• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA UNTUK ANAK USIA 2 TAHUN (DALAM TATARAN FONOLOGI) DI DAERAH JAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA UNTUK ANAK USIA 2 TAHUN (DALAM TATARAN FONOLOGI) DI DAERAH JAWA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Ridhaningtyas Wahyu Amanda

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Jakarta pos-el: tyasamanda37@gmail.com

ABSTRAK

Pemerolehan bahasa merupakan terjadinya cara seseorang untuk berbahasa atau memperoleh bahasa pertama pada anak. Tiga komponen kemampuan linguistik yang terdapat pada anak, yaitu: fonologi, semantik, dan sintaksis. Dari semua komponen tersebut diperoleh anak secara bersama-sama. Pada tahap itulah bunyi-bunyi bahasa mulai bermain pada anak dan mulai mengoceh saat mengujarkan kata-katanya dalam pemerolehan fonologis. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang bagaimana pemerolehan bahasa dalam aspek fonologi. Jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif, dilakukan dengan cara mengetahui gambaran mengenai tahap pemerolehan bahasa anak. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap. Dalam rangka melakasanakan metode simak ini menggunakan catatan dan menggunakan rekaman. Dengan catatan bisa berupa pertanyaan-pertanyaan, sedangkan teknik rekaman berupa jawaban dari penutur. Selanjutnya, dari data itulah sebagai sumber penilitian pemerolehan bahasa pertama anak di daerah Jawa.

Kata Kunci: pemerolehan bahasa pertama, anak, fonologi

ABSTRAK

Acquisition of language is the occurrence of a person's way to speak or acquire a child's first language. There are three components of linguistic abilities in children, namely: phonology, semantics, and syntax. From all these components, the children get together. It is at this stage that the sounds of the language begin to play in the child and start babbling while pronouncing the words in phonological acquisition. This study aims to describe how the acquisition of language in the phonological aspect. The type of research used is descriptive qualitative, carried out by knowing the description of the stage of children's language acquisition. The data collection method in this research is the listening method and the proficient method. To carry out this observation method using notes and using recordings. With notes, it can be in the form of questions, while the recording technique is in the form of answers from speakers. Furthermore, from that data as a research source for the acquisition of the first language of children in Java.

Keywords: acquisition of first language, children, phonological aspects

PENDAHULUAN

Bahasa menurut KBBI V adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Kelebihan manusia yaitu berbahasa sehingga dapat bersyukur yang diberikan oleh Tuhan. Setiap anak di dalam

(2)

otaknya memiliki LAD yang fungsinya untuk mendapatkan bahasa. Pemeroleh bahasa pertama pada anak diperoleh dari lingkungan keluarga, termasuk ibu, ayah, saudara, dan lain-lain. Maka dari itu, pemerolehan bahasa pertama disebut juga dengan bahasa ibu (B1) karena ketika masih kecil biasanya seorang ibu akan selalu berinteraksi dengan anaknya. Menurut Indah, LAD dapat memperkirakan struktur bahasa pada anak. Dengan begitu, seorang anak secara sadar atau secara khas tidak perlu mengetahui ciri-ciri dalam bahasa ibu.

Ilmuwan Prancis, Paul Broca menyatakan selain adanya “medan Broca” yang ada di otak sebagai produksinya suatu ujaran, bahwa otak pria lebih besar, lebih cerdas, yang berfungsi lebih baik lagi, berbeda dengan otak perempuan.(Septiyani, 2018) Lyons di kalangan psikolinguis memilih menggunakan istilah pemerolehan bahasa.(Rohmani Nur Indah, 2017) Pemerolehan bahasa yang dilakukan pada anak-anak memiliki rasa motivasi dari dalam yaitu tingkah laku dan penerimaan pesan secara lisan. Menurut Chaer dan Tampubolon bahwa bahasa merupakan alat komunikasi secara lisan. Dimaksud secara lisan berarti bahasa yang digunakan dalam komunikasi dapat berupa lambang-lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap anak (Mudopar, 2009).

Dardjowidjojo (2008: 241) bahasa pertama anak adalah bahasa yang ada pada sejak anak berada dibumi ini atau disebut bahasa ibu. Perkembangan kognitif sangat erat hubungannya dalam pemerolehan bahasa pertama, seperti berpikir, mengingat, dan membentuk sebuah konsep (Fauzana, 2013). Selain itu, bahwa pemerolehan bahasa pertama kali ketika anak belum pernah belajar bahasa yang diketahuinya, serta ada keinginan belajar bahasa. Menurut Chaer menyatakan pemerolehan bahasa ibu yaitu terjadinya suatu proses di dalam otak anak ketika anak memperoleh bahasa pertamanya. Pemerolehan bahasa ini berhubungan dengan bahasa pertama (B1) (Chaer, 2009).

