• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi 2.1.1. Pengertian Evaluasi - Evaluasi Pelaksanaan Program Beras Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Kisaran Baru Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi 2.1.1. Pengertian Evaluasi - Evaluasi Pelaksanaan Program Beras Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Kisaran Baru Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi

2.1.1. Pengertian Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily, 2000 : 220). Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur secara obyektif terhadap pencapaian hasil yang telah dirancang dari suatu aktifitas atau program yang telah dilaksanakan sebelumnya, yang mana hasil penilaian yang dilakukan menjadi umpan balik bagi aktifitas perencanaan baru yang akan dilakukan berkenaan dengan aktifitas yang sama di masa depan (Yusuf dalam Siagian dan Agus, 2010 : 116).

Selanjutnya H. Weis (dalam Jones, 2001) mengemukakan, evaluasi adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk menimbang manfaat atau efektifitas suatu program melalui indikator yang khusus, teknik pengukuran, metode analisis, dan bentuk perencanaan (Siagian dan Agus, 2010 : 117).

(2)

yang akan dilakukan. Jadi evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula.

2.1.2. Fungsi Evaluasi

Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan antara lain :

1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai.

2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.

3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya Kinerja Kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebi-jakan. Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain (Dunn, 1999 : 609).

(3)

Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. Beberapa istilah yang serupa dengan evaluasi itu, yang intinya masih mencakup evaluasi, yaitu di antaranya:

1. Measurement, pengukuran diartikan sebagai proses kegiatan untuk menentukan luas atau kuantitas sesuatu untuk mendapatkan informasi atau data berupa skor mengenai prestasi yang telah dicapai siswa pada periode tertentu dengan menggunakan berbagai tekhnik dan alat ukur yang relevan. 2. Tes, secara harfiah diartikan suatu alat ukur berupa sederetan pertanyaan atau

latihan yang digunakan untuk mengukur kemampuan, tingkah laku, potensi, prestasi sebagai hasil pembelajaran.

3. Assessment, suatu proses pengumpulan data dan pengolahan data tersebut menjadi suatu bentuk yang dapat dijelaskan. (Dunn dalam Suharto, 2008 : 8).

2.1.3. Proses Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi terdiri dari dua tahap : 1. Pra Kegiatan

Pertama-tama evaluasi dilakukan baik oleh individu maupun team, penting untuk mengetahui atau menyelidiki perubahan-perubahan, kebijaksanaan-kebijaksanaan dan arah prioritas sebelum saat itu dan dimasa mendatang untuk mengetahui apakah program yang sedang dievaluasi tersebut masih relevan dan diperlukan.

2. Kegiatan Evaluasi

(4)

a. Semua tugas dan tanggung jawab pemberi tugas dan pemberi tugas harus jelas.

b. Pengertian dan konotasi yang tersirat dalam evaluasi yaitu mencari kesalahan harus dihindari.

c. Kegiatan evaluasi dimaksudkan disini adalah membandingkan rencana dengan pelaksanaan dengan melakukan pengukuran-pengukuran kwantitatif /kualitatif totalitas program secara teknis.

d. Team yang melakukan evaluasi adalah pemberi saran/nasehat kepada manajemen, sedangkan pendayagunaan saran/nasehat tersebut serta pembuat keputusan atas dasar nasehat/saran-saran tersebut berada ditangan manajemen program.

e. Dalam proses pengambilan keputusan yang telah didasarkan atas data-data/penemuan teknis perlu dikonsultasikan sebaik mungkin karena menyangkut kelanjutan program.

f. Hendaknya hubungan dan proses selalu didasari oleh suasana konstruktif dan obyektif serta menghindari analisa-analisa subyektif (Firman, 1990 : 59).

2.1.4. Tahapan Evaluasi

untuk kepentingan praktis, ruang lingkup evaluasi secara sederhana dapat dibedakan atas 4 kelompok (Azwar,1996: 12) yakni:

(5)

2. Penilaian terhadap proses (process) yaitu penilaian yang lebih dititikberatkan pada pelaksanaan program, apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Proses yang dimaksud disini mencakup semua tahap administrasi, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, dan aspek pelaksanaan program.

3. Penilaian terhadap keluaran (output) yaitu penilaian yang dapat dicapai dari pelaksanaan suatu program.

4. Penilaian terhadap dampak (impact) yaitu penilaian yang mencakup pengaruh yang ditimbulkan dari pelaksanaan suatu program.

2.2. Program

(6)

2.2.1. Evaluasi Program

Evaluasi program merupakan suatu langkah, yaitu awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Jika ditinjau dari aspek tingkat pelaksanaannya, secara umum evaluasi terhadap suatu program dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu :

1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, di dalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan.

3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan, yaitu menganalisis hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang sebelumnya ditetapkan (Siagian dan Agus, 2010 : 118).

2.3. Kebijakan

2.3.1. Pengertian Kebijakkan

(7)

tujuan, kontrak penjaminan dan pernyataan tertulis baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, partai politik, dan lain-lain. Dengan demikian siapapun dapat terkait dalam suatu kebijakkan

Tuntutan-tuntutan kebijakan adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. Keputusan kebijakan dipengertiankan sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik. Sedangkan pernyataan-pernyataan kebijakan adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan publik. Hasil-hasil kebijakan lebih merujuk pada manifestasi nyata dari kebijakan, yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan. Adapun dampak-dampak kebijakan lebih merujuk pada akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah.

2.3.2. Tahap-tahap Kebijakan

Dalam pembuatan kebijakan terdapat tahap-tahap yang harus dilewati agar suatu kebijakan dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik. Kebijakan yang dimunculkan sebagai sebuah keputusan terlebih dahulu melewati beberapa tahap penting. Tahap-tahap penting tersebut sangat diperlukan sebagai upaya melahirkan kebijakan yang baik dan dapat diterima sebagai sebuah keputusan. Tahap-tahap dalam kebijakan tersebut yaitu:

1. Formulasi kebijakan

(8)

berbagai masalah yang ada tersebut ditentukan masalah mana yang merupakan masalah yang benar-benar layak dijadikan fokus pembahasan. 2. Adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada akhirnya akan diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk digunakan sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Tahap ini sering disebut juga dengan tahap legitimasi kebijakan (policy legitimation) yaitu kebijakan yang telah mendapatkan legitimasi. Masalah yang telah dijadikan sebagai fokus pembahasan memperoleh solusi pemecahan berupa kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan.

