BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pepaya (Carica papaya L)
Pepaya merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan. Tanaman ini menyebar ke Benua Afrika dan Asia serta India. Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk Indonesia di abad ke-17 (Setiaji, 2009). Menurut Kalie (1996), suku Caricaceae memiliki empat marga, yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta, dan Cylicomorpha. Ketiga marga pertama merupakan tanaman asli Meksiko bagian
selatan serta bagian utara dari Amerika Selatan, sedangkan marga keempat merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Marga Carica memiliki 24 jenis, salah satu diantaranya adalah papaya (Martiasih, 2014).
Tanaman pepaya tumbuh subur pada daerah tropis yang memilki curah hujan 1000-2000 mm/tahun dan suhu udara optimum 22-26 derajat C serta Kelembaban udara sekitar 40% agar menghasilkan buah yang baik dan berkualitas (Suprapti, 2005).
Kedudukan taksonomi tanaman pepaya dalam Suprapti (2005) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Violales
Family : Caricaceae Genus : Carica
Bentuk dan susunan tubuh bagian luar tanaman pepaya termasuk tumbuhan yang umur sampai berbunganya dikelompokkan sebagai tanaman buah-buahan semusim, namun dapat tumbuh setahun lebih (Suprapti, 2005). Di Indonesia buah yang umumnya disebut pepaya ini memiliki masing-masing nama daerah. Seperti di Aceh sering disebut buah Pente, buah botik di Sumatera Utara, buah Kates di Jawa Tengah dan lainnya (BPOM RI, 2008).
Buah pepaya matang mengandung sejumlah zat gizi penting terutama vitamin A. dalam setiap 0,5 kg buah pepaya terkandung nutrisi: protein (2,5 gram), karbohidrat (46 gram), lemak (0,5 gram), vitamin A (10.000 SI), vitamin C (300 mg), thiamin (0,30 mg), riboflavin (0,27 mg), niasin (1,75 mg), kalsium (0,15 gram), magnesium (0,25 gram), potassium (1,15 gram), belerang (0,15 gram), fosfor (0,47 gram), zat besi (0,02 gram), silicon (0,02 gram), klorin (0,12 gram), sodium (0,2 gram), dan air (399 gram) (Jaelani, 2009).
Buah pepaya dikenal sebagai buah yang dapat memperlancar pencernaan, Selain itu, terdapat manfaat lain dari buah pepaya, yaitu berkaitan dengan perawatan kulit. Seperti telah diketahui, penduduk di kepulauan Karibia biasa memanfaatkan buah pepaya matang sebagai sabun untuk kulit. Demikian juga dengan jus pepaya yang matang dipakai untuk menghilangkan kulit berkerut karena faktor usia dan terpaan sinar matahari. Pepaya dapat mencegah kerut-kerut pada kulit karena mengandung zat yang dapat meremajakan kolagen (Jaelani, 2009). Selain itu, jus buah pepaya yang matang dan berwarna merah juga baik untuk kesehatan mata. Sementara untuk buah yang muda bisa dimanfaatkan air getahnya untuk menghilangkan kapalan dan menyembuhkan kaki yang pecah-pecah (Jaelani, 2009).
2.2 Mikroorganisme yang sering terdapat pada buah 2.2.1 Enterobacteriaceae
Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri batang gram negatif
hewan. Familinya memiliki banyak genus (Escherichia, Shigella, Salmonella, Enterobacter, Klebsiella, Serratia, Proteus, dan lain-lain). Beberapa organisme
enterik, misalnya E. coli, merupakan bagian dari flora normal saluran gastrointestinal, walaupun bisa saja bakteri ini menyebabkan penyakit sedangkan lainnya, Salmonella dan Shigella, bersifat patogen untuk manusia. Enterobacteriaceae bersifat fakultatif aerob atau anaerob, memfermentasikan
berbagai karbohidrat, memiliki struktur kompleks antigen, dan menghasilkan toxin dan faktor virulensi lainnya. Enterobacteriaceae dan bakteri gram-negatif enterik adalah istilah yang sering digunakan, tetapi bakteri-bakteri ini disebut juga koliform (Brooks, 2008).
Bakteri Enterobacteriaceae berbentuk batang (basil), berukuran kecil (0,3-1,0 x (0,3-1,0-6,0 µm), gram negatif, dan tidak membentuk spora (Murray, 2002). Ada yang bergerak (motil) dengan menggunkan flagella, seperti Escherichia coli, dan ada pula yang tidak bergerak (non motil) (UNIBRAW, 2003).
