• Tidak ada hasil yang ditemukan

Media Informasi dan Komunikasi Ilmiah Teknologi Pertanian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Media Informasi dan Komunikasi Ilmiah Teknologi Pertanian"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan Pengembangan gizi. Jakarta

Mien, K. M. et. Al. 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Dep. Kes. RI. Direktorat bina Gizi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Jakarta

Mulyadi. 1997. Akutansi Manajemen Konsep Manfaat dan Rekayasa. STIE YKPN. Yogyakarta Muchtadi, D., T. R., Purwiyatino dan

A. Basuki. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor

Schroeder, F. 1997. Food Packaging.

The AVI Publishing Company Inc. West Port Connecticut. United Staters Of Amerika.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. PT. Bhratara Karya Aksara. Jakarta

Sulistyowati, A. 2004. Membuat Kripik Buah dan Sayur. Puspa Swara, Anggota IKAPI. Jakarta

Suprapti, L. M. 1997. Seputar Penanganan Kedelai dalam Industri dan Rumah Tangga. Vidi Ariesta. Surabaya

Suratman. 2001. Studi Kelayakan Proyek: Teknik dan Prosedur Penyusunan Laporan. Edisi pertama. J&J Learning.

Yogyakarta.

Sutojo, S., 1996, Studi Kelayakan Proyek, Teori dan Praktek, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Urlich, Kart T. and Epinger, Steven D. Eppinger . 2000 Perancangan dan Pengembangan Produk. Diterjemahkan oleh Azmi, nora dan Iveline A. M. 2001 Salemba Teknika. Jakarta.

Van Arsdel, W. B., M. J. Coply, And A. I. Morgan. 1973. Food Dehydration, Methods and Phenomena. Vol. 1. 2nd ed. The AVI Publishing Company, Inc. Westport. Connecticut

Vickers, Z. 1979. Crispness and Crunchiness of Food in Food Texture and Theologi.

Academic Press. London

Wang, H. L., Swain, E. W., dan Kwolek, W. F. 1984. Effect Of Soybean Varietas On The Yield And Quality Of Tofu. Cereal Chemistry. 60:245-248

Widyawati, W. 1996. Indentifikasi Variabel yang Berpengaruh Terhadap Tumbuh Kembang Industri Tahu di Kota Kediri. Skripsi Fak. Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

DEWAN REDAKSI

PENANGGUNG JAWAB TEGUH SARWO AJI,SP.,MMA

(Dekan Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan)

REDAKTUR

Ir. REKNA WAHYUNI, MP

PENYUNTING

HAPSARI TITI PALUPI, MP MATHEUS NUGROHO, MP

Ir. ERNAWATI, MP IKA ATSARI DEWI, MP

PENYUNTING AHLI

Prof.Dr. MOCH.SOCHIB (REKTOR Univ. Yudharta Pasuruan) DENY UTOMO, MP

TATA USAHA

AMMA FAZIZAH, S.Sos

ALAMAT REDAKSI

Prodi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan Jl. Yudharta 07 Pandean Sengonagung Purwosari Pasuruan

Telp/Fax. (0343) 611186, e-mail: suratfakultas@gmail.com

Media Informasi dan Komunikasi Ilmiah Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS YUDHARTA

PASURUAN

(2)

Apriantono, A. 2002. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Dan Keamanan Pangan. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, www. kharisma.com. tanggal akses 15 April 2005

Asri, M. dan J. Suprihanto. 1986. Manjemen Perusahaan Pende-katan Operasional. BPFE. Yogyakarta.

Atmosudirdjo, S. P. 1982. Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan Keputusan ( Deci-sions making). Ghalia Indonesia. Jakarta

DeGarmo, E.P., W.G. Sullivan and J.R. Canada. 1984. Engineering Economy. Macmillan Publishing Company. New York.

Fellow, P. 1990. Food Processing Technology. Principles and

Practice. Ellis Horwood

Limited. West Sussex. England ________ . 1992. Dehydration dalam

Hui, Y. H. (ed.). 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Vol. 1. pp. 556 – 575. John Willey & Sons, Inc. New York.

Gruenwald, G., 1997. New Product Development. NCT Business Books, USA

Harris, R. S. Dan E. Karmas. 1989.

Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Terbitan ke-2. Penerbit ITB. Bandung.

Husnan S. dan suwarsono. 1999. Studi

Kelayakan Proyek. Unit

Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN. Yogyakarta.

Indrasari, S., dan Darmardjati, D. S. !991.

Sifat Fisik dan Kimia Varietas Kedelai dan Hubungannya Dengan Rendemen Dan Mutu Tahu. Media Penelitian Sukamandi. 9: 43-49

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta.

Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

Kotler, P. Alih Bahasa, Teguh H. dkk. 2002, Manajemem Pemasaran. PT. Prenhallindo. Jakarta

Kusnadi, Nanang, S. Dan Jahroh. 1999.

Akutansi Biaya. Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Yani. Bandung

Luh, H. 1980. Rice Production and Utillization. The Avi Publishing Company. Inc. Westport. Connecticut

Mangkusubroto, K. Dan Trisnadi, C. L. 1987. Analisa Keputusan Pendekatan Sistem dalam Manajemen Usaha Proyek. Ganeca Exacta. Bandung

Mahmud, M. K., D. S. Slamet, R. R. Apriantono dan Hermana. 1990.

(3)

baku produksi, bahan pembantu, bahan pengemas, utilitas, biaya penyusutan peralatan, gaji tenaga kerja dan biaya administrasi selama tiga bulan kerja. Modal kerja yang digunakan diasumsikan modal kerja sendiri tanpa meminjam ke bank, sehingga aliran kas bunga bank tidak diperhitungkan.

Kapasitas produksi pertahun yang direncanakan adalah 384.000 ke-masan dengan berat tiap keke-masan adalah 100 gram harga pokok penjual-an (HPP) adalah Rp. 977,08 sedpenjual-angkpenjual-an harga jualnya direncanakan Rp. 1400,00 dengan mark up sebesar 40%. Jumlah produk yang terjual diasumsikan sebesar 90% dari produk yang diproduksi. Pada tahu pertama pendapatan bersih yang diterima oleh perusahaan sebesar Rp. 108.917.800,00.

Hasil analisa Break Even Point (BEP) menunjukkan bahwa kapasitas produksi yang direncanakan memberikan keuntungan bagi perusahan. Dengan kapasitas produksi sebesar 384.000 kemasan per tahun di dapat titik impas dengan memproduksi tofu chip sebanyak 42517 Kemasan. Payback Periode(PP) didapat pada 3 tahun 9 bulan 0hari dengan asumsi tingkat produksi tetap dan harga stabil pada tingkat inflasi 6,5 %.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan yang telah dilakukan, produk terpilih adalah S1T3 ( Tofu Chips yang berbahan baku dari tahu putih dengan suhu penggorengan

sebesar 200oC). yang akan menghasilkan tofu chips dengan kadar protein 20,57 % , kadar lemak 8,67 %, kadar air 0,076 %, dan rendemen sebesar 20,23 %. Produk S1T3 mempuyai nilai perlakuan tertinggi ini menunjukan produk ini yang dipilih oleh konsumen dengan skor 2,653.

Investasi awal yang dibutuhkan untuk mendirikan industri tofu chips dengan kapasitas produksi 128 kg per hari adalah sebesar Rp. 139.160.950,00. Harga Pokok Produksi (HPP) didapat sebesar Rp. 977,08 per kemasan dengan berat 100 gram, harga jual yang direncanakan sebesar Rp. 1400 dengan penambahan mark up sebesar 40% , Break Even Point (BEP) terjadi pada volume penjualan 42517 kemasan senilai Rp. 59.344.554,46. Payback Periode (PP) adalah 3 tahun 9 bulan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang umur simpan produk tofu chips khususnya berkaitan dengan kerenyahan produk yang dihubungkan dengan jenis kemasan yang cocok digunakan.

DAFTAR RUJUKAN

Anonymous. 2003. Konsumsi Penduduk Jawa Timur Tahun 2002 Ber-dasarkan Data Modul Konsumsi Survey Sosial Ekonomi Masional (Susenas) 2002. BPS Prop. Jawa Timur. Surabaya.

Vol. 1 No. 1, Januari 2011

DAFTAR ISI

Hapsari Titi Palupi PENGARUH PRE GELATINISASI TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG SINGKONG

Halaman 1

Rekna Wahyuni OPTIMASI PENGOLAHAN KEMBANG GULA JELLY

CAMPURAN KULIT DAN DAGING BUAH NAGA SUPER MERAH (Hylocereus costaricensis) DAN PRAKIRAAN BIAYA PRODUKSI

Halaman 15

Deny Utomo PEMANFAATAN IKAN GABUS (Ophiocephalus

striatus) MENJADI BAKSO DALAM RANGKA

PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DAN UPAYA MENINGKATKAN NILAI EKONOMISNYA

Halaman 38

Rakhmad Wiyono STUDI PEMBUATAN SERBUK EFFERVESCENT

TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) KAJIAN SUHU PENGERING, KONSENTRASI DEKSTRIN, KONSENTRASI ASAM SITRAT DAN Na-BIKARBONAT

Halaman 56

Ernawati PENGEMBANGAN PRODUK TAHU MENJADI TOFU

CHIPS (KAJIAN JENIS BAHAN BAKU, SUHU

PENGGORENGAN DAN BIAYA PRODUKSI)

(4)

pengaruhnya terhadap biaya produksi/satuan barang yang akan dihasilkan dan kepastian apakah jenis teknologi yang dipilih pernah diterapkan secara berhasil ditempat lain (Sutojo, 1996).

Proses Produksi

Produksi tofu chips direncanakan dalam satu hari satu kali proses, waktu kerja direncanakan 7 jam/hari per orang. Total waktu proses

yang dibutuhkan untuk memproduksi sebanyak 128 kg tofu chips adalah 2032 menit atau 33, 86 jam (Peta Proses Operasi: Gambar 4). Waktu 2032 menit tersebut terdiri dari 1850 waktu proses dan 180 menit waktu delay dan 2 menit untuk storage. Waktu terlama terdapat pada proses pengeringan, yang membutuhkan waktu 240 menit atau 4 jam.

Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada proses produksi tofu chips ini dihitung berdasarkan pen-dekatan lamanya waktu proses produksi tofu chips yang diperlukan dibagi dengan jam kerja yang tersedia, sehingga jumlah tenaga kerja yang

diperlukan untuk proses produksi sebanyak 5-6 orang.

ANALISIS BIAYA PRODUKSI

Analisis biaya produksi dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan industri yang akan direncanakan. Analisis biaya produksi yang dilakukan pada perencanaan industri tofu chips skala usaha kecil menengah (UKM) ini meliputi biaya produksi (BP), Break Even Point

(BEP) dan Payback Periods (PP). Investasi awal dalam pendirian industri tofu chips skala usaha kecil menegah (UKM) ini adalah sebesar Rp. 139.160.950,00. Investasi awal di-peroleh dari hasil penjumlahan modal tetap dengan modal kerja selama tiga bulan. Modal tetap yang direncanakan Rp. 45.410.200,00 nilai ini diperoleh dari penjumlahan dari biaya investasi ruang produksi dan kantor, biaya instalasi, biaya investasi peralatan produksi, peralatan kantor dan sarana tranportasi. Sedangkan kebutuhan modal kerja selama tiga bulan adalah Rp. 93.750.750,00 nilai ini diperoleh dari hasil penjumlahan biaya bahan

Spesifikasi Mesin dan Peralatan Industri Tofu Chips

No Nama Mesin Jumlah Fungsi Spesifikasi 1 Bak Penampung 4 Mencampur adonan Plastik‡ 1 m,

t=0,45 m 2 Timbangan 1 Menimbang Kapasitas 100 kg 3 Sealer 1 Mengemas Impulse Sealer 4 Pres Hidrolik 1 Mengurangi kadar air

tahu Kapasitas 5 kg

(5)

Kebutuhan Bahan Baku Selama Satu Bulan

No Jenis Persediaan Jumlah

1 Tahu Putih 10000 kg

2 Tepung Trigu 375 kg

3 Tepung Tapioka 375 kg

Tabel diatas menunjukkkan kebutuhan bahan baku yang digunakan dalam industri tofu chips skala rumah tangga dengan kapasitas produksi 128 kg. per hari dengan hari kerja efektif 25 hari untuk tiap bulannya

Kebutuhan Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan bagian dari suatu industri yang penting, mengingat tugas dari tenaga kerja yang meliputi pengawasan dan pelaksanaan produksi, mulai dari penyiapan bahan baku, proses konversi sampai distribusi produk jadi (Schroeder, 1997).

Industri tofu chips direncanakan dalam skala usaha kecil menengah

(UKM), sehingga tenaga kerja yang diperlukan tidak begitu banyak. Jumlah tenaga kerja yang digunakan didasarka pada peta proses operasi yang dapat dilihat pada lampiran 17 Perencanaan kebutuhan tenaga kerja ini didapat dari total waktu produksi dibagi dengan ketersediaan jam kerja.

Pada Tabel dapat dilihat bahwa kebutuhan operasional perhari adalah 33,86 jam. Waktu kerja direncanakan 7 jam/hari per orang. Dengan demikian industri ini membutuhkan 5-6 orang tenaga kerja untuk kegiatan proses produksi. Bagian administrasi dan

pemasaran masing-masing membutuhkan satu orang tenaga kerja.

Tenaga kerja untuk proses produksi direncanakan menggunakan sistem kontrak sehingga upah diberikan apabila proses produksi berlangsung dan sebaliknya jika tidak produksi upah tidak diberikan sedangkan tenaga kerja pada bagian administrasi dan pemasaran diberikan gaji tetap tiap bulannya. Perhitungan biaya tenaga kerja dalam produksi perlu dicatat sebagai dasar untuk menetapkan upah (Gitosumarmo, 1984).

Kebutuhan Mesin dan Peralatan Produksi

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis teknologi antara lain jenis teknologi yang diajukan harus cocok dengan persyaratan yang diperlukan untuk mencapai kapasitas produksi ekonomis yang ditentukan, perhitungan jumlah dana yang diperlukan untuk pembelian mesin dan peralatan yang dibutuhkan,

Kebutuhan Tenaga Kerja Proses Waktu Proses

(Menit)

Penimbangan 50 Pengepresan 60 Pencampuran 90

Pemipihan 30 Pengukusan 180 Pengilingan 240 Pemipihan 240 Pengirisan 240 Pengeringan 480 Penggorengan 240

Penirisan 60 Pengemasan 122

Total 2032 (33,86 jam)

PENGARUH PRE GELATINISASI TERHADAP

KARAKTERISTIK TEPUNG SINGKONG

(Influence of Pre Gelatinization to Characteristics of Cassava Flour)

Hapsari Titi P, A. Zainul A, M. Nugroho

Abstrak: Selama ini tepung singkong masih terbatas penggunaannya, karena secara umum dibatasi oleh sifat fisik dan kimia-nya. Tepung singkong terbuat dari potongan ubi kayu yang telah kering. Tepung Pre gelatinisasi adalah tepung yang mengalami proses gelatinisasi dengan perebusan

(parboiling) dan selanjutnya dikeringkan, sehingga memperbaiki kualitas, sifat reologi dan pasta tepung. Tujuan penelitian adalah mempelajari pembuatan dan karakteristik tepung singkong pre gelatinisasi dan pengaruh suhu pre-gelatinisasi 1000C, 900C, 800C terhadap karakteristik tepung singkong . Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan yaitu A = Tanpa pre gelatinisasi, B = Pre gelatinisasi pada suhu 1000C, C = Pre gelatinisasi pada suhu 900C, D = Pre gelatinisasi pada suhu 800C.

Dari analisa statistik terdapat perbedaan nyata perlakuan tanpa pre gelatinisasi dan pre gelatinisasi terhadap karakteristik kadar air, kadar HCN, kadar amilosa, derajat putih, organoleptik, dan sifat amilografi. Perlakuan pre gelatinisasi mampu menurunkan suhu dan waktu awal gelatinisasi, suhu dan waktu gelatinisasi (saat granula pecah), viskositas dingin, dan viskositas balik. Analisa statistik terhadap perlakuan suhu pre gelatinisasi 1000C, 900C, 800C memberikan pengaruh yang berbeda nyata, kadar amilosa, derajat putih, dan penerimaan organoleptik (warna, kenampakan, dan aroma) terhadap sifat amilografi.

Kata kunci : pre gelatinisasi, tepung singkong, sifat amilografi

Abstract: The use of cassava flour is still very limited until nowadays, because it is constrained by its physical and chemical properties. Cassava flour is made from dried cassava chips traditionally. Pre gelatinized cassava flour is obtained from complete gelatinization process using parboiling technique and then to be dried to improve their quality, rheology and pasting behavior. The objective of the research is to study the production and characteristic of pre gelatinized cassava flour and the influence of various temperatures e.g. 1000C, 900C, 800C to cassava flour properties. This research consists of 4 treatments, those are A = Non pre gelatinization, B = Pre gelatinization at temperature of 1000C, C = Pre gelatinization at temperature of 900C, and D = Pre gelatinization at temperature of 800C.

(6)

gelatinization and pre gelatinization flour of water content, HCN content, amylase content, whiteness, organoleptic attribute and the amilographic characteristics. Pre gelatinization treatment will be able to decrease initial temperature and time of gelatinization, peak time and temperature of gelatinization, cold viscosity and set back viscosity. Statistical analysis of various temperature of pre gelatinization i.e. 1000C, 900C, 800C showed significant difference of amylase content, whiteness, and organoleptic attribute and pasting behavior characteristics

Key words : pre gelatinization, cassava flour, amilograph properties

PENDAHULUAN

Tanaman singkong (Manihot esculenta Crantz) banyak tumbuh di Indonesia, karena tanaman ini mempunyai sifat yaitu mudah tumbuh di daerah tropis, tahan terhadap suhu tinggi, hasil produksi besar dan tidak mudah terserang hama dan penyakit. Umbi singkong merupakan sumber karbohidrat yang sangat tinggi, sehingga mampu menyediakan energi dalam jumlah yang cukup besar dan rendah kadar lemaknya. Usaha diversifiaksi pangan yang diprogramkan pemerintah dengan tidak menggantungkan terhadap bahan pangan dari serealea (padi, jagung, gandum) berpotensi mengangkat potensi dari singkong.

Umbi singkong dapat dimanfaat-kan dalam beberapa bentuk madimanfaat-kanan jadi atau setengah jadi (intermediate). Pengolahan singkong menjadi tepung dapat meningkatkan nilai tambah dan kegunaan singkong, serta memperpan-jang masa simpannya. Chuzel, Zakhia and Cereda (1994) menyatakan bahwa beberapa produk antara (intermediate) singkong (chips, tepung, dan pati)

merupakan sumber nutrisi untuk manusia dan ternak, serta bahan baku berbagai macam industri makanan seperti roti dan kerupuk. Singkong mengandung komponen toksik dalam bentuk glukosa sianogenik, tetapi kadarnya dapat diturunkan atau dihilangkan melalui beberapa proses seperti perebusan, perendaman, fermentasi dan pengeringan.

Tepung singkong terbuat dari potongan ubi kayu yang telah kering kemudian dihaluskan. Selama ini tepung singkong masih terbatas penggunaannya, karena secara umum dibatasi oleh sifat fisik dan kimia-nya. Pati pre gelatinisasi adalah pati yang mengalami proses gelatinisasi dan selanjutnya dikeringkan. Pati ini akan mengalami perubahan sifat fisik dan sifat pati alami. Menurut Padmaja et. al. (1996) modifikasi tepung secara pre gelatinisasi dengan perebusan (parboiling) dapat memperbaiki karakteristik dari pasta tepung. Temperatur merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses pre gelatinisasi. Jika pati tidak dipanaskan pada temperatur yang

dan kapasitas mesin serta peralatan yang dimiliki perusahaan serta dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia dalam proses produksi, kemampuan keuangan perusahaan dan kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di masa yang akan datang.

