• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PENGATURAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DKI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELAKSANAAN PENGATURAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DKI JAKARTA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PENGATURAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DKI

JAKARTA

Marcel Cio, Upik Hamidah., S.H., M.H., Agus Triono., S.H., M.H. Jurusan Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum

Universitas Lampung, Jl Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35131 No.HP : 082130300958

Email : marcelciohutajulu@yahoo.co.id

ABSTRACT

The purpose of this research is to know how important the function of Green Open Space in the regional landscaping plan of Jakarta province specified that every city must have Green Open Space at least 30% of the area of the city in accordance with the mandate of Act No.26 year 2007 on spatial planning. The method used in the writing of this is a normative approach with empirical methods. From the research showed that the Green open space in Jakarta city still far from expected, because the rules of implementation and the provision of Green Open Space in fact still a lot of which do not correspond it can be seen from the real condition of Green Open Space in Jakarta only available 18% either public or private. In addition the are many factors other inhibitors in providing Green Open Space in Jakarta other like the selling price of land too expensive, lack of founds for purchases the area for land acquisition, didn’t organize the duty of related service, so that provision and management of Green Open Space in Jakarta has not been optimal.

Keywords: Implementation, Arrangements, Green Open Space, Jakarta city ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pentingnya fungsi dari Ruang Terbuka Hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta yang ditetapkan bahwa setiap kota harus memiliki Ruang Terbuka Hijau minimal 30 persen dari luas wilayah kotanya sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Metode yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah metode dengan pendekatan normatif empiris. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa RTH kota DKI Jakarta saat ini masih jauh dari apa yang diharapkan, karena aturan dan pelaksanaan penyediaan RTH kenyataannya masih banyak yang tidak sesuai dilihat dari kondisi nyata ketersediaan RTH di Jakarta yang hanya 18% baik publik maupun privat. Selain itu masih banyak faktor-faktor penghambat lainnya dalam penyediaan RTH di Jakarta seperti harga jual tanah yang terlalu mahal, minimnya ketersediaan dana APBD untuk pembebasan lahan, tumpang-tindihnya tugas-tugas dari dinas yang terkait, sehingga penyediaan serta pengelolaan RTH di Jakarta belum optimal.

(2)

I. PENDAHULUAN Ruang Terbuka Hijau sejatinya ditujukan untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan dan mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan serta meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.

Tidak hanya itu, Ruang Terbuka Hijau juga berfungsi sebagai pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan, pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara, tempat perlindungan keanekaragaman hayati, dan pengendali tata air serta tak ketinggalan sebagai sarana estetika kota. Keberadaan ruang ini tak hanya menjadikan kota menjadi sekedar tempat yang sehat dan layak huni tapi juga nyaman dan asri.

Ruang Terbuka Hijau juga membawa begitu banyak manfaat yang terkandung diantaranya sarana untuk mencerminkan identitas daerah, menumbuhkan rasa bangga, dan meningkatkan nilai mutu suatu daerah, sarana ruang evakuasi untuk

keadaan darurat, sebagai sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, memperbaiki iklim mikro hingga meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan dan tak ketinggalan bermanfaat bagi meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan. Manfaat yang lebih bernilai sosial seperti sebagai sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial atau sebagai sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula. Bisa dibilang kebutuhan akan adanya ruang semacam ini di kota-kota besar tak hanya sekedar perlu namun kebutuhan.

Dalam kurun waktu 10 tahun sejak dilaksanakannya Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta 1999 - 2010 yang ditetapkan Peraturan Daerah No.6 Tahun 1999, tentang Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta, telah terjadi berbagai perkembangan eksternal maupun internal yang sangat berpengaruh terhadap dinamika perkembangan Jakarta.

(3)

pertumbuhan kota yang mendesak. Kebutuhan lahan untuk pembangunan ruang terbuka hijau ini akan mengalami kendala sejalan dengan perkembangan nilai lahan, baik secara sosial maupun ekonomi. Kendala ini akan berjalan seiring dengan belum mantapnya ketentuan legalitas yang menyangkut pengaturan, pengendalian dan pengawasan yang juga menyebabkan

beberapa bagian dari lahan ruang terbuka hijau kota dimanfaatkan dan dipergunakan secara tidak semestinya.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul Pelaksanaan Pengaturan Penataan Ruang Terbuka Hijau Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta.

II. METODE

PENELITIAN

Pendekatan masalah yang

dipergunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan secara normatif

dan empiris.

