• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES KOAGULASI-FLOKULASI DAN FITOREMEDIASI DALAM MENDEGRADASI POLUTAN PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSES KOAGULASI-FLOKULASI DAN FITOREMEDIASI DALAM MENDEGRADASI POLUTAN PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES KOAGULASI-FLOKULASI DAN FITOREMEDIASI

DALAM MENDEGRADASI POLUTAN PADA LIMBAH CAIR

INDUSTRI TAHU

TUGAS AKHIR

AGUS FARYANDI NIM. 140702037

Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Teknik Lingkungan

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

BANDA ACEH 2020 M/1441 H

(2)
(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PROSES KOAGULASI-FLOKULASI DAN FITOREMEDIASI DALAM MENDEGRADASI POLUTAN PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

(4)
(5)

iv ABSTRAK

Nama : Agus Faryandi

NIM : 140702037

Program Studi : Teknik Lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Judul : Proses Koagulasi-Flokulasi Dan Fitoremediasi Dalam

Mendegradasi Polutan Pada Limbah Cair Industri Tahu Tanggal Sidang : 19 Agustus 2020

Tebal Skripsi : 52 Halaman

Pembimbing I : Teuku Muhammad Ashari, S.T., M.Sc. Pembimbing II : Yeggi Darnas, M.T.

Kata Kunci : Limbah Tahu, Koagulasi-Flokulasi, Fitoremediasi, Turbiditas, COD dan pH

Air limbah industri tahu harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kadar polutan dalam air limbah tahu sesuai dengan baku mutu air limbah. Dalam penelitian ini dilakukan proses pengolahan koagulasi-flokulasi dengan menggunakan serbuk biji kelor dan pengolahan fitoremediasi dengan menggunakan tanaman eceng gondok untuk menurunkan kadar Turbiditas, COD serta menetralkan pH dalam air limbah sebanyak 15 liter. Proses pengolahan koagulasi-flokulasi menggunakan serbuk biji kelor yaitu sebanyak 5 g/l dengan menggunakan alat jar test. Pada pengadukan cepat dilakukan dengan kecepatan 180 rpm selama 5 menit, kemudian dilanjutkan dengan pengadukan lambat dengan kecepatan 80 rpm selama 20 menit dan waktu pengendapan selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan proses fitoremediasi dengan tanaman eceng gondok sebanyak 5 kg dan dianalisis setiap 5 hari sekali selama 10 hari yaitu pada H1, H5 dan H10. Berdasarkan hasil penelitian metode koagulasi-flokulasi dengan serbuk biji kelor mampu meningkatkan nilai pH sebanyak 6,0 sehingga memenuhi baku mutu air limbah, sedangkan kadar turbiditas dan COD belum memenuhi baku mutu. Sedangkan proses fitoremediasi dapat menurunkan kadar pH, turbiditas dan COD sehingga memenuhi baku mutu. Tingkat kenaikan pH paling optimum yaitu pada H10 sebanyak 6,9. Tingkat penurunan kekeruhan paling optimum yaitu pada H10 sebanyak 12,78 NTU dengan persentase penurunan sebesar 95,57%. Serta tingkat penurunan COD paling optimum yaitu pada H10 sebanyak 190 ppm dengan persentase penurunan sebesar 62,15%.

(6)

vi

Segala puji hanya milik Allah SWT, Dia-lah yang telah menganugerahkan al-Qur’an sebagai hudan lin naas (petunjuk bagi seluruh manusia) dan rahmatan lil‘alamin (rahmat bagi segenap alam). Dia-lah yang Maha Mengetahui makna dan maksud kandungan al-Qur’an. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW utusan dan manusia pilihan, dialah penyampai, pengamal dan penafsir pertama al-Qur’an.

Dengan pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “Proses Koagulasi-Flokulasi Dan Fitoremediasi Dalam Mendegradasi Polutan Pada Limbah Cair Industri Tahu”. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

Selama persiapan penyusunan Tugas Akhir ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah, Mamak dan Kakak yang telah memberikan dukungan, bimbingan dan selalu memberikan untaian do’a nya agar dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

2. Ibu Dr. Eng. Nur Aida, M.Si. selaku ketua Prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

3. Ibu Yeggi Darnas, S.T., M.T selaku koordinator Tugas Akhir Prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

4. Bapak Teuku Muhammad Ashari, M.Sc. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam pengerjaan Tugas Akhir Prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

(7)

vii

5. Ibu Yeggi Darnas, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam pengerjaan Tugas Akhir Prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

6. Seluruh dosen-dosen Program Studi Teknik Lingkungan yang telah memotivasi dan mengajari penulis tentang ilmu-ilmu dalam Teknik Lingkungan.

7. Saudari Nur Intan Masyitah yang selalu mensuport, memberi semangat dan mendorong dalam pembuatan Tugas Akhir ini.

8. Octavianing Aulia Fertina, Feditia Ramadhan, Ridha Ferizal Woodya dan seluruh keluarga yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu mendukung dan memberi semangat.

9. Muhammad Iksan, Muhammad Arif Nikho, Endi Kusnadi, Syamsud Dhuha, dan seluruh teman-teman Teknik Lingkungan dan Khususnya angkatan 2014. 10. Dan semua pihak yang telah membantu dalam proses menyelesaikan Tugas

Akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT., berkenan membalas segala kebaikan dari semua pihak yang telah membantu. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Teknik Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun tetap penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan Tugas Akhir ini.

Banda Aceh, 19 Agustus 2020 Penulis,

(8)

viii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Limbah 2.2 Limbah Cair Tahu 2.3 Karakteristik Limbah Cair Tahu 2.6.1 Koagulasi-Flokulasi 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.4.1 Rancangan Eksperimen Proses Koagulasi-Flokulasi ... 1 ... 1 ... 4 ... 4 ... 4 ... 5 ... 5 ... 5 ... 6

2.4 Baku Mutu Limbah Cair Industri Tahu ... 9

2.5 Dampak Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Lingkungan ... 10

2.6 Pengolahan Limbar Cair Industri Tahu ... 11

... 11

2.6.2 Fitoremediasi ... 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 18

... 18

3.1.1 Waktu Penelitian ... 18

3.1.2 Tempat Penelitian ... 18

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 18

3.3 Metode Pengumpulan Data... 19

(9)

ix

3.4.2 Proses Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Eceng Gondok

3.6 Diagram Alir Penelitian

4.1 Kualitas Limbah Cair Tahu Sebelum Dioalah 4.1.1 Proses Pengambilan Sampel

4.1.2 Karakteristik Awal Limbah Cair Tahu

4.2 Penurunan Kadar Limbah Cair Tahu dengan Proses Koagulasi- Flokulasi Menggunakan Bubuk Biji Kelor

4.2.1 pH

4.3 Pengaruh Proses Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Eceng

4.3.1 pH

5.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN A LAMPIRAN C

Menggunakan Bubuk Biji Kelor ... 20

... 21

3.5 Analisa Data... 23

... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

... 25 ... 25 ... 26 ... 27 ... 29 4.2.2 Turbiditas ... 29 4.2.3 COD ... 30 Gondok ... 32 ... 34 4.3.2 Turbiditas ... 35 4.3.3 COD ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

... 41 5.2 Saran ... 42 ... 43 ... 47 LAMPIRAN B ... 48 ... 49

(10)

x

- Flokulasi Menggunakan Bubuk Biji Kelor ... 21

... 23

... 25

Menggunakan Bubuk Biji Kelor ... 27

... 28

... 28

Setelah Proses Koagulasi-Flokulasi ... 29

Tahu Setelah Proses Koagulasi-Flokulasi ... 30

Setelah Proses Koagulasi-Flokulasi ... 31

Gambar 4.10 Grafik Kenaikan Kadar Parameter pH Limbah Cair Tahu Per 5 Gambar 4.11 Grafik Kenaikan Kadar Parameter Turbiditas Limbah Cair Tahu Per 5 Hari ... 36

Gambar 4.12 Grafik Kenaikan Kadar Parameter COD Limbah Cair Tahu Per Gambar 4.9 Proses Pengolahan Limbah Cair Tahu dengan Metode Gambar 4.7 Grafik Kenaikan Kadar Parameter COD Limbah Cair Tahu Gambar 4.6 Grafik Kenaikan Kadar Parameter Turbiditas Limbah Cair Gambar 4.5 Grafik Kenaikan Kadar Parameter pH Limbah Cair Tahu Gambar 4.4 Proses Pengadukan Lambat Menggunakan Jar Test Gambar 4.3 Proses Pengadukan Cepat Menggunakan Jar Test Gambar 4.2 Pembuatan Koagulan Alami Untuk Proses Koagulasi-Flokulasi Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Limbah Cair Tahu dengan Proses Gambar 3.2 Diagram Alir Pengolahan Limbah Cair Tahu dengan Koagulasi Koagulasi-Flokulasi dan Fitoremediasi Gambar 4.1 Industri Tahu Tempat Pengambilan Sampel Limbah Cair Tahu Gambar 3.3 Desain Reaktor Fitoremediasi ... 22

