• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KARAKTER SISWA DI SEKOLAH MEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN KARAKTER SISWA DI SEKOLAH MEN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Revisi Makalah

PENDIDIKAN KARAKTER BAGI SISWA DI SEKOLAH MENURUT THOMAS LICKONA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Di Susun Oleh: Dwi Pratiningsih NIM: 25131764-2 Dosen Pengasuh: Dr. Syahbuddin Gade, M. Ag

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) AR-RANIRY DARUSSALAM-BANDA ACEH

(2)

KATA PENGANTAR

Ahamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW yang telah mengeluarkan manusia dari alam kejahilan dan kebidaban menuju ke alam berpengetahuan dan berakhlak mulia serta telah berhasil memperjuangkan emansipasi kami kaum hawa. Menyusun makalah merupakan suatu tuntutan yang harus kami kerjakan untuk menunaikan tugas sebagai mahasiswa. Adapun judul yang penulis dapatkan yaitu Pendidikan Karakter Bagi Siswa Di Sekolah Menurut Thomas Lickona.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menghadapi berbagai hambatan yang disebabkan oleh keterbatasan ilmu yang penulis miliki, namun berkat pertolongan Allah serta bantuan dari berbagai pihak penulis telah dapat menyelesaikan dengan sebaik mungkin. Penulis menyadari, walaupun makalah ini dipersiapkan semaksimal mungkin, namun sebagai insan yang sarat dengan kelemahan dan keterbatasan sudah tentu terdapat kepincangan dn kekurangan dalam penyusunan. Oleh karena itu kritikan dan saran yang positif dan konstruktif dari semua pihak sangat kami harapkan dalam rangakaian penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya hanya kepada Allah hamba berserah diri, kiranya apa yang kami rencanakan dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Amin...

Meureudu, 7 Agustus 2014

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...2

DAFTAR ISI...3

BAB I PENDAHULUAN...4

BAB II PEMBAHASAN...6

A. Ringkasan Riwayat Hidup Thomas Lickona...6

B. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Karakter Menurut Thomas Lickona...7

C. Isi Karakter Menurut Thomas Lickona...8

D. Strategi Pendidikan Karakter Menurut Thomas Lickona...10

E. Analisa Pemikiran Pendidikan Thomas Lickona...20

BAB III KESIMPULAN...24

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan karakter akhir-akhir ini semakin banyak diperbincangkan ditengah-tengah masyarakat Indonesia, terutama dikalangan akademisi.1 Sikap dan prilaku masyarakat dan bangsa

Indonesia sekarang cenderung mengabaikan nilai-nilai luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan prilaku sehari-hari. Krisis karakter seperti narkoba, tawuran remaja, prilaku seks bebas, korupsi, kekerasan seksual anak dan masih banyak permasalahan lain yang terjadi perdetiknya di dunia ini pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya.

Yang paling dan sangat memiriskan adalah krisis karakter ini tidak hanya terjadi dikalangan masyarakat awam tetapi juga sudah merambah ke para profesional, tokoh masyarakat, para terpelajar, para pendidik, elit politik, bahkan hingga para pemimpin bangsa dan negara.

Seorang profesor pendidikan dari Cortland University yaitu Thomas Lickona merupakan tokoh yang menggalakkan pentingnya pendidikan karakter mengatakan bahwa ada 10 tanda jaman yang kini terjadi dan dapat membawa bangsa menuju jurang kehancuran:

1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja. 2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk.

3. Pengaruh peer grup yang kuat dalam tindakan kekerasan

4. Meningkatnya perilaku yang merusak diri seperti narkoba, sex bebas, dan alkhohol 5. Kaburnya pedoman moral baik dan buruk

6. Penurunan etos kerja

7. Rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru

8. Rendahnya rasa tanggung jawab baik sebagai individu dan warga negara 9. Ketidakjujuran yang telah membudaya

10. Adanya arasa saling curiga dan kebencian diantara sesama

(5)

Menurutnya bangkitnya logika positivisme yang menyatakan bahwa tidak ada kebenaran mutlak dan tidak ada sasaran benar dan salah, telah menenggelamkan pendidikan moral dari permulaan dunia pendidikan Barat. Begitu juga pemikiran relativitas moral dengan pandangannya bahwa semua nilai adalah relatif, berpengaruh terhadap terlupakannya pendidikan karakter. Paham personalisme yang menyatakan setiap individu bebas untuk memilih nilai-nilai sendiri dan tidak bisa dipaksakan oleh siapapun, dan meningkatnya paham pluralisme yang mempertanyakan nilai-nilai siapakah yang diajarkan, semakin melengkapi penolakan pendidikan karakter.2

Dari fenomena yang terjadi sampai sekarang, maka sudah sepatutnya untuk menyegerakan pendidikan karakter. Karena sesungguhnya anak itu tidak hanya di didik intelektualitas dan emosionalnya saja, namun juga karakternya juga harus dibangun agar nantinya tercipta pendidikan yang unggul dan berakhlak mulia. Namun sebelumnya, kita harus memahami dulu bagaimana pendidikan karakater itu sendiri. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui konsep pendidikan karakter menurut Thomas Lickona dalam rangka memperkaya pemahaman tentang pendidikan karakter yang mungkin selanjutnya dapat dijadikan referensi untuk pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalah yang akan dicari jawabannya dari pembahasan ini adalah Bagaimana Konsep Pendidikan Karakter bagi Siswa di Sekolah Menurut Thomas Lickona yang kemudian akan di analisa yang bertujuan untuk dijadikan sebuah referensi ataupun untuk dikritik.

