• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH ORGANISASI DA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH ORGANISASI DA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH ORGANISASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Analisis Kasus Sumber Daya Manusia Pada NIKE, Inc di Indonesia

(Upah, Jam Kerja, Usia Pegawai, Uang Lembur, dan Pesangon)

Oleh:

Novina Eka S.

P056111291.47

Dosen:

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi ... 2

BAB I. PENDAHULUAN ... 3

I.1 Latar Belakang ... 3

I.2 Tujuan Penulisan ... 4

BAB II. LANDASAN TEORI ... 5

II.1 Manajemen Sumber Daya Manusia ... 5

II.2 Profil Perusahaan Nike, Inc ... 7

BAB III. PEMBAHASAN ... 12

III.1 Penjabaran Kasus ... 12

III.2 Pembahasan ... 15

III.3 Manajemen Sumber Daya Manusia ... 19

BAB IV. PENUTUP ... 22

V.1 Kesimpulan ... 22

V.2 Saran ... 22

(3)

BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Upah merupakan persoalan mendasar dalam urusan ketenagakerjaan dan

hubungan industrial di Indonesia. Berbagai aksi industrial dan demonstrasi buruh

dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan buruh atas upah yang mereka dapatkan.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi, sehingga

menarik bagi para penanam modal asing untuk menginvestasikan dana mereka di

Indonesia. Hal ini mereka lakukan semata-mata demi mendapatkan biaya produksi

yang lebih rendah. Ternyata keinginan penanam modal asing tersebut disambut dan

difasilitasi dengan baik oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah menetapkan

kebijakan upah rendah sebagai daya tarik, sekaligus sebagai cara untuk

memenangkan persaingan dengan sesama negara berkembang lainnya di Asia

Pasifik.

Kebijakan pemerintah untuk memberlakukan upah rendah ternyata dilandasi

oleh pemikiran obyektif bahwa memang kualitas tenaga kerja di Indonesia rendah.

Jumlah angkatan kerja yang masih menganggur sangat tinggi, sehingga membuat

pemerintah sengaja memberlakukan upah rendah untuk menahan pembengkakan

angka pengangguran. Pemerintah berharap angkatan kerja harus bekerja meskipun

upah yang diterima rendah.

Nike adalah salah satu perusahaan asal Amerika Serikat yang memproduksi

sepatu, pakaian, dan alat-alat olahraga. Nike mensponsori beberapa olahragawan

terkenal dunia, sehingga Nike menjadi pemain besar dalam industri tersebut. Nike

telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1988 dan hampir sepertiga sepatu yang ada

sekarang menrupakan produk dari sana. Tony Band, selaku koordinator perusahaan

Nike di Indonesia, mengatakan perusahaan yang digunakan di Indonesia berjumlah

11 kontraktor. Beberapa diantaranya merupakan bekas-bekas basis perusahaan

asosiasi Nike di Korea Selatan dan Taiwan. Hubungan antara Nike dan kontraktor di

Indonesia cukup dekat. Setiap personel Nike di setiap pabrik di Indonesia memeriksa

kualitas dan pengerjaan yang memenuhi persyaratan ketat Nike. Semua pekerja

produksi berasal dari Indonesia, terutama wanita muda dalam kelompok usia 16-22

(4)

Nike bukan hanya terkenal sebagai perusahaan penghasil peralatan olahraga,

namun juga terkenal sebagai perusahaan yang sering memperkerjakan anak-anak di

bawah umur. Pada standar penerimaan pegawai, Nike Internasional sebenarnya

memiliki peraturan ketat tentang perekrutan pegawai, termasuk umur minimal yang

harus dipenuhi oleh pegawai. Ternyata hal ini tidak diimplementasikan dengan baik

oleh kontraktor-kontraktor Nike di Indonesia. Aturan lengkap tentang pekerja juga

telah dirumuskan oleh Nike Internasional, dan sudah dipikirkan sedemikian rupa agar

tidak memberatkan salah satu pihak.

Kasus Nike di Indonesia ternyata didasari oleh pelanggaran yang berkaitan

dengan kaum buruh. Nike telah mereduksi kekuatan kaum buruh sehingga kaum

buruh amat rentan kehilangan pekerjaan mereka. Pabrik membuat aneka alasan yang

dapat membuat buruh merasa akan digeser ke industri lain namun dengan upah yang

lebih rendah. Buruh juga mudah kehilangan hak-haknya seperti dalam masalah

pesangon, dalam hal berserikat denngan pekerja lain, dan terutama tentang upah dan

jam kerja. Buruh juga sering mengalami kekerasan baik fisik maupun psikis.

Berbagai upaya damai sudah dilakukan oleh pihak buruh kepada perusahaan, namun

bukannya ditanggapi dengan baik, buruh diancam dipecat tanpa uang pesangon.

Akhirnya buruh melakukan demonstrasi masal bersama industri-industri lain yang

juga masih diketuai oleh Nike. Protes yang terus terjadi dari pertengahan tahun 2007

lalu, baru ditanggapi Januari 2012 ini.

