TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Patin (Pangasius sp)
Ikan patin dulunya adalah nama lokal untuk ikan asli Indonesia yang
memiliki nama ilmiah Pangasius pangasius. Namun, saat ini nama patin secara umum dipakai untuk memberi nama sebagian besar ikan keluarga Pangasidae. Untuk Pangasius sutchi diberi nama patin siam dan untuk Pangasius djambal
diberi nama patin djambal. Bleeker (1846) mengklasifiksikan ikan patin djambal sebagai berikut :
Kingdom : Animal Filum : Chordata Kelas : Osteichthyes Ordo : Siluriformes Famili : Pangasiidae Genus : Pangasius Spesies : Pangasius sp
Gambar 2. Anatomi Ikan Patin (Pangasius sp) (Hamilton, 1982)
Keterangan gambar : 1. Mulut; 2. Mata; 3. Sirip dada; 4. Patil; 5. Sirip Punggung; 6. Sirip perut; 7. Sirip anal; 8. Gurat sisi; 9. Sirip ekor
1
2 3
4
5
8
6
Ikan Patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak
dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala patin relative kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak ke bawah. Hal ini
merupakan cirri khas golongan catfish. Panjang tubuhnya dapat mrncapai 120 cm. sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang
besar dan bergerigi pada bagian belakang, sedangkan jari-jari lunak pada sirip punggungnya terdapat 6-7 buah (Kordi, 2005).
Ikan patin merupakan ikan berkumis yang hidup di air tawar dan terdapat di seluruh Asia Selatan serta Asia Tenggara. Mempunyai ciri kulit halus, memiliki dua pasang sungut yang relatif pendek, jari-jari sirip punggung dan sirip dada
sempurna dengan tujuh jari-jari bercabang, sirip dubur panjang dan bersambung dengan sirip ekor (Rahmawati, 2013).
Sirip ekor berbentuk cagak dan bentuknya simetris. Sirip duburnya yang
panjang terdiri dari 30-33 jari-jari lunak. Sirip perutnya memiliki 8-9 jari-jari lunak, sirip punggung (dorsal) mempunyai jari-jari keras yang berubah menjadi
patil bergerigi disebelah belakangnya. Jari-jari lunak sirip punggung berjumlah 7-8 buah (Pramudiyas, 2014).
Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Patin
Ikan patin banyak dijumpai pada habitat atau lingkungan hidup berupa
sungai. Benih patin di alam biasanya bergerombol dan sesekali muncul di
permukaan air untuk mengirup oksigen langsung dari udara pada menjelang fajar. Untuk budidaya ikan patin, media atau lingkungan yang dibutuhkan tidaklah
rumit, karena patin termasuk golongan ikan yang mampu bertahan pada lingkungan yang jelek (Kordi, 2005).
Kebiasaan Makan Ikan Patin
Ikan patin mempunyai kebiasaan makan didasar perairan atau kolam (bottom feeder). Berdasarkan jenis pakannya, patin digolongkan sebagai ikan yang
bersifat omnivora (pemakan segala). Namun, pada fase larva, ikan patin cenderung bersifat carnivora. Pada saat larva, patin bersifat canibalisme yaitu
memiliki sifat yang suka memangsa jenisnya sendiri. Jika kekurangan pakan, larva patin tidak segan-segan memangsa kawannya sendiri. Oleh karena itu, ketika
masih dalam tahap larva, pemberian pakan tidak boleh terlambat (Kustiyawati, 2016).
Menurut Djariah (2001), ikan patin membutuhkan sumber energi yang
berasal dari makanan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Patin merupakan ikan pemakan segala (omnivore), tetapi cenderung kea rah karnivora. Dialam makanan utama ikan patin berupa udang renik (crustacea), insecta dan
molusca. Sementara makanan pelengkap ikan patin berupa rotifer, ikan kecil dan
daun-daunan yang ada di perairan. Ikan patin juga sangat tanggap terhadap pada
pakan buatan (Pramudiyas, 2014).