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui Pendidikan Karakter bagi Siswa di Sekolah Menurut Thomas Lickona?

2. Untuk mengetahui kritik terhadap Pendidikan karakter bagi siswa menurt Thomas Lickona?

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Ringkasan Riwayat Hidup Thomas Lickona

Thomas Lickona adalah seorang psikolog perkembangan dan profesor pendidikan di State University Of New York, Cortland dimana ia memperoleh penghargaan atas pekerjaannya di bidang pendidikan guru dan saat ini memimpin Center For The Fourth And Fifth Rs (Respect And Responsibility). Penulis juga kerap menjadi profesor tamu di Boston dan Harvard University.3

Setelah menjadi presiden di Association for Mural Education, lickona menjabat sebagai dewan komisaris di Character Education Partnership dan sebagai dewan penasihat di Character Counts Coalition and Medical Institute For Sexsual Health.

Lickona sering menjadi konsultan disekolah-sekolah mengenai pendidikan karakter dan menjadi pembicara diberbagai seminar untuk para guru, orang tua, pendidik agama, dan kelompok yang peduli akan perkembangan moral kaum muda. Penulis mengajarkan nilai moral baik diskolah maupun di rumah mulai dari Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Singapura, Swiss, Irlandia, Dan Amerika Latin.

Lickona memperoleh gelar Ph. D dalam bidang psikologi dari State Universiy Of New York, Albany dengan risetnya mengenai perkembangan penalaran moral anak-anak. Penulis dianugrahi State University Of New York Faculty Exchange Scholar dan menerima penghargaan alumni kehormatan, Distinguished Alumni Award dari State University of New York Di Albany.

Karay-karyanya yang telah dipublikasikan, termasuk skripsi antara lain Moral Development And Behavior (1976), buku populer untuk para orang tua, Raising Good Children (1983), buku mengenai penjabaran 12 poin program pendidikan karakter, Educating For Character: How School Can Teach Respect and Respnsibility (1992). Buku Educating Character mendapat pujian sebagai “definiteve work di bidangnya” dan menjadi pemenang penghargaan Christhoper Award pada tahun 1992 atas “penegasannya terhadap nilai-nilai utama seorang manusia.” Karya lain yang ditulis bersama istrinya, Judith, and William Boudreau, MD., adalah

(7)

buku untuk kaum muda , Sex, Love and You (Ave Maria Press, 1994), yang bertujuan memprtahankan seks untuk pernikahan. Buku-buku terbarunya antara lain Character Matter-How To Help Our Children Develop Good Judgment, Integrety and Other Essential Virtue (2004) dan Character Quotations (2004) yang ditulis bersama Mattew Davidson. Kegiatan baru lickona meliputi pengarahan pembelajaran dua tahun pendidikan karakter di sekolah menengah, dan menulis buku Smart And Good High School: Developing Excellent And Ethics For Success In School, Work, And Beyod bersama dengan Mattew Davidson.4

Karya lickona pernah ditampilkan sebagai cover story dimajalah New York Time, “teaching johnny to be good” (30 april 1995), dijadikan vidio, “Character Education: Restoring Respect Dan Responsibility In Our School” And “Eleven Principle Of Effective Character Education” (National Professional Resources), dan seri video pelatihan menganai pendidikan karakter yang terdiri atas 4 bagian. Pada tahun 2001, Character Education Partnership mempersembahkan pnghargaan Sanford N. Mcdonnell Lifetime Achievement Award di bidang pendidikan karakter kepada Lickona.

Lickona kerap menjadi bintang tamu diberbagai acara bincang-bincang di radio maupu televisi. Lickona dan istrinya dikaruniai dua anak laki-laki serta sebelas cucu dan saat ini menetap di Cortland, New York.

B. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Karakter Menurut Thomas Lickona

Secara terminologis makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona, adalah “A riliable inner disposition to respond to situations in a morally good way”. Selanjutnyan Lickona menambahkan, “ Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior”.

Menurut Lickona karakter tampak dalam kebiasaan (habitus).5 Karena itu, seseorang

dikatakan berkarakter baik manakala dalam kehidupan nyata sehari-hari memiliki tiga kebiasaan, yaitu: memikirkan hal yang baik (habits o f mind), menginginkan hal yang baik (habits o f heart), dan melakukan hal yang baik (habits o f action).6

4Thomas Lickona, Educating for Character, (New York: Bantam Books, 1991), h. 596.

5Thomas Lickona, Character Matters, (New York: Somon & Schuster,2004), h.36.

(8)

Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan Sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara objektif baik bagi individu maupun masyarakat.7

Sedangkan pendidikan karakter menurutnya adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter menurut Thomas Lickona adalah sebuah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang menjadi kepribadian yang mulia meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulakan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan.

Adapun tujuan dari pendidikan karakter adalah:8

1. untuk mengembangkan siswa secara sosial, etis dan akademis dengan menanamkan pengembangan karakter ke dalam setiap aspek dari budaya sekolah dan kurikulum.