Gambar 3.5 Diagram Alir Penelitian ... 24

Gambar 4.8 Proses Penimbangan Tanaman Eceng Gondok ... 32

Fitoremediasi ... 33

Hari ... 34

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Domestik ... 9

Tabel 4.1 Hasil Uji Kualitas Sampel Awal Limbah Cair Tahu ... 26

Tabel 4.2 Hasil Uji Kualitas Limbah Cair Tahu Setelah Proses Koagulasi- Flokulasi ... 28

Tabel 4.3 Hasil Uji Kualitas Limbah Cair Tahu Setelah Proses Fitoremediasi ... 33

Tabel 4.4 Hasil Uji Kualitas Parameter pH ... 34

Tabel 4.5 Hasil Uji Kualitas Parameter Turbiditas ... 36

(12)

xii

Lampiran B Tabel Jadwal Penelitian ... 48 Lampiran B Dokumentasi Penelitian ... 49

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tahu adalah salah satu produk pangan yang merupakan produk olahan dari kacang kedelai yang dibuat dengan cara pemekatan protein kedelai yang dicetak melalui proses pengendapan protein tanpa penambahan unsur-unsur lain yang tidak diizinkan. Tahu mengandung protein yang tinggi, sehingga banyak dikonsumsi di Indonesia sebagai lauk. Selain itu, protein yang terdapat di dalam tahu juga menjadi sumber protein substitusi bagi orang yang tidak mengonsumsi produk hewani (vegetarian/vegan) (Sally, dkk., 2019). Tahu memiliki protein nabati kualitas terbaik karena mempunyai komposisi asam amino paling lengkap dan diyakini memiliki daya cerna yang tinggi (85%-98%) (Widaningrum, 2015).

Menurut Yudhistira dkk. (2016), produksi tahu yang terdapat di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh masyarakat yang termasuk golongan menengah ke bawah. Produksi tahu yang dilakukan masih secara tradisional, sehingga tidak adanya sistem yang mengatur pembuangan hasil limbah dari pembuatan tahu tersebut. Limbah dari pembuatan tahu dibuang ke selokan atau badan air tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu sehingga mengakibatkan dampak buruk bagi kualitas air.

Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan dua jenis limbah yaitu dapat berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat tahu berupa ampas kedelai yang berasal dari proses penyaringan dan penggumpalan kacang kedelai menjadi tahu. Limbah cair tahu berupa sisa air perendaman, sisa air tahu yang tidak menggumpal, serta limbah cair keruh bewarna kuning muda keabu-abuan yang dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengempresan dan pencetakan tahu sehingga kualitas limbah cair yang dihasilkan sangat tinggi (Kaswinarni, 2007).

Umumnya, limbah padat tahu cenderung tidak terlalu mengganggu karena lebih mudah penanganannya dan dimanfaatkan langsung untuk berbagai keperluan, diantaranya untuk pakan ternak. Selain untuk pakan ternak limbah

(14)

padat tahu dapat diolah untuk berbagi macam kebutuhan seperti tempe gembus, kerupuk ampas tahu dan roti kering (Kaswinarni, 2007). Sedangkan limbah cair tahu menghasilkan berbagai macam polutan organik yang cukup tinggi serta padatan tersuspensi maupun terlarut yang dapat mengganggu kehidupan di air yang kemudian menyebabkan kerusakan ekosistem di badan air. Beberapa pencemaran yang terjadi pada badan air disebabkan oleh limbah cair tahu yaitu oksigen terlarut rendah, air menjadi kotor dan bau tidak sedap. Limbah cair tahu yang kaya bahan organik dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi di badan air yang kemudian menyebabkan kematian biota air (Ratnani, 2011).

Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 81 tahun 2001 tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, definisi pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Undang-undang RI No. 23 tahun 1997 tentang pengolahan lingkungan hidup terdapat pada pasal 20 ayat 4 yaitu bagi setiap usaha atau kegiatan yang menghasilkan limbah, pada umumnya limbah ini harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke media lingkungan sehingga tidak menimbulkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.

Mengingat tingginya potensi pencemaran perairan akibat limbah cair industri tahu, maka diperlukan strategi pengendalian pencemaran tersebut dengan mengolah limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan sebagai salah satu upaya penyehatan lingkungan. Pengolahan dilakukan agar limbah cair yang dilepaskan ke badan air sesuai dengan baku mutu limbah cair tahu (Ruhmawati, dkk., 2017).

Limbah cair tahu dapat diolah dengan beberapa proses pengolahan, seperti menggunakan proses fisik, kimia ataupun biologis maupun kombinasi ketiga proses tersebut. Telah banyak penelitian yang membahas pengolahan limbah cair tahu agar sesuai baku mutu. Beberapa penelitian di antaranya yaitu penggunaan arang aktif, koagulasi dan flokulasi serta fitoremediasi menggunakan tumbuhan.

Pengolahan limbah cair tahu menggunakan koagulasi dan flokulasi merupakan upaya untuk mereduksi kandungan padatan terlarut maupun

(15)

3

tersuspensi yang terdapat dalam limbah cair. Tapi biasanya proses koagulasi dan flokulasi ini tidak mampu menurunkan kadar polutan hingga sesuai baku mutu. Sedangkan proses fitoremediasi merupakan metode menanggulangi pencemaran air dengan menggunakan tanaman air sebagai media untuk menyerap limbah dan tidak membutuhkan biaya operasional yang tinggi dan cukup ekonomis dibandingkan dengan metode pengolahan limbah yang lain. Namun, proses ini membutuhkan waktu yang lama dalam menurunkan kadar polutan pada limbah cair.

Salah satu koagulan alami yang dijadikan sebagai alternatif dalam pengolahan limbah cair yang ramah lingkungan yaitu biji kelor (Moringa oleifera) yang berasal dari familia Moringaceae. Kelor merupakan tumbuhan jenis perdu dengan tinggi batang 7-11 meter, berbatang lunak dan rapuh dengan daun sebesar ujung jari berbentuk bulat telur dan tersusun majemuk. Kelor memiliki manfaat pada setiap bagiannya. Biji kelor yang sudah tua dapat dijadikan sebagai koagulan penjernih air dan limbah cair. Biji kelor mengandung zat aktif yang dapat membantu menurunkan gaya tolak menolak antara partikel koloid dalam air (Sari, 2017).

Selain pengolahan dengan koagulan alami ada proses biologi yang menggunakan metode pengolahan air limbah dengan cara proses fitoremediasi manggunakan tanaman eceng gandok. Tanaman eceng gondok mempunyai daya tahan yang cukup kuat dan tidak mudah mati serta mempunyai akar serabut yang sangat lebat sehingga penyerapan terhadap bahan pencemar unsur hara yang dibutuhkan relatif besar (Eka. dkk, 2010).

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, supaya tidak membutuhkan waktu yang lama dalam menurunkan kadar polutan limbah cair tahu yang sesuai dengan baku mutu maka dilakukan penelitian tentang proses koagulasi-flokulasi dan fitoremediasi dalam mendegradasi polutan pada limbah cair tahu. Pada penelitian ini, proses koagulasi-flukolasi dilakukan dengan menggunakan serbuk biji kelor sebagai koagulan dan tanaman eceng gondok sebagai fitoremediasi.

(16)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kemampuan bubuk biji kelor dijadikan sebagai koagulan alami dalam penurunan Turbiditas, COD dan pH dalam proses pengolahan limbah cair tahu ?

2. Bagaimana pengaruh koagulasi dan flokulasi dan fitoremediasi dalam penurunan kadar turbiditas, pH dan COD pada polutan limbah cair tahu? 3. Bagaimana pengaruh koagulasi dan flokulasi dan fitoremediasi dalam

mempercepat waktu untuk menurunkan kadar polutan limbah cair tahu ditinjau dari parameter turbiditas, pH dan COD?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kemampuan bubuk biji kelor sebagai koagulan alami dalam penurunan Turbiditas, COD dan pH pada pengolahan limbah cair tahu.

2. Mengetahui bagaimana pengaruh koagulasi dan flokulasi dan fitoremdiasi dalam penurunan kadar turbiditas, pH dan COD pada polutan limbah cair tahu.

3. Mengetahui bagaimana pengaruh koagulasi dan flokulasi dan fitoremediasi dalam mempercepat waktu untuk menurunkan kadar polutan limbah cair tahu ditinjau dari parameter turbiditas, pH dan COD.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Teknologi yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh industri tahu dalam mengatasi limbah cair yang dihasilkan.

2. Untuk mengetahui efektivitas dari kombinasi antara koagulasi dan flokulasi dengan fitoremediasi dalam mendegradasi polutan limbah cair tahu.

