KAJIAN SIFAT FISIK, SIFAT KIMIA DAN
SIFAT BIOLOGI TANAH PASKA TAMBANG GALIAN C
PADA TIGA PENUTUPAN LAHAN
(Studi Kasus Pertambangan Pasir (Galian C) di Desa Gumulung
Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon,
Provinsi Jawa Barat)
NUR HIKMAH UTAMI
E44050712
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN SIFAT FISIK, SIFAT KIMIA DAN
SIFAT BIOLOGI TANAH PASKA TAMBANG GALIAN C
PADA TIGA PENUTUPAN LAHAN
(Studi Kasus Pertambangan Pasir (Galian C) di Desa Gumulung
Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon,
Provinsi Jawa Barat)
Oleh :
Nur Hikmah Utami
Skripsi
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPRTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ” Kajian Sifat Fisik,
Sifat Kimia dan Sifat Biologi Tanah Paska Tambang Galian C pada Tiga
Penutupan Lahan (Studi Kasus Pertambangan Pasir (Galian C) di Desa Gumulung
Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat)”
adalah benar-benar karya saya sendiri dengan bimbingan Dr. Ir. Basuki Wasis,
MS. dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau
lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2009
Nur Hikmah Utami
Judul Penelitian : Kajian Sifat Fisik, Sifat Kimia dan Sifat Biologi Tanah Paska Tambang Galian C pada Tiga Penutupan Lahan (Studi Kasus Pertambangan Pasir (Galian C) di Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat)
Nama Mahasiswa : NUR HIKMAH UTAMI
NRP : E44050712
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Basuki Wasis, MS
NIP 19651002 199103 1 003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr
NIP 19611126 198601 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Februari 1988 di Cirebon, Jawa Barat
sebagai anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Drs. Masnui dan Aning
Suryaningsih, BA.
Pada tahun 1992 penulis mengikuti jenjang pendidikan di TK Cempaka
Putih Cirebon yang kemudian di tahun 1993-1994 penulis melanjutkan
pendidikan Sekolah Dasar di SD Purwawinangun II Cirebon dan pada tahun 1995
penulis pindah bersekolah ke SD Jatiwarna IV hingga tahun 1999. Setelah lulus
pendidikan Sekolah Dasar, penulis bersekolah di SMP Negeri 128 Halim Perdana
Kusuma Jakarta Timur dari tahun 1999-2002. Sedangkan untuk Sekolah
Menengah Umum, penulis mengikutinya di SMU Negeri 67 Halim Perdana
Kusuma Jakarta Timur dari tahun 2002 hingga 2005. Setelah lulus dari SMU
Negeri 67 Jakarta Timur, pada tahun 2005 tersebut penulis lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Kemudian ketika memasuki tingkat kedua penulis memilih Program Studi
Silvikultur, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB.
Selama kuliah di Fakultas Kehutanan, penulis cukup aktif dalam
organisasi salah satunya Himpunan Profesi Mahasiswa Silvikultur Tree Grower
Community (TGC) sebagai Bendahara di Bussines Development Department
(2007-2008).
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi berjudul ”Kajian Sifat Fisik, Sifat Kimia dan Sifat Biologi Tanah Paska
Tambang Galian C pada Tiga Penutupan Lahan (Studi Kasus Pertambangan Pasir
(Galian C) di Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten
Kajian Sifat Fisik, Sifat Kimia dan Sifat Biologi Tanah Paska Tambang Galian C pada Tiga Penutupan Lahan (Studi Kasus Pertambangan
Pasir (Galian C) di Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat)
Oleh :
Nur Hikmah Utami dan Basuki Wasis
PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumberdaya alam seperti bahan galian, mineral, minyak bumi, gas, flora dan fauna baik yang berada di tanah, air maupun udara. Salah satu bahan galian yang cukup banyak dikandung bumi Indonesia ini yaitu pasir. Pemanfaatan pasir dilakukan dengan penambangan pasir yang pada umumnya menggunakan sistem penambangan terbuka. Kegiatan penambangan pasir dengan sistem tambang terbuka memberikan manfaat antara lain sebagai sumber bahan baku bangunan sipil, sumber mata pencaharian penduduk lokal, dan menambah pendapatan daerah. Akan tetapi penambangan pasir dengan sistem tambang terbuka juga menimbulkan kerugian seperti keterbukaan lahan, hilangnya vegetasi penutup tanah mengganggu kehidupan flora dan fauna, serta kerusakan tanah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pengaruh penambangan pasir terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
METODOLOGI. Penelitian dilakukan pada kawasan penambangan pasir (Galian C) di desa Gumulung Tonggoh, kecamatan Astanajapura, kabupaten Cirebon, provinsi Jawa Barat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cangkul, kantung plastik, kamera, kalkulator, program SPSS 13.0. Data yang digunakan adalah data primer untuk jenis struktur tanah dan data sekunder untuk analisis sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan pengambilan sampel secara purposive sampling yang dilakukan oleh Tim Kementerian Negara Lingkungan Hidup tahun 2006, serta data statistik wilayah lokasi penelitian. Kemudian dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji F pada karakteristik sifat tanah yang diamati untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang nyata atau tidak dari kegiatan penambangan pasir dan setelah dilakukan uji lanjut (uji Duncan) dapat diketahui lokasi mana yang memberikan perbedaan secara nyata.
HASIL DAN PEMBAHASAN. Kegiatan penambangan pasir telah merubah sifat fisik, kimia, biologi tanah pada lokasi lahan paska penambangan pasir desa Gumulung Tonggoh. Terbukti dari adanya perubahan yang signifikan terhadap nilai bulk density yang meningkat, porositas rendah, pori drainase sangat cepat menurun. Begitu pula dengan sifat kimia tanah, terdapat karakteristik tanah yang dipengaruhi secara nyata oleh adanya kegiatan penambangan pasir yaitu menurunnya KTK, meningkatnya kandungan pospor, menurunnya kandungan kalsium, dan magnesium. Sedangkan untuk sifat biologi tanah, hanya jumlah mikroorganisme tanah sajalah yang dipengaruhi secara nyata oleh kegiatan penambangan pasir. Hal tersebut dianalisa berdasarkan nilai signifikansinya yang ternyata karakteristik sifat tanah tersebut memiliki nilai signifikansi < taraf nyata 0,05. Sedangkan untuk karakteristik sifat tanah khususnya permeabilitas, pH, BO, nitrogen, kalium, natrium, jumlah fungi tanah, bakteri pelarut posfat, dan respirasi tanah juga mengalami perubahan tetapi menurut hasil uji statistik tidak dipengaruhi secara nyata oleh kegiatan penambangan pasir. Perubahan karakter sifat tanah dalam penelitian ini terjadi karena pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat selama proses penambangan.
KESIMPULAN. Kegiatan penambangan pasir (Galian C) di desa Gumulung Tonggoh telah merubah beberapa karakteristik sifat fisik, kimia dan biologi tanah karena terjadinya pemadatan tanah yang disebabkan oleh penggunaan alat-alat berat saat kegiatan penambangan berlangsung. Berdasarkan uji statistik, karakter yang dipengaruhi secara nyata adalah nilai bulk density, porositas tanah, pori drainase sangat cepat, KTK, kandungan pospor, kalsium, magnesium dan jumlah mikroorganisme tanah. Perubahan karakteristik sifat tanah tersebut saling berpengaruh satu sama lain.
Study of Physical, Chemical and Biological Soil Characteristics Pasca-Mining Dig C in Three Closedland
(Case study sand mining (Galian C) in Gumulung Tonggoh village, Astanajapura subdistict, Cirebon Regency, West Java Province)
by :
Nur Hikmah Utami and Basuki Wasis
Introduction: Indonesia is a country that has abundance natural resources like dig substance, mineral, petroleum, gas, flora and fauna residing in the land. Sand is one of dig substance which is quite abundant on this country. This dig substance is usually exploited by open mining. Open mining has benefits for building materials, local’s occupations and increasing the local income. However, Open mining has negative impacts for wildlife, land cover loss, and land quality degradation. Because of these negative impacts, it needs to conduct a research about the effect of sand mining toward physical, chemistry, and biology soil characteristics.