Pada umumnya, pemerolehan bahasa anak pada usia 2 tahun terjadi dari segi fonologi. Tataran fonologi tersebut terjadi dari berbagai bunyi-bunyi alat ucap anak. Pemerolehan bahasa anak memiliki ciri yang khas yang berlanjut antara satu dengan yang lainnya. Mulai dari kata yang mudah sampai kata yang lebih susah. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan pada setiap anak berbeda, bisa dilihat dari suatu kejadian, mulai dari kandungan ibu terhadap anaknya sampai proses kelahiran serta

(3)

perkembangan dan tumbuhnya anak menjadi dewasa. Salah satunya dapat dilihat aspek tahapan perkembangan anak yaitu tidak lepas dari lingkungan keluarga, khususnya ibu. Karena seorang Ibu ada di setiap pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak mulai mengujarkan kata tanpa mengetahui atau mengadung arti yang dituju. Selanjutnya, dari kata-kata yang didapatkan oleh si anak, maka anak mengujarkannnya menggunakan kalimat yang mulai sempurna, tetaoi intonasi yang diucapkannya tidak akan sama.

Pemerolehan bahasa pada anak akan terus berkembang seiring dengan bertambahnya usia. Terjadinya pemerolehan kata dilakukan secara bertahap pada anak. Anak akan berkata-kata yang tidak mengetahui artinya dan akan menuju ke suatu kata yang memeliki arti yang dimaksud. Selain itu, anak akan juga mengeluarkan kata-kata yang tidak terduga dalam pengucapannya. Aime Smith menyatakan dengan judul penelitiannya “Development of Vocabulary and Grammar in Young America Speaking Children Assessed with a America Language Development Inventory” bahwa gambaran pada komunikasi anak di usia 2-3 tahun, anak akan merasakan perkembangan berbahasa yang sangat cepat. Barulah pada usia 2 tahun ini, ada beberapa anak yang dapat mengikuti petunjuk atau interaksi sederhana. Pemerolehan dan penguasaan bahasa adalah suatu hal yang menarik dan menajubkan definisi dari proses pemerolehan bahasa pada anak. Secara sadar maupun tidak, sistem linguistik tidak harus diikuti dengan pengajaran di sekolah, tetapi pada umumnya dapat dikuasai dengan baik oleh setiap anak. Meskipun bahasa yang diterima atau diucapkan anak itu tidak beraturan. Menurut Simanjuntak bahwa adanya proses pemerolehan dalam bahasa, yaitu: proses kompetensi dan proses performansi. Proses kompetensi merupakan proses penggunaan bahasa yang tanpa disadari dilakukan sacara lansung. Terdapat dua proses lagi dalam tahapan proses tersebut, yakni: (1) proses pemahaman, yaitu proses kecakapan untuk dapat mempresepsi kalimat yang didengar, (2) proses menghasilkan kalimat, yaitu mampu memproduksi kalimat sendiri.

Selain itu, pada umumnya, terjadinya pemerolehnya bahasa pada anak terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap meniru, tahap memahami makna, dan penggunaan kata-katanya. Sedangkan, menurut Ingram dalam (Nuryani dan Dona Aji, 2013: 111) bahwa ada empat periode dalam pemerolehan bahasa pada anak, yaitu: (1)

(4)

perkembangan pralinguistik, mulai lahirnya sampai satu tahun akhir, (2) tuturan satu kata, sekitar usia satu tahun sampai 1,5 tahun, (3) kumpulan kata pertama, mulai dari usia 1,5 tahun sampai 2 tahun, dan (4) besar jumlahnya kata (kata sederhana sampai kompleks), dimulai di usia 3 tahun.

Menurut Nuryani dan Dona Aji (2013: 111) terdapat dua faktor pada anak dalam pemerolehan kemampuan berbahasa, yaitu kemungkinan dari faktor fisik dan faktor sosial. Faktor tersebut dapat mempengaruhi kemampuan memperoleh bahasa. Faktor-faktornya, yaitu: (1) faktor fisik, (2) faktor lingkungan di masyarakat, (3) faktor intelegensi, dan (4) faktor dorongan motivasi. Bahasa pertama memiliki ciri dalam proses belajar, yakni: (1) berlangsung sejak lahir, (2) belajar secara tidak sengaja, (3) dari lingkungan keluarga bisa menentukannya, (4) banyak berlatih untuk mencoba mengeluarkan kata dan berbahasa, dan (5) sering diberi kesempatan untuk berkomusnikasi. Dengan begitu, anak berlatih bahasa secara mandiri yang diujarkan dalam satu kata atau lebih terutama pada tahap awal.