3. Implementasi kebijakan

Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan. Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak serta merta berhasil dalam implementasi. Dalam rangka mengupayakan keberhasilan dalam implementasi kebijakan, maka kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin.

4. Evaluasi kebijakan

(9)

hasil yang diinginkan. Pada tahap ini, penilaian tidak hanya menilai implementasi dari kebijakan. Namun lebih jauh, penilaian ini akan menentukan perubahan terhadap kebijakan. Suatu kebijakan dapat tetap seperti semula, diubah atau dihilangkan sama sekali.

2.3.3. Analisis Kebijakkan

Analisis kebijakan merupakan penelitian sosial terapan yang secara sistematis disusun dalam rangka mengetahui substansi dari kebijakan agar dapat diketahui secara jelas informasi mengenai masalah-masalah yang dijawab oleh kebijakan dan masalah-masalah yang mungkin timbul sebagai akibat dari penerapan kebijakan. Ruang lingkup dan metode analisis kebijakan umumnya bersifat deskriptif dan faktual mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat suatu kebijakan. Penelitian kebijakan sedapat mungkin melihat berbagai aspek dari kebijakan agar dapat menghasilkan informasi yang lengkap. Informasi mengenai masalah-masalah yang dijawab oleh kebijakan serta masalah-masalah yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan menjadi fokus dari analisis kebijakan.

(10)

Rekomendasi yang dihasilkan dari proses penelitian kebijakan dapat berupa dukungan penuh terhadap kebijakan, kritik dan saran mengenai bagian mana dari kebijakan yang perlu diperbaiki, atau dapat juga berupa rekomendasi agar kebijakan tidak lagi diterapkan. Karakteristik dari penelitian kebijakan secara terperinci dijelaskan oleh Allen D. Putt dan J. Fred Springer. Mereka menyatakan bahwa penelitian kebijakan dicirikan sebagai penelitian yang terfokus pada manusia, plural, multi-perspektif, sistematis, berhubungan dengan keputusan, dan kreatif.

Penelitian mengenai kebijakan berkaitan erat dengan manusia dan permasalahannya. Hasil yang ingin dicapai dari penelitian kebijakan yaitu mengenai informasi yang diformulasikan dalam bentuk rekomendasi dalam rangka pemecahan masalah yang terkait dengan kebijakan. Karakteristik plural dari penelitian kebijakan berasal dari hubungan penelitian dengan manusia. Penelitian kebijakan tidak dapat dipisahkan dari konflik nilai dan kepentingan terdapat dari interaksi manusia.

Karakteristik yang plural meniscayakan adanya pendekatan penelitian yang juga plural, dalam arti multi-perspektif. Informasi yang diformulasikan dalam bentuk rekomendasi sebagai hasil yang ingin dicapai oleh penelitian kebijakan mengharuskan adanya pendekatan yang menyeluruh sehingga informasi yang dihasilkan juga dapat berupa rekomendasi yang sesuai dengan kondisi yang ada. Sebagai sebuah penelitian, penelitian kebijakan harus secara sistematis disusun berdasarkan prosedur penelitian sebagai upaya untuk memperoleh informasi terkait dengan kebijakan.

(11)

Informasi yang berkaitan dengan kebijakan berupa masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia, yaitu: definisi, prediksi, preskripsi, deskripsi dan evaluasi. Masing-masing dari informasi kebijakan berkaitan dengan prosedur kebijakan.

Analisis kebijakan dapat dilaksanakan dengan beberapa bentuk. Menurut Dunn terdapat tiga bentuk analisis kebijakan, yaitu:

1. analisis kebijakan prospektif

analisis kebijakan prospektif adalah analisis kebijakan yang mengarahkan kajiannya pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan sebelum suatu kebijakan diterapkan. Model ini dapat disebut sebagai model prediktif.

2. analisis kebijakan retrospektif

analisis kebijakan retrospektif adalah analisis kebijakan yang dilakukan terhadap akibat-akibat kebijakan setelah suatu kebijakan diimplementasikan. Model ini biasanya disebut sebagai model evaluatif. 3. analisis kebijakan integratif

(12)

dengan memadukan antara analisis kebijakan prospektif dan analisis kebijakan retrospektif.

Pada umumnya, analisis kebijakan memfokuskan kajiannya pada tiga hal. Ketiga fokus tersebut merupakan pijakan yang dipedomani dalam melakukan analisis kebijakan. Tiga fokus tersebut, yaitu:

1. Definisi masalah sosial 2. Implementasi kebijakan 3. Akibat-akibat kebijakan

Dengan memfokuskan kajian pada ketiga hal diatas, proses analisis kebijakan akan berusaha mendefinisikan secara jelas permasalahan yang akan menjadi fokus kajian untuk ditanggulangi oleh kebijakan. Setelah masalah yang menjadi fokus kajian analisis kebijakan ditentukan, analisis kebijakan bertugas menentukan kebijakan yang sesuai dengan masalah sehingga masalah dapat dipecahkan dengan baik.

Kebijakan yang telah ditetapkan dan diimplementasikan tentu menghasilkan konsekuensi dalam bentuk akibat-akibat. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa akibat positif dan atau akibat negatif. Untuk itulah, analisis kebijakan mengupayakan upaya prediktif dengan meramalkan akibat yang dapat ditimbulkan sebelum kebijakan diimplementasikan dan atau sesudah kebijakan diimplementasikan.

(13)

runtut dan sistematis dalam rangka mendukung kebijakan yang bertujuan untuk mengatasi masalah (http://fuadinotkamal.wordpress.com/2012/03/24/kebijakan-dan-analisis-kebijakan/ diakses pada tanggal 29 mei 2013 pukul 23.11 WIB).

2.4. Kemiskinan

2.4.1. Pengertian Kemiskinan

Untuk memahami masalah kemiskinan kita perlu memandang kemiskinan itu dari dua aspek, yakni kemiskinan sebagai suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok orang hidup dibawah atau lenih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia (Siagian, 2012 : 2:3).

Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makan dan non makan, yang disebut dengan garis kemiskinan (Poverty Line) atau batas kemiskinan (Poverty Threshold). Garis kemiskinan yaitu sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi serta aneka barang dan jasa lainnya. (BPS dan Depsos 2002).