Methodology: Research was conducted on sands open mining at Gumulung Tonggoh village, Astanajapura district, Cirebon regency, West Java province. Instrument that used for this research are hoe, plastic poke, camera, calculator, SPSS 13.0 software. The data are primary data for land structure and secondary data for soil’s physical, chemistry, and biology characteristic. The method of this research was survey with purposive sampling which has done by ministry of state environment year 2006 and statistical data on site. Then conducted some statistical F test on soil characteristic to know whether there is significant or not from sand mining activity and after continued by Duncan’s test, locations that has significant difference can be showed.
Result and Discussion: Sand Mining activities have altered soil’s physical, chemical, biology characteristics on after-mining sites in Gumulung Tonggoh village. It has been proved by significant change of bulk density value, low porosity, and rapid decrease of drainage pore. Soil’s chemical characteristic has significant change as well. There is some soil characteristic that is influenced by mining activities like change cation capability (KTK), calcium and magnesium decreasing and the increasing of phosphor inside the soil. For soil biology characteristic, only amount of soil’s microorganism that influenced by sand mining activities. It has been analyzed by significant value and have significant value < 0,05 actual rate as a result. Permeability, pH, BO, nitrogen, kalium, natrium, amount of soil’s fungi, phosphate-dissolved bacteria and soil respiration have change but not really significant as a results of statistic test. The changes of soil characteristic on this research happens because soil’s condensation as a result of using of heavy instruments.
Conclusion: Sand Mining activity ( Dig C) in Gumulung Tonggoh village have altered some characteristic changes of soil’s physical, chemical and biology characteristic because of land condensation by heavy equipment use on mining activity. Based on statistical test, character that significant is bulk density value, land porosity, drainage pore very quickly, KTK, phosphor, calcium, magnesium and amount of soil microorganism. Characteristic changes on soil characteristics affect one and each other.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya bagi seluruh ciptaan-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan pada suri tauladan, junjungan, nabi besar kita Rasulullah Muhammad
SAW dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah sampai akhir zaman.
Penelitian ini dengan judul ” Kajian Sifat Fisik, Sifat Kimia dan Sifat Biologi Tanah Paska Tambang Galian C pada Tiga Penutupan Lahan (Studi Kasus Pertambangan Pasir (Galian C) di Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat)”. Dalam penelitian ini dikemukakan mengenai hasil analisa pengaruh kegiatan pertambangan pasir
terhadap sifat-sifat tanah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi Dinas
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Cirebon dalam upaya rehabilitasi
dan pengelolaan lingkungan agar terciptanya kelestarian hidup serta dapat berguna
bagi berbagai pihak yang membutuhkan informasi yang ada di dalam skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini perlu dikembangkan lagi
untuk kesempurnaannya, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran demi
perkembangan penelitian selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap karya kecil ini
tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiahnya dan bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkannya. Amin.
Bogor, Mei 2009
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak
terlepas dari berbagai pihak yang telah ikut mendukung dan memberi bantuan.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis Drs. Masnui dan Aning Suryaningsih, BA yang
senantiasa melimpahkan kasih sayang, semangat dan doa restu.
2. Eska Putra Dwitama (adik yang paling penulis cintai dan banggakan), terima
kasih atas segala motivasi dan kasih sayang yang diberikan.
3. Nenek Anoni Sukaesih, Hj. Sophiah dan Kakek Dul Hamid yang telah
memberikan dukungan, semangat, doa dan motivasi.
4. Keluarga besar penulis (Hj. Cholidjah; Drs. Armadi, MM; Desi Arianti, SE;
Arum Surya Ningrum, Ampuh Surya Komariah, Asep Nana Suryamana,
Aman Surya Santosa, Aida Surya Sophiah, Lili Murtiasih, Nina Nuraina,
Mama Yeni, Papa Yudi, Anisa Mariana, Maria Khusnul Khotimah, Nopy
Kresnawati, Berliani Cornelia Azahra, Nabila Intan Mutmainah, Reza
Rahadian Noor, Fahriansyah Noor).
5. Dr. Ir. Basuki Wasis selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan saran serta perhatian dengan penuh kesabaran
kepada penulis.
6. Sahabat-sahabat penulis (Yohana,S.Hut; Hendry Ramadani,S.Hut; Dodi Juli
Irawan,S.Hut; Mba Tini, Mike, Wita, Anjun, Cany, Sina, Mba Dani, Mba
Dian, Mba Inda, Mba Cici, Hildalita, Muharmansyah, Rhomi Ardiansyah,
Hendra Prasetia, Ka Resa Irnano, Ka Zacky, Manda, Ka Lukas, Ka Lingga),
BSEC (Ka Derry, Om Igor, Kiky, Ka Yudis, Ka Aji, Ka Roni, Meisya),
teman-teman Silvikultur (42,43,44,45 dan kakak kelas) serta teman-teman
TPB (Andri, Adi Prawoko). Terima kasih karena berkat kalian, hal biasa
menjadi luar biasa.
7. Kanda yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian yang tulus, dukungan
moril maupun materiil dan selalu sabar dalam menghadapi Dinda.
iii
8. Keluarga besar Lab. Pengaruh Hutan yang senantiasa membantu dan
memberikan motivasi (Ibu Atikah; Veve Ifana Pramesti,S.Hut; Desty,S. Hut).
9. Dosen-dosen dan staf pengajar Fakultas Kehutanan, Keluarga besar KPAP
Departemen Silvikultur, staf Rektorat atas segala petunjuk, motivasi dan
kemudahan dalam pengurusan administrasi selama di kampus.
10. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terima kasih atas bantuannya pada penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Bogor, Mei 2009
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PEGESAHAN
KATA PENGANTAR... i
UCAPAN TERIMA KASIH...ii
DAFTAR ISI...iv
DAFTAR TABEL...vii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN...x
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... ...1
1.2 Tujuan Penelitian ... 3
1.3 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Pasir dan Tanah Sawah ... 4
2.2Regosol dan Vertisol ... 7
2.3 Sifat Fisik Tanah...7
2.3.1 Tekstur Tanah...7
2.3.2 Struktur Tanah...8
2.3.3 Kerapatan Limbak (Bulk Density)...9
2.3.4 Porositas Tanah...10
2.3.5 Pori Drainase Sangat Cepat...11
2.3.6 Permeabilitas...11
2.4 Sifat Kimia Tanah………...13
2.4.1 Derajat Kemasaman Tanah (pH)...13
2.4.2 Kapasitas Tukar Kation (KTK)...13
v
2.4.8 Kalium (K)...21
2.5 Sifat Biologi Tanah ...24
2.5.1 Total Mikroorganisme Tanah...24
2.5.2 Jumlah Bakteri Pelarut Posfat...24
2.5.3 Jumlah Fungi Tanah...25
2.5.4 Total Respirasi Tanah...25
2.6 Kondisi Umum Lokasi Penelitian………..25
2.6.1 Letak Geografis...25
2.6.2 Iklim dan Topografi...28
2.6.3 Kondisi Penduduk dan Kebutuhan Air Bersih...28
2.6.4 Penggunaan Lahan, Flora dan Fauna...29
2.6.5 Proses Kegiatan Penambangan Pasir (Galian C)...30
III. METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian...31
3.2 Metode Penelitian...31
3.3 Analisis Sifat Fisik, Kimia, Biologi Tanah...31
3.4 Analisis Data...31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisik Tanah...33
4.1.1 Kerapatan Limbak (Bulk Density)...34
4.1.2 Porositas Tanah...37
4.1.3 Pori Drainase Sangat Cepat...39
4.1.4 Permeabilitas...41
4.2 Sifat Kimia Tanah………...44
4.2.1 Derajat Kemasaman Tanah (pH)...45
4.2.2 Kapasitas Tukar Kation (KTK)...47
vi
4.3 Sifat Biologi Tanah ...60
4.3.1 Total Mikroorganisme Tanah...61
4.3.2 Jumlah Bakteri Pelarut Posfat...63
