• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dan Pejabat Pembuat Akta Sementara (PPAT Sementara) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya Dari Segi Hukum Agraria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dan Pejabat Pembuat Akta Sementara (PPAT Sementara) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya Dari Segi Hukum Agraria"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DAN PEJABAT

PEMBUAT AKTA SEMENTARA (PPAT SEMENTARA) DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Tentang PPAT

Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dimuat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT), menyebutkan bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan Hak Tanggungan, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah”. Selanjutnya berdasarkan Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu”.

(2)

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 bahwa yang dimaksud dengan “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”. Keberadaan Jabatan PPAT dapat ditemukan di pasal 26 ayat (1) UUPA dan Pasal 26 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa jual beli, tukar menukar, dan perbuatan perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Demikian halnya Pasal 19 UUPA yang menginstruksikan kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. UUPA memang tidak menyebut secara tegas tentang Jabatan PPAT, namun penyebutan tentang adanya Pejabat yang akan bertindak untuk membuat akta terhadap perbuatan hukum tertentu mengenai tanah, dinyatakan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961, sebagai peraturan pelaksanaan UUPA. Dari semua peraturan perundang-undangan di atas menunjukkan bahwa kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah sebagai pejabat umum. Namun dalam peraturan perundang undangan tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan pejabat umum. Maksud “pejabat umum” itu adalah orang yang diangkat oleh Instansi yang berwenang, dengan tugas melayani masyarakat umum di bidang atau kegiatan tertentu.23

23

(3)

Pejabat pembuat aka tanah (PPAT) diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. PPAT yang diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya diterbitkan Keputusan Pemberhentikan oleh Kepala BPN RI. Pemberhentian PPAT ini ditetapkan oleh Kepala BPN RI berdasarkan usulan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat melalui Kepala Kanwil BPN Provinsi. Pemberhentian PPAT karena alasan melakukan pelanggaran ringan dan pelanggaan berat dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri kepada Kepala BPN RI.24

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan demikian terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berlaku juga ketentuan-ketentuan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Namun akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut bukan termasuk Keputusan Tata Usaha Negara, yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Keputusan yang diambil Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk menolak atau mengabulkan permohonan itulah yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, oleh karena itu keputusan tersebut dapat dijadikan obyek gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan.25

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannnya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik

24

Urip Santoso, Op.Cit, hal 334-338

25

(4)

Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud diatas adalah jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik, pemberian hak tanggungan, dan pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.26

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum tentang hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. Kewajiban PPAT, disamping tugas pokok ialah menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya dan menyimpan asli dari akta-akta yang dibuatnya.27 Untuk menjaga dan mencegah agar PPAT dalam menjalankan jabatannya tersebut tidak menimbulkan akibat yang memberi kesan bahwa pejabat telah mengganggu keseimbangan kepentingan para pihak. Ketentuan ini dibuat agar PPAT dapat menjalankan tugas sebaik-baiknya demi melayani kepentingan umum agar melaksanakan rasa kemandirian dan tidak memihak.28

Diberhentikan oleh Menteri merupakan suatu penyelesaian dari ada seseorang diangkat sebagai PPAT, tetapi kemudian diangkat sebagai Notaris di kota lain, sehingga menurut ketentuan ini yang bersangkutan berhenti sebagai PPAT, sungguhpun kalau masih ada lowongan di kota yang bersangkutan diangkat sebagai notaris, dapat saja diangkat kembali sebagai PPAT di tempat yang

26

A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung : Peenrbit Mandar Maju, 1999), hal 180

27

Effendi Perangin. Hukum Agraria Di Indonesia. (Jakarta. : PT. Raja Grafindo Persada, 1994), hal 6-7

28

(5)

bersangkutan sebagai notaris. Hal ini sebagai suatu solusi seseorang yang diangkat sebagai PPAT dan kemudian sebagai notaris di kota lain tetap memegang kedua jabatan tersebut dan tetap melakukan tugas-tugas PPAT dan notarisnya dan usahanya untuk diangkat sebagai PPAT ditempat yang bersangkutan sebagai notaris tidak dapat dikabulkan oleh Kepala BPN hanya disuruh berhenti saja sebagai PPAT atau dia diangkat saja sebagai Notaris di tempat ditunjuk sebagai PPAT.29