2.1 Pendekatan Masalah

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) metode pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Normatif, pendekatan ini dilakukan dengan cara mendekati permasalahan dari segi hukum, membahas kemudian mengkaji buku-buku, ketentuan perundang-undangan yang telah

ada dan yang ada hubunganya dengan masalah yang akan dibahas.

(4)

2.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian dilapangan. Data ini diperoleh dari hasil penelitian dengan cara kuesioner terhadap Dinas Pemakaman dan Pertamanan DKI Jakarta mengenai kebijakan yang diambil untuk memaksimalkan penyediaan Ruang Terbuka Hijau beserta kendala-kendala yang diperoleh dalam menerapkan kebijan tersebut. Yang menjadi narasumber untuk di wawancarai dari penelitian ini adalah Dinas Penataan Ruang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta beserta Dinas Pemakaman dan Pertamanan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang dianggap menunjang dalam penelitian ini, yang terdiri dari:

1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti peraturan

perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya. Beberapa dasar hukum yang berkaitan dengan Pemerintahan Daerah dan CSR adalah sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer, yakni bahan-bahan yang bersumber dari

1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional.

3) Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum Nomor:

05/PRT/M/2008 tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dikawasan perkotaan. 4) Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum Nomor:

15/PRT/m/2009 tentang penyusunan tata ruang wilayah provinsi.

5) Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum Nomor:

(5)

rencana tata ruang wilayah kota.

6) Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum Nomor

16/PRT/M/2009 tentang pedoman penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten.

2. Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang bersumber

dari literatur-literatur dalam hukum penataan ruang.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: Kamus Besar Bahasa Indonesia.

2.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakaukan sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan

Dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan melakukan kegiatan membaca, mencatat, mengutip, dan menelaah hal-hal yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

b. studi lapangan

Dilakukan untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan metode wawancara yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada narasumber.

2.4 Pengolahan Data

Setelah data tersebut terkumpul pengolahan dilakukan dengan caara sebagai berikut:

(6)

b. Interpretasi, yaitu menghubungkan, membandingkan dan menguraikandata serta mendeskripsikan data dalam bentuk uraian, untuk kemudian diterik kesimpulan.

c. Sistematisasi, yaitu mensistematiskan data dengan menyusun data menurut urutan masing-masing dari hasil penelitian yang telah sesuai dengan permasalahan.

2.5 Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan dari penelitian di lapangan kedalam bentuk penjelasan secara sistematis sehingga memiliki arti dan memperoleh kesimpulan. Dari hasil analisis tersebut dapat didimpulkan secara induktif yaitu cara berfikir dalam mengambil suatu kesimpulan terhadap permasalahan yang dibahas secara umum kemudian didasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1. Gambaran Umum Ruang Terbuka Hijau di Jakarta

Kota metropolitan sebagai lingkungan buatan merupakan salah satu penyumbang terbesar gas karbondioksida (CO2) penyebab pemanasan global, akibat dari kemacetan lalu lintas, emisi gas buang kota, dan menciutnya RTH. Secara adminstratif, Jakarta terbagi atas lima kota dan satu kabupaten, empat puluh empat kecamatan, dan duaratus enampuluh tujuh kelurahan. Jumlah penduduk lebih dari 8,9 juta jiwa (malam hari) dan lebih dari 11 juta jiwa (siang hari) dengan kepadatan penduduk 130-150 jiwa/Ha hingga 200-300 jiwa/Ha.

Secara geografis wilayah DKI Jakarta seluas 65.000 Ha, 40% berada dibawah muka laut pasang, dialiri 13 sungai besar. Dari luas daratan yang ada, 67% terbangun, 23,03% lahab tidur (potensi dihijaukan), dan sisanya 9,97% RTH.

(7)

Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta 1985-2005: 25,85%

Rencana Tata ruang wilayah DKI Jakarta 2000-2010: 13,94 %

Bandingkan dengan RTH kota New York (25,2%, 2020), Tokyo (32%, 2015), London (39%, 2020), Singapura (56%, 2034), Beijing (43%, 2008) dan Curitiba (30%, 2020).

Berdasarkan hasil KTT Bumi Rio de Janiero (1992) dan Johannesberg (2002) telah disepakati luas RTH kota yang sehat minimal 30% dari total luas kota keseluruhan. Hal ini telah diadopsi dalam undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang yang menetapkan luas RTH perkotaan minimal sebesar 30% dari total luas kota keseluruhan.

