• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN TEPUNG SORGUM UNTUK PRODUK OLAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN TEPUNG SORGUM UNTUK PRODUK OLAHAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

terbatas. Sorgum juga mengandung senyawa antinutrisi, terutama tanin yang menyebabkan rasa sepat sehingga tidak disukai konsumen.

Ahza (1998) menyatakan bahwa biji sorgum dapat diolah menjadi tepung dan bermanfaat sebagai bahan substitusi terigu. Volume impor terigu cukup besar dengan harga yang terus meningkat. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 t/tahun, sedangkan untuk mi sekitar 1.000 t/tahun. Oleh karena itu, pengembangan sorgum cukup prospek-tif dalam upaya menyediakan sumber karbohidrat lokal. Hal ini didukung

dengan harga tepung sorgum yang relatif murah (Rp1.300−1.500/kg), umur tanaman pendek (100−110 hari), daya adaptasi terhadap lahan tinggi, dan biaya produksi rendah (Wijaya 1998).

Penggunaan tepung sorgum sebagai campuran pada pembuatan makanan di Indonesia belum banyak dilakukan. Untuk meningkatkan kegunaan sorgum sebagai sumber pangan, perlu diketahui batas maksimal penambahan tepung sorgum ke dalam adonan, sehingga masih dapat menghasilkan produk olahan dengan kualitas yang baik (Mudjisihono 1994; Suarni dan Zakir 2000; Suarni dan Patong 2002). Makalah ini membahas hasil-hasil

PEMANFAATAN TEPUNG SORGUM UNTUK

PRODUK OLAHAN

Suarni

Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jalan Dr. Ratulangi No. 274 Maros 90514, Kotak Pos 1173 Makassar

ABSTRAK

Pemanfaatan biji sorgum menjadi berbagai produk pangan olahan merupakan salah satu upaya untuk mendukung diversifikasi pangan. Pemanfaatan sorgum dalam bentuk tepung lebih menguntungkan karena praktis serta mudah diolah menjadi berbagai produk makanan seperti cake, cookies, roti, dan mi. Nilai nutrisi sorgum cukup memadai dengan kandungan protein 8−11%, namun protein pembentuk glutennya tidak dapat menyamai terigu. Masalah dalam pemanfaatan sorgum untuk pangan adalah adanya senyawa tanin (antinutrisi) dalam biji, namun hal ini dapat diatasi dengan menerapkan teknologi pengolahan yang tepat. Makalah ini membahas teknologi pemanfaatan tepung sorgum sebagai bahan substitusi terigu yang dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan substitusi tepung sorgum terhadap tepung terigu cukup beragam, yaitu untuk cookies 5075%, cake 30−50%, roti 20−25%, dan mi 15−20%. Tekstur tepung sorgum belum dapat menyamai tepung terigu. Olahan kerupuk tidak memerlukan gluten seperti olahan di atas, sehingga mempunyai peluang untuk dikembangkan. Teknologi pengolahan sorgum cukup sederhana, murah, dan mudah dilakukan baik oleh industri skala rumah tangga maupun industri kecil.

Kata kunci: Tepung sorgum, pangan olahan, pengolahan, nilai gizi

ABSTRACT

Utilization of sorghum flour for processed food

Sorghum utilization for various food products is an alternative way to support food diversification program. Sorghum utilization as the flour form is more advantageous due to its practicality and easily to be processed into various processed food products such as cake, cookies, bread, and noodle. Nutritional value of sorghum is quite good with protein content 8−11%. One weakness of sorghum as a food source is its tannin content as antinutritional compound. Tannin content can be reduced through appropriate processing technology. This paper discusses the technology of sorghum flour utilization as wheat flour substitution. The results showed that the wheat flour can be replaced by sorghum flour until 50−75% in cookies, 30−50% in cake, 20−25% in bread, and 15−20% in noodle. The texture of sorghum flour is less proper than wheat flour. Crackers which require little gluten has a promising opportunity to be developed. Sorghum processing technology is quite simple, easy, and cheap and it is available either as household or small scale industries.

Keywords: Sorghum flour, processed foods, processing, nutritional value

M

asalah pangan di Indonesia tidak terlepas dari beras dan terigu, di samping bahan pangan lainnya seperti ubi kayu, jagung, dan sagu. Salah satu al-ternatif pemecahan masalah kelangkaan bahan pangan baik terigu maupun beras adalah melalui substitusi dengan sorgum (Colas 1994).

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan serealia sumber karbohidrat. Nilai gizi sorgum cukup memadai sebagai bahan pangan, yaitu mengandung sekitar 83% karbohidrat, 3,50% lemak, dan 10% protein (basis kering). Namun, pemanfaatannya sebagai bahan pangan di Indonesia masih sangat

(2)

penelitian tentang komposisi kimia atau nilai nutrisi tepung sorgum, sifat fisikokimianya, serta pemanfaatan te-pung sorgum dalam berbagai produk olahan (kue basah, kue kering, mi, dan roti).