PPAT wajib mengangkat sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di daerah kerja PPAT yang bersangkutan, sebelum menjalankan jabatannya. PPAT yang daerah kerjanya disesuaikan karena pemecahan wilayah Kabupaten/Kotamadya, tidak perlu mengangkat sumpah jabatan PPAT untuk melaksanakan tugasnya di daerah kerjanya yang baru.30 Untuk keperluan pengangkatan sumpah, PPAT wajib lapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai pengangkatannya sebagai PPAT, apabila laporan tersebut tidak dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya surat keputusan pengangkatan tersebut batal demi hukum. Sebagai bukti telah dilaksanakannya pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan, dibuatkan suatu Berita Acara Pelantikan dan Berita Acara Sumpah Jabatan yang disaksikan paling kurang dua orang saksi. Setelah PPAT mengangkat sumpah wajib menandatangani surat pernyataan kesanggupan pelaksanaan jabatan PPAT sesuai dengan keputusan pengangkatannya.31

29

Ibid., hal 188

30

Ibid., hal 194-195

31

(6)

B. Dasar Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Dasar hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu : 1. UUPA No.5 Tahun 1960

Ketentuan hukum tentang PPAT yang diatur dalam UUPA yaitu Pasal 19 UUPA yang menyatakan bahwa :

1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2). Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal ini meliputi :

a). Pengukuran, perpetaan dan pembukaan tanah;

b). Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c). Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat.

3). Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan Masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

4). Dalam Peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

(7)

2. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

PPAT sebagai pejabat umum yang ditegaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah disebutkan bahwa : “PPAT yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan Hak Tanggungan “menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 disebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang membuat akta otentik. Akta otentik yang dimaksud menurut Pasal 1868 KUHPerdata adalah : “suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan

oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapkan pejabat umum yang berkuasa untuk di tempat di mana akta dibuatnya”.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Pengaturan tentang PPAT dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 dituangkan

dalam Pasal 37 menegaskan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik

atas satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah,

pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak

lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan

jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang

(8)

4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat

Pembuat Akta Tanah sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 24 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 37 Tahun 1998.

Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa : “PPAT adalah pejabat umum yang

diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan

hokum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan

Rumah Susun”.

Segala hal yang menyangkut tugas dan wewenang PPAT ditegaskan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

Pembuat Akta Tanah yang kemudian diubah menjadi Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 37 Tahun 1998

Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.32 PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan

32

(9)

dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.33

PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan akta pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta.34 PPAT dapat diberhentikan untuk sementara dari jabatannya sebagai PPAT karena sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu perbutan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat. Pemberhentian sementara berlaku sampai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.35

Dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan PPAT wajib menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf, dan teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Ketua Pengadilan Negeri, dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan dan melaksanakan jabatannya secara nyata.36 PPAT harus berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya. PPAT wajib

33

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pasal 2 ayat (2)

34

Ibid., Pasal 4 ayat (1) dan (2)

35

Ibid., Pasal 11 ayat (1) dan (2)

36

(10)

memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan ukurannya ditetapkan oleh Menteri.37

Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri. Semua jenis akta PPAT diberi satu nomor urut yang berulang pada permulaan tahun takwim. Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar, yaitu lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang bersangkutan, dan lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut banyaknya hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta, yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut mengenai pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan, disampaikan kepada pemegang kuasa untuk dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, dan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dapat diberikan salinannya.38

Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT.39 PPAT dilarang membuat akta, apabila PPAT sendiri, suami atau istrinya, keluarganya sedarah atau semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke samping sampai derajat kedua, menjadi pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan, baik dengan cara bertindak sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari pihak lain. Di daerah Kecamatan yang hanya terdapat seorang PPAT yaitu PPAT Sementara dan di wilayah desa yang Kepala Desanya ditunjuk sebagai PPAT

37

Ibid., Pasal 20 ayat (1) dan (2)

38

Ibid., Pasal 21 ayat (1), (2) dan (3)

39

(11)

Sementara, Wakil Camat atau Sekretaris Desa dapat membuat akta untuk keperluan pihak-pihak setelah mengucapkan sumpah jabatan PPAT di depan PPAT Sementara yang bersangkutan.40