2. Untuk membantu siswa mengembangkan karakter baik, yang mencakup mengetahui, peduli dan bertindak atas nilai-nilai etika inti seperti hormat, tanggung jawab, kejujuran, keadilan dan kasih sayang.

C. Isi Karakter Menurut Thomas Lickona

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, memberikan suatu dukungan baru bagi para theolog dan filsuf bahwa terdapat sebuah dasar hukum moral yang melarang tindakan yang bersifat tidak adil terhadap orang lain. Dasar hukum moral ini seiring dengan prinsip-prinsip agama yang menyatakan untuk menyayangi orang terdekat dan mencuri merupakan perbuatan yang tidak boleh dilakukan. Selain itu dasar hukum moral ini juga dapat dibuktikan dengan menggunakan alasan manusiawi yang bersifat rasional.9

Implikasi pendidikan terhadap hukum dasar yang berlaku secara universal ini sangatlah penting, memberikan sebuah tujuan bagi sekolah dalam memberikan materi moral yaitu berlaku adil dan peduli terhadap sesama. Program pendidikan moral yang berdasarkan pada dasar hukum moral dapat dilaksanakan dalam dua nilai moral yang utama yaitu sikap hormat dan bertanggung jawab. Nilai-nilai tersebut mewakili dasar moralita utama yang berlaku secara universal. Nilai

7

8 Thomas Lickona, Chapter 13 of Character Educating Partnership, hal. 153.

(9)

tersebut memiliki tujuan, nilai yang nyata, dimana mereka mengandung nilai-nilai baik bagi semua orang baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat.10

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Menurut Lickona substansi dari karakter baik adalah kebajikan. Kebajikan merupakan kecenderungan untuk melakukan tindakan yang baik menurut sudut pandang moral universal. Maksud dari moral universal ini adalah tindakan-tindakan tersebut dilakukan oleh orang yang memiliki kualitas-kualitas yang secara objektif dan intrinsik baik.

Secara objektif baik maksudnya, bahwa kualitas-kualitas itu diakui dan dijunjung tinggi oleh agama-agama dan masyarakat beradab di segenap penjuru dunia. Secara intrinsik baik, maksudnya kualitas-kualitas itu merupakan tuntutan dari hati nurani manusia beradab. Karena itu, kualitas-kualitas itu dianggap mengatasi ruang dan waktu. Ia berlaku di mana pun dan kapan pun (walaupun bentuk ekspresi konkretnya bisa jadi berbeda-beda antara daerah yang satu dengan lainnya, demikian pula antara zaman dulu, sekarang serta masa depan).

Oleh karena itu, maka menurut Lickona ada dua macam kebajikan fundamental yang dibutukan untuk membentuk karakter yang baik yaitu rasa hormat dan tanggung jawab.

Rasa hormat berarti menunjukkan penghargaan seseorang terhadap orang lain atau sesuatu. Hal itu terwujud dalam tiga bentuk, yaitu rasa hormat terhadap diri sendiri, orang lain, dan segala bentuk kehidupan beserta dengan lingkungan yang mendukung keberlangsungannya. Sedangkan tanggung jawab adalah perluasan dari rasa hormat. Tanggung jawab merupakan tindakan aktif untuk menanggapi secara positif kebutuhan pihak lain.11

Selain dua kebajikan fundamental itu, ada ada beberapa kebajikan lain yang dibutuhkan untuk membentuk karakter yang baik. Kebajikan-kebajikan lain itu adalah kejujuran, keadilan, toleransi, kebijaksanaa, disiplin diri, tolong menolong, peduli sesama, keja sama, keberanian, dan sikap demokratis. Nilai-nilai khusus tersebut merupakan bentuk dari rasa hormat dan atau tanggung jawab ataupun sebagai media pendudkung untuk bersikap hormat dan bertanggung jawab.12

10Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 69.

11Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 70-72.

(10)

D. Strategi Pendidikan Karakter Menurut Thomas Lickona

Strategi pendidikan karakter menurut lickona terbagi dua, yaitu strategi kelas dan strategi umum sekolah. Adapun strategi kelas dalam menananmkan pendidikan karakter sebagai berikut:

1. Guru Sebagai Pengasuh (Pemberi Kasih Sayang), Contoh, Dan Mentor

Dalam kelas siswa memiliki dua hubungan yaitu hubungan dengan guru dan hubungan dengan siswa lainnya. Kedua hubungan ini berpotensial sekali dalam memberi pengaruh, baik positif maupun negaif terhadap perkembangan karakter seorang anak.13

Bentuk dasar dari pendidikan moral adalah perlakuan yang kita terima. Anak-anak akan merasa senang jika diperlakukan dengan baik dan hangat, sumber utama kebahagian mereka adalah dengan diperlakukan seperti itu. Ketika anak-anak didukung dengan perlakuan seperti itu, mereka akan senang memperlakukan orang lain, hewan, bahkan benda mati dengan baik dan hangat.14