I.2 Tujuan

Kasus Nike di Indonesia, sudah seharusnya menjadi pembelajaran nyata bagi

seluruh perusahaan asing di Indonesia. Paper ini mencoba untuk:

1. Menganalisis alasan terjadinya kasus Nike di Indonesia

2. Mengaitkan kasus Nike dengan kebijakan upah tenaga kerja yang dirumuskan

oleh pemerintah

3. Merumuskan secara sederhana manajemen organisasi dan sumber daya

manusia yang seharusnya diterapkan di perusahaan dengan penanaman modal

(5)

BAB II. LANDASAN TEORI

II.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya

fisik yang dimiliki individu. Perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan

lingkungannya, sedangkan prestasi kerja individu dimotivasi oleh keinginan untuk

mencapai kepuasan masing-masing. Perencanaan sumber daya manusia (SDM) harus

mempunyai tujuan yang didasari oleh kepentingan individu, organisasi, dan

kepentingan nasional. Tujuan perencanaan SDM adalah menghubungkan SDM yang

ada untuk kebutuhan perusahaan pada masa yang akan datang, dan menghindari

kesimpangsiuran tugas serta kegagalan pelaksanaan tugas.

Perencanaan SDM ini terkait dengan rencana organisasi untuk mencapai

tujuan bersama. Perencanaan organisasi sendiri mencakup aktivitas yang dilakukan

perusahaan untuk mengadakan kegiatan yang positif bagi perkembangan organisasi.

Perencanaan SDM dan juga organisasi sangat dipengaruhi oleh:

1. Tingkat produksi perusahaan

2. Perubahan teknologi, terutama dalam bidang produksi.

3. Kondisi penerimaan dan penawaran pasar.

4. Perencanaan karir untuk setiap SDM di dalam organisasi.

Ketika organisasi sudah mengetahui faktor-faktor di atas dengan baik, maka

organisasi dapat merumuskan tujuan mereka, dan merencakanan pengelolaan SDM

yang akan dipakai.

Terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan SDM, yaitu:

1. Standar kemampuan SDM; Standar kemampuan SDM yang pasti belum ada,

akibatnya informasi hanya berdasarkan ramalan-ramalan (prediksi) saja yang

bersifat subjektif. Hal ini menjadi kendala yang serius untuk proses

perencanaan sumber daya manusia, yaitu dalam penghitungan potensi SDM

secara pasti.

2. Manusia (SDM) adalah makhluk hidup; Manusia sebagai makhluk hidup

tidak dapat dikuasai sepenuhnya seperti mesin, oleh karena itu sulit

memperhitungkan dengan pasti dalam sebuah rencana. Terkadang banyak

SDM yang mampu menjalankan tugas, namun dengan sengaja malas

(6)

3. Situasi SDM; Tenaga kerja yang berhasil direkrut oleh perusahaan biasanya

tidak memenuhi seluruh kebutuhan SDM perusahaan dengan baik. Jumlah,

mutu, dan penyebaran SDM dalam perusahaan yang tidak merata juga

merupakan kendala bagi jalannya manajemen SDM.

4. Kebijakan pemerintah; Kebijakan perburuhan pemerintah, seperti

kompensasi, jenis kelamin, warga negara asing (WNA), pajak, dan berbagai

aturan lain, merupakan tantangan tersendiri bagi manajemen SDM untuk

membuat rencana yang baik dan tepat.

Sebuah perusahaan membutuhkan SDM karena perusahaan harus menjalankan

aktivitas bisnis mereka. Ada tiga faktor permintaan SDM:

1. Faktor internal; kondisi persiapan dan kesiapan SDM sebuah

organisasi/perusahaan dalam melakukan operasional bisnis pada masa

sekarang dan untuk mengantisipasi perkembangannya di masa depan. Faktor

internal adalah alasan permintaan SDM yang bersumber dari kebutuhan dan

kekurangan SDM di dalam organisasi, sehingga dibutuhkan penambahan

pegawai. Alasan tersebut terdiri dari:

perusahaan yang berpengaruh pada rencana strategis dan rencana operasional,

sehingga langsung atau tidak langsung berpengaruh pada perencanaan SDM.

Faktor eksternal tersebut, pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai sebab

atau alasan permintaan SDM dilingkungan sebuah organisasi. Sebab-sebab

tersebut terdiri dari:

a. Ekonomi nasional dan internasional (global)

b. Sosial, politik, dan hukum

c. Teknologi

(7)

3. Faktor ketenagakerjaan; kondisi tenaga kerja yang dimiliki perusahaan

sekarang dan prediksinya di masa depan yang berpengaruh pada permintaan

tenaga kerja baru. Kondisi tersebut dapat diketahui dari hasil audit SDM dan

sistem informasi SDM sebagai bagian dari sistem informasi manajemen

(SIM). Beberapa dari faktor tersebut adalah:

a. Jumlah, waktu, dan kualifikasi SDM yang pensiun

b. Prediksi jumlah karyawan yang keluar atau di PHK

c. Prediksi tenaga kerja yang akan sakit atau meninggal

Penjabaran di atas memperlihatkan bahwa peranan sumber daya manusia (SDM)

dalam organisasi atau perusahaan sangat penting. Tidak semua perencanaan bisa

berjalan dengan baik karena pengukuran kinerja SDM tidak dapat dilakukan dengan

akurat dan pasti waktunya. Manajemen SDM di perusahaan juga sangat terkait pada

biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, terutama untuk gaji

pegawai. Kemampuan pembayaran gaji juga dikaitkan dengan jumlah produksi

perusahaan dan tingkat penjualan mereka. Permintaan SDM ke pasar tenaga kerja

juga dilandasi oleh kemampuan perusahaan untuk membayar SDM (Parwiyanto,

2010).