PPAT harus membuat satu buku daftar untuk semua akta yang dibuatnya. Buku daftar akta PPAT diisi setiap hari kerja PPAT dan ditutup setiap akhir hari kerja dengan garis tinta yang diparaf oleh PPAT yang bersangkutan. PPAT wajib mengirim laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya, yang diambil dari buku daftar akta PPAT kepada Kepala Kantor Pertanahan dan kantor-kantor lain sesuai ketentuan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang berlaku selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.41Apabila PPAT meninggal dunia, salah seorang ahli waris/keluarganya atau pegawainya wajib melaporkannya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak PPAT meninggal dunia. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya melaporkan meninggalnya PPAT berdasarkan laporan atau karena pengetahuan yang diperoleh dari sumber lain kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi disertai usul penunjukan PPAT yang akan diserahi protokol PPAT yang meninggal dunia. Ahli waris, keluarga terdekat atau pihak yang menguasai protokol PPAT yang meninggal dunia wajib menyerahterimakan protokol PPAT yang bersangkutan kepada PPAT yang ditunjuk kepala Kantor.42

PPAT yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi untuk menerima protokol yang berhenti menjabat sebagai PPAT

40

Ibid., Pasal 23 ayat (1) dan (2)

41

Ibid., Pasal 26 ayat (1), (2) dan (3)

42

(12)

wajib menerima protokol PPAT tersebut. Serah terima protokol PPAT dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima protokol PPAT yang diketahui/disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat.43 PPAT dilarang meninggalkan kantornya lebih dari 6 (enam) hari kerja berturut-turut kecuali dalam rangka menjalankan cuti.44

Selama PPAT diberhentikan untuk sementara atau menjalani cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 tugas dan kewenangan PPAT dapat dilaksanakan oleh PPAT pengganti atas permohonan PPAT yang bersangkutan. PPAT Pengganti diusulkan oleh PPAT yang bersangkutan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang menetapkan pemberhentian sementara atau persetujuan cuti di dalam keputusan mengenai pemberhentian sementara atau keputusan persetujuan cuti yang bersangkutan serta diambil sumpahnya oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat. Persyaratan untuk menjadi PPAT pengganti adalah telah lulus program pendidikan strata satu jurusan hukum dan telah menjadi pegawai Kantor PPAT yang bersangkutan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.45

Formasi atau kebutuhan dan pengadaan PPAT ditetapkan oleh Kepala Badan untuk setiap daerahkerja PPAT dengan mempertimbangkan faktor sebagai berikut jumlah kecamatan di daerah kabupaten/kota yang bersangkutan, tingkat perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan, jumlah permohonan untuk dapat diangkat sebagai PPAT di daerah kabupaten/kota yang bersangkutan, jumlah PPAT yang sudah ada pada setiap daerah kabupaten/kota

43

Ibid., Pasal 29 ayat (1) dan (2)

44

Ibid., Pasal 30 ayat (1)

45

(13)

yang bersangkutan, lain-lain faktor yang dianggap penting oleh Kepala Badan. Formasi PPAT diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu formasi pada beberapa daerah kabupaten/kota tertentu yang hanya diperuntukan bagi PPAT yang pernah menjabat sebagai PPAT dan formasi pada daerah kabupaten/kota yang diperuntukan bagi pengangkatan pertama kali dan/atau untuk PPAT yang pernah menjabat sebagai PPAT. Penentuan beberapa daerah kabupaten/kota yang hanya diperuntukan bagi PPAT yang pernah menjabat sebagai PPAT ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan. Formasi PPAT yang telah ditetapkan, dapat ditinjau kembali oleh Kepala Badan apabila terdapat perubahan berdasarkan pertimbangan.46

Di daerah kerja PPAT yang hanya diperuntukkan bagi PPAT yang pernah menjabat sebagai PPAT tidak dapat dilaksanakan pengangkatan PPAT, kecuali jumlah PPAT yang telah ada berkurang dari jumlah formasi yang telah ditetapkan atau formasinya diadakan perubahan.47 Formasi atau kebutuhan dan penunjukan PPAT Sementara ditetapkan oleh Kepala Badan dengan mempertimbangkan faktor. Dalam hal di daerah kabupaten/kota yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan PPATnya telah terpenuhi, maka terhadap Camat yang baru dilantik tidak lagi ditunjuk sebagai PPAT, kecuali jumlah PPAT yang telah ada berkurang dari jumlah formasi yang telah ditetapkan atau formasinya diadakan perubahan. Formasi PPAT Sementara yang telah ditetapkan, dapat ditinjau kembali oleh Kepala Badan apabila terdapat perubahan berdasarkan pertimbangan.48

