• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Menurut World Health Organization (WHO) ISPA yaitu Penyakit infeksi akut

yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran napas mulai dari hidung

(saluran bagian atas) hingga jaringan di dalam paru-paru (saluran bagian bawah)

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernapasan

atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,

maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru (Alsagaff, 2008).

Selain itu juga ada pendapat Saluran Pernapasan Akut yaitu Infeksi yang

menyebabkan paru-paru meradang, kantung-kantung menyerap oksigen menjadi

berkurang sehingga sel-sel tubuh tidak bisa bekerja sehingga menyebabkan

penyebaran infeksi keseluruh tubuh dan penderita meninggal (Misnadiarly, 2008)

Sedangkan menurut (Suratun, 2008), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

adalah Infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung, dan

paru - paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran

diatas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah

secara stimulan atau berurutan.

Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah gejala akut akibat infeksi yang terjadi

disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan

(2)

2.1.1. Etiologi ISPA

ISPA dapat disebabkan lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri

penyebab ISPA antara lain dari streptococcus homolitikus, stafilococcus, pneumococcus, hemofilus influenza, Bordetella pertusis, dan korinobacterium difteri.

Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan mikosovarius (virus influenza, virus parainfluenza, dan virus campak), adenovirus, koronavirus, pikomavirus,

mikoplasma, dan herves virus (Depkes, 2004).

2.1.2. Klasifikasi ISPA

Menurut Misnadiarly (2008) Dalam penentuan derajat keparahan penyakit,

dibedakan atas dua kelompok umur yaitu (1) kurang dari 2 bulan yaitu (a) Pneumonia

berat, (b) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), (2) dan umur 2 bulan sampai kurang

dari 5 tahun sebagai berikut (a) Bukan pneumonia adalah salah satu atau lebih gejala

berikut, batuk pilek biasa (common cold) yang tidak menunjukkan gejala peningkatan

frekuensi napas dan tidak menunjukkan penarikan dinding dada ke dalam, (b).

Pneumonia Berat bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian

bawah kedalam pada waktu anak menarik nafas, (c) Pneumonia sedang bila disertai

nafas cepat, untuk usia 2 bulan – 12 bulan > 50x/menit, usia 1 – 4 tahun > 40 x /

menit.

Sedangkan menurut (Depkes RI, 2004) Klasifikasi ISPA terbagi menjadi, (1)

ISPA ringan dengan gejala batuk, pilek dan senak, (2) ISPA sedang apabila timbul

(3)

seperti mengorok, (3) ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak

teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah

2.1.3. Faktor Resiko ISPA

Adapun salah satu faktor resiko terjadinya ISPA adalah keadaan status gizi

(Rahajoe dkk, 2012). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan atas gizi buruk, kurang, baik, dan

lebih (Almatsier, 2009).

Sedangkan menurut Suratun (2008), faktor resiko timbulnya ISPA terdiri dari

(1) faktor demografi (jenis kelamin, usia, pendidikan), (2)Faktor Biologis ( status

Gizi dan faktor rumah), (3) faktor polusi ( cerobong asap, kebiasaan merokok), (4)

faktor timbulnya penyakit yaitu faktor lingkungan.

2.1.4. Pencegahan ISPA

Menurut Depkes RI (2004), pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan cara :

(1) Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik dengan harapan gizi yang baik maka akan

menghindarkan dari penyakit terutama ISPA, (2) Imunisasi, dilakukan untuk menjaga

kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang

disebabkan oleh virus / bakteri, (3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

dengan membuat ventilasi udara sehingga akan mengurangi polusi asap dapur / rokok

yang ada didalam rumah, (4) mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

sehingga tidak terkontaminasi dengan penderita ISPA melalui udara yang

(4)

2.1.5. Pengobatan ISPA

Pengobatan ditujukan kepada pemberantasan mikroorganisme penyebabnya.

Walaupun adakalanya tidak diperlukan antibiotikan jika penyebabnya adalah virus,

sedangkan disisi lain ada kesulitan membedakan penyebab antara virus dan bakteri.