4.3.3 Jumlah Fungi Tanah...64
4.3.4 Total Respirasi Tanah...65
V. KESIMPULAN DAN SARAN...67
5.1 Kesimpulan...67
5.2 Saran...67
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Permeabilitas Tanah...12
Tabel 2 Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap KTK...14
viii
Penelitian...60
Tabel 27 Hasil Sidik Ragam untuk Jumlah Mikroorganisme
Tanah...62
Tabel 28 Hasil Uji Duncan untuk Jumlah Mikroorganisme Tanah...62
Tabel 29 Hasil Sidik Ragam untuk Jumlah Bakteri Pelarut Posfat….64
Tabel 30 Hasil Sidik Ragam untuk Jumlah Fungi Tanah...65
ix
Gambar 5 Peta Lokasi Penambangan Galian C (pasir) di Kecamatan Astanajapura…………....………27
Gambar 6 Bagan Alir Proses Penambangan Pasir………30
Gambar 7 Perbandingan Nilai Bulk Density (g/cc) pada Lokasi Penelitian...34
Gambar 8 Perbandingan Nilai Porositas Tanah (%) pada Lokasi Penelitian...37
Gambar 9Perbandingan Nilai Pori Drainase Sangat Cepat (%) pada Lokasi Penelitian...40
Gambar 10 Perbandingan Nilai Permeabilitas (cm/jam) pada Lokasi Penelitian………43
Gambar 11 Perbandingan Nilai pH pada Lokasi Penelitian...46
Gambar 12Perbandingan Nilai KTK pada Lokasi Penelitian...48
Gambar 13Perbandingan Nilai C-Organik pada Lokasi Penelitian...50
Gambar 14 Perbandingan Nilai Nitrogen pada Lokasi Penelitian...52
Gambar 15 Perbandingan Nilai Pospor pada Lokasi Penelitian...53
Gambar 16 Perbandingan Nilai Kalsium pada Lokasi Penelitian...55
Gambar 17 Perbandingan Nilai Magnesium pada Lokasi Penelitian…..57
Gambar 18 Perbandingan Nilai Kalium pada Lokasi Penelitian...59
Gambar 19 Perbandingan Jumlah Mikroorganisme tanah pada Lokasi Penelitian...61
Gambar 20 Perbandingan Jumlah Bakteri Pelarut Posfat pada Lokasi Penelitian...63
x
Penelitian………...64
Gambar 22 Perbandingan Nilai Total Respirasi Tanah pada Lokasi
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Data Hasil Analisis Sifat Fisik dan Sifat Biologi Tanah 72
Lampiran 2 Data Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah……….…... 73
Lampiran 3 Hasil Uji Statistik Bulk Density………..……... 74
Lampiran 4 Hasil Uji Statistik Porositas Tanah……….…... 75
Lampiran 5 Hasil Uji Statistik Pori Drainase Sangat Cepat……….. 76
Lampiran 6 Hasil Uji Statistik Permeabilitas……...……..……... 77
Lampiran 7 Hasil Uji Statistik pH………..……... 78
Lampiran 8 Hasil Uji Statistik KTK……….………..……... 79
Lampiran 9 Hasil Uji Statistik C-Organik………..……... 80
Lampiran 10 Hasil Uji Statistik Nitrogen…...………..……... 81
Lampiran 11 Hasil Uji Statistik Pospor……..………..……... 82
Lampiran 12 Hasil Uji Statistik Kalsium………..……... 83
Lampiran 13 Hasil Uji Statistik Magnesium..………..……... 84
Lampiran 14 Hasil Uji Statistik Kalium…….………..……... 85
Lampiran 15 Hasil Uji Statistik Jumlah Mikroorganisme Tanah... 86
Lampiran 16 Hasil Uji Statistik Jumlah Bakteri Pelarut Posfat... 87
Lampiran 17 Hasil Uji Statistik Jumlah Fungi Tanah……..……... 88
Lampiran 18 Hasil Uji Statistik Total Respirasi….………..……... 89
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumberdaya alam seperti
bahan galian, mineral, minyak bumi, gas alam, flora dan fauna baik yang berada
di tanah, air maupun udara yang merupakan salah satu modal dasar dalam
pembangunan nasional. Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatu
kebutuhan penting bagi setiap bangsa dan negara yang menginginkan kelestarian
sumberdaya alam. Sumberdaya alam perlu dijaga dan dipertahankan untuk
kelangsungan hidup manusia kini, maupun untuk generasi yang akan datang (Arif,
2007).
Salah satu bahan galian yang cukup banyak dikandung bumi Indonesia
ini yaitu pasir. Pasir merupakan salah satu bahan baku utama untuk bangunan sipil
seperti rumah, gedung, jalan, jembatan, pelabuhan, bendungan dan lain-lain, baik
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal maupun komoditi keluar daerah
tempat penambangan dilakukan (Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan
Pertambangan Kabupaten Cirebon, 2005). Kabupaten Cirebon, Jawa Barat
merupakan salah satu daerah yang memiliki kekayaan alam berupa bahan galian
pasir yang cukup melimpah.
Pemanfaatan pasir dilakukan dengan penambangan pasir yang pada
umumnya menggunakan sistem penambangan terbuka. Menurut Tim Puslitbang
Tekmira 2004, penambangan terbuka adalah kegiatan penambangan atau
penggalian bahan galian yang prosesnya langsung berhubungan dengan udara
terbuka. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.17 tahun 2001
tentang pengelolaan pertambangan dan berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah maka ada beberapa pengusaha pertambangan yang beroperasi
di wilayah Kabupaten Cirebon. Beberapa lokasi penambangan pasir di wilayah
Kabupaten Cirebon antara lain di Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan
Astanajapura; Desa Cikalahang, Kecamatan Dukupuntang; Desa Buntet,
Kecamatan Astanajapura; Desa Susukan Tonggoh, Kecamatan Susukan Lebak;
Desa Picungpugur, Kecamatan Lemahabang; Desa Ciuyah, Kecamatan Waled;
Desa Palimanan Barat, Kecamatan Palimanan dan di Desa Ciperna, Kecamatan
Beber.
Kegiatan penambangan secara umum terdiri atas pembersihan lahan,
pengupasan tanah penutup, pembongkaran, pemilihan, pemuatan, pengangkutan,
pengecilan ukuran, pencucian/pemurnian, pemasaran, dan reklamasi (Dinas
Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Cirebon, 2005).
Kegiatan penambangan pasir dengan sistem penambangan terbuka memberikan
manfaat antara lain sebagai sumber bahan baku bangunan sipil, sumber mata
pencaharian penduduk lokal, kesempatan kerja akan lebih terbuka serta sekaligus
akan menambah pemasukan ekonomi dan menambah pendapatan daerah. Tetapi
jika tidak dikelola dengan baik, maka dapat menimbulkan dampak negatif, baik
yang diderita oleh lingkungan setempat maupun mencakup wilayah yang lebih
luas dalam jangka waktu pendek maupun dalam jangka waktu yang panjang.
Dampak negatif dari penambangan pasir dengan sistem penambangan
terbuka ini terutama diakibatkan oleh degradasi lingkungan, perubahan geologi
lingkungan antara lain kondisi estetika, topografi, kemiringan lereng, elevasi
ketinggian, tersingkapnya batuan dasar, erosi, sedimentasi, kualitas dan kuantitas
air tanah serta air permukaan, tata guna lahan, kestabilan batuan/ tanah, penurunan
produktivitas tanah, kesuburan tanah, jumlah mikroorganisme tanah dan daya
serap/permeabilitas; gangguan terhadap flora dan fauna; perubahan iklim mikro,
serta berbagai permasalahan sosial. Hal tersebut menjadi salah satu penyokong
dampak negatif bagi pembangunan di masa mendatang. Jika daya dukung
lingkungan telah dilampaui, maka fungsi ekosistem menjadi terganggu (Dinas
LHKP Kab. Cirebon 2005).
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh Kantor Lingkungan Hidup
Kabupaten Cirebon, ditemukan berbagai pelanggaran dan penyalahgunaan izin
yang dilakukan oleh pengusaha pertambangan yang beroperasi di wilayah
Kabupaten Cirebon terutama di desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan
Astanajapura sehingga memberikan dampak berupa kerusakan lingkungan.
Kerusakan yang terlihat paling parah secara kasat mata adalah mengenai kondisi
tanahnya, oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai pengaruh kegiatan
penambangan pasir (galian C) terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang
3 terjadi di Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten
Cirebon.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian pengaruh penambangan pasir (galian C) terhadap
sifat tanah di desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten
Cirebon ini adalah :
1. Menganalisa pengaruh penambangan pasir terhadap sifat fisik tanah pada tiga
penutupan lahan (kebun campuran, sawah dan lahan bekas penambangan pasir
(galian C) desa Gumulung Tonggoh).