Berbicara mengenai Ruang Terbuka Hijau di Jakarta maka kita harus mengetahui Organisasi dan Tata kerja perangkat daerah yang tugas nya mengelola pemanfaatan Ruang Terbuka hijau di Jakarta.

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekertariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta maka instansi yang memiliki tugas dan wewenang berkaitan dengan pengelolaan RTH di Provinsi DKI Jakarta terdiri dari beberapa instansi yang memiliki keterkaitan yaitu:

a. Dinas Tata Kota

b. Dinas Pertamanan dan Pemakaman

c. Dinas Pertanian dan Kehutanan

d. Dinas Pekerjaan Umum e. Dinas Olahraga dan Pemudan f. Kantor pelayanan

pemakaman g. Dinas Perumahan h. Dinas Pariwisata

i. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD).

3.2 Pelaksanaan Pengaturan Ruang Terbuka Hijau di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030

3.2.1 Pengaturan

(8)

bahwa tujuan dari penataan ruang itu sendiri adalah mewujudkan keterpaduan pemanfaatan dan pengendalian ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang dibawah permukaan tanah dan dibawah permukaan air dengan mempertimbangkan kondisi kota Jakarta sebagai kota delta (delta city) dan daya dukung Sumber Daya Alam serta daya tampung lingkungan hidup secara berkelanjutan, sebagai mana yang tertera dalam pasal 5 Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.

Untuk mewujudkan tujuan dari Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut maka pemerintah DKI Jakarta telah menetapkan pola pengaturannya seperti yang tertera di dalam pasal 6 ayat (5) Peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 sebagai berikut:

a. Pelaksanaan konservasi suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan lindung, sumber daya air, dan pengembangan Ruang Terbuka Hijau untuk

keseimbangan ekologi kota Jakarta;

b. Pengembangan RTH untuk mencapai 30% (tiga puluh persen) dari luas daratan Provinsi DKI Jakarta terdiri dari RTH Publik dan RTH Privat yang di dedikasikan sebagai RTH bersifat Publik seluas 20% (dua puluh persen) dan RTH Privat seluas 10% (sepuluh persen) sebagai upaya peninggkatan kualitas kehidupan kota; c. Penurunan emisi gas rumah

kaca sebagai upaya antisipasi pemanasan global dan perubahan iklim; dan

d. Penetapan dan pemeliharaan kawasan yang memiliki nilai strategis yang berpengaruh terhadap aspek lingkungan.

(9)

keanekaragaman hayati dan meningkatkan estetika kota.

Dengan demikian Peraturan daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 telah jelas menyampaikan tujuan,pengaturan,dan strategi dari Penataan Ruang untuk mewujudkan efektifitas dari penyediaan Ruang Terbuka Hijau di DKI Jakarta secara jangka panjang sampai dengan Tahun 2030, guna

mensejahterakan dan

menyeimbangkan pola hidup warga kota Jakarta sendiri.

Berbeda dengan Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan ruang dimana dalam Peraturan daerah Nomor 1 tahun 2012 telah memuat secara spesifik tujuan,pengaturan, dan strategi dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Jakarta. Sedangkan Undang-Undang dan Perda yang ada sebelumnya lebih dalam membahas mengenai perencanaan, penyediaan , dan penataan ruang secara umum sehingga aturan mengenai Ruang Terbuka Hijau lebih jelas berada di

Peraturan daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012.

3.2.1 Pelaksanaan

Kegiatan Penataan Ruang untuk kota DKI Jakarta telah diatur didalam Peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, khususnya mengenai penyediaan Ruang Terbuka Hijau. Baik itu dari Tujuan, pengaturannya, dan juga cara mengupayakannya. Tetapi melihat dari kenyataan yang ada di lapangan pelaksanaan nya masih belum maksimal diakibatkan oleh adanya satu dan lain hal.

Berdasarkan penelitian maka dalam mengelola Ruang Terbuka Hijau Kota DKI Jakarta dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kota meliputi:

a. Perencanaan tataruang wilayah kota;

b. Pemanfaatan ruang wilayah kota; dan

c. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota

(10)

ketigal hal diatas serta memperthankan fungsi dan luasnya untuk memenuhi persentase ruang terbuka hijau publik perkotaan yang telah ditetapkan yaitu minimal 20% (dua puluh persen), sedangkan lokasinya dapat berubah sesuai dengan kebutuhan.

Pemerintah DKI Jakarta telah melakukan upaya dalam mengelola Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kinerja pemerintah terhadap pelaksanaan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di DKI Jakarta Penulis telah melakukan wawancara dengan staff Dinas Pertamanan dan pemakaman yakni Ir. Alda Erythrina S.P., pada tanggal 19 Februari 2014.