46

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pasal 7 ayat (1), (2), (3) dan (4)

47

Ibid., Pasal 8 ayat (1)

48

(14)

PPAT diangkat oleh Kepala Badan. Untuk dapat diangkat sebagai PPAT, yang bersangkutan harus lulus ujian PPAT yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Ujian PPAT diselenggarakan untuk mengisi formasi PPAT di kabupaten/kota yang formasi PPATnya belum terpenuhi.49 Sebelum mengikuti ujian PPAT, yang bersangkutan wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan PPAT yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan organisasi profesi PPAT. Pendidikan dan pelatihan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mendapatkan calon PPAT yang professional dan memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas jabatannya.50

Bagi calon PPAT yang akan diangkat sebagai PPAT, sebelum melaksanakan tugasnya wajib mengikuti pembekalan tehnis pertanahan yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan organisasi profesi PPAT. Keputusan pengangkatan PPAT diberikan kepada yang bersangkutan setelah selesai pelaksanaan pembekalan tehnis pertanahan. Tembusan keputusan pengangkatan PPAT sebagaimana dimaksud dalan Pasal 16 disampaikan kepada pemangku kepentingan. Untuk keperluan pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan PPAT, setelah menerima keputusan pengangkatan calon PPAT wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat paling lambat 3 (tiga) bulan. Apabila calon PPAT tidak melapor dalam jangka waktu maka keputusan pengangkatan PPAT yang bersangkutan dibatalkan demi hukum.51 PPAT

49

Ibid., Pasal 11 ayat (1), (2) dan (3)

50

Ibid., Pasal 12 ayat (1) dan (2)

51

(15)

mempunyai hak yaitu cuti, memperoleh uang jasa (honorarium) dari pembuatan akta sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, memperoleh informasi serta perkembangan peraturan perundang-undangan pertanahan, memperoleh kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri sebelum ditetapkannya keputusan pemberhentian sebagai PPAT.52 PPAT mempunyai kewajiban yaitu menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT, menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya kepada Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setempat paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan menyerahkan protokol PPAT.53

A. Tinjauan Tentang PPAT Sementara

Luasnya wilayah Republik Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan karena adanya tuntutan terlaksananya pembinaan masyarakat diberbagai sektor, maka Menteri Dalam negeri atas nama Pemerintah Pusat melimpahkan wewenangnya kepada pejabat-pejabat yang ada di daerah untuk melakukan pembinaan. Para pejabat yang dimaksud adalah Kepala Wilayah yang merupakan penguasa tunggal wilayahnya. Mereka merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat dan bukan hasil pilihan rakyat melalui pemilu. Salah satu kepala wilayah yang dimaksud disini dan tentunya merupakan pokok pembahasan tesis ini

52

Ibid., Pasal 36

53

(16)

adalah Camat. Pengertian Camat ini dapat dilihat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yaitu Pegawai Pamong Praja yang mengepalai Kecamatan.54

Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ini adalah Kepala Kecamatan. Ketentuan tentang penunjukkan PPAT sementara dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Camat yang wilayah kerjanya berada di dalam daerah Kabupaten/Kota yang formasi PPAT-nya belum terpenuhi dapat ditunjuk sebagai PPAT Sementara. 2. Surat Keputusan Penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara ditandatangani

oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atas nama Kepala Badan Pertanahan Nasional.

3. Untuk keperluan penunjukan sebagai PPAT Sementara, Camat yang bersangkutan melaporkan pengangkatannya sebagai PPAT Sementara kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan salinan atau foto copy keputusan pengangkatan tersebut.