2. Menganalisa pengaruh penambangan pasir terhadap sifat kimia tanah pada tiga
penutupan lahan (kebun campuran, sawah dan lahan bekas penambangan pasir
(galian C) desa Gumulung Tonggoh).
3. Menganalisa pengaruh penambangan pasir terhadap sifat biologi tanah pada tiga penutupan lahan (kebun campuran, sawah dan lahan bekas penambangan
pasir (galian C) desa Gumulung Tonggoh).
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah menyajikan informasi mengenai
perubahan sifat fisik, sifat kimia, dan biologi tanah pada lokasi kebun campuran,
sawah di sekitar galian C dan pada areal bekas tambang galian C itu sendiri (tanah
yang rusak) di Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten
Cirebon sehingga dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi terhadap upaya
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Mulyanto (2008) kegiatan penambangan adalah kegiatan
mengekstraksi bahan tambang terencana dengan menggunakan berbagai metode
sesuai dengan karakteristik bahan tambang. Menurut Tim Puslitbang Tekmira
2004, penambangan ialah kegiatan untuk menghasilkan bahan galian yang
dilakukan baik secara manual maupun mekanis yang meliputi pemberian,
pemuatan, pengangkutan, penimbunan (stock filling) dan reklamasi. Salah satu penambangan yang menjadi sumber pendapatan negara adalah penambangan
pasir. Penambangan pasir termasuk ke dalam penambangan terbuka.
Penambangan terbuka adalah usaha penambangan dan penggalian bahan galian
yang kegiatannya dilakukan langsung berhubungan dengan udara terbuka (Tim
Puslitbang Tekmira 2004).
2.1 Tanah Pasir dan Tanah Sawah
Pasir terbentuk dari hasil proses rombakan batuan, sedimen, dan
metamorf oleh alam, kemudian proses pengangkutan oleh air, selanjutnya
diendapkan di suatu tempat yang lebih rendah, misalnya hilir sungai, daratan,
cekungan, danau, pantai dan sebagainya. Butiran pasir dapat berukuran kasar
sekali sampai halus tergantung dari jauh dekatnya terhadap sumber batuan. Pada
tanah pasir kandungan lempung, debu, dan zat hara sangat minim. Akibatnya,
tanah pasir mudah mengalirkan air, sekitar 150 sentimeter per jam. Sebaliknya,
kemampuan tanah pasir menyimpan air sangat rendah, 1,6-3 persen dari total air
yang tersedia (Anonim 2003).
Berdasarkan keterdapatan, ada 2 macam pasir yaitu pasir sungai dan pasir
darat (pasir purba). Umumnya pasir bercampur dengan lumpur atau lempung
terutama pasir aluvium. Mutu pasir dianggap baik apabila kadar lempungnya
sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan, dari seri kegunaannya,
bahan galian pasir dimanfaatkan untuk berbagai keperluan bahan bangunan,
seperti untuk bahan pemasangan batu atau bata, plesteran dan sebagainya (Tim
Puslitbang Tekmira 2004). Berdasarkan segi tiga tekstur pada Gambar 1, tekstur
kasar terdiri dari lempung liat berpasir, lempung berpasir, pasir berlempung,
Sifat fisik pasir darat antara lain : berbutir sedang hingga kasar, berwarna
abu kecoklatan, memiliki porositas tinggi, bentuk butir membulat hingga
membulat tanggung, pemilahan (sorting) sedang, hubungan antar butir lepas hingga agak padu. Bila tanah terlalu mengandung pasir, tanah ini kurang baik
untuk pertumbuhan tanaman. Tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas
permukaan (specific surface) yang kecil, sehingga sulit menyerap atau menahan air dan unsur hara, sehingga pada musim kemarau mudah kekurangan air. Bila
jumlah pasir tidak terlalu banyak, pengaruhnya terhadap tanah akan baik, karena
cukup longgar, air akan mudah meresap, dan jumlahnya cukup dikandung tanah,
udara tanah mudah masuk dan tanah mudah diolah (Hasibuan 2006).
Sumber : Hardjowigeno 2007
Gambar 1 Diagram Segitiga Tekstur Tanah dan Sebaran Besar Butir
Dalam kaitannya dengan daya simpan air, tanah pasir mempunyai daya
pengikatan terhadap lengas tanah yang relatif rendah, karena permukaan kontak
antara permukaan tanah dengan air pada tanah yang teksturnya lebih halus dan
tanah pasir tersebut didominasi oleh pori makro (Islami dan Istomo, 1995). Oleh
6 karena itu, air yang masuk ke tanah pasir akan segera mengalami perkolasi,
sementara itu air kapiler akan mudah lepas karena evaporasi.
Tanah pasir tidak memiliki kemampuan menjerap air dan hara sehingga
tanah pasir tidak subur dan mudah kering. Tanah pasir juga sedikit mengandung
liat, kapasitas tukar kation yang rendah dan miskin bahan organik atau humus.
Pasir merupakan mineral sisa pelapukan yang mempunyai daya tahan terhadap
pelapukan yang tinggi sehingga menjadi sukar lapuk. Hal ini menjadikan tanah
berpasir menjadi media untuk tumbuh yang sangat jelek. Tanah pasir memerlukan
granulasi. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan penambahan bahan
organik (Soepardi, 1983).
Sanchez (1992) membagi profil tanah sawah atas 4 (empat) bagian
sebagai berikut:
1. Tanah sawah lapisan air
2. Tanah sawah lapisan oksidasi
3. Tanah sawah lapisan olah yang mengalami reduksi
4. Tanah sawah lapisan subsoil yang bersifat oksidatif dan kadang-kadang
reduktif.
Morfologi tanah sawah berdasarkan perbedaan kedalaman air tanah oleh
Kanno (1978) dinyatakan bahwa semakin dalam air tanahnya, sifat morfologi
tanah menunjukan adanya perkembangan horizon yang lebih lengkap
dibandingkan dengan horizon pada tanah dangkal. Tanah sawah dibagi menjadi 3
(tiga) tipe yaitu :
1. Tipe air permukaan
2. Tipe intermediat
3. Tipe air tanah
Tanah sawah dengan tipe air permukaan dijumpai pada tanah berdrainase baik;
tanah sawah dengan tipe intermediat dijumpai pada tanah berdrainase sedang,
tanah sawah dengan tipe air tanah dijumpai pada tanah berdrainase jelek. Jenis
dan sifat horizon penciri tanah sawah berbeda dengan tanah bukan sawah, pada
tanah sawah dijumpai adanya lapisan tapak bajak, horizon glei, dan lapisan besi
serta mangan, sedangkan pada profil bukan tanah sawah tidak dijumpai
7
2.2 Regosol dan Vertisol
Tanah Regosol tergolong jenis tanah Entisol, dimana pada tanah yang tua
sudah mulai terbentuk horizon Al lemah berwarna kelabu, mengandung bahan
yang belum atau masih baru mengalami pelapukan. Tekstur tanah biasanya kasar,
struktur kersai atau lemah, konsentrasi lepas sampai gembur dan pH 6-7. Makin
tua umur tanah, struktur dan konsentrasinya padat, bahkan seringkali membentuk
padas dengan drainase dan porositas terhambat. Umumnya jenis tanah ini belum
membentuk agregat sehingga peka terhadap erosi, cukup mengandung unsur P dan
K yang masih segar dan belum tersedia untuk diserap tanaman dan kandungan N
rendah (Rachim dan Suwardi, 1999).
Faktor penting dalam pembentukan tanah Vertisol adalah adanya musim
kering dalam setiap tahun, meskipun lamanya musim tersebut bervariasi
(Hardjowigeno 2003). Menurut Darmawijaya (1997), ciri-ciri tanah vertisol
adalah sebagai berikut : (1) Tekstur lempung, (2) tanpa horizon eluvial dan iluvial,
(3) struktur lapisan atas granular dan lapisan bawah gumpal pejal, (4)
mengandung kapur, (5) koefisien expansi (pemuaian) dan kontraksi (pengerutan)
tinggi jika dirubah kadar airnya, (6) seringkali mikroreliefnya gilgai
(peninggian-peninggian setempat yang teratur), (7) konsistensi luar biasa liar (extremely plastic), (8) bahan induk kapur dan berlempung sehingga kedap air (impermeable), (9) dalam solum rata-rata 75 cm, dan (10) warna kelam atau chroma kecil.