Kapasitas produksi yang diren-canakan didasarkan pada pertimbangan skala usaha, kemampuan mesin dan peralatan, sehingga ditetapkan ka-pasitas produksi per hari 128 kg . Dari hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, diketahui rendemen daritofu chips yang telah dibuat adalah sebesar 29,06 %. Sehingga diperkirakan kebutuhan bahan baku untuk satu hari kerja adalah 400 kg tahu, 15 kg tepung tapioka, 15 kg Tepung trigu, 3,6 kg garam, 0,74 kg baking soda, 1,5 kg penyedap rasa, 3 kg bawang putih, dan 1,5 kg mrica.

Kebutuhan Bahan Baku

Bahan – bahan yang digunakan dalam industritofu chips adalah :

a. Tahu Putih

Bahan baku ini dipilih berdasarkan dari hasil penelitian lapang yang menunjukkkan tofu chips yang berbahan baku dari tahu putih lebih banyak disukai daripada tofu chips yang berbahan baku dari tahu takwa kuning. Tahu putih ini didapatkan dari industri pembuatan tahu yang ada diberbagai wilayah jawa timur khususnya di kota Malang dan kota Kediri yang dikenal sebagai sentra industri tahu yang cukup besar. Bentuk tahu yang dipakai kubus

dengan ketebalan sekitar 3-4 cm, struktur kenyal dengan kadar air sekitar 37,5% dengan harga Rp. 2.000,00 per kg.

b. Tepung Trigu

Tepung trigu yang digunakan adalah tepung trigu dengan merk dagang segi tiga biru karena tepung trigu ini memiliki kadar gluten yang rendah sehingga akan meningkatkan kerenyahan produk. Harga tepung trigu dipasaran eceran Rp. 4.500,00 per kg.

c. Tepung Tapioka

Tepung tapika ditambahkan untuk meningkatkan kerenyahan produk. Tepung tapioka ini didapat dari pasar dengan harga eceran Rp. 3.000,0 per kg.

(7)

kerenyahan produk dapat dipertahankan dalam waktu yang lama.

Perencanaaan Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi dari suatu pabrik atau industri yang akan didirikan, dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan. Pertama adalah

dengan memperkirakan tingkat

per-mintaan potensial terhadap produk pada masa depan, sedangkan kedua adalah dengan pendekatan terhadap ketersediaan bahan bakunya.

Menurut Suratman (2001), Konsep yang paling sederhana dalam menentukan skala operasi (luas produksi) adalah bergantung pada kemungkinan perkembangan pangsa

pasar (market share) yang dapat diraih Tahu 200 Kg

Dipres

Dicampur

Adonan 188,45 Kg

Diblanching

Digiling

Dipotong - Potong

Dikeringkan

Tofu Chips Mentah 134,33 Kg Trigu 15 Kg Tapioka 15 Kg

Bumbu 10,34 Kg

Air 246Kg

Tahu menempel 4 Kg

Uap air 33,58 Kg

Digoreng

Tofu Chips Matang 128 Kg

Uap air 6,71 Kg Adonan hilang 1.9 Kg

Adonan hilang 1.7 Kg Uap air 18,84 Kg

Dikemas

Diagram Alir Massa Proses Pembuatan Tofu Chips

sesuai maka derajat pengembangan granula pati tidak tepat dan tidak memberikan sifat yang diinginkan.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik antara tepung singkong yang dibuat dengan tanpa pre gelatinisasi dan pre gelatinisasi; serta mempelajari pengaruh temperatur pre gelatinisasi terhadap karakteristik fisik, kimia dan fungsional tepung singkong.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai Juli 2007, di labolatorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Yudharta.

Bahan baku penelitian adalah singkong varietas UJ berumur 8 bulan yang diperoleh dari Balitkabi (Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian) Malang. Alat yang digunakan adalah pemanas, termometer, timbangan, pengiris singkong, alat penepung, ayakan, loyang, oven, maffel furnace, centrifuge, Viscoamilograph, Colorimeter.

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal, diulang 3 kali. Terdiri dari 4 perlakuan yaitu A = Tanpa pre gelatinisasi, B = Pre gelatinisasi pada suhu 1000C, C = Pre gelatinisasi pada suhu 900C, D = Pre gelatinisasi pada suhu 800C: Dari 4 perlakuan disusun 3 pembandingan linier ortogonal kontras yaitu:

1. A vesus BCD,

berarti melihat apakah terdapat perbedaan karakteristik tepung singkong antara perlakuan tanpa pre gelatinisasi dan pre gelatinisasi.

2. B versus C

Melihat apakah terdapat perbedaan karakteristik tepung singkong antara perlakuan suhu 1000C dan 900C. 3. C versus D

Melihat apakah terdapat perbedaan karakteristik tepung singkong antara perlakuan suhu 900C dan 800C.

Pelaksanaan Penelitian meliputi : 1. Pembuatan tepung singkong tanpa

pre gelatinisasi :

a. Pencucian dan pengupasan singkong

b. Pengirisan ukuran 1 cm

c. Pengeringan selama 24 - 36 jam d. Penggilingan dan pengayakan e. Tepung singkong

2. Pembuatan tepung singkong pre gelatinisasi

a. Pencucian dan pengupasan b. Pengirisan ukuran 1 cm

c. Pemanasan (parboiling) dalam air, selama 10 menit (temperatur 800C, 900C, dan 1000C)

d. Pembuangan air (decanting) e. Pengeringan selama 24 - 36 jam f. Penggilingan dan pengayakan g. Tepung singkong

Baku singkong dilakukan analisa proksimat meliputi kadar air, serat kasar, kadar lemak, kadar HCN, kadar pati, kadar protein (AOAC, 1989). Tepung singkong dilakukan analisa pada kadar air, kadar pati, kadar amilosa, kadar HCN, warna (whiteness tester) pembanding BaS04 100%

(8)

meliputi parameter warna, kenampakan dan aroma (Larmond, 1984).

Analisis data dilakukan secara statistik menggunakan analisis sidik ragam (uji F) dengan selang kepercayaan 5% dan 1%. Dan dilakukan uji pembandingan linier orthogonal kontras untuk membandingkan antar perlakuan (Sastrosupadi, 1999). Untuk organoleptik menggunakan uji acceptance (tingkat penerimaan) terdiri 15 panelis. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (uji F) dan pembandingan linier orthogonal kontras (Larmond, 1984).

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air

Rerata kadar air tepung singkong pada penelitian ini berkisar antara 11.9267 % sampai 14.7067 % (Gambar 1). Menurut Ananymous (2000) kadar air tepung tapioka setelah pengeringan berkisar antara 12-13%

Berdasarkan analisis ragam (pembandingan linier ortogonal) perlakuan pre gelatinisasi pada tepung singkong memberikan penurunan kadar air tepung secara nyata dibandingkan tepung tanpa pre gelatinisasi. Menurunnya kadar air pada tepung pre gelatinisasi disebabkan karena perlakuan pre gelatinisasi secara parboiling (perebusan) memberikan pemanasan yang menyebabkan terjadinya penyerapan air dan pembengkakan granula pati. Pemanasan menyebabkan lemahnya ikatan hidrogen dalam granula, sehingga granula yang telah

membengkak memiliki ukuran yang besar dan bersifat irreversibel. Ketika

dilakukan proses pengeringan tepung yang telah tergelatinisasi, air mudah lepas dari ikatan hidroksil sehingga kadar air sedikit menurun. Menurut Kenneth, Leon and J Peter (1991) penggunaan panas yang terus meningkat menyebabkan ikatan hidrogen intermolukuler antara rantai amilosa dan rantai cabang amilopektin mulai melemah, sehingga granula pati mengembang secara cepat. Granula yang telah mengembang mempunyai struktur yang lebih lunak dan bersifat irreversibel.

Perlakuan pre gelatinisasi pada suhu yang berbeda 800C, 900C, dan 1000C tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kadar air tepung. Perlakuan tersebut merupakan suhu dimana telah terjadi proses gelatinisasi dan pembengkakan granula. Berdasarkan

14.7076 12.8

11.9333 11.9267

0.0 5.0 10.0 15.0

1

Pe rlakuan

K

a

dar

ai

r (

%

)

A B C D

Keterangan:

A = Tepung Tanpa Pre gelatinisasi, B = Tepung Pre Gelatinisasi 100OC C = Tepung Pre Gelatinisasi 90OC D = Tepung Pre Gelatinisasi 80OC

Gambar 1. Grafik Rerata Kadar Air Tepung Singkong

untuk menggurangi kadar minyak goreng yang terserap pada saat penggorengan, meningkatkan kerenyahan bahan, dan juga memperlama waktu simpan produk.

i) Pengemasan

Pengemasan dilakukan dengan menggunakan alumunium foil, dengan pertimbangan bahan ini mempuyai kekedapan udara yang cukup tinggi, sehingga tekstur dan Tahu + Terigu + Tapioka

(10 :1 :1)

Pengadukan

Pengadukan hingga rata

Pengadukan hingga kalis

Pengisian kedalam cetakan

Pengukusan, 100oC, 30 menit

Penggilingan adonan tebal 1 mm

Pemotongan bentuk segi empat Ukuran 1,5x1 cm

Pengeringan Cabinet Dryer 4 jam

Penggorengan, Deep Frying, 180oC, 190oC, 200oC, 15 menit

Penirisan

pengemasan

Tofu Chips

Garam 2,5% Air hangat (¼)

Pengadukan hingga larut

Baking soda 0,5%, Merica 1%, Bawang Putih 2%, Penyedap rasa

Analisis : - Kadar air - Kadar Lemak - Kadar Protein - Rendemen - Organoleptik

(9)

bahan baku tahu takwa kuning) dan terendah adalah 8,67 % (pada penggorengan suhu 200oC, jenis bahan baku tahu putih), sedangkan untuk kadar air tertinggi adalah sebesar 0,152 % (pada penggorengan suhu 180oC untuk jenis bahan baku tahu putih ) dan terendah adalah 0.064 % (pada penggorengan suhu 200oC, jenis bahan baku tahu takwa kuning).