(17)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Limbah

Limbah merupakan buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi (Endahwati dan Suprihatin, 2009). Pengertian air limbah adalah air yang telah digunakan manusia dalam berbagai aktivitasnya. Air limbah tersebut dapat berasal dari aktivitas rumah tangga, perkantoran, pertokoan, fasilitas umum, industri maupun dari tempat-tempat lain. Atau, air limbah adalah air bekas yang tidak terpakai yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia dalam memanfaatkan air bersih (Supriyatno, 2000).

Menurut Khaliq (2015), berdasarkan karakteristik air limbah dibagi menjadi dua, yaitu: limbah domestik merupakan limbah yang berasal buangan dari rumah tangga, rumah makan, rumah sakit, apotek dan sebagainya yang di dalam limbah tersebut terdapat zat-zat organik yang berupa zat padat maupun cair, bahan berbahaya dan beracun, garam terlarut serta bakteri terutama dari golongan fekal coli, jasad dan parasit. Dan limbah non domestik, limbah ini berasal dari limbah industri yang sangat bervariasi. Limbah ini mengandung zat-zat berbahaya seperti nitrogen, fosfor, sulfur, mineral serta zat yang lainnya yang berdampak buruk terhadap lingkungan.

2.2. Limbah Cair Tahu

Tahu merupakan makanan yang terbuat dari bahan dasar kacang kedelai yaitu dengan cara memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein dimana air dan protein merupakan komponen terbesar dalam proses pembuatannya. Industri tahu kebanyakan merupakan usaha kecil dan menengah dengan teknis pengolahan yang masih sederhana sehingga limbah yang dihasilkan dapat berdampak buruk terhadap lingkungan (Wahistina, dkk., 2013).

Menurut Handayani dan Niam (2018), limbah hasil produksi tahu terdiri dari 2 macam yaitu: limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau yang biasa

(18)

disebut ampas merupakan sisa pengolahan bubur kedelai. Ampas ini memiliki bau yang tidak sedap dan cepat basi jika tidak diolah segera dengan cepat. Apabila tidak diolah atau ditangani dalam waktu 12 jam, ampas tahu akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Belum ada dampak negatif terhadap lingkungan yang dirasakan dari limbah padat atau ampas tahu yang dihasilkan. Biasanya ampas tahu dimanfaatkan untuk makanan ternak atau dijadikan bahan pangan yang lain karena ampas tahu masih mengandung sekitar 5% protein sehingga masih layak untuk digunakan. Limbah cair tahu adalah limbah yang berbentuk cairan yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu. Limbah cair industri tahu berasal dari sisa air tahu yang tidak menggumpal dan potongan tahu yang hancur karena kurang sempurnanya proses penggumpalan. Limbah cair tahu merupakan masalah serius dalam pencemaran lingkungan, karena apabila limbah cair tahu langsung dibuang ke sungai akan menimbulkan bau busuk dan mengakibatkan sumber air menjadi tercemar. Limbah cair tahu mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut yang akan mengalami perubahan fisika, kimia dan biologis yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman dimana kuman tersebut dapat berupa kuman penyakit ataupun kuman yang merugikan baik pada tahu sendiri maupun tubuh manusia.

Lokasi industri tahu kebanyakan menyatu dengan pemukiman penduduk sehingga dapat menimbulkan permasalahan dengan warga sekitar apabila limbah tahu yang dihasilkan tidak diolah terlebih dahulu sebelum di buang. Limbah cair tahu merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan. Pencemaran akibat limbah cair tahu dapat berupa: oksigen terlarut rendah, air menjadi kotor dan bau yang menyengat. Limbah cair tahu mengandung zat organik yang dapat menyebabkan pesatnya pertumbuhan mikroba dalam air. Hal tersebut akan mengakibatkan kadar oksigen dalam air menurun tajam. Limbah cair tahu juga mengandung zat tersuspensi, sehingga mengakibatkan air menjadi kotor/keruh (WHO, 2001).

2.3. Karakteristik Limbah Cair Tahu

Karakteristik limbah cair industri tahu meliputi dua hal, yaitu karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi,

(19)

7

suhu, warna dan bau sedangkan karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam industri tahu yaitu berupa protein 40%-60%, karbohidrat 25%-60%, lemak 10%, COD 400-1400 ppm, pH 4-5 dan BOD 3.000-4.000 mg/L (Lestari, 2016).

Pada umumnya suhu limbah cair tahu lebih tinggi dari bakunya, berkisar antara 40ºC sampai 46ºC. Suhu buangan industri tahu ini berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah tahu yang tinggi dapat menyababkan suhu di lingkungan perairan meningkat sehingga akan mepengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas dan tegangan permukaan (Devi, 2018).

Selain itu juga, pada limbah cair industri tahu mengandung beberapa gas. Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah industri tahu adalah Oksigen (O2),

Hidrogen Sulfida (H2S), Amonia (NH3), Karbondioksida (CO2) dan Metana

(CH4). Gas-gas yang terkandung pada limbah industri tahu tersebut diakibatkan

oleh dekomposisi bahan-bahan organik dalam limbah tahu tersebut (Herlambang, 2002).

Limbah cair tahu ini merupakan limbah organik yang sangat mudah terurai oleh mikroorganisme secara alamiah, tetapi jika limbah organik ini tidak diolah terlebih dahulu dan langsung dibuang kelingkungan perairan seperti sungai, danau dan yang lainnya, maka bahan-bahan organik tersebut menghasilkan senyawa organik turunan yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya (Nasik, 2015).

Menurut Devi (2018), secara umum limbah cair memiliki tiga karakteristik yaitu karakteristik fisika, kimia dan biologi. Akan tetapi biasanya, limbah cair tahu hanya terdiri dari dua karakteristik yaitu fisika dan kimia. Parameter yang digunakan untuk menunjukkan karakter air buangan industri tahu adalah:

1. Kekeruhan (turbiditas)

Kekeruhan (turbiditas) adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk menentukan keadaaan air sungai. Kekeruhan ini disebabkan oleh adanya campuran benda-benda koloid di dalam air. Pada permukaan air, kekeruhan disebabkan karena adanya butiran-butiran halus atau yang disebut

(20)

koloid. Umumnya, butir-butir koloid ini terbentuk dari bahan tanah liat, makin banyak koloid maka air akan semakin keruh (Irwanto, 2011).

Menurut Putri dan Harmadi (2018), tingkat kekeruhan (turbiditas) di ukur dengan menggunakan turbidimeter dalam satuan NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Untuk air bersih, tingkat kekeruhan yang bisa digunakan yaitu 25 NTU. Penambahan koagulan dan flokulan dapat menghilangkan kekeruhan di dalam limbah. Koagulan bekerja dengan cara mengikat kotoran atau partikel-partikel yang terdapat di dalam limbah yang selanjutnya flokulan akan menjadikan partikel-partikel tersebut berikatan dan menggumpal menjadi gumpalan dengan ukuran yang lebih besar sehingga akan lebih mudah mengendap (Hendrawati, dkk., 2015).

2. Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dan anorganik. Penurunan COD disebabkan karena senyawa-senyawa yang diukur tidak dapat dipecahkan secara biokimia sehingga dibutuhkan oksigen untuk mengoksidasi senyawa-senyawa tersebut. COD merupakan penguraian bahan organik yang terdapat di dalam air secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat yaitu kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat sehingga mampu mengoksidasi berbagai macam bahan organik baik yang mudah terurai atau yang kompleks (Rizki, dkk., 2015).

Uji COD merupakan uji kimia yang di dalam proses analisisnya tidak dipengaruhi oleh aktivitas bakteri, sehingga waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan dengan uji BOD. Oleh karena itu, tidak perlu dikhawatirkan adanya senyawa yang terkandung di dalam limbah yang bersifat toksik bagi mikroorganisme yang dapat mengganggu proses analisis (Hidayat, 2016).

3. pH (Derajat Keasaman)

pH merupakan salah satu pengukuran yang sangat penting dalam berbagai cairan proses industri, farmasi, manufaktur, produksi makanan dan sebagainya. pH adalah pengukuran ion Hidrogen dalam suatu larutan. Apabila pH dalam suatu

(21)

9

larutan rendah disebut asam (acid) sedangkan pH yang tinggi disebut basa (alkali). Skala pH terentang dari 0 (asam kuat) sampai 14 (basa kuat) dan dengan 7 (netral) adalah nilai tengah mewakili air murni (Sari, 2019).