2.3 Sifat Fisik Tanah 2.3.1 Tekstur Tanah
Tekstur tanah menunjukan perbandingan butir-butir pasir (2mm - 50μ),
debu (2μ-50 μ), dan liat (< 2μ) di dalam fraksi tanah halus (Hardjowigeno, 2007).
Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur yang mengacu pada
kehalusan atau kekasaran tanah (Foth 1994).
Menurut Hanafiah (2007), tanah yang didominasi pasir akan banyak
8 Menurut Hardjowigeno (2003) tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai
pori-pori makro sehingga sulit menahan air.
Menurut Hanafiah (2007), berdasarkan kelas teksturnya maka tanah
digolongkan menjadi:
1. Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, berarti tanah yang mengandung
minimal 70% pasir : bertekstur pasir atau pasir berlempung.
2. Tanah bertekstur halus atau kasar berliat, berarti tanah yang mengandung
minimal 37,5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.
3. Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari:
a. Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur
lempung berpasir (sandy loam) atau lempung berpasir halus.
b. Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur berlempung berpasir
sangat halus, lempung (loam), lempung berdebu (silty loam) atau debu (silt).
c. Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat (clay loam), lempung liat berpasir (sandy clay loam), atau lempung liat berdebu (sandy silt loam).
2.3.2 Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil alami dari tanah,
akibat melekatnya butir-butir primer tanah satu sama lain. Satu unit struktur
disebut ped (terbentuk karena proses alami). Struktur tanah memiliki bentuk yang
berbeda-beda yaitu Lempeng (plety), Prismatik (prismatic), Tiang (columnar), Gumpal bersudut (angular blocky), Gumpal membulat (subangular blocky), Granular (granular), Remah (crumb) (Hardjowigeno 2003).
Arsyad (2005) mengemukakan, struktur adalah kumpulan butir-butir
tanah disebabkan terikatnya butir-butir pasir, liat dan debu oleh bahan organik,
oksida besi dan lain-lain. Struktur tanah yang penting dalam mempengaruhi
infiltrasi adalah ukuran pori dan kemantapan pori. Pori-pori yang mempunyai
diameter besar (0,06 mm atau lebih) memungkinkan air keluar dengan cepat
sehingga tanah beraerasi baik, pori-pori tersebut juga memungkinkan udara keluar
9 Istilah tekstur digunakan untuk menunjukan ukuran pertikel-partikel
tanah. Tetapi, apabila ukuran partikel tanah sudah diketahui maka digunakan
istilah struktur. Struktur menunjukan kombinasi atau susunan partikel-partikel
tanah primer (pasir, debu dan liat) sampai pada partikel-partikel sekunder atau
(ped) disebut juga agregat. Unit ini dipisahkan dari unit gabungan atau karena
kelemahan permukaan. Struktur suatu horizon yang berbeda satu profil tanah
merupakan satu ciri penting tanah, seperti warna, tekstur atau komposisi kimia.
Ada dua jenis tanah tanpa struktur, yakni butir tunggal (single grain) dan
massive. Butir tunggal adalah apabila partikel-partikel tanah dalam keadaan lepas (tidak terikat) satu sama lainya. Keadaan ini sering dijumpai pada tanah-tanah
yang banyak mengandung pasir. Sedangkan untuk tanah yang massive apabila
partikel-partikel tanah dalam keadaan terikat satu sama lainnya (Hakim et al. 1986).
Gradasi dari struktur merupakan derajat agregasi atau perkembangan
struktur. Istilah-istilah untuk gradasi struktur adalah sebagai berikut :
1. Tidak mempunyai struktur : Agregasi tidak dapat dilihat atau tidak tertentu
batasnya dan susunan garis-garis alam semakin kabur. Pejal jika menggumpal,
berbutir tunggal jika tidak menggumpal.
2. Lemah : Ped yang sulit dibentuk, dapat dilihat dengan mata telanjang.
3. Sedang : Ped yang dapat dibentuk dengan baik, tahan lama dan jelas, tetapi tidak jelas pada tanah yang tidak terganggu.
4. Kuat : Ped yang kuat, jelas pada tanah yang tidak terganggu satu dengan yang lain terikat secara lemah, tahan terhadap perpindahan dan menjadi terpisah
apabila tanah tersebut terganggu (Foth 1994).
2.3.3 Kerapatan Limbak (Bulk Density)
Bulk density merupakan rasio bobot kering mutlak (suhu 105oC) suatu unit tanah terhadap volume total, yang sering dinyatakan dalam gr/cm3 (Hillel,
1980). Menurut Hardjowigeno 2007, Kerapatan Limbak atau Bulk Density (BD) adalah berat tanah kering per satuan volume tanah (termasuk pori-pori tanah).
10 Menurut Sarief (1986) dalam Mustofa (2007) nilai bobot isi dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik,
pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, kandungan air tanah, dan
lain-lain. Pengolahan tanah yang sangat intensif akan menaikkan bobot isi. Hal ini
disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori menjadi
lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah.
Besaran bobot isi tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu atau dari
lapisan ke lapisan sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah.
Keragaman itu menunjukkan derajat kepadatan tanah (Foth 1994), karena tanah
dengan ruang pori berkurang dan berat tanah setiap satuan bertambah
menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah. Tanah dengan bobot yang besar akan
sulit meneruskan air atau sulit ditembus akar tanaman, sebaliknya tanah dengan
bobot isi rendah, akar tanaman lebih mudah berkembang (Hardjowigeno 2007).
2.3.4 Porositas Tanah
Pori-pori tanah adalah bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah
(terisi oleh udara dan air). Pori tanah dapat dibedakan menjadi pori kasar (macro pore) dan pori halus (micro pore). Pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedang pori halus berisi air kapiler dan
udara (Hardjowigeno 2007). Ruang pori tanah yaitu bagian dari tanah yang
ditempati oleh air dan udara, sedangkan ruang pori total terdiri atas ruangan
diantara partikel pasir, debu, dan liat serta ruang diantara agregat-agregat tanah
(Soepardi 1983).
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara (Hanafiah
2007). Menurut Hardjowigeno (2007), porositas tanah dipengaruhi oleh
kandungan bahan organik, struktur, dan tekstur tanah. Porositas tanah tinggi jika
bahan organik tinggi. Tanah-tanah dengan struktur remah atau granular
mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang berstruktur
pejal.
Agar tanaman dapat tumbuh baik diperlukan perimbangan antara
pori-pori yang dibedakan menjadi pori-pori berguna dan pori-pori tidak berguna untuk
11 berdiameter diatas 0,2 mikron, yang terdiri pori pemegang air berukuran diameter
0,2 – 8,6 mikron, pori drainase lambat berdiameter 8,6 – 28,6 mikron, dan pori
drainase cepat berdiameter diatas 28,8 mikron. Air yang terdapat dalam pori
pemegang air disebut air tersedia, umumnya antara titik layu dan kapasitas lapang
(Hardjowigeno 1993).
Sedangkan pori tidak berguna bagi tanaman adalah pori yang
diameternya kurang dari 0,2 mikron. Akar tanaman tidak mampu menghisap air
pada pori ukuran kurang dari 0,2 mikron tersebut, sehingga tanaman menjadi layu.
Untuk mengeluarkan air dari pori ini diperlukan tenaga tekanan atau isapan setara
dengan 15 atmosfir (Hardjowigeno 2003).
2.3.5 Pori Drainase Sangat Cepat
Ukuran pori dan kemantapan pori berpengaruh terhadap daya infiltrasi,
semakin besar dan mantap pori tersebut maka daya infiltrasi akan semakin besar
(Syarief 1985 dalam Musthofa 2007). Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada tanah liat. Tanah dengan banyak pori-pori kasar sulit
menahan air sehingga tanaman mudah kekeringan. Tanah-tanah liat mempunyai
pori total (jumlah pori-pori makro + mikro), lebih tinggi daripada tanah pasir.
Tanah remah memberikan kapasitas infiltrasi akan lebih besar daripada tanah liat.
Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan
tanah dalam keadaan kering. Tanah pasir memiliki pori drainase yang baik
sehingga infiltrasinya tinggi tetapi tidak dapat mengikat air tersebut
(Hardjowigeno 2003).