(14)

1. Berdasarkan Kebutuhan Dasar Suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain: pangan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Ketidakmampuan ini akan mengakibatkan rendahnya kemampuan fisik dan mental seseorang, keluarga dan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

2. Berdasarkan Pendapatan. Suatu tingkat pendapatan atau pengeluaran seseorang, keluarga, dan masyarakat berada di bawah ukuran tertentu (garis kemiskinan). Kemiskinan ini terutama disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset seperti lahan, modal, dan kesempatan usaha.

3. Berdasarkan Kemampuan Dasar. Suatu keterbatasan kemampuan dasar seseorang dan keluarga untuk menjalankan fungsi minimal dalam suatu masyarakat. Keterbatasan kemampuan dasar akan menghambat seseorang dan keluarga dalam menikmati hidup yang lebih sehat, maju dan berumur panjang. Juga memperkecil kesempatan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan masyarakat dan mengurangi kebebasan dalam menentukan pilihan terbaik bagi kehidupan pribadi.

(15)

2.4.2. Aspek-Aspek Kemiskinan

Langkah pertama yang tepat dilakukan dalam upaya memahami kemiskinan secara holistik adalah dengan melakukan kajian tentang aspek-aspek kemiskinan itu sendiri, yaitu :

1. Kemiskinan bersifat multi dimensi. Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep yang multi dimensi berakar dari kondisi kebutuhan manusia yang beranekaragam.

2. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kemajuan atau kemuduran pada salah satu aspek dapat mengakibatkan kemajuan atau kemuduran pada aspek lainnya.

3. Kemiskinan itu adalah fakta yang teukur. Kondisi kehidupan manusia memiliki standar yang akuntabel. Kajian kesehatan memiliki kemampuan untuk mengukur kuantitas kalori yang dibutuhkan manusia untuk dapat hidup secara wajar.

4. Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif. Kondisi desa dan kota itu merupakan penyebab kemiskinan bagi manusia. Dengan demikian pihak yang menderita miskin hanyalah manusia, baik secara individual maupun kelompok dan bukan wilayah (Siagian, 2012: 12-15)

2.4.3. Gejala-Gejala kemiskinan

Salah satu cara dan langkah pemahaman kemiskinan adalah melalui penelurusan gejala-gejala kemiskinan seperti :

(16)

faktor yang digunakan dan bekerja dalam upaya mendapatkan pencaharian itu.

2. Angka ketergantungan penduduk. Secara teoritis memang dikenal banyak sumber pendapatan, seperti hasil usaha atau keuntungan, upah, bunga tabungan dan lain-lain. Angka ketergantungan tentu sangat berbeda pada negara yang surplus dan minus lapangan dan kesempatan kerja. Tingginya angka ketergantungan di Indonesia sangat nyata, dimana bekerja di negara lain saat ini menjadi alternatif. 3. Kekurangan gizi. Pendapatan merupakan unsur yang secara langsung

dapat digunakan sebagai alat memenuhi kebutuhan agar seseorang itu dapat hidup secara layak.

4. Pendidikan yang rendah. Di era modern ini, pendidikan di anggap sebagai sesuatu yang penting. Pendidikan bahkan telah dianggap sebagai indikator utama kedudukan dalam masyarakat (Siagian, 2012: 16-19).

2.4.4. Ciri-Ciri Kemiskinan

Suatu studi menunjukkan ada 5 (lima) ciri-ciri kemiskinana, yaitu :

1. Mereka yang hidup dibawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai, ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya.

(17)

3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat SD, atau hanya tamat SD. Kondisi seperti inilah yang akan berpengaruh terhadap wawasan mereka.

4. Pada umumnya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal bagaikan tertutup rapat.

5. Banyak diantara mereka yang hidup dikota masih berusia muda, tetapi tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai. Sementara itu kota tidak siap menampung gerak urbanisasi dari desa yang makin deras. Artinya, laju investasi diperkotaan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebagai akibat langsung dari derasnya arus urbanisasi (Siagian, 2012: 20-23).

Identik dengan ciri-ciri kemiskinan sebagaimana telah dikemukan, Emil Salim mengemukakan 5 karakteristik kemiskinan, yaitu

1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor-faktoe sendiri. 2. Penduduk miskin pada umumnya juga tidak mempunyai kemungkinan

untuk memperoleh asset produksi jika dengan kekuatan sendiri.

3. Penduduk miskin pada umumnya memliki tingkat pendidikan yang rendah.

4. Banyak diantara penduduk miskin tidak mempunyai fasilitas sehingga hidupnya tidak layak.

(18)

2.4.5. Keluarga Miskin

Menurut Ajit Ghose dan Kcit Griffin bahwa kemiskinan berarti kelaparan, kekurangan gizi, ditambah pakaian dan perubahan yang memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit sekali kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang elementer. Pada dasarnya orang-orang atau penduduk perkotaan yang mengalami kemiskinan menurut Emil Salim (1980) aktor kemiskinan atau mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri :

1. Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi modal, atau keterampilan sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas. 2. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai mengenyam tingkat sekolah

dasar. Waktu mereka tersisa habis untuk mencari nafkah, termasuk anak-anak dari mereka yang miskin tidak dapat menyelesaikan sekolah, karena harus mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik-adiknya di rumah, sehingga secara umum turun-temurun mereka terjerat dalam keterbelakangan di bawah garis kemiskinan ini.

3. Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan (skill) atau pendidikan, sehingga kota di banyak negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi-urbanisasi tersebut.

(19)

Kriteria Rumah Tangga Miskin menurut Badan Pusat Statistika yaitu : 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter per orang. 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu

murahan.

3. Jenis dinding bangunan tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa di plester.

4. Tidak mempunyai fasilitas tempat buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga bukan listrik.

6. Sumber air minum diambil dari sumur/ mata air tidak terlindungi/ sungai/ air hujan.

7. Tidak pernah mengkonsumsi daging/ susu/ ayam per minggu atau hanya dalam satu kali seminggu.

8. Tidak pernah membeli pakaian baru untuk setiap RT dalam setahun atau tidak pernah membeli/hanya satu stel dalam setahun.

9. Makanan dalam sehari untuk setiap RT hanya sekali makan/ dua kali makan dalam sehari.

10.Tidak mampu membayar untuk berobat ke puskesmas/ poliklinik untuk berobat.

11.Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga; Petani dengan luas tanah 0,5 ha/buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan berpendapatan dibawah Rp 600.000/bulan.

(20)

13.Kepemilikan aset/ tabungan tidak punya tabungan/ barang yang mudah dijual minimal Rp 500.000 seperti sepeda motor, emas, ternak, kapal, atau barang modal lainnya.

Adapun yang menjadi karakteristik penduduk miskin menurut LP3S adalah :

1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri. 2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan

kekuatan sendiri.

3. Tingkat pendidikan umumnya rendah.

4. Banyak diantara mereka yang tidak mempunyai fasilitas.

5. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.

6. Makan dua atau sekali tetapi jarang makan telor dan daging (makanan bergizi).

7. Tidak bisa berobat ketika sakit.

8. Memiliki banyak anak atau satu rumah dihuni banyak keluarga atau dipimpin kepala keluarga perempuan.

(21)

ekonominya lemah atau tingkat pendapatannya relatif kurang untuk memenuhi kebutuhan pokok dasar seperti sandang, pangan dan papan.

2.5. Program Beras Untuk Keluarga Miskin

Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyedia beras bersubsidi. Setiap rumah tangga menerima 15 Kg beras setiap bulan dengan harga Rp. 1.000 per kilogram di titik distribusi. Selain itu tujuan Raskin juga memberikan bantuan pangan/ beras kepada keluarga miskin dalam rangka mengatasi masalah kekurangan gizi makro masyarakat guna memenuhi kebutuhan pangan pokoknya penjualan beras pada tingkat harga bersubsidi dengan jumlah yang telah ditentukan.

Tujuan program Raskin berdasarkan Pedum adalah menguangi beban pengeluaran rumah tangga miskin melalui pemberian bantuan pemenuhan sebagiam kebutuhan pangan dalam bentuk beras.

Program Raskin memiliki ciri spesifik yaitu :

1. Tidak disalurkan melalui pasar umum, tetapi penjualan langsung kepada penerima manfaat (bersubsidi).

2. Jumlah beras yang disediakan tidak tergantung pada permintaan pasar, tetapi berdasarkan kepada penerimaan jumlah keluarga penerima manfaat Raskin.

(22)

keluarga miskin didesa/kelurahan yang berhak menerima beras Raskin, yang menjadi penerima manfaat dari program ini adalah :

a. Keluarga Prasejahtera (KPS) alasan ekonomi yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi indikator KPS yang ditetapkan oleh BKKBN, dengan bobot pengkategorian lebih ditentukan pada alasan ekonomi indikator keluarga prasejahtera alasan ekonomi yaitu :

1) Pada umumnya anggota keluarga belum mampu makan dua kali sehari.

2) Anggota keluarga belum memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan berpergian.

3) Bagian lantai yang terluas dari tanah.

b. Keluarga Sejahtera 1 (KS I) alasan ekonomi yaitu keluarga yang belum memenuhi indikator KS I yang dietapkan oleh BKKBN, dengan bobot pengkategorian lebih ditekankan pada alasan ekonomi, indikatornya adalah :

1) Paling kurang seminggu sekali keluarga makan daging/ikan/telur.

2) Setahun terakhir anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru.

3) Luas tanah rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni/jiwa.

2.5.1. Pengelolaan dan Pengorganisasian

(23)

dan pertanggungjawabannya maka dibentuk Tim Koordinasi Raskin di Pusat sampai Kecamatan dan Pelaksana Distribusi Raskin di Desa/Kelurahan/pemerintahan yang setingkat. Penanggung jawab Program Raskin adalah Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Penanggung jawab pelaksanaan Program Raskin di Provinsi adalah Gubernur, di Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota, di Kecamatan adalah Camat dan di Desa/Kelurahan adalah Kepala Desa/Lurah atau Kepala pemerintah yang setingkat.

2.5.1.1. Tim Koordinasi Raskin Pusat

Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat bertanggung jawab atas pelaksanaan Program Raskin Nasional dan membentuk Tim Koordinasi Raskin Pusat.

a. Tugas:

Melakukan koordinasi, sinkronisasi, harmonisasi dan pengendalian dalam perumusan kebijakan, perencanaan, penganggaran, sosialisasi, monitoring dan evaluasi

b. Fungsi:

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin Pusat mempunyai fungsi:

1) Koordinasi perencanaan dan penganggaran Program Raskin. 2) Penetapan Pagu Raskin.

3) Penyusunan Pedoman Umum Penyaluran Raskin. 4) Fasilitasi lintas pelaku dan sosialisasi Program Raskin.

(24)

6) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program Raskin di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

c. Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Pusat :

(25)

2.5.1.2. Tim Koordinasi Raskin Provinsi

Gubernur bertanggung jawab atas pelaksanaan Program Raskin di wilayahnya dan membentuk Tim Koordinasi Raskin Provinsi .

a. Kedudukan.

Tim Koordinasi Raskin Provinsi adalah pelaksana Program Raskin di Provinsi, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur.

b. Tugas

Tim Koordinasi Raskin Provinsi mempunyai tugas melakukan koordinasi perencanaan, anggaran, sosialisasi, pelaksanaan distribusi, monitoring dan evaluasi, menerima pengaduan dari masyarakat serta melaporkan hasilnya kepada Tim Koordinasi Raskin Pusat.

c. Fungsi

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin Provinsi mempunyai fungsi:

1) Koordinasi perencanaan dan penganggaran Program Raskin di Provinsi.

2) Penetapan Pagu Raskin Kabupaten/Kota.

3) Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Penyaluran Raskin.

4) Fasilitasi lintas pelaku dan sosialisasi Program Raskin.

(26)

6) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota.

7) Pelaporan pelaksanaan Raskin kepada Tim Koordinasi Raskin Pusat.

d. Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Provinsi

Tim Koordinasi Raskin Provinsi terdiri dari penanggungjawab, ketua, sekretaris, dan beberapa bidang antara lain: perencanaan, sosialisasi, pelaksanaan penyaluran, monitoring dan evaluasi, serta pengaduan masyarakat, yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur. Tim Koordinasi Raskin Provinsi beranggotakan unsur-unsur instansi terkait di Provinsi antara lain Sekretariat Provinsi, Bappeda, Badan/Dinas/Lembaga yang berwewenang dalam pemberdayaan masyarakat, Dinas Sosial, BPS Provinsi, Badan/Dinas/Kantor yang berwewenang dalam ketahanan pangan, Kantor Perwakilan BPKP dan Divisi Regional/Sub Divisi Regional Perum BULOG, serta lembaga lain sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

2.5.1.3. Tim Koordinasi Kabupaten/Kota

Bupati/Walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan Program Raskin di wilayahnya dan membentuk Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota .

a. Kedudukan

Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota adalah pelaksana Program Raskin di Kabupaten/Kota, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.

b. Tugas

(27)

monitoring dan evaluasi, menerima pengaduan dari masyarakat serta melaporkan hasilnya kepada Tim Koordinasi Raskin Provinsi.

c. Fungs

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota mempunyai fungsi:

1) Perencanaan dan penganggaran Program Raskin di Kabupaten/ Kota.