Selain itu masi ada keterlibatan infeksi sekunder oleh bakteri. Oleh karena itu,

antibiotika diberikan jika penderita telah ditetapkan sebagai pnemonia, ini sejalan

dengan pedoman Depkes RI (Misnadiarly, 2010)

2.2. Hubungan Status Gizi Balita terhadap Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Kekurangan gizi dapat terjadi dari tingkat ringan sampai dengan tingkat berat

dan terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu yang cukup lama. Balita yang kurang

gizi mempunyai risiko meninggal lebih tinggi dibandingkan balita yang mempunyai

status gizi yang baik (Andarini dkk, 2005).

Duarte dan Bothelho (2000) menyebutkan salah satu faktor yang dapat

menimbulkan terjadinya ISPA pada balita adalah status gizi, dimana status gizi yang

kurang merupakan hal yang memudahkan proses terganggunya sistem hormonal dan

pertahanan tubuh pada balita.

Zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan memiliki efek kuat untuk reaksi

kekebalan tubuh dan resistensi terhadap infeksi Tupasi (2000) mendapatkan bahwa

pada kondisi kurang energi protein (KEP), dapat menyebabkan ketahanan tubuh

(5)

terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam

mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi (Rodriguez, 2011).

Protein merupakan zat gizi yang sangat diperlukan bagi pembentukan enzim

yang berperan dalan metabolisme tubuh, termasuk sitem imun. Antibodi globulin

gamma yang biasanya disebut dengan imunoglobilin merupakan 20 % dari seluruh

energi plasma. Semua immunoglobulin terdiri dari rantai polipeptida yang

mengandung bermacam-macam asam amino-asam amino yang spesifik. Salah satu

asam amino yang berperan dalam sistem imun adalah asam amino treonin yang

memiliki kemampuan untuk mencegah masuknya virus dan bakteri terutama pada

saluran nafas dan paru-paru. Yakni berupa sekresi lendir yang disebut glikoprotein

dan immunoglobulin A. Pada penderita yang mengalami kekurangan asam amino

treonin akan mengalami kemunduran sistem kekebalan tubuh. Kekurangan protein

yang terjadi dapat menurunkan sistem imun yang pada akhirnya akan menyebabkan

tubuh lebih mudah terpapar penyakit infeksi. Selain itu, kekurangan protein

umumnya dapat juga berpengaruh terhadap metabolisme vitamin dan mineral yang

berperan sebagai anti oksidan tidak dapat berperan secara maksimal, akibatnya baik

flora normal maupun bakteri dari luar dapat dengan mudah berkembang dan virulensi

nya meningkat, sehingga menyebabkan timbulnya gejala penyakit, termasuk infeksi

(6)

2.2.1. Metode Penilaian Status Gizi Balita

Menurut (Rusilanty dkk, 2013) Metode penilaian status gizi dapat dibagi

menjadi dua bagian, yaitu :

1. Penilaian secara langsung yang terdiri dari :

a. Penilaian Antropometri adalah berbagai macam pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai

jenis ukuran tubuh antara lain tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas.

Antropometri digunakan untuk melihat ketidak seimbangan pada pola

pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan

jumlah air dalam tubuh.

b. Penilaian Klinis adalah metode yang digunakan untuk menilai jaringan epitel

seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ-organ yang dekat

dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Survei ini dirancang untuk

mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan

fisik, yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit. Berikut ini disampaikan

cara mendeteksi masalah kurang gizi yang dideteksi melalui pemeriksaan

klinis (Supariasa dkk, 2002).

c. Penilaian Biokimiawi, pemeriksaan laboratorium dilakukan melalui

pemeriksaan spesimen jaringan tubuh (darah, urin, tinja, hati dan otot).

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kekurangan gizi secara spesifik.

d. Penilaian Biofisik dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan

(7)

orang yang buta senja. Pemeriksaan ini dengan cara pemeriksaan radiologi

(untuk penyakit riketsia, osteomalasia, sariawan, beri-beri, fluorosis). tes

fungsi fisik (untuk mengukur kelainan buta senja akibat kurang vitamin A),

tes sitologi (untuk menilai keadaan KEP berat).