2.3.6 Permeabilitas Tanah
Menurut Hardjowigeno (2003), permeabilitas adalah kecepatan laju air
dalam medium massa tanah. Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase
dan tata air tanah. Bagi tanah-tanah yang bertekstur halus biasanya mempunyai
permeabilitas lebih lambat dibanding tanah bertekstur kasar. Nilai permeabilitas
suatu solum tanah ditentukan oleh suatu lapisan tanah yang mempunyai nilai
permeabilitas terkecil. Selain itu menurut Foth (1994), permeabilitas merupakan
12 Tanah dengan struktur mantap adalah tanah yang memiliki permeabilitas
dan drainase yang sempurna, serta tidak mudah didespersikan oleh air hujan.
Permeabilitas tanah dapat menghilangkan daya air untuk mengerosi tanah,
sedangkan drainase mempengaruhi baik buruknya peratukaran udara. Faktor
tersebut selanjutnya akan mempengaruhi kegiatan mikroorganisme dan perakaran
dalam tanah (Syarief 1985 dalam Musthofa 2007).
Permeabilitas merupakan parameter sifat fisika tanah yang dalam
keadaan alamiah nilainya sangat bervariasi, baik untuk pergerakan secara vertikal
maupun horizontal. Pengetahuan tentang permeabilitas ini sangat berguna di
dalam pengelolaan lahan pertanian, drainase dan irigasi, budidaya perikanan dan
pengawasan banjir. Permeabilitas tanah merupakan parameter sifat fisika tanah
yang menentukan kecepatan pergerakan air dalam tanah. Tanah dengan
permeabilitas rendah diinginkan untuk persawahan yang membutuhkan banyak air
(Hillel, 1971).
Tabel 1 Permeabilitas Tanah
Deskripsi Permeabilitas (cm/jam)
Sangat Cepat > 25,0
Sumber : Hardjowigeno (2003)
Syarief (1985) dalam Musthofa (2007) juga mengatakan bahwa aliran permukaan (erosi) dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kapasitas infiltrasi dan
permeabilitas dari lapisan tanah. Apabila kapasitas infiltrasi dan permeabilitas
besar dan mempunyai lapisan kedap yang dalam maka aliran permukaan rendah,
sedangkan untuk tanah yang bertekstur halus maka penyerapan air akan semakin
lambat dan aliran permukaan tinggi. Permeabilitas tanah ini disajikan pada Tabel
13
2.4 Sifat Kimia Tanah
2.4.1 Derajat Kemasaman Tanah (pH)
Reaksi tanah yang penting adalah masam, netral atau alkalin. Hal
tersebut didasarkan pada jumlah ion H+ dan OH- dalam larutan tanah. Reaksi
tanah yang menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah dinilai
berdasarkan konsentrasi H+ dan dinyatakan dengan nilai pH. Bila dalam tanah
ditemukan ion H+ lebih banyak dari OH-, maka disebut masam (pH <7). Bila ion
H+ sama dengan ion OH- maka disebut netral (pH=7), dan bila ion OH- lebih
banyak dari pada ion H+ maka disebut alkalin atau basa (pH >7) (Hakim dkk,
1986). Pengukuran pH tanah dapat memberikan keterangan tentang kebutuhan
kapur, respon tanah terhadap pemupukan, proses kimia yang mungkin
berlangsung dalam proses pembentukan tanah, dan lain-lain (Hardjowigeno
2003).
Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH
kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun
demikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di Indonesia pada umumnya
tanah bereaksi masam dengan pH berkisar antara 4,0 – 5,5 sehingga tanah dengan
pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak
masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan
pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung
asam sulfat. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi
(pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na (Anonim 1991).
Menurut Hakim et al. (1986) faktor yang mempengaruhi pH antara lain : Kejenuhan basa, sifat misel (koloid), macam kation yang terjerap.
2.4.2 Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas Tukar Kation (KTK) suatu tanah dapat didefinisikan sebagai
suatu kemampuan koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kation (Hakim et al 1986). Sedangkan menurut Hasibuan (2006), Kapasitas Tukar Kation merupakan banyaknya kation-kation yang dijerap atau dilepaskan dari permukaan
koloid liat atau humus dalam miliekuivalen per 100 g contoh tanah atau humus.
Dalam buku hasil penelitian (Anonim 1991), disebutkan bahwa satu miliekuivalen
ion lain yang dapat bereaksi atau menggantikan ion hidrogen tesebut pada misel.
Walaupun demikian kadang-kadang USDA bagian Survey Tanah menggunakan
sebagai me/100 g liat. Akan tetapi pada umumnya penentuan KTK adalah untuk
semua kation yang dapat dipertukarkan, sehingga KTK = jumlah atau total mili
ekuivalen kation yang dapat dipertukarkan per 100 gram tanah (Tan 1982).
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat
hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan
organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah
dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir
(Hardjowogeno 2007).
Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah
itu sendiri. Menurut Hakim et al. (1986), besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh :
1. Reaksi tanah atau pH
2. Tekstur atau jumlah liat
3. Jenis mineral liat
4. Bahan organik
5. Pengapuran dan pemupukan.
Tekstur tanah juga berpengaruh terhadap KTK tanah. Semakin halus
tekstur tanah semakin tinggi pula KTK nya seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 2 Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Kapasitas Tukar Kation
Sumber : Hasibuan (2006)
Tekstur Kapasitas Tukar Kation (me/100 g)
Pasir 0 – 5
Lempung berpasir 5 – 10
Lempung dan lempung berdebu 10 – 15
Lempung berliat 15 – 20
Liat 15 – 40
Pada tanah dengan nilai KTK relatif rendah, proses penjerapan unsur
hara oleh koloid tanah tidak berlangsung intensif, dan akibatnya unsur-unsur hara
tersebut akan dengan mudah tercuci dan hilang bersama gerakan air di tanah
(infiltrasi, perkolasi), dan pada gilirannya hara tidak tersedia bagi pertumbuhan
15 tanaman. Nilai KTK pada tapak terganggu umumnya lebih rendah jika
dibandingkan dengan pada tapak tidak terganggu. Turunnya nilai KTK tanah
tersebut dapat disebabkan karena menurunnya kandungan bahan organik tanah
sebagai akibat dari kegiatan fisik di badan tanah (Anonim 1991).
2.4.3 C-Organik
Bahan organik adalah segala bahan-bahan atau sisa-sisa yang berasal dari
tanaman, hewan dan manusia yang terdapat di permukaan atau di dalam tanah
dengan tingkat pelapukan yang berbeda (Hasibuan 2006). Bahan organik
merupakan bahan pemantap agregat tanah yang baik. Sekitar setengah dari
Kapasitas Tukar Kation (KTK) berasal dari bahan organik (Hakim et al 1986). Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya tanaman. Hal ini
dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun
biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah
C-Organik (Anonim 1991). Selain itu, menurut Mulyani (1997); Kohnke (1968)
menyatakan bahwa fungsi bahan organik adalah sebagai berikut : (i) sumber
makanan dan energi bagi mikroorganisme, (ii) membantu keharaan tanaman
melalui perombakan dirinya sendiri melalui kapasitas pertukaran humusnya, (iii)
menyediakan zat-zat yang dibutuhkan dalam pembentukan pemantapan
agregat-agregat tanah, (iv) memperbaiki kapasitas mengikat air dan melewatkan air, (v)
serta membantu dalam pengendalian limpasan permukaan dan erosi.
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen
abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah
harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, agar kandungan bahan organik
dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi
maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus
diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan
dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah.
16 biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya
pemadatan tanah (Anonim 1991).
Secara umum karbon dari bahan organik tanah terdiri dari 10-20%
karbohidrat, terutama berasal dari biomasa mikroorganisme, 20% senyawa
mengandung nitrogen seperti asam amino dan gula aminom 10-20% asam alifatik,
alkane, dan sisanya merupakan karbon aromatik. Karena fungsinya yang sangat
penting, maka tidak mengherankan jika dikatakan bahwa faktor terpenting yang
mempengaruhi produktifitas baik tanah yang dibudidayakan maupun tanah yang
tidak dibudidayakan adalah jumlah dan kedalaman bahan organik tanah (Paul and
Clark 1989).
