• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Pendidikan Politik adalah. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengertian Pendidikan Politik adalah. docx"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Hamka. Z Nim : 1563201255 Kelas : 1c

Fakultas : FIA. UNILAK

PENDIDIKAN POLITIK

Pengertian Pendidikan Politik adalah ‘pendidikan politik’ merupakan istilah yang kerap digunakan oleh para praktisi pemberdayaan masyarakat untuk menggambarkan setiap proses yang dilakukan dalam kerangka meningkatkan kesadaran sosial masyarakat terhadap dinamika politik yang terjadi.

Definisi Pendidikan Politik Menurut Para Ahli

Meski demikian, dalam berbagai literatur jarang sekali ditemukan definisi yang baku mengenai istilah “pendidikan politik”. Jika istilah “pendidikan” didefinisikan sebagaimana, lalu “politik” difinisikan sebagaimana Menurut Miriam Budiardjo.

“politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu, menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu”. Konsep-konsep pokok dalam politik adalah; negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, dan pembagian atau alokasi.

(2)

Dalam ranah teori politik klasik, Machiavelli menyatakan bahwa pendidikan politik perlu diberikan kepada orang-orang “yang belum tahu”. Pendidikan politik tersebut dimaknai bukan sebagai pendidikan politik yang negatif tentang pembenci tiran, melainkan pendidikan positif, yaitu diberikan pada orang-orang yang mengakui pentingnya pendidikan tersebut, sekalipun pendidikan tersebut tersebut merupakan alat tirani yang mengejar suatu keuntungan tertentu. Rusadi Kantaprawira menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu fungsi dari struktur politik di dalam masyarakat. Dengan “menyamaratakan” pendidikan politik dengan sosialisasi politik, Kantaprawira mendefinisikan pendidikan politik sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahun politik rakyat, dan akhirnya rakyat dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politik tersebut. Pendidikan politik tersebut dapat diselenggarakan antara lain melalui:

1. Bahan-bahan yang dapat dibaca (readable, legible) seperti surat kabar, majalah, dan lain-lain yang bersifat publikasi massa dan yang bisa membentuk pendapat umum,

2. Siaran yang dapat didengar (audible) dan televisi serta film yang dapat dilihat dan didengar (bersifat audio-visual),

3. Lembaga-lembaga, asosiasi-asosiasi dalam masyarakat seperti masjid dan gereja yang menyampaikan khotbah, serta kemungkinan juga melalui pendidikan formil ataupun informil.

Fungsi Pendidikan Politik

Almond dan Coleman, seperti dikutip oleh Rusadi Kantaprawira menulis soal fungsi pendidikan politik dalam struktur politik, bahwa “yang ada dalam setiap sistem politik adalah metode-metode perekrutan dan latihan politik yang menyebabkan kita bertanya, bagaimanakah rakyat direkrut dan dimasyarakatkan ke arah peranan-peranan dan orientasi-orientasi politik dalam sistem politik yang berbeda-beda? Atau fungsi perekrutan dan sosialisasi.”

(3)

Ia juga menyebutkan bahwa terdapat korelasi antara sikap penghormatan atas hak asasi manusia dan sistem politik yang demokratis. Pendidikan kritis akan mendorong lingkungan sistem politik yang demokratis yang akan melahirkan masyarakat yang menghar-gai HAM, namun masyarakat yang demokratis sulit diwujudkan oleh model pendidikan yang otoriter-totaliter yang merendahkan HAM. Oleh karena itu, membangun sistem sosial-politik yang demokratis hanya bisa diwujudkan oleh suatu sistem pendidikan politik kritis. Dengan kata lain, untuk mewujudkan sistem sosial-politik yang demokratis, diperlukan pendidikan politik yang kritis.

Pendidikan politik merupakan bagian tak terpisahkan dari sosialisasi politik, baik secara konseptual maupun dalam prakteknya, sebab unsur-unsur yang terdapat di dalam pendidikan politik dapat diasumsikan sama dengan unsur-unsur yang terdapat di dalam sosialisasi politik. Unsur-unsur itu mencakup;

1. Nilai-nilai politik.

 Seperangkat taksiran atau perhitungan yang diberikan atas kebijakan- kebijakan politik.

 Kebijakan-kebijakan yang telah ditaksirkan tersebut dihadapkan dengan kenyataan-kenyataan politik, sehingga menimbulkan pertanyaan; tindakan- tindakan politik apa saja yang seharusnya terlaksana?

 Tindakan-tindakan politik yang seharusnya terlaksana tersebut ditingkatkan menjadi suatu keharusan politik. Keharusan politik dalam arti mempertimbangkan melalui apa yang baik dan apa yang benar itu berakhir dengan suatu keputusan bahwa keharusan politik tersebut harus terlaksana karena memang itulah sebaiknya.

 Yang sebaiknya harus terlaksana itu bersifat memajukan

 Yang sebaiknya harus terlaksana dan memajukan itu harus dapat diterapkan dalam bentuk tingkah laku yang ditentukan oleh sifat kebudayaan dari suatu bangsa.

(4)

 Perubahan yang berfaedah itu meliputi apa saja yang mungkin terpenting dari suatu kepentingan kemungkinan politik.