2) Penetapan Pagu Kecamatan.

3) Pelaksanaan verifikasi data RTS-PM.

4) Penyusunan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyaluran Raskin di Kabupaten/Kota.

5) Fasilitasi lintas pelaku dan sosialisasi Program Raskin di Kabupaten/ Kota.

6) Perencanaan penyaluran Raskin.

7) Penyelesaian administrasi dan HPB Raskin.

8) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan, Desa/Kelurahan.

9) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Raskin Kecamatan dan Pelaksana Distribusi Raskin di Desa/ Kelurahan/Pemerintahan setingkat.

10)Pelaporan pelaksanaan Raskin kepada Tim Koordinasi Raskin Provinsi.

d. Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota

(28)

pelaksanaan penyaluran, monitoring dan evaluasi, serta pengaduan masyarakat, yang ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota. Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota terdiri dari unsur-unsur instansi terkait di Kabupaten/Kota antara lain Sekretaris Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan/Dinas/Lembaga yang berwewenang dalam pemberdayaan masyarakat, Dinas Sosial, BPS Kabupaten/Kota, Badan/Dinas/Kantor yang berwewenang dalam ketahanan pangan, Divre/Subdivre/ Kansilog Perum BULOG dan lembaga terkait lainnya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

2.5.1.4. Tim Koordinasi Kecamatan

Camat bertanggungjawab atas pelaksanaan Program Raskin di wilayahnya dan membentuk Tim Koordinasi Raskin Kecamatan .

a. Kedudukan

Tim Koordinasi Raskin Kecamatan adalah pelaksana Program Raskin di Kecamatan, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Camat.

b. Tugas

Tim Koordinasi Raskin Kecamatan mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, sosialisasi, monitoring dan evaluasi Program Raskin di tingkat Kecamatan serta melaporkan hasilnya kepada Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota.

c. Fungsi

(29)

1) Perencanaan penyaluran Raskin di Kecamatan. 2) Pelaksanaan verifikasi data RTS-PM.

3) Fasilitasi lintas pelaku, sosialisasi Raskin di Kecamatan. 4) Penyediaan dan pendistribusian Raskin.

5) Penyelesaian administrasi dan HPB Raskin.

6) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Raskin di Desa/Kelurahan/Pemerintahan setingkat.

7) Pembinaan terhadap Pelaksana Distribusi Raskin di Desa/Kelurahan/Pemerintahan setingkat.

8) Pelaporan pelaksanaan Raskin kepada Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota.

9) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Tim Koordinasi Raskin Kecamatan terdiri dari penanggungjawab, ketua, sekretaris, dan beberapa bidang antara lain: perencanaan, sosialisasi, pelaksanaan penyaluran, monitoring dan evaluasi, serta pengaduan masyarakat, yang ditetapkan dengan keputusan Camat.

Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kecamatan terdiri dari unsur-unsur instansi terkait di tingkat Kecamatan antara lain Sekretariat Kecamatan, Seksi Kesejahteraan Sosial, Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) dan Satker Raskin.

2.5.1.5. Pelaksanaan Distribusi Raskin di desa/kelurahan

Kepala Desa/Lurah/Kepala pemerintahan setingkat bertanggung jawab atas pelaksanaan Program Raskin di wilayahnya dan membentuk pelaksana distribusi Raskin tingkat desa/kelurahan.

(30)

Pelaksana Distribusi Raskin berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa/Lurah/Pemerintahan setingkat.

b. Tugas

Pelaksana Distribusi Raskin mempunyai tugas memeriksa, menerima dan menyerahkan beras, menerima uang pembayaran HPB serta menyelesaikan administrasi.

c. Fungsi

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pelaksana Distribusi Raskin di Desa/Kelurahan/Pemerintahan setingkat mempunyai fungsi:

1) Pemeriksaan dan penerimaan/penolakan Raskin dari Satker Raskin di TD. Untul desa/kelurahan yang Titik Distribusinya tidak berada di desa/kelurahan, maka petugas yang memeriksa dan menerima/menolakan Raskin diatur dalam Petunjuk Teknis.

2) Pendistribusian dan penyerahan Raskin kepada RTS-PM di Titik Bagi (TB).

3) Penerimaan HPB Raskin dari RTS-PM secara tunai dan menyetorkan ke rekening Bank yang ditunjuk Divre/Subdivre/ Kansilog Perum BULOG atau menyetor langsung secara tunai kepada Satker Raskin.

(31)

5) Memfasilitasi pelaksanaan Mudes/Muskel guna menetapkan data RTS-PM.

2.5.1.6. Satker Raskin a. Kedudukan

Satker Raskin berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG sesuai tingkatannya.

b. Tugas

Satker Raskin mempunyai tugas memeriksa, mengantar dan menyerahkan Raskin kepada Pelaksana Distribusi, menyelesaikan administrasi Raskin, menerima uang pembayaran HPB dan menyetorkan HPB Raskin kepada Bank koresponden (Bank yang ditunjuk oleh Divre/Subdivre/Kansilog) atau menerima tanda bukti setor pembayaran HPB Raskin.

c. Fungsi

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Satker Raskin mempunyai fungsi:

1) Pengantaran dan penyerahan Raskin ke pelaksana distribusi di TD.

2) Penggantian Raskin yang ditolak oleh RTS-PM karena tidak memenuhi standar kualitas.

(32)

4) Penyelesaian administrasi penyaluran Raskin yaitu Delivery Order (DO), BAST, Rekap BAST di Kecamatan (model MBA-0) dan pembayaran HPB (tanda terima/kuitansi dan bukti setor bank).

5) Pelaporan pelaksanaan tugas, antara lain: realisasi jumlah penyaluran beras, setoran HPB dan BAST di wilayah kerjanya kepada Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG secara periodik setiap bulan.

2.5.2. Perencanaan dan Penganggaran

Perencanaan dan penganggaran Program Raskin 2012 mengacu pada Undangundang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2012. Khusus untuk Program Raskin, proses perencanaan dan penganggarannya secara rinci diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah.