2. Penilaian tidak langsung diantaranya adalah :

a. Surve konsumsi makanan adalah untuk mengetahui kebiasaan makanan,

gambaran tingkat kecukupan bahan makanan, dan zat gizi pada tingkat

kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya dengan tujuan : menentukan tingkat kecukupan konsumsi

pangan nasional dan kelompok, menentukan status kesehatan dan gizi

keluarga dan individu, menentukan pedoman kecukupan makanan dan

program pengadaan makanan, sebagai dasar perencanaan dan program

pengembangan gizi,menentukan perundang-undangan yang berkenaan dengan

makanan, kesehatan dan gizi masyarakat.

b. Statistik vital dengan menganalisis data kesehatan seperti angka kematian,

kesakitan, pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi yang berhubungan

dengan gizi.

c. Faktor ekologi, Pengukuran status gizi didasarkan atas ketersediaan makanan

yang dipengaruhi oleh iklim, tanah, irigasi dan sebagainya untuk mengetahui

(8)

2.2.2. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Penilaian status gizi berdasarkan antropometri dapat diukur menggunakan

parameter tunggal seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,

lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. Pada

umumnya penilaian status gizi menggunakan parameter gabungan seperti : berat

badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB) dan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U)

(Supariasa, 2014 ).

Sedangkan di Indonesia Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan

kombinasi beberapa parameter disebut indeks antropometri yaitu untuk berat badan

(BB) dan tinggi badan (TB) , lingkar lengan atas (LILA) (Kepmenkes, 2010).

Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks SK Menkes RI

No 1995/Menkes/SK/XII/2010 (Sumber Kepmenkes, 2010)

Tabel 2.1 Kategori Status Gizi

(9)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Indeks Kategori status gizi Ambang batas (Z-skor) Berat badan menurut Panjang

badan (BB/PB)

2.3. Hubungan Status Imunisasi terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh kebal

terhadap invasi mikroorganisme (bakteri dan virus) yang dapat menyebabkan infeksi

sebelum mikroorganisme tersebut memiliki kecepatan untuk menyerang tubuh.

Dengan imunisasi, tubuh akan terlindung dari infeksi, begitu pula orang lain karena

tidak tertular dari seseorang. Oleh karena itu, imunisasi harus dilakukan untuk semua

orang, terutama bayi dan anak sejak lahir, agar pada akhirnya nanti infeksi dapat

musna dari muka bumi (Maryunani, 2010).

Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap

suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah

(10)

diharapkan tubuh dapat menghasilkan Eat Anti yang pada akhirnaya nanti digunakan

tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh

(BKKBN,2008)

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap antigen sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang serupa tidak

terjadi penyakit (Ranuh, 2005)

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar

kekebalan diatas ambang per-lindungan. Imunisasi diberikan pada bayi antara umur

0-12 bulan, yang terdiri dari imunisasi BCG, DPT (1,2,3), Polio (1,2,3,4), Hepatitis B

(1.2.3), dan campak (Pedoman penyelengaraan Imunisasi, 2005)

Imunisasi yaitu usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang terhadap

suatu penyakit dalam memasukkan vaksin dalam tubuh bayi atau anak. Imunisasi

dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas

ambang perlindungan. Imunisasi dasar yaitu pemberian imunisasi BCG (1x),

Hepatitis B (3x), DPT (3x), Polio (4x), dan campak (1x), sebelum bayi berusia I

tahun (Depkes, 2005 dalam Lisnawati, 2013).

Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat

kekebalan diatas ambang perlindungan atau untuk memperpanjang masa

per-lindungan (Pedoman penyelenggaraan Imunisasi, 2005).

2.3.1. Tujuan Imunisasi

Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang. Menghilangkan

(11)

dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh

penyakit yang sering berjangkit.

Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar

dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh

penyakit yang sering berjangkit. Secara umum tujuan imunisasi, antara lain:

(1) Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular, (2) Imunisasi

sangat efektif mencegah penyakit menular, (3) Imunisasi menurunkan angka

mobiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita

2.3.2. Manfaat Imunisasi

Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular, imunisasi menurunkan

angka mobiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita.

Menurut (Proverawati, 2010), manfaat imunisasi yaitu (1) Untuk anak : mencegah

penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacar atau kematian

(2) Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak

sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya

akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman (3) Untuk negara : memperbaiki

tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan

pembangunan negara.

2.3.3. Tujuan Pemberian Imunisasi

Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar

dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh

(12)

Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular, (b) Imunisasi

sangat efektif mencegah penyakit menular, (c) Imunisasi menurunkan angka

mobiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita.