II.2 Profil Perusahaan NIKE

Nike. Inc merupakan perusahaan multinasional terkemuka yang

menghasilkan produk sepatu dan perlengkapan olah raga ternama di dunia.

Perusahaan ini menyerahkan semua pengerjaan produksinya ke pihak ketiga

termasuk Indonesia.

Pada tahun 1970an Nike memusatkan produksinya di Jepang karena upah

buruh di Jepang lebih murah dibanding di Amerika Serikat. Selanjutnya pada tahun

1982, sebagian besar produk Nike dihasilkan di Korea dan Taiwan. Namun, karena

upah buruh di kedua negara tersebut kian mahal, Nike merelokasi perusahaannya ke

Indonesia, Cina, dan Vietnam.

Produk sepatu dan pakaian olahraga Nike dengan mudah diidentifikasi oleh

khas logo perusahaan, para "swoosh" tik, dan slogan "Just Do It". Berbasis dari nama

dewi Yunani yang berarti kemenangan, Nike didirikan tahun 1964 ketika atlet

(8)

dari Jepang untuk bersaing dengan merek Jerman seperti Adidas dan Puma yang

kemudian mendominasi pasar Amerika Serikat. Keuntungannya adalah bahwa sepatu

Jepang lebih murah karena tenaga kerja lebih murah di Jepang.

Terlepas dari eksperimen singkat namun tidak berhasil dengan manufaktur di

AS, sepatu Nike selalu dibuat di Asia, awalnya di Jepang, kemudian di Korea Selatan

dan Taiwan, dan baru-baru ini di China dan Asia Tenggara. Nike memulai produksi

di Korea Selatan dan Taiwan pada tahun 1972, karena tertarik oleh tenaga kerja

murah di sana, dan segera bergabung dengan perusahaan lain termasuk Adidas dan

Reebok. Tapi Nike kemudian memulai langkah lebih jauh. Alih-alih memiliki pabrik

sendiri, mereka dikontrak produksi lokal di Korea dan Taiwan.

Gambar 1. Logo Nike

Sebagai perusahaan bos Nike Phil Knight mengatakan: "Tidak ada nilai pasti

dalam membuat sesuatu hal. Nilai tersebut akan ditambahkan oleh penelitian yang

cermat, dengan inovasi dan pemasaran" (Katz 1994). Produk Nike sekarang pada

dasarnya mengikuti ide dari seorang desainer dan pemasar sepatu. Industri lantas

dilakukan oleh pemasok Korea dan Taiwan. Sekali lagi, perusahaan lain mengikuti

model ini.

Pada 1980-an Nike mencoba membuat produksi di Cina, dalam kemitraan

dengan perusahaan milik negara, tapi hal ini malah mendatangkan bencana. Nike

lantas memindahkan investasinya ke Taiwan. Nike lantas mengambil keuntungan

dari ongkos tenaga kerja yang lebih murah di sana.

Pada akhir 1980an dengan adanya pergolakan buruh di Korea Selatan,

-peningkatan tingkat upah dan hilangnya kontrol dari tempat kerja oleh otoritas Korea

- telah membuat negara tersebut menjadi kurang menarik bagi investor, baik asing

maupun dalam negeri, yang mulai mencari lokasi lain yang lebih menyenangkan.

(9)

mencari tenaga kerja lebih murah dan tidak merepotkan. Upah di kedua negara

tersebut disebut-sebut sebagai salah satu yang murah karena hanya memakai

seperempat tarif dari yang dibayarkan di Korea Selatan. Beberapa asosiasi Nike yang

bermarkas di Taiwan juga didirikan di Asia Tenggara.

Alasan lain untuk perpindahan ini adalah bahwa pada tahun 1988, baik Korea

Selatan dan Taiwan kehilangan akses khusus untuk pasar AS, yang telah lama

mereka nikmati sebagai status "negara berkembang" di bawah Sistem Preferensi

Umum (GSP) AS. investor Korea dan Taiwan lantas bergerak ke pabrik di Thailand,

Indonesia dan Cina dengan menggunakan pembuatan hak istimewa GSP dari

negara-negara miskin

.

Gambar 2. Proporsi Manufaktur Nike

Dari tujuh Nike pemasok atas sepatu olahraga pada tahun 1992, tiga adalah

perusahaan Taiwan yang memproduksi produknya di Cina, tiga lainnya beroperasi di

Korea Selatan, dan juga di Indonesia, satu adalah sebuah perusahaan di Thailand

(Anonim, 2011).

Pada awal tahun 1990-an, Produk Nike di hasilkan oleh enam pabrik yang

mempekerjakan 25.000 pekerja. Empat diantaranya milik suplier Nike Korea. Nike

mempunyai standar panduan kebijakan pabrik perusahaan seperti yang dapat dilihat

(10)

” The core standards are set forth below.

1. Forced Labor. The contractor does not use forced labor in any form

prison, indentured, bonded or otherwise.

2. Child Labor. The contractor does not employ any person below the age of 18

to produce footwear. The contractor does not employ any person below the

age of 16 to produce apparel, accessories or equipment. If at the time Nike

production begins, the contractor employs people of the legal working age

who are at least 15, that employment may continue, but the contractor will

not hire any person going forward who is younger than the Nike or legal age

limit, whichever is higher. To further ensure these age standards are

complied with, the contractor does not use any form of homework for Nike

production.