2.5.2.1. Perencanaan

Kegiatan perencanaan yang diatur dalam Pedum ini meliputi penetapan Pagu Raskin dan RTS-PM Nasional hingga Desa/Kelurahan.

2.5.2.2. Pagu Raskin a. Penetapan Pagu:

(33)

Perumahan Rakyat selaku Ketua Pelaksana Tim Koordinasi Raskin Pusat.

2) Pagu Raskin untuk setiap Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Gubernur, berdasarka pagu Raskin Nasional.

3) Penetapan pagu Raskin untuk setiap Desa/Kelurahan ditetapkan oleh Bupati/Walikota, berdasarkan pagu Raskin Provinsi.

b. Pagu Raskin di suatu wilayah baik di Desa/Kelurahan, Kabupaten/Kota dan Provinsi yang tidak dapat didistribusikan, tidak dapat dialihkan ke wilayah lain.

c. Apabila pagu Raskin di suatu wilayah tidak dapat diserap sampai dengan tanggal 31 Desember 2012, maka sisa pagu tersebut tidak dapat didistribusikan pada tahun 2013.

d. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat membuat kebijakan untuk menambah pagu raskin bagi rumah tangga yang dianggap miskin dan tidak termasuk dalam data RTS hasil PPLS-11 BPS. Kebijakan ini didanai oleh APBD sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

2.5.2.3. Penetapan RTS-PM

a. RTS yang berhak mendapatkan Raskin adalah RTS yang terdaftar dalam PPLS-11 BPS, sebagai RTS-PM di Desa/Kelurahan.

b. Dalam rangka mengakomodasi adanya dinamika RTS di Desa/Kelurahan, maka Tim Koordinasi Raskin perlu mengadakan Musyawarah Desa (Mudes)/ Musyawarah Kelurahan (Muskel) untuk menetapkan kebijakan lokal:

(34)

Untuk kepala RTS-PM yang meninggal dunia diganti oleh salah satu anggota rumah tangganya. Sedangkan untuk Rumah Tangga tunggal, RTS-PM yang pindah alamat dan Rumah Tangga yang tidak layak lagi maka digantikan oleh Rumah Tangga miskin yang dinilai layak. 2) Rumah Tangga miskin yang dinilai layak untuk menggantikan

RTS-PM pada butir 1 di atas adalah diprioritaskan kepada Rumah Tangga miskin yang memiliki anggota Rumah Tangga lebih besar terdiri dari balita dan anak usia sekolah, kepala Rumah Tangganya perempuan, kondisi fisik rumahnya kurang layak huni, berpenghasilan lebih rendah dan tidak tetap.

3) Pelaksanaan Mudes/Muskel dapat dilaksanakan sepanjang tahun berjalan sesuai dengan kebutuhan.

4) Hasil verifikasi Mudes/Muskel dimasukkan dalam daftar RTS-PM sesuai model DPM-1 yang ditetapkan oleh Kepala Desa/Lurah dan disahkan oleh Camat. Selanjutnya RTS-PM hasil verifikasi diberikan kartu Raskin sebagai identitas penerima Raskin.

5) Hasil verifikasi RTS-PM dilaporkan oleh Camat kepada Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota.

6) Rumah tangga miskin yang dinilai layak oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota serta belum terdaftar sebagai RTS-PM hasil PPLS-11 BPS, maka dapat diberikan Raskin Daerah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

(35)

2.5.2.4. Penetapan Titik Distribusi (TD)

Lokasi TD bertempat di Desa/Kelurahan atau di tempat lain atas kesepakatan tertulis antara Pemerintah Kabupaten/Kota dan Divre/Subdivre/ Kansilog Perum BULOG setempat.

2.5.2.5. Penetapan Titik Bagi (TB)

Lokasi TB adalah tempat hasil kesepakatan antara Pemda dengan RTS-PM setempat.

2.5.2.6. Penganggaran

a. Anggaran subsidi Raskin disediakan dalam DIPA APBN Tahun 2012.

b. Biaya operasional Raskin dari gudang BULOG sampai dengan TD menjadi tanggung jawab Perum BULOG.

c. Biaya operasional penyaluran Raskin dari TD sampai ke RTS-PM menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota yang diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Pelaksanaan/Petunjuk Teknis masing-masing daerah.

d. Untuk meningkatkan efektivitas penyaluran Raskin dari Titik Distribusi kepada RTSPM, maka Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota berperan memberikan kontribusi untuk memperlancar pelaksanaan Program Raskin. e. Biaya penyelenggaraan Program Raskin termasuk biaya sosialisasi,

(36)

f. Kegiatan Tim Koordinasi Raskin Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Pelaksana Distribusi Raskin dan Satker Raskin dibiayai dari APBD dan/atau BOP Perum BULOG.

2.5.3. Mekanisme Pelaksanaan 2.5.3.1. Penyedian Beras

Perum BULOG berkewajiban menyediakan beras dengan jumlah dan waktu yang tepat serta kualitas sesuai dengan Inpres Perberasan yang berlaku.

2.5.3.2. Rencana Penyaluran

Tim Koordinasi Raskin Provinsi dan Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota menyusun rencana penyaluran yang meliputi waktu, jumlah dan jadwal pendistribusian untuk mengatasi kendala geografis, infrastruktur dan sarana transportasi, perkembangan harga serta kebutuhan beras RTS-PM. Penyediaan beras di setiap gudang Perum BULOG disesuaikan dengan rencana penyaluran Raskin di wilayah kerjanya, sehingga kelancaran proses penyaluran Raskin dapat terjamin.

2.5.3.3. Pola Penyaluran Raskin

Penyaluran Raskin dapat dilakukan secara reguler melalui Kelompok Kerja (Pokja) atau dengan cara lain melalui:

1) Warung Desa (Wardes);

2) Kelompok Masyarakat (Pokmas). 3) Padat Karya Raskin.

(37)

2.5.3.4. Pendistribusian

1. Bupati/Walikota/Ketua Tim Koordinasi Raskin Kab/Kota /Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota menerbitkan Surat Perintah Alokasi (SPA) kepada Kadivre/Kasubdivre/KaKansilog Perum BULOG berdasarkan pagu Raskin dan rincian di masing-masing Kecamatan dan Desa/Kelurahan.

2. Berdasarkan SPA, Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG menerbitkan SPPB/DO beras untuk masing-masing Kecamatan atau Desa/Kelurahan kepada satker Raskin.