Teori behavioristik sebuah pemerolehan bahasa pertama yang secara perlahan-lahan dikondisikan dengan tingkah laku bahasa dengan cara penguatan. Menurut Brown dan Pateda bahwa ketika anak sudah lahir dianggap seperti kain putih tanpa adanya catatan atau notes dan lingkungan sekitarnya akan membentuknya secara perlahan-lahan dalam tingkah lakunya. Dari proses belajar inilah didapatkanya pengetahuan dan keterampilan beberbahasa (Nuryani, 2018). Maka pengalaman dan proses belajar akan membentuk akusisi bahasa. Begitulah, bahasa dapat dilihat seperti seseorang yang sedang belajar mengendarai sepeda.

Jadi, anak-anak yang melakukan latihan berbahasa merupakan kunci bagi pemerolehan bahasa. Perkembangan anak berkaitan juga dengan aktivitas yang dialami, seperti menyentuh, melihat, mendengar, dan merasakan. Pada usia 2 tahun, biasanya anak lebih suak meniru ucapan yang didengar, sehingga anak akan meniru ucapan yang didengar dari berbagai situasi, meskipun tidak tahu apa maksud dari kata-kata yang diucapkannya. Proses pematangan jiwa pada anak akan mempengaruhi dalam proses pemerolehan bahasa. Apa yang didengar oleh anak terhadap kalimatnya kadang tidak jelas atau tidak lengkap, tetapi dengan sendirinya anak dapat menguasai.

(5)

Kridalaksana mengatakan bahwa fonologi adalah bagian linguistik yang mencermati fungsi dari bunyi-bunyi bahasa. Fonologi merupakan bidang ilmu bahasa yang secara umum menganalisis bunyi bahasa. Cabang studi fonologi disebut fonemik, tanpa adanya fonologi meskipun fonologi itu dapat digantikan dengan isyarat dan kode komunikasi antara manusia tidak dapat berjalan lancar atau sempurna (Hamida, 2018).

Dalam proses pemerolehan bahasa, setiap anak berkomunikasi dalam bahasanya tidak bisa sempurna seperti yang diujarkan oleh orang dewasa dan orang disekitar lingkungannya. Misalnya, pelafalan kata yang dalam perubahan bunyi dan pelesapan bunyi. Pelesapan dan perubahan bunyi kata dapat terjadi karena anak belum bisa melafalkan bunyi-bunyi tertentu. Terjadinya kegagalan dalam membunyikan suatu kata adalah hal yang biasa dilakukan oleh anak. Hal tersebut anak dapat mengaitkan atau mengaplikasikan sistem ujarannya.

Proses mengeluarkan bunyi-bunyi disebut cooing. Anak mulai mecampurkan konsonan dengan vokal sehingga dapat disebut babbling, yaitu celotehan. Celotehan dimulai dengan konsonan yang mengikuti dengan vokal. Pertama, konsonan yang keluar yaitu konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Seperti, mengaitkan kata “papa dengan ayah” atau “mama dengan ibu”, yang dibenak anak tidak diketahui dan tidak terpikirkan oleh kita bahwa celotehan anak yang dikeluarkannya sekedar latihan pengucapan kata. Muncul sebuah konsonan dan vokal yang berubah secara bertahap seperti kata dita, jija, dedy, mimi, dan mami.

Tahap-tahap pemerolehan bahasa pertama atau bahasa Ibu yang terjadi oleh anak dalam kebahasaanya terbagi menjadi empat, yaitu: (1) tahap mengoceh, (2) tahap satu kata, (3) tahap dua kata, dan (4) tahap isyarat. Pertama, tahap ocehan dimulai pada anak usia enam bulan lalu bunyi yang diujarkan hanya beberapa penggal dan tidak adanya, tetapi hanya kebutulan saja. Pada tahap ini anak mengucapkan bunyi pelafalan yang benar disekitar lingukangannya atau disekelilingnya. Setelah itu, anak merasa ingin mencoba menirukan pola pelafalannya yang diucapkan oleh ibu atau lingkungan keluarga.

Kedua, tahap kalimat holophrastic disebut juga tahap satu kata. Pada anak usia 1 tahun mulai mengerti dari kaitannya bunyi yang berulang-ulang untuk arti yang sama. Misalnya, ‘nang’ (untuk mengatakan anak ingin berenang). Ketiga, tahap dua

(6)

kata yaitu pada anak usia 2 tahun yang mengucapkan kata, misalnya “Mi’ cu” berarti anak meminta minum susu (Indah, 2017).