3. Compensation. The contractor provides each employee at least the minimum

wage, or the prevailing industry wage, whichever is higher; provides each

employee a clear, written accounting for every pay period; and does not

deduct from employee pay for disciplinary infractions.

4. Benefits. The contractor provides each employee all legally mandated

benefits

5. Hours of Work/Overtime. The contractor complies with legally mandated

work hours; uses overtime only when each employee is fully compensated

according to local law; informs each employee at the time of hiring if

mandatory overtime is a condition of employment; and on a regularly

scheduled basis provides one day off in seven, and requires no more than 60

hours of work per week on a regularly scheduled basis, or complies with

local limits if they are lower.

6. Environment, Safety and Health (ES&H). From suppliers to factories to

distributors and to retailers, Nike considers every member of our supply chain as partners in our business. As such, we’ve worked with our Asian partners to achieve specific environmental, health and safety goals,

beginning with a program called MESH (Management of Environment,

(11)

7. Documentation and Inspection. The contractor maintains on file all

documentation needed to demonstrate compliance with this Code of Conduct

and required laws; agrees to make these documents available for Nike or its

designated monitor; and agrees to submit to inspections with or without prior notice.”

Pada kutipan di atas daat dilihat dengan pasti bahwa Nike membuat

kesepakatan yang ideal mengenai buruhnya. Nike tidak akan memperkerjakan buruh

di bawah umur, akan memberikan upah yang layak, memberikan banyak keuntungan

bagi buruh, dan memberikan semua hak buruh setiap kali lembur (Baroroh, 2011).

Peraturan di atas dilengkapi juga dengan panduan kebijakan Nike, yaitu:

Karyawan kontraktor tidak bekerja lebih dari 60 jam per minggu, atau jam kerja

reguler dan lembur yang diperbolehkan oleh undang-undang di negara produsen,

pilih yang paling sedikit. Jam kerja lembur disetujui oleh kedua belah pihak dan

mendapatkan kompensasi dengan bayaran premium. Karyawan berhak atas minimal

(12)

BAB III. PEMBAHASAN

III.1 Penjabaran Kasus

Kasus Nike sudah bukan rahasia umum lagi, berbagai demo terkait dengan

ketidakpuasan buruh terhadap manajemen Nike terus bergulir sejak pertengahan

2011 lalu. Berita ini menyebar hampir diseluruh media, dan akhirnya

membawa-bawa nama pemerintah Indonesia yang dianggap tutup mata tentang kasus ini.

Sebuah Non-Governmental Organization (NGO) yang dibentuk tahun 2000, Team

Sweat, ikut turun tangan mengatasi masalah ini. Team Sweat dibentuk untuk

melakukan koalisi internasional antar pekerja Nike demi mempertahankan hak

mereka sebagai pekerja, terutama pekerja harus dibayar dengan upah yang sesuai.

Gambar 3. Logo Team Sweat

Salah satu masalah yang mereka soroti adalah kasus kontraktor Nike di

Karawang, Jawa Barat, PT Chang Shin (PT CS). Perusahaan ini telah memproduksi

Nike selama satu tahun, produk Nike yang mereka produksi ada dua jenis yaitu untuk

running shoes dan sepatu anak-anak. Seorang pekerja mereka Pak Karyana terpilih

menjadi pimpinan serikat pekerja di PT CS, namun tidak ada fasilitas apapun yang

diterima Pak Karyana untuk memimpin serikat pekerja di sana. Pak Karyana menjadi

target intimidasi oleh manajemen perusahaan.Akibat tingkah laku Pak Karyana yang

selalu mengkritisi isu-isu pekerja di PT CS membuat manajemen mengambil sikap

untuk membubarkan serikat pekerja. Pak Karyana juga diancam oleh manajer disana,

Pak Sutikno, dan dituntut dengan Pasal 158 Poin E. Pak Karyana masih terus

diintimidasi sampai sekarang (Keady, 2011).

Kasus Nike berikutnya datang dari PT Hardaya Aneka Shoes Industri (HASI)

(13)

selama ini memproduksi sepatu Nike, namun tanpa alasan yang tidak jelas Nike

memutuskan kontrak. Pegawai kedua perusahaan tersebut yang jumlahnya mencapai

14.000 orang pun dibuat gelisah, mereka semua terancam di PHK. Surat pemutusan

kontrak datang tanggal 6 Juli 2007, dan menyatakan bahwa kontrak akan berakhir

tahun 2008 ini. CEO HASI, Ibu Hartati beranggapan Nike hanya mengada-ada

tentang pemutusan kontrak, HASI termasuk sebagai 15 besar pabrik Nike dengan

performa terbaik, bahkan return produk hanya 2%. Nilai tersebut jauh lebih kecil

dibanding pabrik Nike lainnya yang mencapai 11-12%. Semua tuntutan Nike

terhadap kinerja hanya masalah administratif, dan terkesan tidak masuk akal. Ibu

Hartati yakin bahwa standard produk dari HASI dan NASA sudah sangat memenuhi

permintaan Nike. Jadi tidak mungkin pemutusan kontrak terjadi karena kualitas

buruk (Anonim, 2011).