2.3.4. Jenis-Jenis Imunisasi

Menurut ( Andhini, 2010), Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa, agar

tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:

1. Imunisasi Wajib

a. BCG

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit

tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan, vaksin

ini mengandung bakteri bacillus calmette-guerrin hidup yang dilemahkan sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis. Biasanya reaksi yang ditimbulkan

oleh imunisasi ini adalah setelah 4-6 minggu di tempat bekas suntikan akan

timbul bisui kecil yang akan pecah, sebab hal ini merupakan reaksi yang normal

namun jika bisul timbul pada kelenjar ketiak atau lipatan paha, sebaiknya anak

segera dibawa kembali ke dokter. Sementara waktu untuk mengatasi

pembengkakan, kompres bekas suntikan dengan cairan antiseptik.

b. DPT

(1). Difteri

Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

(13)

(tonsil) dan terlihat selaput putih kotor yang makin lama makin membesar dan

dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat

berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui udara ( betuk / bersin )

selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.

Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan

dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan

dengan selang penyuntikan satu - dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan

memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus

dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah

demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup

diberikan obat penurun panas .

(2). Petusis

Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan " Batuk Seratus

Hari" adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella

Pertusis. Gejalanya khas yaitu Batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka

menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah.

Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking.

Penularan umumnya terjadi melalui udara (batuk / bersin). Pencegahan

paling efektif adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus

dan Difteri sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang

(14)

(3). Tetanus

Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena

mempengaruhi sistim urat syaraf dan otot. Dengan gejala tetanus umumnya

diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang

mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot

leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut,

lengan atas dan paha.

Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal

tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak

bersih dan steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat

menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara berkembang.

Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan

yang sudah maju tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu

antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga

dapat mencegah infeksi tersebut.

Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium

tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin.

Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke

sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada

aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot.

Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong, terbakar, aborsi,

(15)

maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat

hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi

tempat berkembang biaknya bakteria tetanus.

Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala

yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua

minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit

berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka

penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6

minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari

imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus

dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30,

35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di

tempat yang terjaga kebersihannya.

c. Hepatitis B

Imunisasi Hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus

hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit itu menuiar melaiui darah atau

cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi. Vaksin ini diberikan 3 kali

hingga usia 3-6 bulan.

d. Polio

Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penyakit

ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak

(16)

yakni vaccine polio inactivated (IPV) dan vaccine polio oral (OPV). Vaksin ini

diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18 bulan dan 5 tahun.

e. Campak

Campak adalah penyakit yang sangat menular vans-dapat disebabkan

oleh sebuah virus yang bernama; virus campak. Penularan melalui udara ataupun

kontak latip-sunp" dengan penderita. Gejala-gejalanya adalah demam, batuk pilek

dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3-5 hari setelah anak menderita

demam. Bercak timbul dipipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka,

tubuh dan anggota tubuh lainnya.

Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang paru-paru, infeksi

pada telinga, radang pada saraf, radang-pada sendi dan radang pada otak yang

dapat kerusakan otak yang permanen (menetap) adalah dengan cara menjaga

kesehatan kita dengan makanan yang sehat, berolah raga yang teratur dan

istirahat yang cukup, dan paling efektif cara pencegahannya adalah dengan

melakukan imunisasi, Pemberian Imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif

dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali

suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih

2. Jenis Imunisasi yang dianjurkan

a. Hib

Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh haemophilus influenza

(17)

(radang selaput otak), pneumonia (radang paru) dan infeksi tenggorokan. Vaksin ini diberikan 4 kali pada usia 2,4,6 dan 15-18 bulan.

b. Pneumokokus (PCV)

Imunisasi ini untuk mencegah penyakit paru-paru dan radang otak. Imunisasi

ini juga melindungi anak terhadap bakteri yang sering menyebabkan

infeksi telinga dan radang tenggorokan. Bakteri ini juga dapat menyebabkan

penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan radang paru.

c. Vaksin Influensa yaitu diberikan setahun sekali sejak umur 6 bulan hingga

dewasa.

d. MMR

MMR merupakan pengulangan vaksin campak, ditambah dengan

Gondongan dan Rubela (Campak Jerman). Diberikan saat anak usia 15 bulan dan

diulang saat anak berusia 6 tahun.

e. Imunisasi Varisella

Berfungsi memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai

dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, komplikasinya infeksi kulit dan

bisa infeksi di otak. Vaksin ini diberikan pada anak usia 1-13 tahun 1 kali dan

lebih dari 13 tahun 2 kali

f. Tifoid Imunisasi untuk mencegah Typus. Imunisasi ini dapat diulang setiap 3

(18)

g. Hepatitis A

Imunisasi inidapat diberikan pada anak usia di atas 2 tahun.Imunisasi

diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun. Imunisasi

dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian. Dosis vaksin

(Harvix-inactivated virus strain HM 175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. Reaksi yag

terjadi minimal kadang demam, lesu, lelah, mual-muntah dan hialng nafsu

makan.

h. Imunisasi Typus, vaksin ini tersedia dalam 2 jenis yaitu : (1). Suntikan dan

Oral.

