ANOVA UNTUK ANALISIS RATA-RATA RESPON MAHASISWA KELAS
LISTENING
Novatiara Fury Pritasari 1), Hanna Arini Parhusip 2), Bambang Susanto 3) 1)
Mahasiswa Program Studi Matematika FSM UKSW 2), 3) Dosen Program Studi Matematika FSM UKSW Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1)
novatiarafury@gmail.com, 2)hannaariniparhusip@yahoo.co.id, 3)bsusanto5@gmail.com
Abstract
Data pengukuran berulang (repeated measures) memiliki struktur data longitudinal. Dalam makalah ini, data longitudinal yang dianalisa adalah data hasil penyebaran kuesioner mahasiswa FBS UKSW pada 2 kelas Listening FBS UKSW yang berbeda selama 3 kali pertemuan (3 minggu). Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara respon mahasiswa kelas Listening terhadap pertanyaan yang diteliti pada setiap kelas menggunakan one-wayrepeated measures dan dua kelas yang bebeda menggunakan two-way repeated measures. Analisis data menggunakan program SPSS 16.0 sebagai alat bantu. Berdasarkan pengujian one-way repeated measures, pada Kelas A ada perbedaan yang signifikan yaitu ada perbedaan respon minggu kedua dengan minggu ketiga. Sedangkan respon mahasiswa pada Kelas B tidak berbeda secara signifikan. Pada pengujian two-way repeated measuresada perbedaan respon Kelas A dan Kelas B, tetapi tidak ada perbedaan respon mahasiswa dari minggu pertama sampai minggu ketiga. Untuk interaksi Kelas dan Rata-rata respon mahasiswa menunjukkan bahwa respon mahasiswa tergantung pada dua kelas yang berbeda.
Kata Kunci:One-way repeated measures, two-way repeated measures
PENDAHULUAN
Pritasari dkk (2013) telah membahas perbedaan respon mahasiswa kelas Listening antar dua minggu yang berbeda dalam tiga minggu yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan respon mahasiswa menggunakan paired comparisons. Pada pengujian tersebut disimpulkan bahwa pada kelas A minggu ke-1 dengan minggu ke-3 tidak ada perbedaan respon mahasiswa. Tetapi pada minggu ke-1 dengan minggu ke-2 dan minggu ke-2 dengan minggu ke-3 ada perbedaan respon. Sedangkan pada kelas B tidak ada perbedaan respon mahasiswa pada minggu ke-2 dengan minggu ke-3, tetapi pada minggu ke-1 dengan minggu ke-2 dan minggu ke-1 dengan minggu ke-3 ada perbedaan respon. Hal ini juga diperkuat dengan hasil analisa penghitungan daerah konfidensi 95%.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penyebaran kuesioner dilakukan pada kelas Listening Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) UKSW selama tiga kali pertemuan pada setiap hari Senin tanggal 11, 18, dan 25 Februari 2013 untuk kelas A. Sedangkan untuk kelas B setiap hari Kamis tanggal 14, 21, dan 28 Februari 2013.
Target atau Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa baru kelas Listening FBS UKSW pada dua kelas yang berbeda.
Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder dari penelitian Rahandika(2013). Data tersebut
diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang berisi 13 pertanyaan yang sama di setiap minggu untuk 29 mahasiswa pada 2 kelas Listening FBS-UKSW selama tiga kali pertemuan. Isi kuesioner mengenai persepsi mahasiswa tentang variasi latihan pada kelas Listening. Jenis data adalah data skala 1-5 (skala likert) sebagai skala untuk menyatakan berturut-turut sangat tidak setuju hingga sangat setuju.
Teknik Analisis Data
ANOVA adalah suatu modelyangcukup komprehensif untukmendeteksi perbedaan kelompok pada variabel terikat tunggal. Teknik yang lebih umum biasa dikenal sebagai multivariat analisis varians (MANOVA). MANOVA dapat dianggap sebagai ANOVA untuk situasi dimana ada beberapa variabel terikat. Pada Tabel 1 dijelaskan perbedaan dari ANOVA dan MANOVA. Informasi lebih lengkap dapat dilihat di Field(2009) dan Stevens (2009).
Tabel 1. Perbedaan ANOVA dan MANOVA
ANOVA MANOVA
Hanya satu variabel terikat Beberapa variabel terikat Menguji perbedaan mean pada
variabel terikat untuk beberapa variabel bebas
Menguji perbedaan vektor mean beberapa variabel terikat
Sedangkan perbedaan one-way repeated measures dan two-way repeated measures hanya pada variabel bebas. One-way repeated measures menggunakan satu variabel bebas dan two-way repeated measures menggunakan dua variabel bebas.
a. Repeated Measures (Pengukuran Berulang) ANOVA
adalah sampel uji ini adalah sampel pengukuran berulang, sementara ANOVA mensyaratkan sampel bebas.
One-way repeated measures ANOVA biasanya digunakan untuk membandingkan nilai disain sebelum dan sesudah partisipan yang sama pada satu grup. Sedangkan two-way repeated measures ANOVA membandingkan pada dua grup. (Web 4)
Dalam disain general linear model repeated measures, level dari within subject factor mewakili beberapa pengamatan dari skala waktu ke waktu dalam kondisi yang berbeda. Ada 3 jenis tes yang dilakukan jika within subject factormemiliki lebih dari dua level, yaitustandar univariat uji F, uji univariat alternatif, dantes multivariat. Tiga jenistes ini mengevaluasi hipotesis yang sama, rata-rata populasisama untuk semua level pada faktor (Web 1).
Standarunivariatuji F ANOVAtidak dianjurkanketikawithin subject factormemiliki lebih daridua levelkarenapadaasumsitersebut, asumsi Sphericity umumnyadilanggardanuji F ANOVAmenghasilkan p-value yangakuratsejauhasumsiini dilanggar.
Tes univariat alternatif memperhitungkan pelanggaran asumsi Sphericity. Tes ini menggunakan penghitungan statistik F yang sama dengan standar univariat tes. Namun p-value berpotensi berbeda. Dalam menentukan p-value, sebuah epsilon statistikdihitung berdasarkan data sampel untuk mengetahui derajat yang melanggar asumsi Sphericity. Pembilang dan penyebut derajat kebebasan uji standar dikalikan dengan epsilon untuk mendapatkan serangkaian derajat kebebasanyang sudah dikoreksi untuk membuat nilai F yang baru dan menentukan p-value. Uji multivariat tidak memerlukan asumsi Sphericity. Perbedaan nilai
dihitung dengan membandingkan nilai-nilai dari berbagai levelwithin subject factor.Misalnya untuk within subject factor dengan tiga level, nilai perbedaan mungkin dihitung antara level pertama dengan kedua dan antara level kedua dengan ketiga. Uji multivariat kemudian akan mengevaluasi apakah rata-rata populasi untuk nilai perbedaan kedua pasangan secara simultan sama dengan nol. Tes ini tidak hanyamengevaluasi rata-rata terkait dengan dua pasangan nilai perbedaan, tetapi juga mengevaluasi apakah rata-rata dari nilai selisih antara level pertama dan ketiga faktor tersebut sama dengan nol sebagaikombinasi linier dari nilai perbedaan.
Menurut Carey (1998), semua perhitungan statistik multivariat didasarkan pada akar-akar karakteristik dari matriks A yang dibentuk dari
𝐴=𝐻𝐸−1 (1)
dengan H : matriks varians-kovarians perlakuan pada MANOVA E : matriks varians-kovarians error pada MANOVA. Dalam uji multivariat sendiri ada beberapa uji yang digunakan, yaitu:
Statistik uji digunakan jika asumsi homogenitas dipenuhi. Nilai Wilks’ Lamda berkisar
dengan 𝛬 : Wilks’ Lamda; 𝐸 : determinan dari matriks E;𝑠 : banyaknya akar-akar karakteristikdari matriks A;𝜆𝑖 : akar-akar karakteristik ke-i matriks A.
Statistik Wilks’ Lamda di atas dapat ditransformasikan menjadi suatu statistik yang berdistribusi F. Khususnya
dengan 𝑝 : banyaknya variabel; 𝑔 : banyaknya grup; 𝑛 : banyaknya partisipan. Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada Patel dkk (2013).
Pillai’s Trace
Statistik uji ini paling cocok digunakan jika asumsi homogenitas tidak dipenuhi (Web 2). Statistik uji Pillai’s Trace 𝑉 dirumuskan sebagai:
𝑉 =𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒 𝐻 𝐻+𝐸 −1 = 𝜆𝑖
1+𝜆𝑖
𝑠
𝑖=1 . (5)
Beberapa ahli statistik menganggapnya paling kuat dari 4 statistik yang lain.
Adapun aturan pengujiannya adalah tolak 𝐻0 ketika 𝑉 ≥ 𝐶, dengan nilai 𝐶 diperoleh dari tabel nilai
kritis statistik tersebut (Giri, 2004). Hotelling’s Trace
Statistik uji ini jarang digunakan oleh para ahli (Web 2). Berikut rumus dari Hotelling’s Trace:
𝐻𝑜𝑡𝑒𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔=𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒 𝐻𝐸−1 = 𝑠𝑖=1𝜆𝑖. (6)
Statistik Hotelling’s Trace di atas dapat ditransformasikan menjadi suatu statistik yang berdistribusi F (Web 3). Khususnya
𝑣1
tabel nilai kritis statistik tersebut (Giri, 2004).
Roy’s Largest Root digunakan jika asumsi dipenuhi dan berkorelasi dengan kuat. Tetapi uji ini harus hati-hati dalam penggunaanya (Web 2).
𝑅𝑜𝑦′𝑠𝐿𝑎𝑟𝑔𝑒𝑠𝑡𝑅𝑜𝑜𝑡=𝑚𝑎𝑥 𝜆𝑖 . (8)
Adapun aturan pengujiannya adalah tolak 𝐻0 ketika
𝑅𝑜𝑦
′𝑠
𝐿𝑎𝑟𝑔𝑒𝑠𝑡
𝑅𝑜𝑜𝑡
≥ 𝐶, dengan nilai 𝐶diperoleh dari tabel nilai kritis statistik tersebut (Giri, 2004).
Keempat tes multivariat tersebut menggunakan uji statistik sebagai berikut: 𝐻0: 𝜇1=𝜇2=⋯=𝜇𝑘 (tidak ada perbedaan antar perlakuan)
𝐻𝑎: 𝜇1≠ 𝜇2≠ ⋯ ≠ 𝜇𝑘 (setidaknya ada perbedaan antar dua perlakuan). Kriteria pengujiannya tolak 𝐻0 jika p-value < 0.05 dan 𝐹𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙. b. Sphericity
Pada dasarnya, asumsi Sphericitymengacu padakesamaanvariansdariperbedaan diantaralevel pada faktorrepeated measures.Dengan kata lain, kitamenghitungperbedaanantara setiap
pasanganlevelfaktorrepeated measuresdankemudian
menghitungvariansdarinilaiperbedaan.Sphericitymensyaratkan bahwavariansuntuk setiapnilaiperbedaansama. Kita mengasumsikanbahwa hubunganantara tiap pasangkelompokadalahsama. Untuk menguji asumsi Sphericity dapat menggunakan tes Mauchly, uji Greenhouse Geisser dan tes Huynh Feldt.
Hipotesis untuk Sphericity: 𝐻0: 𝜎𝑦1−𝑦2
2 =
𝜎𝑦1−𝑦32 = 𝜎𝑦2−𝑦32
(tidak ada perbedaan yang signifikan diantara varians perbedaan) 𝐻𝑎: 𝜎𝑦1−𝑦22 ≠ 𝜎𝑦1−𝑦32 ≠ 𝜎𝑦2−𝑦32 (ada perbedaan yang signifikan diantara varians perbedaan) dengan 𝑦1− 𝑦2 : perbedaan level 1 dengan level 2 pada faktorrepeated measure
𝑦1− 𝑦3 : perbedaan level 1 dengan level 3 pada faktorrepeated measure 𝑦2− 𝑦3 : perbedaan level 2 dengan level 3 pada faktorrepeated measure.
Kriteria pengujiannya tolak 𝐻0 jika hasil p-value dari Mauchly Tests< 0.05, yang artinya bahwa ada perbedaan yang signifikan diantara varians perbedaan, dengan kata lain bahwa kondisi Sphericity tidak ditemui (Field, 2012). Jika tes Mauchly dari Sphericity tidak signifikan, maka tes within-subjects effects dapat dilakukan. Sedangkan jika tes Mauchly dari Sphericity signifikan, tes multivariat yang digunakan (Ho, 2006).
Jika data melanggar asumsi Sphericity, ada beberapa pembenaran yang dapat diterapkan untuk menghasilkan rasio Fyang valid. SPSS membuat tiga pembenaran berdasarkan perkiraan Sphericity yang dianjurkan oleh Greenhouse Geisser dan Huynh Feldt. Kedua perkiraan ini menimbulkan faktor koreksi yang diterapkan pada derajat kebebasan yang digunakan untuk menilai rasio Fyang telah diteliti.
Koreksi Greenhouse Geisser biasanya dilambangkan dengan 𝜀 bervariasi antara 1
Ketika estimasi Greenhouse Geisser lebih besardari 0,75 maka hipotesis nol ditolak. Ketika perkiraan Sphericity lebihbesar dari 0.75 maka koreksi Huynh Feldtharus digunakan, tetapi ketika perkiraan Sphericity kurang dari 0,75 atau Sphericity sama sekali tidak diketahui maka koreksi Greenhouse Geisser harus digunakansebagai gantinya(Field, 2009).
c. Pengukuran Pengaruh atau Dampak
Ukuran pengaruh keseluruhan untuk pendekatan univariat adalah parsial eta kuadrat 𝜂2 dan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
Parsial𝜂𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟2 = 𝑆𝑆𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟
𝑆𝑆𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟+𝑆𝑆𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟. (9)
Ukuran pengaruh keseluruhan untuk uji multivariat terkait dengan Wilks’ Lamda 𝛬 adalah multivariat eta kuadrat dan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
Multivariat𝜂2= 1− 𝛬. (10)
Nilai parsial eta kuadrat dan multivariat eta kuadrat berkisar antara 0 sampai 1. Nilai 0 menunjukkan tidak ada hubungan antara faktor repeated measures dan variabel terikat, sedangkan nilai 1 menunjukkan adanya hubungan yang kuat. (Web 1)
d. Pairwise Comparisons
Desain within-subjects direkomendasikan menggunakan pendekatan Bonferroni. Pendekatan ini harus digunakan terlepas dari apakah peneliti merencanakan untuk menguji semua perbandingan berpasangan atau hanya membuat keputusan untuk memeriksa data (Maxwell dkk, 2004)
Uji statistik disusun sebagai berikut:
𝐻0 : 𝜇1=𝜇2=⋯=𝜇𝑘 (tidak ada perbedaan antar perlakuan) 𝐻𝑎 : 𝜇1≠ 𝜇2≠ ⋯ ≠ 𝜇𝑘 (ada perbedaan antar perlakuan).
Kriteria pengujiannya tolak 𝐻0 jika p-value < 0.05. Prosedur
a. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat (level) : banyaknya perlakuan, yaitu minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga.
2. Variabel bebas (faktor repeated measures) :
One-way repeated measures: rata-rata respon mahasiswa.
Two-way repeated measures : kelas dan rata-rata respon mahasiswa. b. Langkah-langkah dalam Analisis Data
1. Menghitung rata-rata respon tiap mahasiswa pada tiap minggu.
3. Jika dilanjutkan tes multivariat, setelah itu menganalisa keempat uji pada tes multivariat. Tolak Ho saat p-value < 0.05 dan sebaliknya. Untuk memperkuat hasil tersebut,kemudian menghitung nilai-nilai dari keempat uji menggunakan persamaan (1), (2) , (5), (6) dan (8). Statistik uji yang dianalisis adalah Wilks’ Lamda sehingga untuk menghitung penolakan Ho digunakan persamaan (3) dan (4). Tolak Ho saat 𝐹𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan sebaliknya.
4. Jika dilanjutkan tes within-subject effects, setelah itu menganalisa p-value dari Greenhouse Geisser dan Huynh-Feldt. Tolak Ho saat p-value < 0.05 dan sebaliknya. Untuk memperkuat hasil tersebut, kemudian membuat perubahan derajat kebebasan untuk pembilang dan penyebut yang baru.
5. Menghitung pengaruh faktor dari repeated measures menggunakan persamaan (9) atau (10).
6. Menganalisa hasil p-value dari Pairwise Comparisons. Tolak 𝐻0 jika p-value < 0.05.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN One-Way Repeated Measures
Kasus 1
Akan diuji apakah ada perbedaan yang signifikan pada Kelas A minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga. Hasil dari analisis mengindikasikan bahwa tes Mauchlydari Sphericity signifikan (p-value = 0 < 0.05). Artinya bahwa ada perbedaan yang signifikan diantara varians perbedaan, dengan kata lain bahwa kondisi Sphericity tidak ditemui. Oleh karena itu, tes within-subject effects tidak dapat digunakan, tetapi yang dapat digunakan adalah tes multivariat.
Dari Tabel 2a dapat disimpulkan bahwa rata-rata minggu pertama sampai rata-rata minggu ketiga semakin meningkat, tetapi perbedaannya tidak terlalu jauh. Sedangkan standart deviasi dari minggu pertama sampai minggu ketiga semakin menurun.
Tabel 2a. Rata-rata dan standar deviasi Kelas A
Mean Standart Deviasi Minggu pertama 4.019 0.396
Minggu kedua 4.098 0.296
Minggu ketiga 4.223 0.232
Tabel 2b. Hasil dari tes multivariat untuk Kelas A minggu pertama, kedua dan ketiga
Untuk mengetahui apakah rata-rata dari minggu pertama sampai minggu ketiga berbeda secara signifikan, dapat dilakukan tes multivariat dengan melihat Tabel 2b. Dari semua uji diperoleh kesimpulan bahwa semua menolak Ho karena semua uji menghasilkan p-value yang
sama yaitu 0.008 < 0.05. Maka ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata respon mahasiswa pada minggu pertama sampai minggu ketiga.
Pada tes multivariat yang meliputi uji Pillai’s Trace, Wilks’ Lamda, Hotelling’s Trace dan Roy’s Largest Root, nilai-nilai dari keempat uji tersebut juga digunakan untuk memperkuat hasil hipotesis. Setiap uji dapat dihitung nilainya dengan menghitung akar-akar karakteristik terlebih dahulu. Dengan menggunakan persamaan (1) dapat diperoleh:
𝐻= 0.605 0.077
Sehungga matriks 𝐴= 0.3848 0.3466
0.0491 0.0443 dan didapatkan akar-akar karakteristik
0.4290 0.0001 . Setelah akar-akar karakteristik diperoleh maka uji-uji dalam tes multivariat dapat dihitung menggunakan persamaan (2), (5), (6) dan (8) sehingga diperoleh:
𝛬= 1 statistik F (hanya untuk Wilks Lamda karena uji yang lain tabel nilai kritis tidak diketahui)
𝐹𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1−0.69970.6997 29−3
3−1 = 5.5794.