Tidak cukup dengan masalah pemutusan kontrak secara sepihak, keluhan

tentang manajemen Nike juga terjadi di Sukabumi, Jawa Barat. Pou Chen Group,

sebuah perusahaan asal Taiwan, telah memproduksi Converse yang telah diambil

Nike selama empat tahun terakhir ini. Salah seorang pekerja mereka mengatakan

bahwa supervisor Pou Chen Group sangat tidak memperhatikan hak-hak pekerja. Ia

pernah ditendang oleh supervisor saat salah memotong sol sepatu. Pekerja bingung

harus melakukan tindakan apa, jika mereka diam maka akan terus disiksa, namun

jika mereka membawa berita ini keluar, mereka akan dipecat dengan tidak hormat.

Pabrik ini memiliki 10.000 orang pekerja yang didominasi oleh perempuan.

Mereka menerima bayaran 50 sen per jam, makanan, dan barak untuk menginap.

Pada Maret dan April lalu pekerja dipukul hingga lengannya terluka, bahkan sampai

berdarah. Ketika pekerja mengeluhkan tindakan tersebut, tanpa pertimbangan apapun

akan langsung dipecat.

Kasus penganiayaan pekerja juga terjadi di PT Amara, pabrik Nike yang juga

memproduksi Converse. Para supervisor dengan sengaja menjemur 6 orang pekerja

perempuan mereka di bawah terik matahari saat mereka gagal menyelesaikan target

60 lusin sepatu di waktu yang telah ditentukan. Ketika 6 perempuan tersebut

menangis, setelah dijemur selama 2 jam di bawah terik matahari, mereka kembali

(14)

peringatan dari serikat pekerja tentang peristiwa tersebut. Namun kasus yang sama

terus berulang (Megasari, 2011).

Hampir di seluruh pabrik Nike di Indonesia melakukan pelanggaran jam

kerja, fakta di lapangan menunjukkan bahwa:

a. 50% hingga 100% buruh Nike, jam kerja melebihi yang ditentukan oleh Code

of Conduct.

b. 25% hingga 50% pabrik Nike, buruh bekerja selama 7 hari dalam seminggu.

c. 25% hingga 50% pabrik Nike, jam kerja buruh melebihi jam kerja yang diatur

secara hukum.

d. 25% pabrik Nike, pekerja dihukum ketika menolak bekerja lembur.

Fakta lain yang mengejutkan adalah mengenai upah para buruh yang tidak

sebanding dengan harga sepasang sepatu yang dibandrol oleh Nike. Gaji sebulan dari

buruh pabrik HASI (tidak termasuk lembur) yang sudah bekerja selama 10 tahun

sebesar Rp 900.000,- atau sama dengan $97,8 (dengan kurs Rp 9.200/ $1) yang

berarti mereka hanya mendapatkan RP 30.000,-/harinya atau setara dengan $ 3,3.

Dengan pendapatan harian sebesar $3,3 terebut mereka bisa membuat sejumlah

sepatu Nike yang dijual oleh pabrik ke Nike di kisaran $11-$20. Sedangkan untuk

satu pasang sepatu Nike bisa dijual seharga $60 (Rp 552.000,-). Berdasarkan

gambaran tersebut, Nike sudah dipastikan tidak menghargai buruh dengan

sepantasnya. Mengingat dengan gaji Rp 900.000,-/bulan bagi buruh pabrik yang

tinggal di Tangerang adalah jauh dari cukup karena harga kebutuhan maupun ongkos

transportasi semakin meningkat.

Nike Inc, Philip H. Knight, mengantongi gaji dan bonus sebesar 864.583 dollar dan

787.500 dollar pada tahun 1995. Jumlah ini belum termasuk stok Nike sebesar 4,5

biliun dollar. Dari harga sepatu sekitar 100 dollar AS tersebut, hanya sekitar 2,46

dollar per hari yang disisihkan untuk buruh di Indonesia. Itupun dihitung sebelum

(15)

Fakta yang terjadi di lapangan sangatlah berbeda dengan standar panduan

kebijakan. Tidak ada fakta yang berpihak pada kaum buruh. Tuntutan buruh Nike

kepada PT Nike Indonesia untuk membayar pesangon juga menjadi isu bisnis sejak

tahun 2007 lalu. Buruh meminta kontrak dilanjutkan atau Nike harus membayar

pesangon kepada pekerja yang telah membesarkan Nike di Indonesia selama 18

tahun. Pihak Nike tidak kalah bukti dengan HASI dan NASA, Nike mengatakan

bahwa memang produksi Nike di HASI dan NASA sudah tidak lagi memenuhi

standar yang berlaku, bahkan sering terlambat untuk mengantarkan produk jadi ke

distributor tertentu. Nike mengaku hanya akan memutuskan kontrak dengan HASI

dan NASA namun tetap bekerja sama dengan pabrik lain di Indonesia (Ferdianto,

2007).

Akhirnya di awal tahun 2012 ini, Dilansir dari harian Washington

Post, Kamis 12 Januari 2012, pembayaran lembur dari Nike akan dimulai awal bulan

depan. Menurut Serikat Pekerja Nasional (SPN) yang mewakili 4.500 pekerja PT

Nikomas, pabrik pembuat sepatu Nike di Banten, Nike tidak membayar upah

600.000 jam lembur selama dua tahun.