2. Pengetahun politik.

Jack Dennis merumuskan pengetahuan politik dalam tiga variabel, yaitu; pengetahuan tentang pemerintah, pengetahun tentang aturan main politik, dan pengetahuan tentang lingkungan dan masyarakat. Sementara itu, Kurniati Negara berpendapat bahwa “pengetahuan politik berarti segala yang diketahui berkenaan dengan macam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik, yang meliputi pengetahuan tentang tujuan negara, lembaga-lembaga negara dan lain-lain”.

3. Sikap politik

Menurut Sudijono Sastroatmojo, sikap politik adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap objek tertentu yang bersifat politik, sebagai hasil penghayatan terhadap objek tersebut. Sikap belum merupakan suatu tindakan aktivitas, akan tetapi baru merupakan suatu kecenderungan dari suatu sikap tertentu, dan dapat diperkirakan tindakan apa yang akan dilakukan berkenaan dengan objek-objek yang dimaksud. Menurut Alfian, sikap dan tingkah lahu politik adalah kecenderungan seseorang untuk bertindak (diam juga merupakan sikap) terhadap suatu keadaan. Kalau seseorang merasa terdorong untuk merubah suasana lingkungan yang sudah jauh dari demokratis menjadi lebih demokratis, itupun akan mencerminkan sikap dan tingkah laku politiknya.

Sikap dan tingkah laku politik itu diten-tukan oleh apa yang terkandung dalam dirinya, seperti idealisme, tingkat kecerdasan, faktor biologis, keinginan hati, juga oleh suasana lingkungan, kebudayaan, kehidupan bernegara, politik, sosial, ekonomi dan sebagainya.

(5)

meningkatkan pengetahuan rakyat mengenai hak-hak politiknya dalam kehidupan bernegara.

Pendidikan politik juga berkaitan erat dengan pembangunan budaya politik yang tinggi. Budaya politik yang dimaksud, sebagaimana dikatakan oleh Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, merupakan suatu sikap orientasi yang khas dari warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya dan sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem itu. Dengan orientasi ini, mereka menilai serta mempertanyakan tempat-tempat peranan mereka di dalam sistem politik.

Sikap individu dan masyarakat dalam sistem politik, jelas Almond dan Verba, dapat diukur dengan menggunakan ketiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan evaluatif. Komponen kognitif misalnya tingkat pengetahuan seseorang mengenai perkembangan sistem politik, para elite birokrasi, kebijakan-kebijakan yang diambil, dan simbol-simbol yang dimiliki oleh sistem politik. Komponen afektif berbicara mengenai aspek perasaan seorang warga negara yang khas terhadap aspek-aspek sistem politik tertentu yang membuatnya menerima atau menolak sistem politik itu. Sedangkan dalam komponen evaluatif, orientasi warga negara ditentukan oleh evaluasi moral yang memang telah dimilikinya. Dalam konteks keterkaitan pendidikan politik dengan budaya politik ini pula, pendapat yang berbeda ditulis oleh

M. Panggabean, yang menyatakan bahwa pendidikan politik ialah “cara bagaimana suatu bangsa mentransfer budaya politiknya dari generasi yang satu ke generasi yang kemudian”. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan budaya politik adalah “keseluruhan dari nilai, keyakinan empirik, dan lambang ekspresif yang menentukan terciptanya situasi dalam mana kegiatan politik terselenggara. Ramsji Tadjuddin menambahkan bahwa azas-azas yang melandasi dilaksanakannya pendidikan politik adalah;

1. edukatif kultural, berupa pembinaan berdasarkan nilai-nilai budaya yang dianut masyarakat setempat;

(6)

3. integralistik dengan program-program di bidang lain;

4. membawa manfaat bagi kesejahteraan;

5. dilakukan secara bertahap, berjenjang, dan berkelanjutan;

Referensi

Dokumen terkait

Dasar hukum yang dipakai dalam mendapatkan dukungan dan jaminan pemerintah pada proyek KPS.. Lembaga atau badan apa (BUPI) yang berkaitan dengan dukungan dan jaminan pemerintah

Walaupun sej ak penet apan UU No.23/ 1999 t ent ang Bank Indonesia yang kemudian diamandemen menj adi UU No.3/ 2004, pembent ukan Ot orit as Jasa Keuangan (OJK) t et ap

ALOKASI WAKTU ALAT/SUMBER BAHAN PBKB 4.Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dua angka dalam pemecahan masalah 4.7 Menyelesaikan masalah yang

Hampir serupa dengan siswa pada tingkat kemampuan rendah untuk masalah bangun datar, siswa pada tingkat kemampuan sedang pun tidak memenuhi dua aspek yang paling ditekankan

b. Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu dari bank asing yang melakukan kegiatan operasional di wilayah Indonesia.. Bagi Bank Pelapor yang melakukan kegiatan operasional di luar

Dimana hasil penelitian terdiri dari struktur mikro pearlite dan ferrite pada Gambar 1, tetapi menurut hasil penelitian Hall (2010), pada hasil pengujian struktur mikro

rolfsii secara in vitro dengan menggunakan sel secara langsung, dan merupakan calon agen pengendali hayati terhadap penyakit tanaman yang disebabkan oleh

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) merumuskan teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan kata dan frasa yang terdapat dalam teks bernuansa keagamaan: