklim usaha yakni berkaitan dengan peran pemerintah, regulasi serta kebijakan lain yang terkadang tidak mendukung pelaku UMKM.

Beberapa hasil penelitian lain yang berbeda dengan penelitian ini diperoleh penulis antara lain penelitian yang berjudul “Peran Dinas Koperasi UMKM dalam Mengakomodasi Semangat Kewirausahaan Industri Batik Tulis Di Kabupaten

1

Lihat dalam Tejo, Nurseto. 2004. Strategi Menumbuhkan Wirausaha Kecil Menengah yang Tangguh. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. Vol 1, No 1. Hlm:100.

(4)

4 Cirebon.”2Pokok pikiran dalam penelitian tersebut adalah meninjau faktor internal dan eksternal semangat kewirausahaan pengrajin batik. Gambaran umum penelitian tersebut adalah berupaya untuk menguraikan rencana program yang dilakukan pemerintah melalui Dinas Koperasi dan UMKM untuk mengembangkan semangat wirausaha pelaku usaha. Program yang dilakukan pihak pemerintah Kab. Cirebon berdasarkan pada rencana kerja dinas secara kontinu, antara lain: pengembangan SDM melalui penyelenggaraan diklat wirausaha, bantuan modal dengan memberikan pinjaman lunak, peningkatan kualitas produk UMKM dalam bentuk studi banding wirausaha ke berbagai daerah lain dan penyelenggaraan pameran bagi perluasan pemasaran. Akhirnya penelitian yang dilakukan pun hanya sebatas menguraikan pada peranan pemerintah saja dalam meningkatkan motivasi pelaku UMKM.

Sedangkan penelitian lain yang berkaitan dengan industri dan UMKM dapat dilihat pada penelitian yang berjudul “Dinamika Industri Kreatif (Subsektor Kerajinan) di Propinsi DIY.”3

Penelitian ini masih membahas mengenai peran pemerintah dalam upayanya memperkuat UMKM khususnya dalam kondisi perubahan pasca gempa di DIY melalui pemberian alat, penyaluran kredit, fasilitasi produk dan mengajak pelaku usaha untuk melakukan studi banding. Perbedaan pada kedua penelitian ini terletak pada bahasan penguatan UMKM yang dilihat dari sisi yang berbeda. Pada penelitian pertama membahas mengenai bagaimana upaya pemerintah untuk meningkatkan motivasi pada pelaku usaha agar mereka dapat terus eksis dan berkembang. Sedangkan pada penelitian yang kedua adalah membahas mengenai upaya pemerintah untuk menjaga eksistensi UMKM dalam kondisi perubahan yakni pada pasca gempa bumi di DIY.

2Amira Wulandari. 2010.Peran Dinas Koperasi dan UMKM dalam Mengakomodasi Semangat Kewirausahaan

Perajin Batik di Desa Trusmi Kabupaten Cirebon. Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada.

3Natalia Riza Putri Ayodiya. 2010. Dinamika Industri Kreatif (Subesektor Kerajinan Di Propinsi DIY). Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada.

(5)

5 Demikian halnya dalam studi Kumorotomo4 yang menegaskan bahwa pemerintah memegang peran penting dalam pengembangan UMKM meliputi berbagai aspek, yakni: terkait inovasi pengembangan produk, serta informasi sebagai penentu keberlanjutan usaha. Poin penting bagi pengembangan UMKM adalah adanya koordinasi antara pihak pemerintah, swasta, pelaku usaha serta stakeholder lain yang memiliki kepentingan. Bentuk koordinasi tersebut dapat berupa hubungan interaksi antara pemerintah dengan bank komersial swasta misalnya dalam hal kerjasama pendanaan, kredit usaha murah bagi pelaku UMKM, atau berbagai program bagi peningkatan kewirausahaan yang dapat dijalin dengan lembaga-lembaga pendidikan.

Pentingnya faktor interaksi dalam pengembangan UMKM dicontohkan dalam best

practicekeberhasilan hubungan kerjasamapemerintah kota Yogyakarta dengan pihak

swasta/LSM yaitu LSM Apikri yang turut membantu UMKM khususnya yang bergerak pada sektor kerajinan rakyat yang berada di wilayah Yogyakarta dalam hal pemasaran produk.5

LSM Apikri merupakan cerminan gerakan sosial masyarakat yang peduli terhadap persoalan UMKM (Sektor kerajinan) di Yogyakarta untuk membangun jaringan pemasaran bagi produk UMKM. Strategi perluasan jaringan pemasaran dilakukan oleh LSM Apikri adalah dengan mendekatkan produk dengan buyers. Dalam hal ini LSM Apikri telah menjalin hubungan untuk meluaskan pemasaran produk UMKM dengan NGO lain, pemerintah maupun dunia usaha membangun kerjasama dengan organisasi perniagaan berkeadilan (Fairtrade organization).Hingga saat ini kerjasama Pemerintah Kota Yogyakarta dengan LSM Apikri adalah memfasilitasi kegiatan pemasaran produk

4

Lihat dalam Wahyudi Kumorotomo. 2008. Perubahan Paradigma Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. MakalahBackground Study RPJMN Tahun 2010-2014 Bidang Pemberdayaan Koperasi

dan UMKM, Bappenas.

5Lihat dalamDenesya Pravitaningrum, Bella Ayu Pertiwi, Inatha Rezitha. 2012.Tugas Kuliah Small Medium Enterprise. 20 April 2012.