TEKNOLOGI PROCCESING TOFU CHIPS

Gambaran Teknologi Proccesing Tofu Chips

Teknologi yang digunakan dalam pembuatan tofu chips relatif sederhana, peralatan yang digunakan juga tidak terlalu mahal dan sulit untuk diperoleh, dan juga modal kerja yang diperlukan tidak terlalu banyak, sehingga produk ini tidak sulit untuk dikembangkan pada skala usaha kecil menengah (UKM). Tahapan proses pembuatan tofu chips adalah sebagai berikut :

a) Pecucian

Tahu yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan tofu chips, dicuci dan direndam dengan tujuan untuk membersihkan bahan dan untuk menghilangkan bau asam pada tahu.

b) Penghancuran dan pengepresan Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air pada bahan baku tahu, mempermudah pada perlakuan selanjutnya, mengurangi jumlah penambahan tepung dan meningkatkan kadar protein produk

c) Pengadukan

Bahan baku tahu yang telah dipres selanjutnya ditambah dengan tepung terigu, tepung kaji dengan perbandingan 1 : 10 untuk masing-masing tepung, dan ditambah bumbu sebagai penyedap rasa, selanjutnya diaduk sampai terbentuk adonan yang homongen. d) Pengukusan

Pengukusan ini bertujuan untuk membantu dalam proses gela-tinisasi bahan. Pengukusan merupakan unit operasi yang bertujuan untuk mencapai gelatinisasi pati yang sempurna makanan (Luh, 1980).

e) Pengilingan dan Pemotongan

Adonan yang telah dikukus, digiling menjadi lembaran-lembaran tipis dengan ketebalan 1 mm, kemudian dipotong dengan lebar 1,5 x 1,5 cm.

f) Pengeringan

Pengeringan dilakukan selama 18 jam pada suhu 50oC dengan tujuan untuk menggurangi kadar air dan kelembaban pada bahan. Tipe pengering yang digunakan adalah

Pengering kabinet (CabinetDrying).

g) Pengorengan

Tofu Chips yang masih mentah dan sudah dikeringkan selama 4 jam selanjutnya digoreng dengan menggunkan Deep Frying. Suhu penggorengan yang digunakan dibagi menjadi 3 level yaitu : 180, 190, 200oC.

h) Penirisaan

Penirisan dilakukan dengan tujuan

analisis amilografi, tepung singkong pre gelatinisasi telah mengalami gelatinisasi pada suhu sekitar 800C (Tabel 1). Ikatan hidrogen melemah sehingga rantai dan struktur pati menjadi lebih lunak. Ikatan hidrogen

intramolekuler berfungsi mempertahankan struktur integritas

granula pati. Proses pengeringan kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi, akan memudahkan terlepasnya air yang terikat didalam granula pati.

Kadar HCN

Tepung singkong mempunyai rerata kadar HCN ini berkisar antara 10.7833 ppm sampai 14.7860 ppm (Gambar 2).

Berdasarkan analisis ragam dan perbandingan linier ortogonal perlaku-an tepung secara pre gelatinisasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar HCN, dibandingkan dengan tepung singkong tanpa pre gelatinisasi. Perlakuan pre gelatinisasi menurunkan kadar HCN pada tepung singkong, dibandingkan tepung singkong tanpa pre gelatinisasi. Hal ini disebabkan pada proses pembuatan tepung dengan pre gelatinisasi melalui tahapparboling (perebusan) pada suhu 80-1000C akan merusak aktivitas enzim linamarase dan melarutkan asam sianogenik. Proses selanjutnya yaitu pembuangan air hasil perebusan menurunkan dan menghilangkan asam sianida.

Beberapa tahap proses pada pembuatan tepung singkong akan menurunkan HCN. Proses perebusan dalam air mendidih selama 10 menit

akan merusak aktivitas enzim linamarase dan melarutkan asam hidrosianida. Proses pembuangan air rebusan (decanting) menurunkan atau menghilangkan kandungan sianida (Balagopalan, 2002). Menurut Padmaja et.al. (1996) HCN merupakan komponen toksik yang terdapat dalam singkong dalam bentuk glukosa sianogenik. Seluruh cultivar singkong mengandung HCN berkisar natara 10-500 ppm. Keracunan yang serius terjadi bila kandungan HCN melebihi batas 150 ppm.

Perlakuan pre gelatinisasi pada suhu yang berbeda 800C, 900C, dan 1000C tidak memberikan perbedaan yang nyata pada kadar HCN tepung singkong. Hal ini menunjukkan pada suhu 800C sudah dapat menurunkan kadar HCN tepung singkong, walaupun pemanasan pada suhu 900C memberikan kadar HCN terendah yaitu 10.7833 ppm. Tahapan proses pada

14.7876

11.1167 10.7833 11.3600

0.0 4.0 8.0 12.0 16.0

Ka

d

a

r

H

C

N

(

p

p

m

1900

Perlakuan

A B C D

Keterangan:

A = Tepung Tanpa Pre gelatinisasi, B = Tepung Pre Gelatinisasi 100OC C = Tepung Pre Gelatinisasi 90OC

D = Tepung Pre Gelatinisasi 80OC

(10)

pembuatan tepung singkong seperti pemanasan menggunakan dan pembuangana air rebusan (decanting) melarutkan kandungan asam sianida.

Kadar Pati

Tepung singkong mempunyai rerata kadar pati ini berkisar antara 76.7400% sampai 81.3533% (Gambar 3).

Berdasarkan analisis ragam perlakuan pre gelatinisasi tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap kadar pati tepung singkong, dibandingkan dengan perlakuan tanpa pre gelatinisasi. Berdasarkan perbandingan linier ortogonal tepung singkong dengan perlakuan yang berbeda (pre gelatinisasi dan tanpa pr gelatinisasi) mempunyai kadar pati yang hampir sama. Kondisi ini menunjukkan bahwa perlakuan pre gelatinisasi tidak mempengaruhi

jumlah pati yang terdapat dalam tepung singkong.

Berdasarkan analisis ragam dan perbandingan linier ortogonal perlakuan suhu pre gelatinisasi yang berbeda yaitu 80, 90, 1000C tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kadar pati tepung singkong. Tepung singkong mempunyai kisaran kadar pati dalam jumlah hampir sama.

Kadar Amilosa

Rerata kadar air amilosa tepung singkong singkong berkisar antara 20.3397 % sampai 21.7303 % (Gambar 4.)

Berdasarkan analisis ragam perlakuan dan perbandingan linier ortogonal pre gelatinisasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar amilosa tepung dibandingkan tanpa pre 79.1000 81.353376.7400 80.4317

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0

1

Perlakuan

K

a

d

a

r P

a

ti

(%

)

A B C D

Keterangan:

A = Tepung Tanpa Pre gelatinisasi, B = Tepung Pre Gelatinisasi 100OC C = Tepung Pre Gelatinisasi 90OC D = Tepung Pre Gelatinisasi 80OC

Gambar 3. Grafik Rerata Kadar Pati Tepung Singkong

21.7303 20.7467

20.3397 20.6810

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0

1

Pe rlakuan

K

a

d

a

r A

milo

sa

(%

)

A B C D

Keterangan:

A = Tepung Tanpa Pre gelatinisasi, B = Tepung Pre Gelatinisasi 100OC C = Tepung Pre Gelatinisasi 90OC D = Tepung Pre Gelatinisasi 80OC

Gambar 4. Grafik Rerata Kadar Amilosa Tepung Singkong

dan rendemen sebesar 29,06 %.

KUALITAS PRODUK Karakteristik Tofu Chips yang

Dihasilkan

Kripik tahu (tofu chips) yang dihasilkan berbentuk segi empat dengan lebar 1,5 cm x 1,5 cm dengan ketebalan 1 mm sedangkan kenampakan visual produk relatif sama, berwarna kuning kecoklatan. Sedangkan tingkat kerenyahan produk bervariasi antara satu dengan yang lain, aroma produk memiliki aroma yang khas seperti pada bahan bakunya.

Tofu chips Jika dibandingkan dengan produk makanan ringan yang lainnya mempuyai kelebihan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Dari hasil penelitian terlihat kadar protein yang terkandung bervariasi untuk tiap jenis bahan baku yang digunakan. Untuk tahu putih berkisar antara 20,57 – 23,73 % sedangkan untuk tahu takwa kuning berkisar antara 22,43- 25,95 %.

Karakteristik Kimia Produk Tofu Chips

Berdasarkan hasil analisa kimia yang telah dilakukan terhadap produk tofu chips diperoleh hasil sebagai berikut :

Hasil uji kimia yang terlihat pada Tabel diatas menunjukkan bahwa peningkatan suhu penggorengan dapat menyebabkan kadar protein, kadar lemak produk menjadi turun. Suhu yang tinggi pada pengolahan makanan dapat menyebabkan terdenaturasinya kandungan protein produk sehingga menyebabkan menurunnya kandungan protein bahan, hal ini sesuai dengan pendapat Apriyanto (2002), yang menyatakan kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanasakan pada suhu yang moderat (60-90oC) selama satu jam atau kurang.

Dari data tersebut diatas menunjukkan kadar protein tertinggi adalah sebesar 25,95 % (pada penggorengan suhu 180oC untuk jenis bahan baku tahu takwa kuning) dan terendah adalah 20,57 % (pada penggorengan suhu 200oC, jenis bahan baku tahu putih). Untuk kadar lemak tertinggi adalah sebesar 16,03 % (pada penggorengan suhu 180oC untuk jenis

Hasil Analisis Kimia Produk Tofu Chips

Perlakuan

Kadar Protein

Kadar

Lemak Kadar Air

Tahu Putih, Suhu 180oC 23.73 12.4 0.152

Tahu Putih, Suhu 190oC 21.05 9.29 0.091

Tahu Putih, Suhu 200oC 20.57 8.67 0.076

Tahu Takwa, Suhu 180oC 25.95 16.03 0.136

Tahu Takwa, Suhu 190oC 24.74 11.03 0.108

(11)

0 1 2 3 4 5

S1T1 S1T2 S1T3 S2T1 S2T2 S2T3

Produk

Sk

or

Grafik Rata-Rata Penilaian Panelis

Terhadap Kerenyahan Tofu Chips

Pada grafik diatas terlihat penilaian panelis terhadap kerenyahan tofu chips, rata- rata nilai kesukaan berkisar antara 1,8 sampai 3,6, panelis paling menyukai tofu chips pada perlakuan pertama yaitu tofu chips yang berbahan baku dari tahu putih dan digoreng pada suhu 180oC. Panelis memilih tofu chips yang dihasilkan pada perlakuan pertama ini dengan alasan suhu yang terlalu tinggi pada proses penggorengan dapat menyebabkan tingkat kehilangan kadar air bahan terlalu banyak sehingga akan dapat mempengaruhi rasa dan tingkat kerenyahan produk. Panelis beranggapan pada suhu 180oC tingkat kerenyahan tofu chips sudah dapat dicapai dengan baik

Pada makanan kering seperti keripik, timbulnya bunyi disebabkan adanya rongga antar sel yang kaku dan rapuh yang berisi udara (Vickers, 1979). Selain itu, tingkat kerenyahan berhubungan erat dengan kadar air produk. Pada kadar air yang terlalu tinggi menjadikan tekstur kurang garing/tidak renyah (Muchtadi dkk.,

1987). Kerenyahan juga berhubungan dengan daya patah. Daya patah merupakan besarnya usaha yang dilakukan untuk mematahkan produk. Semakin rendah nilai daya patah maka akan semakin meningkatkan nilai kerenyahannya.

