BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Glaukoma merupakan kumpulan gejala berupa neuropati optik
disertai hilangnya lapangan pandang dan tekanan intraokuli
merupakan faktor resiko utama (Skuta et al, 2010). Glaukoma
disebut “ the silent of thief “ atau si pencuri penglihatan oleh karena
sering terjadi secara tiba-tiba tanpa ada gejala terlebih dahulu (Lee
AD,1999).
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan terbanyak
kedua di seluruh dunia. Menurut perkiraan WHO pada tahun 2002,
penyebab kebutaan paling utama di dunia adalah katarak (47,8%),
glaukoma (12,3%), uveitis (10,2%), age related macular
degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%), corneal opacity (5,1%)
dan diabetic retinopathy (4,8%) (WHO,2002).
Secara garis besar, glaukoma diklasifikasikan menjadi 3, yaitu
glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup dan glaukoma
pada anak. Glaukoma sudut terbuka merupakan glaukoma yang
paling sering terjadi (Skuta et al, 2010).
Menurut Advance Glaucoma Intervention Study ada 3 hal
yang harus dinilai dalam menilai progresifitas glaukoma yaitu saraf
tekanan intra okuli (Demirel S, 2009). Banyak hal yang menjadi
faktor resiko terjadinya glaukoma sudut terbuka, salah satunya
adalah diabetes mellitus. (Skuta et al,2010)
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. (American
Diabetes Association,2010)
Diabetes mellitus tipe 2, yang merupakan 90-95% dari
populasi diabetes, yang mengalami resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif.
Dengan bertambah majunya suatu negara, terjadi perubahan
pada lingkungan yang meningkatkan prevalensi obesitas dan
menurunkan tingkat aktivitas masyarakat, menyebabkan
meningkatnya prevalensi DM tipe 2. (Harrison LC et al,2008 ; Powers
AC,2008). Di dunia prevalensi DM meningkat secara dramatis,
diperkirakan > 360 juta tahun 2030. Indonesia diperkirakan menjadi
peringkat keenam pada tahun 2030 dengan jumlah penderita
diabetes dewasa sebanyak 12 juta orang. (Shaw JE,2010) (American Diabetes Association,2010)
Pada DM tipe 2 terjadi kerusakan mikrovaskular dan gangguan
autoregulasi vaskular yang menyebabkan perubahan dari fungsi
neuron dan glial serta gangguan pada sel-sel ganglion retina yang
menyebabkan terjadinya glaukoma sudut terbuka. (Chopra Vikas et
al, 2007).
Penelitian Varma R dan Pasqualedi L dari Universitasi
Southern California, Los Angeles, menyatakan bahwa DM tipe 2
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya glaukoma sudut
terbuka. Penelitian ini meneliti 429 pasien (30 orang penderita
diabetes dan 399 tidak menderita diabetes), dan didapatkan hasil
penderita diabetes lebih banyak menderita glaukoma sudut terbuka
disbanding yang tidak menderita diabetes. (Varma Rohit, Pasquale
Louis,2006).
Penelitian Chopra V et al, 2007 dari Los Angeles juga
menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara DM tipe 2 dengan
kejadian glaukoma sudut terbuka pada penderita dewasa pada latino
populasi. Penelitian ini menjelaskan kejadian DM tipe 2 dan lamanya
terkena diabetes, akan menaikkan angka kejadian glaukoma sudut
terbuka . Penelitian ini juga menjelaskan
Penelitian yang dilakukan oleh Dacosta s et al, 2008 pada
Indian Journal Ophthalmology, ditemukan adanya hubungan
lapangan pandang dengan optic disc pada penderita glaukoma sudut
terbuka yang tidak menderita DM tipe 2. Jurnal ini memperlihatkan
adanya perubahan optic disc dan gangguan lapangan pandang pada
0.007) dan rim area (p = 0,016) signifikan dengan gangguan
lapangan pandang. (Dacosta S et al, 2008).
Penelitian Sari MD, 2012 di RSUP.H.Adam Malik Medan pada
penderita glaukoma sudut terbuka tanpa kelainan sistemik,
memperlihatkan perubahan optic disc dan penipisan RNFL di
kuadran superior dan inferior. (Sari MD 2012).
Penelitian Masdalena C, 2013 di RSUP.H.Adam Malik Medan
pada penderita glaukoma sudut terbuka yang tidak menderita
diabetes, memperlihatkan adanya penipisan disc area sebesar 79%,
penipisan rim area sebesar 91,9% dan pembesaran cup area
sebesar 85,5%, cup volume 62,9%, cup disc horizontal ratio 91,9%,
cup disc vertical ratio 93,5%, cup disc area 91,9%.perubahan optic disc bagian disc area signifikan dengan gangguan lapang
pandangan dan penipisan RNFL kuadran, inferior sebesar 66,1%,
nasal 32,2% dan temporal 67,7%. (Masdalena C, 2013).
Sampai saat ini di Indonesia belum ada penelitian yang
mengevaluasi ketebalan serabut saraf retina dan saraf optik pada
penderita glaukoma sudut terbuka dengan riwayat DM tipe 2. Oleh
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, apakah ada perubahan
lapisan serabut saraf retina dan saraf optik pada penderita glaukoma
sudut terbuka dengan DM tipe 2 di RSUP.H. Adam Malik Medan ?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Umum
Untuk mengetahui perubahan lapisan serabut saraf
retina dan saraf optik pada penderita glaukoma sudut terbuka
dengan diabetes mellitus tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik
Medan.
1.3.2. Khusus
• Untuk mengetahui nilai rata-rata ketebalan lapisan retina.
• Untuk mengetahui nilai ketebalan lapisan retina superior,
inferior, nasal dan temporal.
• Untuk mengetahui nilai cup/disc horizontal ratio, cup/disc
vertical ratio dan cup/disc area ratio.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
• Deteksi dini bagi penderita DM tipe 2 sebagai faktor resiko
• Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada RSUP.H.Adam Malik Medan tentang penyakit DM tipe
2 sebagai faktor resiko terhadap penyakit glaukoma sudut
terbuka.
• Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi data
untuk penelitian – penelitian selanjutnya yang mengenai DM
tipe 2 yang berkaitan dengan kelainan yang dijumpai pada