Dapat dijelaskan bahwa kondisi Ruang Terbuka Hijau Jakarta saat ini baru mencapai 18% dengan bentuk taman kota, taman pemakaman dan vertical gardening. Kondisi dari jenis-jenis Ruang terbuka hijau tersebut sudah cukup baik, akan tetapi masih ada yang perlu di

revitalisasi agar tercapai hasil yang memuaskan.

Jika di tinaju dari segi pengelolaan Ruang terbuka hijau ada yang dilakukan oleh pihak pemerintah secara mandiri dan ada pula yang dibantu oleh program pihak swasta. Program pemerintah yang dilakukan secara mandiri mengandalkan APBD yang telah disusun oleh pemerintah guna memaksimalkan pembangunan RTH. Tidak hanya mengandalkan APBD yang diberikan pemerintah pengelolaan tata ruang juka membutuhkan kerjasama dengan instansi terkait seperti PT.KAI , PT. Jasamarga , dan PAM dengan memebekali mereka dengan tanaman masiv (rambat).

(11)

atau terkumuh sekalipun di wilayah Jakarta.

Peran elit dan pengembang (developer) dalam mendukung pelaksanaan kebijakan RTH di Provinsi DKI Jakarta saat ini ada 2 pihak yang mengelola RTH yakni pihak pemerintah dan pihak swasta. Jika pengelolaan yang dilakukan pihak pemerintah sudah pasti berjalan sebagai mana mestinya karena ini adalah bagian dari tugas pokok para pengelola ruang terbuka hijau. Sementara itu lain dengan pihak suasta ada yang mau dan ada yang tidak untuk bermitra dengan pemerintah. Karena menurut beberapa pihak swasta yang telah diajak bermitra dalam pengelolaan RTH mereka tidak menemukan sisi komersil didalamnya, tetapi ada juga yang mau diajak kerjasama oleh pemerintah. Bentuk kerjasama oleh pihak swasta tersebut kita sebut CSR (Corporate Social Responsibility) , yang kerjasamanya berupa kontrak dengan menandatangani MOU. Kontrak tersebut bias diputus sewaktu-waktu jika isi dari MOU tersebut dilanggar, seperti mencari brand image atau keuntungan tersendiri dengan memanfaatkan

kerjasama yang ada. Keuntungan dalam bermitra dengan pemerintah selain membantu untuk mengurang isu pemanasan global, pihak yang bermitra akan diringankan pajaknya. Hasil dari CSR dengan pemerintah saat ini kita bias lihat dibeberapa perkantoran di Jakarta gedung-gedungnya sudah ditanami oleh tanaman rambat dan diberikan pot-pot bunga sebagai bentuk penghijauannya, juga waduk Rio-rio di Jakarta ialah hasil bermitra dengan pihak pemerintah”.

(12)

3.3 Faktor-faktor penghambat dalam penyediaan ruang terbuka hijau di provinsi DKI Jakarta

Dalam implementasinya, penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Provinsi DKI Jakarta tidak terlepas dari hambatan-hambatan sehingga menyebabkan sasaran program target pencapaian RTH di DKI Jakarta tidak tercapai dengan maksimal. Hambatan-hambatan itu datang dari lingkungan masyarakat, Dinas-dinas yang terkait, hingga pihak-pihak swasta yang mengambil alih peran penting RTH guna kepeintingan pembangunan pribadi.

Mengenai hal-hal yang masih menjadi kendala dan hambatan terhadap peneydiaan Ruang Terbuka Hijau di Provinsi DKI Jakarta agar sesuai dengan target RTH yang dicanangkan diantaranya adalah :

a. Paradigma masyarakat masih rendah akan arti penting Ruang Terbuka hijau sehingga fungsinnya agak dikesampingkan b. Masyarakat masih

semena-mena dalam menjaga asset pendukung kelangsungan RTH yang

telah dibuat oleh pemerintah

c. Penyediaan lahan yang ada di Jakarta saat ini cukup terbatas

d. Harga tanah yang tinggi, sedangkan pemda hanya bias membeli sesuai dengan harga NJOP bukan harga pasar

e. Masyarakat menuntut harga pasar yang tinggi sehingga terlalu terkesan mencari untung dan tidak bias kooperatif dengan pemerintah

f. Penyetaraan harga NJOP yang berbeda-beda disetiap wilayah.