(6)

6 pelaku UMKM dalam kegiatan- kegiatan pameran maupun pengadaan pelatihan bagi pelaku usaha UMKM yang diselenggarakan secara rutin.

Demikian halnya dengan hubungankerjasama pemerintah RI dengan USAID (United

States Agency International Development)6 merupakan Lembaga milik Pemerintah Amerika Serikat yang bergerak di bidang pembangunan internasional. Interaksi pemerintah RI dengan USAID yang berbentuk kerjasama itu terlaksana pada program bagi peningkatan daya saing Indonesia yang mencakup peningkatan daya saing enam industri. Industri Furniture menjadi salah satu target sasaran dalam proyek ini yang terangkum dalam proyek SENADA dengan jangka waktu empat tahun yakni pada tahun 2006-2009. Dalam kaitannya bagi peningkatan daya saing industri mebel, pemerintah dalam proyek Senada bekerjasama dengan ASMINDO (Asosiasi Mebel Indonesia) untuk mengadakan berbagai program seminar dan pelatihan bagi pelaku usaha maupun membuka peluang informasi produksi dan fasilitasi bagi pemasaran produk internasional bagi pelaku usaha mebel yang tersebar di pulau Jawa dan Propinsi DIY.

Oleh karena itu,merujuk pada Keban yang menguraikan prinsip governance sebagai suatu sistem nilai, kebijakan, dan kelembagaan dimana urusan–urusan ekonomi, sosial, dan politik dikelola melalui interaksi antara masyarakat, pemerintah, dan swasta.7 Maka dibutuhkan keterbukaan pemerintah membuka peluang bagi swasta dan masyarakat untuk saling terbuka dalam berinteraksi sesuai dengan kemampuan masing-masing dalam aktivitas pembangunan. Dengan demikian, untuk mengatasi persoalan tersebut penting adanya interaksi hubungan antar stakeholder dalam upaya pengembangan UMKM mebel kayu khususnya di Kecamatan Wonogiri. Hal ini dikarenakan tanggung jawab bukan

6Lihat dalamSENADASUCCESS STORIES.United States Agency International Development (USAID). Success Stories 01 to 23 (Aug 2006-Jan 2009).

7

Lihat dalam Yeremias T. Keban. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik. Yogyakarta: Gava Media. Hlm: 38.

(7)

7 hanya terletak pada satu pihak saja namun juga pada pihak lain yang memiliki porsi sama besarnya dengan stakeholder lain dalam pengembangan UMKM mebel kayu secara keseluruhan.

Lebih lanjut, berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa persoalan penurunan produktivitas mebel kayu di Wonogiri yang dijalankan mayoritas UMKM kemungkinan disebabkan oleh berbagai kendala baik faktor internal maupun eksternal. Oleh sebab itu, maka disinilah peran pemerintah dengan stakeholder lain sangat dibutuhkan. Hal ini karena pemerintah memiliki fungsi sebagai fasilitator, yang berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan usaha bagi pengusaha mebel kayu. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya hubungan sinergis antara pemerintah dengan pengusaha maupun

stakeholder lain untuk mengembangkan UMKM mebel kayu yang ada di wilayah Kec.

Wonogiri khususnya.

Sehingga berdasarkan ringkasan permasalahan tersebut diangkat sebuah rumusan pertanyaan “Bagaimana interaksi antar stakeholder dalam pengembangan UMKM mebel kayu di Kabupaten Wonogiri?”

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah yaitu: Bagaimana interaksi yang terjalin antar stakeholder dalam pengembangan UMKM mebel kayu diKecamatan Wonogiri ?.

1.3 Tujuan Penelitian

1) Mengetahui bagaimana interaksi antar stakeholderdalam pengembangan UMKMmebelkayu di Kec. Wonogiri, Kab. Wonogiri.

(8)

8 2) Mengidentifikasi peran stakeholder dalam pengembangan UMKM mebel kayu

di Kec. Wonogiri, Kab. Wonogiri. 1.4 Manfaat Penelitian

1) Memberikan referensi kepada stakeholder mengenai upaya pengembangan UMKM mebel kayu yang berguna sebagai bahan pertimbangan maupun evaluasi dalam merumuskan program perencanaan pengembangan UMKM mebelkayu yang relevan.

2) Memberikan informasi serta pemetaan peran masing- masing stakeholder dalam upaya pengembangan UMKM mebel kayu di Kabupaten Wonogiri.

Gambar

Tabel Penjualan Barang Ekspor Mebelair Kec.Wonogiri

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan dan semakin lama waktu pemanasan maka nilai *b yang didapat semakin

Cara lain yang banyak dilakukan petani untuk memipil jagung pada saat kadar air biji masih tinggi adalah dengan memasukkan jagung ke dalam kantung, kemudian didiamkan selama 24

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pada Kelompok Eksperimen Pasien Diabetes Melitus dalam Pencegahan Ulkus Kaki Diabetik di Poliklinik

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ummu Habibah & Sumiati (2016) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan

Dalam Penulisan Ilmiah ini penulis menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 untuk memberikan informasi rute jalan yang dilalui kendaraan dan peta Jakarta Selatan sehingga

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan pertanggungjawaban keuangan daerah (APBD) untuk mengetahui tingkat kinerja keuangan Pemerintah Kota Surakarta dan Kota

Dengan melihat peningkatan hasil belajar dari kondisi awal ke siklus II yang telah mencapai indikator pencapaian KKM maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CIRC teknik

Solok Selatan 1 KPRI SMP II Solok Selatan Muara Labuh Kec.. Kota Bukittinggi 1 KPRI