Terdapat ungkapan yang tidak berhubungan dengan subjeknya. Misalnya, “Peda Ani” yang artinya Ani meminta diambilkan sepeda dalam konsep ini pada pikiran anak antara subjek + predikat terdiri dari kata benda + kata benda. Keempat, tahap telegrafis merupakan tahap yang dimulai dari usia 3 tahun, anak sudah mulai menyusun tiga sampai empat kalimat dan juga bisa lebih. Pada tahap ini anak akan menjadikan topik pembicaraannya yang terjadi didirinya sendiri, yakni dapat terjadi pada saat itu. Menurut Piaget menyatakan stadium pra-opersional pada usia 2-7 tahun, yaitu proses anak untuk mulai belajar menggunkan bahasanya untuk menunjukan suatu objek melalui kata-kata dan gambar (Indah, 2017).

Teori kontras dan proses pada pemerolehan fonologi, pemerolehan setiap bunyi itu secara berangsur-angsur dan perlahan-perlahan, bukan tiba-tiba. Secara progresif hingga bisa tercapainya seperti orang dewasa, ucapan anak-anak pasti mangalami perubahan dari yang salah menjadi benar. Pemerolehan fonologi berlaku secara umum dalam proses penyederhanaan untuk kelas-kelas bunyi, bukan hanya menyangkut pada pemerolehan bahasa secara terpisah, Nuryani dan Dona Aji bahwa (2013: 111) terdapat empat hal dalam proses ini, yaitu: (1) proses struktur suku kata yang menggunakan konsonan akhir, reduplikasi, yang menggunakan suku kata tidak berketahanan, dan pengurangan gugus. (2) proses asimilasi, yaitu terbiasanya mengasimilasikan antara satu bagian ke bagian lainnya. Dengan adanya asimilasi progresif, regresif, tidak progresif, dan tidak regresif. (3) proses substitusi dengan pengedepanan dan (4) proses pluralis (jamak).

Terjadinya ujaran konsonan pada anak dibagi atas konsonan yang terlihat pengucapan katanya dan konsonanan yang mudah diucapkan atau dilafakan. Karena anak mudah menangkap ujaran konsonan, seperti /b, m, p/ sebab mudah dilafalkan pada alat ucap anak. Kemampuan fonetik anak berkembang dengan pesat ketika pemerolehan fonologi dalam presepsi mendahului produksi.

(7)

METODE

Penelitian pemerolehan bahasa merupakan kajian untuk mengetahui perkembangan ujaran bahasa pada anak. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Widi menyatakan penelitian deskriptif adalah penelitian yang secara sistematis memberikan gambaran tentang fenomena, permasalahan, ataupun menyediakan informasi (Nursalam dan A.G Fallis, 2013: 1689–1699). Sedangkan, menurut Moleong penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dapat memahami permasalahan yang dilakukan oleh subjek penelitian, misalnya presepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, dengan deskripsi dapat memanfaatkan berbagai metode alamiah dalam bentuk bahasa dan kata-kata (Rahmansyah, 2013). Metode kualitatif juga dapat dilihat dari aspeknya yang menekankan pada pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah.

Penelitian deskriptif memiliki tujuan yang memberikan gambaran tentang karakteristik objek dan fakta secara tepat berupa bentuk kata-kata, catatan-catatan, atau gambar-gambar. Tujuan menggunakan metode ini yaitu untuk mendeskripsikan bagaimana pemerolehan bahasa pertama pada anak usia 2 tahun di daerah Jawa. Metode ini juga mendeskripsikan anak mengucapkan kata-kata dari ujarannya, dari yang paling sederhana hingga yang sedikit sulit di kehidupan kesehariannya. Jadi, dalam penelitian ini dapat dilakukannya dengan penjabaran secara deskriptif.

Lokasi penelitian ini bertempat di Klaten, Jawa Tengah. Subjek penelitiannya adalah anak usia 2 tahun 8 bulan berupa ujaran yang diucapkan. Sumber data yang didapatkan dari penelitian ini hanya terdiri dari satu orang. Data tersebut berasal dari aktivitas tuturan pada anak di kehidupan sehari-hari di kalangan keluarga peneliti. Data diperoleh dengan mewanwancarai subjek melalui pesawat telepon dengan metode cakap dan metode simak. Data dari hasil wawancara anak bersama orang tuanya, sebagai berikut:

a. Identitas Anak

Nama : Rizky Aditya Nurrahman

Tempat/tanggal lahir : Klaten, 1 Maret 2018

Usia : 2 tahun 8 bulan

(8)