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, bahwa:

(13)

baik adanya dibandingan dengan Peraturan daerah sebelumnya yakni Peraturan daerah Nomor 6 tahun 1999, karena dengan perda yang baru ini memungkinkan semua instansi atau dinas-dinas yang terkait didalam nya dapat berkoordinasi selama didalamnya memiliki potensi hijau. Dalam hal pelaksanaannya Peraturan daerah Nomor 1 tahun 2012 ini masih jauh dari yang diharapkan, karena dalam pelaksanaan nya masih harus menunggu Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang ada , dan RDTR tersebut masih diwacanakan untuk disahkan agar segala macam bentuk kegiatan mengenai penataan ruang berjalan dengan baik dan sesuai peruntukannya. 2. Terhadap kendala-kendala

atau faktor-faktor yang menjadi hambatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada saat ini guna mengoptimalkan kegiatan Penataan Ruang khususnya dibidang Ruang Terbuka

hijau diantaranya adalah: kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya Ruang Terbuka Hijau, Keterbatasan lahan, harga jual tanah yang mahal, pemerintah hanya mampu membeli sesuai harga NJOP, dan tumpang tindihnya dinas-dinas terkait yang mengurusi Ruang Terbuka Hijau karena ketidak jelasan Tugas pokoknya. Beberapa hal diatas merupakan alasan mengapa belum optimalnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengatur Ruang Terbuka Hijau di Jakarta secara optimal. 4.2 Saran

(14)

Prioritas anggaran program pengembangan RTH harus setara dengan program Transportasi Masal dan Kanal Banjir Timur, agar kota Jakarta tidak terjadi bencana lingkungan, kemacetan, dan banjir. Untuk itu perlu didukung Pemerintah, Pemerintah Daerah, DPRD, dan Masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita,H.Rahardjo, Prof. Dr. M. Ec.2012. Analisis tata ruang

pembangunan. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta, 2011, Buku saku info taman dan

makam intraktif. Jakarta:

Gendistudio.

Dinas Pertamanan dan pemakaman.2009. Jakarta menuju RTH 30 %, Dinas

Pertamanan dan pemakaman Provinsi DKI Jakarta.

Hasni.2008. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah

Dalam konteks

UUPA-UUPR-UUPLH.Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Joga nirwono dan imaun iwan.2011. RTH 30%! Resolusi (kota)

Hijau.Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Joga nirwono.2013. Gerakan Kota Hijau.Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Kurnia, Dianandari. 2005. Persoalan

Hukum Kebijakan

Perencanaan dan Penataan Ruang. Jakarta. Tesis Universitas Indonesia.

Maleong, Lexy J, 2005, Metode Penelitian Sosial: Edisi Revisi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Ridwan juniarso.2013. Hukum tata

ruang dalam konsep

kebijakan otonomi

daerah.Bandung: PT Nuansa

Cendikia

Soekanto, Soerjono.,1985, Penelitian Hukum Normatif, penerbit rajawali pers, Jakarta. Taufik, Makaro Mohammad.2006.

Aspek-aspek Hukum

Lingkungan.Jakarta: PT

(15)

Peraturan Perundang-Undangan Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka hijau Di kawasan Perkotaan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 16/PRT/M/2009

tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan

Ruang.

Referensi

Dokumen terkait

11 Rekapitulasi Hasil Data N-Gain kemampuan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan TKAS Pada Kelas Eksperimen………... 13 Uji Normalitas Hasil Gain Ternormalisasi

khusus bagi para pelanggan untuk persiapan lebaran tahun ini// pelayanan pos yang mengalami. peningkatan antara lain pengiriman kartu ucapan lebaran/ wesel pos/ dan

Kaskouli dkk 21 pada penelitiannya ditemukan tidak terdapat korelasi yang signifikan antara protrusi bola mata dengan tinggi badan dan berat badan pada kelompok anak-anak,

Tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 diperoleh tingkat efektivitas penerimaan retribusi persampahan/kebersihan masih tergolong rendah dan tidak efektif, pemerintah

[r]

Pembandingan laporan keuangan untuk dua atau tiga tahun dapat dilakukan dengan menghitung perubahan dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah absolut (rupiah) maupun dalam

Pembuatan Larutan Hara pada Larutan Ohki (1987) Ditimbang semua bahan yang digunakan sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan.. Ditambahkan 1000 mL akuades steril ke

38 Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Cahaya Dan Sifat – Sifatnya Melalui Penggunaan Metode Inquiri Pada Siswa Kelas VI SDN Balagedog I Kecamatan Sindangwangi -