3. Kepala Gudang melakukan pemeriksaan kualitas dan kuantitas Raskin sebelu keluar dari gudang dan diserahkan kepada satker Raskin.

4. Berdasarkan SPPB/DO, Satker Raskin mengambil beras di gudang Perum BULOG dan menyerahkannya kepada Pelaksana Distribusi Raskin di TD. 5. Tim Koordinasi Raskin Kecamatan atau Pelaksana Distribusi melakukan

pemeriksaan kualitas dan kuantitas Raskin yang diserahkan oleh Satker di TD.

6. Apabila terdapat Raskin yang tidak sesuai dengan kualitas yang ditetapkan dalam Inpres Perberasan, maka Tim Koordinasi Raskin Kecamatan atau Pelaksana Distribusi atau Penerima Manfaat harus menolak dan mengembalikannya kepada Satker Raskin untuk diganti dengan kualitas yang sesuai.

(38)

8. Apabila di TB jumlah RTS melebihi data RTS-PM hasil PPLS-11 BPS, maka Pokja Raskin tidak diperkenankan untuk membagi Raskin kepada rumah tangga yang tidak terdaftar dalam DPM-1.

9. Pemerintah Kabupaten/Kota harus mendistribusikan Raskin dari TD ke TB sampai ke RTS-PM.

10.Apabila diperlukan, Kepala Desa/Lurah dapat mengikutsertakan RT/RW dalam pendistribusian Raskin dari TD sampai ke RTS-PM.

11.Apabila terdapat alokasi Raskin yang tidak terdistribusikan kepada RTS-PM, maka harus dikembalikan ke Perum BULOG untuk dikoreksi administrasi penyalurannya.

2.5.3.5 Pembayaran Harga Penjualan Beras (HPB) Raskin

a. Pembayaran HPB Raskin dari RTS-PM kepada Pelaksana Distribusi Raskin dilakukan secara tunai sebesar Rp1.600,00/kg.

b. Uang HPB Raskin yang diterima Pelaksana Distribusi Raskin dari RTS-PM harus langsung disetor ke rekening HPB BULOG melalui bank setempat oleh Pelaksana Distribusi yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Petunju Pelaksanaan/Petunjuk Teknis sesuai dengan kondisi setempat atau dapat diserahkan kepada Satker Raskin yang kemudian langsung disetor ke rekening HPB BULOG.

(39)

d. Pelaksana Distribusi Raskin tidak dibenarkan menunda penyerahan HPB Raskin kepada Satker Raskin atau rekening HPB BULOG di bank.

e. Apabila Pelaksana Distribusi Raskin melakukan perbuatan melawan hukum, maka Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota akan mencabut penunjukan sebagai Pelaksana Distribusi Raskin dan melaporkan kepada penegak hukum. Untuk kelancaran penyaluran Raskin selanjutnya, maka Kepala Desa/Lurah menunjuk pengganti Pelaksana Distribusi Raskin.

f. Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/ Kelurahan harus membantu kelancaran pembayaran HPB Raskin, atau dapat memberikan dana talangan bagi RTS-PM yang tidak mampu membayar tunai.

2.5.4. Pengendalian dan Pelaporan 2.5.4.1. Pengendalian

a. Indikator kinerja

Indikator kinerja program Raskin ditunjukkan dengan tercapainya target 6 Tepat, yaitu: Tepat Sasaran Penerima Manfaat, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi dan Tepat Kualitas.

1) Tepat Sasaran Penerima Manfaat: Raskin hanya diberikan kepada RTS-PM hasil Mudes/Muskel yang terdaftar dalam DPM-1.

2) Tepat Jumlah: Jumlah beras Raskin yang merupakan hak RTS-PM sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu 15 kg/RTS/bulan atau 180 kg/RTS/tahun.

(40)

4) Tepat Waktu: Waktu pelaksanaan penyaluran beras kepada RTS-PM sesuai dengan rencana penyaluran.

5) Tepat Administrasi: Terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar, lengkap dan tepat waktu.

6) Tepat Kualitas: Terpenuhinya persyaratan kualitas beras sesuai dengan kualitas beras BULOG.

b. Monitoring dan Evaluasi

1) Monitoring dan evaluasi Program Raskin bertujuan untuk mengetahu ketepatan realisasi pelaksanaan Program Raskin dan permasalahannya.

2) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang oleh Tim Koordinasi Raskin Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. 3) Waktu pelaksanaan monitoring dan evaluasi Program Raskin

dilakukan secara periodik atau sesuai dengan kebutuhan.

4) Hasil monitoring dan evaluasi dibahas secara berjenjang dalam Rapat Tim Koordinasi Raskin Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan sesuai dengan lingkup dan bobot permasalahannya untuk ditindaklanjuti, serta sebagai bahan pertimbangan dalam penyempurnaan program.

5) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan metode kunjungan lapangan, rapat koordinasi dan pelaporan.

c. Pengawasan

(41)

2.5.4.2. Pelaporan

a. Pelaksana Distribusi Raskin melaporkan pelaksanaan Program Raskin kepada Tim Koordinasi Raskin Kecamatan secara periodik setiap bulan model Laporan Bulanan (LB).

b. Tim Koordinasi Raskin Kecamatan melaporkan pelaksanaan Program Raskin kepada Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota secara periodik setiap triwulan sesuai model Laporan Triwulan-0 (LT-0).

c. Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota melaporkan pelaksanaan Program Raskin kepada Tim Koordinasi Raskin Provinsi secara periodik setiap triwulan sesuai model LT-1.

d. Tim Koordinasi Raskin Provinsi melaporkan pelaksanaan Program Raskin kepada Tim Koordinasi Raskin Pusat dengan tembusan seluruh wakil ketua pelaksana Tim Koordinasi Raskin Pusat secara periodik setiap triwulan sesuai model LT-2.

e. Laporan Akhir Pelaksanaan Program Raskin Tahun 2012 dibuat oleh Tim Koordinasi Raskin Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota pada akhir tahun. f. Secara Internal Subdivre/Kansilog melaporkan realisasi pelaksanaan

penyaluran Raskin secara mingguan kepada Kadivre setiap hari Jumat dan akhir bulan sesuai model ML-1. Divre melaporkan realisasi distribusi Raskin di wilayahnya secara mingguan, setiap hari Selasa kepada Kantor Pusat Perum BULOG sesuai model ML- 2.

