BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan
yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya
tidak hanya menjadi masalah kesehatan saja, namun bila tidak dikendalikan secara
tepat, benar dan kontinyu akan dapat mempengaruhi ketahanan ekonomi nasional,
karena sifatnya kronis dan umumnya mengenai usia produktif (Kemenkes RI,
2012).
Penyakit tidak menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak
ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya
berkembang lambat. Empat jenis utama penyakit tidak menular adalah penyakit
kardiovaskular (seperti serangan jantung dan stroke), kanker, penyakit pernapasan
kronis (seperti penyakit paru obstruktif kronis dan asma) dan diabetes melitus
(DM). PTM merupakan penyebab utama kematian di semua daerah kecuali
Afrika, tapi proyeksi saat ini menunjukkan bahwa pada tahun 2020 peningkatan
terbesar dalam kematian PTM akan terjadi di Afrika. Di negara Afrika kematian
karena PTM diproyeksikan melebihi kematian dari penyakit menular, gizi dan
kematian ibu dan perinatal sebagai penyebab paling umum kematian pada tahun
2030 (WHO, 2013).
Laporan dari WHO (2013) menunjukkan bahwa PTM sejauh ini
merupakan penyebab utama kematian di dunia, yang mewakili 63% dari semua
80% dari semua kematian PTM terjadi di negara berpenghasilan rendah dan
menengah.
Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah triple
burden diseases. Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai
dengan masih sering terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu, munculnya
kembali beberapa penyakit menular lama (re-emerging diseases), serta munculnya
penyakit-penyakit menular baru (new-emergyng diseases) seperti HIV/AIDS,
Avian Influenza, Flu Babi dan Penyakit Nipah. Di sisi lain, PTM menunjukkan
adanya kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes
RI, 2012).
Peningkatan kemajuan dan teknologi berdampak pada perubahan pola
makan masyarakat. Suatu kebiasaan makan yang tidak teratur dalam keluarga
meliputi pola makan dan frekuensi makan bersama dalam keluarga serta
pembiasaan makan yang tidak seimbang gizinya, akan membentuk kebiasaan
yang kurang baik bagi anak-anak dan terbawa hingga dewasa. Hal ini tentunya
berdampak pada masalah gizi diantaranya penyakit tidak menular (Suprayatmi,
2008).
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan adalah penyakit
hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan darah secara abnormal dan
berlangsung selama beberapa waktu yang dapat diketahui melalui beberapa kali
pengukuran tekanan darah. Hipertensi sampai saat ini menjadi masalah kesehatan
karena sampai saat ini 90 % tidak dapat diketahui penyebabnya. Hipertensi
gejala yang apabila tidak diobati dan ditanggulangi akan menimbulkan komplikasi
seperti stroke, penyakit jantung dan pembuluh darah, gangguan ginjal dan lainnya
yang pada akhirnya dapat menimbulkan kecacatan maupun kematian (Kemenkes
RI, 2012).
Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO), hipertensi merupakan
penyebab nomor 1 kematian didunia. Data WHO tahun 2000 menunjukan
diseluruh dunia, jumlah orang dewasa dengan hipertensi pada tahun 2000 sekitar
972 juta jiwa. Laporan itu menyatakan bahwa prevalensi keseluruhan hipertensi
pada tahun 2000 diperkirakan 26,4% dari populasi dunia dengan perbandingan
26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan meningkat menjadi 29,2%
ditahun 2025 dari 972 juta mengidap hipertensi terdapat 333 juta jiwa berada di
negara maju dan 639 juta sisanya berada di negara sedang berkembang termasuk
Indonesia (WHO, 2007).