Pemeriksaan pH pada air limbah sebelum dilakukan pengolahan sangat perlu dilakukan. Hal ini disebabkan karena limbah cair industri tahu memiliki sifat cenderung asam sehingga zat-zat yang terkandung di dalam limbah akan mudah terlepas dan menguap serta mengeluarkan bau busuk. pH sangat berpengaruh dalam proses pengolahan limbah. Karena apabila pH terlalu rendah yang terdapat di dalam limbah akan menyebabkan terjadinya penurunan oksigen terlarut. Baku mutu yang ditetapkan sebesar 6 - 9. Oleh karena itu, untuk mencapai pH yang optimal perlu ditambahkan larutan penyangga sebelum melakukan pengolahan (Devi, 2018).

2.4. Baku Mutu Limbah Cair Industri Tahu

Dalam rangka untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair ke media lingkungan yang harus sesuai dengan baku mutu limbah cair dan baku mutu kesehatan lingkungan. Baku mutu limbah cair yang diperbolehkan untuk dialirkan ke badan air sudah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014. Permen LH ini sangat penting karena mengatur ambang batas limbah cair yang boleh dilepaskan ke badan air, dengan Permen LH ini perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup dapat terjaga dan terjamin mutunya. Salah satu industri yang diatur dalam Permen LH adalah industri pengolahan kedelai menjadi tahu. Baku mutu limbah cair industri tahu dapat dilihat pada tabel 2.1 (Permen LH, 2014).

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan atau kegiatan Pengolahan Kedelai

Parameter

Pengolahan Kedelai Tahu

Kadar (mg/L) Beban (kg/ton)

BOD 150 3

COD 300 6

(22)

Lanjutan Tabel 2.1

Parameter

Pengolahan Kedelai Tahu

Kadar (mg/L) Beban (kg/ton)

pH 6 – 9

Turbiditas 25 NTU

Kualitas air limbah paling tinggi (m3/ton) 20 (Sumber: Permen LH 2014)

Baku mutu yang sudah ditetapkan dalam Permen LH harus dilaksanakan oleh semua industri tahu. Dengan adanya peraturan ini, semua industri tahu harus melakukan pemantauan limbah cair mereka setiap bulannya dan melakukan pelaporan hasil pemantauan mereka setiap 3 bulan sekali. Laporan yang dibuat harus memuat debit air limbah harian, bahan baku dan produksinya, kadar parameter baku mutu limbah cair dan penghitungan beban air limbah (Permen LH, 2014).

2.5. Dampak Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Lingkungan

Dampak limbah cair industri tahu terhadap lingkungan hidup yaitu rusaknya kualitas lingkungan terutama perairan. Perairan merupakan salah satu kebutuhan manusia dan juga makhluk hidup lainnya yang apabila terjadi gangguan terhadap perairan sangat merugikan kualitas mutu air dan manfaatnya. Limbah tahu mempunyai bahan-bahan berbahaya salah satunya limbah berbahaya dan beracun. Bahan berbahaya ini jika dibuang ke dalam perairan akan berdampak buruk terhadap kehidupan ekosistem yang terdapat diperairan dan mengancam kesehatan manusia. Jika dibiarkan terus-menerus, pencemaran limbah cair tahu dapat mengancam kelangsungan hidup ekosistem diperairan (Adack, 2013).

Apabila telah mengalami pembusukan, limbah cair industri tahu dapat menyebabkan pencemaran di lingkungan perairan dan menumbulkan bau tidak sedap serta jika limbah tersebut langsung dialirkan ke sungai dapat menimbulkan pencemaran. Apabila air sungai yang tercemar digunakan oleh masyarakat dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan

(23)

11

tidak baik dan air kotor seperti gatal-gatal, diare, enteritis dan penyakit lainnya (Wahistina, dkk., 2013).

2.6. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu

Sebelum dilepaskan ke badan air (pembuangan akhir), air limbah harus diolah terlebih dahulu. Dalam hal ini, sangat dibutuhkan rencana penanganan air limbah yang baik untuk dapat melaksanakan pengolahan yang efektif, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya pencemaan air permukaan, tidak merusak kehidupan biota air, tidak menimbulkan kontamisasi serta bau yang tidak sedap pada sumber air minum (Khaliq, 2015).

Suatu perlakuan tertentu pada hakekatnya sangat diperlukan dalam penanganan limbah cair industri tahu sebelum dibuang ke lingkungan penerima limbah. Untuk menentukan perlakuan secara tepat yang sebaiknya diberikan dalam penanganan limbah cair tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu karakteristik dari limbah untuk menetapkan parameter agar mengetahui berbagai macam dan jenis komponen pencemaran beserta sifat-sifatnya. Penanganan yang dilakukan pada limbah cair berupa pengolahan dengan cara memisahkan air limbah dengan kandungan bahan limbah secara mekanis langsung atau disebut juga pengolahan fisik, pengolahan kimia yang dilakukan dengan mengunakan mekanisme reaksi kimia untuk merubah, mengurai atau memisahkan bahan yang tidak diinginkan di dalam limbah, dan pengolahan limbah secara biologis dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk mendegradasi atau mengurai senyawa organik yang terdapat di dalam limbah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga limbah cair dari indutri tahu layak untuk dibuang ke tempat pembuangan (Silviana, 2014).

2.6.1. Koagulasi-Flokulasi

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani limbah cair yang dihasilkan dari industri tahu, salah satunya ialah koagulasi-flokulasi. Koagulasi-flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan senyawa yang terdapat di dalam limbah baik dalam bentuk suspensi atau koloid yang tidak dapat mengendap sendiri atau sulit ditangani

(24)

secara fisik. Proses koagulasi dilakukan dengan cara mencampurkan koagulan dengan air limbah dalam suatu wadah atau tempat kemudian di aduk secara cepat agar diperoleh cairan yang homogen sehingga terbentuk gumpalan atau flok yang homogen pula. Kemudian dilanjutkan dengan proses flokulasi dimana flok-flok yang terbentuk pada proses koagulasi menyatu menjadi flok yang lebih besar. Pemisahan partikel koloid pada proses koagulasi terjadi karena adanya penambahan elektrolit yang kemudian diserap oleh partikel koloid sehingga muatan partikel menjadi netral. Penetralan muatan partikel dipengaruhi oleh konsentrasi muatan partikel yang cukup kuat sehingga terjadinya gaya tarik menarik antar partikel koloid. Proses flokulasi dilakukan dengan pengadukan air limbah secara lambat sehingga terbentuknya flok-flok dengan ukuran yang besar dan mudah diendapkan. Efektivitas proses ini tergantung dari jenis koagulan dan flokulan yang digunakan, konsentrasi, pH dan suhu (Risdianto, 2007).

Koagulasi pada dasarnya merupakan proses pengolahan air atau limbah cair dengan menstabilasi partikel-partikel koloid untuk memfasilitasi pertumbuhan partikel selama flokulasi, sedangkan flokulasi itu adalah proses pengolahan air dengan cara mengadakan kontak diantara partikel-partikel koloid yang telah mengalami destabilisasi sehingga ukuran partikel-partikel tersebut bertambah menjadi partikel-partikel yang lebih besar (Putra, dkk., 2013).

Menurut Coniwanti, dkk. (2013), koagulasi-flokulasi merupakan suatu proses yang diperlukan untuk menghilangkan polutan yang terkandung di dalam limbah baik dalam bentuk suspensi atau koloid. Koloid terbentuk dari partikel-partikel yang tidak dapat mengendap dalam waktu tertentu dan tidak dapat dihancurkan dengan menggunakan perlakuan fisik biasa sehingga harus menggunakan beberapa koagulan untuk mengurangi turbiditas dan COD pada industri tahu. Koagulan yang digunakan yaitu biji kelor, biji asam jawa dan PAC. Tujuan koagulan adalah untuk menurunkan turbiditas dan COD.

Salah satu koagulan alami yang dijadikan sebagai alternatif dalam pengolahan limbah cair yang ramah lingkungan yaitu biji kelor (Moringa oleifera) yang berasal dari familia Moringaceae. Kelor merupakan tumbuhan jenis perdu dengan tinggi batang 7-11 meter, berbatang lunak dan rapuh dengan daun sebesar

(25)

13

ujung jari berbentuk bulat telur dan tersusun majemuk. Kelor memiliki manfaat pada setiap bagiannya. Biji kelor yang sudah tua dapat dijadikan sebagai koagulan penjernih air dan limbah cair. Biji kelor mengandung zat aktif yang dapat membantu menurunkan gaya tolak menolak antara partikel koloid dalam air (Sari, 2017).

Kandungan zat aktif yang terdapat dalam biji kelor adalah 4-alfa-4-rhamnosyloxybenzil-isothiocyanate yang berperan sebagai koagulan yang efektif. Zat aktif ini bekerja dengan cara mengubah partikel-partikel air limbah menjadi lebih kecil sehingga luas permukaan zat aktif dari biji kelor tersebut semakin besar dan banyak. Biji kelor yang digunakan harus memiliki kelembaban yang kecil, karena apabila kandungan airnya lebih banyak maka zat aktif yang terdapat pada permukaan biji kelor tertutupi oleh air sehingga kemampuannya untuk menyerap limbah semakin kecil (Bangun, dkk., 2013).