Dalam menanamkan pendidikan karakter guru memilki kekuatan setidaknya dengan tiga cara. Pertama guru dapat menjadi seorang penyayang yang efektif, menyayangi dan menghormati murid-murid, membantu mereka meraih sukse disekolah, membangun kepercayaan diri mereka, dan membuat mereka mengerti apa itu moral dengan melihat cara guru mereka memperlakukan mereka dengan etika yang baik. Kedua guru dapat menjadi seorang model, yaitu orang-orang yang beretika yang menunjukkan rasa hormat dan tanggung jawabnya yang tinggi, baik didalam maupun diluar kelas. Guru dapat memberi contoh dalam hal-hal yang berkaitan dengan moral beserta alasannya, yaitu dengan cara menunjukkan etikanya dalam bertindak disekolah dan di lingkungannya. Ketiga guru dapat menjadi mentor yang beretika, memberikan instruksi moral dan bimbingan melalui penjelasan, diskusi kelas, bercerita, pemberian motivasi secara personal, memberikan umpan balik yang korektif ketika ada siswa yang menyakiti temannya atau menyakiti dirinya sendiri.15

2. Menciptakan komunitas yang bermoral dikelas

Sekolah merupakan sebuah bentuk dari komunitas kehidupan. Pendidikan telah gagal jika pendidikan mengabaikan tentang hal tersebut. Oleh sebab itu guru harus membuat

13Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 111.

14Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 113.

(11)

perkembangan komunitas moral kelas sebagai sebuah objektif dari sentral pendidikan. Namun, tidak mudah menghidupkan komunitas tersebut dalam kelas. Terdapat tiga syarat untuk menciptakan sebuah komunitas yang bermoral dalam kelas. Pertama para siswa mengenal satu sama lain. Kedua para siswa saling menghormati, menguatkan, dan peduli satu sama lain. Ketiga para siswa merasa menjadi bagian dan bertanggung jawab terhadap kelompok mereka.16

Adapun langkah-langkah yang ditempuh guru dalam membangun komunitas moral dalam kelas yaitu:17

a. Guru membantu siswa untuk saling mengenal. Hal ini dapat mempermudah untuk menilai orang lain dan merasa saling menyayangi jika sudah mengenal.

b. Guru mengajarkan siswa untuk saling menghormati, menguatkan dan peduli. Ketika para siswa saling mengetahui seluk beluk temanya masing-masing, guru akan lebih mudah untuk mengembangkan aspek kedua dari komunitas moral, yaitu rasa hormat, saling menguatkan dan peduli siswa dengan temannya. Ini merupakan salah satu cara untuk mencegah kekerasan pada anak, membangun nilai-nilai respek dan kebaikan, dan membangun kepercayaan diri diantara para siswa.

c. Guru mengembangkan rasa kebersamaan siswa. Salah satu caranya yaitu guru mengembangkan sebuah identitas kelas melalui kebiasaan dan tradisi. Selain itu guru mengembangkan perasaan setiap siswa agar merasa menjadi seorang anggota kelompok yang berharga. Kemudian guru juga mengembangkan rasa tanggung jawab siswa terhadap kelompok.

3. Disiplin moral

Sebuah pendidikan moral terhadap kedisiplinan menggunakan disiplin sebagai sebuah alat pengajaran menuju nilai-nilai rasa hormat dan tanggung jawab. Pendekatan ini memegang peranan bahwa tujuan utama dari kedisiplinan adalah kedisiplinan diri sendiri, yaitu sebuah jenis pengendalian diri yang menggarisbawahi pemenuhan secara sukarela dengan hanya peraturan dan hukum, yang menandai karakter kedewasaan dan harapan masyarakat.18

16Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 139.

17Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 156.

(12)

Disiplin moral telah memiliki tujuan jangka panjang dalam menolong anak-anak muda untuk berperilaku dengan penuh rasa tanggung jawab disegala situasi, tidak hanya ketika mereka dibawah pengawasan. Para guru yang melakukan latihan disiplin moral harus melakukan empat hal, yaitu:19

a. Guru merencanakan kebijakan rasa moralitas mereka, yaitu hak dan kewajiban mereka untuk mengajarkan rasa hormat dan tanggung jawab kepada siswa, serta menjaga mereka menjadi dapat diperhitungkan kedalam standar-standar prilaku. b. Pendekatan disiplin guru harus meliputi pengaturan peratuaran, sebagai bagian

persiapan dari sesuatu yang lebih besar, usaha-usaha nyata untuk mengembangkan komunitas moral yang baik dalam kelas.

c. Guru harus membangun dan menjalankan konsekuensi di jalur pendidikan, yaitu seseorang atau sistem yang dapat membantu siswa menghargai tujuan-tujuan dari sebuah perauran, membuat batasan dalam pencegahan sebuah penyimpangan, dan mengemban tanggung jawab dalam mengembangkan prilaku mereka.

d. Guru harus menyampaikan rasa peduli dan hormat bagi setiap individu siswa dengan mencoba mencari penyebab masalah disiplin dan sebuah solusi yang dapat menolong para siswa menjadi seseorang yang sukses, serta menjadi seorang anggota yang bertanggung jawab di dalam komunitas kelas.

4. Menciptakan Lingkungan Kelas Yang Demokratis: Bentuk Pertemuan Kelas

Pertemuan kelas adalah sebuah pertemuan keseluruhan kelas, yang menitikberatkan diskusi interaktif diantara anggota kelas. Dipimpin oleh seorang guru, seorang siswa, atau seorang guru dan seorang siswa yang bekerja sama. Kapanpun waktu yang memungkinkan, pertemuan kelas dapat dilaksanakan di dalam sebuah lingkungan yang berfungsi untuk melakukan kontak mata diantara patisipan. Dilakukan pada saat jadwal saat sekolah dan merespon apabila ada kebutuhan yang kusus. Biasanya durasi waktu pertemuan kelas antara 10 sampai dengan 30 menit.20

Tujuan perkembangan karakter dari pertemuan kelas yaitu untuk:21

19Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 168.

20Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 211-212.

(13)

a. Mengembangkan, melalui kebiasaan, komunikasi tatap muka, kemampuan siswa untuk mendengarkan dengan penuh rasa hormat kepada yang lain dan mengerti sudut pandang mereka.

b. Menyediakan sebuah forum untuk menuangkan pemikiran para siswa bernilai dan dimana mereka dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka sendiri yang berasal dari pembelajaran untuk mengapresiasikan diri merek dalam sebuah kelompok. c. Membantu perkembangan ketiga bagian karakter, kebiasaan penilaian moral,

perasaan, dan perilaku melalui tantangan yang berkelanjutan dalam menempatkan rasa hormat dan tanggung jawab dengan melakukan latihan setiap hari dalam kehidupan dikelas.

d. Menciptakan komunitas moral sebagai sebuah struktur dukungan untuk memelihara dan memegang wilayah sebuah kualitas karakter yang baik bahwa sejatinya para siswa itu berkembang.

e. Mengembangkan sikap dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mengambil peranan dalam kelompok pengambil keputusan secara demokratik dan menjadi berpertisipasi sebagai warga negara yang berdemokratik.

5. Mengajarkan Nilai Melalui Kurikulum

Kurikulum merupakan urusan yang paling penting dalam sekolah. Guru akan melewatkan peluang yang besar jika tidak menggunakan kurikulum sebagai saran untuk mengembangkan nilai-nilai moral dan kesadaran beretika. Masing-masing sekolah bertugas untuk menyisipkan nilai moral dengan cara apappun yang dapat dilakukan melalui kurikulum dan kegiatan sehari-hari. Guru harus mampu menggali kurikulum sekolah untuk mendapatkan potensi etika yang mesti ditanamkan pada siswa. Setelah guru mengidentifikasi adanya celah dalam kurikulum yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi nilai moral, langkah berikutnya adalah untuk merencanakan pelajaran yang efektif mengenai nilai moral. Artinya guru harus mampu memilih materi yang baik. Salah satu yang ditawarkan adalah sejarah pada abad pertengahan sebagai kurikulum moral. Ini dipilih dikarenakan terdapat kemiripan masalah sehari-hari dengan kehidupan pada masa abad pertengahan. Setelah itu guru merancang metodologi mengajar yang efektif.22

(14)

6. Pembelajaran Kooperatif

Seperti kurikulum berbasis nilai moral, proses belajar kooperatif mengajarka nilai moral dan akademik sekaligus. Apabila pendidikan dengan kurikulum berbasis nilai moral bekerja melalui isi materi dalam mata pelajaran, proses belajar kooperatif bekerja melalui proses intruksional. Adapun keuntungan yang spesifik dari proses belajar kooperatif yaitu mengajarkan nilai kerja sama, membangun komunitas di dalam kelas, mengajarkan keterampilan dasar kehidupan, memperbaiki pencapaian akademik, rasa percaya diri, dan penyikapan terhadap sekolah, menawarkan alternatif dalam pencatatan, dapat mengontrol efek negatif dari persaingan.23

Untuk dapat memaksimalkan efek dari proses belajar kooperatif terhadap perkembangan karakter dan juga pencapaian akademik, seorang gurur sebaiknya memanfaatkan bentuk belajar kooperatif, yaitu partner belajar, pengaturan duduk berkelompok, proses belajar tim, proses belajar jigsaw, ujian berkelompok, proyek kelompok kecil, kompetisi tim, dan proyek satu kelas.24

Sedangkan untuk memaksimalkan keberhasilan proses balajar kooperatif yaitu guru menjelaskan bahwa kerja sama merupakan tujuan yang penting bagi kelas, membangun komunitas, guru mengajarkan keterampilan spesifik untuk dapat bekerja sama, buat aturan-aturan dalam bekerja sama, asuh akuntabilitas setiap anggota kelompok untuk bekerja sama dan berkontribusi, mengikutsertakan semua siswa untuk merefleksikan kerja sama, menugaskan peran pada anggota kelompok, mencocokkan proses belajar kooperatif dengan tugas yang diberikan, gunakan berbagai proses belajar kooperatif.25

7. Kesadaran Nurani

Literatur mengenai pendidikan moral biasanya memisahkan pembelajaran moral dan pembelajaran akademik. Akan tetapi, pendidikan moral itu termasuk bagian dari pekerjaan akademik karena pekerjaan memiliki kepentingan moral.26 Urusan utama sekolah adalah bekerja

23Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 276.

24Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 281-291.

25Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 292.

(15)

sebagai pembelajaran. Oleh karena terdapat nilai moral dalam pekerjaan, tantangan bagi sekolah adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran nurani dan mengembangkan kualitas karakter yang melekat pada kapasitas untuk bekerja.27

Kesadaran nurani membuat kita melakukan pekerjaan dengan baik, apapun seharusnya itu. Untuk memiliki kesadaran nurani yang berkembang, seseorang harus memiliki kapasitas merasakan kepuasan saat pekerjaan selesai dengan baik dan merasa malu saat pekerjaan itu dilakukan dengan ceroboh. Kesadaran nurani ini memotivasi seseorang untuk mengerjakan sesuatu bukan hanya kepuasaan orang lain, tetapi juga kepuasaan dirinya sendiri. Hal tersebut adalah tanda karakter seseorang yang peduli untuk melakukan pekerjaan dan tugasnya dengan baik.