Jumlah saudara : 2 (dua) b. Indentitas Ibu

Nama : Rizka Fatmawati

Pekerjaan : Dosen

Suku : Jawa

Adapun metode pertama, metode cakap yaitu metode yang digunakan dengan cara pengumpulan datanya berupa percakapan antara peneliti dengan informan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui percakapan antara peneliti dan subjek. Teknik cakap digunakan untuk mengetahui apa saja yang muncul tentang bagian-bagian bunyi yang berkembang pada anak dan variasi bunyinya. Metode kedua, metode simak yaitu teknik yang digunakan yaitu mencatat dan merekam. Dari catatan tulisan dan rekaman suara oleh petutur maka data tersebut diperoleh sebagai bahan dalam penelitian bahasa pertama pada anak. Setelah data ujaran anak diteliti tekumpul, maka akan dilakukan analisis data, yaitu menstranskip data yang direkam ke dalam bahasa tulis, mengindentifikasi ujaran pada anak, dan membuat kesimpulan dari pembahasan. Menurut Sugiyono ketika penelitian semakin jelas dam mudah dilakukan, penelitian instrumen yang sederhana kemungkinan akan dikembangkan dan dapat melengkapi data-data serta dapat membedakan yang telah ditemukan melalui pengamatan yang dilakukan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah studi kasus pada Rizky Aditya yang merupakan keponakan dari peneliti pada usia 2 tahun 8 bulan. Hal ini dilakukan oleh peneliti dengan alasan karena agar memudahkan perlakuan dan dapat memperoleh bahasa melalui observasi. Kegiatan selama proses penelitian yaitu dengan memberikan perlakuan kepada subjek yang diteliti berupa wawancara yang memberikan pertanyaan-pertanyaan sederhana dalam kehidupan sehari-hari.

Pemerolehan bahasa pertama pada anak sangat penting. Dengan begitu, dapat memberikan suatu informasi yang ingin disampaikan dan diterima dengan baik oleh pendengar. Pada tahap pemerolehan bahasa pertama ini, suatu pembentukan bahasa

(9)

yang menjadi dasar untuk memperoleh dan menyampaikan informasi kepada keluarga dan masyarakat.

Setelah diberikan perlakuan berupa pertanyaan-pertanyaan, langkah selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan cara merekam percakapan yang dilakukan oleh peneliti dengan subjek peneliti. Tedapat enam pertanyaan yang diberikan peneliti dan dijawab oleh subjek penelitian yang dijadikan sampel dalam bentuk percakapan. Berikut ini disajikan pembahasan dan hasil penelitian pada contoh ujaran dan kata-kata yang diucapkan oleh subjek penelitian. Hasil dari ujaran dan kata-kata, kemudian dianalisis berdasarkan tataran fonologi.

Pada tahap pemerolehan fonologi, anak pada usia 2-3 tahun sudah mulai memperoleh struktur kalimat yang sedikit sulit. Selain itu, tahap pemerolehan fonologi mulainya pencapaian satu kata yang diujarkan pada usia 2 tahun. Tahap pemerolehan fonologi dibagi menjadi dua yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik mempelajari bunyi bahasa dapat diproduksi oleh alat ucap manusia. Fonemik mempelajari pembedaan arti fungsinya sebagai ujaran bunyi. Pada tahap penelitian ini anak menunjukan pemerolehan fonologi khususnya pada bunyi vokal [a, i, u, e, o]. Selain itu, bunyi konsonan yang berada di tengah kata yang sudah dikuasai seperti [c, n, s, g]. Konsonan yang sudah dikuasai oleh anak yaitu [b, l, t, p, m]. Data yang dianalisis sebagai berikut:

(1) Tyas: Adit, yuk kita belajar berhitung 1-5? Adit: tung-itung (berhitung), ente (tante) Tyas: Mulai yo!

Adit: atu (satu), dua, tiga, mpat (empat), lima. Tyas: Yeay, tepuk tangan!

Adit: prok...prok..(tepuk tangan).

Pada data (1) Adit merupakan anak berusia 2,8 tahun. Penelitinya adalah tantenya (keponakan). Percakapan tersebut dilakukan melalui pesan suara (telepon) pada hari Sabtu, karena weekend. Tujuan dari komunikasi ini adalah Tantenya ingin mengetahui apakah sudah paham dengan angka-angka, dan melatih anak agar selalu ingat dengan angka-angka. Terdapat perkembangan motorik yang muncul pada anak adalah saat selesai berhitung melakukan tepuk tangan secara tidak sadar dilakukan.

(10)

Pada data tersebut, kalimat tanya jawab yang sangat dominan. Kata yang dijawab oleh anak masih belum terdengar jelas. Misalnya, pada kata ente yaitu tante, sedangkan kata pada bilangan satu, dua, dan empat yang diucapkan oleh anak menjadi atu, uwa, dan mpat.