NILAI NUTRISI SORGUM

Komposisi kimia dan zat gizi sorgum mirip dengan gandum dan serealia lain (Colas 1994). Rendahnya mutu tepung sorgum disebabkan oleh tingginya kadar protein prolamin sehingga nilai gizinya relatif rendah (Suwelo 1998). Namun demikian, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa prolamin bersifat merugikan bila sorgum diolah dengan baik (Mudji-sihono dan Damardjati 1987). Komposisi kimia beberapa tepung serealia disajikan pada Tabel 1 dan 2, sedangkan komposisi asam amino penyusun protein pada Tabel 3.

Kadar asam glutamat tepung sor-gum varietas UPCA-S1 berkisar 1,39% dan Isiap Dorado 1,58%, lebih rendah dibanding terigu yang mencapai 3,83%. Asam glutamat termasuk asam amino nonesensial, tetapi mempengaruhi uji rasa olahan bahan makanan. Hasil pe-nelitian menunjukkan adanya pengaruh asam glutamat terhadap rasa roti tawar yang dihasilkan. Kadar lisin terigu (0,38%) relatif lebih tinggi dibanding tepung sorgum (0,16−0,18%). Lisin termasuk asam amino esensial dan mempengaruhi nilai gluten tepung (Wall dan Ross 1970).

Asam amino tepung sorgum yang kandungannya agak tinggi adalah leusin yaitu 1,31−1,39%, sedangkan terigu hanya 0,88%. Demikian juga alanin ber-kisar 0,82−0,85%, sedangkan terigu hanya 0,49%. Hasil penelitian Dogget dan Gomes (1984) menunjukkan, walau-pun mutu protein sorgum tergolong rendah terutama lisin, tetapi kandungan leusinnya relatif tinggi.

Prolin pada terigu relatif tinggi (1,51%) dibanding tepung sorgum yang hanya 0,24% pada varietas UPCA-S1 dan 0,29% pada varietas Isiap Dorado. Kandungan alanin tepung sorgum lebih tinggi dibanding terigu. Kandungan asam amino lainnya pada tepung sorgum relatif mendekati terigu termasuk valin, serin, dan asam aspartat. Kandungan asam amino penyusun protein sangat menentukan nilai gizi bahan pangan (Winarno 1986).

Tabel 1. Kandungan nutrisi beberapa tepung serealia.

Kandungan nutrisi Terigu Sorgum Beras Jagung

Lemak (%) 2,09 3,65 1,88 5,42 Serat kasar (%) 1,92 2,74 1,05 4,24 Abu (%) 1,83 2,24 1,52 1,35 Protein (%) 14,45 10,11 9,28 11,02 Pati (%) 78,74 80,42 86,45 79,95 Sumber: Suarni (2001).

Tabel 3. Komposisi asam amino penyusun protein tepung sorgum dan terigu.

Sorgum Asam amino

UPCA-S1 Isiap Dorado Terigu

Alanin (%) 0,82 0,85 0,49 Arginin (%) 0,29 0,32 0,73 Asam aspartat (%) 0,63 0,69 0,56 Asam glutamat (%) 1,39 1,58 3,83 Glisin (%) 0,29 0,26 0,56 Isoleusin (%) 0,34 0,28 0,43 Lisin (%) 0,16 0,18 0,38 Fenilalanin (%) 0,27 0,27 0,61 Prolin (%) 0,24 0,29 1,51 Serin (%) 0,33 0,38 0,32 Treonin (%) 0,16 0,15 0,36 Tirosin (%) 0,19 0,22 0,39 Valin (%) 0,53 0,49 0,55 Leusin (%) 1,31 1,39 0,88

Sumber: Suarni dan Patong (1999).

Kelebihan terigu dibanding tepung sorgum adalah sifat fisikokimianya, terutama kemampuan protein dalam membentuk gluten. Sifat ini kurang di-miliki oleh tepung sorgum dan serealia lainnya, apalagi komoditas nonserealia (Winarno dan Pudjaatmaka 1989). Ke-istimewaan gluten terigu adalah memiliki kandungan protein penyusun yang seimbang, yaitu glutenin dan gliadin. Bila ditambah air, gluten akan membentuk sifat elastisitas yang tinggi. Sifat ini sangat dibutuhkan dalam pembuatan mi dan roti (Ahza 1998). Kadar gluten dan

sifat fisikokimia lainnya tepung sorgum varietas UPCA-S1disajikan pada Tabel 4.

Nilai pengendapan menunjukkan mutu gluten. Semakin besar nilai pengen-dapan pada kadar gluten yang sama, semakin baik mutu gluten tepung ter-sebut. Nilai pengendapan tepung me-nurun seiring dengan turunnya kadar gluten tepung. Kadar protein gluten yang rendah menurunkan kemampuan protein gluten untuk menahan turunnya partikel pati, sehingga menurunkan nilai pengen-dapan tepung.

Tabel 2. Perbandingan kandungan nutrisi tepung sorgum dan terigu.