Produk Terbaik

Pemilihan alternatif Produk terbaik dilakukan dengan menggunakan metodeIndeks Effektivitas. Menurut De Garmo, Sullivan, and Canada (1984), keuntungan penggunaan indeks effektivitas adalah:

a. Dapat dipakai untuk alternatif yang memiliki banyak kriteria. Masing- masing kreteria atau atribut dapat berbeda tingkat kepentingannya (dinyatakan dengan bobot).

b. Mudah divisualisasikan dan cukup sederhana.

Berdasarkan dari kuisioner tingkat kepentingan kriteria yang diberikan pada panelis, diperoleh hasil bobot tertinggi pada kriteria rasa dengan bobot 0,466 kemudian diikuti kerenyahan dan warna produk memiliki bobot yang sama yaitu 0,266. Perhitungan pembobotan kriteria dapat dilihat pada lampiran 4. Setelah diketahui bobot tiap kriteria, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai efektifitas untuk mendapatkan nilai produk. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai produk tertinggi pada perlakuan S1T3 (Jenis Bahan Baku Tahu Putih ; Suhu Penggorengan 200oC) yang akan menghasilkan tofu chips dengan kadar protein 20,57 % , kadar lemak 8,67 %, kadar air 0,076 %,

74.1000 69.5667

71.3667 72.3000

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0

1

Perlakuan

D

er

a

ja

t P

u

ti

h

(%

)

A B C D

Keterangan:

A = Tepung Tanpa Pre gelatinisasi, B = Tepung Pre Gelatinisasi 100OC C = Tepung Pre Gelatinisasi 90OC D = Tepung Pre Gelatinisasi 80OC

Gambar 5. Grafik Rerata Derajat Putih Tepung Singkong

gelatinisasi. Perlakuan pre gelatinisasi sedikit menurunkan kadar amilosa tepung singkong. Hal ini disebabkan ketika pati dipanaskan dalam air pada temperatur gelatinisasi, energi panas menyebabkan ikatan hidrogen pati menjadi melemah. Ikatan yang lemah memudahkan air masuk ke dalam granula dan memungkinkan sedikit melarutnya dan terjadi pertukaran molekul amilosa menuju ke air.

Berdasarkan perbandingan ortogonal perlakuan suhu pre gelatinisasi 80, 90, dan 1000C tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar amilosa tepung singkong. Hal ini disebabkan suhu yang digunakan pada perlakuan ini merupakan suhu diatas suhu gelatinisasi tepung singkong. Pada kisaran temperatur tersebut proses gelatinisasi pati telah berlangsung, sehingga telah terjadi pertukaran molekul amilosa ke air, dan pati masih dalam fragmen yang melingkupi. Annison dan Topping (2000) menyatakan bahwa gelatinisasi terdiri dari dua tahap proses yaitu suspensi pati yang dipanaskan pada suhu 60-700C sebagian granula akan mengembang. Ketika suhu dinaikkan menjadi 900C granula akan mengembang seluruhnya dan kehilangan bentuknya, meskipun pati masih terdiri dari suatu fragmen yang melingkupinya.

Derajat Putih

Rerata derajat putih tepung singkong berkisar antara 69.5667% sampai 74.100% (Gambar 5).

Berdasarkan analisis ragam perlakuan pre gelatinisasi memberikan pengaruh yang sangat nyata

dibandingkan tanpa pre gelatinisasi dan berdasarkan perbandingan ortogonal terdapat perbedaan derajat putih tepung pre gelatinisasi dan tanpa gelatinisasi. Kondisi ini disebabkan oleh proses pemanasan pada pre gelatinisassi akan melarutkan beberapa komponen kimia dalam tepung dan sel pati seperti gula, amilosa, protein. Proses pengeringan kembali pati yang tergelatinisasi memungkinkan senyawa-senyawa terlarut tersebut, seperti gula perduksi dan protein bereaksi menghasilkan pigmen berwarna coklat.

(12)

1000C memberikan nilai derajat putih tepung yang lebih rendah dibandingkan perlakuan pr gelatinisasi suhu 900C, dan pre gelatinisasi 800C memberikan derajat putih yang lebih tinggi dibandingkan pre gelatinisasi pada suhu 900C. Kondisi ini disebabkan semakin tinggi suhu pre gelatinisasi akan semakin melarutkan komponen kimia dalam sel, sehingga memungkinkan gula dan protein untuk bereaksi menghasilkan pigmen berwarna coklat.

Kandungan utama singkong adalah karbohidrat yang sebagian besar merupakan pati, tetapi pada umumnya sedikit mengandung protein. Komponen kimia tepung singkong adalah pati, serat, gula, lemak, protein dan sejumlah kecil komponen lain (Moorthy, Rickard and Blanshard, 1996). Menurut Anaymous (2000) cairan dalam sel kaya akan kandungan

gula dan protein. Proses perusakan sel menyebabkan larutan dalam sel akan keluar berinteraksi dengan udara dan kemudian bereaksi dengan oksigen

membentuk komponen warna. Menurut Belitz and Groszh (1987) interaksi komponen amino dan monosakarida, yang diikuti dengan pelepasan air, akan membentuk senyawa imine intermediary atau N glikosida. N-glikosida merupakan produk awal yang selanjutnya dapat membentuk senyawa Amadori (Amadori rearrangement) Senyawa ini merupakan produk intermediate, yang selanjunya merupakan rangkaian dari reaksi Maillard yaitu reaksi yang menyebabkan warna coklat pada bahan makanan.

Sifat Amilografi

Sifat amilografi dari tepung singkong diukur menggunakan alat Viscoamilograph. Sifat amilografi meliputi suhu awal gelatinisasi, waktu awal gelatinisasi, suhu gelatinisasi (saat granula pecah), waktu gelatinisasi

(granula pecah), viskositas maksimum, viskositas dingin, dan viskositas balik (Tabel 1).

Suhu awal gelatinisasi adalah

Tabel 1. Sifat Amilografi Tepung Singkong

Perlakuan

Suhu Awal

Gel. (OC) Waktu Awal Gel. (Menit) SuhuGel.

(OC)

Waktu Gel. (OC)

Visk. Maks.

(Cp)

Visk. 50OC

(Cp)

Visk Balik (Cp)

A 67.40 10.00 90.30 16.00 3915.80 3046.40 -869.40 B 33.20 1.00 81.60 13.00 761.60 1395.20 633.60 C 30.00 1.00 80.30 13.00 1350.40 1676.80 326.40 D 30.10 1.00 86.90 15.00 2156.80 2556.80 400.00

Keterangan:

A = Tepung Tanpa Pre gelatinisasi, B = Tepung Pre Gelatinisasi 100OC C = Tepung Pre Gelatinisasi 90OC D = Tepung Pre Gelatinisasi 80OC

luar dari bahan pangan sedangkan jenis lemak yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan pangan (Ketaren, 1986).

Rasa

Penilaian terhadap rasa (flavour) pada makanan, pada dasarnya tidak hanya dirasakan oleh indera pencicip saja. Rasa makanan tersebut, merupakan campuran dari tanggapan cicip, bau, dan yang ditimbulkan oleh kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan, dan pendengaran. Jadi, ketika kita merasakan makanan, sebenarnya kenikmatan tersebut diwujudkan bersama-sama oleh kelima indera (Soekarto, 1985). Pada Gambar di bawah dapat dilihat data rata-rata penilaian panelis terhadap rasa tofu chips.

0 1 2 3 4 5

S1T1 S1T2 S1T3 S2T1 S2T2 S2T3

Produk

Sk

o

r

Grafik Rata-Rata Penilaian Panelis Terhadap Rasa Tofu Chips

Pada grafik diatas terlihat penilaian panelis terhadap rasa tofu chips, rata- rata nilai kesukaan berkisar antara 2,2 sampai 3,2, panelis paling menyukai rasa pada perlakuan yang keenam yaitu tofu chips yang berbahan baku dari tahu takwa yang

digoreng pada suhu 200oC. Tofu chips yang dihasilkan pada perlakuan ini disukai konsumen dengan alasan bahwa kalau dilihat dari bahan bakunya, tahu takwa sudah memiliki rasa yang khas sedangkan tahu putih tidak berasa, disamping itu suhu pengorengan yang cocok dalam pengolahan makanan akan dapat meningkatkan cita rasa produk. Menurut Fellow(2000), faktor utama yang mempengaruhi warna, rasa dan bau adalah jenis minyak goreng yang digunakan, suhu penyimpanan minyak, suhu dan lama penggorengan, ukuran, kelembaban dan penampakan dari makanan serta perlakuan setelah penggorengan.

Kerenyahan

(13)

menentukan penilaian seseorang terhadap produk yang digoreng seperti kripik adalah kenampakan (warna), flavour (rasa dan aroma), dan tekstur (kerenyahan). Data hasil pembobotan kriteria yang telah dilakukan oleh panelis pada produk tofu chips dapat dilihat pada Tabel dibawah.