(2) Tyas: Makanan kesukaan Adi opo? Adit: suka totis (sosis), entang (kentang). Tyas: Cah bagus, punya hewan apa?

Adit: ayam, urung, cica, upu-upu, hambing (kambing), tatatua (kakatua). Tyas: Pintar.

Pada data di atas, merupakan percakapan seorang anak berusia 2,8 tahun. Mitra tutur berkomunikasi dengan Adit memiliki tujuan ingin mengatahui kesukaan makanan keponakannya. Selain itu, ingin mengatahui wawasan dalam menyebutkan nama-nama hewan yang diketahui oleh anak. Pada tahap ini, anak masih sulit mengatakan huruf /s/ di awal kata dan di tengah kata, sehingga kata sosis berubah menjadi kata totis. Huruf konsonan /s/ berubah menjadi konsonan /t/. Anak juga masih sulit mengatakan huruf konsonan /k/, konsonan /k/, pada saat mengucapkan kata kentang menjadi kata entang sehingga huruf konsonan /k/ dihilangkan. Selanjutnya, kata kupu-kupu diucapkan upu-upu, kata kambing menjadi hambing berubahnya huruf konsonan /k/ menjadi huruf konsonan /h/, dan kata Kakatua diucapkan tatatua yaitu berubahnya huruf konsonan /k/ menjadi /t/. Lalu, penghilangan huruf konsonan /k/ pada kata cica yang seharusnya cicak. Sedangkan, ketika anak mengucapkan kata ayam, dia mengucapkannya dengan utuh dan jelas. Data yang dianalsis selanjutnya, yaitu:

(3) Tyas: Halloo… Adit: iya.

Tyas: Nek Adit bobo ditemenin sama siapa? Adit: bobo?

Tyas: Iya.

(11)

Pada data (3) ini dapat diketahui bahwa anak ketika ingin tidur ditemani sama bundanya. Selain itu, data di atas dapat dianalisis yang berkaitan dengan teori Jakobson bahwa pemerolehan bunyi konsonan dimulai dari bunyi bibir (bilabial), dan pemerolehan bunyi vokal dimulai dengan satu vokal lebar, biasanya bunyi [a]. Pada umumnya vokal [a] KV (Konsonan+Vokal) itu membentuk silabel yang melingkup secara keseluruhan atau universal. Jadi, kata bobo pada data di atas yang diucapkan oleh anak sudah sesuai dengan lingkup keseluruhan KV (Konsonan+Vokal).

(4) Adit: nte (tante), punya itan (ikan)? Tyas: Punya, ada dua ikan cupang Adit: mau lihat!

Tyas: Ini, ikan cupangnya. Adit tahu gak warna ikan cupangnya? (menunjukan ikan cupang di akuarium)

Adit: bilu (biru)

Tyas: Satunya lagi warna nya opo? Adit: putih

Tyas: Adit pintar.

Konteks pada data di atas, saya melakukan percakapan melalui video call dengan keponakan yang ditemani bundanya juga, sehingga saya langsung menunjukan ikan cupang yang berada di rumah ketika Adit menanyakannya. Lalu, saya langsung menanyakan warna pada ikan cupangnya, untuk mengetahui apakah si anak bisa menjawabnya dan mengetahui tentang warna-warna yang sudah dipelajari.

Jadi, data di atas dapat dianalisis bahwa anak berusia 2,8 tahun. Pada pemerolehan fonologi Adit sudah mampu mengucapkan bunyi vokal secara lengkap, yaitu [a, i, u, e, o,] dan bunyi konsonan yang bermacam-mcam sudah dapat diucapkan dengan baik. Seperti, kata ikan menjadi kata itan, dapat diketahui bahwa secara tidak sadar Adit mengucapkan huruf konsonan /k/ diubah menjadi konsonan /t/ dapat dibuktikan dari data sebelumnya yaitu data ke 2. Kata putih yang diucapkan secara utuh. Sedangkan, pemerolehan fonologi pada data di atas anak terlihat belum bisa mengucapkan konsonan /r/ di tengah-tengah kata yaitu biru diucapkan bilu.

(12)

Struktur dalam kata-kata yang baru dapat ditetapkan dengan pola KV terhadap tahap permualaan anak. Semua kata-kata baru yang didengarkan dari orang tua atau orang dewasa akan disesuaikan dengan cara kerja anak. Dengan mempelajarinya kata-kata baru tersebut, maka struktur susunan yang diciptakan oleh anak akan disesuaikan dan diubah agar bisa menampung kata-kata baru dengan pola baru, seperti KVK.

(5) Tyas: Adit lagi apa?

Bunda Adit: Ini tante mau baca buku (diwakili oleh bundanya untuk menjawab).