Sebelum melaksanakan jabatan, PPAT Sementara wajib mengangkat sumpah jabatan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat dan didampingi Rohaniawan. Jika tidak mengangkat sumpah, maka akta yang dibuat tidak sah. Jika untuk kecamatan itu telah diangkat seorang PPAT, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi PPAT Sementara, sampai ia berhenti menjadi Camat

54

(17)

dari kecamatan itu. Jika karena sesuatu sebab (sakit atau cuti) tidak dapat menjalankan tugasnya, maka yang bertindak selaku PPAT Sementara ialah pegawai yang secara sah mewakilinya sebagai Camat.55

PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugasnya sebagai PPAT apabila tidak lagi memegang jabatannya atau diberhentikan oleh Pejabat di bidang pertanahan yang sesuai dengan kewenangannya. Kalau Camat berhenti atau dipindahkan, maka dengan sendirinya penggantinya yang akan menggantikannya sebagai PPAT Sementara.56

B. Dasar Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Sementara

PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.57 Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus yaitu Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara, Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta PPAT yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi negara sahabat berdasarkan asas resiprositas

55

Effendi Perangin.Op.Cit, hal 5

56

A.P.Parlindungan, Op.Cit, hal 188

57

(18)

sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus.58 PPAT Sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT apabila tidak lagi memegang jabatan dan diberhentikan oleh Menteri.59

Pengambilan sumpah jabatan sebagai PPAT Sementara bagi Kepala Desa dilakukan oleh dan atas prakarsa Kepala Kantor Pertanahan di Kantor Kepala Desa yang bersangkutan setelah Kepala Kantor Pertanahan menerima tembusan penunjukann Kepala Desa sebagai PPAT Sementara.60 Sumpah jabatan PPAT dan PPAT Sementara dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh PPAT atau PPAT Sementara yang bersangkutan, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan para saksi.61

(19)

tidak mampu. Di dalam melaksanakan tugasnya, PPAT dan PPAT Sementara dilarang melakukan pungutan di luar ketentuan.65

Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjuknnya.66Dalam hal tertentu Kepala Badan dapat menunjuk Camat dan/atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai PPAT Sementara. Sebelum Camat dan/atau Kepala Desa ditunjuk sebagai PPAT Sementara, yang bersangkutan wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan organisasi profesi PPAT. Kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan dikecualikan bagi Camat dan/atau Kepala Desa yang akan ditunjuk sebagai PPAT Sementara, apabila di daerah kabupaten/kota yang bersangkutan belum ada PPAT. Pendidikan dan pelatihan untuk menambah kemampuan PPAT Sementara dalam melaksanakan tugas jabatannya.67

Penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara dilakukan dalam hal di daerah kabupaten/kota sebagai wilayah kerjanya masih tersedia formasi PPAT. Keputusan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara ditetapkan oleh Kepala Badan yang pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah. Untuk keperluan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan penunjukan sebagai PPAT Sementara kepada Kepala Badan dengan melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan sebagai Camat melalui Kepala Kantor Wilayah. Dalam hal keputusan penunjukan

65

Ibid., Pasal 32 ayat (1), (2) dan (3)

66

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pasal 5 ayat (2)

67

(20)

Camat sebagai PPAT Sementara didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah, keputusan penunjukannya ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Kepala Badan sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran. Penunjukan Kepala Desa sebagai PPAT Sementara dilakukan oleh Kepala Badan setelah diadakan penelitian mengenai kebutuhan pelayanan masyarakat di bidang pembuatan akta di daerah-daerah terpencil.68

Bagi Camat dan/atau Kepala Desa yang telah ditunjuk sebagai PPAT Sementara sebelum melaksanakan tugasnya wajib mengikuti pembekalan tehnis pertanahan yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan organisasi profesi PPAT. Keputusan penunjukan Camat dan/atau Kepala Desa sebagai PPAT Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diberikan kepada yang bersangkutan setelah selesai pelaksanaan pembekalan tehnis pertanahan.

Tembusan keputusan penunjukan Camat dan/atau Kepala Desa sebagai PPAT Sementara disampaikan kepada pemangku kepentingan. Untuk keperluan pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT Sementara, setelah menerima keputusan penunjukan sebagai PPAT Sementara, Camat dan/atau Kepala Desa yang bersangkutan wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat paling lambat 3 (tiga) bulan. Apabila Camat dan/atau Kepala Desa yang telah ditunjuk sebagai PPAT Sementara tidak melapor dalam jangka waktu, maka keputusan penunjukan sebagai PPAT Sementara yang bersangkutan batal demi hukum.69

68

Ibid., Pasal 19 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5)

69

(21)