2.3.6. Faktor yang Mempengaruhi Imunisasi

Menurut Marimbi (2010), faktor yang mempengaruhi imunisasi yaitu :

1. Status Imun Penjamu yaitu (a) Adanya Ab spesifik pada penjamu keberhasilan

vaksinasi, seperti campak pada bayi, kolustrum ASI — IgA polio, (b) Maturasi

imunologik seperti neonatus fungsi makrofag, kadar komplemen, aktifasi

optonin, (c) Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang, sehingga hasil

vaksinasi ditunda sampai umur 2 bulan, (d) Cakupan imunisasi semaksimal

mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasikan (e) Status

imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang.

2. Genetik

Secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu baik, cukup, rendah

(19)

3. Kualitas vaksin

Kualitas Vaksinasi tergantung pada : (a) Cara pemberian, misalnya polio oral,

imunitas lokal dan sistemik. (b) Dosis vaksin yaitu : (1) tinggi menghambat respon,

menimbulkan efek samping, (2) rendah tidak merangsang sel imunokompeten. (c)

Frekuensi Pemberian yaitu : respon imun sekunder sel efektor aktif lebih cepat, lebih

tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Sehingga frekuensi pemberian

mempengaruhi respon imun yang terjadi . Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat

kadar Ab spesifik masih tinggi Ag dinetralkan oleh Ab spesifik tidak merangsang sel

imunokompeten. (d) Ajuvan yaitu : zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag

mempertahankan Ag tidak cepat hilang mengaktifkan sel imunokompeten.

2.3.7. Hal-hal yang Dapat merusak Vaksin dan Komposisi Vaksin

Menurut (Marimbi, 2010), hal-hal yang dapat merusak vaksin dan komposisi

vaksin yaitu : panas dapat merusak semua vaksin, sinar matahari dapat merusak

BCG, pembekuan toxoid, desinfeksi/antiseptik dengan sabun.

2.3.8. Jadwal Pemberian Imunisasi

Jadwal imunisasi adalah informasi mengenai kapan suatu jenis vaksinasi atau

imunisasi harus diberikan kepada anak. Jadwal imunisasi suatu negara dapat saja

berbeda dengan negara lain tergantung kepada lembaga kesehatan yang

.berwewenang mengeluarkannya.

Berikut ini adalah jadwal imunisasi anak rekomendasi Ikatan Dokter Anak

(20)

Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi

Umur Hepatitis Keterangan

Saat lahir Hepatitis B-1 HB-1 diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan

1 bulan Hepatitis B-2 Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan

0-2 bulan BCG BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkolosis terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif

2 bulan DPT-1 DPT-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu. DPT-1 diberikan bersamaan dengan Hib-1

Hib-1 Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1 bisa diberikan secara terpisah atau dikombinasi dengan DPT-1

Polio -1 Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DPT-1 4 bulan DPT-2 DPT-2 dapat diberikan secara terpisah atau

dikombinasi dengan Hib-2

Hib-2 Hib-2 dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasi dengan DPT-2

Polio -2 Polio-2 dapat diberikan bersamaan dengan DPT-2 6 bulan DPT-3 DPT-2 dapat diberikan secara terpisah atau

dikombinasi dengan Hib-3

Hib-3 Apabila menggunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak perlu diberikan

Polio -3 Polio-3 diberikan bersamaan dengan DPT-3

Hepatitis B-3 HB-3 diberikan umur 6 bulan, untuk mendapatkan pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan. 15-18 bulan MMR Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan

imunisasi campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan

Hib-4 Hib-4 diberikan pada umur 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP)

(21)

Tabel 2.2 (Lanjutan)