Selama ini biji kelor kurang termanfaatkan. Padahal menurut penelitian dilaporkan bahwa biji kelor dapat digunakan dalam pengolahan limbah cair yang sama efektifnya dengan menggunakan bahan kimia. Serbuk biji kelor mampu mereduksi bakteri yang terdapat pada partikel-partikel padat sebanyak 90-99,9% sekaligus dapat menjernihkan air. Penggunaan serbuk biji kelor juga relatif aman serta dapat digunakan sebagai air minum. Selain itu, serbuk biji kelor juga lebih ramah lingkungan dan lebih ekonomis dibandingkan dengan bahan kimia. Biji kelor yang digunakan adalah biji yang sudah matang atau tua dengan kadar air 10% (Putra, dkk., 2013).

Biji kelor mengandung protein kationik yang dapat menentukan efektivitas biji kelor sebagai koagulan. Keuntungan penggunaan serbuk biji kelor sebagai koagulan alami dibandingkan dengan koagulan kimia yaitu tanaman tersebut mudah didapatkan di daerah beriklim tropis. Selain itu, flok yang terbentuk dari koagulan alami lebih tahan terhadap gesekan pada saat aliran turbulen dibandingkan dengan koagulan kimia (Setiyawati, dkk., 2017).

2.6.2. Fitoremediasi

Salah satu teknologi untuk mereduksi konsentrasi dalam limbah cair adalah melalui penerapan metode fitoremediasi. Fitoremediasi tidak

(26)

membutuhkan biaya operasional yang tinggi dan cukup ekonomis dibandingkan dengan metode pengolahan limbah yang lain. Penambahan kadar oksigen melalui proses aerasi dan penetralan pH limbah pada proses fitoremediasi perlu dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan oksigen terlarut yang ada di dalam cairan limbah sehingga kebutuhan oksigen terlarut oleh mikroorganisme bisa tercukupi dalam proses reaksi biokimia. Adanya proses aerasi ini sanggup untuk menyuplai oksigen secara kontinyu sehingga mampu untuk menangani kondisi air limbah yang beban pencemarannya berlebihan sedangkan penetralan pH limbah cair pada proses fitoremediasi akan membantu mikroorganisme dalam melakukan metabolisme yang baik dan mampu menguraikan logam-logam berat pada limbah cair (Novita, dkk., 2019).

Istilah fitoremediasi berasal dari kata Inggris phytoremediation yang tersusun atas dua bagian kata yaitu Phyto berasal dari kata Yunani “phyton” yang berarti tumbuhan atau tanaman (plant) dan remediation berasal dari kata Latin ”remediare” yaitu memperbaiki atau menghilang sesuatu. Jadi fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu sistem kerja sama antara suatu jenis tumbuhan tertentu dengan mikroorganisme yang terdapat di lingkungan sekitar tumbuhan dengan cara mengubah atau menghilangkan zat kontaminan (polutan atau pencemar) yang terdapat di dalam air atau tanah (Sungkowo, dkk., 2015).

Fitoremediasi adalah penggunaan tanaman untuk mengekstrak, mengakulumasi dan/atau detoksifikasi polutan dan merupakan teknik baru dan kuat untuk membersihkan lingkungan. Tumbuhan adalah agensia ideal untuk perbaikan tanah dan air, karena sifat genetik tanaman yang unik baik dari aspek biokimia maupun fisiologisnya. Fitoremediasi merupakan salah satu teknologi kerja sama antara tumbuhan dengan mikroorganisme dalam proses pengolahan polutan yang terdapat di dalam tanah dan air dengan cara menurunkan, memindahkan, mengaktifkan atau mengurangi senyawa berbahaya yang terkandung di dalam polutan. Fitoremediasi juga berlandaskan pada kemampuan tumbuhan dalam menstimulasi aktivitas biodegradasi oleh mikroba yang berasosiasi dengan akar (phytostimulation) dan imobilisasi kontaminan di dalam tanah/air oleh eksudat dari akar (phytostabilization) serta kemampuan tumbuhan

(27)

15

dalam menyerap logam dari dalam tanah/air dalam jumlah besar dan secara ekonomis digunakan untuk meremediasi tanah/air yang bermasalah (phytomining) (Sari, 2019).

Keuntungan utama dari aplikasi teknik fitoremediasi dibandingkan dengan sistem remediasi lainnya adalah kemampuannya untuk menghasilkan buangan sekunder yang lebih rendah sifat toksiknya, lebih bersahabat dengan lingkungan serta lebih ekonomis. Kelemahan fitoremediasi adalah dari segi waktu yang dibutuhkan lebih lama dan juga terdapat kemungkinan masuknya kontaminan ke dalam rantai makanan melalui konsumsi hewan dari tanaman tersebut (Hasyim, 2016).

Menurut Hasyim (2016), proses fitoremediasi bermula dari akar tumbuhan yang menyerap bahan polutan yang terkandung dalam air. Kemudian melalui proses transportasi tumbuhan, air yang mengandung bahan polutan dialirkan ke seluruh tubuh tumbuhan, sehingga menjadi air yang bersih dari polutan. Mekanisme kerja fitoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu :

1. Fitoekstraksi yaitu proses penyerapan polutan oleh akar tumbuhan dan di diakumulasikan pada bagian tumbuhan yang dapat dipanen untuk menghilangkan polutan.

2. Fitotransformasi atau fitodegradasi yaitu proses perombakan polutan dengan cara mengubah senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat di dalam jaringan tumbuhan.

3. Fitostimulasi dengan mikroba (plant-assisted bioremediation) atau disebut juga rizodegradasi yaitu proses penguraian polutan oleh tumbuhan yang bekerja sama dengan mikroba yang terdapat pada daerah akar.

4. Fitostabilisasi yaitu proses pembentukan suatu senyawa kimia oleh tumbuhan untuk mengimobilisasi polutan di daerah akar (rizosfer).

5. Rizofiltrasi yaitu proses remediasi yang terjadi karena proses adsorpsi, pemekatan dan pengakumulasi polutan di daerah akar.

(28)

6. Fitovolatilisasi merupakan proses penyerapan kontaminan oleh tumbuhan dan melepasnya ke udara melalui daun atau mengalami degradasi sebelum dilepas lewat daun.

Tumbuhan yang digunakan dalam proses fitoremediasi adalah tumbuhan

hiperakumulator yang merupakan jenis tumbuhan yang mampu

mentranslokasikan unsur-unsur pencemar yang terkandung dalam limbah dengan konsentrasi tinggi ke pucuk tanpa membuat tumbuhan tersebut tumbuh dengan tidak normal atau kerdil dan mengalami fitoksisitas. Tumbuhan-tumbuhan tersebut memiliki kemampuan tumbuh dengan cepat dalam setiap kondisi, dapat menyerap air dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang singkat, dapat menghilangkan lebih dari satu jenis polutan dan mampu beradaptasi dengan polutan. Beberapa jenis tumbuhan air yang mampu bekerja sebagai agen fitoremediasi seperti zolla, kiambang, kangkung air, eceng gondok serta tumbuhan mangrove (Setyorini, 2015).

Eceng gondok merupakan salah satu jenis tanaman yang efektif digunakan pada proses fitoremediasi. Karena penampilannya menarik, selama berabad-abad manusia mengaplikasikan tanaman eceng gondok sebagai tanaman hias. Banyak ahli botani yang memperkenalkan eceng gondok sebagai macrophyte akuatik invasif dan bebas mengambang. Eceng gondok atau yang memiliki nama Latin Eichhornia crassipes, merupakan famili dari Pontederiaceae. Eceng gondok memiliki struktur akar yang panjang dan mengapung dalam air. Akar yang panjang ini merupakan media yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme aerobik yang berfungsi dalam sistem pembuangan limbah. Mikroorganisme aerobik tersebut mengubah senyawa organik dan zat-zat lainnya yang terdapat dalam limbah menjadi senyawa anorganik sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Dibandingkan dengan jenis tanaman air yang lain, eceng gondok merupakan tanaman air yang banyak dipelajari baik dalam ruang lingkup laboratorium maupun dalam ruang lingkup yang lebih besar sebagai media untuk pengolahan senyawa organik yang terdapat dalam limbah pembuangan. Eceng gondok dikenal sebagai tanaman air penganggu yang terdapat di seluruh dunia,

(29)

17

namun pemanfaatannya sebagai komponen utama dalam proses pengolahan limbah dan pertanian sangat banyak digunakan (Puspawati, 2017).