Dengan𝛼= 0.05 diperoleh nilai dari 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu𝐹3−1,29−3=𝐹2,26= 3.37. Jadi 𝐻0 ditolak karena𝐹𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙. Artinya bahwa ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata respon
mahasiswa pada minggu pertama sampai minggu ketiga.
Kemudian mengukur pengaruh rata-rata respon mahasiswa tersebut menggunakan multivariat eta kuadrat sehingga diperoleh
Multivariat𝜂2= 1−0.6997 = 0.3003.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara rata-rata respon mahasiswa dan perlakuan yang diberikan setiap minggunya.
Tabel 2d menunjukkan semua perbandingan berpasangan (dengan interval konfidensi Bonferroni) diantara 3 level. Dengan membandingkan respon setiap minggunya, kita dapat memasang-masangkan data rata-rata respon antar minggu pertama sampai minggu ketiga.
Tabel 2d. Hasil analisa perbandingan berpasangan Kelas A
Respon mahasiswa p-value Analisa Minggu ke-1 dan ke-2 1 𝐻0 diterima Minggu ke-1 dan ke-3 0.092 𝐻0 diterima
Dapat dilihat dari Tabel 2d, dengan = 5% maka rata-rata respon mahasiswa minggu kedua dan minggu ketiga berbeda secara signifikan (p-value< 0.05). Rata-rata respon mahasiswa minggu pertama dengan minggu kedua dan rata-rata respon minggu pertama dengan minggu ketiga tidak berbeda secara signifikan (p-value> 0.05).
Kasus 2
Akan diuji apakah ada perbedaan yang signifikan pada Kelas B minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga. Dari hasil analisis mengindikasikan bahwa tes Mauchlydari Sphericity tidak signifikan (p-value= 0.299 > 0.05). Hasiltes within-subject effectsmengindikasikan bahwa within-subjects variabel rata-rata respon mahasiswa tidak signifikan karena p-value = 0.736 >0.05. Artinya, tidak ada perbedaan yang signifikan diantara varians perbedaan dari minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga.
Setelah hasil tes Mauchlydari Sphericity sudah diperoleh, kemudian dari tes within-subject effects dibuat sebuah perubahan derajat kebebasan untuk pembilang dan penyebut. Hal ini dapat diperoleh dengan mengalikan kedua nilai ini menggunakan Huynh-Feldt karena perkiraan Sphericity lebih dari 0.75. Perubahan derajat kebebasan pembilangnya adalah 2×0.921=1.966. Rasio F = 0.308 harus dievaluasi dengan derajat kebebasan yang baru ini. Setelah dihitung dengan derajat kebebasan yang baru diperoleh F yang sama yaitu 0.308 dan p-value = 0.733 > 0.05. Ternyata setelah dievaluasi dengan derajat kebebasan yang baru tetap memperoleh kesimpulan yang sama dengan sebelumnya, yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan diantara varians perbedaan dari minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga.
Dari Tabel 3a dapat disimpulkan bahwa rata-rata minggu pertama sampai rata-rata minggu ketiga perbedaannya tidak terlalu jauh.
Tabel 3a. Rata-rata dan standar deviasi Kelas B
Mean Standar deviasi Minggu pertama 3.939 0.300
Minggu kedua 3.989 0.184
Minggu ketiga 3.955 0.219
Tabel 3b. Hasil analisa perbandingan berpasangan Kelas B
Respon mahasiswa p-value Analisa Minggu ke-1 dan ke-2 1 𝐻0 diterima
Minggu ke-1 dan ke-3 1 𝐻0diterima
Minggu ke-2 dan ke-3 1 𝐻0 diterima
Kemudian mengukur pengaruh rata-rata respon mahasiswa tersebut menggunakan parsial eta kuadrat sehingga diperoleh
Partial𝜂𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟2 = 0.038
0.038 +3.500 = 0.011.
Tabel 3b menunjukkan semua pairwise comparisons (dengan interval konfidensi Bonferroni) diantara 3 level. Dengan membandingkan setiap minggunya, kita dapat memasang-masangkan data rata-rata antar minggu pertama sampai minggu ketiga.
Dapat dilihat dari Tabel 3b dengan = 5% maka rata-rata respon mahasiswa minggu pertama, kedua dan ketiga tidak berbeda secara signifikan (p-value> 0.05).
Two-Way Repeated Measures
Akan diuji apakah ada perbedaan yang signifikan interaksi respon dari mahasiswa pada Kelas A dan Kelas B pada minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga.Dari Tabel 4a, variabel Kelas menghasilkan hasil yang sangat signifikan untuk semua tes multivariat dengan p-value = 0 < 0.05. Artinya ada perbedaan respon Kelas A dan Kelas B.Dari Tabel 4b dapat dilihat bahwa pada respon Kelas A lebih besar daripada rata-rata respon Kelas B.
Tabel 4a. Hasil tes multivariat Kelas A dan B untuk variabel Kelas
Nama Uji p-value Pillai’s Trace 0 Wilks’ Lamda 0 Hotelling’s Trace 0 Roy’s Largest Root 0
Tabel 4b. Perbedaan rata-rata respon Kelas A dan B untuk variabel Kelas
Kelas Mean
A 4.113
B 3.961
Selanjutnya diuji variabel Rata-rata respon mahasiswa.Padates MauchlydariSphericity menghasilkan nilai 0.731, dan signifikan karena p-value = 0.015 < 0.05. Asumsi Sphericity dilanggar, maka harus menginterpretasi tes multivariat. Keempat tes multivariat pada Tabel 4c menunjukkan bahwa variabel Rata-rata respon mahasiswa tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat dari p-value = 0.170 > 0.05 yang artinya tidak ada perbedaan rata-rata respon mahasiswa dari minggu pertama sampai minggu ketiga. Tetapi dari Tabel 4ddapat dilihat bahwa rata-rata respon mahasiswa minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga semakin meningkat.
Tabel 4c. Hasil tes multivariat rata-rata respon mahasiswa
Nama Uji p-value Pillai’s Trace 0.170 Wilks’ Lamda 0.170 Hotelling’s Trace 0.170 Roy’s Largest Root 0.170
Tabel 4d. Rata-rata respon mahasiswa
Untuk interaksi Kelas dengan Rata-rata respon mahasiswa, tes Mauchlydari Sphericity menghasilkan nilai 0.454 dan signifikan karena p-value = 0.042 < 0.05. Asumsi Sphericity juga dilanggar, maka harus menginterpretasi tes multivariat. Keempat tes multivariat pada Tabel 4e menunjukkan bahwa efek interaksi signifikan karena p-value = 0.023 < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa respon mahasiswa tergantung pada dua kelas yang berbeda.
Tabel 4e. Hasil tes multivariat dari interaksi Kelas dengan Rata-rata respon mahasiswa
Nama Uji p-value Pillai’s Trace 0.023 Wilks’ Lamda 0.023 Hotelling’s Trace 0.023 Roy’s Largest Root 0.023
Nilai-nilai dari keempat uji pada tes multivariat yang meliputi uji Pillai’s Trace, Wilks’
Lamda, Hotelling’s Trace dan Roy’s Largest Root untuk interaksi Kelas dengan Rata-rata respon mahasiswa juga digunakan untuk memperkuat hasil hipotesis. Setiap uji dapat dihitung nilainya dengan menghitung akar-akar karakteristik terlebih dahulu. Menggunakan persamaan (1) dapat diperoleh:
0.1482 0.4263 dan didapatkan akar-akar karakteristik
−0.37840.0003 . Setelah akar-akar karakteristik diperoleh maka uji-uji dalam tes multivariat dapat
dihitung menggunakan persamaan (2), (5), (6) dan (8) sehingga diperoleh:
𝛬 = 1 statistik F (hanya untuk Wilks Lamda karena uji yang lain tabel nilai kritis tidak diketahui)
𝐹𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1−0.72530.7253
29−3−1
3−1 = 4.7342.
Dengan𝛼= 0.05 diperoleh nilai dari 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu𝐹𝑝,𝑛−𝑝−1=𝐹3,25 = 2.99. Jadi 𝐻0
ditolak karena𝐹𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙. Hal ini menunjukkan bahwa respon mahasiswa tergantung pada
dua kelas yang berbeda.
Kemudian mengukur pengaruh interaksi Kelas dengan Rata-rata respon mahasiswa tersebut menggunakan multivariat eta kuadrat sehingga diperoleh
Multivariat𝜂2= 1−0.7257 = 0.2743.
Gambar 1. Grafik rata-rata respon mahasiswa pada Kelas A dan Kelas B
Gambar 1 menunjukkan bahwa rata-rata respon mahasiswa yang diberikan pada 3 minggu tergantung pada perbedaan kelas. Pada kelas A, rata-rata respon mahasiswa semakin meningkat tetapi pada kelas B rata-rata respon mahasiswa meningkat dan mengalami penurunan lagi pada minggu ketiga.
Tabel 4f. Hasil analisa perbandingan berpasangan minggu pertama sampai minggu ketiga
Respon mahasiswa p-value Analisa Minggu ke-1 dan ke-2 1 𝐻0 diterima Minggu ke-1 dan ke-3 0.248 𝐻0 diterima
Minggu ke-2 dan ke-3 0.868 𝐻0 diterima
Tabel 4f menunjukkan semua perbandingan berpasangan antara dua kelas dan rata-rata respon mahasiswa tiga minggu dengan menggunakan interval konfidensi Bonferroni 95%. Dapat dilihat dari Tabel 4f dengan = 5%, rata-rata respon mahasiswa di Kelas A dan Kelas B pada minggu pertama, kedua dan ketiga tidak berbeda secara signifikan (p-value> 0.05). Artinya tidak ada perbedaan rata-rata respon mahasiswa di minggu pertama sampai ketiga.