Patin merupakan ikan pemakan segala (omnivora), tetapi cenderung ke
(crustacea), insecta dan molusca. Sementara makanan pelengkap ikan patin
berupa rotifera, ikan kecil dan daun-daunan yang ada di perairan Malam hari ia akan keluar dari lubangnya dan mencari makanan renik yang terdiri atas cacing,
serangga, udang sungai, jenis–jenis siput dan biji–bijian. Dari sifat makannya ikan ini juga tergolong ikan yang sangat rakus karena jumlah makannya yang besar. Sedangkan untuk larva ikan patin yang dipelihara pada kolam-kolam maupun
akuarium dapat diberikan makanan alami seperti artemia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Handayani, 2012).
Hama dan Penyakit Ikan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Karantina Ikan, Hama dan Penyakit Ikan (HPI) adalah semua mikro organisme yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menginfeksi tubuh ikan sekaligus dapat menimbulkan gangguan kehidupan ikan normal sampai dapat
mengakibatkan kematian. Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) adalah semua hama dan penyakit ikan yang belum terdapat dan/atau telah terdapat hanya
di area tertentu di wilayah negara Republik Indonesia yang dalam waktu relatif cepat dapat mewabah dan merugikan sosio ekonomi atau yang membahayakan kesehatan masyarakat. Hama dan Penyakit Ikan Golongan I adalah semua hama
dan penyakit ikan karantina yang tidak dapat di suci hamakan dan/atau disembuhkan dari media pembawa karena teknologi perlakuan belum dikuasai.
Penyakit ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat
menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada prinsipnya penyakit
yang menyerang ikan tidak datang begitu sajamelainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor kondisi, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan) dan adanya jasad patogen (jasad penyakit). Dengan demikian,
timbulnya serangan penyakit itu merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan dan jasad renik/organisme penyakit (Kordi, 2004).
Penyakit utama ikan adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri maupun viral. Penyakit viral yang terutama bersumber dari infeksi vertikal dari induk. Kemungkinan lain infeksi berasal dari infeksi horizontal melalui air, pakan,
dan dari sistem aerasi serta tidak kalah penting adalah kontaminasi dari manusia. Lingkungan yang baik akan meningkatkan daya tahan ikan, sedangkan lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan ikan mudah stress dan menurunkan daya
tahan tubuh terhadap serangan patogen (Sarjito dkk., 2013).
Penyebab penyakit dari internal dan eksternal menurut Yuasa dkk ( 2003)
adalah sebagai berikut:
1. Penyebab internal meliputi genetik, sekresi internal, imunodefisiensi, saraf dan metabolisme
2. Penyebab eksternal meliputi : - Non Patogen:
a. Penyakit Lingkungan, disebabkan suhu dan kualitas air lainnya (pH, kelarutan gas, zat beracun)
- Patogen terdiri dari parasit, jamur, bakteri dan virus.
Menurut Kordi (2004) sumber dan jenis penyakit adalah sebagai berikut : 1. Jasad patogen
Organisme patogen dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu patogen asli (true patoge) dan patogen potensial. Jasad patogen yang dikenal dengan menyerang ikan-ikan budidaya, baik ikan air tawar maupun iksn sir laut,
antara lain virus, parasit, bakteri dan jamur. 2. Hama
Hama adalah organisme yang mampu menimbulkan gangguan terhadap ikan budidaya. Hama dapat menyebabkan terjadinya serangan penyakit, baik langsung maupun tidak langsung. Hama menyebabkan serangan penyakit
langsung misalnya dengan melukai ikan, karena ikan yang terluka dengan mudah diserang bakteri, parasit dan jamur.
3. Lingkungan
Lingkungan air tidak hanya merupakan habitat ikan, tetapi juga merupakan habitat makhluk hidup maupun tempat makhluk tak hidup, termasuk didalamnya
bakteri, virus, parasit dan jamur. Kualitas air merupakan salah satu penyebab terjadinya serangan penyakit. Misalnya, meningkatnya suhu secara mendadak membuat ikan stress. Sebagai habitat hidup, lingkungan air adalah sumber
Bagian Tubuh Ikan yang Diserang Penyakit
Penyakit ikan akibat serangan bakteri patogen merupakan masalah serius bagi petani ikan karena dapat menimbulkan kematian dalam jumlah yang cukup
besar, sehingga merugikan petani ikan baik secara ekonomi maupun secara sosial. Bakteri patogen yang menyerang ikan juga dapat menurunkan mutu daging dari ikan yang terinfeksi akibat adanya borok, luka, dan ulcer yang dapat
menyebabkan masyarakat tidak mau untuk mengkonsumsinya (Syawal dkk., 2016).
Berdasarkan daerah penyerangan penyakit pada tubuh ikan, terutama penyakit infeksi, dibagi menjaadi 3 yaitu sebagai berikut:
1. Kulit
Ikan yang terserang penyakit pada kulitnya akan terlihat lebih pucat dan berendir serta ikan lebih sering menggosok-gosok tubuhnya pada benda-benda yang ada disekitarnya.
2. Insang
Serangan penyakit pada insang menyebabkan ikan sulit bernapas, tutup
insang mengembang dan warna insang menjadi pucat. 3. Organ dalam
Penyakit yang menyerang organ dalam sering mengakibatkan perut ikan
membengkak dengan sisik yang berdiri. Sering juga dijumpai perut ikan menjadi kuru. Jika menyerang usus, biasanya akan mengakibatkan peradangan dan jika
Bakteri
Bakteri merupakan organisme uniseluler, berukuran 0,5–1,5x11,0-3,0 mikrometer, tergolong protista prokariot yang dicirikan dengan tidak adanya
membran yang memisahkan inti dengan sitoplasma. Secara umum bakteri berbentuk bulat, batang dan spiral dengan sifat Gram positif dan Gram negatif (Suhendi, 2009).
Gambar 3. Bentuk-bentuk Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme dengan struktur intraseluler yang
sederhana, yang mempunyai daerah penyebaran relative luas, sehingga hampir dapat dijumpai dimana saja. Bakteri mempunyai ukuran relatif lebih besar
daripada virus, yaitu antara 0,3-0,5 mikron. Ciri-ciri bakteri adalah sifatnya yang dapat tumbuh dan bertambah banyak dalam kelompok, berbentuk rantau atau benang, memiliki koloni yang berwarna dan berkilau atau tidak, halus atau kasar,
metabolism aerob atau anaerob dan membutuhkan media tertentu untuk mengkultur disertai dengan menghasilkan asam atau gas. Sifat-sifat ini berguna
Menurut Suriawiria (1985), berdasarkan temperatur dan pH bakteri
dikelompokkan menjadi :
1. Bakteri psikrofil, yaitu golongan bakteri yang dapat tumbuh pada suhu antara
0°C sampai 30°C.
2. Bakteri mesofil, yaitu golongan bakteri yang mempunyai temperatur optimum pertumbuhan antara 25°C-37°C, minimum 15°C dan maksimum diantara 55°C.
3. Bakteri termofil yaitu golongan bakteri yang dapat tumbuh pada daerah suhu tinggi, optimum 55°C-60°C, minimum 40°C.
4. Bakteri asidofilik, yaitu golongan bakteri yang dapat tumbuh pada pH 2,0-5,0. 5. Bakteri mesofilik, yaitu golongan bakteri yang dapat tumbuh pada pH diantara