Adapun strategi yang ditawarkan oleh Thomas Lickona yaitu langkah pertama bagi sekolah adalah memperlakukan pekerjaan seperti memiliki kepentingan moral dan bekrja sebagai pembelajaran, seperti aktivitas moral yang berkontribusi dalam pengembangan karakter. Langkah kedua adalah menyadari bahwa sekolah bukan hanya melibatkan pendidikan yang buruk, tetapi juga pendidikan moral yang buruk jika, untuk alasan apapun, siswa tidak melakukan pekerjaan sebagai suatu pembelajaran. Langkah ketiga adalah menemukan apa yang harus pendidikan perjuangkan pada area pengembangan karakter.28

8. Mendorong Refleksi Dalam Pendidikan Moral

Refleksi moral merupakan sesuatu yang penting untuk mengembangkan sisi kognitif dari suatu karakter, bagian penting dari moral diri sendiri yang mampu membantu seseorang membuat penilaian moral tentang sikap kita sendiri dan lainnya.29

Adapun metode yang mendorong refleksi moral yang berkembang yaitu mempelajari kebajikan yang sederhana, mengklarifikasi nilai moral, memberi kesempatan kepada siswa sebagai filsuf moral dengan memberi kesemaptan kepada mereka untuk berdiskusi memecahkan dilema moral di ruang kelas.30

Adapun Strategi umum sekolah dalam pengajaran tentang rasa hormat dan tanggung jawab:31

27 Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 312.

28Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 312-313.

29Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 335.

30Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 339-352.

(16)

1. Kepedulian Diluar Kelas

Sekolah dapat membantu membentuk sikap peduli pelajar dan warga yang aktif diluar kelas jika:32

a. Membuat siswa sadar tentang keutuhan dan penderitaan orang lain dinegaranya dan diseluruh dunia.

b. Menawarkan kelompok-kelompok yang dapat dijadikan contoh yang bekerja sama secara efektif untuk membantu orang-orang miskin dan tertindas, dan mengatur proyek aksi pelajar untuk membantu.

c. Menyediakan role model yang menginspirasi, yang berkaitan dengan orang yang membantu orang lain dikomunitasnya sendiri.

d. Menyediakan role model teman sebaya yang positif.

e. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan pelayanan sekolah khususnya dalam hubungan bantuan yang face to face

f. Memeberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan pelayanan pada

masyarakatnya, dan jika memungkinkan mengintegrasikan program layanan tersebut dengan akademik.

g. Menyediakan pendidikan di bidang keadilan dan sosial, politik perubahan, dan aksi masyarakat.

2. Membangun Budaya Moral Yang Positif Disekolah

Terdapat enam elemen budaya moral positif di sekolah dan akademik, yaitu:33

a. Kepala sekolah menyediakan kepemimpinan moral dan akademik dengan cara menyatakan visi sekolah, memperkenalkan tujuan dan strategi dari program nilai-nilai moral positif kepada seluruh staf sekolahan, merekrut partisipasi dan dukungan orang tua, memberikan teladan nilai-nilai sekolah melalui interaksi dengan staf, murid dan orang tua.

b. Sekolah menciptakan disiplin efektif yang dilakukan dengan cara mendefinisikan dengan jelas aturan sekolah dan secara konsistten, serta adil mendorong stakeholder sekolah, mengatasi masalah disiplin dengan cara yang mendorong menumbuhkembangkan moral

32Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility,..., h. 448.

(17)

siswa, memastikan aturan dan nilai sekolah ditegakkan dalam seluruh lingkungan sekolah dan bergerak tangkas untuk menghentikan tindakan kekerasan dimanapun terjadi.

c. Sekolah menciptakan kepekaan terhadap masyarakat dengan cara menumbuhkan keberanian stakeholder sekolah untuk mengekspresikan apresiasi mereka atas tindakan peduli terhadap orang lain, menciptakan kesemapatan bagi setiap siswa untuk mengenal selururh staf sekolah dan murid dikeals lain, mengajak sebanyak mungkin siswa untuk terlibat dikegaiatan ekstrakulikuler, meningkatkan sikap sportivitas, menggunakan nama sekolah untuk mendorong masyarakat dengan nilai-nilai baik, dan setiap kelas diberi tanggung jawa untuk berkontribusi dalam kehidupan sekolah.

d. Sekolah dapat menggunakan pengelolaan siswa yang demokratis untuk meningkatkan pengembangan warga masyarakat dan tanggung jawab berbagai sekolah dengan cara menyusun kepengurusan siswa untuk memaksimalkan pertisipasi siswa dan interaksi diantara siswa sekelas dan dewan siswa, kemudian membuat dewan siswa ikut bertanggung jawab terkait dengan masalah dan isu yang memiliki pengaruh nyata pada kualitas kehidupan sekolah.

e. Sekolah dapat menciptakan moral komunitas antar orang dewasa dengan cara memberikan waktu dan dukungan untuk staf sekolah untuk bekerja bersama dalam menyusun bahan pelajaran. Dan melibatkan staf melalui kolaborasi pembuatan keputusan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

f. Sekolah dapat meningaktkan pentingnya kepedulian terhadap moral dengan cara memoderasi tekanan akademis sehingga guru tidak mengabaikan pengembangan sosio maral siswa, dan menumbuhkan kepercayaan diri guru untuk menghabiskan banyak waktu untuk mengurusi moral siswa.

3. Sekolah, Orang Tua Dan Masyarakat Yang Bekerja Sama Kerja sama sekolah dan orang tua dalam pendidikan nilai:34

a. Sebuah survei nilai orang tua yang meminta orang tua mengidentifikasikan kualitas karakter yang mereka inginkan untuk berkembang dalam anak.

b. Peran kepemimpinan orang tua dalam merencanakan program nilai sekolah, yang mendesain program partisipasi orang tua, dan mendorong orang tua untuk mengajar nilai-nilai baik dirumah.

(18)

c. Lokakarya berbasis sekolah bagi keahlian menjadi orang tua.

d. Dibutuhkan sebuah kursus untuk murid sekolah menengah dalam perkembangan anak dan menjadi orang tua.

e. Materi pembahasan nilai berbasis rumah, diberikan pada orang tua, yang membangun pelajaran dikelas.

f. Mengendalikan pengaruh negatif tv dan film.

g. Keterlibatan orang tua dalam mendukung kedisiplinan sekolah.

h. Lokakarya yang mengajarkan orang tua bagaimana membantu anak mereka melakukan lebih baik secara akademik di sekolah.

i. Membantu jaringan orang tua untuk membahas urusan-urusan umum.

j. Kelompok pendukung berbasis sekolah untuk anak dan keluarga dari keluarga transisi.

k. Melibatkan seluruh komunitas dalam mengidentifikasi nilai-nilai konsensus bersama yang akan diajarkan di sekolah.

l. Berkomunikasi dengan orang tua melalui sebuah brosur tentang program nilai sekolah.

m. Menciptakan suatu atmosfer sekolah yang kooperatif yang didalamnya sekolah dan orang tua dapat secara konstruktif menyebutkan nilai-nilai konflik ketika itu terjadi. E. Analisis Konsep Pendidikan Karakter Menurut Thomas Lickona

Jika diperhatikan penjelasan di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa unsur-unsur pendidikan karakter yang dipaparkan Thomas Lickona memperlihatkan sebagai sesuatu yang saling berkaitan satu sama lain, bahkan merupakan suatu kesatuan yang disebut dengan sistem pendidikan. Sebagai satu kesatuan bila salah satu unsur tidak berfungsi dengan baik akan mengakibatkan sistem pendidikan itu tidak berfungsi dengan baik pula.35

Namun perbedaan yang sangat signifikan yaitu terletak pada sumber utama penentuan karakternya. Seperti yang sudah penulis paparkan sebelumnya penentuan karakter dalam pendidikan karakter menurut Lickona bersumber dari akal dan rasio. Yang menjadi tolak ukur karakter mulia menurutnya adalah seberapa besar dampak negatif dari karakter tersebut terhadap orang lain.

(19)

Berbeda dengan Lickona, sumber utama penentuan karakter dalam Islam, sebagaimana keseluruhan ajaran Islam lainnya, adalah al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad saw. Ajaran-ajaran dan teks agama Islam menguatkan bahwa agama-agama dan risalah samawiyah semuanya datang untuk memperbaiki akhlak, menyempurnakan binaannya dan membimbing manusia kejalan yang terbaik.36 Ukuran baik dan buruk dalam karakter Islam berpedoman pada kedua

sumber itu, bukan baik dan buruk menurut ukuran manusia. Sebab jika ukurannya adalah manusia, baik dan buruk berbeda-beda. Seseorang mengatakan bahwa sesuatu itu baik, tetapi orang lain belum tentu menganggapnya baik. Begitu juga sebaliknya, seseorang menyebut sesuatu itu buruk, padahal yang lain bisa saja menyebutnya baik.

Kedua sumber pokok tersebut (al-Quran dan sunnah) diakui oleh semua umat Islam sebagai dalil naqli yang tidak diragukan otoritasnya. Melalui kedua sumber inilah dapat dipahami dan diyakini bahwa sifat-sifat sabar, qana’ah, tawakkal, syukur, pemaaf, dan pemurah termasuk sifat-sifat yang baik dan mulia. Sebaliknya, dapat dipahami pula bahwa sifat-sifat syirik, kufur, nifaq, ujub, takabur, dan hasad merupakan sifat-sifat tercela. Jika kedua sumber itu tidak menegaskan mengenai nilai dari sifat-sifat tersebut, akal manusia mungkin akan memberikan penilaian yang berbeda-beda. Islam tidak mengabaikan adanya standar lain selain al-Quran dan sunnah/hadis untuk menentukan baik dan buruk dalam hal karakter manusia. Standar lain dimaksud adalah akal dan nurani manusia serta pandangan umum (tradisi) masyarakat.