SIMPULAN
Pada makalah ini telah dibahas studi tentang respon mahasiswa dengan metode one-way dan two-wayrepeated measures untuk dua kelas Listening FBS-UKSW. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa:
One-wayRepeated Measures
Pada kelas A
respon minggu kedua dengan respon minggu ketiga berbeda secara signifikan sedangkan respon minggu pertama dengan minggu kedua dan respon minggu pertama dengan minggu ketiga tidak berbeda secara signifikan.
Pada kelas B
Berdasarkan tes within-subject effects, varians dari minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga tidak berbeda secara signifikan. Dari hasil parsial eta kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara rata-rata respon mahasiswa dan perlakuan setiap minggunya. Dalam pengujian pairwise comparisons, rata-rata respon mahasiswa minggu pertama, kedua dan ketiga juga tidak berbeda secara signifikan.
Two-way Repeated Measures
Berdasarkan uji yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan respon Kelas A dengan Kelas Btetapi tidak ada perbedaan respon mahasiswa dari minggu pertama sampai minggu ketiga. Untuk interaksi Kelas dengan Rata-rata respon mahasiswa menunjukkan bahwa respon mahasiswa tergantung pada dua kelas yang berbeda. Pengujian Pairwise Comparisonsyang dilakukan untuk dua kelas yang berbeda mengindikasikan tidak ada perbedaan antara respon mahasiswa di minggu pertama sampai ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
Carey, G. (1998). Multivariate Analysis of Variance (MANOVA): I. Theory. Diakses tanggal 1
November 2013 pukul 12.40 WIB dari
http://ibgwww.colorado.edu/~carey/p7291dir/handouts/manova1.pdf. Field, A. (2009). Discovering Statistics Using SPSS. (3thed.). India : Sage.
Field, A. (2012). Discovering Statistics Repeated Measures ANOVA. Diakses tanggal 29 Oktober 2013 dari http://www.discoveringstatistics.com.
Giri, N.C. (2004). Multivariate Statistical Analysis. (2nded). New York : Marcel Dekker.
Ho, R. (2006). Handbook of Univariate and Multivariate Data Analysis and Interpretation with SPSS. New York : Chapman & Hall/CRC Taylor & Francis Group.
Maxwell, S.E. & Delaney, H.D. (2004). Designing Experiments And Analyzing Data A Model Comparison Perspective. (2nded.). London: Lawrence Erlbaum Associates.
Patel, S. & Bhavsar, C.D. (2013). Analysis of Pharmocokinetic Data by Wilk‟s Lamda (An Important Tool of Manova). International Journal of Pharmaceutical Science Invention, Vol. 2, 36-44.
Rahandika, A. (2013). The Students Perceptions toward Different Task Types in Public Listening Class. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Stevens, J.P. (2009). Applied Multivariate Statistics For The Social Sciences. (5thed.). New York : Routledge Taylor & Francis Group.
Web 1: http://oak.ucc.nau.edu/rh232/courses/EPS625/Handouts/RM-ANOVA/Understanding%20Repeated-Measures%20ANOVA.pdf. Diakses tanggal 30 Oktober 2013 pukul 09.53 WIB.
Web 2:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&ved =0CFQQFjAF&url=http%3A%2F%2Fwww.chsbs.cmich.edu%2Fk_han%2Fpsy613%2F
manova1.doc&ei=4tZ5UvzpOqzwiQfH- oCwAw&usg=AFQjCNFOCcK9hRRVQczMgt0tSqX6Al8z5Q&sig2=w5KyDbLxz-Ma-MqVVyntzA&bvm=bv.55980276,d.aGc. Diakses tanggal 6 November 2013 pukul 12.45 WIB.
Web 3: http://www.stat.ncsu.edu/people/bloomfield/courses/st784/twa-08-3.pdf. Diakses tanggal 7 November 2013 pukul 08.27 WIB.
ANALISIS BIPLOT PADA PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN
DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Desy Komalasari 1), Mustika Hadijati 2), Marwan 3)
1) Program Studi Matematika FMIPA UNRAM, email: Desi_its@yahoo.com 2) Program Studi Matematika FMIPA UNRAM, email: Ika_wikan@yahoo.co.id 3) Program Studi Matematika FMIPA UNRAM, email: marwanmath@yahoo.co.id
1), 2), 3). Jln. Majapahit No.62 Mataram- NTB.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan memberikan inovasi baru mengenai pemetaan karakteristik kemiskinan pada kabupaten/kota di provinsi Nusa Tenggara Barat, menggunakan metode analisis Biplot. Analisis Biplot didasarkan pada singular value decomposition, matriks orthonormal, dan faktorisasi dari matriks data. Penelitian ini menghasilkan Square Root Biplot (SQRT) atau Biplot Simetri, yaitu grafik Biplot yang memetakan secara bersamaan kabupaten/kota dengan karakteristik kemiskinan di provinsi NTB. Analisis Biplot dalam penelitian ini memberikan penyajian yang cukup baik mengenai informasi data yang sebenarnya berdasarkan nilai 𝑝2 sebesar 84,59%.
Grafik Biplot menampilkan wilayah yang memiliki kesamaan karakteristik kemiskinan ada pada kabupaten Bima dan kabupaten Sumbawa, dengan jarak Euclid terdekat sebesar 0.266. Sedangkan jarak terjauh ada pada kabupaten Lombok Tengah dan kota Mataram, sebesar 9.779. Keragaman karakteristik kemiskinan ditunjukkan dengan panjang vektor, vektor terpanjang pada penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian (𝑋7) dan vektor terpendek pada angka partisipasi sekolah penduduk miskin (𝑋3).
Kata kunci: Analisis Biplot, Singular Value Decomposition, Karakteristik Kemiskinan.
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan aplikatif, yaitu mengaplikasikan data – data numerik ke dalam analisis Biplot. Analisis Biplot adalah salah satu upaya menggambarkan data - data yang ada pada tabel ringkasan kedalam grafik berdimensi dua. Grafik yang dihasilkan dari Biplot ini merupakan grafik yang berbentuk bidang datar. Dengan penyajian seperti ini, ciri-ciri variabel dan objek pengamatan serta posisi relatif antara objek pengamatan dengan variabel dapat dianalisis (Kohler dan Luniak, 2005).
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2013 sampai dengan bulan Oktober 2013. Tempat penelitian di Universitas Mataram dan Badan Pusat Statistik Provinsi NTB.
Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara barat. Data yang digunakan yaitu data karakteristik kemiskinan tahun 2011, terdiri dari 10 kabupaten/kota yang merupakan Objek penelitian dan 10 karakteristik kemiskinan yang merupakan variabel penelitian. Objek penelitian meliputi Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Timur, Kab. Sumbawa, Kab. Dompu, Kab. Bima, Kab. Sumbawa Barat, Kab. Lombok Utara, Kota Mataram, Kota Bima. Variabel penelitian merupakan karakteristik kemiskinan meliputi Jumlah Penduduk Miskin (𝑋1), Angka Melek Huruf Penduduk Miskin (𝑋2), Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Miskin (𝑋3), Penduduk miskin yang tidak bekerja (𝑋4), Penduduk miskin yang bekerja di sektor Informal
(𝑋5), Penduduk miskin yang bekerja di sektor formal (𝑋6), Penduduk miskin yang bekerja di
sektor pertanian (𝑋7), Penduduk bekerja di bukan sektor pertanian (𝑋8), Pengeluaran perkapita untuk makanan (𝑋9), Luas lantai perkapita rumah tangga miskin (𝑋10).
Prosedur Penelitian
interpretasi hasil Biplot yaitu memberikan gambaran atau penjelasan secara deskriptif mengenai kedekatan antar objek yang diamati, keragaman variabel, hubungan atau korelasi antar variabel, dan nilai variabel pada suatu objek. Berdasarkan hasil interpretasi akan ditarik kesimpulan mengenai analisis Biplot terhadap posisi kabupaten/kota terhadap karakteristik yang dimilikinya serta karakteristik kemiskinan mana saja yang paling dominan di suatu kabupaten/kota di provinsi NTB.
Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan teknik analisis Biplot. Prosedur analisis biplot meliputi menentukan matriks data yang dikoreksi terhadap rata-rata (𝒀), menentukan matriks 𝒀𝑻𝒀, menentukan nilai eigen dan vektor eigen, mencari Singular Value Decomposition (SVD) yaitu mendapatkan matriks U, L dan A, menentukan matriks koordinat dengan 𝛼yang digunakan berkisar pada 0≤ 𝛼 ≤1. Namun nilai 𝛼yang lazim digunakan dalah 𝛼= 1; 𝛼0.5; dan
𝛼0 (Nugroho, 2008). Menentukan matriks G(objek) dan H(variabel) terpilih berdasarkan
𝒀 ≅ 𝑮𝑯𝑻, menggambar grafik menggunakan program, interpretasi hasil dan kesimpulan. Analisis Biplot bertujuan menggambarkan suatu matriks dengan menumpang tindihkan vektor-vektor baris dengan vektor-vektor kolom matriks. Analisis Biplot didasarkan pada penguraian nilai-nilai singular (Singular Value Decomposition) dari suatu matriks data yang telah dikoreksi oleh rataanya. Biplot dibentuk dari suatu matriks data, dimana setiap kolom mewakili variabel-variabel penelitian, dan setiap baris mewakili objek penelitian.