Bambang Wirahyoso, ketua SPN, mengatakan bahwa uang lembur sebesar

US$1 juta diperoleh setelah melakukan negosiasi selama 11 bulan. Jumlah ini pun

menurutnya masih terlalu kecil dibandingkan apa yang dialami pekerja di Nikomas

selama 18 tahun. Kendati demikian, Bambang memberikan opini bahwa kasus ini

akan menjadi cambuk pagi pergerakan pekerja Indonesia. Perusahaan Nike dalam

pernyataannya mengatakan akan melakukan koreksi kinerja dalam kesejahteraan

pekerja. Nike juga akan menawarkan program pelatihan dan membentuk gugus tugas

untuk menampung aspirasi pekerja. Nike mendukung pabrik-pabrik dalam rencana

aksi mereka dan upaya mengoreksi kekurangan pada kebijakan yang ada untuk

melindungi hak-hak pekerja. Nike akan terus memonitor dan mendukung upaya

serikat pekerja untuk memperbaiki keadaan (Pratama, 2012).

III.2 Pembahasan

Kasus Nike di Indonesia sangat terkait dengan masalah manajemen sumber

(16)

kasus yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan kesalahan manajemen Nike

adalah sebagai berikut:

1. Tidak ada keadilan kinerja untuk pekerja.

2. Tidak ada reward apapun yang diterima pekerja setelah menjalankan

tugasnya.

3. Perusahaan tidak memfasilitasi karyawan ketika ingin berorganisasi melalui

serikat pekerja.

4. Manajer tidak menghargai hak-hak pekerja untuk menerima uang lembur,

mendapatkan hari libur, dan diperlakukan selayaknya manusia.

5. Manajer cenderung memaksa pekerja memenuhi target produksi, tanpa

memberikan fasilitas yang memadai.

6. Perusahaan tidak memotivasi karyawan bekerja dengan baik, tapi cenderung

mengancam.

7. Perusahaan tidak pernah mendengar keluhan dan aspirasi pekerja.

8. Pekerja merasa terancam dan terpaksa bekerja karena takut menerima upah

lebih rendah lagi.

9. Upah yang diterima pekerja dibawah standar hidup layak, padahal mereka

bekerja di atas jam kerja normal.

10.Nike memperkerjakan banyak anak dibawah umur, demi meningkatkan

kapasitas produksi dengan harga murah.

11.Pekerja akan menerima hukuman jika menolak lembur.

12.Pekerja wanita yang berasal dari Jawa lebih diutamakan karena upah lebih

rendah.

(17)

Semua kesalahan ini akan berdampak buruk bagi perusahaan baik itu dalam jangka

waktu pendek atau panjang. Berikut akibat-akibat yang mungkin diterima

perusahaan:

1. Kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan menurun berkelanjutan.

2. Pekerja tidak loyal pada perusahaan dan dengan cara apapun berharap

perusahaan bangkrut.

3. Pekerja akan beralih dengan cepat saat ditawarkan pekerjaan dengan tingkat

upah lebih tinggi.

4. Pekerja sangat perhitungan pada perusahaan, dan cenderung malas bekerja

jika tidak sesuai dengan job description mereka.

5. Konflik kecil internal akan menyulut kemarahan pekerja dan terjadi

demonstrasi besar-besaran.

6. Pekerja cenderung membolos kerja jika ada peluang.

7. Seperti yang telah terjadi pihak penanam modal (Nike Internasional) akan

memutuskan kontrak kerja karena kualitas menurun.

8. Terjadi demo besar-besaran saat pekerja menemukan NGO yang mampu

menerima aspirasi mereka.

9. Pekerja merasa jalan kekerasan lebih baik daripada duduk berdikusi dengan

damai.

10.Efek jangka panjangnya akan mempengaruhi kesan penanam modal asing di

Indonesia, jika kinerja Indonesia buruk maka penanam modal enggan

menginvestasikan dana mereka.

Ketidakpuasan dan pemberontakan pekerja semakin menjadi karena tidak

adanya keadilan dalam pembayaran upah. Celakanya kebijakan pemerintah yang

berlaku dirasa memang sengaja memberlakukan upah rendah demi menarik investor

asing. Pelaksanaan upah minimum regional tidak pernah berjalan lancar di Indonesia.

Perdebatan tersebut sebenarnya juga didasari oleh pemahaman yang tidak terlalu

sama mengenai konsepsi tentang upah baik di kalangan buruh maupun pengusaha.

Kalangan asosiasi pengusaha sebagai pihak pemberi upah memang siap dengan

konsep upah yang memadukan antara kompensasi terhadap kerja yang dilakukan

oleh buruh dalam suatu hubungan kerja dan usaha untuk memberikan kesejahteraan

(18)

Pada kalangan serikat buruh koridor permasalahan upah yang menonjol

adalah yang berkaitan dengan peraturan dan pelaksanaan uah minimum sembari

tidak banyak mempersoalkan hakikat dan konsep upah. Perspektif hak buruh

terhadap upah bersifat dominan dan oleh karenanya setiap tindakan pengusaha yang

dianggap menyalahi peraturan pengupahan yang menjamin hak buruh akan

menimbulkan aksi industrial.

Masalah tentang pekerja dan upah di para kontraktor Nike ini memiliki efek

lingkaran bagi keseluruhan sistem bisnis Indonesia. Jika terjadi kesalahan

manajemen pada satu bagian dalam rantai pasok maka akan berdampak buruk bagi

keseluruhan sistem. Seperti yang telah dijabarkan di atas, manajemen SDM harus

mengikuti 3 tujuan, tujuan individu (personal), tujuan organisasi, dan tujuan

nasional. Ketika Nike tidak berani investasi di Indonesia, maka secara otomatis

berpengaruh pada citra Indonesia di mata dunia. Indonesia dikenal dengan negara

yang memiliki jumlah penduduk tinggi. Investor berharap dengan membuka pabrik

di Indonesia, mampu mereduksi biaya produksi, dan keuntungan perusahaan

bertambah. Ironisnya hal ini terbalik dengan apa yang dirasakan pekerja. Pekerja

merasa upah mnimum yang telah diberlakukan sekarang masih jauh dari layak.