Eceng gondok akan mengapung jika hidup di perairan yang dalam dan memiliki akar di dalam tanah jika tumbuh di perairan yang dangkal. Eceng gondok memiliki bewarna hijau, permukaannya halus, berbentuk lonjong dengan ujung yang tumpul. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir dan kelopak berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan bewarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan bewarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut yang bercabang-cabang halus dan permukaan akarnya digunakan sebagai tempat pertumbuhan oleh mikroorganisme. Eceng gondok berfungsi sebagai sistem filtrasi biologis, menghilangkan nutrien mineral dan menghilangkan logam berat sehingga sangat efektif digunakan untuk menghilangkan polutan (Lestari, 2012).

Eceng gondok merupakan tanaman yang kuat terhadap limbah. Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan eceng gondok memiliki kemampuan untuk mengolah limbah. Eceng gondok mampu menyerap polutan dalam waktu 24 jam, setiap batang eceng gondok sanggup membersihkan air limbah domestik sebanyak 4 liter. Selain itu, eceng gondok juga mampu menjernihkan atau menurunkan kekeruhan suatu perairan, sehingga cahaya matahari dapat menembus perairan dan dapat meningkatkan produktivitas perairan (Ponty, 2018).

Pemilihan eceng gondok sebagai tanaman yang digunakan pada proses fitoremediasi karena eceng gondok mampu menyerap berbagai zat yang terkandung di dalam air, baik terlarut maupun tersuspensi. Kecepatan eceng gondok dalam menyerap zat pencemar yang terkandung di dalam limbah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya komposisi dan kadar zat yang terkandung dalam air limbah, kerapatan eceng gondok dan waktu tinggal eceng gondok dalam air limbah. Eceng gondok itu sendiri memiliki kemampuan dalam menurunkan kandungan BOD, COD, NH3, phospat, dan padatan tersuspensi

lainnya yang terdapat di dalam limbah yang merupakan tolak ukur pencemaran oleh zat-zat organik (Imron, 2018).

(30)

18 BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini di lakukan dengan melakukan eksperimen terhadap bahan penelitian yaitu limbah cair tahu. Limbah cair tahu akan diproses dengan metode koagulasi dan flokulasi menggunakan biji kelor dan fitoremediasi dengan tanaman eceng gondok. Hasil dari proses di atas akan dianalisis sesuai dengan baku mutu limbah cair industri olahan kedelai, yaitu parameter turbiditas, pH dan COD.

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.1.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2020.

3.1.2. Tempat Penelitian

Pengambilan sampel limbah cair tahu berlokasi di Jalan Punge Blang Cut. Desa Suka Ramai kota Banda Aceh seperti pada Gambar 3.1. Penelitian ini dilaksanakan di Komplek BRI Lamgapang, kemudian sampel hasil penelitian dianalisis di Laboratorium Teknik Lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi.

Gambar 3.1. Lokasi Industri Tahu Desa Suka Ramai (Sumber: Google Earth Pro, 2020)

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaca aquarium, timbangan, wadah penampung limbah (jeriken), gelas beker 1000 ml, neraca

(31)

19

analitik, saringan 40 mesh, shaker, jar test, pH meter dan Turbidimeter serta alat-alat laboratorium lainnya. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah cair tahu yang diperoleh dari salah satu industri tahu yang terdapat di Desa Suka Ramai kota Banda Aceh. Sedangkan bahan lainnya yaitu aquades, biji kelor sebagai koagulan dan eceng gondok sebagai tanaman yang digunakan dalam fitoremediasi.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengukuran kadar parameter dan dianalisis dengan pendekatan pengembangan secara kuantitatif dalam laporan akhir penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a. Survei pendahuluan untuk mengetahui kondisi atau keadaan lapangan/kawasan pengambilan sampel.

b. Metode pengambilan sampel air limbah tahu mengukuti metode SNI 6989.59:2008.

c. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat ukur yang akan menghasilkan data secara angka dari objek penelitian.

3.4. Metode Kerja

Sebelum proses koagulasi dan flokulasi serta dikombinasi dengan fitoremediasi, dilakukan analisis awal sampel limbah cair tahu terlebih dahulu, analisis yang dilakukan yaitu parameter turbiditas, TSS, pH dan COD.

1. pH

Pengukuran pH dengan menggunakan pH meter berdasarkan SNI 06-6989.11-2004. Prosedur pengukuran pH yaitu sebelum digunakan pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pH 7. Setelah dikalibrasi, pH meter kemudian dicelup pada akuarium yang berisi limbah cair tahu setelah proses pengolahan fitoremediasi.

2. Turbiditas

Pengukuran turbiditas dilakukan dengan menggunakan alat turbidimeter berdasarkan SNI 06-6989.25-2005. Prosedur pengukuran turbiditas yaitu

(32)

turbidimeter dikalibrasikan dulu sebelum digunakan dengan memasukan botol uji yang berisi air limbah yang sudah diketahui nilai kekeruhanya pada alat penguji. Apabila nilai kekeruhannya sama, maka alat tersebut dapat digunakan untuk pengujian. Air sampel dimasukan pada alat penguji lalu tekan tombol ON dan akan muncul nilai sampel yang akan diuji.

3. Chemical Oxygen Demand (COD)

Pengukuran COD menggunakan alat COD Meter. Prosedur pengukuran COD berdasarkan SNI 06-6989.2-2004. Pengukuran prosedur kerja uji sampel sebagai berikut:

a. Disiapkan sampel

b. Dipanaskan block digestor sampai suhu 150ºC

c. Diambil 2,5 ml sampel dan dimasukkan ke dalam tabung COD

d. Dibalik tabung tersebut agar isinya tercampur merata. Jika telah mencapai suhu 150ºC, ditempatkan tabung-tabung COD tersebut di atas Heater Block kemudian di digest selama 2 jam

e. Setelah 2 jam digestion, diangkat tabung COD tersebut dari Heater Block ditempatkan dalam rak untuk didinginkan. Dibalikkan kembali tabung-tabung tersebut supaya isinya tercampur

f. Setelah dingin, diambil isi tabung HACH tersebut dimasukkan ke dalam Cuvette lalu diukur absorbansinya pada 620 nm.

3.4.1. Rancangan eksperimen proses koagulasi-flokulasi menggunakan serbuk biji kelor

Tahapan proses pengolahan limbah cair tahu dengan metode koagulasi-flokulasi menggunakan serbuk biji kelor adalah sebagai berikut:

1. Sebanyak 15 Liter limbah cair tahu diambil dan dimasukkan ke dalam wadah.

2. Setelah itu, diambil biji kelor yang sudah tua dan dikupas kulitnya, kemudian dihaluskan menggunakan blender. Sesudah diblender dengan halus, serbuk biji kelor diayak dengan ayakan 40 mesh.

(33)

21

3. Serbuk biji kelor berukuran 40 mesh dikeringkan di dalam oven pada suhu >105ºC selama ± 2 jam. Selanjutnya serbuk biji kelor ditimbang sebanyak 7500 mg/L.

4. Kemudian diambil gelas beaker yang berukuran 1000 ml sebanyak 15 gelas, lalu masing-masing gelas beaker diisi dengan 1000 ml sampel limbah cair tahu. Selanjutnya ditambahkan koagulan ke dalam masing-masing gelas beaker sebanyak 500 mg/ 1000 ml limbah cair tahu. 5. Sampel kemudian diaduk dengan menggunakan jar test. pengadukan

dilakukan dengan kecepatan 180 rpm selama 5 menit untuk pengadukan cepat, kemudian dilanjutkan dengan kecepatan 80 rpm selama 20 menit untuk pengadukan lambat.

6. Setelah pengadukan lambat selesai, diangkat baling-baling dan diendapkan selama 30 menit, kemudian setelah pengendapan dilakukan analisis sesuai parameter limbah cair industri tahu, yaitu TSS, pH, COD, dan turbiditas. Berdasarkan diagram alir yang terdapat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Diagram Alir Pengolahan Limbah Cair Tahu dengan Proses Koagulasi-Flokulasi menggunakan Serbuk Biji Kelor

3.4.2. Proses fitoremediasi menggunakan tanaman eceng gondok 3.4.2.1 Desain reaktor fitoremediasi

Tahapan dalam desain reaktor fitoremediasi yaitu sebagai berikut:

1. Dibuatkan reaktor berbentuk sebuah bak yang berbahan dari kaca dengan tebal 4 mm dan ukuran panjang 40 cm, lebar 30 cm dan tinggi 30 cm. V= p.l.t V= 40 cm x 30 cm x 30 cm V= 36000 cm3 V= 36 L Sampel Koagulasi Dan Flokulasi Analisis Analisis

(34)

Dengan ukuran volume reaktor yang dapat menampung air limbah sebanyak 36 liter. Namun limbah cair tahu yang akan dimasukkan kedalam reaktor hanya 15 liter. Seperti pada Gambar 3.3.

30

(a) Desain Reaktor Fitoremediasi (b) Reaktor Fitoremediasi Gambar 3.3 Reaktor Fitoremediasi

2. Reaktor fitoremediasi limbah cair tahu dengan luas 36000 cm3 dapat menampung tanaman eceng gondok sebanyak 8 kg, namun yang dimasukkan kedalam reaktor hanya sebanyak 5 kg.