Misalkan matriks Xadalah matriks yang terdiri dari variabel-variabel sebanyak p dan objek penelitian sebanyak n. Misalkan matriks Y merupakan hasil dari matriks X yang dikoreksi terhadap rataannya, maka akan diuraikan menjadi perkalian tiga buah matriks berikut:
𝒀(𝒏×𝒑)=𝑼(𝒏×𝒓)𝑳𝒓×𝒓𝑨 𝒓𝑻×𝒑 (1)
Matriks 𝑳 merupakan nilai singular 𝒀 dengan unsur-unsur diagonalnya akar kuadrat
dari nilai eigen𝒀𝑻𝒀, sedangkan matriks 𝑼diperoleh dari 𝑼=𝒀𝑨𝑳−𝟏. Sehingga 𝑼𝑻𝑼=𝑨𝑻𝑨=
𝑰, I adalah matriks identitas dan L adalah matriks diagonal berukuran (rxr) dengan unsur-unsur diagonalnya adalah akar dari nilai eigen–nilai eigen tak nol 𝒀𝑻𝒀 yaitu 𝜆𝟏 ≥ 𝜆𝟐 … ≥
𝜆𝒓(Menurut Matjik dan Sumertajaya, 2011)).
Menurut Joellife (1986) dalam Matjik dan Sumertajaya, 2011, dari matriks Y akan
dibentuk matriks G dan H, dimana 𝑮=𝑼𝑳𝜶 dan𝑯𝑻= 𝑳𝟏−𝜶𝑨𝑻 dengan 𝛼 besarnya 0≤ 𝛼 ≤ 1, yang masing-masing berukuran 𝑛 ×𝑟 dan 𝑟×𝑝maka persamaan (1) menjadi:
𝒀=𝑼𝑳𝜶𝑳𝟏−𝜶𝑨𝑻=𝑮𝑯𝑻 (2)
maka vektor baris 𝒈𝒊dan vektor 𝒉𝒋akan digambarkan dalam dimensi dua. Namun, jika Y
mempunyai rank lebih dari dua maka persamaan di atas menjadi :
𝒚𝒊𝒋= 𝒖𝒊𝒌𝝀𝒌
Jika ada sebanyak m kolom yang ditentukan, maka persamaan (2) menjadi;
𝒚
Persamaan di atas dapat dibentuk sebagai berikut :
𝒚𝒊𝒋 persamaan (5) maka dikatakan sebagai Biplot, sehingga dapat dibentuk menjadi :
𝒚𝒊𝒋 =
𝟐 𝒈𝒊∗𝑻𝒉𝒋∗ (6)
Dengan 𝟐𝒚𝒊𝒋 merupakan elemen matriks Yberdimensi dua, sedangkan 𝒈𝒊∗mengandung elemen
dua kolom pertama vektor 𝒈𝒊, dan𝒉𝒊∗mengandung dua kolom pertama vektor 𝒉𝒋. Sehingga dari matriks Y pada dimensi dua diperoleh matriks dengan ukuran tereduksi yaitu matriks Gdan H sebagai berikut (Johnson danWichern, 2002) :
𝑮= titik koordinat dari p variabel.
Rencer (2002), mengemukakan ukuran Biplot dengan pendekatan matriks Y berdimensi dua dalam bentuk :
𝑝2 =(𝜆1+ 𝜆2)
𝜆𝑘 𝑟
Dengan 𝜆1 adalah nilai eigen terbesar pertama, 𝜆2 adalah nilai eigen terbesar kedua dan
𝜆𝑘,𝑘 = 1,2,…,𝑟 adalah nilai eigen ke-k. Apabila nilai 𝑝2 mendekati satu, maka Biplot memberikan penyajian yang semakin baik mengenai informasi data yang sebenarnya.
Biplot mempunyai beberapa tipe. Perbedaan tipe ini berdasarkan pada nilai 𝛼yang
digunakan. Nilai 𝛼yang digunakan dalam Biplot adalah 0≤ 𝛼 ≤1. Namun nilai 𝛼yang lazim
digunakan dalah 𝛼= 1; 𝛼0.5; dan 𝛼0 (Nugroho, 2008).
1) Biplot dengan 𝛼1 disebut juga dengan Biplot komponen utama. Jika 𝛼 yang
digunakan adalah 𝛼= 1 maka Biplot yang dibentuk disebut Biplot RMP (Row Metric Preserving). Biplot RMP ini digunakan untuk menduga jarak Euclid secara optimal. Sehingga Biplot untuk 𝛼= 1 diperoleh:
𝑮=𝑼𝑳𝟏 =𝑼𝑳dan 𝑯=𝑨𝑳𝟏−𝟏=𝑨 (8)
Pada kondisi ini jarak Euclid antara 𝑔𝑖 dan 𝑔𝑗 sama dengan jarak antara 𝑦𝑖 dan 𝑦𝑗 pada
pengamatan sesungguhnya. Selain itu koordinat 𝑗𝑇 merupakan koefisien variabel ke-j dalam dua komponen utama pertama.
2) Nilai 𝛼lain yang digunakan dalam pembuatan Biplot yaitu 𝛼= 0.5. Untuk nilai 𝛼ini, Biplot yang dibentuk disebut Biplot Simetri atau Biplot SQRT (Square Root Biplot).. Biplot untuk 𝛼= 0.5 diperoleh:
𝑮=𝑼𝑳𝟎,𝟓dan 𝑯=𝑨𝑳𝟏−𝟎,𝟓 =𝑨𝑳𝟎,𝟓 (9)
3) Jika 𝛼yang digunakan adalah 𝛼0, maka akan terbentuk tipe Biplot yang disebut Biplot CMP (Column Metric Preserving).
Saat 𝛼= 0 diperoleh matriks G dan H sebagai berikut
diperoleh𝑮=𝑼𝑳𝟎=𝑼 dan 𝑯=𝑨𝑳𝟏−𝟎=𝑨𝑳 (10)
sehingga terbentuk 𝒀𝑻𝒀= 𝑮𝑯𝑻 𝑻(𝑮𝑯𝑻)
= 𝑯𝑮𝑻 (𝑮𝑯)𝑻
=𝑯𝑮𝑻𝑮𝑯𝑻
=𝑯𝑼𝑻𝑼𝑯𝑻
=𝑯𝑯𝑻 (11) Matriks U merupakan matriks orthonormal dan 𝒀𝑻𝒀= 𝑛 −1 𝑺dengan n merupakan
banyaknya objek serta Smerupakan matriks varian kovarian dari matriks Y, sehingga 𝑯𝑻=
𝑛 −1 𝑺 .Hasil kali elemen 𝑗𝑘𝑇 akan sama dengan (𝑛 −1) kali kovarian 𝑠𝑗𝑘 variabel ke-j dan variabel ke-k. Elemen diagonal utama matriks 𝑯𝑯𝑻, 112 +212 ,… ,𝑗21+𝑗22,… ,𝑝21+𝑝22 merupakan variansi dari variabel. Sedangkan 𝑗21+𝑗22,𝑗= 1,2, . . ,𝑝 merupakan panjang vektor
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi data penelitian
Gambaran data penelitian di tampilkan pada tabel Deskriptif Statistik berikut.
Tabel 1. Deskriptif Statistik
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
Penduduk Miskin (X1) 10 11.69 39.27 19.9220 7.46983 55.798
AMH (X2) 10 72.57 91.63 84.3240 6.12581 37.526
APS (X3) 10 92.58 100.00 96.3380 2.54088 6.456
Tidak Bekerja (X4) 10 31.22 47.67 37.2530 5.46294 29.844
Bekerja Informal (X5) 10 36.38 68.34 54.7690 9.49724 90.197
Bekerja Formal (X6) 10 .45 15.95 7.9810 4.85856 23.606
Bekerja Sektor Pertanian (X7) 10 1.78 55.85 39.6360 16.41475 269.444
Bekerja Bukan Pertanian (X8) 10 12.40 50.54 23.1140 11.71297 137.194
Pengeluaran Makanan (X9) 10 59.69 73.21 67.2390 4.13745 17.118
Luas Lantai (X10) 10 41.12 79.19 59.3520 12.71368 161.638
Valid N (listwise) 10
Pada tabel 1 terlihat Gambaran karakteristik kemiskinan di provinsi NTB, rata-rata penduduk miskin di 10 kabupaten tersebut sebesar 19.92%, dengan rata-rata angka melek huruf 84.32%, rata-rata angka partisipasi sekolah yang tinggi oleh penduduk miskin sebesar 96.33% yang berarti semangat penduduk miskin untuk bersekolah sangat tinggi. Persentase penduduk miskin yang tidak bekerja 37.25%, rata-rata penduduk miskin yang bekerja di sektor informal 54.77%, sedangkan yang bekerja di sektor formal masih sangat kecil yaitu 7.98%. Penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian 39.64% lebih tinggi daripada penduduk miskin yang bekerja di bukan sektor pertanian sebesar 23.11%. Rata-rata pengeluaran perkapita untuk makanan rumah tangga miskin sebesar 67.24%. Pengeluaran perkapita adalah rata-rata pengeluaran makanan rumah tangga dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga yang bersangkutan. Rata-rata luas lantai rumah tangga miskin di provinsi NTB sebesar 59.35%, dengan luas lantai setiap rumah tangga lebih kecil dari 8m2 ≤8𝑚2 .