2.4.4 N-Total
Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah yang banyak, diserap tanaman dalam bentuk amonium (NH4+) dan
nitrat (NO3+). Pada umumnya Nitrogen merupakan faktor pembatas dalam
tanaman budidaya. Biomassa tanaman rata-rata mengandung N sebesar 1 sampai
2% dan mungkin sebesar 4 sampai 6%. Dalam hal kuantitas total yang dibutuhkan
untuk produksi tanaman budidaya, N termasuk keempat di antara 16 unsur
essensial (Gardner et al 1991).
Unsur Nitrogen penting bagi tanaman dan dapat disediakan oleh manusia
melalui pemupukan. Nitrogen umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3-
dan NH4+ walaupun urea (H2NCONH2) dapat juga dimanfaatkan oleh tanaman
karena urea secara cepat dapat diserap melalui epidermis daun (Leeiwakabessy
2003). Menurut Hardjowigeno (2003), nitrogen di dalam tanah terdapat dalam
berbagai bentuk yaitu protein (bahan organik), senyawa-senyawa amino,
amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Bentuk N yang diabsorpsi oleh tanaman
berbeda-beda. Ada tanaman yg lebih baik tumbuh bila diberi NH4+ ada pula
tanaman yang lebih baik diberi NO3- dan ada pula tanaman yang tidak terpengaruh
oleh bentuk-bentuk N ini (Leiwakabessy 2003).
Menurut Leiwakabessy (2003), pemberian N yang banyak akan
menyebabkan pertumbuhan vegetatif berlangsung hebat sekali dan warna daun
menjadi hiijau tua. Kelebihan N dapat memperpanjang umur tanaman dan
seperti P, K dan S. Fungsi N adalah untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif
tanaman (tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N akan berwarna lebih
hijau) dan membantu proses pembentukan protein. Kemudian gejala-gejala
kebanyakan N lainnya yaitu batang menjadi lemah, mudah roboh dan dapat
mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno 2007).
Proses perubahan dari nitrat menjadi nitrit dinamakan nitrifikasi. Secara
sederhana perubahan enzimatik dari proses Nitrifikasi adalah sebagai berikut :
2NH4+ + 3O2 2NO2- + 2H2O + 4H+ + energi
2NO2- + O2 2NO3- + energi
Sumber lain dari nitrogen di dalam tanah melalui air hujan dan melalui
penambahan pupuk buatan seperti urea atau ZA. Sumber N yang berasal dari
atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas di dalam tanah
sebagai sumber sekunder (Hasibuan 2006).
Hanafiah (2007) dalam bukunya menyatakan bahwa Nitrogen menyusun
sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein.
Nitrogen anorganik sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase atau hilang
ke atmosfer. Efek nitrogen terhadap pertumbuhan akan jelas dan cepat hal
tersebut menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur yang berdaya besar
sehingga tidak saja harus diawetkan tetapi juga perlu diatur pemakaiannya.
Mengenai siklus dari Nitrogen dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Siklus Nitrogen
18
2.4.5 P-Bray (Fosfor)
Posfor bersama-sama dengan nitogen dan kalium, digolongkan sebagai
unsur-unsur utama walaupun diabsorpsi dalam jumlah yang lebih kecil dari kedua
unsur tersebut. Tanaman biasanya mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4- dan
sebagian kecil dalam bentuk sekunder HPO42-. Absorpsi kedua ion itu oleh
tanaman dipengaruhi oleh pH tanah sekitar akar. Pada pH tanah yang rendah,
absorpsi bentuk H2PO4- akan meningkat (Leiwakabessy 2003). Sedangkan
menurut Hardjowigeno (2003), fosfat paling mudah diserap oleh tanaman pada pH
sekitar netral (pH 6-7).
Menurut Hardjowigeno (2003), unsur-unsur P di dalam tanah berasal dari
bahan organik (pupuk kandang dan sisa-sisa tanaman), pupuk buatan (TSP dan
DS) dan mineral-mineral di dalam tanah (apatit). Tanaman dapat juga
mengabsorpsi fosfat dalam bentuk P-organik seperti asam nukleik dan phytin.
Bentuk-bentuk ini berasal dari dekomposisi bahan organik dan dapat langsung
dipakai oleh tanaman. Tetapi karena tidak stabil dalam suasana dimana aktifitas
mikroba tinggi, maka peranan mereka sebagai sumber fosfat bagi tanaman di
lapangan menjadi kecil (Leiwakabessy 2003).
Beberapa peranan fosfat yang penting ialah dalam proses fotosintesa,
perubahan-perubahan karbohidrat dan senyawa-senyawa yang berhubungan
dengannya, glikolisis, metabolisme asam amino, metabolisme lemak,
metabolisme sulfur, oksidasi biologis dan sejumlah reaksi dalam proses hidup.
Fosfor betul-betul merupakan unsur yang sangat penting dalam proses transfer
energi, suatu proses vital dalam hidup dan pertumbuhan (Leiwakabessy et al.
2003).
Sering terjadi kekurangan P di dalam tanah yang disebabkan oleh jumlah P
yang sedikit di tanah, sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak dapat
diambil oleh tanaman dan terjadi pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam
atau oleh Ca pada tanah alkalis. Gejala-gejala kekurangan P yaitu pertumbuhan
terhambat (kerdil) karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi ungu
atau coklat mulai dari ujung daun, terlihat jelas pada tanaman yang masih muda
19 Menurut Olsen dan Watanabe (1963), konsentrasi fosfor pada
tanah bertekstur kasar (pasir) lebih tinggi daripada tanah bertekstur halus, jika
tidak maka difusi fosfor pada tanah bertekstur pasir menjadi faktor pembatas
dalam serapan hara fosfor. Pada umumnya, fosfor di dalam tanah berada dalam
keadaan tidak larut, sehingga dalam keadaaan demikian tak mungkin untuk masuk
ke dalam sel-sel akar. Akan tetapi sebagai anion, fosfat dapat bertukar dengan
mudah dengan ion OH- (Dwijoseputro, 1980).
Fosfat adalah zat hara yang sering langka dalam tanah. Ketersediaan
unsur fosfat sangat tergantung dari bentuk kehadiran fosfat tersebut. Sumber
fosfat yang paling mudah dijumpai ialah P-Ca dan P-Mg, sedangkan di tanah
asam terdapat P-Fe dan P-Al yang relatif lebih mantap. Sumber primer terpenting
bagi P di dalam tanah ialah mineral apatit. Apatit dirombak relative cepat oleh air
yang mengandung CO2, sehingga kalsium dan fosfor di dalamnya menjadi larut
(Sutcliffe and Baker, 1975). Di samping itu, ion P bersifat tidak mobil sehingga
gerakan ion H2PO4-, HPO42-, dan PO43- melalui selaput air di sekitar partikel
pasir bergantung pada pH tanah (Baldovinos and Thomas, 1967).
Sanchez, P A (1993) menyatakan bahwa kadar fosfor tersedia di dalam
tanah akan meningkat setelah pembukaan karena adanya kandungan fospor di
dalam abu. Menurut Nye dan Greeland (1960) dan Universitas Negara Bagian
Carolina Utara (1974) dalam Sanchez, P A (1992), besarnya penambahan ini
kira-kira 7 sampai 25 kg P/ha. Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan
organik, pupuk buatan dan mineral-mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah
diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7 (Hardjowigeno 2007).
Sumber fosfat alam yang dikenal mempunyai kadar P adalah batuan beku
dan batuan endapan. Selain itu fosfat pun dihasilkan dari proses dekomposisi
bahan organik dan jasad renik yang larut dan masuk ke dalam tanah. Dekomposisi
bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik dan CO2. Asam-asam
organik ini akan menghasilkan anion organik yang berperan dalam pengikatan ion
Al, Fe, dan Ca dari larutan tanah. Kemudian membentuk senyawa kompleks yang
sukar larut. Dengan demikian konsentrasi ion-ion Al, Fe dan Ca dari dalam
Gambar 3 Siklus Fosfor
Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-Larutan merupakan hasil
keseimbangan antara suplai dari pelapukan mineral-mineral P, pelarutan
(solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan kehilangan P berupa
immobilisasi oleh tanaman fiksasi dan pelindian (Hanafiah 2007).