Adit: Bun, iki apa? (menunjukan sebuah gambar pada buku yang dibaca) Bunda Adit: iki pohon le.

Adit: Iki?

Tyas: itu apel, Adit. Adit: Iki bun?

Bunda: iki kolam ikan.

Konteks data di atas masih sama seperti sebelumnya dilakukan melalui video call. Pada waktu itu Adit ingin membaca buku dengan bundanya. Tujuan dari kegiatan tersebut ingin menarik perhatian kapada saya, bahwa anak tersebut bisa memperlihatkan bahwa dia bisa membaca buku. Dengan adanya kegiatan membaca buku, juga bisa melatih perkembangan motorik pada anak. Seperti gerakan tangan anak menunjuk apa yang ia lihat dan menanyakan kepada bundanya.

Data di atas dapat dianalisis pada percakapan anak mengucapkan kata iki yang berarti menunjukan sesuatu gambar pada buku bacaannya. Bunyi vokal /i/ pada kata iki merupakan bunyi vokal yang diujarkan secara jelas oleh anak.

(6) Tyas: Adit suka nyanyi ga? Adit: uka (suka)

Tyas: Kita nyanyi cicak-cicak di dinding, yuk!

Adit: Cica, cica di ding ding. Diam-diam meayap. Datang ekor namuk. Hap…

(13)

Tyas: Keren.

Pada penelitian ini, konteks komunikasi antara peneliti dan anak menggunakan strategi bernyanyi untuk memperolehan bahasa pada data di atas. Selanjutnya, peneliti mentranskip lirik lagu Cicak dan hasil transkip ujaran dari anak (Adit), sebagai berikut:

a. Lirik lagu aslinya: “Cicak cicak di dinding Diam diam merayap Datang seekor nyamuk Hap lalu ditangkap” b. Ujaran Adit:

“cica cica di ding ding Diam diam melayap Datang ekor namuk Hap lalu ditangkap”

Sebelum membahas data lirik lagu, terdapat kata suka berubah menjadi uka yang diucapkan oleh anak. Kata uka terjadi penghilangan kosonan /s/ dalam bunyinya pada suku pertama. Setelah itu lirik lagu ditranskip, maka ujaran yang diujarkan oleh Adit ketika bernyanyi kata di dinding berubah menjadi di ding ding. Dengan begitu dapat ditinjau oleh mekanisme artikulasi yang terjadi perubahan dalam ujarannya yaitu konsonan [n] apiko dental menjadi [ƞ] dorso veral. Selanjutnya, kata merayap berubah menjadi meayap pada ujaran anak tersebut konsonan [r] yaitu dorso uvular ujarannya menghilang, kata seekor berubah menjadi ekor ujaran ini konsonan [s] menghilang dan kata nyamuk berubah menjadi namuk pada ujaran lamino-palatal [ñ] berubah menjadi konsonan [n]. Apiko dental adalah titik artikulasi yang dihasilkan oleh pertemuan ujung lidah dengan gigi (Rosmana, 1–48).

(7) Tyas: Adit sampun mandi? Adit: empun (sampun).

Tyas: Adit, siapa nama bunda? Adit: Bunda Tita (Rizka).

(14)

Tyas: kalau nama ayah siapa dit? Adit: Ayah Diwan (Ridwan)

Pada data ke (7) ini ujaran anak dapat dianalisis yaitu terjadinya lasapnya bunyi pada suku kata pertama yakni kata /s/ menjadi bunyi vokal /e/ dari kata sampun berubah menjadi mpun. Kata Rizka berubah menjadi kata Tita terjadinya perubahan kata yang sangat berbeda diujarkan. Kata Ridwan yang berubah menjadi kata Diwan terjadinya penghilangan bunyi suku pertama dipertengahan huruf kata-kata yakni bunyi kata /r/ yang melasap pada kata Ridwan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Adit yang berusia 2 tahun 8 bulan sudah mampu melafalkan ujaran dan berkomunikasi dengan bahasa yang Adit ketahui. Hanya saja ujaran-ujaran yang diucapkannya masih belum sempurna atau sesuai dari segi fonologi. Dari hasil percakapan yang dilakukan, terdapat jenis bunyi yang belum mampu Adit kuasai, sehingga Adit melafalkan sebuah kata dengan cara menghilangkan bunyi dan merubah dari bahasanya.

Ada beberapa kata yang diujarkan oleh Adit dengan menambahkan huruf disetiap kata-katanya. Berdasarkan hasil penelitian dalam penyebutan huruf yang dilafalkan oleh Adit, sudah mulai menyebutkan bunyi-bunyi vokal (a, i, u, e, dan o) dan konsonan (b, c, d, g, h, l, m, n, p, dan t) sementara ada beberapa huruf konsonan yang berubah bunyinya seperti [k], [r], [ñ], dan [s].