Hasil Analisis Biplot
a. Hasil grafik Biplot untuk 𝛼 = 0.5 ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Gambar 1. Pemetaan Biplot data karakteristik kemiskinan di provinsi NTB
Pada penelitian ini dihasilkan grafik biplot dengan 𝛼 = 0.5. Alasan terpilihnya biplot dengan 𝛼 = 0.5 yaitu karena hasil kali matriks koordinat Objek (G) dan matriks koordinat
variabel (H) sama dengan elemen-elemen pada matriks data awal 𝒀 ≅ 𝑮𝑯𝑻.Sehingga biplot dalam penelitian ini merupakan Square Root Biplot (SQRT) atau Biplot Simetri. Biplot Simetri merupakan tipe Biplot yang membuat kesamaan penskalaan atau pembobotan pada baris dan kolom secara bersamaan, sehingga digunakan untuk menggambarkan gabungan vektor objek yaitu kabupaten/kota serta variabel yang merupakan karakteristik kemiskinan secara bersamaan dalam satu plot (grafik).
b. Interpretasi Informasi Biplot
Biplot adalah upaya membuat gambar di ruang berdimensi banyak menjadi gambar di ruang dimensi dua. Informasi data yang disajikan dalam Biplot ditentukan berdasarkan nilai 𝑝2,semakin mendekati nilai satu berarti Biplot yang diperoleh dari matriks pendekatan
sehingga diperoleh nilai 𝑝2 sebesar 84.59%. Nilai 𝑝2 mendekati satu, maka Biplot dalam penelitian ini memberikan penyajian yang cukup baik mengenai informasi dari data yang sebenarnya.
c. Kedekatan Antar Objek (Kabupaten/kota)
Informasi ini dijadikan panduan untuk mengetahui kabupaten/kota yang memiliki kemiripan karakteristik kemiskinan dengan kabupaten/kota lainnya. Kabupaten/kota yang berada pada kuadran yang sama dapat dikatakan memiki kesamaan karakteristik kemiskinan yang cukup dekat, jika dibandingkan dengan kabupaten/kota yang berada pada kuadran yang berbeda. Pada gambar 1. terlihat kabupaten/kota yang berada pada kuadran yang sama yaitu kuadran keempat, diantaranya Kota Bima dan Kota Mataram. Dapat dikatakan bahwa kedua kota tersebut memiliki kesamaan karakteristik kemiskinan. Selain itu juga dapat ditentukan melalui jarak Euclidean, dari plot yang dihasilkan dapat ditentukan jarak Kota Bima dan Kota Mataram sebesar 4.037, yang berarti kota kabupaten tersebut memiliki kemiripan karakteristik kemiskinan. Interpretasi yang sama juga berlaku untuk kabupaten/kota lainnya.
d. Interpretasi Nilai Variabel Pada Suatu Objek
Informasi ini digunakan untuk menentukan karakteristik kemiskinan di setiap wilayah (kabupaten/kota). Suatu wilayah yang terletak searah dengan vektor karakteristik kemiskinan menunjukkan tingginya nilai karakteristik kemiskinan untuk wilayah tersebut. Atau dapat interpretasikan bahwa karakteristik kemiskinan untuk wilayah tersebut mempunyai nilai di atas rata-rata seluruh kabupaten/kota. Sebaliknya, jika suatu wilayah terletak berlawanan arah dengan vektor karakteristik kemiskinan maka nilai karakteristik kemiskinannya rendah atau di bawah nilai rata-rata seluruh kabupaten/kota. Sedangkan jika wilayah yang hampir berada di tengah-tengah berarti wilayah tersebut memiliki nilai karakteristik kemiskinan yang dekat dengan rata-rata.
Pada gambar 1, terlihat bahwa Kabupaten Lombok Barat searah dengan arah vektor variabel (𝑋10). Sesuai dengan data asli, dimana luas lantai perkapita rumah tangga miskin (𝑋10) di Kabupaten Lombok Barat sebesar 79.19% di atas rata-rata keseluruhan yakni 59.35%. Contoh lainnya pada Kabupaten Lombok Utara yang searah dengan vektor 𝑋1, hal ini
menyatakan jumlah penduduk miskin di kabupaten tersebut sebesar 39.27% berada di atas rata-rata yakni sebesar 19.92%. Contoh lainnya pada Kabupaten Lombok Tengah yang searah dengan vektor 𝑋5, hal ini menandakan bahwa penduduk miskin yang bekerja di sektor informal
pada kabupaten Lombok Tengah sebesar 68.34% berada di atas rata-rata keseluruhan yaitu 54.77%. Sedangkan variabel 𝑋6 berlawanan arah dengan kabupaten Lombok Tengah yang
Mataram yang searah dengan vektor variabel 𝑋8 dan berlawan arah dengan vektor variabel 𝑋7. Hal ini menandakan penduduk miskin yang bekerja di bukan sektor pertanian (𝑋8) sebesar 50.54% berada di atas rata-rata yakni 23.11%. Sedangkan penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian (𝑋7) sebesar 1.78% berada di bawah rata-rata yakni 39.64%. Interpretasi yang sama juga berlaku untuk kabupaten/kota dan karakteristik kemiskinan lainnya.
e. Keragaman Variabel (Karakteristik Kemiskinan)
Informasi ini digunakan untuk melihat keragaman karakteristik kemiskinan setiap kabupaten/kota. Dengan informasi ini, bisa diperkirakan pada karakteristik kemiskinan yang mana strategi harus ditingkatkan dalam rangka menurunkan angka kemiskinan, dan juga sebaliknya. Dalam Biplot nantinya komponen-komponen dengan keragaman yang kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek sedangkan komponen-komponen dengan keragaman yang besar digambarkan sebagai vektor yang panjang.
Pada gambar 1 terlihat bahwa vektor terpanjang pada variabel 𝑋7 yaitu penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian, dengan nilai keragaman sebesar 34.162. Sesuai data aslinya penduduk miskin yang bekerja disektor pertanian (𝑋7) untuk kota Mataram sebesar 1.78%, paling kecil di antara 9 kabupaten/kota lainnya. Sedangkan kabupaten Bima menempati urutan ke sepuluh, dengan jumlah penduduk miskin yang bekerja disektor pertanian paling besar yaitu 55.85%. Vektor terpendek ada pada variabel 𝑋3 (angka partisipasi sekolah penduduk miskin), yang berarti keragaman data pada variabel 𝑋3 sebesar 0.232. Ini berarti angka partisipasi sekolah penduduk miskin sangat tinggi. Kota Bima menempati urutan pertama, dengan angka partisipasi sekolah penduduk miskin mencapai 100%, sedangkan yang terendah pada kota Mataram sebesar 92.58%. Hal ini menandakan program pemertintah provinsi NTB untuk meningkatkan angka partisispasi sekolah penduduk miskin sudah berhasil, terlihat dari nilai rata-rata angka partisipasi sekolah di 10 kabupaten/kota mencapai 96.34% (Data Tabel 1). Interpretasi yang sama juga berlaku untuk panjang vektor variabel lainnya. Secara berturut-turut panjang vektor variabel yang menunjukkan keragaman data karakteristik kemiskinan meliputi variabel 𝑋7 (penduduk miskin yang bekerja disektor pertanian) sebesar 34.162, 𝑋10 (Luas lantai perkapita rumah tangga miskin) sebesar 30.230, 𝑋8 (Penduduk miskin bekerja di bukan sektor pertanian) sebesar 17.389, 𝑋5 (Penduduk miskin yang bekerja di sektor informal) sebesar 9.307, 𝑋1 (Penduduk Miskin) sebesar 4.020, 𝑋4 (Penduduk miskin yang tidak bekerja) sebesar 3.146, 𝑋2 (angka melek huruf penduduk miskin) sebesar 3.140, 𝑋9 (Pengeluaran perkapita untuk makanan) sebesar 1.878, 𝑋6 (Penduduk miskin yang bekerja di sektor formal) sebesar 1.661, dan 𝑋3 (angka partisipasi sekolah penduduk miskin) sebesar 0.232.
Korelasi atau hubungan saling mempengaruhi antar karakteristik kemiskinan dapat diinterpretasikan dari penyajian grafik Biplot. Pada grafik Biplot, karakteristik kemiskinan digambarkan sebagai garis berarah. Dua karakteristik yang memiliki korelasi positif akan digambarkan sebagai dua garis dengan arah yang sama sehingga membentuk sudut sempit atau sudut lancip. Sedangkan jika dua buah karakteristik digambarkan sebagai dua garis yang berlawanan maka dikatakan memiliki korelasi negatif, sehingga membentuk sudut lebar atau tumpul. Namun jika dua buah karakteristik digambarkan dalam bentuk garis dengan sudut siku-siku maka dikatakan karakteristik kemiskinan tersebut tidak saling berkorelasi atau berhubungan.
Sudut yang dibentuk antara dua karakteristik kemiskinan merupakan nilai cosinus. Semakin kecil nilai cosinus yang dibuat antara dua karakteristik kemiskinan maka semakin tinggi korelasinya. Sehingga diperoleh hasil bahwa jumlah penduduk miskin (𝑋1) dan pengeluaran perkapita untuk makanan penduduk miskin (𝑋9)saling mempengaruhi dan berkorelasi positif.
Hal tersebut ditentukan dari sudut yang terbentuk sebesar 18.03°. Semakin banyak jumlah penduduk miskin dalam satu keluarga, maka semakin banyak pengeluaran perkapita untuk makanan yang harus dikeluarkan. Contoh lainya yaitu pada karakteristik penduduk miskin yang bekerja di sektor informal (𝑋5) berkorelasi negative dengan penduduk miskin yang bekerja di sektor formal (𝑋6), dengan sudut yang terbentuk sebesar 173.84. Semakin banyak jumlah penduduk miskin yang bekerja di sektor informal maka semakin sedikit penduduk miskin yang bekerja di sektor formal. Interpretasi yang sama juga berlaku untuk karakteristik kemiskinan lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut: Analisis Biplot dalam penelitian ini memberikan penyajian yang cukup baik mengenai informasi dari data yang sebenarnya berdasarkan nilai 𝑝2 sebesar 84,59%. Biplot yang terbentuk dalam pada penelitian ini merupakan Square Root Biplot (SQRT) atau Biplot Simetri. Wilayah yang memiliki kesamaan karakteristik kemiskinan ada pada kabupaten Bima dan kabupaten Sumbawa, dengan jarak Euclid terdekat sebesar 0.266. Sedangkan jarak terjauh ada pada kabupaten Lombok Tengah dan kota Mataram, sebesar 9.779. Keragaman karakteristik kemiskinan ditunjukkan dengan panjang vektor, dengan vektor terpanjang pada penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian (𝑋7) dan vektor terpendek pada angka partisipasi sekolah penduduk miskin (𝑋3).