Pekerja berharap upah mereka ditingkatkan, tapi ketika upah ditingkatkan kalangan

penngusaha akan protes karena dirasa memberatkan mereka.

(19)

Kekerasan yang terjadi dalam pabrik ketika pegawai tidak mampu memenuhi

target produksi semata-mata dilakukan untuk mempertahankan kinerja pabrik

tersebut. Kualitas SDM Indoneia yang memnag masih rendah membuat pabrik harus

memperlakukan pekerja mereka dengan keras. Jika sampai kualitas menurun maka

resiko terbesarnya adalah pemutusan kontrak. Hanya dari perpanjangan kontrak ini

lah pabrik-pabrik yang hidup dari investor asing mampu bertahan. Sangat wajar jika

penanam modal menarik modal ketika pabrik tidak mampu mempertahankan

kualitas.

Hukum di Indonesia juga menyatakan bahwa seharusnya pesangon

dibayarkan oleh kontraktor Indonesia (HASI dan NASA) yang memperkerjakan para

pegawai, bukan Nike selaku pembeli produk. Pengaturan upah lembur juga secara

resmi berada di tangan kontraktor, namun aturan resminya berasal dari Nike. Posisi

pekerja semakin lemah saat pihak kontraktor secara tidak langsung dikekang oleh

target dari Nike.

Sisi pekerja juga sebenarnya tidak sepenuhnya salah, sudah sepantasnya

pekerja menerima hak mereka. Keterbatasan sumber daya dari pihak kontraktor

melatarbelakangi upah rendah. Usut punya usut dinyatakan bahwa harga beli oleh

Nike terlalu rendah, sehingga ruang bergerak kontraktor untuk bermain dana juga

sangat terbatas. Standar minimum upah yang diberlakukan oleh pemerintah dan

berbagai aturan lain dari pemerintah juga tetap harus dipenuhi oleh kontraktor dan

Nike Indonesia, ini juga menjadi kendala dalam manajemen SDM mereka.

III.3 Manajemen Sumber Daya Manusia

Melihat kasus Nike di Indonesia, ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan

4 pemain besar dalam kasus ini, terutama yang terkait dengan manajemen sumber

daya manusia. Kontraktor Indonesia tidak dapat bergerak bebas karena terkait oleh

Nike Internasional, dimana semua langkah diatur dalam peraturan pemerintah

Indonesia. Sedikit saja terjadi kesimpangsiuran maka yang dipertaruhkan adalah

nasib pekerja dan keunggulan kompetitif bangsa di mata dunia.

Manajemen SDM yang baik diperlukan dalam kasus ini, sehingga semua

stakeholders dapat terintegrasi dengan baik dan berhasil meraih tujuan bersama.

(20)

memperkuat posisi pekerja di mata Nike Internasional. Nike membutuhkan Indonesia

sebagai lahan produksi murah, Indonesia membutuhkan Nike untuk memperluas

lapangan pekerjaan, dan pekerja membutuhkan kontraktor (produsen) sebagai tempat

bekerja. Langkah-langkah yang dapat dilakukan (tanpa mempertimbangkan unsur

politis) adalah sebagai berikut:

 Pemerintah

o Perkuat prinsip pemerintah untuk mengutamakan kepentingan rakyat.

o Permudah peraturan investasi asing di Indonesia, sehingga investor

bisa masuk dengan mudah.

o Perbaiki moral pemain pemerintah untuk menegakkan peraturan.

o Tinjau ulang upah minimum regional untuk pekerja.

o Audit dilakukan secara annual ke setiap perusahaan asing di

Indonesia.

o Ciptakan tenaga kerja yang terampil dengan pelatihan.

o Berikan pemahaman pada pekerja, bahwa pemerintah akan

melindungi gerakan mereka, sejauh itu sesuai dengan peraturan.

 Kontraktor (Produsen)

o Tegakkan peraturan yang telah diatur oleh perusahaan asing dengan

baik dan benar.

o Lakukan mediasi dengan pihak asing jika dirasa ada peraturan yang

memberatkan.

o Buat serikat pekerja yang terkoneksi dengan seluruh kontraktor dari

penanam modal yang sama.

o Hindari hukuman fisik dengan pekerja, lakukan jika memang

pekerjaan mereka membutuhkan kekuatan fisik.

o Berikan pelatihan dan pemberian motivasi untuk menguatkan

hubungan kekeluargaan anatara pekerja dan perusahaan.

o Jangan kalah dengan ancaman perusahaan asing, karena

sesuangguhnya mereka juga membutuhkan Indonesia.

o Berikan upah sesuai dengan aturan, tanpa memanadang pekerja lokal

atau pekerja asing.

(21)

o Berikan reward yang sesuai jika pekerja melakukan pekerjaan dengan

baik dibanding standar yang berlaku.