5,5-8,0, dan
6. Bakteri alkafilik, yaitu golongan bakteri yang dapat tumbuh pada pH 8,4-9,5.
Bakteri Potensial Patogen pada Ikan Patin
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep. 03/MEN/2010), bakteri-bakteri yang termasuk dalam hama dan penyakit ikan
karantina adalah Aeromonas salmonicida, Renibacterium salmoninarum, Mycobacterium marinum, Mycobacterium chelonei, Mycobacterium fortuitum,
Nocardia seriolae, Nocardia Campachi, Nocardia. Asteroides,
Nocardiacrassostreae, Edwardsiella tarda, Edwardsiella ictaluri, Streptococcus
agalactiae, Pasteurella piscicida (Photobacterium damselae subsp. Piscicida),
Yersinia ruckeri, Aerococcus viridans var Homeri, Pseudomonas anguilliseptica
dan Streptococcus iniae. Dari kelompok Bateri golongan HPIK tersebut yang
marinum, Mycobacterium chelonei, Mycobacterium fortuitum, Edwardsiella
tarda, Edwardsiella ictaluri, Streptococcus agalactiae, Pasteurella piscicida
(Photobacterium damselae subsp. Piscicida), Yersinia ruckeri, Pseudomonas
enguillaseptica dan Streptococcus iniae.
Bakteri Aeromonas sp berbentuk batang, bersifat gram negatif, motil dan dapat hidup pada lingkungan aerob maupun anaerob. Motil aeromonads mampu
beradaptasi pada lingkungan dengan berbagai kisaran konduktivitas, kekeruhan, pH, salinitas, dan suhu yang . Suhu optimum pertumbuhan tergantung pada strain
tertentu, tetapi umumnya berkisar dari 25°C hingga 35°C. Bakteri ini tersebar luas di lingkungan perairan (Hazen dkk., 1978).
Infeksi bakteri yang disebabkan oleh motil-aeromonas merupakan infeksi
yang umum terjadi dan menjadi penyebab meningkatnya penyakit ikan di kolam. Stres pada ikan akan meningkatkan kepekaan terhadap infeksi bakteri ini. Infeksi motil aeromonas telah diketahui selama bertahun-tahun dengan berbagai nama
diantaranya motil aeromonas septikemia (MAS), motil eromonad infeksi (MAI), hemorrhagi septikemia, red pest (hama merah) dan red sore (penyakit merah).
Infeksi Aeromonas dikenal dengan aeromonads. Aeromonads dianggap sebagai patogen oportunistik, yang dapat menimbulkan penyakit ketika daya tahan tubuh ikan di populasi melemah atau sebagai infeksi sekunder yang menyertai penyakit
ikan lainnya. Bebarapa dapat menyebabkan penyakit antara lain Aeromonas hydrophila, A. sobria, A. caviae dan beberapa jenis Aeromonas sp lainnya (Kordi,
Aeromonas salmonicida
Aeromonas salmonicida merupakan patogen opportunistik, yang dapat
menyerang baik ikan air tawar maupun air laut. A. salmonicida merupakan bakteri
berbentuk batang pendek dengan ukuran 1,3-2,0 x 0,8-1,3 μm, tidak motil, bersifat gram negatif, tidak memiliki endospora dan kapsula. A. salmonicida memiliki koloni putih berwarna putih, berukuran kecil, dengan bentuk bulat, cembung dan
utuh, anaerob fakultatif, oksidase positif dan memfermentasi glukosa (Handayani, 2012).
Aeromonas salmonicida merupakan bakteri penyebab penyakit
furuncolosis. Ikan yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala kehilangan nafsu makan, kulit melepuh, insang terlihat pucat, mata menonjol, terjadi
pendarahan pada kulit dan insang. Pembengkakan biasanya menjadi luka terbuka berisi nanah, darah dan jaringan yang rusak dipuncak luka tersebut yang bentuknya seperti kaldera (Kordi, 2004).
Aeromonas caviae
Aeromonas caviae bersifat kurang virulen dibandingkan beberapa jenis
motil Aeromonas yang bersifat patogen lainnya. Namun bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya septicaemia dan kematian jika dalam menfinfeksi dalam
jumlah yang besar (Buller, 2004). A. hydrophila merupakan bakteri agen penyebab penyakit Bacterial Hemorrhagic Septicemia (BAS) atau Motil
Aeromonas Septicemia (MAS). Aeromonas hydrophila menyebabkan lesio pada
Pada ikan jenis catfish, gejala yang muncul berupa kemerahan dan luka
pada sirip disertai dengan depigmentasi kulit yang tidak beraturan, dengan berbagai ukuran di seluruh permukaan tubuh. Kulit tubuh menjadi terkelupas,
sehingga otot dapat terlihat. Luka yang terbentuk dapat muncul di superficial atau meluas ke dalam otot hingga tulang (Handayani, 2012).