Umur Hepatitis Keterangan

2 tahun Hepatitis A Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan 2-3 tahun Tifoid Vaksin hepatitis dierkomendasikan pada umur > 2

tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan 5 tahun DPT-5 DPT-5 dibberikan pada umur (DPTw/Dtap)

Polio-5 Polio-5 diberikan bersamaan dengan DPPT-5

6 Tahun MMR Diberikan pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dt atau TT) diberikan untuk mendapatkan MMR-1

10 Tahun Dt/tt Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (Dt atau TT) diberikan untuk mendapatkan imunitas selama 25 tahun

Varisela Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun

2.4. Landasah Teori

Menurut World Health Organization (WHO) ISPA yaitu Penyakit infeksi akut

yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran napas mulai dari hidung

(saluran bagian atas) hingga jaringan di dalam paru-paru (saluran bagian bawah).

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernapasan

atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,

maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru (Alsagaff, 2008).

Sedangkan menurut (Depkes RI, 2004) Klasifikasi ISPA terbagi menjadi, (1)

ISPA ringan dengan gejala batuk, pilek dan senak, (2) ISPA sedang apabila timbul

gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39˚C dan bila bernafas mengeluarkan suara

seperti mengorok, (3) ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak

(22)

Sedangkan menurut (Suratun, 2008), faktor resiko timbulnya ISPA terdiri dari

(1) faktor demografi (jenis kelamin, usia, pendidikan), (2)Faktor Biologis (status Gizi

dan faktor rumah), (3) faktor polusi (cerobong asap, kebiasaan merokok), (4) faktor

timbulnya penyakit yaitu faktor lingkungan.

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan kombinasi beberapa parameter

disebut indeks antropometri yaitu untuk berat badan (BB) dan tinggi badan (TB),

lingkar lengan atas (LILA) (Kemenkes, 2010).

Menurut Depkes RI (2004), pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan cara :

(1) Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik dengan harapan gizi yang baik maka akan

menghindarkan dari penyakit terutama ISPA, (2) Imunisasi, dilakukan untuk menjaga

kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang

disebabkan oleh virus / bakteri, (3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

dengan membuat ventilasi udara sehingga akan mengurangi polusi asap dapur / rokok

yang ada didalam rumah, (4) mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

sehingga tidak terkontaminasi dengan penderita ISPA melalui udara yang tercemar

dan masuk kedalam tubuh. Sehingga dapat digambarkan kerangkanya sebagai

(23)

Gambar 2.1. Kerangka Teori Sumber : Suratun (2008) Faktor resiko timbulnya ISPA

1. Faktor Demografi : a. Jenis kelamin b. Umur

c. Pendidikan 2. Faktor Biologi :

a. Status Gizi b. Faktor Rumah a. Faktor lingkungan :

Cerobong asap / pabrik / Rumah tangga

b. Kebiasaan merokok

Kejadian ISPA pada Balita

Pencegahan ISPA :

1. Menjaga Status Gizi 2. Imunisasi

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

(24)

2.5. Kerangka Konsep

Menurut Notoatmodjo (2010), Kerangka konseptual adalah merupakan

justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dengan memberikan landasan

kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalah, kerangka

hubungan antar variabel yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang telah

dilakukan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah status gizi dan status

imunisasi balita, sedangkan variabel dependen adalah infeksi saluran pernafasan akut

(ISPA). Secara skematis, kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Status Gizi Balita

1.Kurang Baik 2.Baik

Status Imunisasi Balita 1. Tidak Lengkap 2. lengkap

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Gambar

Tabel 2.1 Kategori Status Gizi
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi
Tabel 2.2 (Lanjutan)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Sumatera

For other rows, transform Pivot Column to leaving basic variable column... Divide Right Side value by

Semua dalam semua, sebuah sistem yang kompleks, yaitu untuk menulis program yang disimpan dalam track sehingga dapat digunakan secara benar, apalagi dengan pengoptimalannya

(1) Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja dan dirawat pada fasilitas pelayanan kesehatan yang belum menjalin kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, karena di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Group Investigation berbantu permainan ular tangga dapat meningkatkan keterampilan guru dan hasil belajar siswa pada mata

mengakses sistem komputer. Saat diketikkan, komputer tidak menampilkan dilayar. Teknik ini mempunyai kelemahan yang sangat banyak dan mudah ditembus. Pemakai cenderung memilih

[r]

PESAN SEKARANG JUGA