3.4.2.2 Proses fitoremediasi

Tahapan proses fitoremediasi menggunakan tanaman eceng gondok adalah sebagai berikut:

1. Disiapkan dan dibersihkan tanaman eceng gondok

2. Dilakukan aklimatisasi. Aklimatisasi adalah suatu proses penyesuaian tumbuhan terhadap lingkungan yang baru dimasuki (Hartati, 2010). Aklimatisasi dilakukan dengan cara tanaman eceng gondok dimasukkan ke dalam ember yang berisi air bersih selama 7 hari supaya bisa beradaptasi dan tumbuh akar baru. Kemudian setelah aklimatisasi tanaman eceng gondok ditiriskan.

3. Tanaman eceng gondok yang digunakan memiliki spesifikasi dengan kriteria:

a. Tinggi tanaman : 70-100 cm b. Jumlah batang : 9-12 batang c. Jumlah daun : 9-12 daun

13

30 40

(35)

24

3.6. Diagram Alir Penelitian

Adapun tahapan diagram alir pada penelitian ini yaitu seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Pustaka

Observasi Lapangan Pengambilan Data Sekunder

Penentuan Lokasi

Pengambilan Sampel Analisis Awal Sampel

Persiapan Alat dan Bahan

Pengolahan Data

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Pengolahan Fitoremediasi (Eceng Gondok)

Pengolahan Koagulasi-Flokulasi (Biji Kelor) Analisis Sampel

Sesudah Pengolahan

Analisis Sampel Sesudah Fitoremediasi H 1, H 5, H 10

(36)

d. Lebar daun : 12-16 cm e. Panjang akar : 10-20 cm f. Berat tanaman : 1 kg

4. Kemudian dimasukkan limbah cair tahu yang diperoleh dari hasil koagulasi-flokulasi ke dalam reaktor.

5. Setelah itu ditimbang tanaman eceng gondok yang telah di aklimatisasi sebanyak 5 kg dan dimasukkan ke dalam reaktor yang sudah terisi limbah cair tahu untuk dilakukan proses fitoremediasi.

6. Terakhir dianalisis hasil dari fitoremediasi tesebut setiap 5 hari sekali hingga hari ke 10 yaitu pada H 1, H 5 dan H 10. Parameter yang dianalisis adalah pH, COD dan turbiditas. Berdasarkan diagram alir yang terdapat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Diagram Alir Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Proses Koagulasi-Flokulasi dan Fitoremediasi

3.5. Analisis Data

Data pada penelitian ini di analisis dengan analisis efektivitas unit pengolahan yang dilihat dari nilai parameter pH, penurunan kekeruhan, dan penurunan COD. Penurunan tersebut dihitung dengan membandingkan nilai pada influent dan efluent yang akan dinyatakan dalam persen (%).

Perhitungan efektivitas:

Reduksi (E) = x 100%

Ket :

C ⃘⃘ = Nilai tiap parameter dari air limbah sebelum perlakuan ( Influent) Ct = Nilai tiap parameter dari air limbah sesudah perlakuan ( Efluent) Sumber : Jammy Prawira

Analisis Fitoremediasi Koagulasi dan Flokulasi Analisis Sampel Analisis

(37)

25 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kualitas Limbah Cair Tahu Sebelum Diolah 4.1.1. Proses pengambilan sampel

Proses pengolahan limbah cair tahu di salah satu industri tahu yang berlokasi di Desa Suka Ramai, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh ini telah siap dilakukan. Industri tahu tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1. Proses pengolahan limbah cair tahu ini dilakukan untuk menurunkan kadar parameter pH, turbiditas dan COD.

Gambar 4.1 Industri Tahu Tempat Pengambilan Sampel Limbah Cair Tahu

Penelitian ini menggunakan serbuk biji kelor untuk proses koagulasi-flokulasi dan menggunakan tanaman eceng gondok untuk proses fitoremediasi. Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 27 Februari 2020 jam 14.00 WIB sebanyak 15 liter. Sampel limbah cair tahu yang sudah diambil kemudian dianalisis awal sampel sesuai parameter pH, turbiditas dan COD di Laboraturium Teknik Lingkungan UIN Ar-Raniry.

(38)

4.1.2. Karakteristik awal limbah cair tahu

Hasil dari analisis awal sampel dapat dilihat pada Tabel 4.1. Limbah cair tahu yang telah dianalisis kadar parameternya kemudian dilanjutkan ke proses koagulasi-flokulasi dengan menggunakan koagulan alami yaitu serbuk biji kelor. Limbah cair tahu yang digunakan sebanyak 15 liter dan dimasukkan ke gelas beker yang selanjutnya akan dilakukan proses koagulasi-floulasi menggunakan jar test. Kemudian setelah proses koagulasi-flokulasi dilakukan di analisis kadar parameter pH, turbiditas dan COD. Sampel limbah cair tahu yang sudah dilakukan proses koagulasi-flokulasi tersebut kemudian dilanjutkan ke proses fitoremediasi menggunakan tanaman eceng gondok. Pengolahan fitoremediasi menggunakan tanaman eceng gondok dilakukan selama 10 hari, kemudian dianalisis sampel di laboraturium setiap 5 hari sekali yaitu pada hari ke 0, hari ke 5 dan hari ke 10.

Tabel 4.1 Hasil Uji Kualitas Sampel Awal Limbah Cair Tahu Desa Suka Ramai di Laboraturium Teknik Lingkungan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

No Parameter Sampel Awal Baku Mutu

1 Ph 4,1 6,0-9,0

2 Turbiditas 908 25 NTU

3 COD 1266 300 ppm

Sumber: Laboraturium Teknik Lingkungan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Berdasarkan pada Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa limbah tahu di Desa Suka Ramai belum layak untuk dibuang langsung ke perarian karena nilai kadar parameter pH, turbiditas dan COD melebihi batas baku mutu limbah cair tahu atau belum sesuai dengan standar baku mutu limbah cair tahu sesuai yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Baku Mutu Air Limbah No 5 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Kesehatan No 32 tahun 2017. Dengan demikian, limbah cair tahu perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan.

(39)

27

4.2. Penurunan Kadar Limbah Cair Tahu dengan Proses Koagulasi-Flokulasi menggunakan Serbuk Biji Kelor

Limbah cair tahu sebanyak 15 liter diproses dengan metode koagulasi-flokulasi menggunakan koagulan alami yaitu serbuk biji kelor sebanyak 75 gram dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Pembuatan Koagulan Alamai untuk Proses Koagulasi-Flokulasi menggunakan Serbuk Biji Kelor.

Alat yang digunakan dalam koagulasi-flokulasi ini yaitu jar test. Proses koagulasi atau proses pengadukan cepat dilakukan dengan kecepatan 180 rpm selama 5 menit dapat dilihat pada Gambar 4.3, kemudian dilanjutkan dengan proses flokulasi atau pengadukan lambat dengan kecepatan 80 rpm selama 20 menit dapat dilihat pada Gambar 4.4. Setelah proses koagulasi-flokulasi dilakukan kemudian diendapkan selama 30 menit dan dilanjutkan dengan analisis kadar parameter pH, turbiditas dan COD. Hasil dari analisis kadar parameter pH, turbiditas dan COD dapat dilihat pada Tabel 4.2.

(40)

Gambar 4.3 Proses Pengadukan Cepat menggunakan serbuk biji kelor dengan menggunakan jar

test.

Gambar 4.4 Proses Pengadukan Lambat menggunakan serbuk biji kelor dengan menggunakan jar

test.

Tabel 4.2 Hasil Uji Kualitas Limbah Cair Tahu Setelah Proses Koagulasi-Flokulasi di Laboraturium Teknik Lingkungan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Sumber: Laboraturium Teknik Lingkungan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Berdasarkan Tabel 4.2 hasil uji kualitas limbah cair tahu setelah dilakukan proses koagulasi-flokulasi menggunakan bubuk biji kelor yaitu sebagai berikut:

No Parameter Hasil Sampel Awal

Hasil

Koagulasi-Flokulasi

Persentase

Penurunan Baku Mutu

1 pH 4,1 6,0 - 6,0 – 9,0

2 Turbiditas 908 587 35,35% 25 NTU

(41)

29

4.2.1. pH

Hasil uji parameter pH setelah proses koagulasi-flokulasi terjadi kenaikan kadar parameternya seperti pada Tabel 4.2 dan grafik penurunan terdapat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik Kenaikan Kadar Parameter pH Limbah Cair Tahu Setelah Proses Koagulasi-Flokulasi

Berdasarkan pada Gambar 4.5 nilai parameter pH dapat diketahui bahwa setelah diolah dengan proses koagulasi-flokulasi dengan menggunakan serbuk biji kelor ada peningkatan. Nilai parameter pH sebelum sebelum diolah adalah 4,1 dan setelah dioalah naik menjadi 6,0. Peningkatan nilai parameter pH disebabkan oleh proses pengikatan ion hidrogen (H+) oleh serbuk biji kelor dari proses koagulasi-flokulasi tersebut, sehingga tingkat derajat keasaman menurun. Nilai parameter pH tersebut sudah sesuai dengan standar baku mutu limbah cair tahu.