Menurut Leiwakabessy (1988) di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor
yaitu fosfor organik dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat
banyak di lapisan atas yang lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik
dalam bahan organik kurang lebih sama kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 - 0,5
%. Tanah-tanah tua di Indonesia (podsolik dan litosol) umumnya berkadar alami P
rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan
suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P (Hanafiah 2007).
Menurut Foth (1994) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman
terhambat dan pertumbuhannya kerdil.
2.4.6 Kalsium (Ca)
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti
Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman,
diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali
sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Mineral Ca,
Mg, dan K bersaing untuk memasuki tanaman. Apabila salah satu unsur berada
pada jumlah yang lebih rendah dari pada yang lain, maka unsur yang kadarnya
lebih rendah sukar diserap (Leiwakabessy et al. 2003). Di dalam tanah kalsium
21 berada dalam bentuk anorganik, namun dalam jumlah yang cukup signifikan juga
berasosiasi dengan materi organik dalam humus. (Sutcliffe dan Baker 1975).
Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan
bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan
penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim
(RAM 2007). Biasanya tanah bersifat masam memiliki kandungan Ca yang
rendah. Kalsium ditambahkan untuk meningkatkan pH tanah. Sebagian besar Ca
berada pada kompleks jerapan dan mudah dipertukarkan. Pada keadaan tersebut
kalsium mudah tersedia bagi tumbuhan. Pada tanah basah kehilangan Ca terjadi
sangat nyata (Soepardi 1983).
2.4.7 Magnesium (Mg)
Di dalam tanah magnesium berada dalam bentuk anorganik (unsur
makro), namun dalam jumlah yang cukup signifikan juga berasosiasi dengan
materi organik dalam humus (Sutcliffe dan Baker 1975). Pemakaian N, P, dan K
(pupuk) dan varietas unggul, mengakibatkan jumlah Ca dan Mg yang terangkut ke
tanaman juga meningkat. Unsur Ca dan Mg biasa dihubungkan dengan masalah
kemasaman tanah dan pengapuran. Magnesium merupakan unsur yang sangat
banyak terlibat pada kebanyakan reaksi enzimatis. Mg terdapat pada mineral :
amfibol, biotit, dolomit, hornblende, olivin, dan serpentin.
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan
beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna
yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya
merupakan akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah 2007). Selain itu,
masnesium merupakan pembawa posfat terutama dalam pembentukan biji
berkadar minyak tinggi yang mengandung lesitin (Agustina 2004).
2.4.8 Kalium (K)
Kalium ditemukan pada tahun 1807 oleh Sir Humphrey Davy, yang
dihasilkan dari potasy kaustik (KOH). Kalium merupakan logam pertama yang
didapatkan melalui proses elektrolisis. Kalium mempunyai simbol K (Bahasa Latin: "Kalium" daripada bahasa Arab: "alqali") dan nombor atom 19 (Anonim
22 diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan
membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat,
Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al. (1986), menyatakan bahwa ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman
yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya
penambahan dari kaliumnya sendiri. Ketersediaan hara kalium di dalam tanah
dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu kalium relative tidak tersedia, kalium
lambat tersedia, kalium sangat tersedia.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang
mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik
maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium
tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan
dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah
mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan
dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion
adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman.
Tanah-tanah organik mengandung sedikit Kalium (Hakim et al. 1986).
Menurut Hardjowigeno (2007), unsur K dalam tanah berasal dari
mineral-mineral primer tanah (feldspar, dan mika) dan pupuk buatan (ZK).
Kalium diabsorpsi oleh tanaman dalam bentuk K+, dan dijumlahkan dalam
berbagai kadar di dalam tanah. Bentuk dapat ditukar atau bentuk yang tersedia
bagi tanaman biasanya dalam bentuk pupuk K yang larut dalam air seperti KCl,
K2SO4, KNO3, K-Mg-Sulfat-dan pupuk-pupuk majemuk. Kebutuhan tanaman
akan kalium cukup tinggi dan akan menunjukkan gejala kekurangan apabila
kebutuhannya tidak tercukupi. Dalam keadaan demikian maka terjadi translokasi
K dari bagian-bagian yang tua ke bagian-bagian yang muda. Dengan demikian
gejalanya mulai terlihat pada bagian bawah dan bergerak ke ujung tanaman.
Serapan kalium oleh tanaman dipengaruhi secara antagonis oleh serapan
Ca dan Mg (Kasno et al., 2004). Kalium mempunyai peranan yang penting dalam proses-proses fisiolgis seperti : (1) metabolisme karbohidrat, pembentukan,
pemecahan dan translokasi pati, (2) metabolisme nitrogen dan sintesa protein, (3)
asam-asam organik yang penting bagi proses fisiologis, (5) Mengaktifkan berbagai
enzim, (6) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, dan (7) mengatur
pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air (Hardjowigeno
2007).
Pengaruh kekurangan kalium secara keseluruhan baik terhadap
pertumbuhan maupun terhadap kualitasnya merupakan pengaruhnya terhadap
proses-proses fisiologis. Proses fotosintesis dapat berkurang bila kandungan
kaliumnya rendah dan pada saat respirasi bertambah besar. Hal ini akan menekan
persediaan karbohidrat yang tentu akan mengurangi pertumbuhan tanaman.
Peranan kalium dan hubungannya dengan kandungan air dalam tanaman adalah
penting dalam mempertahankan turgor tanaman yang sangat diperlukan agar
proses-proses fotosintesa dan proses-proses metabolisme lainnya dapat berkurang
dengan baik (Leiwakabessy 2003).
Di dalam tubuh tanaman kalium bukanlah sebagai penyusun jaringan
tanaman, tetapi lebih banyak berperan dalam proses metabolisme tanaman seperti
mengaktifkan kerja enzim, membuka dan menutup stomata (dalam pengaturan
penguapan dan pernapasan), transportasi hasil-hasil fotosintesis (karbohidrat),
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit tanaman
(Hasibuan 2006). Siklus Kalium sendiri dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Siklus Kalium
24
2.5 Sifat Biologi Tanah
2.5.1 Total Mikroorganisme Tanah
Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah tiap grup
mikroorganisme sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, akan
tetapi ada pula yang jumlahnya mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme
tanah itu sendirilah yang bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan
pendauran unsur hara. Dengan demikian mikroorganisme tanah mempunyai
pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Anas 1989). Bakteri merupakan
kelompok mikroorganisme yang paling banyak jumlahnya. Dalam tanah subur
yang normal, terdapat 10 – 100 juta bakteri di dalam tanah. Angka ini meningkat
tergantung dari kandungan bahan organik suatu tanah tertentu (Rao 1994).
Selanjutnya Anas (1989), menyatakan bahwa jumlah total
mikroorganisme yang terdapat didalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan
tanah (fertility indeks), tanpa mempertimbangkan hal-hal lain. Tanah yang subur mengandung sejumlah mikroorganisme, populasi yang tinggi ini menggambarkan
adanya suplai makanan atau energi yang cukup ditambah lagi dengan temperatur
yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, kondisi ekologi lain yang mendukung
perkembangan mikroorganisme pada tanah tersebut. Jumlah mikroorganisme
sangat berguna dalam menentukan tempat organisme dalam hubungannya dengan
sistem perakaran, sisa bahan organik dan kedalaman profil tanah.
2.5.2 Jumlah Bakteri Pelarut Fosfat (P)
Bakteri pelarut P pada umumnya dalam tanah ditemukan di sekitar
perakaran yang jumlahnya berkisar 103 - 106 sel/g tanah. Bakteri ini dapat
menghasilkan enzim Phosphatase maupun asam-asam organik yang dapat
melarutkan fosfat tanah maupun sumber fosfat yang diberikan (Santosa et.al.1999
dalam Mardiana 2007). Fungsi bakteri tanah yaitu turut serta dalam semua perubahan bahan organik, memegang monopoli dalam reaksi enzimatik yaitu
nitrifikasi dan pelarut fosfat. Jumlah bakteri dalam tanah bervariasi karena
perkembangan mereka sangat bergantung dari keadaan tanah. Pada umumnya
jumlah terbanyak dijumpai di lapisan atas. Jumlah yang biasa dijumpai dalam
tanah berkisar antara 3 – 4 milyar tiap gram tanah kering dan berubah dengan