Dari Tabel diatas dapat dilihat bobot tiap-tiap kriteria yang melekat pada tofu chips antara lain yaitu warna memiliki skor 0,26, rasa memiliki skor 0,46, kerenyahan memiliki skor 0,26, disini terlihat kriteria rasa memiliki bobot yang paling tinggi dan selanjutnya diikuti oleh kerenyahan dan warna produk. Hal ini karena panelis memilih rasa sebagai kriteria produk yang paling penting, dengan alasan bahwa rasa merupakan indikasi awal yang dapat dirasakan oleh indra manusia untuk menilai suatu produk makanan. Ada juga panelis yang memberikan skor tertinggi pada warna produk dengan alasan, konsumen akan menilai suatu produk dari kenampakan visual dulu, baru rasa dan kerenyahan produk.

Uji Kesukaan Terhadap Kriteria Warna

Warna merupakan respon mata manusia terhadap sinar (Soekarto, 1985). Produk makanan dapat me-mantulkan sinar, sehingga dapat dilihat oleh mata manusia. Warna yang ditimbulkan makanan dapat menim-bulkan ketertarikan tersendiri bagi konsumen untuk mengkosumsinya. Pada Gambar dibawah dapat dilihat data rata-rata penilaian panelis terhadap

warnatofu chips.

0 1 2 3 4 5

S1T1 S1T2 S1T3 S2T1 S2T2 S2T3

Produk

Sk

o

r

Grafik Rata-Rata Penilaian Panelis Terhadap Warna Tofu Chips

Pada grafik diatas terlihat penilaian panelis terhadap warna tofu chips rata- rata nilai kesukaan berkisar antara 2 sampai 3, panelis paling menyukai warna pada perlakukan yang kedua yaitu tofu chips yang berbahan baku dari tahu putih malang, dan digoreng pada suhu 190oC. ini menunjukkan bahwa jenis bahan baku dan suhu pengorengan sangat berpengaruh terhadap warna tofu chips. Bahan baku tahu putih malang bila digoreng pada suhu 190oC, akan menghasilkan warna putih kekuningan. Kombinasi warna seperti ini yang disukai oleh konsumen, hal ini karena apabila suhu di turunkan akan menghasilkan warna agak pucat dan sebaliknya apabila suhu penggorengan ditingkatkan akan menyebabkab kegosongan dan menghasilkan warna agak kecoklatan.

Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning artau reaksi maillard. Tingkat intensitas warna tergantung dari lama dan suhu menggoreng dan juga komponen kimia pada permukaan

suhu pada saat ikatan mulai melemah dan terjadinya pembengkakan granula pati. Tepung singkong tanpa pre gelatinisasi mempunyai suhu dan waktu awal gelatinisasi yang tinggi yaitu 67.40 OC dan 10 menit. Perlakuan pre gelatinisasi menurunkan suhu dan waktu awal gelatinisasi. Perlakuan pre gelatinisasi pada suhu 800C, 900C dan 1000C mempunyai kisaran suhu awal yang hampir sama yaitu 33.200C, 30.000C, dan 30.100C, dan waktu gelatinisasi yang sama yaitu 1 menit (Tabel 1). Kondisi ini menunjukkan pada suhu tersebut tepung singkong pre gelatinisasi mulai menyerap air dan terhidrasi kembali pada kisaran suhu 300C. Perlakuan pre gelatinisasi merubah sifat dari tepung singkong, Tepung yang mengalami pre gelatinisasi memiliki kemampuan menyerap air pada suhu yang lebih rendah, dan ketika terjadi peningkatan suhu maka proses pembengkakan dan pecahnya granula lebih cepat terjadi. Suhu gelatinisasi adalah suhu pecahnya granula pati karena pembengkakan granula setelah melewati titik maksimum. Secara umum perlakuan pre gelatinisasi akan menurunkan suhu dan waktu gelatinisasi. Pati singkong tanpa pre gelatinisasi mempunyai suhu dan waktu gelatinisasi tertinggi yaitu 90.300C dan 16 menit. Waktu gelatinisasi pada perlakuan suhu pre gelatinisasi 80 dan 900C mempunyai waktu yang yang singkat yaitu 13 menit, dibandingkan pre gelatinisasi 1000C yang mempunyai waktu gelatinisasi 15 menit. Penurunan waktu

gelatinisasi menunjukkan bahwa proses gelatinisasi pati pada tepung pre gelatinisasi lebih pendek dari pada tanpa pre gelatinisasi. Perlakuan pre gelatinisasi pada suhu 90 dan 1000C mempunyai suhu gelatinisasi yang paling rendah yaitu 80.30 dan 81.600C. Menurut Daramola dan Osanyinlusi (2005) waktu gelatinisasi yang singkat akan menurunkan biaya, sedangkan suhu gelatinisasi yang rendah akan mempersingkat proses pengolahan.

Tepung yang mengalami pre gelatinisasi dengan perebusan atau (parboling) telah mengalami perubahan struktur ikatan dan bentuk granula. Ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin melemah karena adanya pemanasan awal. Gelatinisasi menga-kibatkan dehidrasi dan konversi dari bentuk amarphous amilosa ke bentuk helik. Bentuk helik menjadi bagian yang lemah dari kristal granula pati. Menurut Zallie (1988) temperatur gelatinisasi dipengaruhi oleh kuat lemahnya ikatan di dalam granula.

(14)

viskositas maksimum terendah dimiliki oleh perlakuan pre gelatinisasi pada suhu 1000C yaitu 761.60 Cp .

Perlakuan pre gelatinisasi mampu mengubah puncak kurva amilograf tepung singkong (Gambar 6). Tepung singkong tanpa pre gelatinisasi mempunyai puncak kurva yang runcing, sedangkan perlakuan pre gelatinisasi mampu merubah puncak kurva menjadi tumpul. Pre gelatinisasi 800C memberikan puncak kurva amilograf yang lebih landail dibandingkan suhu 900C, dan pre gelatinisasi 900C mempunyai puncak yang lebih landai dari pada pre

gelatinosasi 1000C. Tepung singkong tanpa pre gelatinisasi mempunyai laju ketahanan yang lebih rendah selama proses pemanasan/ pengolahan. Menurut Champbell et al. (1950) dalam Muharram (1994) bentuk kurva amilograph dapat tajam, sempit atau lebar tergantung pada laju pembengkakan dan ketahanan granula pati terhadap kepecahan. Pati dengan puncak tajam dan sempit membutuhkan pengawasan yang ketat selama pengolahan/pemanasan. Tepung dengan puncak lebar atau plateu lebih disukai karena menghasilkan pembengkakan yang seragam.

Viskositas balik adalah tepung singkong pre gelatinisasi 900C mempunyai viskositas balik yang rendah yaitu 326.40 Cp. Viskositas balik yang rendah menunjukkan bahwa pasta tepung mempunyai stabilitas melawan retrogradasi (Daramola dan Osanyinlusi, 2005).

Warna

Rerata penerimaan warna tepung singkong berkisar antara 2.6667 (netral) sampai 4.1333 (menerima). (Gambar 7).

Berdasarkan analisis ragam perlakuan pre gelatinisasi memberikan pengaruh yang sangat nyata dibandingkan tanpa pre gelatinisasi. Berdasarkan perbandingan linier otogonal terdapat perbedaan tepung singkong pre gelatinisasi dan tanpa pre gelatinisasi. Pre gelatinisasi memberi-kan penurunan tingkat penerimaan panelis terhadap warna tepung singkong, dibandingkan perlakuan Keterangan:

A = Tepung Tanpa Pre gelatinisasi, B = Tepung Pre Gelatinisasi 100OC C = Tepung Pre Gelatinisasi 90OC D = Tepung Pre Gelatinisasi 80OC

Gambar 6. Kurva Amilografi Tepung Singkong

cukup.

Potensi pasar makanan ringan yang sangat besar tersebut terbagi atas krupuk, emping dan snack, sedangkan kripik sendiri oleh Badan Pusat Statistik (BPS) digolongkan kedalam kategori krupuk. Dari potensi pasar yang tersedia, tofu chips direncanakan diproduksi dengan kapasitas produksi 38.400 kg per tahunnya atau sekitar 0,03 % dari potensi pasar yang tersedia. Kapasitas produksi ditetapkan berdasarkan pertimbangan ketersediaan modal kerja dan fasilitas mesin dan peralatan yang dimiliki oleh perusahaan.

Segmen pasar yang dituju untuk pertama kalinya hanya masyarakat Jawa Timur dengan pertimbangan sedikitnya biaya distribusi produk yang diperlukan, karena daerah Jawa Timur ini berdekatan dengan perusahaan yang memproduksi produk

tofu chips yang direncanakaan di kota Malang, disisi lain jumlah penduduk Jawa Timur yang relatif banyak se-hingga daerah ini cu-kup memenuhi untuk dijadikan sebagai da-erah awal untuk uji coba produk tofu chips sebelum mem-produksi dengan ka-pasitas produksi yang lebih besar lagi. Hal ini karena dalam proses komersialisasi perusahaan dapat

me-milih strategi geografis untuk mencapai target pasar yang diinginkan (Kotler, 2002)

HASIL UJI KESUKAAN Tofu Chips

Pembobotan Kriteria

Pembobotan kriteria merupakan tahapan untuk menentukan tingkat kepentingan dari atribut-atribut yang ada pada produk. Pada penelitian ini atribut produk yang digunakan untuk menilai atau menentukan produk terpilih merupakan atribut-atribut yang dapat dinilai dan dirasakan secara langsung oleh indera manusia. Hal ini disebabkan, secara umum konsumen menggunakan indera yang dimilikinya, untuk menilai dan memilih produk makanan yang akan dikonsumsinya, terutama terhadap produk-produk yang baru dikenalnya. Menurut Budiman (1985), beberapa sifat penting yang

Data Hasil Pembobotan Kriteria Tofu Chips

Parameter Panelis

Warna Rasa Kerenyahan

Total

1 3 2 1 6

2 1 3 2 6

3 1 3 2 6

4 2 3 1 6

5 1 3 2 6

Total 8 14 8 30

Bobot 0.266667 0.466667 0.26666667 0

Keterangan :

(15)

cara sebagai berikut:

x Kadar lemak (AOAC, 1975 dalam Sudarmadji dkk, 1984).

x Kadar air (AOAC, 1975 dalam Sudarmadji dkk, 1984).

x Kadar protein (AOAC, 1975 dalam Sudarmadji dkk, 1984).

x Rendemen ( S u ry an to , 2 000 ) .