Sorgum Kandungan nutrisi

Terigu UPCA-S1 Isiap Dorado

Abu (%) 0,47 0,68 0,62

Protein (%) 11,74 6,98 7,90

Lemak (%) 1,04 1,27 1,19

Pati (%) 74,77 76,81 76,35

Serat kasar (%) 0,88 1,90 1,79

(3)

Aktivitas diastatik tepung terigu menurun seiring dengan penambahan tepung sorgum. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya diastase dalam tepung, yang salah satu ke-mungkinan disebabkan oleh tingginya derajat sosoh biji sorgum.

Kadar amilosa tepung sorgum lebih rendah dibanding terigu, sehingga makin tinggi tingkat substitusi makin rendah kandungan amilosa tepung campuran. Konsistensi gel tepung terigu lebih rendah dibanding tepung sorgum. Oleh karena itu, makin tinggi penambahan tepung sorgum, konsistensi gel semakin rendah atau adonan mengeras. Tanpa sorgum (100% terigu), konsistensi gelnya 45,52 mm dan adonan lebih elastis dan kenyal.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN

SORGUM

Produk Setengah Jadi

Teknologi pengolahan produk setengah jadi dari sorgum yang diperlukan industri pengolahan lanjutan telah banyak di-hasilkan. Teknologi ini mencakup teknik pembuatan beras sorgum, tepung, dan ekstraksi pati.

Pengolahan sorgum menjadi tepung lebih dianjurkan dibanding produk se-tengah jadi lainnya, karena tepung lebih tahan disimpan, mudah dicampur (komposit), dapat diperkaya dengan zat gizi (fortifikasi), dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Damardjati et al. 2000).

Pembuatan tepung sorgum hampir sama dengan tepung beras. Bahan direndam dalam air agar cukup lunak, ditiriskan, digiling, diayak kemudian dikeringkan.

Beras sorgum adalah biji sorgum lepas kulit sebagai hasil penyosohan atau penggilingan sehingga diperoleh sorgum giling. Secara tradisional, penggilingan dilakukan dengan membasahi biji sorgum dengan air kemudian ditumbuk untuk menghilangkan kulit bijinya. Namun, cara ini menghasilkan banyak biji hancur dan waktu prosesnya tidak efisien. Untuk mengatasi masalah ini telah tersedia teknologi pengolahan dengan meng-gunakan alat atau mesin (alsin) penyosoh

hasil rancang bangun Balai Penelitian Tanaman Serealia (Lando et al. 1995). Alsin tersebut mempunyai silinder batu gurinda dan alat penepung (Prastowo et

al. 1997).

Kandungan tanin dalam biji sorgum dapat dihilangkan melalui penyosohan. Suarni (2004) menyatakan bahwa kan-dungan tanin biji sorgum menurun drastis setelah penyosohan, namun protein ikut terbawa akibat bagian endosperm yang dekat dengan aleuron banyak yang terkikis. Penurunan kadar tanin relatif tinggi pada keempat varietas atau galur yang diuji, yaitu dari 1,71− 3,98% sebelum disosoh menjadi 0,30−1,72% setelah disosoh (Tabel 5). Kadar protein turun sekitar 0,52−1,38%, tertinggi pada varietas Mandau dan terendah pada varietas Manggarai (Selayar) karena tipisnya kulit luar yang tersosoh.

Kandungan tanin biji sorgum cukup tinggi dan beragam, berkisar 3,67−10,66%. Pada umumnya biji yang berwarna merah sampai cokelat mengandung tanin lebih tinggi dibanding biji putih (Suarni dan Singgih 2002).

Pengolahan Produk Jadi

Kemajuan teknologi pengolahan bahan pangan yang didukung dengan tersedia-nya peralatan modern telah mendorong berkembangnya industri makanan jadi

Tabel 4. Kadar gluten, nilai pengendapan, aktivitas diastatik, amilosa, dan konsistensi gel campuran tepung terigu dan sorgum.

Substitusi (%) Gluten Nilai Aktivitas diastatik Amilosa Konsistensi

(%) pengendapan (mg maltosa/ (%) gel (mm)

terigu : sorgum (mm) 10 g tepung) 100 (kontrol) 11,45 27,70 403 26,02 42,52 (sedang) 10 : 90 10,91 25,80 394 25,85 41,21 (sedang) 20 : 80 9,13 23,50 382 25,65 37,13 (sedang) 30 : 70 8,24 19,90 377 25,44 36,58 (sedang) 40 : 60 7,71 17,20 369 23,22 36,01 (sedang) 50 : 50 7 14,90 355 23,06 35,25 (sedang)

Sumber: Suarni dan Zakir (2000).

Tabel 5. Komposisi kimia biji sorgum yang disosoh dan tidak disosoh.