Saran.
menggunakan analisis faktor dan Cluster. Serta saran bagi pemerintah provinsi NTB dari hasil pemetaan ini diharapkan program-program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan lebih tepat sasaran, karena dari plot terlihat beberapa daerah yang memiliki karaktersitik kemiskinan yang sama. Sehingga nantinya diperoleh distribusi kesejahteraan yang merata di setiap kabupaten/kota.
DAFTAR PUSTAKA
Berita Resmi Statistik, 2012. BPS Provinsi NTB. BRS No. 44/07/52/TH.VI , 2 Juli 2012
Johnson, R.A. dan D.W. Wichern, 2002, Applied Multivariate Statistical Analysis, Fifth Edition. Prentice Hall Inc, New Jersey.
Kohler, U. dan Luniak, M. (2005). Data inspection using Biplots. The Stata Journal Vol 5, Number 2, pp. 208–223.
Matjik, A.A., dan Sumertajaya, (2011) I. M., Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan SAS. IPB Press. Dermaga. Bogor.
Nugroho, S., 2008. Statistika Multivariat Terapan. UNIB Press. Bengkulu
PROBABILITAS WAKTU
DELAY
MODEL EPIDEMI
ROUTING
Dyah Wardiyani1, Respatiwulan, Sutanto Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta
1) dyahwardiyani@gmail.com
Abstrak
Model epidemi routing menjelaskan pengiriman paket data pada jaringan mobile melalui analogi pada model epidemi penyebaran penyakit. Analogi didasarkan pada kemiripan proses dan variabel. Pengiriman paket data dapat dilihat berdasarkan banyaknya node yang menerima paket data. Perubahan banyaknyanode yang menerima paket data terhadap waktu dapat dinyatakan dengan persamaan diferensial. Waktu delay merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengirim paket dari satu node ke node yang lain. Setiap pengiriman paket data memiliki waktu delay yang berbeda, sehingga waktu delay dapat dipandang sebagai variabel random yang memiliki fungsi distribusi probabilitas.
Tujuan penelitian ini adalah mengonstruksi model epidemi routing dan menentukan probabilitas waktu delay. Selanjutnya, model epidemi routing dan probabilitas waktu delay diterapkan pada kasus pengiriman informasi pada area militer dan disimulasikan dengan mengambil laju pengiriman paket, 𝛽yang berbeda. Hasil simulasi menunjukkan semakin besar 𝛽maka semakin cepat waktu yang diperlukan agar semua node menerima paket data dan probabilitas kumulatif waktu delay menuju 1.
Kata kunci: delay, epidemi routing, mobile, node, dan probabilitas.
1. Pendahuluan
Model epidemi merupakan model matematika yang dapat menggambarkan pola penyebaran penyakit. Banyak ilmuwan yang meneliti dan memodelkan pola penyebaran penyakit, diantaranya Mc.Kendrick dan Kermack [5]. Pada tahun 1927 Mc.Kendrick dan Kermack berhasil memodelkan pola penyebaran penyakit dalam bentuk deterministik yang sesuai dengan kasus epidemi sebenarnya. Kesesuaian model epidemi dengan kasus epidemi sebenarnya, mengakibatkan banyak dilakukan pengembangan model epidemi. Menurut Isham [4], pengembangan model epidemi dapat dilakukan dengan menambah variabel atau menambah perlakuan. Pengembangan model epidemi juga dapat dilakukan dengan melakukan analogi antara proses penyebaran penyakit dengan proses lain yang memiliki kemiripan proses. Salah satu proses yang mirip dengan penyebaran penyakit adalah proses pengiriman paket data pada
routing (Zhang [10]).
Small [8]dan Sun[9], algoritma store-carry-forward mirip dengan proses penyebaran penyakitpada model susceptible infected (SI ). Pada model SI, individu menularkanpenyakit ke individu lain yang belum terinfeksi. Karena kemiripan proses penyebaranpenyakit dan pengiriman paket data pada routing, maka dapat dilakukananalogi.
Model analogi penyebaran penyakit dan pengiriman paket data pada routing disebut dengan model epidemi routing (Zhang [10]). Model epidemi routing menggambarkan pola pengiriman paket data pada routing berdasarkan banyaknyanode yang menerima paket data tiap waktu. Menurut Zhang [10], padamodel epidemi routing diharapkan mampu mencapai minimum waktu penundaanpengiriman paket data (waktu delay). Waktu delay merupakan selang waktudari pertama kali paket data diterima oleh sebuah node sampai dikirimkan ke nodeyang lain. Pengiriman paket yang satu dengan yang lain memiliki waktu delay yang berbeda, sehingga waktu delay tidak dapat diprediksi dengan pasti. Olehkarena itu waktu delay dapat dipandang sebagai variabel random. Ketidakpastian waktu delay dapat dinyatakan dalam fungsi distribusi kumulatif waktu delay.Sehingga pada penelitian ini akan dikonstruksi ulang model epidemi routing danprobabilitas waktu delay.
2. Model Epidemi Routing
Model epidemi routing merupakan model yang dapat menggambarkan pola pengiriman paket data pada jaringan mobile berdasarkan banyaknya node yang menerima paket data. Menurut Zhang [10], model epidemi routing dapat mudah dikonstruksi dengan menganalogikan pengiriman paket data dan penyebaran penyakit, berdasarkan proses dan variabel yang berpengaruh. Menurut Small [8] dan Sun [9], model epidemi yang sesuai dengan proses pengiriman paket data pada routing adalah model susceptible infected (SI).
Pada model SI, populasi individu dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok individu rentan (𝑆) dan kelompok individu terinfeksi penyakit (𝐼). Individu 𝑆 dapat terinfeksi penyakit dengan laju penularan sebesar b, sehingga banyaknya individu 𝑆 akan berkurang sebesar 𝑏𝑆𝐼 ke individu 𝐼. Individu rentan yang terus berkurang mengakibatkan semua individu akan terinfeksi penyakit.
Karena pengiriman paket data pada routing dapat dianalogikan dengan model SI, asumsi pada model epidemi routing mengacu pada model SI. Berikut adalah asumsi-asumsi konstruksi model epidemi routing.
1. Pengiriman paket data terjadi pada suatu jaringan mobile dengan banyaknya node konstan.
2. Node dalam jaringan mobile tersebut dibagi ke dalam kelompok node tanpa paket dan node yang memiliki paket.
Pada model epidemi routing, node-node dibagi dalam kelompok node tanpa paket data (𝑆) dan kelompok node yang memiliki paket data (𝐼). Node 𝑆dapat terkirimi paket data dengan laju pengiriman paket data sebesar 𝛽, sehingga node 𝑆akan berkurang ke node 𝐼sebesar 𝛽𝑆𝐼. Karena setiap node memiliki kemungkinan yang sama untuk menerimat paket data, banyaknya node kelompok 𝑆berpindah ke kelompok 𝐼sebesar 𝛽𝑆𝐼. Sehingga proses pengiriman dan penerimaan paket data antar node disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Proses pengiriman dan penerimaan paket data antar node
Banyaknya node pada kelompok 𝑆dan 𝐼pada waktu𝑡, masing-masing dinyatakan sebagai 𝑆(𝑡) dan 𝐼(𝑡). Jika banyaknya node dalam jaringan mobile dinyatakan dengan 𝑁maka 𝑆(𝑡) = 𝑁 − 𝐼(𝑡). Dengan demikian perubahan banyaknya node yang menerima paket data terhadap waktu dapat dinyatakan sebagai
𝑑𝐼(𝑡)
𝑑𝑡 =𝛽𝐼 𝑡 𝑁 − 𝐼 𝑡 , (2.1) dengan laju pengiriman paket data 𝛽 > 0.
Model epidemi routing menggambarkan pola pengiriman paket data berdasarkan banyaknya node yang menerima paket data. Persamaan (2.1) menyatakan perubahan banyaknya node yang menerima paket data terhadap waktu. Sehingga persamaan (2.1) perlu diselesaikan untuk mendapatkan banyaknya node yang menerima paket data tiap waktu.
Persamaan (2.1) harus dibentuk ke dalam persamaan diferensial dengan variabel terpisah (Campbell [2]), yaitu
𝑑𝐼(𝑡)
𝐼 𝑡 1−𝐼 𝑡
𝑁
=𝛽𝑁𝑑𝑡 (2.2)
Jika diasumsikan 𝐼(0) = 1 yang berarti mula-mula terdapat sebuah node yang memiliki paket data, maka banyaknya node yang menerima paket data dapat dinyatakan sebagai
𝐼 𝑡 = 𝑁
1 + 𝑁 −1 𝑒−𝛽𝑁𝑡, (2.3)
dengan laju pengiriman paket data 𝛽 > 0.
Jika nilai 𝛽semakin besar maka nilai 𝑒−𝛽𝑁𝑡semakin mendekati 0. Hal ini mengakibatkan banyaknya node yang menerima paket data mendekati 𝑁. Sedangkan jika 𝛽bernilai 0 maka 𝑒−𝛽𝑁𝑡bernilai 1, berakibat hanya terdapat sebuah node yang menerima paket data yaitu node awal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar 𝛽maka banyaknya node yang menerima paket data semakin cepat mendekati N.