Penderita hipertensi di Amerika Serikat yang berumur lebih dari 20 tahun
diperkirakan sekitar 77,9 juta atau 1 dari 3 penduduk pada tahun 2010. Prevalensi
hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat sebanyak 7,2 % dari estimasi
tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukan bahwa sebanyak 81,5% penderita
hipertensi menyadari bahwa mereka menderita hipertensi, 74,9% menerima
pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan darahnya terkontrol (tekanan
darah sistolik <140 mmHg dan diastolik <90 mmHg) dan 47,5% pasien yang
tekanan darahnya tidak terkontrol. Persentase pria yang menderita hipertensi lebih
persentasenya sama, kemudian mulai dari 64 tahun ke atas persentase wanita yang
menderita hipertensi lebih tinggi dari pria (Go dkk, 2014).
Penyakit hipertensi dapat mengakibatkan infark miokard, stroke, gagal
ginjal, dan kematian jika tidak dideteksi secara dini dan ditangani dengan tepat
(James dkk., 2014). Sekitar 69% pasien serangan jantung, 77% pasien stroke, dan
74% pasien congestive heart failure (CHF) menderita hipertensi dengan tekanan
darah >140/90 mmHG (Go dkk., 2014). Sejak tahun 1999 hingga 2009, angka
kematian akibat hipertensi meningkat sebanyak 17,1% dengan angka kematian
akibat komplikasi hipertensi mencapai 9,4 juta per tahunnya (Go dkk., 2014;
WHO, 2013). Hipertensi menyebabkan kematian pada 45% penderita jantung dan
51% kematian pada penderita stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013). Selain itu
hipertensi juga menelan biaya yang tidak sedikit dengan biaya langsung dan tidak
langsung yang dihabiskan pada tahun 2010 sebesar $46,4 milyar (Go dkk., 2014).
Walaupun demikian, hipertensi masih kurang mendapat perhatian yang
memadai. Banyak penderitanya tidak menyadari bahwa mereka mengidap
penyakit ini. Penyebab utamanya adalah karena penyakit ini baru menunjukkan
gejala setelah tingkat lanjut. Meski 70% di antara para penderita penyakit ini
menyadari keadaan mereka namun hanya 34% yang pergi berobat (Sheps, 2005).
Menurut Laporan Komisi Pakar WHO tentang Pengendalian Hipertensi
menyebutkan bahwa hipertensi merupakan gangguan pembuluh darah jantung
(kardiovaskuler) paling umum yang merupakan tantangan kesehatan utama
masyarakat yang sedang mengalami perubahan sosioekonomi dan epidemiologi
utama risiko kematian karena gangguan kardiovaskuler yang menyebabkan
20-50% dari seluruh kematian (WHO, 1996).
Hipertensi sendiri, masih menjadi sebuah tantangan besar di Indonesia.
Obat-obatan efektif banyak tersedia, namun angka penderita tetap meningkat.
Data dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) mengemukakan
bahwa angka kematian di Indonesia menyentuh angka 56 juta jiwa terhitung dari
tahun 2000-2013. Diketahui bahwa faktor kematian yang paling tinggi adalah
hipertensi, yang menyebabkan setidaknya 7 juta kematian penduduk di Indonesia
(InaSH, 2014).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan bahwa
prevalensi hipertensi pada penduduk berusia 18 tahun ke atas di Indonesia sebesar
25,8%, tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat umum
obat hanya 9,5%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di
masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan (Depkes RI,
2013). Profil data kesehatan Indonesia 2011 menyebutkan bahwa hipertensi
merupakan salah satu dari 10 penyakit dengan kasus rawat inap terbanyak di
rumah sakit pada tahun 2010 dengan proporsi kasus 42,38% pria dan 57,62%
wanita, serta 4,8% pasien meninggal dunia (Depkes RI, 2012).