Analisa Biaya Produksi

Analisis biaya produksi dilakukan untuk mengetahui apakah produk tofu chips terpilih, layak untuk direncanakan dan dikembangkan menjadi suatu industri. Analisis biaya produksi dilakukan dengan menggunakanBreak Even Point (BEP) dan Payback Periods (PP) (Mulyadi, 1997).

HASIL PENELITIAN STUDI PENGEMBANGAN PRODUK

Potensi Bahan Baku

Bahan baku merupakan elemen yang sangat penting pada proses produksi, ketersediaan dan kontinuitas bahan baku sangat berpengaruh pada proses produksi. Bahan baku industri tofu chips di Jawa Timur menyebar diberbagai daerah. Salah satu sentra industri tahu yang besar dan dikenal oleh masyarakat Jawa Timur adalah di wilayah kota Kediri. Selain di kota Kediri juga banyak terdapat di beragai kabupaten yang ada di wilayah Jawa Timur misalnya di kabupaten Malang dan sekitarnya.

Bahan baku yang digunakan pada industri tofu chips yang

diren-anakan adalah tahu putih Malang. Menurut Badan Pusat Statistik di wilayah Jawa Timur terdapat lebih dari 50 industri tahu yang menyebar di wilayah kota Malang dan Surabaya. Data di Desperindag kota Malang menunjukkan pada tahun 2005, terdapat 8 industri tahu formal dengan kapasitas produksi 673.900 kg atau setara dengan 673,9 ton per tahunnya. sedangkan di wilayah kabupaten Kediri sendiri terdapat 27 industri tahu formal dengan kapasitas produksi total 7.991.900 potong/ bulan dan juga terdapat industri tahu non formal sebanyak 22 buah dengan kapasitas produksi total 7.239.000 potong/ bulan. (Disperindag, 2004).

Potensi Pasar

Pasar dari produk tofu chips yang dituju adalah masyarakat yang gemar mengkonsumsi makanan ringan mulai dari anak-anak sampai dewasa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim pada tahun 2002 tingkat konsumsi per kapita untuk produk makanan ringan yang digolongkan ke dalam krupuk, emping, dan snack mencapai 63 gram per kapita per minggu atau 3,276 kg per kapita per tahun. dengan jumlah penduduk Jawa Timur sebanyak 34.783.640 jiwa (2003), maka jumlah konsumsi makanan ringan penduduk Jawa Timur mencapai 113.951.205 kg per tahun (Anonymous, 2003). Pasar yang cukup luas tersebut memungkinkan untuk menjadi dasar dalam pengembangan makanan ringan yang mempuyai kandungan nutrisi dan gizi bahan yang

4.1333

2.46673.33333.4677

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0

1

Pe rlakuan

Re

r

at

a K

e

n

am

p

a

k

a

n

A B C D

Keterangan:

A = Tepung Tanpa Pre gelatinisasi, B = Tepung Pre Gelatinisasi 100OC, C = Tepung Pre Gelatinisasi 90OC, D = Tepung Pre Gelatinisasi 80OC

Gambar 8. Grafik Rerata Kenampakan (Tekstur) Tepung

Singkong

tanpa pre gelatinisasi.

Perlakuan suhu pre gelatinisasi yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penerimaan

warna. Berdasarkan perbandingan linier ortogonal pre gelatinisasi 800C memberikan perbedaan yang sangat nyata dibandingkan perlakuan pre gelatinisasi pada suhu 900C. Pre gelatinisasi 800C meningkatkan skor penerimaan warna 3.5333 (menerima) daripada pre gelatinisasi 900C yaitu 3.1333 (netral).

Tingkat penerimaan warna berhubungan dengan nilai derajat putih dari tepung singkong. Perlakuan tanpa pre gelatinisasi mempunyai tingkat penerimaan yang lebih tinggi dibandingkan pre gelatinisasi karena mempunyai derajat putih yang lebih tinggi. Perlakuan pregelatinisasi secara umum menurunkan derajat putih tepung, walaupun dengan perlakuan suhu yang berbeda akan mempengaruhi nilai derajat putih tepung singkong. Tepung singkong singkong tanpa perlakuan pre gelatinisasi memberikan kadar derajat putih tertinggi 74.100%, sedangkan tepung dengan perlakuan pre gelatinisasi 1000C memberikan derajat putih terendah 69.5667% (Gambar 5).

Kenampakan (Tekstur)

Rerata penerimaan kenampakan (tekstur) tepung singkong berkisar antara 2.4667 (tidak menerima) sampai 4.1333 (menerima) (Gambar 8).

Berdasarkan analisis ragam perlakuan pre gelatinisasi memberikan pengaruh yang sangat nyata dibandingkan tanpa pre gelatinisasi. Berdasarkan perbandingan linier ortogonal kontras pre gelatinisasi memberikan perbedaan penerimaan 4.1333

2.6667 3.1333

3.5333

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0

1

Pe rlakuan

R

erat

a

W

a

rn

a

(

%

)

A B C D

Keterangan:

A = Tepung Tanpa Pre gelatinisasi, B = Tepung Pre Gelatinisasi 100OC C = Tepung Pre Gelatinisasi 90OC D = Tepung Pre Gelatinisasi 80OC

(16)

kenampakan (tekstur) dibandingkan perlakuan tanpa pre gelatinisasi, terjadi penurunan tingkat penerimaan panelis terhadap kenampakan (tekstur) tepung singkong. Kondisi ini disebabkan karena perlakuan pemanasan atau parboiling pada menyebabkan perubahan struktur dan ukuran granula. Proses pre gelatinisasi mengakibatkan granula pati mengembang, dan mengalami perubahan bentuk, meskipun tetap pada suatu lapisan atau fragmen yang melingkupinya. Proses pre gelatini asi ini bersifat ireversibel, dimana pati yang telah mengalami gelatinisasi tidak dapat kembali pada kondisi semula. Menurut Light (1999) pregelatinisasi merupakan salah satu teknik modifikasi fisik yang dapat mengatur ukuran partikel. Annison dan Topping (2000) menyatakan bahwa gelatinisasi terdiri dari dua tahap proses yaitu suspensi pati yang dipanaskan pada suhu 60-700C sebagian granula akan mengembang. Ketika suhu dinaikkan menjadi 900C granula akan mengembang seluruhnya dan kehilangan bentuknya, meskipun pati masih terdiri dari suatu fragmen yang melingkupinya.

Perlakuan suhu pre gelatinisasi yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penerimaan kenampakan. Pre gelatinisasi 1000C memberikan skor penerimaan terendah yaitu 2.4667 (tidak menerima). Suhu pre gelatinisaisi 90 dan 800C memberikan penerimaan yang lebih baik. Pre gelatinisasi 800C meningkatkan skor penerimaan kenampakan yaitu 3.4677 (netral).

Menurut Light (1999) dan Huang, (1998) temperatur adalah faktor penting pada proses pengolahan (gelatinisasi) pati. Temperatur dan waktu pengolahan (gelatinisasi) tepat, akan memberikan derajat pengembangan granula yang sesuai dan memberikan sifat yang diinginkan.

Aroma

Rerata penerimaan aroma tepung singkong berkisar antara 3.200 (netral) sampai 3.8000 (menerima) (Gambar 9). Berdasarkan analisis ragam perlakuan tanpa pre gelatinisasi memberikan pengaruh yang sangat nyata dibandingkan perlakuan pre gelatinisasi. Berdasarkan perbandingan linier ortogonal terdapat perbedaan penerimaan aroma tepung pre gelatinisasi dan tanpa pre gelatinisasi.

3.8000

3.6000 3.26773.2000

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0

1 Perlakuan

R

era

ta

A

ro

m

a

A B C D

Keterangan:

A = Tepung Tanpa Pre gelatinisasi, B = Tepung Pre Gelatinisasi 100OC, C = Tepung Pre Gelatinisasi 90OC, D = Tepung Pre Gelatinisasi 80OC

Gambar 9. Grafik Rerata Aroma Tepung Singkong

direncanakan dilakukan oleh 5 orang panelis ahli dari produsen makanan ringan, antara lain yaitu Caprina Malang, produsen stik dan tahu Tinalan Kediri, produsen stik dan tahu Mikimos Kediri. Uji yang dilakukan meliputi rasa, warna, dan kerenyahan dengan menggunakan metode “Hedonic Scale” (Meilgard, 1999).

Pemilihan Produk terbaik

Perlakuan terbaik adalah perlakuan dengan skor nilai tertinggi dari derajat kepentingan produk yang diharapkan oleh konsumen. Proses pengambilan keputusan perlakuan terbaik dilakukan dengan indeks effektivitas (DeGarmo, dkk. 1987).

Prosedur perhitungan indeks effektivitas adalah sebagai berikut: a. Memberikan bobot nilai pada

masing-masing variabel dengan angka relatif 0-1. bobot nilai yang diberikan tergantung dari kepentingan masing-masing variabel yang hasilnya diperoleh dari perlakuan.

b. Membagi variabel menjadi 2 kelompok,

1. Kelompok A terdiri dari variabel-variabel yang makin tinggi reratanya semakin baik, meliputi kadar protein, kadar lemak, rendemen.

2. Kelompok B terdiri dari variable-variabel yang makin tinggi reratanya semakin jelek seperti kadar air

c. Mencari bobot normal dari masing-masing parameter, yaitu bobot parameter dibagi bobot total.

d.

e. Menghitung nilai effektivitas dengan rumus:

Keterangan:

NE = Nilai Effektivitas Np = Nilai Perlakuan Ntj = Nilai Terjelek Ntb = Nilai Terbaik

f. Untuk parameter dengan rerata semakin besar semakin baik, maka nilai terendah sebagai nilai terjelek dan nilai tertinggi sebagai nilai terbaik, demikian juga sebaliknya. g. Menghitung nilai perlakuan (NP)

yang diperoleh dari hasil perkalian bobot normal dengan nilai effektivitas (NE).

NH = NP x Bobot

h. Menjumlahkan nilai hasil dari semua parameter perlakuan yang memiliki nilai hasil tertinggi adalah perlakuan terbaik pada kelompok parameter.

i. Perlakuan terbaik dipilih dari perlakuan yang memiliki NP tertinggi.