4.2.2. Turbiditas

Kadar parameter turbiditas mengalami penurunan setelah dilakukan proses koagulasi-flokulasi, hasil tersebut terdapat pada Tabel 4.2 dan grafik penurunan kadar parameter turbiditas terdapat pada Gambar 4.6.

(42)

Gambar 4.6 Grafik Penurunan Kadar Parameter Turbiditas Limbah Cair Tahu Setelah Proses Koagulasi-Flokulasi

Berdasarkan Gambar 4.6 dapat diketahui bahwa hasil dari parameter turbiditas limbah cair tahu setelah dilakukan proses koagulasi-flokulasi dengan menggunakan serbuk biji kelor mengalami penerunan. Hasil parameter turbiditas sebelum dilakukan pengolahan dengan koagulasi-flokulasi menggunakan serbuk biji kelor yaitu 908 NTU dan setelah dilakukan pengolahan turun menjadi 587 NTU. Nilai persentase penurunan dari parameter turbiditas yaitu sebesar 35,35 %. Penurunan kadar parameter turbiditas pada limbah cair tahu tersebut disebabkan oleh koagulan alami yang mengikat partikel-partikel yang tersuspensi pada limbah cair tahu, sehingga partikel-partikel tersebut mengendap kebawah dan kekeruhannya berkurang. Nilai parameter turbiditas tersebut belum sesuai dengan standar baku mutu limbah cair tahu yaitu 25 NTU, maka perlu dilakukan ke proses selanjutnya.

4.2.3. COD

Hasil kadar parameter COD setelah dilakukan proses koagulasi-flokulasi terjadi penurunan, seperti yang terdapat pada Tabel 4.2 dan Grafik penurunan kadar parameternya terdapat pada Gambar 4.7.

(43)

31

Gambar 4.7 Grafik Penurunan Kadar Parameter COD Limbah Cair Tahu Setelah Proses Koagulasi-Flokulasi

Berdasarkan Gambar 4.7 dapat diketahui bahwa hasil kadar parameter COD sebelum diolah dengan proses koagulasi-flokulasi dengan menggunakan serbuk biji kelor adalah 1266 ppm, hasil tersebut sangat jauh dari standar baku mutu limbah cair tahu. Hasil kadar parameter COD setelah dilakukan pengolahan dengan koagulasi-flokulasi menggunakan serbuk biji kelor menurun sangat signifikan yaitu 768 ppm. Nilai persentase penurunan dari parameter COD yaitu sebesar 39,33 %. Penurunan kadar parameter COD pada limbah cair tahu disebabkan karena serbuk biji kelor mengandung zat aktif yang dapat membantu menurunkan gaya tolak menolak antara partikel koloid dalam air, sehingga kadar parameter COD pada limbah cair tahu menurun. Hasil parameter COD sesudah dilakukan pengolahan menggunakan serbuk biji kelor juga belum sesuai dengan standar baku mutu limbah cair tahu maka dari itu perlu dilakukan proses tahap selanjutnya.

Hasil dari penelitian yang telah dilukakan yaitu semakin banyak koagulan dan semakin kecil serbuk koagulan yang dimasukkan ke dalam limbah cair tahu maka semakin cepat dan semakin banyak terjadi penurunan kadar parameter limbah cair tahu.

(44)

4.3. Pengaruh Proses Fitoremediasi menggunakan Tanaman Eceng Gondok terhadap Kadar Parameter pH, Turbiditas dan COD

Tanaman yang digunakan dalam metode fitoremediasi ini adalah tanaman eceng gondok, dengan berat keseluruhannya yaitu seberat 5 kg seperti pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Proses Penimbangan Tanaman Eceng Gondok

Pengolahan limbah cair tahu dengan proses fitoremediasi menggunakan limbah cair tahu sebanyak 15 liter. Sebelum dilakukan proses fitoremediasi, terlebih dahulu tanaman eceng gondok dilakukan proses aklimatisasi selama satu minggu. Setelah proses aklimatisasi kemudian baru dilanjutkan ke proses fitoremediasi tanaman eceng gondok. Limbah cair tahu yang digunakan merupakan hasil dari proses sebelumnya yaitu proses koagulasi-flokulasi menggunakan serbuk biji kelor. Pengolahan fitoremediasi menggunakan tanaman eceng gondok ini dilakukan selama 10 hari, dapat dilihat pada Gambar 4.9.

(45)

33

Gambar 4.9 Proses Pengolahan Limbah Cair Tahu dengan Metode Fitoremediasi

Pengujian kualitas limbah cair tahu atau pengujian kadar parameter pH, turbiditas dan COD limbah cair tahu dilakukan setiap 5 hari sekali yaitu pada hari ke 0, hari ke 5 dan hari ke 10. Hasil pengujian kadar parameter limbah cair tahu setelah proses fitoremedasi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Uji Kualitas Limbah Cair Tahu Setelah Proses Fitoremediasi di Laboraturium Teknik Lingkungan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Sumber: Laboraturium Teknik Lingkungan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Berdasarkan Tabel 4.3 hasil uji kualitas limbah cair tahu setelah dilakukan proses fitoremediasi menggunakan tanaman eceng gondok yaitu sebagai berikut:

NO Parameter Satuan

Hasil Koagulasi -Flokulasi

Hasil Fitoremediasi Baku Mutu Limbah Cair Tahu Ket 1 Hari 5 Hari 10 Hari 1 pH 6,0 6,1 6,7 6,9 6,0-9,0 LAYAK

2 Turbiditas NTU 587 491 289 12,78 25 LAYAK

(46)

4.3.1. pH

Hasil uji parameter pH semakin hari semakin naik setelah di lakukan proses fitoremediasi menggunakan tanaman eceng gondok. Hasil uji parameter pH dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan grafik kenaikannya terdapat pada Gambar 4.10.

Tabel 4.4 Hasil Uji Kualitas Parameter pH Limbah Cair Tahu pH

No Perlakuan Hasil Baku Mutu

1 Fitoremediasi H1 6.1

6,0 - 9,0

2 Fitoremediasi H5 6.7

3 Fitoremediasi H10 6.9

Sumber: Laboraturium Teknik Lingkungan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Gambar 4.10. Grafik Kenaikan Kadar Parameter pH Limbah Cair Tahu Per 5 Hari

Berdasarkan Gambar 4.10 dapat diketahui bahwa ada peningkatan nilai parameter pH setelah dilakukan proses dengan tanaman eceng gondok. Nilai parameter pH setelah proses fitoremediasi dihari ke 1 yaitu 6,1. Pada hari ke 5 nilai parameter pH naik menjadi 6,7 dan kemudian nilai pada hari ke 10 parameter pH menjadi 6,9.

Gambar

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan atau kegiatan Pengolahan Kedelai
Gambar 3.1. Lokasi Industri Tahu Desa Suka Ramai  (Sumber: Google Earth Pro, 2020)
Gambar 3.2. Diagram Alir Pengolahan Limbah Cair Tahu dengan Proses Koagulasi- Koagulasi-Flokulasi menggunakan Serbuk Biji Kelor
Gambar 3.5. Diagram Alir Penelitian
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Memberikan masukan dan saran dari draft kontrak kuliah yang telah disusun Alokasi Waktu : 1 x tatap muka 100 menit Mahasiswa membentuk kelompok/secara mandiri menelusuri

Substansi hasil analisis contoh argumentasi model Toulmin dan Rybacky yang terdapat pada paragraf argumentasi dalam artikel jurnal dan hasil analisis dikemas dalam bentuk

Agar penelitian ini lebih sempurna lagi, penulis menyarankan untuk dikembangkan lagi dengan menggunakan sensor yang lebih canggih, yang dapat mendeteksi sampah yang

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah jumlah penerimaan PPN setiap bulan, besarnya jumlah nominal SPT Masa PPN yang yang terutang oleh PKP setiap bulan, besarnya

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul judul Pengaruh

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013:81) menjelaskan bahwa pengembangan Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi

Kajian ini memiliki tujuan agar dapat membantu menelaah kegiatan Kuliah Lapangan Sejarah yang dilakukan oleh Dosen Prodi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Lubuklinggau

SURVEI GEOFISIKA LANJUT DENGAN METODE CONTINUOUS SELF POTENTIAL MONITORING UNTUK EKSPLORASI SITUS KOMPLEKS PERCANDIAN BATUJAYA KARAWANG JAWA BARAT. 68