PPAT Sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT apabila tidak lagi memegang jabatan atau diberhentikan oleh pejabat di bidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya.70Penyerahan protokol PPAT Sementara yang berhenti menjabat dilakukan kepada PPAT Sementara yang menjabat berikutnya di kecamatan yang bersangkutan, atau apabila Camat di kecamatan tersebut tidak ditunjuk lagi sebagai PPAT Sementara, kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk selanjutnya diserahkan kepada PPAT yang berkantor di kecamatan yang bersangkutan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan.71 Blanko akta PPAT dibuat dan diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan hanya boleh dibeli oleh PPAT, PPAT Pengganti, PPAT Sementara atau PPAT Khusus.72

Dasar Hukum pengangkatan Camat sebagai PPAT Sementara dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan jabatan PPAT sebagaimana diubah menjadi PP No. 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998, yang menyebutkan bahwa : “Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu. Menteri dapat menunjuk pejabat pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus, Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT Sementara”73

70

Ibid., Pasal 25 ayat (2)

71

Ibid., Pasal 27 ayat (4)

72

Ibid, Pasal 51

(22)

Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Ka. BPN No. 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT menyebutkan bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan dapat menunjuk Camat dan/atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai PPAT Sementara

C. Peran PPAT dan Camat Selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

dalam Jual Beli Tanah

Bidang pertanahan sangat berperan bagi kehidupan penduduk Indonesia, untuk itu diperlukan status hukum, dan kepastian hukum dari tanah tersebut serta kepemilikan secara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 UUPA Ayat (1), yaitu bahwa: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Di samping untuk kepastian hukum bagi status tanah tersebut, pendaftaran tanah juga untuk melindungi para pemegang hak atas tanah, agar kepemilikan haknya tidak terganggu oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap tanahnya. Untuk itu ditegaskan dalam Pasal 19 Ayat (2) huruf c UUPA, menyatakan bahwa : “Pendaftaran tanah dalam pasal ini meliputi pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.” Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum.74

Masyarakat masih sangat sedikit yang melakukan pendaftaran hak kepemilikan atas tanahnya, disebabkan oleh adanya budaya masyarakat setempat

74

(23)

yang dalam hal praktik jual beli hak atas tanah, masih dilakukan dibawah tangan atau tidak dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Begitu sangat berartinya sertifikat hak atas tanah bagi pemiliknya, maka peran PPAT disini sangat penting. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2016 tentang perubahan dalam Pasal 37 Tahun 1998, Pasal 5 Ayat (3) huruf a menyatakan bahwa : “Karena fungsinya di bidang pendaftaran tanah yang penting bagi masyarakat yang memerlukan, maka fungsi tersebut harus dilaksanakan di seluruh wilayah negara, maka di wilayah yang belum cukup terdapat PPAT, Camat perlu ditunjuk sebagai pejabat sementara”.75

Sesuai rumusan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Berdasarkan pengertian dalam Pasal 1457 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, jual beli termasuk perjanjian. Adapun syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, adalah adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan, adanya suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Jika syarat mengenai kesepakatan dan kecakapan (syarat subyektif) tidak dipenuhi, maka suatu perjanjian dapat dibatalkan, maksudnya perjanjian tetap ada sampai adanya keputusan dari hakim. Sedangkan jika syarat mengenai suatu hal tertentu

75

(24)

dan suatu sebab yang halal (syarat obyektif) tidak dipenuhi, maka suatu perjanjian batal demi hukum maksudnya sejak awal dianggap tidak ada perjanjian.76

Jual beli tanah adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah, yang disebut “penjual”, berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain, yang disebut “pembeli”, sedangkan pihak “pembeli” berjanji dan mengikatkan diri untuk membayar harga yang telah disetujui.77 Menurut hukum Adat, jual beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan Kepala Adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak. Oleh karena itu, maka tunai mungkin berarti harga tanah dibayar secara kontan, atau baru dibayar sebagian.

Jual beli tanah berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tidak diterangkan secara jelas, akan tetapi dalam Pasal 5 UUPA disebutkan bahwa Hukum Tanah Nasional kita adalah Hukum Adat. Jadi pengertian jual beli tanah menurut UUPA adalah jual beli tanah menurut hukum adat yang telah disempurnakan/dihilangkan sifat kedaerahannya.78 Akta dalam arti terluas adalah perbuatan, perbuatan hukum (rechtshandeling). Akta juga diartikan sebagai “suatu tulisan” yang dibuat untuk dipakai sebagai bukti suatu perbuatan hukum, yang

76

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis,Kepailitan. (Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada, 2002), hal 11

77

Boedi Harsono, Op.Cit, hal 27-28

78

(25)

mana tulisan ditujukan kepada pembuatan sesuatu79. Akta Jual Beli Tanah adalah akta autentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah berkenaan dengan perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah.80

Akta jual beli tanah sering disebut dengan akta PPAT, menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, bahwa akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau atas Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Menurut Boedi Harsono, akta PPAT merupakan tanda bukti

yang bersifat terang dan nyata (riil), yang merupakan syarat bagi sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan, hingga menurut hukum mengikat para pihak yang melakukannya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah akta otentik. Jual beli menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, harus dibuat dengan akta PPAT, sedangkan jual beli tanah yang dilakukan tanpa dihadapan PPAT tetap sah karena UUPA berlandaskan pada Hukum Adat yang sistemnya adalah konkret/kontan/nyata. Namun jual beli tanah yang dilakukan tanpa dihadapan PPAT masih diragukan kekuatan hukumnya. Atas dasar

79

John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan. (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika,1993), hal 58

80

(26)

pertimbangan itulah, maka jual beli tanah harus dibuat dengan akta PPAT. Adapun fungsinya adalah sebagai bukti telah diadakan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Satuan Rumah Susun, akta PPAT berfungsi sebagai alat pembuktian mengenai benar sudah dilakukannya jual beli. Akta PPAT juga dijadikan dasar bagi pendaftaran atau perubahan data pendaftaran tanah ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Orang yang melakukan jual beli tanpa dibuktikan dengan akta PPAT tidak akan dapat memperoleh sertipikat, biarpun jual belinya sah menurut hukum.81

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) mempunyai peran yang sangat penting dalam pendaftaran tanah, yaitu membantu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam pendaftaran tanah. Peran Camat selaku PPAT dalam jual beli tanah mempunyai Peran menjadi Pejabat Sementara dalam pembuatan akta tanah dengan daerah jabatan Kecamatan dari masing-masing wilayah karena jabatannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditunjuknya Camat selaku PPAT, karena formasi PPAT di wilayah tersebut belum memenuhi untuk kepentingan pelayanan masyarakat.

Camat yang merangkap PPAT secara formal tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Tetapi untuk menghindarkan terjadinya pelanggaran maka wajib menyesuaikan wilayah jabatan sebagai Camat dengan wilayah jabatan sebagai PPAT. Selama penyesuaian wilayah jabatan ini belum dilakukan, Camat selaku PPAT tersebut tetap berhak untuk membuat Akta PPAT untuk wilayah jabatan PPAT, dan sebagai Camat selaku PPAT wajib menjaga agar pembuatan akta PPAT tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

81

(27)

Kedudukan Camat yang menjabat sebagai PPAT dengan tempat kedudukan di luar daerah kerjanya sebagai PPAT, berhenti dengan sendirinya sebagai PPAT sejak 6 (enam) bulan saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT. Tujuan pengawasan dan pembinaan Camat sebagai PPAT (Camat/PPAT) adalah dipertahankannya keluhuran martabat atau tugas jabatan Camat demi kepentingan masyarakat sebagai pemakai jasa Camat selaku PPAT dan demi integritas jabatan sebagai suatu jabatan kepercayaan serta pada akhirnya juga demi ketertiban hukum di masyarakat.82

Pada dasarnya Camat sebagai PPAT adalah pejabat umum yang diangkat pemerintah bertugas mengesahkan isi perjanjian yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku baginya, yaitu bagi Camat dan PPAT berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT. Camat/PPAT mempunyai tugas, wewenang, hak dan kewajiban yang sama dengan PPAT. Kekuatan hukum akta tanah yang dibuat di hadapan Camat selaku PPAT mempunyai kekuatan hukum yang sama sebagai akta otentik.83 Tidak semua Camat otomatis menjadi PPAT karena Camat yang pindah tugas ke wilayah lain berhenti sebagai PPAT dan penggantinya tidak otomatis menjadi PPAT dan kepada keduanya tidak ada wewenang untuk membuat akta tanah. Camat selaku PPAT dalam proses pembuatan akta tanah harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peran