Analisa Kualitas

Analisis Kualitas yang dilakukan meliputi kadar lemak, kadar air, kadar protein, dan rendemen yang diperoleh. Pelaksanaan pengamatan terhadap

parameter-parameter tersebut dilaksanakan dengan menggunakan

Ntj

Ntb

Ntj

Np

NE

Bobot =

(17)

Malang, BPS Kediri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) kota Kediri, Disperindag kota Malang. Caprina Malang, produsen stik tahu Kediri dan studi literature di perpustakaan Universitas Brawijaya Malang mulai bulan Mei – Juli 2009.

Penelitian Eksperimental

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses dan Sistem Produksi, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang, pada bulan Mei sampai dengan Juni 2009.

Metode Pelaksanaan Penelitian

Metode pelaksanaan penelitian terbagi atas pembuatan tofu chips, analisa kualitas, penerimaan konsumen, produk terbaik, dan analisa kelayakan finansial dari produk tofu chips terbaik.

PembuatanTofu Chips

Pembuatan tofu chips dilakukan menggunakan 2 faktor. Faktor 1 terdiri dari 2 level dan faktor 2 terdiri dari 3 level.

Faktor-faktor yang digunakan adalah: Faktor I : Jenis Tahu

S1 : Tahu Putih Malang

S2 : Tahu Takwa Kediri

Faktor II : Suhu Penggorengan T1 : 180oC

T2 : 190oC

T3 : 200oC

Dari dua faktor tersebut dapat diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut:

S1T1 : Tahu Putih Malang dan

Suhu Penggorengan 180oC

S1T2 : Tahu Putih Malang dan

Suhu Penggorengan 190oC

S1T3 : Tahu Putih Malang dan

Suhu Penggorengan 200oC

S2T1 : Tahu Takwa Kediri dan

Suhu Penggorengan 180oC

S2T2 : Tahu Takwa Kediri dan

Suhu Penggorengan 190oC

S2T3 : Tahu Takwa Kediri dan

Suhu Penggorengan 200oC

Uji Kesukaan Produk

Untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap produk tofu chips dilakukan dengan menggunkanan uji organoleptik. Uji organoleptik yang P e m b u a t a nT o f u C h i p s

U j i K e s u k a a n P ro d u k

P ro d u k T e rb a i k

A n a l i s i s K u a l i t a s

K e s i m p u l a n A n a l i s i s B i a y a P ro d u k s i

Diagram Alir Penelitian

Perlakuan pre gelatinisasi memberikan sedikit penurunan tingkat penerimaan panelis terhadap aroma tepung singkong.

Perlakuan suhu pre gelatinisasi 1000C memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan suhu 900C, sedangkan perlakuan pre gelatinisasi 900C memberikan pengaruh yang tidak nyata dibanding kan suhu 800C. Pre gelatinisasi pada suhu 900C dan 800C memberikan tingkat penerimaan terhadap aroma yang hampir sama yaitu netral .

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Terdapat perbedaan yang nyata antara tepung singkong tanpa pre gelatinisasi dan pre gelatinisasi terhadap karakteristik kadar air, kadar HCN, kadar amilosa dan derajat putih. Begitupula dengan penerimaan organoleptik, terdapat perbedaan yang nyata antara tepung singkong tanpa pre gelatinisasi dan pre gelatinisasi terhadap penerimaan warna, kenampakan dan tekstur.

2. Pada sifat amilografi terdapat perubahan karakteristik antara tepung tanpa pre gelatinisasi dan pre gelatinisasi. Perlakuan pre gelatinisasi mampu menurunkan suhu dan waktu awal gelatinisasi, suhu dan waktu gelatinisasi (saat granula pecah), viskositas dingin, dan viskositas balik.

3. Perlakuan suhu pre gelatinisasi (800C, 900C dan 1000C) memberikan karakteristik yang

berbeda terhadap sifat amilografi, kadar amilosa, derajat putih, dan penerimaan organoleptik (warna, kenampakan (tekstur), dan aroma). 4. Perlakuan pre gelatinisasi 900C

merupakan perlakuan terbaik dengan karakteristik kadar air 11,9333%; kadar HCN 10.7833 ppm.; kadar pati 76.7400%; kadar amilosa 11.9267 %; derajat putih 71,3667%; suhu dan waktu awal gelatinisasi 300C selama 1 menit; suhu dan waktu gelatinisasi 800C selama 13 menit; viskositas maksimum 1350.40 Cp; viskositas balik 326.40 Cp; organoleptik warna netral (3.1333); organoleptik kenampakan netral (3.3333); dan tekstur netral (3.2677).

Saran

1. Perlu dipelajari tentang pengaruh waktu dam suhu pre gelatinisasi terhadap karakteristik tepung singkong

2. Perlu dipelajari tentang penggunaan tepung singkong pre gelatiniasai pada bahan pangan seperti kue, cake, kerupuk, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2000. Tapioca (Cassava) Starch. International Starch Institute Science Park, Aarhus. Denmark

(18)

Annison, G and Topping D. L. 2000. Nutritional Role of Resistant Starch ; Chemical Structure vs Physiology Fuction. J. Nutr.14. p: 297-320.

AOAC. 1989. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. 25th Ed., Publisher AOAC Inc., US. Balagopalan, C. 2002. Cassava

Utilization in Food, Feed and Industry. Cassava : Biology Production an Utilizion. p : 301-318.

Belitz H., D. and W. Groszh . 1987. Food Chemistry. Spinger-Verlag, Berlin.

Chuzel, G.; N Zakhia, and M., P., Cereda. 1994. The Potential For New Cassava Products in Brazil. Cassava Flour and Starch: Progress in Research and Development p: 299-303.

Daramola, B., and Osanyinlusi, S., A. 2006. Production,

Characterization, and Application of Banana (Musa

spp) Flour in Whole Maize.

African Journal of Biotechnology Vol 5 (10) :

992-995.

Huang, D. P. 1998. New Perspective on Starch and Derivatives for Snack Applications. National Starch and Chemical Company

Bridgewater, New Jersey. Light, M., Joseph. 1999. Modified

Food Starch : Why, What, Where and How. The American Association of Cereal Chemists, Inc.

Moorthy, S.,N.; J. Rickard and J. M. V. Blanshard. 1996. Influence of Gelatinization Characteristics of Cassava Starch and Flour on the Textural Properties of Some Food Product. Cassava Flour and Starch: Progress in Research and Development p: 150-154. Muharam, S. 1992. Sifat Karakteristik

Fisiko-Kimia dan Fungsional Tepung Singkong (Manihot esculenta Crantz) dengan Modifikasi Pengukusan, Penyangraian dan Penambahan

GMS serta Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar. Skripsi FATETA-IPB, Bogor.

Padmaja, G.; C. Balagopalan; S.N. Moorthy; and V., P., Potty. 1996. Yuca Rava and Yuca Porridge : The Funtional Properties and Quality of Two Novel Cassava Poducts. Cassava Flour and Starch: Progress in Research and Development p: 323-330.

Sastrosupadi, Adji. 1999. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

tekstur dari tahu kuning biasanya lebih padat jika dibandingkan dengan tahu putih biasa.

Produksi tahu dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Berdasarkan penelitian Widyawati (1996), pada tahun 1989, kotamadya Kediri mempuyai 35 (tiga puluh lima) perusahaan tahu. Jumlah ini terus meningkat menjadi 54 perusahaan dalam tahun 1992, demikian pula pada perusahaan tahu merk “Sari Lezat POO”, tahun 1989 mempuyai kapasitas produksi 130.000 biji/ bulan, pada tahun 1995 meningkat menjadi 300.000 biji/ bulan. Sedangkan di kota Malang pada tahun 2005, terdapat 8 industri tahu formal dengan kapasitas produksi 673.900 kg (Desperindag 2005). Peningkatan kapasitas produksi tahu tiap tahun memungkinkan untuk dikembangkan menjadi produk olahan lain, sehingga nilai ekonomis tahu dapat meningkat dan pasar tidak menggalami kejenuhan .

Alternatif baru dalam pengem-bangan produk tahu adalah kripik. Kripik adalah makanan ringan (snack food) yang tergolong jenis makanan crackers, yaitu makanan yang bersifat kering, renyah (crispy), dan memiliki kandungan lemaknya tinggi (Sulistyowati, 2004). Produk kripik sangat digemari oleh masyarakat. Berdasarkan data BPS Jawa Timur menyebutkan tingkat konsumsi per kapita untuk produk makanan ringan yang digolongkan ke dalam krupuk, emping, dan snack di Jawa Timur pada tahun 2002 mencapai 63 gram per kapita per minggu (Anonymous, 2003).

Kripik tahu (tofu chips) mempuyai kelebihan dibandingkan kripik lain berdasarkan bahan

Gambar

Tabel diatas  menunjukkkan
Gambar 3. Grafik Rerata Kadar Pati
Grafik Rata-Rata Penilaian Panelis Terhadap Kerenyahan Tofu Chips
Grafik Rata-Rata Penilaian Panelis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, perilaku konsumen untuk memutuskan membeli pada suatu produk makanan tidak hanya label halal yang diperhatikan, banyaknya persaingan dalam

Berdasarkan data pada Tabel 1, secara statistik menunjukkan bahwa penggunaan jenis bahan demineralisasi berbeda dalam proses produksi ekstrak kolagen dari limbah

Sebagai agama yang bervisikan keadilan dan kemaslahatan, Islam sangat menekankan perlunya membangun masyarakat sejahtera. Teks-teks Islam yang menyerukan untuk

Hal ini dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan metode demonstrasi memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada metode ceramah terhadap peningkatan hasil belajar dribble

Betapa besarnya peranan pendidik dalam melakukan bimbingan untuk membentuk keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran. Bimbingan terhadap kegiatan belajar siswa harus

Struktur bangunan Gapura Padureksa yang terdapat di bagian depan Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang menjadi bukti kuat bahwa akulturasi budaya masa lampau menjadi strategi yang

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang efek antiinflamasi esktrak etanol daun kirinyuh ( Chromolaena odorata (L) R.M.King & H. Rob.) secara topikal

Dianggap semua orang sudah mempunyai 2 buah kunci (kode untuk enkripsi dan dekripsi seterusnya akan disebutkan sebagai sebuah "kunci") , kedua kunci ini yang satu