2.2.2 Bakteri Koliform
Koliform sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik dan anaerobik fakultatif yang memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 37˚C (Widiyanti, 2004). Adanya bakteri Koliform dalam suatu makanan/minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Widiyanti, 2004).
Bakteri Koliform dapat dibedakan atas dua grup yaitu:
1) Koliform fekal, misalnya E.coli yang merupakan bakteri yang ada di kotoran hewan maupun manusia,
2) Koliform nonfekal, misalnya Enterobacter aerogenes yang biasanya ditemukan pada hewan atau tanam-tanaman yang telah mati.
ditandai dengan adanya indikator metil merah (M), uji Voges-Proskauer (V) yaitu uji pembentukan asetilmetilkarbinol (asetoin) dan uji sitrat (C) yang menunjukkan penggunaan sitrat sebagai sumber karbon (Supardi, 1999 dalam Siregar, 2013).
2.2.3 Escherichia coli
Pada genus Escherichia, terdapat satu spesies bakteri yang sering diisolasi dari spesimen klinik, yaitu E.coli. Bakteri ini membentuk koloni yang sirkular, konveks dan halus dengan tepi yang tegas pada biakan (Brooks, 2008). E.coli merupakan bakteri anaerob fakultatif gram negatif berbentuk batang. Pertama dijumpai pada tahun 1885, bakteri ini kemudian dikenal bersifat komensal maupun patogen (Arisman, 2009).
Pembagian E. coli berdasarkan reaksi serologis terutama ditentukan atas tipe antigen O (somatik), tipe antigen H (flagellar), dan tipe antigen K (kapsular). (Winn, 2006). Antigen O merupakan bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel. Antigen O resisten terhadap panas dan alkohol dan terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama adalah IgM. Terkadang antigen O berkaitan dengan penyakit yang spesifik pada manusia E.coli tipe O spesifik ditemukan pada diare dan infeksi saluran kemih. Antigen K pada E.coli merupakan polisakarida, yang dapat berhubungan dengan virulensi seperti pada meningitis neonatal dan menyebabkan perlekatan bakteri pada sel epitel sebelum invasi ke saluran cerna dan saluran kemih. Antigen H terdapat di flagella dan didenaturasi oleh panas atau alkohol (Brooks, 2008).
E.coli dan sebagian besar bakteri enterik lain membentuk koloni yang
Gambar 2.1 Koloni E.coli pada EMB agar
Sumber:
Gambar 2.2 Reaksi Biokimia (IMVIC) untuk E.coli
Bakteri dapat masuk peredaran darah dan menimbulkan sepsis. Manifestasi klinis yang timbul oleh infeksi E.coli bergantung pada tempat infeksi (Brooks, 2008).
E.coli yang menyebabkan diare sangat banyak ditemukan di seluruh dunia.
E.coli ini diklasifikasikan berdasarkan ciri khas sifat – sifat virulensinya dan
setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda (Brooks, 2008).
2.2.3.1 E. Coli Enteropatogenik (EPEC)
Merupakan penyebab diare yang penting pada bayi, terutama di negara berkembang, EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare di ruang perawatan di negara maju. EPEC menempel pada sel mukosa usus halus. Faktor yang diperantarai oleh kromosom meningkatkan perlekatan. Terdapat kehilangan mikrovili (penumpulan), pembentukan tumpuan filamen aktin atau struktur mirip mangkuk, dan kadang-kadang EPEC masuk ke dalam sel mukosa. Akibat infeksi EPEC adalah diare encer, yang biasanya sembuh sendiri tetapi bisa menjadi kronik. Diare EPEC disebabkan oleh berbagai serotipe spesifik E.coli; strain diidentifikasi dengan antigen O dan kadang-kadang dengan penentuan tipe antigen H. Pemeriksaan untuk mengidentifikasi EPEC dilakukan di laboratorium rujukan. Lamanya diare EPEC dapat diperpendek dan diare kronik dapat diobati dengan terapi antibiotic (Brooks, 2008)
2.2.3.2 E.Coli Enterotoksigenik (ETEC)
orang yang sebelumnya terinfeksi E.coli. Beberapa strain ETEC menghasilkan endotoksin yang tahan panas yaitu ST yang mengaktifkan guanilil siklase dalam sel epitel enterik dan merangsang sekresi cairan. Strain yang memproduksi kedua toksin tersebut menyebabkan diare yang lebih berat. Bila terjadi diare, terapi antibiotik dapat secara efektif mempersingkat durasi penyakit (Brooks, 2008).