(42)

2.5.5. Sosialisasi

Sosialisasi Program Raskin adalah kegiatan untuk memberikan informasi yang lengkap dan benar kepada seluruh pihak terkait dengan Program Raskin secara berjenjang untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan Program Raskin sehingga dapat mencapai target 6 (enam) Tepat.

1) Sosialisasi Program Raskin dilakukan secara berjenjang dari Tim Koordinasi Raskin Pusat sampai ke RTS-PM.

2) Tim Koordinasi Raskin Pusat melakukan sosialisasi kepada Tim Koordinasi Raskin Provinsi.

3) Tim Koordinasi Raskin Provinsi melakukan sosialisasi kepada Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota.

4) Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota melakukan sosialisasi kepada Tim Koordinasi Raskin Kecamatan.

5) Tim Koordinasi Raskin Kecamatan melakukan sosialisasi kepada Pelaksana Distribusi.

6) Pelaksana Distribusi melakukan sosialisasi kepada RTS-PM. Metode sosialisasi dapat dilakukan melalui media massa, cetak, elektronik dan media lainnya, serta pertemuan secara langsung kepada semua pemangku kepentingan secara berjenjang.

2.5.6. Pengaduan Masyarakat

(43)

2. UPM di Provinsi dan Kabupaten/Kota di bawah koordinasi Badan yang membidangi pemberdayaan masyarakat dengan membentuk sekretariat sebagai tempat pengaduan.

3. Pengelola UPM bertugas untuk menerima, menyelesaikan, mendistribusikan pengaduan masyarakat kepada instansi yang terkait untuk menindak lanjutinya.

4. Pengaduan masyarakat tentang pelaksanaan Program Raskin dapat disampaikan secara langsung kepada Sekretariat UPM Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

2.6. Kesejahteraan Sosial

2.6.1. Pengertian Kesejahteraan Sosial

Menurut UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial mendefenisikan Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spritiual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Sedangkan menurut Walteral Friedlander (1961). “Kesejahteraan Sosial” adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan dan keluarga masyarakatnya. Definisi di atas menjelaskan :

(44)

2. Tujuan dan sistem tersebut ialah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya.

3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan “kemampuan individu” baik dalam masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya (Muhidin 1992:1)

Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Kesejahteraan Sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik itu dibidang fisik, mental, emosional, sosial ekonomi, ataupun kehidupan spiritual.

Dalam mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilakukan penyelenggaraan kesejahteraan sosial, pasal 5 ayat 1 adalah sebagai berikut : “Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada:

1) Perseorangan 2) Keluarga 3) Kelompok 4) masyarakat

Pasal 5 ayat 2 adalah sebagai berikut : “Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial:

(45)

5) ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku 6) korban bencana

7) korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi (Depsos RI, 2009). Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu :

1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhankebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial.

2. Institusi, yakni arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.

3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera (Suharto, 2009 : 2).

2.7. Kerangka Pemikiran

Program raskin adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyediaan beras bersubsidi. Setiap rumah tangga menerima 15 kg beras setiap bulan dengan harga Rp 1.600 per kilogram di titik distribusi. Program ini merupakan kelanjutan program OPK yang diluncurkan pada Juli 1988.

(46)

di buat pemerintah di Kelurahan Kisaran Baru Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan.

Untuk memperjelas alur pemikiran diatas dapat dilihat pada bagan berikut ini: Gambar 2.1

Bagan Alir Pemikiran

Pelaksanaan Program :

1. Penyedian beras

2. Rencana penyaluran

3. Pola penyaluran

4. Pendistribusian

5. Pembayaran PHB

PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN

KELUARGA MISKIN KELURAHAN KISARAN BARU KECAMATAN KISARAN BARAT KABUPATEN ASAHAN

Evaluasi program dilihat dari :

1. Input

2. Process

3. Output

(47)

2.8. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.8.1. Defenisi Konsep

Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defensi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009:112).

Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seseorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna-makna konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan defenisi konsep. Secara konsep defenisi disini diartikan sebagai batasan arti. Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 138)

Adapun batasan konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Evaluasi Adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut.

(48)

3. Keluarga miskin adalah suatu unit masyarakat yang terkecil yang mempunyai hubungan biologis yang hidup dan tinggal dalam satu rumah yang standar ekonominya lemah atau tingkat pendapatannya relatif kurang untuk memenuhi kebutuhan pokok dasar seperti sandang, pangan dan papan..

4. Kelurahan Kisaran Baru Kecamatan Kisaran barat Kabupaten Asahan.

2.8.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mangamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Bertujuan untuk memudahkan penelitian dalam melaksanakan penelitian dilapangan. Maka perlu operasionalisai dari konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang harus diamati (Silalahi, 2009: 120).

Perumusan defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Defenisi operasional sering disebut sebagai proses operasionalisasi konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Defenisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel dapat diukur (Siagian, 2011: 141).

Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Input

2. Process 3. Output 4. Impact

(49)

Gambar

Gambar 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah (1) interpretasi citra Landsat 8 OLI tahun 2015 dan 2020 untuk mengetahui persebaran perubahan mangrove dari hasil

pelajaran Instalasi Listrik Komersial yang tidak sesuai dengan tuntutan dunia kerja, dihapus dari GBPP Kurikulum 1984 SMKTA. Sejalan dengaxi uraian pada sub bab

Pengetahuan guru-guru ini didapati berada pada tahap tinggi kerana mereka menyedari akan kepentingan mempunyai informasi yang baik dan terkini kerana di dalam sukatan Biologi

Setelah anak-anak mempelajari huruf Hijaiah, barulah mereka belajar al-Quran yang di awali dengan Juz Amma (mulai dengan al- Fatihah, kemudian surat al-Nas,

Sementara itu, Thomas (2009) mengungkapkan bahwa seseorang akan engaged dengan pekerjaannya apabila seseorang berkomitmen pada suatu tujuan, menggunakan kecerdasannya

Consistent with this stream of research, in the current work, we apply the principal – agent framework to the immediate manager – employee relationship in order to capture a

Metode wawancara adalah metode pengumpulan data melalui wawancara secara langsung mengenai hal-hal yang berhubungan materi tugas akhir ini dengan pihak-pihak mempunyai

Pendekatan politik criminal terhadap terorisme tidak cukup melalui pengenaan pidana atau terselenggaranya program deradikalisasi, melainkan harus diintegrasikan