Ketika terjadi pengiriman paket data pada jaringan mobile dimungkinkan terdapat waktu penundaan pengiriman paket data atau waktu delay (Groenevelt [3]). Menurut Zhang [10] dan Zhou [11], waktu delay merupakan selang waktu dari pertama kali paket data diterima oleh sebuah node sampai dikirimkan ke node yang lain, 𝑡 <𝑇𝑑 < 𝑡 + 𝛥𝑡dengan 𝛥𝑡kecil. Pengiriman paket yang satu dengan yang lain memiliki waktu delay yang berbeda, sehingga waktu delay tidak dapat diprediksi secara pasti. Oleh karena itu, waktu delay dapat dipandang sebagai variabel random. Ketidakpastian waktu delay dapat dinyatakan dalam fungsi distribusi kumulatif waktu delay. Menurut Zhang [10], fungsi distribusi kumulatif dari 𝑇𝑑,𝑃𝑁(𝑡) =
𝑃𝑟(𝑇𝑑 < 𝑡).
Fungsi distribusi kumulatif 𝑇𝑑sulit diperoleh secara langsung. Menurut Small [8] dan Lin [6] perubahan fungsi distribusi kumulatif 𝑇𝑑untuk 𝛥𝑡kecil dapat dinyatakan dengan
𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡 = lim∆𝑡→0
𝑃𝑁 𝑡+∆𝑡 − 𝑃𝑁 𝑡 ∆𝑡
= lim
∆𝑡→0−
𝑃 𝑇𝑑 >𝑡+∆𝑡 − 𝑃 𝑇𝑑 >𝑡
∆𝑡 . 3.1
Pada persamaan (3.1),
𝑃 𝑇𝑑 >𝑡+∆𝑡 =𝑃(𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘𝑎𝑑𝑎𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦𝑝𝑎𝑑𝑎 [𝑡,𝑡+∆𝑡]|𝑇𝑑 >𝑡)𝑃(𝑇𝑑> 𝑡)
= (1− 𝑃 𝑎𝑑𝑎𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡,𝑡+∆𝑡 𝑇𝑑 >𝑡 )𝑃 𝑇𝑑>𝑡 . (3.2)
Probabilitas waktu delay pada 𝑡,𝑡+∆𝑡 ditentukan berdasarkan durasi delay dan rata-rata banyaknya node yang menerima paket data. Karena waktu delay terdapat pada 𝑡,𝑡+∆𝑡 maka durasi delay sebesar ∆𝑡, sedangkan rata-rata banyaknya node yang menerima paket data sebesar
𝛽𝐼(𝑡). Probabilitas waktu delay pada 𝑡,𝑡+∆𝑡 dinyatakan sebagai
𝑃 𝑎𝑑𝑎𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡,𝑡+∆𝑡 𝑇𝑑 >𝑡 =∆𝑡𝛽𝐼 𝑡 . (3.3)
Persamaan (3.3) disubtitusikan ke persamaan (3.2), sehingga didapatkan
𝑃𝑟 𝑇𝑑 >𝑡+∆𝑡 = 1− ∆𝑡𝛽𝐼 𝑡 𝑃 𝑇𝑑>𝑡 . (3.4)
Selanjutnya, persamaan (3.4) disubstitusikan ke persamaan (3.1), diperoleh
𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡 = lim∆𝑡→0−
[𝑃 𝑇𝑑>𝑡 1− ∆𝑡𝛽𝐼 𝑡 − 𝑃 𝑇𝑑>𝑡
∆𝑡
=𝛽𝐼 𝑡 𝑃 𝑇𝑑>𝑡 .
Karena 𝑃 𝑇𝑑 > 𝑡 = 1− 𝑃(𝑇𝑑 < 𝑡), maka
𝑑𝑃𝑁 𝑡
𝑑𝑡 =𝛽𝐼 𝑡 1− 𝑃𝑁 𝑡 . (3.5)
𝑃𝑁 𝑡 = 1−𝑒𝛽𝑁𝑡 + (𝑁𝑁 −1), (3.6)
dengan laju pengiriman paket data 𝛽 > 0.
Jika nilai 𝛽semakin besar maka nilai 𝑒𝛽𝑁𝑡juga semakin besar tergantung pada 𝑁. Hal ini mengakibatkan probabilitas kumulatif waktu delay semakin mendekati 1. Sedangkan jika
𝛽bernilai 0 maka 𝑒𝛽𝑁𝑡bernilai 1, berakibat probabilitas kumulatif waktu delay bernilai 0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar 𝛽maka probabilitas kumulatif waktu delay semakin cepat mendekati 1.
4. Penerapan Kasus
Pada bagian ini diberikan kasus pengiriman paket data jaringan mobile di area militer. Pada area militer tertentu terdapat 100 node mobile yang dapat mengirimkan paket data dengan laju 0.222 jam/node (Groenevelt [3]). Semua node dalam jaringan mobile tersebut diharapkan dapat menerima paket data dengan terdapat sebuah sumber atau node awal yang memiliki paket data. Banyaknya node pada waktu t pada jaringan mobile di area militer tersebut dapat dinyatakan dengan
𝐼 𝑡 = 100
1 + 99𝑒−22.2𝑡. (4.1) Pada model epidemi routing juga diharapkan mampu mencapai minimum waktu penundaan pengiriman paket data (delay).Pengiriman paket yang satu dengan yang lain memiliki waktu delay yang berbeda, sehingga waktu delay tidak dapat diprediksi dengan pasti. Oleh karena itu waktu delay dapat dipandang sebagai variabel random. Ketidakpastian waktu delay dapat dinyatakan dalam fungsi distribusi kumulatif waktu delay. Fungsi distribusi kumulatif waktu delay pada jaringan mobile dalam area militer tersebut adalah
𝑃𝑁 𝑡 = 1−
100
𝑒22.2𝑡+ 99. (4.2) Persamaan (4.1) dan persamaan (4.2) yang menyatakan banyaknya node yang menerima paket data dan probabilitas kumulatif waktu delay dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 (𝑎) menunjukan bahwa pada waktu 0.87 jam semua node dalam jaringan
Gambar 2. (a) Banyaknya node yang menerima paket data dan (b) probabilitas waktu delay Pengaruh laju pengiriman paket data 𝛽terhadap pola pengiriman paket data dan probabilitas waktu delay dalam jaringan mobile dapat diperjelas dengan simulasi. Simulasi pola pengiriman paket data dan probabilitas waktu delay untuk 𝛽= 0.15, 𝛽= 0.222, 档𝑎𝑛𝛽= 0.9
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. (𝑎) Banyaknya node yang menerima paket data dan (b) probabilitas waktu delay dengan 𝛽= 0.15, 𝛽= 0.222, 𝑑𝑎𝑛𝛽 = 0.9
Gambar 3 (𝑎) menunjukan bahwa untuk 𝛽= 0.15 semua node dalam jaringan mobile dapat menerima paket data dalam waktu 1.28 jam, untuk 𝛽= 0.222 memerlukan waktu 0.87
jam, dan 𝛽= 0.9 memerlukan waktu 0.22 jam. Sedangkan dari Gambar 3 (𝑏) terlihat bahwa untuk 𝛽= 0.15 probabilitas waktu delay menuju 1 setelah 1.28 jam, untuk𝛽= 0.222 setelah
5. Kesimpulan
Model epidemi routing pada jaringan mobile dinyatakan sebagai
𝐼 𝑡 = 𝑁
1 + 𝑁 −1 𝑒−𝛽𝑁𝑡 ,
dengan syarat terdapat satu node awal yang memiliki paket data, sedangkan probabilitas kumulatifwaktu delay pada model epidemi routing yaitu
𝑃𝑁 𝑡 = 1−𝑒𝛽𝑁𝑡 + (𝑁𝑁 −1),
dengan probabilitas waktu delay mula-mula 0, laju pengiriman paket data 𝛽> 0 dan banyaknya node dalam jaringan N. Simulasi menunjukan semakin besar laju pengiriman paket data (𝛽) maka semakin cepat waktu yang diperlukan agar semua node menerima paket data dan
probabilitas waktu delay juga semakin cepat menuju 1.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Andrew S.T., Computer Networks, Pearson Education, Inc., Amsterdam, 2003.
[2] Campbell,L. Stephen, An Introduction to Differential Equations and Their Application, second ed., Wadswordh, Inc, California, USA, 1990.
[3] Groenevelt, R., P. Nain, and G. Koole, The Message Delay in Mobile Ad Hoc Network, Perform (2005), no. 62, 210-228.
[4] Isham, V., Stochastic Models for Epidemics, Research Report 263, Department of Statistical Science, University College London, 2004.
[5] Kermack,W.O. and A. G. McKendrick, A Contribution to The Mathematical Theory ofEpidemics, Proceedings of the Royal Society of London Series A 115(1927), 700-721. [6] Lin, Y., B. Li, B. Liang, Stochastic Analysis of Network Coding in Epidemic Routing, ACN
MobiOpp (2007).
[7] Liu, J., X. Jiang, H. Nishiyama, and N. Kato, General Model for Store-Carry-ForwardRouting Schemes with Multicast in Delay Tolerant Networks, IEEE (2011), 494-500.
[8] Small, T., and Z.J. Haas, The Shared Wireless Infostation Model-A New Ad Hoc NetworkingParadigm, MobiHoc, Maryland, USA (2003), 233-244.
[9] Sun,L., Epidemic Content Distribution in Mobile Networks, Master of science thesis, KTH Royal Institute of Technology, Stockholm, Swedia, Februari 2013.
[10]Zhang, E., G. Neglia, J. Kurose, and D. Towsley, Performance Modeling of EpidemicRouting, Tech. Report 44, UMass Computer Science, 2005.