Menurut Profil Kesehatan Provinsi Kesehatan Bangka Belitung tahun
2006, terdapat sebesar 13.363 kasus baru hipertensi di seluruh wilayah provinsi
ini selama kurun waktu satu tahun . Jumlah kasus hipertensi hanya di Kabupaten
Bangka pada tahun 2007, menempati urutan keempat dari 10 penyakit terbesar di
Berdasarkan penelitian Sianipar di Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, terdapat 107 kasus
penderita hipertensi dengan komplikasi yang dirawat inap selama tahun
2010-2012 dengan proporsi jenis kelamin perempuan lebih tinggi yaitu sebesar 56,1%
(60 orang) dibandingkan jenis kelamin laki-laki sebesar 43,9% (47 orang). Di
dalam penelitian juga disebutkan bahwa proporsi komplikasi tertinggi pada
penderita hipertensi adalah penyakit jantung sebesar 75,7% (81 orang), disusul
penyakit stroke 20,6% (22 orang), dan yang paling sedikit ditemukan pada
penyakit gagal ginjal sebanyak 3,7% (4 orang) (Sianipar, 2014).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskeskas) 2007, prevalensi
hipertensi untuk penduduk berusia 18 tahun ke atas di Provinsi Sumatera Utara
ada di urutan keempat yaitu sebesar 5,80% setelah sakit persendian, jantung dan
gangguan mental emosional. Prevalensi tertinggi di Kabupaten Nias Selatan
9,60% dan terendah di Kabupaten Serdang Bedagai 2,40% (Depkes RI, 2009).
Menurut Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2011, hipertensi menduduki
peringkat kedua dari sepuluh penyakit terbesar di Kota Medan dengan jumlah
penderita sebanyak 60.628 orang. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi selalu
menduduki peringkat lima teratas dalam hal penyakit terbesar di Kota Medan
dengan jumlah penderita yang sangat tidak bisa diprediksi jumlahnya (Dinkes
Kota Medan, 2011). Sementara itu di Kabupaten Deli Serdang, berdasarkan
sepuluh peringkat penyakit terbesar tahun 2005, proporsi hipertensi sebesar 4,02%
meningkat pada tahun 2006 menjadi 7,88%, terjadi peningkatan kasus sebesar
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Deli Serdang didapat jumlah kasus penderita hipertensi dengan komplikasi yang
dirawat inap di rumah sakit umum daerah pada tahun 2014 sebesar 104 kasus.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan
penelitian tentang karakteristik penderita hipertensi dengan komplikasi rawat inap
di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang tahun 2014.
1.2 Perumusan Masalah
Belum diketahui karakteristik penderita hipertensi dengan komplikasi
yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Kabupaten Deli
Serdang tahun 2014.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita hipertensi dengan komplikasi
yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi proporsi penderita hipertensi dengan komplikasi
berdasarkan sosiodemografi meliputi umur, jenis kelamin, suku, agama,
pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan dan tempat tinggal.
b. Mengetahui distribusi proporsi penderita hipertensi dengan komplikasi
berdasarkan derajat hipertensi.
c. Mengetahui distribusi proporsi penderita hipertensi dengan komplikasi
d. Mengetahui distribusi proporsi penderita hipertensi dengan komplikasi
berdasarkan jenis komplikasi
e. Mengetahui lama rawatan rata-rata penderita hipertensi dengan
komplikasi.
f. Mengetahui distribusi proporsi penderita hipertensi dengan komplikasi
berdasarkan sumber biaya.
g. Mengetahui distribusi proporsi penderita hipertensi dengan komplikasi
berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
h. Mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan jenis komplikasi
hipertensi.
i. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan jenis komplikasi
hipertensi.
j. Mengetahui distribusi proporsi derajat hipertensi berdasarkan jenis
komplikasi hipertensi.
k. Mengetahui lama rawatan rata-rata berdasarkan jenis komplikasi
hipertensi.
l. Mengetahui distribusi proporsi jenis komplikasi berdasarkan keadaan
sewaktu pulang.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan informasi tentang karakteristik penderita hipertensi dengan
komplikasi rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi instansi terkait
dalam rangka meningkatkan upaya kesehatan baik preventif mau kuratif
khususnya untuk penyakit hipertensi dengan komplikasi.
c. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sarana untuk meningkatkan
pengetahuan dan wawasan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh
selama pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara (FKM – USU) dan sebagai salah satu syarat untuk