Aeromonas sobria
Menurut Austin (2012), A.sobria merupakan bakteri yang menyebabkan
penyakit internal dan eksternal. Infeksi A.sobria ditandai dengan berenang tidak normal, terdapat haemorrhages (pendarahan) dan terdapat luka pada kulit. A.sobria merupakan spesies dari Aeromonas spp. yang menyerang ikan air tawar
dan infeksinya juga terdapat pada hati, ginjal dan limfa.
Yersenia spp
Yersinia adalah salah satu genus Enterobacteriaceae yang mengkontaminasi bahan pangan yang hidup di perairan dan dapat menimbulkan
infeksi pada manusia. Yersinia sp. termasuk bakteri indikator pencemaran perairan yang kepadatannya meningkat seiring dengan dekatnya jarak dari darat yang mengandung pencemaran limbah domestik.Yersinia spp. merupakan salah
satu bakteri yang awalnya bukan termasuk patogen, namun pada suatu saat apabila kondisi lingkungan memungkinkan dapat pula menyebabkan penyakit
Kualitas Air Ikan
Kualitas suatu perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan makhluk hidup di perairan itu sendiri. Lingkungan
yang baik (hiegienis bagi hewan diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.Pertumbuhan dan kelangsungan hidup hewan atau tumbuhan di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh suhu, kecerahan, pH, DO dan CO2 dan kadar
Ammonia (NH3) dan sebagainya (Minggawati dan Saptono, 2012).
Beberapa parameter kualitas air yang di perlukan untuk pembudidayaan
ikan patin adalah : 1. Suhu
Menurut Sitanggang (2001), kondisi temperatur harus dijaga agar tetap
konstan. Temperatur mempengaruhi aktifitas metabolisme organisme perairan dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Suhu adalah variabel lingkungan penting untuk organisme akuatik karena suhu dapat
mempengaruhi aktivitas makan ikan, metabolisme, gas (oksigen) terlarut dan proses reproduksi ikan.
2. pH
pH adalah indikasi kalau air bersifat asam, basa (alkali), atau netral. Semakin tinggi konsentrasi ion Hidrogen maka perairan akan bersifat asam,
sebaliknya jika konsentrasi ion Hidrogen semakin rendah maka perairan akan bersifat asam. Derajat keasaman air akan mempengaruhi tingkat kesuburan
oksigen menurun, aktivitas pernafasan naik dan selera makan akan berkurang. Hal
sebaliknya terjadi pada suasana basa (Kordi 2004). 3. Oksigen Terlarut
Kandungan DO diperoleh akibat difusi gas oksigen dari udara ke dalam air pada saat bergerak atau oleh angin yang berhembus di permukaan,serta hasil fotosintesa. Oksigen sangat di butuhkan dalam proses fisika,kimia,biologi pada
suatu ekosistem perairan yang berlangsung secara berantai, sehingga minimnya kandungan oksigen dalam perairan akan menghambat berbagai aktivitas dalam
perairan tersebut, titik krisis pada perairan terjadi pada kisaran 3-5 mg/l. Kandungan oksigen (O2) digunakan oleh ikan untuk pernapasan. Oksigen yang diserap akan digunakan untuk aktivitas tubuh seperti bergerak, bertumbuh dan
berkembang biak sehingga tidak boleh kekurangan agar aktivitas terus berlangsung. Kandungan oksigen (O2) optimum 5-6 ppm (Susanto, 2009).
4. Kecerahan
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan kedalam air dan dinyatakan dengan persen, dari beberapa panjang gelombang di daerah spectrum
yang terlihat cahaya yang melalui cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak lurus pada permukaan air. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai di mana masih ada kemungkinan terjadi
proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula jernih baik