Komponen Jenis Varietas (galur)

UPCA IS-3259 Mandau Manggarai

biji (Selayar) Air (%) TS 11,90 11,40 11,60 12,10 S 11,60 11,10 11,20 11,80 Tanin (%) TS 3,98 1,82 3,76 1,71 S 1,72 0,36 1,58 0,30 Protein (%) TS 9,86 8,96 9,98 8,42 S 8,62 7,69 8,60 7,90 Lemak (%) TS 2,12 2,31 1,99 3,02 S 1,65 1,69 1,48 1,99 Serat (%) TS 4,02 3,16 3,98 3,19 S 1,98 1,61 1,99 1,52 Karbohidrat (%) TS 68,72 78,76 69,40 79,12 S 77,18 82,93 77,20 83,12 Abu (%) TS 2,28 1,79 2,16 1,83 S 0,99 0,71 0,81 0,62 Amilosa (%) TS 19,18 25,04 19,11 25,69 S 23,42 29,18 23,17 30,06

TS = sorgum tidak disosoh, S = sorgum disosoh. Sumber: Suarni (2004).

(4)

selama dua dekade terakhir ini. Pergeseran pola makan (Kuntowijoyo 1991) dan gaya hidup modern yang serba praktis serta keterbatasan waktu untuk menyiap-kan mamenyiap-kanan sehari-hari turut memacu berkembangnya industri pengolahan makanan jadi.

Kue kering (cookies)

Kue kering adalah salah satu jenis makanan kecil yang sangat digemari masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Bentuk dan rasa kue kering sangat beragam, bergantung pada bahan tambahan yang digunakan. Salah satu olahan tradisional dari beras yang sangat diminati di pedesaan yaitu borasa. Bahan dasar tepung beras pada olahan tersebut dapat disubstitusi dengan tepung sorgum, dengan bahan tambahan parutan kelapa sangrai. Borasa cocok bagi penderita alergi terhadap terigu (cealiac disease).

Olahan kue kering atau sejenisnya sangat digemari masyarakat di kawasan Timur Indonesia sebagai penganan minum teh pada sore hari. Oleh karena itu, modifikasi kue kering dapat memanfaat-kan tepung sorgum sebagai bahan dasar, dengan memakai substitusi gula aren untuk menekan warna yang agak kurang baik pada tepung sorgum.

Penelitian pembuatan kue kering substitusi tepung sorgum dan terigu telah dilakukan dengan menggunakan varietas Isiap Dorado dan terigu berprotein 9−

10%. Untuk membuat kue kering masih diperlukan tepung maizena sebagai bahan tambahan untuk perekat dan me-ningkatkan nilai kerenyahan.

Hasil pengujian organoleptik dengan 15 orang panelis terdiri atas 5 mahasiswa, 8 orang staf peneliti, dan 2 orang pengrajin makanan skala rumah tangga disajikan pada Tabel 6. Substitusi tepung sorgum terhadap terigu 70−80% dapat diterima secara organoleptik.

Nilai tambah kandungan nutrisi kue kering hasil substitusi terigu dengan tepung sorgum adalah meningkatnya kandungan mineral Fe, Ca, dan P (Tabel 7). Kekurangan terigu dibanding tepung serealia lainnya adalah rendahnya kandungan Ca, P, dan terutama Fe.

Kue basah (cake)

Kue basah (cake) telah lama dikenal masyarakat pedesaan. Pembuatan kue

Tabel 6. Hasil pengujian organoleptik kue kering pada berbagai tingkat substitusi sorgum-terigu.

Substitusi (%) Nilai1

terigu : tepung sorgum Tekstur Aroma Rasa Warna

100 (kontrol) 1,20 1,05 1,20 1,25 20 : 80 3,15 3,05 2,90 2,70 30 : 70 2,80 2,60 2,75 2,60 40 : 60 2,45 2,45 2,45 2,45 50 : 50 2,20 2,40 2,10 2,25 60 : 40 2,10 2,30 1,85 2,10 70 : 30 1,85 2,15 1,45 1,95 80 : 20 1,35 1,35 1,30 1,75 0 : 100 3,50 3,35 3,10 2,95

1Nilai: 1 = sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 = biasa, 5 = tidak suka.

Sumber: Suarni (2000).

Tabel 7. Kandungan nutrisi kue kering pada berbagai tingkat substitusi tepung sorgum-terigu.

Substitusi (%) Protein Lemak Serat Abu Ca Fe P

terigu : sorgum (%) (%) kasar (%) (%) (ppm) (ppm) (ppm)

100 (kontrol) 16,12 3,12 2,18 1,98 599,10 29,70 1.277,50 20 : 80 11,88 6,18 3,22 1,37 622,80 54,50 1.296,40 30 : 70 12,35 5,99 3,01 1,51 621,90 52,80 1.289,80 40 : 60 12,98 5,01 3,09 1,54 618,70 50,90 1.281,20 50 : 50 13,42 4,76 3,14 1,62 615,80 48,70 1.276,70 60 : 40 13,78 4,39 3,21 1,71 912,50 46,80 1.271,10 70 : 30 1 4 4,18 3,39 1,88 611,60 45,90 1.268,30 80 : 20 15,26 4,06 3,66 1,91 608,90 38,90 1.261,70 0 : 100 11,09 7,88 2,55 1,42 627,30 57,80 1.308,80 Sumber: Suarni (2000).

Tabel 8. Volume kue basah dengan berbagai taraf substitusi tepung dan hasil uji organoleptik.

Nilai2

Perlakuan1 Volume (mm)

Warna Aroma Rasa Tekstur

S:G:K 6:2:2 582.400 3,90 3,20 2,90 2,80 S:G:K 5:3:2 590.200 3,40 2,10 1,80 2,10 S:G:K 4:4:2 593.000 2,80 2,50 2,20 2,30 S:G:K 3:5:2 595.800 2,90 2,70 2,30 2,40 S:G:K 2:6:2 599.750 3,10 2,90 2,50 3,10 S:G:K 6:2:2 580.700 4,10 3,60 2,90 2,60 S:G:K 5:3:2 580.400 3,50 3,70 3,20 3,10 S:G:K 4:4:2 591.000 3,20 3,10 3,10 2,90 S:G:K 3:5:2 594.200 3,10 3,40 3,30 2,80 S:G:K 2:6:2 598.400 3,20 2,90 3,50 2,50 S:G 5:5 482.000 3,50 3,20 3,60 4,20

1Perlakuan: S = tepung sorgum, G = tepung gaplek, K = tepung kacang tunggak. 2Nilai: 1 = sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 = biasa, 5 = tidak suka.

Sumber: Suarni dan Prastowo (1995). tersebut biasanya menggunakan men-tega. Terigu dapat disubstitusi dengan tepung sorgum dan mentega dengan bahan lain yang ada dipedesaan. Tepung sorgum yang digunakan berasal dari

varietas ICSH 110. Selain itu ditambahkan pula tepung ubi kayu verietas lokal dan kacang tunggak varietas lokal putih. Volume kue basah dan hasil uji organo-leptik disajikan pada Tabel 8.

(5)

Pada umumnya warna kue basah hasil substitusi tepung sorgum dengan terigu kurang disukai. Namun, hal ini dapat diantisipasi dengan menambahkan zat pewarna yang diperbolehkan.

Pembuatan tepung campuran perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga kandungan amilosa, gluten, dan protein dapat terpenuhi. Tepung campuran sorgum : gaplek : kacang tunggak dengan perbandingan 5 : 3 : 2 paling disukai panelis, baik rasa, aroma maupun tekstur kue.

Ginting dan Kusbiantoro (1995) telah membuat kue basah dengan bahan tepung sorgum komposit dengan tepung ubi jalar dan tepung jagung. Kandungan nutrisi olahan yang dihasilkan disajikan pada Tabel 9. Keenam perlakuan substitusi menghasilkan olahan kue basah dengan kandungan nutrisi termasuk protein dan lemak relatif tidak berbeda. Perbedaan hanya disebabkan oleh varietas sorgum yang digunakan.

Roti tawar

Bahan dasar roti tawar adalah terigu, namun terigu dapat disubstitusi dengan tepung sorgum. Substitusi tepung sor-gum 20% menghasilkan roti tawar dengan volume adonan dan uji organo-leptik yang mendekati terigu 100%. Pada tingkat substitusi 30%, panelis masih dapat menerimanya tetapi beberapa sifat sensorisnya perlu diperbaiki. Substitusi sorgum 40% belum dapat diterima teruta-ma nilai rasa, tetapi warna dan aroteruta-manya masih disukai.

Pembuatan roti tawar lebih mudah bila menggunakan mixer khusus untuk mengaduk adonan yang kenyal dan memiliki elastisitas tinggi seperti pada pembuatan mi dan roti. Adonan roti memerlukan kandungan gluten tinggi, sehingga taraf substitusi tepung sorgum terhadap terigu hanya 15−20%. Uji organoleptik dan volume adonan roti tawar dari tepung sorgum UPCA-S1 dan Isiap Dorado disajikan pada Tabel 10.

Mi kering

Mi merupakan produk olahan sumber karbohidrat yang diminati masyarakat Indonesia. Walaupun bahan baku mi adalah terigu, ternyata terigu dapat disubstitusi dengan tepung sorgum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan substitusi tepung sorgum terhadap terigu hanya mencapai 20% (Tabel 11) akibat rendahnya kandungan gluten dalam tepung sorgum. Nilai nutrisi mi yang dihasilkan dengan komposisi

20% tepung sorgum dan 80% terigu adalah kadar air 7,69%, protein 12,58%, abu 1,02%, serat kasar 0,72%, dan pati 76,09% atau memenuhi standar mutu 1 (Departemen Perindustrian 1990).

Tabel 11. Komposisi kimia mi kering substitusi tepung sorgum-terigu.

Substitusi (%) Komposisi (%)

tepung sorgum : terigu Air Abu Protein Pati Serat kasar

0 : 100 7,62 0,92 13,78 74,89 0,32 1 0 : 9 0 7,46 0,99 12,75 75,68 0,61 2 0 : 8 0 7,69 1,02 12,58 76,09 0,72 3 0 : 7 0 7,76 1,17 11,86 76,26 0,99 4 0 : 6 0 7,82 1,21 11,78 76,69 1,02 5 0 : 5 0 7,91 1,32 10,95 76,88 1,14 Rata-rata 7,71 1,11 12,28 76,08 0,80 Sumber: Suarni (2000).

Tabel 10. Uji organoleptik dan volume adonan roti tawar hasil substitusi tepung sorgum dan terigu.

Substitusi (%) sorgum UPCA- Nilai1 Volume

SI : sorgum ID : terigu Rasa Warna Aroma Tekstur adonan (ml/g) 0 : 5 0 : 5 0 4,50 3,90 3,30 4 1,75 50 : 0 : 5 0 5 4,30 3,50 4 1,79 40 : 0 : 6 0 4,40 3,50 2,70 3,60 2,31 0 : 4 0 : 6 0 4,20 2,60 2,50 3,20 2,36 30 : 0 : 7 0 3,40 2,50 2,30 2,70 2,68 0 : 3 0 : 7 0 2 1,90 2 2,30 2,72 20 : 0 : 8 0 1,80 1,90 1,50 1,80 2,92 0 : 2 0 : 8 0 1,70 1,60 1,50 1,70 3,08 100 : 0 : 0 5,50 4,70 4,70 5,10 1,72 0 : 100 : 0 5,10 4,40 4,60 4,90 1,74 0 : 0 : 100 1,30 1,20 1,40 1,30 3,86

1Nilai: 1 = amat sangat disukai, 2 = sangat disukai, 3 = disukai, 4 = biasa, 5 = tidak disukai,

6 = sangat tidak disukai, 7 = amat sangat tidak disukai. Sumber: Suarni dan Patong (1999).

Tabel 9. Kandungan nutrisi kue basah tepung sorgum komposit.

Perlakuan1 Abu Protein Lemak Karbohidrat Energi (kal)

(%) (%) (%) (%) A 1,53 8,72 28,31 61,43 523,85 B 1,75 8,59 27,70 62,09 520,42 C 2,18 7,61 25,70 64,51 510,38 D 2,08 9,10 28,60 60,23 522,70 E 1,92 9,05 29,74 59,29 528,17 F 1,79 9,77 30,19 58,25 530,50

1Perlakuan: A = terigu : sorgum lokal Muneng = 50% : 50%, B = terigu : sorgum UPCA-S1

= 50% : 50%, C = terigu : sorgum ICSV 233 : jagung = 20% : 40% : 40%, D = terigu : sorgum lokal Lamongan : ubi jalar = 20% : 40% : 40%, E = terigu : sorgum Isiap Dorado : jagung = 20% : 40% : 40%, F = terigu = 100% (kontrol).

(6)

Beberapa Olahan Sorgum Khas

Indonesia

Bentuk olahan lain dari sorgum yang telah memasyarakat dengan resep hasil pengetahuan empiris seperti layaknya beras dari padi antara lain adalah:

z Sorgum nonpulut (nonwaxy); diolah

sebagai nasi, nagasari, dan apem.

z Sorgum pulut (waxy); dapat diolah

menjadi lemper, wajik, jadah, tapai, krasikan, widaran, dodol, kue klepon, getas, maduwongso, kue gapit dan lain sebagainya.

Pengolahan sorgum yang telah lama dikenal masyarakat yaitu biji sorgum disosoh menjadi beras sorgum. Beras sorgum dapat dimanfaatkan seperti beras dari padi atau diolah menjadi tepung. Beras sorgum direndam dalam air selama 24 jam, ditiriskan, kemudian ditepungkan. Tepung yang dihasilkan dijemur untuk mengurangi kandungan airnya, selanjut-nya disimpan untuk berbagai bahan olahan makanan tradisional.

Daya Simpan Tepung Sorgum

Penyimpanan sorgum dalam bentuk biji tidak dapat bertahan lama; hanya dalam waktu 2 bulan biji sudah terserang serangga Coleobrucbus calandra (Nonci et al. 1999). Penyimpanan dalam bentuk tepung dapat bertahan di atas 6 bulan dalam kemasan plastik. Komposisi kimia tepung yang disimpan juga tidak banyak mengalami perubahan begitu pula kadar airnya masih di bawah 12% (Suarni 1999b). Suarni et al. (2000) menya-takan penyimpanan tepung sorgum dalam kemasan kantong plastik mampu menekan serangan hama hingga penyim-panan 6 bulan. Hasil penelitian ter-sebut menunjukkan bahwa penyimpanan sorgum dalam bentuk tepung lebih menguntungkan dibanding dalam bentuk biji. Penyimpanan terbaik adalah dalam

DAFTAR PUSTAKA

Ahza, A.B. 1998. Aspek pengetahuan material dan diversifikasi produk sorgum sebagai substitutor terigu/pangan alternatif. Dalam Laporan Lokakarya Sehari Prospek Sorgum sebagai Bahan Substitusi Terigu. PT. ISM Bogasari Flour Mills, Jakarta.

Colas, A. 1994. Defining flour quality according to use. In B. Godon and C. Williem (Eds.).

Primary Cereal Processing. VCR, USA. p. 452−517.

Damardjati, D.S., S. Widowati, J. Wargiono, dan S. Purba. 2000. Potensi dan Pendayagunaan Sumber Daya Bahan Pangan Lokal Serealia, Umbi-umbian dan Kacang-kacangan untuk Penganekaragaman Pangan. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Tanaman Pangan. 24 hlm.

Departemen Perindustrian. 1990. Mi Kering. Standar Industri Indonesia (S11.0178 90). Departemen Perindustrian, Jakarta. 3 hlm. Dogget, K.A. and A.A. Gomes. 1984. Statistical Procedures and the Millets; Their

Com-Tabel 12. Komposisi kimia tepung sorgum selama penyimpanan dalam kemasan kantong plastik.

Varietas/komposisi Penyimpanan (bulan)

kimia 0 2 4 6 Isiap Dorado Air (%) 8,15 8,31 8,56 9,98 Abu (%) 1,22 1,15 1,19 1,10 Protein (%) 7,76 7,74 7,50 7,07 Serat kasar (%) 1,62 1,60 1,52 1,42 Pati (%) 73,18 73,09 72,98 69,99 Lokal Jeneponto Air (%) 8,15 8,22 8,43 9,70 Abu (%) 1,26 1,19 1,28 1,14 Protein (%) 7,08 6,98 6,39 6,13 Serat kasar (%) 1,78 1,74 1,68 1,55 Pati (%) 69,56 69,23 68,99 67,17 Sumber: Suarni (1999b).

kemasan kantong plastik, diikuti dalam karung plastik, kantong kertas, dan terendah daya simpannya adalah dalam karung goni. Perubahan komposisi kimia tepung sorgum selama penyimpanan dalam kemasan kantong plastik disajikan pada Tabel 12.

KESIMPULAN DAN SARAN

Tepung sorgum dapat digunakan sebagai bahan substitusi terigu dalam pembuatan kue kering hingga taraf 50−80%. Sub-stitusi perlu diikuti penambahan tepung maizena sebagai bahan perekat dan bumbu kue untuk menekan rasa sepat pada tepung sorgum.

Pada pembuatan kue basah (cake), substitusi tepung sorgum terhadap terigu berkisar 40−50%, sedangkan untuk pembuatan roti dan sejenisnya berkisar 20−25%, dan mi 15−20%. Warna olahan produk campuran tepung sorgum dan terigu kurang disukai panelis atau

konsumen, namun masalah ini dapat diatasi dengan menambahkan zat pe-warna yang diperbolehkan Departemen Kesehatan.

Daya simpan sorgum dalam bentuk tepung lebih tinggi dibanding dalam bentuk biji. Pengolahan biji sorgum menjadi tepung dianjurkan karena lebih efisien, fleksibel, dan mudah mengolah-nya menjadi aneka makanan.

Tekstur tepung sorgum belum dapat menyamai terigu. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk me-ngetahui karakteristik sifat fisik dan komposisi kimia biji atau tepung sorgum terutama varietas atau galur yang akan dan telah dilepas, agar pemanfaatannya lebih tepat.

Pembuatan kerupuk tidak memerlu-kan tepung dengan gluten tinggi seperti pada mi, roti, cake, dan cookies. Hal ini memberi peluang untuk diteliti lebih lanjut. Produk ini sudah memasyarakat, teknologi pengolahannya sederhana dan harganya terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat.

(7)

position and Nutrition Value. Academic Press, New York.

Ginting, E. dan B. Kusbiantoro. 1995. Peng-gunaan tepung sorgum komposit sebagai bahan dasar dalam pengolahan kue basah (cake). Dalam Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Tanaman Industri. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (4): 256−263.

Kuntowijoyo. 1991. Bergesernya pola pangan pokok di Madura. Pangan 11(9): 22−25. Lando, T., M. Yamin, Suarni, dan B. Prastowo.

1995. Perancangan dan pembuatan pe-nyosoh sorgum. Hasil Penelitian dan Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian Tahun XV. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain. hlm. 56−76.

Mudjisihono, R. dan D.S. Damardjati. 1987. Prospek kegunaan sorgum sebagai sumber pangan dan pakan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian VI(I): 1−5. Mudjisihono, R. 1994. Studi pembuatan roti dari

campuran tepung jagung dan sorgum. Jurnal Ilmu Pertanian 4(1): 16.

Nonci, N., Mappaganggang, dan Suarni. 1999. Penurunan kualitas biji sorgum oleh hama gudang. Prosiding Seminar Nasional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru, Palu 10−11 Oktober 1999. hlm. 365−372. Prastowo, B., Suarni, Subhana, Suardi, dan Yamin.

1997. Rekayasa Teknologi Mesin Penepung Sorgum dan Jewawut. Hasil Penelitian dan Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian Tahun XV. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain. hlm. 77−87.

Suarni dan B. Prastowo. 1995. Pemanfaatan tepung sorgum untuk industri pembuatan kue basah (cake). Dalam Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengem-bangan Agroindustri. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (4): 264−272.

Suarni. 1999a. Studi Komposisi Kimia Tepung Sorgum sebagai Bahan Substitusi Terigu. Tesis Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar. 88 hlm.

Suarni. 1999b. Studi penyimpanan tepung sorgum untuk bahan industri makanan. Prosiding Seminar Nasional Alih Teknologi Tepat Guna dan Pengembangan Industri Skala Kecil dan Menengah. PERTETA dan Universitas Padjadjaran, Bandung. hlm. 113−118. Suarni dan R. Patong. 1999. Peranan komposisi

asam amino tepung sorgum terhadap roti tawar hasil substitusi terigu. Prosiding Seminar Nasional Balai Pengkajian Tek-nologi Pertanian Biromaru, Palu 10−11 Oktober 1999. hlm. 287−292.

Suarni. 2000. Pembuatan mi tepung sorgum sebagai bahan substitutor terigu alternatif. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna. Kerja Sama Jurusan Teknologi Per-tanian Fakultas PerPer-tanian UNPAD, UPT BPT Tepat Guna, LIPI, PERTETA Cabang Bandung. hlm. 122−127.

Suarni, Suardi, dan M.S. Saenong. 2000. Pengaruh Serangan Sitophilus dan Beberapa Ke-masan terhadap Kualitas Tepung Sorgum. Makalah Disampaikan pada Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI, PPHI, dan HPTI, BPTPH Wilayah IX Maros. hlm. 64−69.

Suarni dan M. Zakir. 2000. Studi sifat fisikokimia tepung sorgum sebagai bahan substitusi terigu. Jurnal Penelitian Pertanian 20(2): 58−62. Suarni. 2001. Tepung Komposit Sorgum, Jagung,

dan Beras untuk Pembuatan Kue Basah (cake). Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia, Maros. Vol 6. hlm. 55−60. Suarni dan R. Patong. 2002. Tepung sorgum

sebagai bahan substitusi terigu. Jurnal Penelitian Pertanian 21(1): 43−47. Suarni dan S. Singgih. 2002. Karakteristik sifat

fisik dan komposisi kimia beberapa varietas/ galur biji sorgum. Jurnal Stigma X(2): 127−

130.

Suarni. 2004. Evaluasi sifat fisik dan kandungan kimia biji sorgum setelah penyosohan. Jurnal Stigma XII(1): 88−91.

Suwelo, 1.S. 1998. Sorgum dalam penganeka-ragaman penyediaan pangan. Dalam La-poran Lokakarya Sehari Prospek Sorgum sebagai Bahan Substitusi Terigu. PT ISM Bogasari Flour Mills, Jakarta.

Wall, J.S. and W.M. Ross. 1970. Sorghum Production and Utilization. The AVI Publishing Co. Inc., Westport Connecticut. p. 9−10.

Wijaya, B. 1998. Peluang dan prospek agribisnis/ agroindustri produk substitusi terigu. Dalam Laporan Lokakarya Sehari Prospek Sorgum sebagai Bahan Substitusi Terigu. PT ISM Bogasari Flour Mills, Jakarta.

Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.

Winarno, F.G. dan A.H. Pudjaatmaka. 1989. Gluten dalam Ensiklopedi Nasional In-donesia. Jilid 6. PT Cipta Adi Pustaka, Jakarta. hlm. 184.

Gambar

Tabel 3. Komposisi asam amino penyusun protein tepung sorgum dan terigu.
Tabel 5.    Komposisi kimia biji sorgum yang disosoh dan tidak disosoh.
Tabel 7.   Kandungan nutrisi kue kering pada berbagai tingkat substitusi tepung sorgum-terigu.
Tabel 10. Uji organoleptik dan volume adonan roti tawar hasil substitusi tepung sorgum dan terigu.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Agar tidak menimbulkan kesalahan dalam memahami skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Arisan Kelompenan (Studi kasus di Desa Semali Kecamatan Sempor

Menuangkan benda uji aspal ke dalam cawan benda uji sampai batas ketinggian pada cawan benda uji, tinggi benda uji tidak kurang dari 120% dari kedalaman jarum pada saat

Most sleeping bags are given a uniform rating to help you determine what temperature weather they are suitable for. For European sleeping bags, they are rated using the EN

Selanjutnya analisis dilakukan dengan menyusun matrik kekakuan elemen dalam sumbu global, menyusun matrik kekakuan struktur yang merupakan penjumlahan secara aljabar

Pada gambar 8 Dapat dilihat kondisi antena sebelum dan sesudah rancang bangun terdapat perbedaan dimana pada bawah antena yang sudah rancang bangun terdapat

(2015) tentang implementasi web semantik untuk aplikasi pencarian tugas akhir menggunakan ontologi dan cosine similarity, dikatakan bahwa pada umumnya sistem

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan menggunakan model 4-D Thiagarajan, Semel and Semel yang telah dimodifikasi menjadi tahap pendefinisian,

Ingo (隠語) yang dibentuk dari kata yang tidak mengalami perubahan dalam hal bunyi dan arti, tidak berarti menggunakan kata yang benar-benar sama dengan kata yang biasa