2.2.3.3 E.Coli Enterohemoragik (EHEC)
Merupakan penghasil verotoksin dan dapat menimbulakan diare yang berat, colitis hemoragik, dan sindroma hemolitik uremik. Verotoksin memiliki banyak sifat yang serupa dengan toksin Shigella dysentriae tipe 1, namun dua toksin tersebut berbeda secara antigenik dan genetik. Serotipe E.coli yang menghasilkan verotoksin, O157:H7 adalah serotipe yang paling sering ditemukan dan satu-satunya yang dapat diidentifikasi. ETEC O157:H7 tidak menggunakan sorbitol, tidak seperti kebanyakan E.coli lain, negatif pada agar sorbitol MacConkey, dan juga negatif pada uji MUG (Brooks, 2008).
2.2.3.4 E.Coli Enteroinvansif (EIEC)
Menimbulkan penyakit yang sangat mirip shigelosis. Penyakit ini terjadi paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan pada pengunjung negara-negara tersebut. Seperti Shigella, strain EIEC tidak memfermentasikan laktosa atau memfermentasi laktosa dengan lambat dan nonmotil. EIEC menimbulkan penyakit dengan menginvasi sel epitel mukosa usus (Brooks, 2008).
2.2.3.5 E.Coli Enteroagregatif (EAEC)
2.2.4 Salmonella sp
Salmonella sp biasanya bersifat patogen untuk manusia bila masuk melalui
rute oral, biasanya masuk bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi. Organisme ini dapat menyebabkan enteritis, infeksi sistemik, dan demam enterik (demam tifoid). Salmonella sp mudah tumbuh pada medium sederhana, tetapi hamper tdak pernah memfermentasikan laktosa atau sukrosa. Organisme ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa. Salmonella sp biasanya menghasilkan H2S dan dapat bertahan di air yang beku dalam waktu yang lama. Salmonella sp resisten terhadap bahan kimia tertentu (missal, hijau brilian, natrium tetrationat, natrium deoksikolat Media kultur yang sering digunakan adalah MacConkey untuk mendeteksi organisme lactose non-fermenter dengan cepat, namun tidak spesifik untuk Salmonella sp. Isolasi dapat dilakukan pada medium selektif seperti Salmonella-shigella (SS) atau agar Hectoen. Medium bismuth sulfit memungkinkan deteksi cepat Salmonella sp yang membentuk koloni hitam karena produksi H2S. ) (Brooks, 2008).
2.2.5 Shigella sp
Shigella sp merupakan batang gram negatif yang ramping dan berbentuk
kokobasil yang ditemukan pada biakan muda. Koloni Shigella sp berbentuk konveks, bulat, transparan dengan tepi yang utuh dan mencapai diameter sekitar 2 mm dalam 24 jam. Shigella sp tumbuh dengan baik pada medium diferensial (misalnya, agar MacConkey atau EMB) dan pada medium selektif (agar enteric Hectoen atau agar Salmonella-Shigella) yang menekan enterobacteriaceae land
an organism gram positif. Koloni yang tidak berwarna (laktose-negatif)
2.2.6 Enterobakter sp
Enterobakter sp memiliki kapsul yang kecil, dapat ditemukan hidup bebas
atau berada didalam saluran cerna, dan menyebabkan infeksi saluran kemih dan sepsis. Organisme ini dapat meragikan laktosa dengan cepat dan memberikan warna pada koloni. Enterobakter sp menghasilkan asam pada fermentasi glukosa, memberikan hasil negatif pada tes indole, negatif pada metil merah dan positif pada tes Voges Proskauer, dan citrate positif dengan suhu pertumbuhan optimal 30⁰C (Brooks, 2008).
2.2.7 Klebsiella sp
Seperti golongan Enterobacteriaceae lain, Klebsiella sp umumnya tampak sebagai lactose-fermenting colonies dan adanya kapsul yang tebal menyebabkan koloni Klebsiella sp yang tumbuh pada media perbenihan tampak besar, kasar, dan mukoid (Greenwood, 2002). Klebsiella sp dapat menyebabkan infeksi paru, infeksi saluran kemih, dan bakteremia yang disertai infeksi fokal pada pasien yang sangat lemah (Brooks, 2008).
2.2.8 Vibrio cholerae
V.cholerae merupakan penyebab penyakit diare epidemik (kolera) di