Jadi, pada penelitian ini anak yang usianya 2 tahun dalam pemerolehan fonologi sudah mulai sempurna terutama pada bunyi vokal yang diucapkan oleh Adit pada saat berkomunikasi. Dalam mengujarkan bunyi pada kata-katanya, anak juga berusaha untuk mengucapkan kata semirip mungkin dengan bunyi aslinya. Selain itu, pemerolehan bahasa selain dari diri anaknya juga harus didukung oleh lingkungan keluarga dan lingkungan sekitarnya, agar pemerolehan bahasa pada anak selalu bertambah. Lingkungan keluarga yang utama dalam pemerolehan bahasa pada anak. Pemerolehan bahasa di lingkungan keluarga dapat membantu proses bertambahnya bahasa dengan cara mengajak anak untuk berkomunikasi di kehidupan sehari-hari,

(15)

membacakan buku cerita sehingga pemerolehan bahasa pada anak semakin bertambah dan anak akan mulai menangkap kosa kata baru dalam berbahasa.

Menurut para pakar dalam pemerolehan atau penguasaan fonologi memiliki sifat yang universal, artinya apa yang di alami oleh Adit sama seperti anak-anak pada umumnya yang mengalami hal tersebut. Dalam hal ini, kemampuan berbahasa yang akan dijalani oleh anak-anak akan terus bertambah dan meluas seiring dengan kemantangan usianya dan lingkungan yang ada di sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, A. (2009). Fonologi Bahasa Indonesia (Indonesian Phonology). In Rineka Cipta, Jakarta.

Fauzana, P. W., Ermanto, & Basri, I. (2013). Perolehan Semantik Anak Usia 0 ; 0-2 ; 0 Tahun Pada Masa. Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 1(2), 297–304. Hamida, I. (2018). Pemerolehan bahasa pada anak usia 3,5 tahun berdasarkan aspek

fonologi. Jurnal: Ilmiah SPS Pendidikan Bahasa Indonesia, 1(1), 1–21.

Mudopar. (2009). PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA PADA ANAK USIA DINI (Kajian Psikolinguistik: Pemerolehan Fonologi Pada Anak Usia 2 Tahun). Aspectos Generales De La Planificación Tributaria En Venezuela, 2009(75), 31–47. Nursalam, 2016, metode penelitian, & Fallis, A. . (2013). Metode Penelitian. Journal of

Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Nuryani, N. (2018). Kompetensi Profesional Guru Bahasa Dan Sastra Indonesia. Bahastra, 38(1), 58. https://doi.org/10.26555/bahastra.v38i1.7721

Rahmansyah, A. (2013). Pengembangan Karakter Disiplin Dalam Pembelajaran PPKN Dengan Menggunakan Media Tata Tertib Sekolah. Universitas Pendidikan Indonesia, 22–34.

Rohmani Nur Indah. (2017). Gangguan Berbahasa: Kajian Pengantar. In UIN-Maliki Press.

Rosmana, I. A. (n.d.). Bbm 2 : Cara Membentuk Fonem Bahasa Indonesia. 1–48.

Septiyani, M. (2018). Pemerolehan bahasa anak-anak usia 3 dan 5 tahun dalam dialek banyumas di kejawang sruweng kebumen. CARAKA, Volume 5, Nomor 1, Edisi Desember 2018, 5(2).

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan skripsi ini adalah apakah pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan bagi pekerja tidak tetap di PTP Nusantara XI – Pabrik Gula Djatiroto telah sesuai

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul ” Peningkatan Prestasi Belajar IPA melalui Strategi pembelajaran

Isi skenario memuat proses yang harus dilalui oleh pengguna dalam memenuhi tujuannya. Berikut adalah skenario yang telah dibuat berdasarkan karakter pada persona. Nur Duniati

di antara kelemahan yang bersifat mendasar bagi mayoritas lulusan lembaga pendidikan (formal) Islam, dari lulusan tingkat pertama (Madrasah Tsanawiyah), menengah atas

Setelah kita menelusuri secara singkat sejarah praktek perbankan yang dilakukan oleh umat muslim, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa meskipun kosa kata fikih Islam tidak

 Kemarin, 25 September 2018, pemerintah berhasil menyerap Rp 20 triliun dana dari investor dalam lelang Surat Utang Negara (SUN) kemarin dengan tingkat penawaran yang

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dibahas pada bab sebelumnya maka, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa variabel sanksi perpajakan berpengaruh secara parsial

kesimpulan/menemukan konsep, 3) Pengelolaan waktu. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat