50 BAB III
AYAT DAN HADIS TENTANG AKHLAK BERTAMU A. Surat An-Nur Ayat 27-29
1. Asbabun Nuzul
Asbab an-Nuzul secara etimologi adalah sebab-sebab yang mengakibatkan turunnya ayat al-Qur’an. Secara terminologi, asbab an-nuzul adalah peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat atau surat pada waktu proses penurunan al-Qur’an. Seperti peristiwa yang terjadi pada saat turunnya al-Qur’an, lalu turun atau beberapa ayat yang menjelaskan hukum pada peristiwa tersebut atau seperti pertanyaan yang dihadapkan kepada Rasulullah SAW, lalu turunlah satu ayat atau beberapa ayat al-Qur’an yang di dalamnya terdapat jawabannya.
Adapun surat yang ke-24 bernama surat an-Nur artinya cahaya diambil dari sebuah ayat yang panjang, ayat 35 yang menerangkan, bahwa “Allah SWT adalah cahaya dari langit dan bumi”.1 Ayat ini telah menimbulkan berbagai rona tafsiran dan pendapat kefilsafatan dalam Islam atau dalam tasawuf yang amat mendalam. Diturunkan di Madinah, sehingga dinamakan surat Madaniyah, yang terdiri dari 64 ayat. Sebagaimana surat-surat yang diturunkan di Madinah sudah lebih banyak menjelaskan pembentukan masyarakat Muslim. Surat-surat yang diturunkan di Mekah lebih cenderung kepada pembentukan pribadi Muslim dan surat Madinah membentuk masyarakat Islam.
1
Karena di Mekah baru mengisi diri dengan iman dan akidah, untuk mendapat pribadi yang besar dengan iman, sedang di Madinah masyarakat yang beriman itu telah tumbuh. Masyarakat yang telah tumbuh inilah yang dipupuk oleh wahyu yang turun di Madinah.
Asbanun nuzul dari surat an-Nur ayat 27-29, diriwayatka oleh al-Faryabi dan Ibnu Jarir yang bersumber dari Adi bin Tsabit r.a dikisahkan bahwa seorang wanita Ansar mengadu kepada Rasulullah SAW. “Ya Rasulullah, aku berada di rumahku dalam keadaan tak ingin dilihat oleh orang lain. Akan tetapi, selalu saja ada laki-laki dari familiku yang masuk ke dalam rumahku. Apa yang harus aku lakukan?” maka turunlah surat an-Nur ayat ke-27 yang melarang kaum Mukmin memasuki rumah orang lain sebelum meminta izin dan
mengucapkan salam.2
Selanjutnya Ibnu Abi Hatim juga telah meriwayatkan sebuah hadis yang bersumber dari Muqatil bin Hibban. Ketika turun ayat yang memerintahkan meminta izin sebelum masuk ke rumah orang lain, Abu Bakar r.a bertanya kepada Rasulullah SAW. “Ya Rasulullah, bagaimana dengan pedagang-pedagang Quraisy yang hilir mudik ke Mekah, Madinah, Syam dan mereka mempunyai rumah-rumah tertentu di jalan, apakah mereka mesti izin dan memberi salam (ketika
memasukinya), padahal rumah-rumah tersebut tidak ada
penghuninya?” Maka Allah SWT menurunkan surat an-Nur ayat
2
29, yang membolehkan kaum Mukminin memasuki rumah yang disediakan bukan untuk tempat tinggal karena keperluan tertentu.
2. Munasabah dengan Ayat Sebelum dan Sesudahnya
Secara etimologi, al munasabah berarti musyakalah dan
al-muqarabah yang berarti saling menyerupai dan saling mendekati.
Secara terminologi, al-munasabah berarti adanya keserupaan dan kedekatan di antara berbagai ayat, surat dan kalimat yang
mengakibatkan adanya hubungan.3
Dalam ayat sebelumnya berisi tentang tuduhan terhadap
Aisyah, tuduhan yang dibuat-buat dan dusta, orang-orang
membicarakan fitnah yang ditujukan kepada Aisyah, Rasulullah SAW mengirim utusan kepada Aisyah: “Hai Aisyah bagaimana pendapatmu tentang ocehan orang mengenai dirimu?”. Aisyah menjawab: “Aku tidak akan memberikan sanggahan apa pun sehingga Allah SWT menurunkan sanggahan dari langit”. Maka Allah SWT menurunkan ayat ke-11 sampai ayat ke-26.4
Al-Biqa’i menghubungkan dengan ayat-ayat sebelumnya dari sisi bahwa apa yang dilakukan oleh orang-orang yang memfitnah itu pada hakikatnya adalah prasangka buruk yang ditanamkan oleh iblis dalam hati mereka terhadap orang-orang beriman. Dalam hal ini Allah SWT memerintahkan untuk menutup salah satu pintu masuknya setan,
3Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 91 4Qamaruddin Shaleh, Op. Cit., h. 354
dengan jalan memerintahkan kaum Muslimin untuk menghindari tempat dan sebab-sebab yang dapat menimbulkan kecurigaan dan prasangka buruk. Karena itu, dalam ayat ini diperintahkan untuk meminta izin sebelum memasuki rumah.
Kelompok ayat ini berbicara tentang akhlak kunjung-mengunjungi, yang merupakan bagian dari tuntunan Ilahi yang berkaitan dengan pergaulan sesama manusia, seperti apa yang dikemukakan bahwa surat ini mengandung sekian banyak ketetapan hukum-hukum dan tuntunan-tuntunan yang sesuai antara lain dengan pergaulan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Setelah memberi tuntunan menyangkut kunjungan ke rumah-rumah yang intinya melarang melihat apa yang dirahasiakan atau enggan dipertunjukkan oleh penghuni rumah, kemudian dilanjutkan dengan ayat selanjutnya tentang perintah memelihara pandangan dan kemaluan. Larangan ini sejalan pula dengan izin memasuki tempat-tempat umum. Karena di tempat-tempat umum apalagi yang jauh dari pemukiman seseorang, boleh jadi matanya menjadi liar dan dorongan seksual menjadi-jadi.
Thahir ibn Asyur menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya, bahwa setelah ayat yang sebelumnya menjelaskan ketentuan memasuki rumah, pada ayat selanjutnya diuraikan tentang akhlak yang harus diperhatikan bila seseorang telah berada di dalam
rumah, yakni tidak mengarahkan pandangan terhadap semua yang ada di dalam rumah, dan membatasi diri dalam pembicaraan.
3. Tafsir Ringkas
Hendaklah mereka tidak memasuki rumah orang lain sebelum meminta izin dan mengucapkan salam, agar tidak melihat aurat orang lain, tidak melihat yang tidak dihalalkan bagi mereka melihatnya, dan tidak mengetahui keadaan yang biasanya ditutupi oleh manusia agar tidak diketahui orang lain. Hendaklah seseorang meminta izin tidak lebih dari tiga kali, jika diberi izin maka dia boleh masuk, dan jika tidak maka hendaklah dia kembali.5
Meminta izin, mengucapkan salam dan menunggu hingga diberi izin itu lebih baik daripada masuk secara tiba-tiba atau daripada masuk seperti kebiasaan Jahiliyah. Pada masa Jahiliyah, apabila seseorang hendak memasuki rumah orang lain biasanya mengucapkan “Selamat pagi” atau “Selamat sore”, kemudian langsung masuk. Boleh jadi ketika itu dia mendapati penghuni rumah sedang berada dalam satu selimut bersama istrinya.
Jika tidak menemui seseorang di rumah itu yang berhak memberi izin, seperti hanya ada budak atau anak kecil, maka janganlah memasukinya sebelum diberi izin oleh orang yang berhak memberi izin, yaitu tuan rumah. Kecuali apabila terpaksa harus masuk segera,
5Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy, (Semarang: Toha Putra, 1989), Juz
seperti untuk memadamkan kebakaran, mencegah terjadinya kejahatan, atau lain sebagainya.
Jika tuan rumah menyuruh pulang atau kembali, maka hendaklah kembali. Yang demikian itu lebih baik, karena tuan rumah merasa takut dan tersakiti dengan berdiamnya orang lain di muka pintunya setelah permintaan izinnya ditolak, dan dapat menimbulkan fitnah karena tuan rumah akan dituduh buruk dengan berdiamnya orang lain di depan pintunya.
Tidak berdosa untuk memasuki rumah-rumah yang tidak disediakan untuk dihuni oleh suatu kaum tertentu, tetapi disediakan untuk dinikmati oleh siapa pun yang membutuhkannya, seperti tempat peristirahatan umum, tempat berlindung, kedai-kedai, perpustakaan, supermarket, tempat-tempat ibadah, kamar mandi umum, dan sebagainya, karena memang sejak semula dibangun, telah disiapkan dan dizinkan untuk dikunjungi.
Allah SWT Maha Mendengar apa yang diucapkan dengan lidah, berupa meminta izin dan mengucapkan salam, dan apa yang disembunyikan berupa keinginan untuk melihat aurat orang lain atau maksud lain yang merusak.
B. Hadis-hadis tentang Akhlak Bertamu
Hadis-hadis tentang akhlak bertamu, di antaranya adalah
1. Meminta Izin
ْنَع
ْنِم َعَلَّطا ًلًُجَر َّنَا ٍكِلاَم ِنْب ِسَنَا ْنَع ٍرْكَب ِبَِا ِنْب ِللها ِدْيَ بُع
ُللها ىَّلَص ِللها ُلْوُسَر ِوْيَلِا َماَقَ ف ْمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِِّبَِّنلا ِرَجُح ِضْعِب
ىَّلَص ِللها ِلْوُسًر َلَِا ُرُظْنَا ِّنَِّاَكَف َلاَق َصِقاَشَم ْوَا ٍصَقْشِِبِ ْمَّلَسَو ِوْيَلَع
ُوَنَعْ َيِل ُوُلِ َْ ْمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها
(
دوادوبا هاور
)
Artinya:“Dari Ubaidillah bin Abu Bakar, dari Anas bin Malik, sesungguhnya ada seorang lelaki yang melongok (mengintip) kamar para istri Nabi SAW, maka Nabi menghampirinya dengan membawa sebuah anak panah yang tajam” (H.R. Abu Dawud)6
Apabila telah meminta izin sampai tiga kali, namun tidak ada izin, maka hendaklah kembali dan jangan masuk dengan cara memaksa. Dan jangan pula menunggu di depan pintu terlalu lama. Akan lebih baik jika kembali.
2. Mengucapkan Salam
َلاَق ُوْنَع ُللها َ ِ َر ٍسَنَا ْنَع
:
ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ُلْوُسَر ِلَ َلاَق
َمَّلَسَو
:
ىَلَعَو َكْيَلَع ًةَكَرَ ب ْنُكَت ْمِّلَسَف َكِلْىَا ىَلَع َتْلَخَد اَذِا ََّنَُ باَي
َكِلْىَا
)
ىذمترلا هاور
(
Artinya:“Dari Anas r.a berkata, Rasulullah SAW berwasiat kepadaku Wahai anak kecilku jika kamu akan masuk ke rumah keluargamu maka
6Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih Sunan Abu Dawud, (Jakarta: Pustaka
sampaikanlah salam agar menjadi berkah atasmu dan keluargamu”
(H.R. Tirmidzi)7
Sebelum memasuki rumah hendaklah mengucapkan salam, baik itu ke rumah orang lain walaupun ke rumah sendiri. Jangankan sebelum memasuki rumah orang lain, ketika bertemu pun kita dianjurkan untuk mengucapkan salam.
َلاَق ِااَرَ بْلا ْنَع
:
َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ُلْوُسَر َلاَق
:
ِْيَْمِلْسُم ْنِماَم
اَقَِترْفَ ي ْنَا َلْبَ ق اِمَُلَ َرِفُغ َّلَِّا ِناَحَفاَصَ َيَ ف ِناَيِقَ ْلَ ي
)
دوادوبا هاور
(
Artinya:“Dari Al Barra berkata, Rasulullah SAW bersabda, tidaklah dua orang muslim yang saling bertemu lalu keduanya saling berjabat tangan, kecuali diampuni dosa keduanya sebelum keduanya saling berpisah” (H.R. Abu Dawud)8
Mengucapkan salam antara sesama Mukmin adalah akhlak yang baik dan diperintahkan dalam ajaran Islam, dimana saja mereka bertemu.
َلاَق َ َرْ يَرُى ِبَِا ْنَع
:
ْتَلاَح ْنِاَف ِوْيَلَع ْمِّلَسُيْلَ ف ُهاَخَا ْمُكُدَحَا َ ِقَل اَذِا
اًضْيَا ِوْيَلَع ْمِّلَسُيْلَ ف ُوَيِقَل َُّثُ ٌراَدِج ْوَا ٌ َرَجَش اَمُهِنْيَ ب
(
دوادوبا هاور
)
Artinya:“Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, apabila seseorang di antara kalian berjumpa dengan saudaranya (orang lain) maka hendaklah ia mengucapkan salam kepadanya. Dan apabila di antara mereka ada sebuah pohon, tembok atau batu, kemudian mereka berjumpa lagi,
7Imam Ghozali, Prinsip-prinsip Ajaran Islam tentang Salam, (Jakarta: Akademika
Pressindo, 1990), h. 95-96
maka hendaknya ia kembali mengucapkan salam” (H.R. Abu
Dawud)9
Apabila berkunjung ke rumah orang lain atau bertamu, hendaklah terlebih dahulu kita mengucapkan salam, begitu juga ketika kita akan kembali atau meninggalkan rumah tersebut, ucapkanlah salam.
3. Sikap Jika Tidak Menemui Tuan Rumah
ُوْنَع ُللها َ ِ َر َ َرْ يَرُى ِبَِا ْنَع
:
َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ُلْوُسَر َّنَا
َلاَق
:
ٍنْذِا ِْ َ ِب َكْيَلَع َعَلَّطا ًلًُجَر َّنَا ْوَل
،
ُوَنْ يَع َتْاَقَفَ ف ٍ اَصَِبِ ُوَ ْ فَذَخَف
ٍااَنُج ْنِم َكْيَلَع َناَك اَم
(
ملسلما هاور
)
Artinya:“Dari Abu Hurairah r.a bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: seandainya ada seseorang yang mengintip ke rumahmu tanpa meminta izin, lalu kamu melemparinya dengan kerikil hingga kamu dapat mencungkil matanya, maka kamu tidak berdosa” (H.R.
Muslim)10
Jika tidak menemui seorang pun di rumah, maka janganlah kita melihat-lihat ke dalam rumah, walaupun kita sudah merasa dekat dengan orang tersebut.
9Muhammad bin Jamil Zainu, Pribadi dan Akhlak Rosul, (Jedah: Darul Khoroz, 2006), h.
234
10Muhammad Nashiruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka
4. Sikap di dalam Rumah
ِّيِرْدُْاا ٍدْيِعَس ِبَِا ْنَع
اَذِا َناَك ْمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها َلْوُسَر َّنَا ،
ِهِدَيِب َ َ ْحا ،َسَلَج
)
دوادوبا هاور
(
Artinya:“Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, Rasulullah SAW jika duduk (maka beliau akan) mendekap tangannya” (H.R. Abu Dawud)11
Ketika telah berada di dalam rumah, jangan langsung duduk tanpa adanya tuan rumah mempersilakan untuk duduk terlebih dahulu. Karena jika langsung duduk tanpa adanya tuan rumah mempersilakan, maka itu tidaklah baik, karena merupakan salah satu akhlak dalam bertamu.
5. Bertamulah Sesuai dengan Batas Waktu yang Telah Ditentukan
ْنَع
َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها َلْوُسَر َّنَا َِّبِْعَكْلا ٍحْيَرُش ِبَِا
َوُهَ ف َكِلَذ َدْعَ ب ِوْيَلَع َقِفْنُا اَمَو ٌةَلْ يَلَو ٌمْوَ ي ُوُتَزِااَجَو ٍماَّيَا ُةَث َلًَث ُةَفاَيِّضلا
ُوَجِرُْ َّ َح ُهَدْنِع َيِوْ َ ي ْنَا ُوَل لُّلَِ َلََّو ٌةَقَدَص
(
يذمترلا هاور
)
Artinya:“Dari Abu Syuraih Alka’bi bahwa Rasulullah SAW bersabda bertamu itu (batasannya) adalah tiga hari, sedangkan lamanya bertamu secara syar'i adalah sehari semalam, dan apa yang diinfakkan kepadanya setelah itu adalah bernilai sedekah, tidak boleh seorang tamu tinggal lebih lama pada orang lain sampai menyusahkan penghuninya” (H.R.
Tirmidzi)12
Jika bertamu ke rumah orang lain, bertamulah sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan, jangan sampai melebihi karena bisa
11Muhammad Nashiruddin Al Albani, Op. Cit., h. 327 12
membuat tuan rumah merasa susah, bahkan tuan rumah tidak memiliki waktu yang banyak untuk melayani tamunya.