82

Heriandi Admaja, Op.Cit, hal 76

83

(28)

Camat sangat penting untuk menunjang tugasnya dalam pendaftaran tanah pada umumnya dan dalam hal pembuatan akta tanah pada khususnya, yaitu :

1. Peran Camat selain menjabat sebagai PPAT, Camat juga menjadi kepala wilayah yang berhadapan langsung dengan masyarakat, sehingga Camat dapat memahami dengan baik masyarakat dan daerahnya.Ia dapat mengetahui permasalahan pertanahan dan status hak atas tanah yang ada di daerahnya, hal ini akan memudahkan Camat dalam tugasnya sebagai PPAT.

2. Peran Camat selaku PPAT dalam pemindahan hak atas tanah, yaitu Camat selaku kepala wilayah ia turut menandatangani surat keterangan mengenai tanah yang belum bersertifikat dan tugas-tugas lain di bidang agraria yang terkait dengan jabatannya sebagai kepala wilayah.

Peran Camat selaku PPAT dalam pendaftaran mengenai jual beli tanah adalah dengan cara memberikan informasi yang benar serta menjelaskan arti pentingnya tanah untuk didaftarkan karena akan diperoleh sertifikat bagi pemiliknya, yaitu pada saat para pihak (penjual dan pembeli/kuasa mereka masing-masing) menghadap Camat selaku PPAT untuk meminta dibuatkan akta jual beli. Jika hal demikian senantiasa dijalankan oleh pejabat pembuat akta tanah, niscaya akan sangat membantu kelancaran pelaksanaan tugas pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan.84

Peran atau kewajiban seorang camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara adalah sama dan sejajar dengan peran atau kewajiban dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Notaris. Artinya dalam menjalankan jabatannya tersebut, Camat sebagai PPAT Sementara harus sama-sama

84

(29)

berpedoman dan berpegang pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Oleh karena peran dan fungsinya sama, maka dalam hal pengangkatan seorang camat sebagai Pejabat Pembuat Akta (PPAT) Sementara harus pula memperhatikan persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan harus sesuai pula dengan ketentuan yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah, misalnya syarat diangkatnya Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara dapat dilakukan, apabila Formasi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Notaris belum mencukupi di daerah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dengan berdasarkan formasi penempatan tersebutlah, sebagai dasar diangkatnya seorang Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara. Hal ini berarti, apabila di suatu wilayah tertentu formasi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Notaris telah terpenuhi, maka camat tidak boleh lagi mengajukan permohonan untuk menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara dan apabila hal tersebut dilakukan, Menteri wajib dan akan menolak permohonan tersebut.85

85

Referensi

Dokumen terkait

Misalnya dampak negatif dari penggunaan jejaring sosial bagi para pelajar antara lain dapat mengurangi tingkat prestasi pelajar, karena mereka lebih fokus bermain dengan

Dengan panjang jalan 325 meter dan jarak antar tiang 35 meter,maka jumlah titik lampu yang dibutuhkan untuk Penerangan Jalan Umum (PJU) di Komplek Kantor

Agar budaya sosialisi di dunia nyata tidak berkurang intensitasnya” Maharina mengharapkan peran bijak user dalam bermedia sosial, bahwa ia jangan digunakan secara berlebihan,

(2010) melaporkan terdapat hubungan linier antara konsumsi BK dan emisi gas metana pada sapi, karena semakin meningkat konsumsi BK akan meningkatkan fermentasi BO

Dari grafik diatas pengaruh variasi panjang lengan terhadap nilai reduksi gerak translasi pada sistem utama , dapat disimpulkan pengaruh variasi panjang lengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja karet dan biaya tenaga kerja kelapa sawit secara simultan dan parsial berpengaruh nyata terhadap konversi lahan karet

Berdasarkan Gambar 4.28 terlihat, gerbang XNOR akan memiliki keluaran rendah jika level masukannya berbeda dan akan tinggi jika level masukannya berada dalam kondisi

Selama asset tetap dimiliki dan digunakan dalam kegiatan operasi normal perusahaan, agar tidak cepat terjadi kerusakan dari umur yang telah ditetapkan dan untuk