Perbedaan pada dasar pendidikan mengakibatkan perbedaan pada tujuan pendidikan pula.37 Meskipun Lickona mengakui akan adanya nilai kekal yang mendasari konsep

pendidikanya, namun hal itu tidak mempengaruhi ada tujuan ketuhanan dalam konsep pendidikan karakter menurutnya. Artinya tujuan pendidikan karakter menurut Lickona adalah pengetahuan tentang nilai karakter baik, yang mencakup mengetahui, peduli dan bertindak atas nilai-nilai etika inti dan tujuan akhir semata-mata untuk mendapatkan kedamain dalam hidup didunia. Artinya pendidikan karakter menurut Lickona hanya untuk memperbaiki hubungan antara manusia dengan manusia.

Begitu juga dengan substansi karakter yang ditawarkan Lickona, pendidikan karakter di sekolah memberikan materi tentang moral yaitu berlaku adil dan peduli terhadap sesama. Nilai

36Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 317.

(20)

ini dipandang mewakili dasar moralitas utama yang berlaku universal. Nilai-nilai tersebut dipandang mengandung nilai-nilai baik bagi semua orang, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Namun demikian, tetap saja substansi dari karakter tersebut hanya untuk membina hubungan baik manusia dengan manusia yang lainnya.

Substansi karakter yang hanya bertujuan untuk memperbaiki hubungan manusia dengan manusia, menyebabkan strategi dalam penanaman karakter-karakter tersebut dalam pendidikan sekolah hanya terfokus pada bagaimana siswa memahami tentang karakter yang baik sehingga mau bertindak berdasarkan karakter yang telah dipahami. Dalam implementasinya, Lickona menawarkan beberapa strategi salah satunya yaitu membentuk komunitas moral dalam kelas. Dikomunitas ini siswa diberikan pengetahuan tentang karakter-karakter yang baik, kemudian mempraktekkannya didalam komunitas tersebut, sehingga menjadi kebiasaan dan diharapkan karakter-karakter itu menjadi kepribadian siswa.

Strategi yang ditawarkan Lickona akan berhasil dalam menanamkan karakter kepada siswa jika komunitas moral berjalan sesuai dengan yang sudah direncanakan. Namun, strategi ini juga berkemungkinan besar tidak berhasil, salah satunya penyebabnya yaitu faktor perbedaan pada diri siswa. Karena tidak semua siswa dapat menerima dengan mudah apa yang telah dipelajari disekolah. Bisa saja selain terdapat siswa yang mengikuti arahan guru dalam komunitas, terdapat juga siswa yang enggan mengikuti peraturan yang ada dalam kumunitas. Dan hal ini menyebabkan proses penananman nilai karakter disekolah akan terhambat.

(21)

BAB III KESIMPULAN

Dari uraian terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengertian pendidikan karakter menurut Thomas Lickona adalah sebuah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang menjadi kepribadian yang mulia meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulakan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan.

2. Tujuan pendidikan karakter menurut Lickona yaitu untuk mengembangkan siswa secara sosial, etis dan akademis dengan menanamkan pengembangan karakter ke dalam setiap aspek dari budaya sekolah dan kurikulum. Dan untuk membantu siswa mengembangkan karakter baik, yang mencakup mengetahui, peduli dan bertindak atas nilai-nilai etika inti seperti hormat, tanggung jawab, kejujuran, keadilan dan kasih sayang.

3. Adapun substasi karakter yang menurut lickona perlu ditanamkan dalam pendidikan karaketr di sekolah adalah dasar hukum moral yang melarang tindakan yang bersifat tidak adil terhadap orang lain yang diwakilkan dalam dua nilai moral yang utama yaitu sikap hormat dan bertanggung jawab.

9. Adapun strategi yang digunakan dalam pendidikan karakter menurut Lickona adalah keteladanan dari seorang guru, menciptakan komunitas yang bermoral dikelas, pembelajaran kooperatif, menanamkan nilai melalui kurikulum, adanya kerjasama antara pihak sekolah, orang tua dan msyarakat, membangun budaya moral yang positif di sekolah, dan disiplin moral.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001

Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran: Teori Dan Aplikasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013

Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979

Tanjab, Perbandingan Pendidikan, Surabaya: Karya Abditama, 1994

Referensi

Dokumen terkait

Ada hal menarik yang tidak disadari oleh penonton film ini, terutama kelompok masyarakat yang melayangkan protesnya, bahwa dengan memperlihatkan beberapa agama

Dia kemudian mencatat kaidah fiqhiyah “dar‟u al - mafasid muqaddamun „ala jalbi al -mashalih” (menolak yang berbahaya harus didahulukan daripada mengambil yang

Penelitian ini berhasil membuktikan adanya pengaruh antara kepercayaan diri dan motivasi berprestasi secara bersama- sama terhadap prestasi belajar, yang berarti

Hal ini dapat dilihat dari kurangnya rambu lalu lintas, marka jalan yang tidak ada dan beberapa marka jalan yang pudar, pengaman pagar/trotoar, kerusakan jalan

Saya memiliki kondisi kesehatan yang sangat baik, dan dapat berbahasa Inggris dengan baik secara lisan maupun tulisan.. Latar belakang pendidikan saya sangat memuaskan

Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat

simulasi yang dapat membantu warga Jurusan Teknik Informatika ITS dalam melakukan evakuasi saat terjadi bencana kebakaran pada gedung tersebut dengan memanfaatkan

PENGARUH KEAHLIAN AUDITOR EKSTERNAL TERHADAP AUDIT E-COMMERCE (Survey Pada Lima Kantor Akuntan Publik Di Bandung)..