 Non-Governmental Organization (NGO)

o Fasilitasi pekerja untuk menyampaikan aspirasi mereka.

o Lindungi hak-hak pekerja melalui jalan kerjasama dengan pemerintah

dan perusahaan.

o Berikan fasilitas agar pekerja dapat sharing dengan pekerja dari

industri asing lain.

o Berikan pengetahuan bagi pekerja tentang kedudukan mereka sebagai

pekerja di perusahaan asing.

o Berikan pemahaman bahwa perusahaan (kontraktor) tempat mereka

bekerja juga dituntut target oleh perusahaan asing pusat.

 Pekerja

o Beranikan diri untuk mengungkapkan apa yang terjadi dalam

perusahaan melalui NGO terkait.

o Bekerja dengan loyal dan baik sesuai peraturan perusahaan.

o Jika memang sudah tidak sanggup menerima beban pekerjaan maka

lebih baik keluar.

o Gunakan jalan damai, sebelum melakukan aksi industrial.

o Pererat ikatan antara perusahaan dan pekerja, melalui berbagai event

(22)

BAB IV. PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

1. Kasus Nike terjadi karena pekerja merasakan banyak ketidakadilan, terutama

terkait dengan upah yang rendah, pekerja di bawah umur, uang lembur yang

tidak dibayar, pesangon yang terancam tidak dibayar, jam kerja melebihi jam

kerja normal, larangan secara tidak langsung untuk berserikat, dan kekerasan

fisik yang kerap kali terjadi.

2. Pemerintah memang menerapkan upah yang rendah untuk buruh, hal ini

dilandasi oleh alasan: kualitas pekerja memang masih rendah, jumlah

pengangguran banyak, dan memperkuat keunggulan kompetitif bangsa

sebagai tempat investasi yang dapat mereduksi biaya produksi.

3. Perlu ada manajemen sumber daya yang baik antara pemerintah, kontraktor

(produsen), NGO, dan pekerja untuk mencapai target dan memenuhi

peraturan dari perusahaan asing penanam modal. Namun harus tetap dikritisi

jika terdapat peraturan yang memberatkan pihak lokal.

IV.2 Saran

1. Peningkatkan kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan disamping

kuantitas yang besar.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Profil Perusahaan Nike, Inc. http://id.wikipedia.org/wiki/Nike,_Inc. [8 Februari 2012]

Anonim. 2011. Blak-Blakan Hartati Murdaya.

http://www.detiknews.com/read/2007/07/25/090007/809095/158/nike-nggak-usah-banyak-cingcong [7 Februari 2012]

Baroroh F. 2012. Lemahnya Proteksi Pemerintah Terhadap Buruh Nike Indonesia. http://fitribaroroh.blogdetik.com/2012/02/02/lemahnya-proteksi-pemerintah-terhadap-buruh-nike-indonesia/ [6 Februari 2012]

Ferdianto R, Gunanto ES, Sutarto, Agoeng W. 2007. Nike Dituntut Bayar Pesangon.

http://www.tempo.co/read/news/2007/07/17/056103830/Nike-Dituntut-Bayar-Pesangon. [6 Februari 2012]

Keady J. 2011. Detail Kasus yang Baru Kita Menangkan Atas Pabrik PT Chang Shin

di Indonesia.

http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150182040156379 [7

Februari 2012]

Megasari D. 2011. Nike Hadapi Dugaan Penganiayaan Buruh di Indonesia. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/07/14/11355771/Nike.Hadapi. Dugaan.Penganiayaan.Buruh.di.Indonesia. [6 Februari 2012]

Parwiyanto H. 2007. Perencanaan Sumber Daya Manusia.

herwanparwiyanto.staff.uns.ac.id/.../perencanaan-sumber-daya-manusia.doc. [6 Februari 2012]

Pratama D. 2012. Nike Akhirnya Bayar Lembur Ribuan Pekerja RI.

Gambar

Gambar 1. Logo Nike
Gambar 2. Proporsi Manufaktur Nike
Gambar 3. Logo Team Sweat
Gambar 4. Diagram Komposisi Pegawai di Nike Indonesia
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sarana prasarana yang lengkap dan program UKS akan memengaruhi pelaksanaan UKS sehingga dapat memudahkan guru maupun siswa dalam menangani masalah­masalah untuk pengobatan

Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini yaitu untuk mencari akar-akar persamaan kuadrat dan mengetahui sifat-sifat persamaan kuadrat serta mencari akar persekutuan

Suatu organisasi dapat menggunakan salah satu atau semua mekanisme mimetis, koersif, atau kekuatan normatif untuk perubahan itu sendiri untuk

PENGURUSAN TERTINGGI JABATAN KESIHATAN NEGERI PAHANG Hospita l.

26 Syarif Mappiasse, Op.. Jika hakim mengutip alasan termohon dalam memberikan Imbalan bagi Pengawas serta Gaji dan Tunjangan bagi Pengurus hal tersebut

Praktik Pengalaman Lapangan II (PPL II) digunakan sebagai ajang latihan bagi mahasiswa agar memperoleh bekal dan pengalaman sejak dini untuk dapat menciptakan sistem belajar

Larutan supernatan yang dihasilkan dibuang dan pellet dicuci, kemudian dilarutkan kembali dengan cacodylatecitrate buffer (0.01M sodium cacodylate; 0.45 M

berdasarkan Formulir ini (" REKENING "), termasuk tapi tidak terbatas untuk mendebet, memindahbukukan dana dari REKENING, meminta data, mutasi, dan keterangan lainnya